Anda di halaman 1dari 22

Laporan Kasus

URETRITIS GONORE

Disusun Oleh:

dr. Aqnisa Wenny Larasuqe

Pendamping:

dr. Nurma Juita

PROGRAM INTERNSIP

PERIODE MEI 2022-2023

PUSKESMAS BANGKINANG

KABUPATEN KAMPAR

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan yang
bejudul “Uretritis Gonore”.
Penyusunan laporan kasus ini untuk memenuhi salah satu tugas Program Dokter
Internsip Indonesia di Puskesmas Bangkinang. Terimakasih saya ucapkan kepada dr. Nurma
Juita atas bimbingan dan arahannya sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyajian
laporan kasus ini, dikarenakan keterbatasan ilmu dan pengalaman saya. Maka dengan
kerendahan hati, saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca dan pendamping sekaligus untuk menyempurnakan laporan kasus ini ke depannya.

Bangkinang, 23 Januari 2023

Penulis

2
Berita Acara Laporan Kasus

Pada hari Jumat, tanggal 3 Februari 2023 telah dipresentasikan laporan kasus oleh:
Nama : dr. Aqnisa Wenny Larasuqe
Judul/ topik : Uretritis Gonore
Nama Pendamping : dr. Nurma Juita
Nama Wahana : Puskesmas Bangkinang

Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan

1. 1.

2. 2.

3. 3.

4. 4.

5. 5.

6. 6.

7. 7.

8. 8.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping

dr. Nurma Juita

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... 2


DAFTAR ISI ................................................................................................... 4
ABSTRAK ...................................................................................................... 5
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 6
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 6
BAB II TINJAUAN KASUS ..................................................................... 8
2.1 Identitas Pasien........................................................................ 8
2.2 Anamnesis................................................................................ 8
2.3 Pemeriksaan Fisik.................................................................... 9
2.4 Pemeriksaan Penunjang........................................................... 11
2.5 Diagnosa Kerja......................................................................... 11
2.6 Penanganan….......................................................................... 11
BAB III TNJAUAN PUSTAKA ................................................................ 13
3.1 Definisi.................................................................................... 13
3.2 Epidemiologi...........................................................................14
3.3 Etiologi.....................................................................................14
3.4 Patofisiologi .............................................................................14
3.5 Manifestasi Klinis.....................................................................16
3.6 Diagnosa...................................................................................17
3.7 Diagnosa Banding....................................................................18
3.8 Penatalaksanaan........................................................................19
3.9 Komplikasi...............................................................................22
3.10 Prognosis.................................................................................23
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................ 24
BAB V KESIMPULAN............................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 29

4
BAB I
PENDAHULUAN

Lebih dari 30 jenis patogen dapat ditularkan melalui hubungan seksual


dengan manifestasi klinis bervariasi menurut jenis kelamin dan umur. Meskipun
infeksi menular seksual (IMS) terutama ditularkan melalui hubungan seksual,
namun penularan dapat juga terjadi dari ibu kepada janin dalam kandungan atau saat
kelahiran, melalui produk darah atau transfer jaringan yang telah tercemar, kadang-
kadang dapat ditularkan melalui alat kesehatan.1
Dalam 20 tahun belakangan ini, pengetahuan tentang dinamika transmisi
IMS telah berkembang sebagai dampak pandemi HIV dan peningkatan upaya untuk
mengendalikan infeksi lainnya. Model matematika dan riset menunjukkan peran
penting jejaring seksual dalam menentukan arah penyebaran berbagai jenis infeksi
tersebut. Pemahaman yang semakin baik terhadap dinamika penularan IMS
menimbulkan dampak pada rancangan strategi pencegahan dan intervensi
pengendaliannya.1
Program pencegahan dan pengendalian IMS bertujuan untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas berkaitan dengan IMS, mencegah infeksi HIV, mencegah
komplikasi serius pada kaum perempuan dan mencegah efek kehamilan yang buruk.
Tatalaksana IMS yang efektif merupakan dasar pengendalian IMS, karena dapat
mencegah komplikasi dan sekuele, mengurangi penyebaran infeksi di masyarakat,
serta merupakan peluang untuk melakukan edukasi terarah mengenai pencegahan
infeksi HIV. Bila hal tersebut dilakukan terhadap para pasien, maka hal ini dapat
mempengaruhi perilaku seksual dan kebiasaan mereka dalam upaya mencari
pengobatan.1
Diagnosis etiologis IMS masih merupakan masalah yang terdapat di banyak
tempat, berkaitan dengan kendala waktu, ketersediaan sumber daya, pembiayaan,
dan keterjangkauan pengobatan. Masalah lain yang tidak kalah penting muncul
akibat beragamnya tingkat sensitivitas dan spesifisitas hasil tes laboratorium yang
akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap hasil tes laboratorium. Bilamana

