Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

Managemen Asites Pada Sirosis Hepatis


Anda Sumarna, Afifah Mayangsari
PENDAHULUAN Asites merupakan komplikasi utama dari sirosis, terjadi pada 50% pas
ien yang di ikuti selama lebih dari 10 tahun.1,6,7 Perkembangan asites penting d
alam perjalanan alamiah sirosis karena dikaitkan dengan mortalitas 50% lebih dar
i dua tahun dan menandakan kebutuhan untuk mempertimbangkan transplantasi hati s
ebagai terapi pilihan. Sebagian besar (75%) dari pasien yang hadir dengan asites
yang mendasarinya adalah sirosis, dengan sisanya karena keganasan (10%), gagal
jantung (3%), TBC (2%), pankreatitis (1%), dan penyebab langka lainnya.6 Di UK k
ematian karena sirosis telah meningkat dari 6 per 100.000
penduduk di 1993- menjadi 12,7 per 100.000 penduduk di tahun 2000. Sekitar 4% da
ri populasi memiliki fungsi hati yang abnormal atau penyakit hati, dan sekitar 1
0-20% dari mereka dengan salah satu dari tiga penyakit hati kronis yang paling u
mum (perlemakan hati non-alkoholik, penyakit hati alkoholik, dan hepatitis C kro
nis).6 Dengan meningkatnya frekuensi penyakit perlemakan hati alkoholik dan nonalkoholik, akan terjadi peningkatan besar dalam beban penyakit hati yang diperki
rakan selama beberapa tahun mendatang dengan peningkatan komplikasi sirosis.6 DE
FINISI Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal dirongga peritoneum. Asit
es dapat disebabkan oleh banyak penyakit.4 Asites Tanpa Komplikasi Asites yang t
idak terinfeksi dan yang tidak terkait dengan pengembangan sindrom hepatorenal.
Asites dapat dinilai sebagai berikut:2,6
Grade 1 (mild), asites hanya terdeteksi
oleh USG pemeriksaan. Grade 2 (moderate), ascites yang menyebabkan distensi per
ut simetris moderat.
1
Grade 3 (large), ascites ditandai distensi abdomen.
Program Studi Pendidikan Dokter | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Asites Refrakter Asites yang tidak dapat dimobilisasi atau yang kambuh lebih awa
l (yaitu, setelah terapi paracentesis) yang tidak dapat dicegah dengan terapi me
dis. Asites ini termasuk dua subkelompok yang berbeda.6
Diuretic resistant ascit
es -- asites refrakter terhadap retriksi diet sodium dan pengobatan diuretik int
ensif (spironolakton 400 mg / hari dan frusemid 160 mg / hari selama setidaknya
satu minggu, dan diet retriksi garam kurang dari 90 mmol / hari (5,2 g garam) /
hari). Diuretic intractable ascites -- asites refrakter terhadap terapi karena p
erkembangan komplikasi yang diinduksi diuretik yang menghalangi penggunaan diure
tik dosis efektif.
Tabel.1 Definisi dan kriteria diagnostik asites refrakter pada sirosis PATOGENES
IS PEMBENTUKAN ASITES Ada dua faktor kunci yang terlibat dalam patogenesis pembe
ntukan asites-yaitu: retensi natrium dan air, dan portal (sinusoidal) hipertensi
.6
2
Program Studi Pendidikan Dokter | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar.1 Patogenesis pembentukan asites.7


a. Peran hipertensi portal Hipertensi portal meningkatkan tekanan hidrostatik da
lam sinusoid hati dan menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga peritoneum.
