Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Disusun oleh :
dr. Nandini

Pendamping :
dr. Kiky Mamat Kurnia

Pembimbing:
dr. Andreis Kia, Sp.PD

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA INDRAMAYU


PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE 14 OKTOBER 2019 - 13 OKTOBER 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan kasih dan
karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penyusunan portofolio dengan judul
“Penyakit Paru Obstruktif Kronis”. Pembuatan portofolio ini merupakan salah satu tugas
wajib yang harus dikerjakan dalam rangka Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI)
periode 14 Oktober 2019 – 13 Oktober 2020.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Andreis Kia, Sp.PD
atas waktu, tenaga dan pikiran yang telah diberikan dalam membimbing dan mengarahkan
Penulis sehingga portofolio ini dapat diselesaikan. Terima kasih juga Penulis sampaikan
kepada dr. Kiky Mamat Kurnia sebagai pendamping yang telah membantu dan
mempersiapkan Penulis selama portofolio ini dikerjakan.

Penulis menyadari bahwa portofolio ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan portofolio ini.
Besar harapan Penulis, sekiranya penyajian portofolio ini dapat bermanfaat bagi siapapun
yang membacanya.

Indramayu, Januari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

BORANG PORTOFOLIO ............................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 10

2.1. Definisi ............................................................................................................. 10

2.2. Epidemiologi..................................................................................................... 10

2.3. Faktor Risiko .................................................................................................... 11

2.4. Patogenesis Dan Patofisiologi .......................................................................... 11

2.5. Diagnosis .......................................................................................................... 14

2.6. Diagnosis Banding ............................................................................................ 18

2.7. Penatalaksanaan ................................................................................................ 18

2.8. Komplikasi........................................................................................................ 28

2.9. Prognosis .......................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 30

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak menular
yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyebabnya antara lain
meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor
pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK; semakin banyaknya jumlah
perokok khususnya pada kelompok usia muda; serta pencemaran udara di dalam ruangan
maupun di luar ruangan dan di tempat kerja.1

Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan tahun 1990 PPOK menempati
urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia, dan tahun 2002 menempati urutan
ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker.1 Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei
Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001, sebanyak 54,5 % penduduk laki-laki dan 1,2%
perempuan merupakan perokok, 92,0% dari perokok menyatakan kebiasaannya merokok di
dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga lainnya, dengan demikian sebagian
besar anggota rumah tangga merupakan perokok pasif.2 Jumlah perokok yang berisiko
menderita PPOK atau kanker paru berkisar antara 20-25%. Hubungan antara rokok dengan
PPOK merupakan hubungan dose response, lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap
hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan
lebih besar.1,2

Seiring dengan majunya tingkat perekomian dan industri otomotif, jumlah kendaraan
bermotor meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Selain mobil-mobil baru, mobil tua
yang mengeluarkan gas buang yang banyak dan pekat, banyak beroperasi di jalanan. Gas
buang dari kendaraan tersebut menimbulkan polusi udara. Tujuh puluh sampai delapan
puluh persen pencemaran udara berasal dari gas buang kendaraan bermotor, sedangkan
pencemaran udara akibat industri 20-30%. Dengan meningkatnya jumlah perokok dan
polusi udara sebagai faktor risiko terhadap penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) maka
diduga jumlah penyakit tersebut juga akan meningkat. Usia Harapan Hidup (UUH) di
Indonesia pada tahun 1990 meningkat dari 60 tahun menjadi 68 tahun pada tahun 2006, dan
apabila PPOK tidak dapat ditanggulangi dengan baik, maka UHH di Indonesia akan menjadi
menurun karena perjalanan PPOK bersifat kronik dan progresif.1,3

1
BORANG PORTOFOLIO

Nama Peserta: dr. Nandini

Nama Wahana: RS Bhayangkara Indramayu

Topik: Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Tanggal (kasus): 22 Januari 2020

Nama Pasien: Tn. K No. RM : 0625**

Tanggal Presentasi: Nama Pendamping : dr. Kiky Mamat Kurnia

Tempat Presentasi: Ruang Diklat RS Bhayangkara Indaramayu

Obyektif Presentasi:

█ Keilmuan 󠄐 Keterampilan 󠄐 Penyegaran 󠄐 Tinjauan 󠄐 Pustaka

󠄐 Diagnostik 󠄐 Manajemen █ Masalah 󠄐 Istimewa

󠄐 Neonatus 󠄐 Bayi 󠄐 Anak 󠄐 Remaja █ Dewasa 󠄐 Lansia 󠄐 Bumil


Deskripsi:
Tn. K, 63 tahun, datang ke IGD RS Bhayangkara dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari SMRS.

Tujuan:
Diagnosis dan Manajemen Kasus Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Bahan bahasan: 󠄐 Tinjauan Pustaka 󠄐 Riset █ Kasus 󠄐 Audit

Cara membahas: 󠄐 Diskusi █ Presentasi dan diskusi 󠄐 Email 󠄐 Pos

Data pasien: Nama: Tn. K No registrasi 0625**

Nama klinik: IGD RS Bhayangkara Indramayu Telp : (0234) 507878 Terdaftar sejak:

Data utama untuk bahan diskusi:


1. Diagnosis : Penyakit Paru Obstruktif Kronis Eksaserbasi Akut
2. Gambaran Klinis :
Pasien datang dengan sesak nafas sudah sejak 2 hari SMRS. Keluhan sesak muncul pertama kali.
Sesak nafas dirasakan semakin hebat dan diperberat dengan aktivitas. Sesak diikuti dgn batuk
berdahak hijau kental yang os keluhkan sulit dikeluarkan. Riwayat demam dikeluhkan oleh pasien.
Pasien merupakan seorang perokok aktif dgn 1 bgks/hari selama lebih dari 30 tahun. Pasien sehari-

2
hari bekerja sebagai petani. Riwayat diberikan asap di RS atau di klinik disangkal pasien. Riwayat
penyakit terdahulu disangkal pasien. Pasien tidak sedang dalam pengobatan apapun atau pengobatan
jangka panjang.

PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis
 GCS : E4M6V5
Vital Sign
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 94 x/menit
- Pernafasan : 30 x/menit, Sa02 94-96%
- Suhu : 36,6 0C
 Kepala : bentuk bulat, tidak terdapat benjolan dan bekas luka, rambut hitam
terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
 Mata : bentuk normal, simetris, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik,
palpebra superior et inferior tidak edema, pupil bulat, isokor, Ø 3 mm,
refleks cahaya +/+
 Telinga : bentuk normal, simetris, sekret -/-.
 Hidung : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, sekret -/-
 Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), oral thrush (-), stomatitis (-), mukosa
dinding faring posterior tidak hiperemis
 Leher : retraksi ringan suprasternal
 KGB : dbn
 Kulit : ikterus (-), sianosis (-), keringat dingin (-)
 Thoraks
o Pulmo
– Inspeksi : barrel chest (+), retraksi dinding dada +/+
– Palpasi : stem fremitus kanan kiri, depan belakang kesan melemah
– Perkusi : hipersonor pada kedua lapang paru.
– Auskultasi : pernapasan vesikuler, ronkhi +/+, wheezing +/+
o Jantung
– Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak.
– Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di ICS V

3
– Perkusi : redup
• Batas kanan atas : ICS II linea sternal dextra
• Batas kanan bawah : ICS V linea sternal dextra
• Batas kiri atas : ICS II linea parasternal sinistra
• Batas kiri bawah : ICS V linea midclavicularis sinistra
– Auskultasi : bunyi jantung I-II normal, reguler, murmur (-), gallop (-).

o Abdomen
– Inspeksi : tampak datar
– Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepatosplenomegaly (-).
– Perkusi : timpani.
– Auskultasi : normoperistaltik.
 Tulang Belakang : kifosis (-), scoliosis (-), lordosis (-)
 Ekstremitas : akral hangat, ekstremitas atas dan bawah tidak terdapat edema

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

TANGGAL 27/12/2019 SATUAN RUJUKAN


Hb 13,8 gr/dl 12,5 – 18,00
Eritrosit 4,6 Juta/mm3 4,5 – 5,3
Leukosit 9100 /mm3 4.000 – 10.000
Hematokrit 42 % 40 – 48
Trombosit 258.000 /mm3 150.000 – 400.000
Ureum 35 mg/dl 10 - 50
Creatinin 0,7 mg/dl 0,6 – 1,3
Glukosa sewaktu 85 mg/dl <160

TATALAKSANA IGD
1. IVFD RL 20tpm
2. Nebul combivent + pulmicort / 8 jam
3. Ambroxol syr 3 x C1 PO
4. Drip aminophylin 1 amp per 24 jam

4
FOLLOW UP
22 Januari 2020, Hari 23 Januari 2020, Hari 24 Januari 2020, Hari
Perawatan ke-1 Perawatan ke-2 Perawatan ke-3
S Sesak nafas (+) Sesak nafas (+) ↓ Sesak nafas (-)
O KU : CM, TSS KU : CM, TSS KU : CM
TTV : TTV : TTV :
TD 110/80. HR 82x/m, TD 120/70. HR 80x/m, TD 100/70. HR 78x/m,
RR 28x/m, S 36,7oC RR 24x/m, S 36,6oC RR 20x/m, S 37oC
Kepala/leher : Dbn Kepala/leher : Dbn Kepala/leher : Dbn
Toraks : Toraks : Toraks :
SNV (+/+), rh (+/+), wh SNV (+/+), rh (-/-), SNV (+/+), rh (-/-),
(+/+), BJ 1-2 reguler, wh (-/-), BJ 1-2 reguler, wh (-/-), BJ 1-2 reguler,
murmur (-), gallop (-), murmur (-), gallop (-), murmur (-), gallop (-),
Abdomen : Abdomen : Abdomen :
Soepel, nyeri tekan (-), Soepel, nyeri tekan (-), Soepel, nyeri tekan (-),
normoperistaltik normoperistaltik normoperistaltik
Ekstremitas : Ekstremitas : Ekstremitas :
Akral hangat (+/+), CRT < Akral hangat (+/+), CRT < Akral hangat (+/+), CRT <
2 detik 2 detik 2 detik
A PPOK eksaserbasi akut PPOK eksaserbasi akut PPOK eksaserbasi akut
P Inf. RL 10 tpm makro + Inf. RL 10 tpm makro + Ambroxol syr 3 x CI
drip aminophylin 1 amp (1 drip aminophylin 1 amp (1 Theobron 2 x 1 cap
x 24 jam) x 24 jam) Cefixime 2 x 100mg tab
Inj ceftriaxone 2 x 1 gr Nebul combivent + BLPL hari ini
Nebul combivent + pulmicort per 4 jam
pulmicort per 4 jam Ambroxol syr 3 x CI
Ambroxol syr 3 x CI Theobron 2 x 1 cap
Theobron 2 x 1 cap R/ check SPS
BLPL

5
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :
SUBYEKTIF
Pasien datang dengan sesak nafas sudah sejak 2 hari SMRS. Keluhan sesak muncul pertama
kali. Sesak nafas dirasakan semakin hebat dan diperberat dengan aktivitas. Sesak diikuti dgn batuk
berdahak hijau kental yang os keluhkan sulit dikeluarkan. Riwayat demam dikeluhkan oleh pasien.
Pasien merupakan seorang perokok aktif dgn 1 bgks/hari selama lebih dari 30 tahun. Pasien sehari-
hari bekerja sebagai petani. Riwayat diberikan asap di RS atau di klinik disangkal pasien. Riwayat
penyakit terdahulu disangkal pasien. Pasien tidak sedang dalam pengobatan apapun atau
pengobatan jangka panjang.