5
fasilitas laboratorium tersedia, juga diperlukan petugas laboratorium yang terampil
dan terlatih untuk dapat melaksanakan semua prosedur teknis laboratoris. Semua
kelengkapan ini wajib ditunjang dengan fasilitas uji mutu eksternal yang memadai.
Hanya ada beberapa fasilitas kesehatan di Indonesia yang memiliki sarana
laboratorium dan kemampuan sumber daya manusia yang memadai untuk
melakukan diagnosis IMS secara etiologis. Untuk mengatasi hal tersebut telah
dilaksanakan dan dikembangkan penatalaksanaan kasus IMS berdasarkan
pendekatan sindrom untuk semua fasilitas kesehatan dasar.1
Gonore (GO) merupakan penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang
paling sering di dunia sepanjang abad ke-20. Data WHO tahun 2012, melaporkan 78
juta kasus infeksi GO. Pada usia 15-49 tahun, perempuan memiliki prevalensi 0,8%
dan laki-laki prevalensinya 0,6%. Prevalensi juga dipengaruhi daerah geografis. 2 Di
Indonesia, infeksi GO menempati urutan tertinggi dibandingkan penyakit IMS
lainnya.3 Survei terpadu biologis dan perilaku tahun 2013 oleh Kemenkes RI
menunjukkan prevalensi tinggi pada kelompok lelaki yang berhubungan seks
dengan lelaki (LSL) sebesar 21,2%. Sedangkan pada waria sebesar 19,6% dan
wanita pekerja seks (WPS) sebesar 17,7%-32,2%.6,7 Prevalensi GO pada WPS pada
penelitian di Surabaya, Jakarta, dan Bandung (2016) sebesar 7,4% hingga 50%.3
GO disebabkan oleh infeksi Neisseria gonorrhoeae (NG), diplokokus
berbentuk biji kopi, Gram negatif. Pili NG melekat pada mukosa, pada sel epitel
kuboid dan lapis gepeng imatur (uretra, endoserviks, vagina prapubertas, rektum,
orofaring, dan konjungtiva), dan menimbulkan reaksi radang. Faktor risiko adalah
usia muda saat pertama kali berhubungan seks, pasangan seks baru, pasangan seks
lebih dari satu, pasangan seks yang memiliki pasangan lain, pasangan seks penderita
IMS, penggunaan kondom tidak konsisten, riwayat atau sedang menderita IMS, dan
menukar seks dengan uang atau narkoba.4,5

6
BAB II
PENYAJIAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. SA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 23 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Supir truk
Alamat : Jl. Lawas Bangkinang
Status Perkawinan : Kawin
Status Jaminan Sosial : JKN
Tanggal Pemeriksaan : 14-12-2022

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Keluar cairan berwarna putih dari kemaluan sejak 6 hari yang lalu.
2. Keluhan Tambahan
Nyeri saat buang air kecil (+)
Cairan yang mengental menempel pada celana dalam terutama di
pagi hari (+) Gatal pada kemaluan (-) Nyeri perut bagian bawah (-).
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli dewasa Puskesmas Bangkinang dengan keluhan
keluar cairan bewarna putih dari kemaluannya sejak 6 hari yang lalu.
Cairan berwarna putih kental dan berbau. Setiap kali dibersihkan cairan
putih kental muncul kembali. Keluhan ini disertai dengan rasa nyeri saat
BAK yang terasa perih dan panas di lubang kemaluan. Setiap pagi hari
pasien mengatakan cairan putih kental yang keluar dari kemaluannya
menempel di celana dalamnya dan berbau. Satu hari sebelum keluar
cairan putih kental dari kemaluannya pasien mengatakan dirinya minum
minuman keras bersama teman-temannya sesama supir truk ditemani