Namun, pasien dengan hipertensi portal presinusoidal tanpa sirosis jarang berkem
bang menjadi asites. Dengan demikian pasien tidak berkembang menjadi asites pada
oklusi vena portal ekstrahepatik kronis terisolasi atau non-penyebab sirosis hi
pertensi portal seperti fibrosis hepatik kongenital, kecuali bila diikuti kerusa
kan fungsi hati seperti pada perdarahan gastrointestinal. Sebaliknya, trombosis
vena hepatik akut, menyebabkan hipertensi portal postsinusoidal, biasanya berhub
ungan dengan asites. Hipertensi portal terjadi sebagai konsekuensi dari perubaha
n struktural dalam hati pada sirosis dan peningkatan aliran darah splanknikus. D
eposisi kolagen progresif dan pembentukan nodul mengubah arsitektur normal vasku
lar hati dan meningkatkan resistensi terhadap aliran portal. Sinusoid mungkin me
njadi kurang dapat berdistensi dengan pembentukan kolagen
3
dalam ruang Disse. Meskipun hal ini mungkin memberikan impresi sistem statik por
tal, studi terbaru menunjukkan bahwa aktivasi sel stellata hepatik secara dinami
s dapat mengatur nada sinusoidal hingga tekanan portal. 2,3,4,6
Program Studi Pendidikan Dokter | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sel endotel sinusoidal membentuk pori-pori membran ekstrim yang hampir sepenuhny
a permeabel terhadap makromolekul, termasuk protein plasma. Sebaliknya, kapiler
splanknikus memiliki ukuran pori 50-100 kali lebih rendah dari sinusoid hepatik.
Akibatnya, gradien tekanan onkotik trans-sinusoidal dalam hati hampir nol ketik
a dalam sirkulasi splanknikus yaitu 0,8-0,9 (80% -90% dari maksimum). Gradien te
kanan onkotik seperti ujung ekstrim pada efek spektrum minimal terhadap perubaha
n konsentrasi albumin plasma tersebut terhadap pertukaran cairan transmicrovascu
lar. Oleh karena itu, konsep lama yang menyatakan asites dibentuk sekunder terha
dap penurunan tekanan onkotik adalah palsu, dan konsentrasi albumin plasma memil
iki pengaruh kecil pada laju pembentukan ascites. Hipertensi portal sangat penti
ng terhadap perkembangan asites, dan asites jarang terjadi pada pasien dengan gr
adien vena portal hepatik <12 mmHg. Sebaliknya, insersi dari samping ke sisi por
tacaval shunt menurunkan tekanan portal sering menyebabkan resolusi dari ascites
.3,6 b. Patofisiologi retensi natrium dan air Penjelasan klasik retensi natrium
dan air terjadi karena underfill atau overfill yang disederhanakan. Pasien mungkin m
enunjukkan fitur baik underfill atau overfill tergantung pada postur atau keparahan
penyakit hati. Salah satu peristiwa penting dalam patogenesis disfungsi ginjal d
an retensi natrium pada sirosis adalah berkembangnya vasodilatasi sistemik, yang
menyebabkan penurunan volume darah arteri efektif dan hiperdinamik circulation.
Mekanisme yang bertanggung jawab atas perubahan fungsi vaskular tidak diketahui
tetapi mungkin melibatkan peningkatan sintesis nitrit oksida vaskular, prostasi
klin, serta perubahan konsentrasi plasma glukagon, substansi P, atau gen kalsito
nin terkait peptide.4,6 Namun, perubahan hemodinamik bervariasi dengan postur, d
an studi telah menunjukkan perubahan yang nyata dalam sekresi peptida natriureti
k atrium dengan postur tubuh, serta perubahan sistemik hemodinamik. Selain itu,
data menunjukkan penurunan volume arterial efektif pada sirosis telah diperdebat
kan. Hal ini telah
disepakati bahwa bagaimanapun dalam kondisi terlentang dan pada hewan percobaan,
terdapat peningkatan curah jantung dan vasodilatasi. 6 Perkembangan vasokonstri
ksi renal pada sirosis adalah sebagian respon homeostatis yang melibatkan pening
katan aktivitas simpatik ginjal dan aktivasi sistem reninProgram Studi Pendidika
n Dokter | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4

angiotensin untuk menjaga tekanan darah selama vasodilatasi sistemik. Penurunan


aliran darah ginjal menurunkan laju filtrasi glomerulus sehingga pengiriman dan
ekskresi fraksional natrium. Sirosis dikaitkan dengan peningkatan reabsorpsi nat
rium baik pada tubulus proksimal dan tubulus distal. Peningkatan reabsorpsi natr
ium di tubulus distal adalah karena peningkatan konsentrasi aldosteron di sirkul
asi. Namun, beberapa pasien dengan asites memiliki konsentrasi aldosteron plasma
normal, yang mengarah ke saran bahwa reabsorpsi natrium di tubulus distal mungk
in berhubungan dengan sensitivitas ginjal yang meningkat tehadap aldosteron atau
mekanisme lain yang tidak diketahui. 6 Pada sirosis terkompensasi, retensi natr
ium dapat terjadi pada tidak adanya vasodilatasi dan hipovolemia efektif. Hipert
ensi portal sinusoidal dapat mengurangi aliran darah ginjal bahkan tanpa adanya
perubahan hemodinamik dalam sirkulasi sistemik, menunjukkan adanya hepatorenal r
eflex. Demikian pula, selain vasodilatasi sistemik, keparahan penyakit hati dan
tekanan abnormalitas penanganan natrium dalam sirosis.6 DIAGNOSIS 1. Investigasi
awal Penyebab asites sering terlihat jelas dari histori dan pemeriksaan fisik.