OBYEKTIF
Pemeriksaan fisik pasien didapatkan KU : compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi
94 x/menit, pernafasan 30 x/menit, suhu 36,6oC. Didapatkan adanya retraksi minimal suprasternal.
Pada pemeriksaan lokalisata, didapatkan diameter anteroposterior sebanding dengan diameter
transversal, perkusi hipersonor dan adanya suara tambahan ronchi dan wheezing pada ke-2
lapangan paru.

ASSESSMENT
Pasien didiagnosis dengan PPOK eksaserbasi akut didasarkan adanya hasil pemeriksaan
subjektif. Dari keluhan subjektif didapatkan keluhan sesak nafas yang memberat terutama dengan
aktivitas fisik, semakin hari semakin hebat. Os juga seorang perokok aktif. Dengan adanya demam
dan produksi sputum yang bertambah disertai perubahan warna sputum menunjukan fase
eksaserbasi akut. Diagnosis ini diperkuat lagi dengan hasil pemeriksaan fisik : barrel chest,
hipersonor, ronchi dan wheezing pada ke-2 lapangan paru. Pada pemeriksaan foto thoraks
didapatkan kesan hiperinflasi paru, hiperlusensi, diafragma tampak datar, sela iga membesar, dan
gambaran jantung pendulum.

PLAN
Diagnosis
Penegakkan diagnosis PPOK dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dipertimbangkan dengan melihat faktor risiko yang
dimiliki pasien dan dengan keluhan yang bagaimana pasien datang. Keluhan tersebut terdiri dari
3 kunci utama : sesak nafas yang progresif, batuk produktif dan adanya keterbatasan aktivitas fisik.
Pemeriksaan fisik yang mendukung diagnosis PPOK adalah barrel chest, retraksi ringan dengan

6
terlihatnya penggunaan otot bantu nafas, pelebaran sela iga, hipersonor, fremitus melemah,
mengih dan ronchi. Pemeriksaan penunjang paling dasar dan umum yang dapat dikerjakan adalah
melalui pemeriksaan foto thoraks. Dalam evaluasi foto thoraks ini, harus diperhatikan adanya
hiperinflasi, hiperlusens, diafragma mendatar dan jantung pendulum. Bisa juga dipertimbangkan
pemeriksaan faal paru dan pemeriksaan laboratorium. Pada pasien ini, diagnosis PPOK tegak
secara klinis dan didukung dengan hasil foto thoraks.

PENGOBATAN
Prinsip penatalaksanaan PPOK adalah evaluasi klinis pasien berdasarkan nilai mMRC dan CAT.
Berdasarkan nilai ini, tatalaksana PPOK dibedakan menjadi 4 group: A, B, C dan D. Meninjau
pada klasifikasi ini, tatalaksana PPOK dibedakan lagi pada pasien stabil dan pasien yang
eksaserbasi. Kunci managemen PPOK adalah kurangi faktor risiko (terutamanya mereka yang
merokok), konsisten dan patuh terhadap pengobatan, vaksinasi, rehabilitasi, serta pendekatan
paliatif. Penting untuk dipertimbangkan penyakit paru komorbid dan penyakit komorbid lainnya
pada pasien. Pada pasien ini ditatalaksana dengan pemberian mukolitik dan bronkodilator (secara
intravena dan peroral). Dikarena adanya tanda-tanda eksaserbasi akut yaitu batuk produktif yang
meningkat dan perubahan warna sputum, maka diberikan antibiotik golongan sefalosporin.

PENDIDIKAN
Hingga saat ini, merokok menjadi faktor risiko utama yang berkontribusi pada perjalanan
PPOK. PPOK bisa juga terjadi karena faktor genetik. Beberapa hal yang termasuk dalam faktor
risiko PPOK adalah :
 Rokok
 Predisposisi Genetik
 Polutan di Tempat Pekerjaan
 Polutan Sebagai Hasil Sampingan Bahan Bakar
 Tumbuh kembang paru
 Sosial ekonomi
 Infeksi saluran napas bawah berulang

KONSULTASI
Diberitahukan kepada pasien bahwa penyakit ini bersifat progresif dan menahun. Karena
penting bagi pasien untuk berhenti dari kebiasaan dia merokok dan kontrol rutin serta patuh pada
pengobatan.

7
FOTO THORAKS 22 JANUARI 2020

Kesan :

Corakan bronkovaskuler meningkat, sela iga melebar, jantung pendulum.

8
EKG :

Kesan :

Sinus rhythm, QRS HR 92 x/i, QRS axis normal, P wave (+) 0.08”, kesan p pulmonal, PR
interval 0.2 ms, QRS duration 0.08”, ST/T changes (-), LVH (-), VES (-).