7
beberapa wanita dan setelah itu pasien melalukan hubungan seksual
dengan salah satu dari wanita tersebut tanpa menggunakan kondom.
Pasien kuatir dengan penyakit yang dideritanya sehingga ketika kembali
ke rumah pasien ingin memeriksa penyakitnya ke dokter karena istri
pasien sering berkeluhan sama.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Diabetes Mellitus (-)
Riwayat Infeksi Menular Seksual (-)
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan serupa
6. Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku ada mengkonsumsi obat herbal yang diberikan oleh
temannya
7. Riwayat Sosial Ekonomi dan Kebiasaan
Pasien bekerja sebagai Supir truk, pasien sudah bekerja selama
beberapa minggu dan baru pulang kerumah. Pekerjaan sebagai supir
sudah dijalani pasien selama 5 tahun dengan penghasilan yang lumayan.
Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak masih SMA dan kebiasaan
minum alkohol sejak menjadi supir.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda Vital
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Baik
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 37.00 C

2. Status Generalis
Dalam batas normal

8
3. Status Dermatologis
Regio penis: tampak adanya duh tubuh mukopurulen yang keluar dari
Orificium Urethra Externa (OUE), daerah sekitar OUE tampak edem dan
eritem.

D. Pemeriksaan Penunjang
-

E. Diagnosis
Uretritis Gonore

F. Diagnosis Banding
Uretritis non Gonore
Infeksi Saluran Kemih (ISK)

G. Saran Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Gram

H. Tatalaksana
Cefixim 400 mg per oral 2x1 selama 5 hari
Asam Mefenamat per oral 3x1

I. Edukasi
 Anjurkan abstinensia sampai terbukti sembuh secara klinis dan
laboratoris, dan bila tidak dapat menahan diri supaya memakai
kondom
 Kontrol pada hari ke-7
 Konseling infeksi menular seksual (IMS):
 Mengobati sendiri cukup berbahaya
 IMS umumnya ditularkan melalui hubungan seksual
 IMS adalah ko-faktor atau faktor risiko dalam penularan HIV

9
 IMS harus diobati secara paripurna dan tuntas
 Pasangan seksual perlu diperiksa dan diobati
 Kondom dapat melindungi diri dari infeksi IMS dan HIV
 Tidak dikenal adanya pencegahan primer terhadap IMS
dengan obat
 Komplikasi IMS dapat membahayakan pasien

J. Prognosis
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Functionam : Bonam
Quo ad Sanactionam : Bonam

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Gonore adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh
Neisseria gonorrhoeae (N. gonorrhoeae), suatu kuman Gram negatif,
berbentuk biji kopi, terletak intrasel.6

B. Epidemiologi
Gonore (GO) merupakan penyakit infeksi menular seksual (IMS)
yang paling sering di dunia sepanjang abad ke-20. Data WHO tahun 2012,
melaporkan 78 juta kasus infeksi GO. Pada usia 15-49 tahun, perempuan
memiliki prevalensi 0,8% dan laki-laki prevalensinya 0,6%. Prevalensi juga
dipengaruhi daerah geografis.2 Di Indonesia, infeksi GO menempati urutan
tertinggi dibandingkan penyakit IMS lainnya.3 Survei terpadu biologis dan
perilaku tahun 2013 oleh Kemenkes RI menunjukkan prevalensi tinggi pada
kelompok lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki (LSL) sebesar 21,2%.
Sedangkan pada waria sebesar 19,6% dan wanita pekerja seks (WPS) sebesar
17,7%-32,2%.6,7 Prevalensi GO pada WPS pada penelitian di Surabaya,
Jakarta, dan Bandung (2016) sebesar 7,4% hingga 50%.3