Namun, penting untuk mengecualikan penyebab lain dari asites. Seharusnya tidak d
iasumsikan bahwa pasien alkoholik memiliki penyakit hati alkoholik. Oleh karena
itu, tes harus diarahkan pada diagnosa penyebab asites. Investigasi ini penting
untuk menegakkan diagnostik termasuk diagnostik paracentesis dengan pengukuran a
lbumin cairan asites atau protein, jumlah neutrofil, kultur cairan asites, dan a
milase cairan asites. Sitologi cairan asites harus diminta ketika ada kecurigaan
klinis kearah keganasan. Investigasi lain harus mencakup USG abdomen untuk meng
evaluasi penampakan dari pankreas, hati, dan kelenjar getah bening serta adanya
splenomegali yang mungkin menandakan hipertensi portal. Tes darah harus diambil
untuk pengukuran urea dan elektrolit, tes fungsi hati, waktu protrombin, dan hit
ung darah lengkap. 1,2,37 2. Paracentesis abdomen Daerah yang paling umum untuk
pungsi asites adalah sekitar 15 cm lateral umbilikus, dengan perawatan yang diam
bil untuk menghindari pembesaran hati atau limpa, dan biasanya dilakukan di kiri
atau kanan quadrant perut bawah. Arteri
5
portal juga berkontribusi terhadap
Program Studi Pendidikan Dokter | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

epigastrium inferior dan superior berjalan dilateral umbilikus terhadap titik te


ngah inguinalis dan harus dihindari. Untuk tujuan diagnostik, 10-20 ml cairan as
ites harus ditarik (Idealnya menggunakan jarum suntik dengan jarum biru atau hij
au) untuk inokulasi asites menjadi dua botol kultur darah dan Tabung EDTA, dan t
es. Komplikasi pungsi asites terjadi pada sampai 1% dari pasien (hematoma abdome
n) tapi jarang serius ataumengancam nyawa. Komplikasi lebih serius seperti haemo
peritoneum atau perforasi usus jarang terjadi (<1/1000 prosedur). Paracentesis t
idak kontraindikasi pada pasien dengan profil koagulasi yang abnormal. Sebagian
besar pasien dengan asites karena sirosis memiliki perpanjangan waktu protrombin
dan beberapa tingkat trombositopenia. Tidak ada data yang mendukung penggunaan
fresh frozen plasma sebelum paracentesis meskipun jika trombositopenia hebat (<
40.000) paling dokter akan memberikan trombosit untuk mengurangi risiko perdarah
an.1,6,7 3. Investigasi cairan asites
Jumlah neutrofil dan kultur cairan asites
Semua pasien harus diskrining untuk mengetahui spontaneous bacterial peritonitis
(SBP), yang terapat dalam sekitar 15% pasien dengan sirosis dan asites yang dir
awat di rumah sakit. Jumlah neutrofil asites >250 sel/mm3 (0,25x109 / l) adalah
diagnostik SBP dengan adanya diketahui perforasi viskus atau inflamasi organ int
rabdominal. Konsentrasi sel darah merah dalam asites sirosis biasanya, 1.000 sel
/mm3 dan cairan asites berdarah (>50.000 sel/mm3) terjadi pada sekitar 2% dari s
irosis. Pada sekitar 30% sirosis dengan asites berdarah, terdapat karsinoma hepa
toseluler yang mendasari. Namun, pada 50% pasien dengan asites berdarah, penyeba
bnya tidak dapatditemukan. Pewarnaan gram cairan asites tidak diindikasikan, kar
ena jarang membantu. Kepekaan hapusan untuk mikobakteri sangat buruk, sementara