9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai
dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat
progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
beracun/ berbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat
penyakit.1

Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara
obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema)
yang bervariasi pada setiap individu. PPOK seringkali timbul pada usia pertengahan akibat
merokok dalam waktu yang lama. PPOK sendiri juga mempunyai efek sistemik yang
bermakna sebagai pertanda sudah terdapat kondisi komorbid lainnya. Bronkitis kronik dan
emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena emfisema merupakan diagnosis patologik
dan bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis. Selain itu keduanya tidak selalu
mencerminkan hambatan aliran udara dalam saluran napas. Manifestasi klinis PPOK adalah
batuk, produksi sputum, sesak napas, dan aktivitas terbatas.1

2.2. EPIDEMIOLOGI
Sampai saat ini, PPOK masih menjadi salah satu penyakit paru yang paling sering
dijumpai. Di Amerika, jumlah kasus PPOK yang terdapat di instalasi gawat darurat telah
mencapai angka 1,5 juta, 726.000 yang memerlukan perawatan di rumah sakit serta 119.000
meninggal selama tahun 2000. Saat ini, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah
penyakit jantung, kanker dan penyakit serebro vascular sebagai penyebab kematian.
Taksiran dari World Health Organization (WHO) adalah bahwa menjelang tahun 2020
prevalensi PPOK akan meningkat.1 Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes.
RI tabun 1992, PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat ke enam. Seiring dengan
meningkatnya prevalensi PPOK, rokok masih merupakan faktor risiko terpenting penyebab
PPOK di samping adanya faktor risiko lain seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-
lain.2

10
2.3. FAKTOR RISIKO
Hingga saat ini, asap rokok masih merupakan penyebab nomor satu terjadinya PPOK,
hal ini jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. PPOK dapat juga bersifat genetik
yaitu defisiensi α1- antitrypsin.1

Beberapa hal yang termasuk dalam faktor risiko PPOK adalah


 Rokok
 Predisposisi Genetik
 Polutan di Tempat Pekerjaan
 Polutan Sebagai Hasil Sampingan Bahan Bakar
 Tumbuh kembang paru
 Sosial ekonomi
 Infeksi saluran napas bawah berulang.

2.4. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

Partikel dan gas beracun

Faktor penjamu

Inflamasi paru

Antioksidan Antiprotease

Stress oksidatif Protease

Mekanisme perbaikan

Patologi PPOK

Saat ini telah diketahui dengan jelas tentang mekanisme patofisiologis yang mendasari
PPOK sampai terjadinya gejala yang karakteristik. Misalnya penurunan FEV1 yang terjadi
disebabkan peradangan dan penyempitan saluran napas perifer, sementara transfer gas yang
menurun disebabkan kerusakan parenkim yang terjadi pada emphysema.1,3

11
 Keterbatasan aliran udara dan air trapping
Tingkat peradangan, fibrosis, dan eksudat luminal dalam saluran udara kecil berkorelasi
dengan penurunan FEV1 dan rasio FEV1/FVC. Penurunan FEV1 merupakan gejala yang
khas pada PPOK, obstruksi jalan napas perifer ini menyebabkan udara terperangkap dan
mengakibatkan hiperinflasi. Meskipun emfisema lebih dikaitkan dengan kelainan
pertukaran gas dibandingkan dengan FEV1 berkurang, hal ini berkontribusi juga pada udara
yang terperangkap yang terutama terjadi pada alveolar. Ataupun saluran napas kecil akan
menjadi hancur ketika penyakit menjadi lebih parah.1
Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan kapasitas residual
fungsional, khususnya selama latihan (bila kelainan ini dikenal sebagai hiperinflasi
dinamis), yang terlihat sebagai dyspnea dan keterbatasan kapasitas latihan. Hiperinflasi yang
berkembang pada awal penyakit merupakan mekanisme utama timbulnya dyspnea pada
aktivitas. Bronkodilator yang bekerja pada saluran napas perifer mengurangi perangkap
udara, sehingga mengurangi volume paru residu dan gejala serta meeningkatkan dan
kapasitas berolahraga.3

 Mekanisme pertukaran gas


Ketidak seimbangan pertukaran gas menyebabkan kelainan hipoksemia dan hypercapnia
yang terjadi karena beberapa mekanisme. Secara umum, pertukaran gas akan memburuk
selama penyakit berlangsung. Tingkat keparahan emfisema berkorelasi dengan PO2 arteri
dan tanda lain dari ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (VA / Q). Obstruksi jalan napas
perifer juga menghasilkan ketidakseimbangan VA / Q, dan penggabungan dengan gangguan
fungsi otot ventilasi pada penyakityang sudah parah akan mengurangi ventilasi, yang
menyebabkan retensi karbon dioksida. Kelainan pada ventilasi alveolar dan berkurangnya
pembuluh darah paru akan lebih memperburuk kelainan VA / Q.1,3

 Hipersekresi lendir
Hipersekresi lendir, yang mengakibatkan batuk produktif kronis, adalah gambaran dari
bronkitis kronis tidak selalu dikaitkan dengan keterbatasan aliran udara. Sebaliknya, tidak
semua pasien dengan PPOK memiliki gejala hipersekresi lendir. Hal ini disebabkan karena
metaplasia mukosa yang meningkatkan jumlah sel goblet dan membesarnya kelenjar
submukosa sebagai respons terhadap iritasi kronis saluran napas oleh asap rokok atau agen
berbahaya lainnya. Beberapa mediator dan protease merangsang hipersekresi lendir melalui
aktivasi reseptor faktor EGFR.1,3

12
 Hipertensi paru
Hipertensi paru ringan sampai sedang mungkin terjadi pada PPOK akibat proses
vasokonstriksi yang disebabkan hipoksia arteri kecil pada paru yang kemudian
mengakibatkan perubahan struktural yang meliputi hiperplasia intimal dan kemudian
hipertrofi otot polos / hiperplasia. Respon inflamasi dalam pembuluh darah sama dengan
yang terlihat di saluran udara dengan bukti terlihatnya disfungsi sel endotel. Hilangnya
kapiler paru pada emfisema juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan dalam sirkulasi
paru sehingga terjadi. pulmonary hypertension yang bersifat progresif dapat mengakibatkan
hipertrofi ventrikel kanan dan akhirnya gagal jantung kanan (cor pulmonale).1,3