C. Etiologi
Gonore disebabkan oleh infeksi Neisseria gonorrhoeae (NG),
diplokokus berbentuk biji kopi, Gram negatif. Pili NG melekat pada mukosa,
pada sel epitel kuboid dan lapis gepeng imatur (uretra, endoserviks, vagina
prapubertas, rektum, orofaring, dan konjungtiva), dan menimbulkan reaksi
radang.4

D. Faktor Risiko
Faktor risiko adalah usia muda saat pertama kali berhubungan seks,
pasangan seks baru, pasangan seks lebih dari satu, pasangan seks yang

11
memiliki pasangan lain, pasangan seks penderita IMS, penggunaan kondom
tidak konsisten, riwayat atau sedang menderita IMS, dan menukar seks
dengan uang atau narkoba.5

E. Patogenesis
Pada laki-laki inkubasi berkisar 2-5 hari. Gonore masuk ke uretra
melalui kontak seksual. Keluhan berupa rasa gatal, panas di sekitar orifisium
uretra eksternum (OUE), disuria, polakisuria, keluar duh tubuh dari ujung
uretra (bisa disertai darah), dan nyeri saat ereksi. Kuman yang menempel
pada permukaan mukosa epitel kolumnar, kuman akan melekat ke membran
plasma kemudian menginvasi ke dalam sel dan merusak mukosa sehingga
memunculkan respon inflamasi dan eksudat Pada pemeriksaan fisik
ditemukan mukosa OUE hiperemis, edema, ektropion, duh tubuh
mukopurulen, pembesaran KGB inguinal unilateral atau bilateral.4,5
Pada LSL dapat ditemukan infeksi asimptomatis di faring atau
rektum. Penularan akibat inokulasi langsung saat kontak seksual reseptif.
Keluhan infeksi di rektum berupa pruritus, duh anus kuning kehijauan
hingga bercampur darah.2,4,5
Pada perempuan masa inkubasi sulit ditentukan. Gambaran klinis dan
perjalanan penyakit berbeda dengan laki-laki karena perbedaan anatomi dan
fisiologi alat kelamin. Kebanyakan kasus asimptomatik. Pemeriksaan fisik
menunjukkan mukosa serviks hiperemis dengan erosi dan sekret
mukopurulen. Duh tubuh akan makin banyak bila disertai infeksi lain.
Infeksi uretra dapat menimbulkan uretritis. Infeksi kelenjar Bartolin
menyebabkan bartolinitis.2,4,5

F. Diagnosis
Pendekatan diagnosis dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang teliti serta ditunjang dengan pemeriksaan penunjang yang sesuai.
Anamnesis pada pasien dilakukan dengan sopan agar sebisa mungkin pasien
tidak menjadi tersinggung. Agar tujuan anamnesis tercapai, diperlukan
keterampilan melakukan komunikasi verbal (cara kita berbicara dan

12
mengajukan pertanyaan kepada pasien) maupun ketrampilan komunikasi non
verbal (keterampilan bahasa tubuh saat menghadapi pasien). Untuk menggali
faktor risiko perlu ditanyakan beberapa hal tersebut di bawah ini.
Berdasarkan penelitian faktor risiko oleh WHO (World Health Organization)
di beberapa negara (di Indonesia masih belum diteliti), pasien akan dianggap
berperilaku berisiko tinggi bila terdapat jawaban “ya” untuk satu atau lebih
pertanyaan di bawah ini: 1) Pasangan seksual > 1 dalam 1 bulan terakhir. 2)
Berhubungan seksual dengan penjaja seks dalam 1 bulan terakhir. 3)
Mengalami 1/ lebih episode IMS dalam 1 bulan terakhir. 4) Perilaku
pasangan seksual berisiko tinggi.1