kultur cairan untuk mikobakteri memiliki sensitivitas 50%. Beberapa studi telah
menunjukkan
bahwa inokulasi cairan asites ke dalam botol kultur darah akan mengidentifikasi
organisme pada sekitar 72-90% kasus sedangkan mengirim cairan asites dalam wadah
steril ke laboratorium hanya akan mengidentifikasi organisme di sekitar 40% dar
i kasus SBP.1,6 Protein cairan asites dan amilase cairan asites
Program Studi Pendidikan Dokter | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 6

Secara konvensional, jenis asites dibagi menjadi eksudat dan transudat, di mana
konsentrasi protein asites masing-masing >25 g/l atau <25 g / l. Tujuan dari pem
bagian seperti ini adalah untuk membantu mengidentifikasi penyebab asites. Jadi,
pada keganasan secara klasik menyebabkan asites eksudatif dan sirosis menyebabk
an asites transudat. Namun, ada banyak kesalah pahaman di praktek klinis. Misaln
ya, sering dianggap bahwa asites jantung adalah transudat meskipun kasusnyajaran
g terjadi, protein asites >25 g/l pada 30% pasien dengan sirosis tanpa komplikas
i, dan pasien dengan sirosis dan asites TB mungkin memiliki asites rendah protei
n. Gradien serum asites-albumin (SA-AG) jauh unggul dalam kategorisasi asites de
ngan akurasi 97% (Tabel 1). Hal ini dihitung sebagai: 6 SA-AG = konsentrasi albu
min serum - konsentrasi albumin cairan asites
Tabel.2 Gadien serum asites-albumin6 Amilase asites tinggi adalah diagnostik unt
uk asites pankreas, amilase cairan asites harus ditentukan dalam pasien dimana a
da kecurigaan klinis penyakit pankreas.6
Sitologi cairan asites Hanya 7% dari si
tologi cairan asites positif, pemeriksaan sitologi memiliki akurasi 60-90% dalam
diagnosis asites keganasan, terutama ketika beberapa ratus mililiter cairan yan
g diuji dan teknik konsentrasi yang digunakan. Dokter harus bekerja sama dengan
departemen sitologi lokal mereka untuk mendiskusikan kebutuhan cairan sebelum pa
rasentesis. Tetapi investigasi sitologi cairan asites bukan merupakan pilihan un
tuk diagnosis karsinoma hepatoseluler primer.1,6
7
Program Studi Pendidikan Dokter | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

PENATALAKSANAAN 1. Bed rest Istirahat Pada pasien dengan sirosis dan asites, asu
msi postur tegak dikaitkan dengan aktivasi renin-angiotensin-aldosteron dan sist
em saraf simpatik, pengurangan di tingkat filtrasi glomerulus dan ekskresi natri
um, serta respon menurun terhadap diuretik.4 Efek ini bahkan lebih mencolok dala
m hubungan dengan latihan fisik moderat. Data ini sangat menyarankan bahwa pasie
n harus diobati dengan diuretik saat istirahat. Namun, belum ada studi klinis ya
ng menunjukkan keberhasilan peningkatan diuresis dengan istirahat atau durasi pe
nurunan rawat inap. Tirah baring dapat menyebabkan atrofi otot, dan komplikasi l
ainnya, serta memperpanjang lama tinggal di rumah sakit, tirah baring umumnya ti
dak direkomendasikan untuk manajemen pasien dengan asites tanpa komplikasi.6 2.
Retriksi diet garam Retriksi diet garam saja dapat membuat balans natrium pasien
.