 Gambaran dampak sistemik


Dari beberapa laporan penelitian, ternyata pasien PPOK memberikan pula beberapa
gambaran dampak sistemik, khususnya pada pasien dengan penyakit berat, hal ini
berdampak besar terhadap kualitas hidup dan penyakit penyerta. Kakeksia umumnya terlihat
pada pasien dengan PPOK berat. Disebabkan karena hilangnya massa otot rangka dan
kelemahan sebagai akibat dari apoptosis yang meningkat dan / atau tidak digunakannya otot-
otot tersebut. Pasien dengan PPOK juga mengalami peningkatan proses osteoporosis,
depresi dan anemia kronis. Peningkatan konsentrasi mediator inflamasi, termasuk TNF-
IL-6, dan radikal bebas oksigen dengan keturunannya, dapat beberapa efek sistemik.
Peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, berkorelasi dengan peningkatan protein C-
reaktif (CRP).1,3

 Eksaserbasi
Eksaserbasi merupakan amplifikasi lebih lanjut dari respon inflamasi dalam saluran
napas pasien PPOK, dapat dipicu oleh infeksi bakteri atau virus atau oleh polusi lingkungan.
Mekanisme inflamasi yang mengakibatkan eksaserbasi PPOK, masih banyak yang belum
diketahui. Dalam eksaserbasi ringan dan sedang terdapat peningkatan neutrophil, beberapa
studi lainnya juga menemukan eosinofil dalam dahak dan dinding saluran napas. Hal ini
berkaitan dengan peningkatan konsentrasi mediator tertentu, termasuk TNF- , LTB4 dan
IL-8, serta peningkatan biomarker stres oksidatif. Pada eksaserbasi berat masih banyak hal
yang belum jelas, meskipun salah satu penelitian menunjukkan peningkatan neutrofil pada
dinding saluran nafas dan peningkatan ekspresi kemokin. Selama eksaserbasi terlihat
peningkatan hiperinflasi dan terperangkapnya udara, dengan aliran ekspirasi berkurang,

13
sehingga terjadi sesak napas yang meningkat. Terdapat juga memburuknya abnormalitas
VA / Q yang mengakibatkan hipoksemia berat.3

2.5. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis PPOK, dapat menggunakan alur diagnosis sebagai berikut :3

Faktor risiko :  Sesak napas


 Batuk kronik produksi
 Usia sputum
 Riwayat pajanan: asap  Keterbatasan aktivitas
rokok, polusi udara,
polui tempat kerja

Pemeriksaan fisik *

Curiga PPOK ** Pemeriksaan foto toraks Infiltrat, massa, dll

Uji spirometri (-) Uji spirometri (+)

Normal 30% < VEP1 < 70% prediksi

VEP1/ KVP < 80%

PPOK secara PPOK


Berisiko PPOK
klinis Bukan PPOK
Derajat 0 Derajat I/II/III/IV

PEMERIKSAAN FISIK
A. Normal
B. Kelainan:
 Bentuk dada barrel chest  Hipersonor
 Penggunaan otot bantu napas  Suara napas vesikuler melemah
 Pelebaran sela iga atau normal
 Hipertrofi otot bantu napas  Ekspirasi memanjang
 Fremitus melemah  Mengi5

14
Foto toraks curiga PPOK:
A. Normal
B. Kelainan:
 Hiperinflasi  Bulla
 Hiperlusen  Kalsifikasi
 Diafragma mendatar  Jantung pendulum.5
 Corakan bronkovaskular
meningkat

PEMERIKSAAN FAAL PARU


Pemeriksaan ini digunakan untuk menegakkan diagnosis PPOK. Pemeriksaan yang
utama adalah FEV1 dan rasio FEV1/FVC, meskipun masih banyak lagi pemeriksaan faal
paru lain tetapi tidak ada bukti bahwa tes-tes ini dapat memberikan tambahan informasi yang
berarti selain yang telah diungkapkan oleh pemeriksaan FEV1 dan rasio FEV1/FVC. Kriteria
yang lazim dipakai untuk PPOK derajat sedang adalah: FEV1 kurang dari 60% dari nilai
normal atau rasio FEV1/FVC yang lebih kecil dari 60%.6

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Analisa gas darah dan elektrolit perlu dikerjakan pada penderita PPOK dengan FEV1
kurang dari 1,5 liter atau EKG yang konsisten dengan pembesaran ventrikel kanan.
Eritrositosis sekunder yang didapatkan dari kadar Hb dan hematokrit, mencerminkan
keadaan hipoksemia yang kronis. Pemeriksaan lahoratorium patologi klinik lainnya
disesuaikan dengan keadaan.6

15
Berdasarkan GOLD 2019, indikator yang dapat dipertimbangkan dalam menegakkan
diagnosis PPOK adalah

1. Sesak nafas yang semakin memberat dalam perjalanan waktu, khas diperberat oleh
aktivitas fisik dan bersifat persisten.
2. Batuk kronis yang bisa bersifat intermitten dan tidak berdahak, disertai wheezing yang
hilang timbul.
3. Produksi sputum yang bayak
4. Infeksi saluran nafas bawah yang berulang
5. Riwayat faktor risiko berupa faktor penjamu (faktor genetik, kongenital/kelainan
pertumbuhan dsb), riwayat merokok dan paparan dari bahan bakar atau peralatan
memasak, debu, asap, gas dan produk kimia lainnya.