Anamnesis pasien gonore secara ringkas ditemukan sebagai berikut:6


1. Laki-laki:
 Gatal pada ujung kemaluan
 Nyeri saat kencing
 Keluar duh tubuh berwarna putih atau kuning kehijauan
kental dari uretra
2. Perempuan:
 Keputihan
 Atau asimtomatik
 Pada keduanya didapatkan adanya riwayat kontak seksual
sebelumnya (coitus suspectus).
Pemeriksaan fisik terutama dilakukan pada daerah genitalia dan
sekitarnya, yang dilakukan di ruang periksa dengan lampu yang cukup terang
. Lampu sorot tambahan diperlukan untuk pemeriksaan pasien perempuan
dengan spekulum. Dalam pelaksanaan sebaiknya pemeriksa didampingi oleh
seorang tenaga kesehatan lain. Pada pemeriksaan terhadap pasien
perempuan, pemeriksa didampingi oleh paramedis perempuan, sedangkan
pada pemeriksaan pasien laki-laki, dapat didampingi oleh tenaga paramedis
laki-laki atau perempuan. Beri penjelasan lebih dulu kepada pasien mengenai
tindakan yang akan dilakukan.1

Temuan yang umum pada kasus gonore adalah sebagai berikut:6

13
1. Laki-laki:
 Orifisium uretra hiperemis, edema, dan ektropion disertai
dysuria
 Duh tubuh uretra mukopurulen
 Infeksi rektum pada pria homoseksual dapat menimbulkan
duh tubuh anal atau nyeri/rasa tidak enak di anus/perianal
 Infeksi pada faring biasanya asimtomatik
2. Perempuan:
 Seringkali asimtomatik
 Serviks hiperemis, edema, kadang ektropion
 Duh tubuh endoserviks mukopurulen
 Dapat disertai nyeri pelvis/perut bagian bawah
 Infeksi pada uretra dapat menyebabkan dysuria

Gambar 1. Contoh gejala pada pria.

Pemeriksaan penunjang dilakukan berupa pemeriksaan sediaan


langsung dengan pewarnaan Gram, digunakan untuk diagnosis presumtif

14
pada laki-laki dengan urethritis simptomatik.2,5 Pada uretritis asimptomatik,
hasil positif didapatkan pada 50-70%. Pemeriksaan Gram kurang dipercaya
untuk diagnosis infeksi serviks dan rektal, dan tidak digunakan untuk
faring.2,5 Kultur dilakukan untuk identifikasi. Hasil sangat spesifik dan
sensitif untuk infeksi uretra dan endoserviks.2,5
Pemeriksaan molokuler saat ini sedang dikembangkan karena hasil
lebih cepat daripada kultur.4 Nucleic Acid Amplification Test (NAAT)
memiliki sensitivitas lebih tinggi dibandingkan kultur dan spesifisitas tinggi,
serta dapat dilakukan pada bermacam-macam sampel, yaitu urin,
vulvovaginal, serviks, dan usapan uretra.2,5
Penegakan diagnosis bergeser ke metode molekuler, meningkatkan
skrining dan jumlah pengobatan. Deteksi antimicrobia resistance (AMR)
saat ini hanya bisa melalui metode kultur.2 WHO merekomendasikan
pemeriksaan NAAT bersamaan dengan kultur untuk pemeriksaan sensitivitas
antibiotik.2

G. Komplikasi
Komplikasi pada laki-laki berupa radang kelenjar sekitar penis dan
uretra, penjalaran asendens menimbulkan prostatitis, vesikulitis, funikulitis,
epididimitis, hingga infertilitas. Pada perempuan bisa terjadi salpingitis,
penyakit radang panggul (PRP), infertilitas, dan kehamilan ektopik. Infeksi
diseminata menimbulkan artritis, endokarditis, miokarditis, meningitis, dan
dermatitis.2,4,5 GO meningkatkan penyebaran HIV. Kadar HIV-1 RNA
meningkat signifikan di cairan semen laki-laki seropositif dengan uretritis
GO. GO juga meningkatkan risiko terkena HIV sebesar lima kali lipat.7

H. Tatalaksana
Penatalaksanaan kasus IMS termasuk gonore dilakukan dengan
pendekatan sindrom. Penanganan kasus IMS berdasarkan pendekatan
sindrom dilaksanakan melalui identifikasi sekelompok keluhan dan gejala
sebagai sindrom yang mudah dikenali, dan selanjutnya ditetapkan
pengobatannya terhadap sebagian besar atau hampir semua mikro-organisme