6,7
negatif pada 10%
Pembatasan natrium telah terkait dengan persyaratan diuretik lebih rendah,
resolusi asites lebih cepat , dan masa di RS lebih pendek. Di masa lalu, makanan
garam sering dibatasi sampai 22 atau 50 mmol / hari, diet ini dapat menyebabkan
malnutrisi protein dan hasil yang serupa, dan tidak lagi dianjurkan. Diet khas
Inggris berisi sekitar 150 mmol natrium per hari, dimana 15% dari penambahan gar
am dan 70% dari makanan kemasan. Diet garam harus dibatasi, 90 mmol/hari (5,2 g)
garam dengan menerapkan pola makan tidak tambah garam dan menghindari bahan mak
anan yang telah disiapkan (misalnya, kue). Bimbingan ahli diet dan informasi lea
flet akan membantu dalam mendidik pasien dan kerabat tentang retrriksi garam. Ob
at tertentu, terutama dalam bentuk tablet effervescent, memiliki kandungan natri
um yang tinggi. Antibiotik intravena umumnya mengandung 2,1-3,6 mmol natrium per
gram dengan pengecualian siprofloksasin yang berisi 30 mmol natrium dalam 200 m
l (400 mg) untuk infus intravena. Meskipun secara umum lebih baik untuk menghind
ari infus cairan yang mengandung garam pada pasien dengan asites, ada peluang, s
eperti berkembang menjadi sindroma hepatorenal atau gangguan ginjal dengan hipon
atremia berat, jika sesuai dan diindikasikan untuk memberikan ekspansi volume de
ngan
8
kristaloid atau koloid. Untuk pasien sindrom hepatorenal, International Ascites
club merekomendasikan infus garam normal.6,7
Program Studi Pendidikan Dokter | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Peran retriksi air Tidak ada studi tentang manfaat atau bahaya pembatasan air
pada resolusi asites. Kebanyakan ahli setuju bahwa tidak ada peran pembatasan a
ir pada pasien dengan asites tampa komplikasi. Namun, pembatasan air untuk pasie
n dengan asites dan hiponatremia telah menjadi standar praktek klinis di banyak
pusat-pusat. Namun, terdapat kontroversi nyata tentang pengelolaan terbaik pasie
n, dan saat ini kami tidak tahu pendekatan yang terbaik. Kebanyakan hepatologis
mengobati pasien dengan pembatasan air yang parah. Namun, berdasarkan pemahaman
kita tentang patogenesis hiponatremia, pengobatan ini mungkin tidak logis dan da
pat memperburuk tingkat keparahan pusat hipovolemia efektif yang mendorong sekre
si non-osmotik hormon antidiuretik (ADH). Hal ini dapat mengakibatkan peningkata
n ADH sirkulasi lebih lanjut, dan penurunan fungsi ginjal lebih lanjut. Gangguan
klirens air bebas diamati pada 25 - 60% pasien dengan asites akibat sirosis, da
n banyak berkembang menjadi hiponatremia spontan. karena itu, beberapa hepatolog
ists, termasuk penulis, menganjurkan ekspansi plasma lebih lanjut untuk menormal
kan dan menghambat rangsangan pelepasan ADH. Studi diperlukan untuk menentukan p
endekatan terbaik. Terdapat data yang muncul mendukung bahwa penggunaan antagoni
s reseptor vasopresin 2 tertentu dalam pengobatan dilusi hiponatremia, tetapi ap
akah ini meningkatkan morbiditas dan mortalitas secara keseluruhan belum diketah
ui. Hal ini penting untuk menghindari hiponatremia berat pada pasien yang menung
gu transplantasi hati karena dapat meningkatkan risiko mielinolisis pontine pusa
t selama resusitasi cairan dalam operasi.4,6 4. Manajemen hiponatremia pada pasi
en dengan terapi diuretik
Natrium serum 126 mmo/l Untuk pasien dengan asites yang
memiliki natrium serum 126 mmol/l, seharusnya tidak ada pembatasan air, dan diur
etik dapat dengan aman dilanjutkan, menunjukan bahwa fungsi ginjal ini tidak mem
buruk atau belum secara signifikan memburuk selama terapi diuretik.6 Natrium ser