16
17
2.6. DIAGNOSIS BANDING
Penyakit Gambaran klinis
PPOK 1. Onset usia pertengahan
2. Gejala progresif lambat
3. Riwayat merokok atau adanya paparan terhadap
asap yang berbeda
Asma 1. Onset usia dini
2. Gejala bervariasi dari hari ke hari
3. Gejala pada waktu malam/ dini hari lebih menonjol
4. Dapat ditemukan alergi, rhinitis, dan atau eksim
5. Riwayat asma dalam keluarga
6. Dapat ditemukan bersamaan dengan obesitas
Gagal jantung kongestif 1. Gambaran foto toraks pembesaran jantung dan
edema paru
2. Pemeriksaan faal paru restriksi, bukan obstruksi
Bronkiektasis 1. Sputum purulen dalam jumlah banyak
2. Sering berhubungan dengan infeksi bakteri
3. Gambaran foto toraks tampak gambaran sarang
tawon dan penebalan dinding bronkus
Tuberkulosis 1. Onset semua usia
2. Gambaran foto toraks infiltrat
3. Konfirmasi mikrobiologi (Basil Tahan Asam)
4. Pada daerah dengan endemis tuberkulosis
Obliterative bronchiolitis 1. Onset pada usia muda, bukan perokok.
2. Ada riwayat rheumatoid arthritis atau paparan
terhadap kebakaran akut
3. Terlihat setelah transplantasi paru atau sumsum
tulang belakang
4. CT pada ekspirasi menunjukkan area hipodens
1. Terutama dijumpai pada ras Asia
2. Kebanyakan pada pasien laki-laki dan bukan
perokok
3. Hampir semuanya memiliki sinusitis kronis
4. Xray menunjukan hiperinflasi dan opasitas
nodular centrilobular yang kecil dan menyebar

2.7. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK:1,8,9

 Mencegah progresifitas penyakit

 Mengurangi gejala

18
 Meningkatkan toleransi latihan

 Mencegah dan mengobati komplikasi

 Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang

 Mencegah atau meminimalkan efek samping obat

 Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

 Meningkatkan kualitas hidup penderita

 Menurunkan angka kematian.1,8,9

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :1


Edukasi
Berhenti merokok
Obat-obatan
Rehabilitasi
Terapi oksigen
Ventilasi mekanik
Nutrisi

1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.
Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit
kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan
aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih

19
bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat penyakit adalah inti dari
edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.1,3,7
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
Melaksanakan pengobatan yang maksimal
Mencapai aktiviti optimal
Meningkatkan kualiti hidup.1

2. Berhenti merokok
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam
mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresivitas penyakit.1,3

3. Obat-Obatan
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan
dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,
nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.1,3
 Antikolinergik : derajat ringan - berat
 Agonis Beta-2 : monitor timbulnya eksaserbasi
 Xantin : pemeliharaan jangka panjang

Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison.
Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid
positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal
250 mg. Digunakan pada PPOK stabil mulai derajat III dalam bentuk glukokortikoid,
kombinasi LABACs dan PDE-4.1,3

Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat eksaserbasi.1,3,10

Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N-asetilsistein.
Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai
pemberian yang rutin.3

20
Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous (misalnya
ambroksol, erdostein). Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin.1,3

Antitusif
Diberikan dengan hati-hati.3

Phosphodiesterase-4 inhibitor
Diberikan kepada pasien dengan derajat III atau derajat IV dan memiliki riwayat
eksaserbasi dan bronkitis kronik. Phosphodiesterase-4 inhibitor, roflumilast dapat
mengurangi eksaserbasi, diberikan secara oral dengan glukokortikosteroid.1,3

21
4. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi letihan dan memperbaiki
kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi
adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :11,12
Simptom pernapasan berat
Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
Kualiti hidup yang menurun.11,12

5. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting
untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun
organ-organ lainnya.1,5
Manfaat oksigen:
Mengurangi sesak
Memperbaiki aktiviti
Mengurangi hipertensi pulmonal
Mengurangi vasokonstriksi
Mengurangi hematokrit
Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
Meningkatkan kualiti hidup.5

6. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut,
gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan gagal
napas kronik.1

7. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan
energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan
hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah
mortaliti PPOK karena berkorelasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan
analisis gas darah.3,5 Malnutrisi dapat dievaluasi dengan:
Penurunan berat badan
Kadar albumin darah

22
Antropometri
Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi).1

TATALAKSANA PPOK STABIL


Kriteria PPOK stabil adalah :1,3,10
o Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gafal napas kronik
o Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisis gas darah
menunjukkan PH normal PCO2 > 60 mmHg dan PO2 < 60 mmHg
o Dahak tidak berwarna atau jernih
o Aktiviti terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil spirometri)
o Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan
o Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan.

Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil :1,3,10


o Mempertahankan fungsi paru
o Meningkatkan kualiti hidup
o Mencegah eksaserbasi

Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai evaluasi berkala atau


dirumah untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah eksaserbasi.1

Penatalaksaan rawat jalan di poliklinik meliputi :1


o Mengatasi eksaserbasi ringan sampai sedang
o Menjaga tidak terjadi gagal napas akut pada gagal napas kronik
o Mengatasi komplikasi ringan

Penatalaksanaan di rumah:1
Penatalaksanaan di rumah ditujukan untuk mempertahankan PPOK stabil.
Mempertahankan PPOK yang stabil. Beberapa hal harus diperhatikan selama di rumah, baik
oleh pasien sendiri maupun keluarganya. Penatalaksanaan di rumah ditujukan juga bagi
penderita PPOK berat yang harus menggunakan oksigen atau ventilasi mekanik.1,3
Tujuan penatalaksanaan di rumah :1
Menjaga PPOK tetap stabil
Melaksanakan pengobatan pemeliharaan jangka panjang
Mengevaluasi dan mengatasi eksaserbasi dini

23
Mengevaluasi dan mengatasi efek samping pengobatan
Menjaga penggunaan ventilasi mekanik
Meningkatkan kualiti hidup

Penatalaksanaan di rumah meliputi :1


o Penggunaan obat-obatan dengan tepat
Obat-obatan sesuai klasifikasi. Pemilihan obat dapat dalam bentuk dishaler, nebuhaler,
turbuhaler atau breezhaler karena penderita PPOK biasanya berusia lanjut, koordinasi
neurologis dan kekuatan otot sudah berkurang. Penggunaan bentuk MDI menjadi kurang
efektif. Nebuliser sebaiknya tidak digunakan secara terus menerus, hanya bila timbul
eksaserbasi.1,3
o Terapi oksigen
Dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat. Pada PPOK derajat sedang dan berat.
Pada PPOK derajat sedang oksigen hanya digunakan bila timbul sesak yang disebabkan
pertambahan aktiviti. Pada PPOK derajat berat yang menggunakan terapi oksigen di
rumah pada waktu aktiviti atau terus menerus selama 15 jam terutama pada waktu tidur.
Dosis oksigen tidak lebih dari 2 liter.1,3
o Penggunaan mesin bantu napas dan pemeliharaannya
Beberapa penderita PPOK dapat menggunakan mesin bantu napas di rumah.1,3
o Rehabilitasi
- Menyesuaikan aktivitas
- Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff cough) ”pursed-lips breathing”
- Latihan ekstremitas atas dan otot bantu napas.1,11,12
o Evaluasi & monitor
- Tanda eksaserbasi
- Efek samping obat
- Kecukupan dan efek samping penggunaan oksigen.3

TATALAKSANA PPOK EKSASERBASI


Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi
sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara,
kelelahan atau timbulnya komplikasi.1,3

24
Gejala eksaserbasi :1
Sesak bertambah
Produksi sputum meningkat
Perubahan warna sputum (sputum menjadi purulent)

Eksaserbasi akut dibagi menjadi tiga :1


Tipe I (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas
Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran napas
atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi
atau peningkatan.1,3

Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang


ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat). Penatalaksanaan
eksaserbasi akut ringan dilakukan di rumah oleh penderita yang telah diedukasi dengan cara
:1,3,10
Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator yang
digunakan dari bentuk inhaler, oral menjadi bentuk nebuliser.
Menggunakan oksigen bila aktiviti dan selama tidur
Menambahkan mukolitik
Menambahkan ekspektoran

Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi segera


eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila telah terjadi gagal napas
segera atasi untuk mencegah kematian. Beberapa hal harus diperhatikan meliputi :1,3
o Diagnosis beratnya eksaserbasi
- Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal
- Kesadaran
- Tanda vital
- Analisis gas darah
- Pneumonia

o Terapi oksigen adekuat


Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama, bertujuan
untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa. Dapat
dilakukan di ruang gawat darurat, ruang rawat atau di ICU. Sebaiknya dipertahankan PaO2
25
> 60 mmHg atau Sat O2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. Gunakan sungkup dengan kadar
yang sudah ditentukan (venturi masks) 24%, 28% atau 32%. Perhatian apakah sungkup
rebreathing atau nonrebreathing, tergantung kadar PaCO2 dan PaO2. Bila teapi oksigen
tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus digunakan ventilasi mekanik. Dalam
penggunaan ventilasi mekanik usahakan dengan Nonivansive Positive Pressure Ventilation
(NIPPV), bila tidak berhasil ventilasi mekanik digunakan dengan intubasi.1,3

o Pemberian obat-obatan yang optimal


Obat yang diperlukan pada eksaserbasi akut:
Diberikan bila terdapat 2 atau lebih dari gejala di bawah ini :
- Peningkatan sesak
- Peningkatan jumlah sputum
- Sputum berubah menjadi purulen

Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi antibiotik
yang mutakhir. Pemberian antibiotik di rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena,
sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya kombinasi dengan
makrolide, bila ringan dapat diberikan tunggal. Antibiotik bermanfaat untuk pasien PPOK
eksaserbasi dengan tanda klinis infeksi saluran napas (misalnya, meningkatnya dahak
purulen) (Bukti B). Hasil beberapa penelitian PPOK eksaserbasi yang menggunakan
pengobatan antibiotik memiliki hasil berbeda, bercampur dengan hasil fungsi paru. Hasil
penelitian randomized controlled trial (RCT) menunjukkan hasil yang cukup bermakna
apabila antibiotik diberikan pada pasien PPOK yang memiliki tiga atau dua dari gejala gejala
kardinal dibawah ini:1,3
Sesak napas yang bertambah
Bertambahnya jumlah/volume sputum
Purulensi sputum

Penelitian pada pasien PPOK eksaserbasi rawat jalan menunjukkan hubungan antara
purulensi sputum dengan terdapatnya bakteri. Antibiotik dapat diberikan pada pasien yang
memiliki satu dari dua gejala kardinal (sesak napas yang bertambah atau jumlah sputum)
namun kriteria PPOK eksaserbasi tersebut belum tervalidasi pada penelitian lain. Pada
sebuah penelitian PPOK ekaserbasi menggunakan ventilasi mekanis yang tidak diberikan
antibiotik akan meningkatkan mortalitas dan meningkatnya angka kejadan pneumonia
nosokomial.1

26
Antibiotik diberikan pada:
Pasien PPOK eksaserbasi dengan semua gejala kardinal (sesak napas yang bertambah,
meningkatnya jumlah sputum dan bertambahnya purulensi sputum).
Pasien PPOK eksaserbasi dengan dua dari gejala kardinal, apabila salah satunya adalah
bertambahnya purulensi sputum
Pasien PPOK eksaserbasi berat yang membutuhkan ventilasi mekanis (invasif atau
non-invasif).

Bronkodilator
Bila rawat jalan β-2 agonis dan antikolinergik harus diberikan dengan peningkatan dosis.
Inhaler masih cukup efektif bila digunakan dengan cara yang tepat, nebuliser dapat
digunakan agar bronkodilator lebih efektif. Hati-hati dengan penggunaan nebuliser yang
memakai oksigen sebagai kompressor, karena penggunaan oksigen 8-10 liter untuk
menghasilkan uap dapat menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin diberikan bersama-

27
sama dengan bronkodilator lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma.
Pengobatan yang efektif untuk PPOK eksaserbasi adalah inhalasi bronkodilator (terutama
inhalasi β2-agonis dengan atau tanpa antikolinergik) dan glukokortikosteroid oral.1,3

Kortikosteroid
Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi derajat sedang
dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 mingg, pada derajat berat diberikan secara
intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi
lebih banyak menimbulkan efek samping.1

2.8. KOMPLIKASI
 Gagal napas kronik
Ditandai dengan hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dan PCO2 > 60 mmHg dan pH
normal.1

 Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh:


o Sesak napas dengan atau tanpa adanya sianosis
o Sputum bertambah dan purulen
o Demam
o Kesadaran menurun.1

 Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman,
hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang, pada kondisi kronik ini imunitas
menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.1,3

 Kor pulmonale
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit >50%, dapat disertai gagal jantung
kanan.1,3

2.9. PROGNOSIS
Dalam menentukan prognosis PPOK ini, dapat digunakan BODE index untuk
menentukan kemungkinan mortalitas dan morbiditas pasien. BODE ini adalah singkatan
dari:5
 Body mass index
 Obstruction (FEV1)

28
 Dyspnea (modified Medical Research Council dyspea scale)
 Exercise capacity

Penghitungannya melalui perhitungan dari 4 faktor berikut ini :5


 Body mass index
o Lebih dari 21 = 0 poin
o Kurang dari 21 = 1 poin

 Obstruction ; dilihat dari nilai FEV1


o >65% = 0 poin
o 50 – 64 % = 1 poin
o 36 – 49 % = 2poin
o < 35% = 3 poin

 Dyspnea scale (MMRC)


o MMRC 0 = sesak dalam latihan berat = 0 poin
o MMRC 1 = sesak dalam berjalan sedikit menanjak = 0 poin
o MMRC 2 = sesak ketika berjalan dan harus berhenti karena kehabisan napas = 1 poin
o MMRC 3 = sesak ketika berjalan 100 m atau beberapa menit = 2 poin
o MMRC 4 = tidak bisa keluar rumah; sesak napas terus menerus dalam pekerjaan sehari
– hari = 3 poin

 Exercise
Dihitung dari jarak tempuh pasien dalam berjalan selama 6 menit
o >350 meter = 0 poin
o 250 = 349 meter = 1 poin
o 150 = 249 meter = 2 poin
o < 149 meter = 3 poin

Berdasarkan skor diatas, angka harapan hidup dalam 4 tahun pasien sebagai berikut:5
 0 – 2 poin = 80%
 3 – 4 poin = 67%
 5 – 6 poin = 57%
 7 – 10 poin = 18%

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). PPOK (Penyakit paru Obstruktif


Kronik), pedoman praktis diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia; 2011
2. Soemantri S, Budiarso RL, Suhardi, Sarimawar, Bachroen C. Survei kesehatan
rumah tangga (SKRT). Jakarta: Depkes RI; 2006.96-125.
3. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Global strategy for
diagnosis, management and prevention of chronic obstructive lung disease updated
2012.
4. Tavilani H, Nadi E, Karimi J, Goodarzi MT. Oxidative stress in COPD patients,
smokers and non-smokers subject. Respir care 2012.
5. Wibisono MJ, Winariani, Hariadi s. Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Dalam: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya, 2010: 37-51
6. American Thoracic Society. Standards for diagnosis and care of patients with COPD.
Am J Respir Crit Care Med 2006; 152:77-120
7. Nanshan Z. COPD vs Asthma making a correct diagnosis. Asia Pasific COPD Round
Table Issue, 2008;5:1-2.
8. Ivor MA, Lowry J, Bourbeau J, Borycki E. Assessment of COPD. In : Bourbeau J.
Nault D, Borycki E, eds. Comprehensive managemant of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease. London : BC Decker In; 2008: 19-31
9. Lacasse Y, Wong E, Guyyat GH, King D, Cook DJ. Meta-analysis of respiratory
rehabilitation in chronic obstructive pulmonary disease. Lancet 2006; 348: 1115-19.
10. Duerden Martin. The management of Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
Merec Bulletin 2006; 16:17-20
11. Hui KP, Hewitt AB. A simple pulmonary rehabilitation program improve health
outcome and reduce hospitalization in patients with COPD. Chest 2008; 124:94-97.
12. Kelsen SG, Criner G. Rehabilitation of Patients with COPD . in: Cherniack NS.
Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Philadelphia : WB Saunders 2011 : 196-205

30

Anda mungkin juga menyukai