15
yang diyakini sebagai penyebab sindrom tersebut. World Health
Organization (WHO) telah mengembangkan satu perangkat yang sudah
disederhanakan dan mudah dimengerti (dalam bentuk bagan alur atau
algoritme) untuk memandu para petugas kesehatan dalam melakukan
penatalaksanaan kasus IMS dengan pendekatan sindrom. Penanganan kasus
IMS dengan pendekatan sindrom untuk duh tubuh uretra pada pria dan ulkus
genital baik pada pria maupun wanita telah terbukti manfaatnya dan
memadai untuk dilaksanakan. Cara ini telah berhasil mengobati sebagian
besar orang yang terinfeksi dengan IMS dengan cara murah, sederhana dan
sangat berhasil guna.1
Kuman patogen penyebab utama duh tubuh uretra adalah Neisseria
gonorrhoeae (N.gonorrhoeae) dan Chlamydia trachomatis (C.trachomatis).
Oleh karena itu, pengobatan pasien dengan duh tubuh uretra secara sindrom
harus dilakukan serentak terhadap kedua jenis kuman penyebab tersebut.
Bila ada fasilitas laboratorium yang memadai, kedua kuman penyebab
tersebut dapat dibedakan, dan selanjutnya pengobatan secara lebih spesifik
dapat dilakukan. Etiologi uretritis non-gonokokus terutama disebabkan oleh
C.trachomatis, sehingga dalam pengobatannya ditujukan untuk klamidiosis.1
Pedoman regimen pengobatan dari Kemenkes RI tahun 2015 untuk
pengobatan sindrom duh tubuh uretra adalah pengobatan untuk gonore tanpa
komplikasi ditambah pengobatan untuk klamidiosis. Pasien dianjurkan
untuk kontrol kembali bila gejala tetap ada sesudah 7 hari.1

16
Tabel 2.1 Pedoman pengobatan duh tubuh uretra Kemenkes RI1

Rekomendasi WHO,untuk terapi infeksi GO genital dan anogenital:2


1. Terapi ganda
 Seftriakson 250 mg injeksi intramuskuler dosis tunggal dan
azitromisin 1 gr per oral dosis tunggal
 Sefiksim 400 mg per oral dosis tunggal dan azitromisin 1 gr
per oral dosis tunggal

2. Terapi tunggal
 Seftriakson 250 mg injeksi intramuskuler dosis tunggal
 Sefiksim 400 mg per oral dosis tunggal
 Spectinomycin 2 g injeksi intramuskuler dosis tunggal
Pemilihan terapi harus didasarkan pada data resistensi lokal. Bila data
tidak ada, disarankan terapi ganda.2 Terapi alternative lain seperti kanamisin
dan gentamisin belum direkomendasikan karena kurangnya data surveilans.2
CDC merekomendasikan penggunaan kombinasi dua obat untuk
infeksi gonokokus di uretra tanpa komplikasi, serviks, dan rektum. 5 Regimen
yang direkomendasikan sama seperti terapi ganda pada rekomendasi WHO.5

Tabel 2.2 Resistensi N. gonorrhoeae pada WPS di 6 kota di Indonesia tahun


20071

17
BAB IV
PEMBAHASAN

S: Pasien laki-laki usia 23 tahun datang ke poli dewasa Puskesmas Bangkinang


dengan keluhan keluar cairan putih kental dari kemaluannya sejak 6 hari yang lalu.
Setiap kali dibersihkan cairan putih kental muncul kembali. Keluhan ini disertai
dengan rasa nyeri saat BAK yang terasa perih dan panas di lubang kemaluan. Setiap
pagi hari pasien mengatakan cairan putih kental yang keluar dari kemaluannya
menempel di celana dalamnya dan berbau. Riwayat berhubungan dengan lawan
jenis bukan istri.