um 125 mmol/l Untuk pasien dengan hiponatremia sedang (natrium serum 121-125 mmol
/l), terbagi pendapat pada tindakan apa yang terbaik berikutnya. Pendapat intern
asional, di mana konsensus para ahli internasional dicari dan dilaporkan, bahwa
diuretik harus dilanjutkan. Namun, tidak ada atau sedikit data yang
Program Studi Pendidikan Dokter | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 9

mendukung tindakan yang terbaik, dan pandangan pribadi kami adalah untuk mengado
psi pendekatan yang lebih hati-hati. Kita percaya bahwa diuretik harus dihentika
n sekali natrium serum 125 mmol/l dan pasien diobservasi. Semua ahli dilapangan m
erekomendasikan diuretik dihentikan jika natrium serum 120 mmol/l. Jika ada penin
gkatan yang signifikan kreatinin serum atau kreatinin serum >150 mol/ l, kita aka
n merekomendasikan ekspansi volume. Gelofusine, Haemaccel, dan Solusi albumin 4,
5% mengandung konsentrasi natrium setara dengan salin normal (154 mmol/l). Hal i
ni akan memperburuk retensi garam tetapi kita mengambil pandangan bahwa lebih ba
ik untuk memiliki asites dengan fungsi ginjal normal dari pada berkembang dan be
rpotensi menjadi gagal ginjal ireversibel. Pembatasan air harus disediakan untuk
mereka yang secara klinis euvolaemic dengan
hiponatremia parah, klirens air bebas menurun, dan yang tidak sedang terapi diur
etik, dan di antaranya kreatinin serum normal.6 5. Diuretik Diuretik telah menja
di andalan pengobatan asites sejak tahun 1940 ketika pertama kali tersedia. Bany
ak agen diuretik telah dievaluasi selama bertahun-tahun tetapi dalam praktek kli
nis dalam hal ini Inggris telah membatasi terutama spironolactone, amilorid, fur
osemid, dan bumetanide.6 Spironolactone Spironolactone merupakan antagonis aldos
teron, bekerja terutama pada tubulus distal untuk meningkatkan natriuresis dan m
empertahankan kalium. Spironolactone adalah obat pilihan di awal pengobatan asit
es karena sirosis. Dosis harian inisial 100 mg bisa ditingkatkan sampai 400 mg u
ntuk mencapai natriuresis adekuat. Berjalan lambat 3-5 hari antara awal pengobat
an spironolactone dan terjadinya efek. studi kontrol natriuretik telah menemukan
bahwa spironolactone mencapai natriuresis lebih baik dan diuresis dari loop diu
retic seperti furosemide. Efek samping paling sering spironolakton pada sirosis
adalah yang berkaitan dengan ativitas antiandrogenik nya, seperti penurunan libi
do, impotensi, dan ginekomastia pada pria dan ketidakteraturan menstruasi pada w
anita (meskipun sebagian besar wanita dengan asites tidak menstruasi saja). Gine
komastia dapat secara signifikan berkurang ketika canrenoate kalium hidrofilik d
erivatif digunakan, tetapi ini tidak tersedia di Inggris. Tamoxifen pada dosis 2
0 mg dua kali sehari telah terbukti berguna
Program Studi Pendidikan Dokter | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 10

dalam pengelolaan gynaecomastia. Hiperkalemia merupakan komplikasi signifikan ya


ng sering membatasi penggunaan spironolactone dalam pengobatan asites.1,6,7 Furo
semid Furosemid adalah diuretik loop yang menyebabkan tanda natriuresis dan diur
esis pada subyek normal. Hal ini umumnya digunakan sebagai tambahan untuk pengob
atan spironolactone karena keberhasilan rendah bila digunakan sendirian pada sir
osis. Dosis awal frusemid adalah 40 mg/hari dan umumnya meningkat setiap 2-3 har
i sampai dosis tidak melebihi 160 mg/hari. Tinggi dosis frusemid berhubungan den
gan gangguan elektrolit berat dan alkalosis metabolik, dan harus digunakan hatih