Penjelasan:
Cairan putih kental yang keluar dari kemaluan atau secara medis disebut
sebagai duh tubuh uretra merupakan gejala khas pada infeksi menular seksual pada

18
pria terutama yang disebabkan oleh kuman N.gonorrhoeae. Kuman yang menempel
pada permukaan mukosa epitel kolumnar, kuman akan melekat ke membran plasma
kemudian menginvasi ke dalam sel dan merusak mukosa sehingga memunculkan
respon inflamasi dan eksudat. Keluhan lain yang dikatakan pasien adalah nyeri saat
buang air kecil yang merupakan akibat dari respon inflamasi dan kerusakan jaringan
di mukosa sekitar OUE. Adanya bercak yang menempel pada celana dalam pasien
merupakan akumulasi dari duh tubuh uretra yang menumpuk karena tidak
dibersihkan

O: Pemeriksaan Fisik

1. Tanda Vital
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Baik
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 37.00 C

2. Status Generalis
Dalam batas normal

3. Status Dermatologis
Regio penis: tampak adanya duh tubuh mukopurulen yang keluar dari
Orificium Urethra Externa (OUE), daerah sekitar OUE tampak edem dan
eritem.

A: Uretritis Gonore

P: Tatalaksana
Cefixim 400 mg per oral 2x1 selama 5 hari
Asam Mefenamat per oral 3x1

19
Penjelasan:
Pengobatan yang diberikan pada pasien adalah obat cefixime dengan dosis
400 mg/hari selama 5 hari dan asam mefenamat per oral 3 kali dalam sehari.
Pemberian cefixime sesuai dengan pedoman yg ada baik dari Kemenkes maupun
dari WHO dan CDC. Pertimbangan diberikannya cefixime selama 5 hari mengingat
kemungkinan kekambuhan dari penyakit gonore sehingga untuk menjamin tingkat
kemanjuran, para dokter tidak diperbolehkan untuk menggunakan obat dengan dosis
lebih rendah dari yang dianjurkan.

20
BAB V
KESIMPULAN

Kuman patogen penyebab utama duh tubuh uretra adalah Neisseria


gonorrhoeae (N.gonorrhoeae) dan Chlamydia trachomatis (C.trachomatis). Oleh
karena itu, pengobatan pasien dengan duh tubuh uretra secara sindrom harus
dilakukan serentak terhadap kedua jenis kuman penyebab tersebut. Bila ada fasilitas
laboratorium yang memadai, kedua kuman penyebab tersebut dapat dibedakan, dan
selanjutnya pengobatan secara lebih spesifik dapat dilakukan. Etiologi uretritis non-
gonokokus terutama disebabkan oleh C.trachomatis, sehingga dalam pengobatannya
ditujukan untuk klamidiosis.
Edukasi yang diberikan pada pasien terutama untuk efektivitas terapi dan
memutus mata rantai penularan IMS. Pasien yang sudah berkeluarga berpotensi
menularkan gonore kepada pasangannya sehingga penting untuk meyakinkan pasien
agar untuk sementara tidak berhubungan seksual dengan istrinya sampai pengobatan
selesai dan pasien dinyatakan sembuh. Namun, apabila memang hubungan seksual
tidak dapat dihindari maka penggunaan kondom merupakan kewajiban bagi pasien
ini.
Prognosis pada pasien umumnya bonam bila minum obat sesuai dengan yang
telah ditentukan oleh dokter. Prognosis dapat menjadi buruk bila telah terjadi
komplikasi dan risiko penularan IMS lain seperti HIV.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanganan


Imfeksi Menular Seksual 2015. Jakarta: Kemenkes RI. 2015.
2. WHO. WHO guidelines for the treatment of Neisseria gonorrhoeae. Geneva:
WHO. 2016.
3. Firdiana SE, Muslimin, Farida H. Perbandingan efektifitas seftriakson
dengan siprofloksasin pada kuman Neisseria gonorrhoeae secara in vitro.
JKD. 2016;5(4):1736-42. Dalam Putra WMS. Infeksi, Rekomendasi Terapi
dan Resistensi Gonore. CDK -278. 2019;46(8)
4. Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu penyakit kulit dan kelamin.
7th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2016.
5. CDC. Sexually transmitted diseases treatment guidelines 2015. CDC
MMWR. 2015;64(3):1-137.
6. PERDOSKI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI. 2017.
7. WHO. Global action plan to control the spread and impact of antimicrobial
resistance in Neisseria gonorrhoeae. Geneva: WHO; 2012.

22

Anda mungkin juga menyukai