ati. Furosemid dan spironolactone bekerja simultan meningkatkan efek natriuretik
.1,2,3,6,7 Diuretik lain Amiloride bekerja pada tubulus distal dan menginduksi d
iuresis pada 80% pasien dengan dosis 15-30 mg/hari. Hal ini kurang efektif diban
dingkan dengan spironolakton atau kalium canrenoate. Bumetanide mirip dengan fru
semid dalam kerja dan efikasi.6 Secara umum, pendekatan
stepped care yang d
igunakan dalam pengelolaan ascites dimulai dengan diet pembatasan garam sederhan
a, bersama dengan
meningkatnya dosis spironolactone. Furosemid hanya ditambahkan bila 400 mg spiro
nolakton sendiri telah terbukti inefektif. Pada pasien dengan edema berat tidak
perlu untuk memperlambat laju harian penurunan berat badan. Sekali edema telah d
iselesaikan tetapi asites berlanjut, maka tingkat penurunan berat badan tidak me
lebihi 0,5 kg/hari. Selama diuresis dikaitkan dengan deplesi volume intravaskula
r (25%) yang mengarah ke ginjal, hati penurunan ensefalopati (26%), dan hiponatr
emia (28% . Sekitar 10% pasien dengan sirosis dan asites memiliki asites refrakt
er. Pada pasien yang gagal merespons pengobatan, riwayat diet dan obat-hati haru
s diperoleh. Penting untuk memastikan bahwa mereka tidak memakan obat yang kaya
akan natrium, atau obat yang menghambat garam dan ekskresi air seperti obat-obat
an antiinflamasi non-steroid. Kepatuhan retriksi natrium makanan harus dipantau
dengan pengukuran ekskresi natrium urin. Jika natrium urin melebihi asupan sodiu
m yang direkomendasikan, dan pasien tidak menanggapi pengobatan, maka dapat
11
diasumsikan bahwa pasien non-compliant.6
Program Studi Pendidikan Dokter | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6. Terapi paracentesis Pasien dengan asites besar atau refrakter biasanya manage
men inisial oleh paracentesis ulanagan dengan volume besar. Beberapa studi klini
s terkontrol telah menunjukkan bahwa besar Volume paracentesis dengan penggantia
n koloid cepat, aman, dan effective. Penelitian pertama menunjukkan bahwa seri v
olume besar paracentesis (4-6 l/hari) dengan infus albumin (8 g/liter asites yan
g hilang) lebih efektif dan berhubungan dengan komplikasi lebih sedikit dan dura
si rawat inap yang lebih singkat dibandingkan dengan terapi diuretik. Penelitian
ini diikuti oleh penelitian lain yang mengevaluasi efikasi, keamanan, kecepatan
paracentesis, perubahan hemodinamik setelah paracentesis, dan kebutuhan terapi
penggantian koloid. Paracentesis total umumnya lebih aman dari paracentesis beru
lang, jika ekspansi volume diberikan pasca-paracentesis. Jika ekspansi volume pa
scaparacentesis gagal memberikan volume ekspansi dapat menyebabkan gangguan sirk
ulasi, gangguan fungsi ginjal dan elektrolit. 1,6,7 Setelah paracentesis, mayori
tas asites berulang (93%) jika terapi diuretik tidak dihidupkan kembali, tapi be
rulang pada hanya 18% pasien yang diobati dengan spironolactone. Memperkenalkan
kembali diuretik setelah paracentesis (biasanya dalam 1-2 hari) tampaknya tidak
meningkatkan risiko disfungsi sirkulasi postparacentesis.6 7. Transjugular intra
hepatic portosystemic shunt (TIPS) Peningkatan tekanan portal adalah salah satu
faktor utama yang berkontribusi terhadap patogenesis asites, tidak mengherankan
bahwa TIPS adalah perawatan yang sangat efektif untuk asites refrakter. Ini berf
ungsi sebagai sisi pada sisi portocaval shunt yang dipasang dengan anestesi loka
l dan sedasi intravena, dan menggantikan penggunaan pembedahan yang ditempatkan
di portocaval atau mesocaval shunts. Sejumlah studi uncontrolled telah diterbitk
an menilai efektivitas TIPS pada pasien dengan asites refrakter. Dalam kebanyaka
n studi keberhasilan teknis dicapai pada 93100% kasus, dengan kontrol dari asite
s dicapai dalam 27-92% dan resolusi lengkap sampai dengan 75% kasus. TIPS mengha
silkan penurunan sekunder aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan meni
ngkatkan ekskresi natrium.1,3,5,6,7 Percobaan acak prospektif telah menunjukkan
TIPS lebih efektif dalam mengendalikan asites dibandingkan dengan paracentesis v
olume besar. Namun, tidak ada konsensus mengenai dampak TIPS pada kelangsungan h
idup bebas transplantasi
Program Studi Pendidikan Dokter | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 12

pada pasien dengan asites refraktori. Dalam satu studi TIPS tidak berpengaruh pa
da survival sementara yang lain telah melaporkan peningkatan survival baik diban
dingkan dengan terapeutik paracentesis.6
PROGNOSIS Perkembangan asites dikaitkan dengan mortalitas 50% dalam waktu dua ta
hun diagnosis. Asites refrakter setelah terapi medis, 50% meninggal dalam waktu
enam bulan. Meskipun memperbaiki manajemen dan kualitas cairan, pasien hidup sam
bil menunggu transplantasi hati, perawatan seperti terapi paracentesis dan TIPS
tidak memperbaiki masa bertahan hidup jangka panjang tanpa transplantasi untuk p
asien. paling karena itu, ketika setiap pasien dengan sirosis berkembang menjadi
asites, kesesuaian untuk transplantasi hati harus dipertimbangkan. Perhatian ha
rus diberikan untuk fungsi ginjal pada pasien dengan asites pra-transplantasi, d
isfungsi ginjal menyebabkan morbiditas lebih besar dan pemulihan tertunda setela
h transplantasi hati dan berhubungan dengan tinggal lama di ICU dan rumah sakit.
6
Gambar.2 Survival rate pasien dengan asites pada sirosis7
13
Program Studi Pendidikan Dokter | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KESIMPULAN Perkembangan asites merupakan tonggak penting dalam perjalanan alamia


h sirosis. Pengelolaan asites memadai penting, tidak hanya karena meningkatkan k
ualitas hidup pasien dengan sirosis, tetapi juga mencegah komplikasi serius sepe
rti SBP. Namun, pengobatan asites tidak secara signifikan meningkatkan kelangsun
gan hidup. Oleh karena itu, perkembangan asites harus dipertimbangkan sebagai in
dikasi untuk transplantasi. Transplantasi hati merupakan pengobatan utama asites
dan komplikasinya.
REFERENSI 1. Europian Association for Study of the Liver. EASL clinical practise
guidelines on the management of ascites, spontaneous bacterial peritonitis, and
hepatorenal syndrom in cirrhosis. Journal of Hepatology 2010 vol. 53 j 397417. 2
. Gines MD, Pere, Andres Cardenas, Vicente Arroyo, Juan Rodes. Management of cir
rhosis and ascites. Revies article. N Engl J Med 2004;350:1646-54. 3. Gines MD,
Pere, Andres Cardenas. The management of ascites and cirrhosis and hyponatremia
in cirrhosis. Seminar in liver disease 2008;28;1.43-54. 4. Hirlan. Buku ajar ilm
u penyakit dalam: Asites. Ed.4 jilid 1. Jakarta: Penerbit FKUI. Hal 447-448. 5.
Madan, Kaushal, Ashish Mehta. Management of renal failure and ascites in patient
with cirrhosis. International Journal of Hepatology 2011;790232, 1-7. 6. Moore,
K P, G P Athal. Guidelines on management of ascites in cirrhosis. Gut 2006;55;1
-12. 7. Wong, Florence. Advance in clinical practice: Management of ascites in c
irrhosis. Journal of Gastroenterology and Hepatology 2012;27:1120.
14
Program Studi Pendidikan Dokter | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai