Anda di halaman 1dari 25

Laporan Kasus

Kolesistitis

Disusun Oleh:
dr. Aqnisa Wenny Larasuqe
Pendamping:
dr. NurAisyah, M.Kes

PROGRAM INTERNSIP
PERIODE FEBRUARI 2022-2023
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGKINANG
KABUPATEN KAMPAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan yang
bejudul “Kolesistitis”.
Penyusunan laporan kasus ini untuk memenuhi salah satu tugas Program Dokter
Internsip Indonesia di RSUD Bangkinang. Terimakasih saya ucapkan kepada dr. Nur Aisyah,
M. Kes atas bimbingan dan arahannya sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyajian laporan
kasus ini, dikarenakan keterbatasan ilmu dan pengalaman saya. Maka dengan kerendahan
hati, saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca dan
pendamping sekaligus untuk menyempurnakan laporan kasus ini ke depannya.

Bangkinang, Agustus 2022

Penulis

ii
Berita Acara Laporan Kasus

Pada hari Jumat, tanggal 19 Agustus 2022 telah dipresentasikan laporan kasus oleh:
Nama : dr. Aqnisa Wenny Larasuqe
Judul/ topik : Kolesistitis
Nama Pendamping : dr. Nur Aisyah
Nama Wahana : RSUD Bangkinang

Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan

1. 1.

2. 2.

3. 3.

4. 4.

5. 5.

6. 6.

7. 7.

8. 8.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping

dr. Nur Aisyah, M. Kes

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
BAB II TINJAUAN KASUS ..................................................................... 3
2.1 Identitas Pasien........................................................................ 3
2.2 Anamnesis................................................................................ 3
2.3 Pemeriksaan Fisik.................................................................... 4
2.4 Pemeriksaan Penunjang........................................................... 5
2.5 Diagnosa Kerja......................................................................... 6
2.6 Diagnosa Banding..................................................................... 6
2.7 Penanganan….......................................................................... 6
BAB III TNJAUAN PUSTAKA ................................................................ 7
3.1 Definisi.................................................................................... 7
3.2 Patofisiologi ............................................................................ 7
3.3 Diagnosis ................................................................................ 8
3.4 Diagnosis Banding ................................................................. 10
3.5 Komplikasi ............................................................................. 11
3.6 Penatalaksanaan ...................................................................... 11
3.7 Prognosis ................................................................................ 14
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................ 15
BAB V KESIMPULAN............................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20

iv
Larasuqe A.W 1)
Aisyah N.2)

1)Dokter Internsip RSUD Bangkinang

2)
Dokter Pendamping

ABSTRAK
Latar Belakang: Kolesistitis merupakan inflamasi pada kandung empedu yang
dapat berupa akut, kronik, atau kronik eksaserbasi akut. Kolesistitis sangat erat
kaitannya dengan pembentukan batu empedu (cholecystolithiasis).

Laporan Kasus: Dilaporkan pasien nyeri perut kanan atas yang disertai mual dan
demam. Pada pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan nyeri tekan di kuadran kanan
atas abdomen, dan seringkali teraba massa atau teraba penuh. Palpasi kuadran kanan
atas saat inspirasi seringkali menyebabkan rasa tidak nyaman, hal ini disebut sebagai
tanda Murphy positif. Dari pemeriksaan laboratorium pada pasien akut kolesistitis,
dapat ditemukan leukositosis dan peningkatan kadar C-reactive protein (CRP) dan
bilirubin jika batu tidak berada di duktus biliaris.

Kesimpulan: Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu. Faktor yang


mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan
empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu.

Kata Kunci: Kolesistitis

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kolesistitis merupakan inflamasi pada kandung empedu yang dapat berupa akut, kronik,
atau kronik eksaserbasi akut. Kolesistitis sangat erat kaitannya dengan pembentukan batu
empedu (cholecystolithiasis). Sekitar 90% kasus kolesistitis disertai dengan batu empedu
(calculous cholecystitis) dan 10% tidak disertai dengan batu empedu (acalculous
cholecystitis) (Kumar, Abbas, & Aster, 2013; Bloom & Katz, 2016). Acute calculous
cholecystitis merupakan komplikasi dari cholecystolithiasis dan indikasi dilakukannya
emergency cholecystectomy, sedangkan acute acalculous cholecystitis hanya ditemukan pada
5 12% kasus pada pengangkatan kandung empedu. Sama seperti acute cholecystitis, chronic
cholecystitis juga erat kaitannya dengan batu empedu, tetapi chronic cholecystitis juga dapat
disebabkan oleh mikroorganisme. Kultur mikroorganisme E. coli dan Enterococcus
didapatkan pada sepertiga kasus (Kumar, Abbas, & Aster, 2013). kolesistitis dapat dipicu
oleh tiga faktor: (1) inflamasi mekanik yang disebabkan peningkatan tekanan intraluminal
dan distensi yang menyebabkan iskemik mukosa dan dinding kandung empedu, (2) Inflamasi
kimia disebabkan pengeluaran lysolecithin, (3) inflamasi akibat bakteri (Greenberger &
Gustav Paumgartner, 2015).
Di negara maju diperkirakan prevalensi batu empedu sekitar 10 15%, dengan lebih dari
85% batu empedu adalah batu kolesterol sedangkan sisanya batu pigmen hitam contohnya
calcium bilirubinate. Sebanyak 20 25 juta kasus terdiagnosis batu empedu dan 750.000
cholecystectomy dilakukan tiap tahunnya di Amerika (Stinton & Shaffer, 2012; Jean Marc
Regimbeau, et al., 2014; Zhu, Aili, & Abudureyimu, 2014).
Di Indonesia angka kejadian kolesistitis belum diketahui secara pasti, namun penelitian di
Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Al-Islam Bandung tahun 2003-2007
menunjukkan angka kejadian cholecystitis sebesar 174 kasus (Elber, 2008).
Berdasarkan data di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Laboratorium
Patologi Anatomi RS Dustira Cimahi mengenai gambaran karakteristik pasien dengan
kolesistitis.

vi
1.2 Tujuan Penulisan

Mengetahui dan Memahami Kolesistitis

1.3. Manfaat Penulisan

a. Mengetahui Definisi Kolesistitis


b. Mampu Mengetahui Epidemiologi Kolesistitis
c. Mampu Mengetahui Etiologi Kolesistitis
d. Mampu Mengetahui Patofisiologi Kolesistitis
e. Mampu Mengetahui Klasifikasi Kolesistitis
f. Mampu Mengetahui Diagnosis Kolesistitis
g. Mampu Mengetahui Diagnosis Banding Kolesistitis
h. Mampu Mengetahui Komplikasi Kolesistitis
i. Mampu Mengetahui Penatalaksanaan Kolesistitis

vii
BAB II

TINJAUAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


 Nama : Tn. AZ
 Usia : 61 tahun
 Agama : Islam
 Alamat : Dusun Titian Sago 04/02 Kampar
 No. MR : 183900
 Tanggal Masuk : 9 Agustus 2022
 Tanggal Pemeriksaan : 9 Agustus 2022

2.2 Anamnesis
 Keluhan Utama :
Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Umum Bangkinang dengan keluhan nyeri
perut kanan atas yang terasa menusuk dan tampak mata berwarna kuning.

 Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Umum Bangkinang dengan keluhan nyeri
perut kanan atas. Nyeri ini timbul secara mendadak dan menetap kurang lebih 3 jam
SMRS, tidak dipengaruhi oleh makanan khususnya berlemak. nyeri ulu hati (+), mual
(+), muntah(-), demam (+), nafsu makan menurun (+) sejak sakit, Tidak ada batuk (-),
sesak (-), nyeri dada (-). BAK sehari 4-5 kali sehari, berwarna kuning jernih, tidak
nyeri, tidak ada darah. BAB biasa, warna coklat, konsistensi lunak. Riwayat pernah
mengalami penyakit ini sebelumnya (-).Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
Hipertensi dan DM.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung, hipertensi, gula darah tinggi
dan sebagainya.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat sakit yang sama.

viii
 Riwayat pengobatan
Pasien tidak pernah berobat ke manapun terkait dengan keluhannya saat ini.
 Riwayat pekerjaan, kebiasaan dan sosial ekonomi
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Perkawinan : Menikah
Kebiasaan : Merokok

2.3 Pemeriksaan Fisik


 Keadaan umum : Lemas
 Status gizi : TB: 160 cm, BB: 62 kg.
 Kesadaran : Komposmentis / GCS 15 E4V5M6
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 84 kali/menit
 Pernapasan : 22 kali/menit
 Suhu : 38,2oC per aksila

 Pemeriksaan Fisik :
1. Kepala dan leher
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), pupil isokor
refleks cahaya langsung (+/+), tidak langsung (+/+)
Hidung : deviasi septum (-), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
Leher : tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening

2. Thoraks :
a. Paru
Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)

ix
b. Jantung
inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : batas jantung kanan : ICS V linea parasternalis dekstra
batas jantung kiri : ICS V 1 cm lateral linea midklavikula
sinistra
Auskultasi : S1-S2 normal, gallop (-), murmur (-)

c. Abdomen
Inspeksi : Perut datar, distensi tidak ada
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+) Murphy sign (+)
Perkusi : Timpani diseluruh lapangan abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal,frekuensi 10x/i

3. Ekstremitas
Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)

1.4 Pemeriksaan Penunjang

Rapid Test Covid 19 : non reaktif


Darah Rutin :
Hemoglobin : 12.7 g/dL
Hematokrit : 36.3 gr/%
Leukosit : 17.500
Trombosit : 319.000

Hitung jenis leukosit


Eusinofil : 1.2 %
Basofil : 0.5 %
Neutfofil segmen : 81.6 %
Limfosit : 9.3 %
Monosit : 7.4%

Bilirubin total : 22.75 mg/dl


Bilirubin direk : 15.70 mg/dl

x
Bilirubin indirek : 7.05 mg/dl
SGOT : 37
SGPT : 41
Ureum : 37
Creatinin : 1.0
GDS : 152

Elektrolit
Natrium : 143
Chlorida : 106
Kalium : 3.6

2.5 Diagnosa Kerja

 Kolesistitis

2.6 Diagnosa Banding

 Gastritis akut
 Kolangitis
 Koledokolitiasis
 Kolelitiasis
 Pielonefritis akut

2.7 Penanganan

 IVDF D5% : RL 15 tpm ( makro)


 Inj. Omeprazole 1 vial/24 jam iv
 Inj. Cefotaxime 1 gr/12 jam iv
 Hepagard tab 3x1
 Sucralfat syr 3x1 cth

xi
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut
kanan atas, nyeri tekan dan demam. Berdasarkan etiologinya, kolesistitis dapat dibagi
menjadi:
1. Kolesistitis kalkulus, yaitu kolesistitis yang disebabkan batu kandung empedu yang
berada di duktus sistikus.
2. Kolesistitis akalkulus, yaitu kolesistitis tanpa adanya batu empedu.1
Berdasarkan onsetnya, kolesistitis dibagi menjadi kolesistitis akut dan kolesistitis kronik.
Pembagian ini juga berhubungan dengan gejala yang timbul pada kolesistitis akut dan kronik.
Pada kolesistitis akut, terjadi inflamasi akut pada kandung empedu dengan gejala yang lebih
nyata seperti nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Sedangkan, kolesistitis kronik
merupakan inflamasi pada kandung empedu yang timbul secara perlahan-lahan dan sangat
erat hubungannya dengan litiasis dan gejala yang ditimbulkan sangat minimal dan tidak
menonjol.1
3.2 Patofisiologi

Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan
empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis
akut adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan
stasis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus kolesititis (10%) timbul tanpa adanya
batu empedu. Kolesistitis kalkulus akut disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus oleh batu
empedu yang menyebabkan distensi kandung empedu. Akibatnya aliran darah dan drainase
limfatik menurun dan menyebabkan iskemia mukosa dan nekrosis. Diperkirakan banyak
faktor yang berpengaruh seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin, dan
prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi
inflamasi dan supurasi.1,2
Faktor predisposisi terbentuknya batu empedu adalah perubahan susunan empedu,
stasis empedu, dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin
merupakan faktor terpenting pada pembentukan batu empedu.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi empedu
yang sangat jenuh dengan kolesterol.

xii
Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang belum
dimengerti sepenuhnya. Stasis empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,
perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung
empedu atau spasme sfingter Oddi atau keduanya dapat menyebabkan stasis. Faktor
hormonal terutama pada kehamilan dapat dikaitkan dengan pengosongan kandung empedu
yang lebih lambat. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam
pembentukan batu, melalui peningkatan deskuamasi sel dan pembentukan mukus. Akan
tetapi, infeksi mungkin lebih sering sebagai akibat adanya batu empedu daripada menjadi
penyebab terbentuknya batu empedu.4
Meskipun mekanisme terjadinya kolesistitis akalkulus belum jelas, beberapa teori telah
diajukan untuk menjelaskan mekanisme terjadinya penyakit ini. Penyebab utama penyakit ini
dipikirkan akibat stasis empedu dan peningkatan litogenisitas empedu. Pasien-pasien dalam
kondisi kritis lebih mungkin terkena kolesistitis karena meningkatnya viskositas empedu
akibat demam dan dehidrasi dan akibat tidak adanya pemberian makan per oral dalam jangka
waktu lama sehingga menghasilkan penurunan atau tidak adanya rangsangan kolesistokinin
untuk kontraksi kandung empedu. Selain itu, kerusakan pada kandung empedu mungkin
merupakan hasil dari tertahannya empedu pekat, suatu senyawa yang sangat berbahaya. Pada
pasien dengan puasa yang berkepanjangan, kandung empedu tidak pernah mendapatkan
stimulus dari kolesistokinin yang berfungsi merangsang pengosongan kandung empedu,
sehingga empedu pekat tersebut tertahan di lumen. Iskemia dinding kandung empedu yang
terjadi akibat lambatnya aliran empedu pada demam, dehidrasi, atau gagal jantung juga
berperan dalam patogenesis kolesistitis akalkulus.5
Penelitian yang dilakukan oleh Cullen et al memperlihatkan kemampuan endotoksin dalam
menyebabkan nekrosis, perdarahan, penimbunan fibrin yang luas, dan hilangnya mukosa
secara ekstensif, sesuai dengan iskemia akut yang menyertai. Endotoksin juga menghilangkan
respons kontraktilitas terhadap kolesistokinin (CCK) sehingga menyebabkan stasis kandung
empedu.5
3.3 Diagnosis

Pasien kolesistitis akut memiliki riwayat nyeri hebat pada abdomen bagian atas yang
bertahan dalam beberapa jam hingga akhirnya mereka mencari pertolongan ke unit gawat
darurat lokal. Secara umum, pasien kolesistitis akut juga sering merasa mual dan muntah
serta pasien melaporkan adanya demam.

xiii
Tanda-tanda iritasi peritoneal juga dapat muncul, dan pada beberapa pasien menjalar hingga
ke bahu kanan atau skapula. Kadang-kadang nyeri bermula dari regio epigastrium dan
kemudian terlokalisir di kuadran kanan atas (RUQ). Meskipun nyeri awal dideskripsikan
sebagai nyeri kolik, nyeri ini kemudian akan menetap pada semua kasus kolesistitis. Pada
kolesistitis akalkulus, riwayat penyakit yang didapatkan sangat terbatas. Seringkali, banyak
pasien sangat kesakitan (kemungkinan akibat ventilasi mekanik) dan tidak bisa menceritakan
riwayat atau gejala yang muncul.6,7

Gambar 1. Algoritma diagnosis kolesistitis8

Pada pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan nyeri tekan di kuadran kanan atas
abdomen, dan seringkali teraba massa atau teraba penuh. Palpasi kuadran kanan atas saat
inspirasi seringkali menyebabkan rasa tidak nyaman yang berat yang menyebabkan pasien
berhenti menghirup napas, hal ini disebut sebagai tanda Murphy positif. Terdapat tanda-tanda
peritonitis lokal dan demam.6,7
Dari pemeriksaan laboratorium pada pasien akut kolesistitis, dapat ditemukan leukositosis
dan peningkatan kadar C-reactive protein (CRP). Pada 15% pasien, ditemukan peningkatan
ringan dari kadar aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT), alkali
fosfatase (AP) dan bilirubin jika batu tidak berada di duktus biliaris. Alkali fosfatasi
digunakan untuk evaluasi bukti obstruksi duktus umum, tes amilasi/lipase dapat evaluasi
adanya pankreatitis. Urinalisis dapat menyingkirkan pielonefritis dan batu ginjal.2,6,7
Pemeriksaan pencitraan untuk kolesistitis diantaranya adalah ultrasonografi (USG), computed
tomography scanning (CT-scan) dan skintigrafi saluran empedu.

xiv
Pada USG, dapat ditemukan adanya batu, penebalan dinding kandung empedu, adanya cairan
di perikolesistik, dan tanda Murphy positif saat kontak antara probe USG dengan abdomen
kuadran kanan atas. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90-95%.1,7

Gambar 2. Pemeriksaan USG pada kolesistitis9


Berdasarkan Tokyo Guidelines (2007), kriteria diagnosis untuk kolesistitis adalah:10
 Gejala dan tanda lokal
o Tanda Murphy
o Nyeri atau nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
o Massa di kuadran kanan atas abdomen
 Gejala dan tanda sistemik
o Demam
o Leukositosis
o Peningkatan kadar CRP
 Pemeriksaan pencitraan
o Temuan yang sesuai pada pemeriksaan USG atau skintigrafi
Diagnosis kolesistitis jika 1 tanda lokal, disertai 1 tanda sistemik dan hasil USG atau
skintigrafi yang mendukung.10
3.4 Diagnosa Banding

Diagnosis banding untuk kolesistitis diantaranya adalah:


• Gastritis akut
• Kolangitis
• Koledokolitiasis
• Kolelitiasis
• Pielonefritis akut3

xv
3.5 Komplikasi

Komplikasi yamg dapat terjadi pada pasien kolesistitis:


 Empiema, terjadi akibat proliferasi bakteri pada kandung empedu yang tersumbat.
Pasien dengan empiema mungkin menunjukkan reaksi toksin dan ditandai dengan
lebih tingginya demam dan leukositosis. Adanya empiema kadang harus mengubah
metode pembedahan dari secara laparoskopik menjadi kolesistektomi terbuka.
 Ileus batu kandung empedu, jarang terjadi, namun dapat terjadi pada batu berukuran
besar yang keluar dari kandung empedu dan menyumbat di ileum terminal atau di
duodenum dan atau di pilorus.
 Kolesistitis emfisematous, terjadi ± pada 1% kasus dan ditandai dengan adanya udara
di dinding kandung empedu akibat invasi organisme penghasil gas seperti Escherichia
coli, Clostridia perfringens, dan Klebsiella sp. Komplikasi ini lebih sering terjadi
pada pasien dengan diabetes, lebih sering pada laki-laki, dan pada kolesistitis
akalkulus (28%). Karena tingginya insidensi terbentuknya gangren dan perforasi,
diperlukan kolesitektomi darurat. Perforasi dapat terjadi pada lebih dari 15% pasien.
 Komplikasi lain diantaranya sepsis dan pankreatitis.3
3.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kolesistitis bergantung pada keparahan penyakitnya dan ada tidaknya


komplikasi. Kolesistitis tanpa komplikasi seringkali dapat diterapi rawat jalan, sedangkan
pada pasien dengan komplikasi membutuhkan tatalaksana pembedahan. Antibiotik dapat
diberikan untuk mengendalikan infeksi. Untuk kolesistitis akut, terapi awal yang
diberikan meliputi mengistirahatkan usus, diet rendah lemak, pemberian hidrasi secara
intravena, koreksi abnormalitas elektrolit, pemberian analgesik, dan antibiotik intravena.
Untuk kolesistitis akut yang ringan, cukup diberikan terapi antibiotik tunggal spektrum
luas. Pilihan terapi yang dapat diberikan:3
• Rekomendasi dari Sanford guide: piperasilin, ampisilin, meropenem. Pada kasus berat
yang mengancam nyawa direkomendasikan imipenem/cilastatin.
• Regimen alternatif termasuk sefalosporin generasi ketiga ditambah dengan
metronidazol.
• Pasien yang muntah dapat diberikan antiemetik dan nasogastric suction.
• Stimulasi kontraksi kandung empedu dengan pemberian kolesistokinin intravena.3

xvi
Terapi antibiotik menurut Tokyo Guidelines 2013:10
1. Penisilin : ampisilin/sulbaktam dengan aminoglikosida
2. Sefalosporin :cefazolin, cofotiam, cefuroxime, ceftriaxone, cefotaxime ±
metronidazole Cefimetazole, cefoxitia, flomoxef, cefoperazone atau sulbactam
3. Carbapenem : ertapenem
4. Fluoroquinolone : ciprofloxacin, levofloxacin, pazufloxacin ± metronidazole
moxifloxacin
Pasien kolesistitis tanpa komplikasi dapat diberikan terapi dengan rawat jalan dengan
syarat:
1. Tidak demam dan tanda vital stabil.
2. Tidak ada tanda adanya obstruksi dari hasil pemeriksaan laboratorium.
3. Tidak ada tanda obstruksi duktus biliaris dari USG.
4. Tidak ada kelainan medis penyerta, usia tua, kehamilan atau kondisi
imunokompromis.
5. Analgesik yang diberikan harus adekuat.
6. Pasien memiliki akses transpotasi dan mudah mendapatkan fasilitas medik.
7. Pasien harus kembali lagi untuk follow up.3

Gambar 3. Algoritma penatalaksanaan kolesistitis akut8


Terapi yang diberikan untuk pasien rawat jalan:
• Antibiotik profilaksis, seperti levofloxacin dan metronidazol.
• Antiemetik, seperti prometazin atau proklorperazin, untuk mengkontrol mual dan
mencegah gangguan cairan dan elektrolit.

xvii
• Analgesik seperti asetaminofen/oxycodone.3
Terapi pembedahan yang diberikan jika dibutuhkan adalah kolesistektomi. Kolesistektomi
laparoskopik adalah standar untuk terapi pembedahan kolesistitis. Penelitian menunjukkan
semakin cepat dilakukan kolesistektomi laparoskopik, waktu perawatan di rumah sakit
semakin berkurang.
Kontraindikasi untuk tindakan kolesistektomi laparoskopik meliputi:
• Resiko tinggi untuk anestesi umum
• Obesitas
• Adanya tanda-tanda perforasi kandung empedu seperti abses, peritonitis, atau fistula
• Batu empedu yang besar atau kemungkinan adanya keganasan.
• Penyakit hati stadium akhir dengan hipertensi portal dan koagulopati yang berat.3
Pada pasien dengan resiko tinggi untuk dilakukan pembedahan, drainase perkutaneus dengan
menempatkan selang (tube) drainase kolesistostomi transhepatik dengan bantuan
ultrasonografi dan memasukkan antibiotik ke kandung empedu melalui selang tersebut dapat
menjadi suatu terapi yang definitif. Hasil penelitian menunjukkan pasien kolesistitis
akalkulus cukup diterapi dengan drainase perkutaneus ini.3

Selain itu, dapat juga dilakukan terapi dengan metode endoskopi. Metode endoskopi
dapat berfungsi untuk diagnosis dan terapi. Pemeriksaan endoscopic retrograde
cholangiopancreatography dapat memperlihatkan anatomi kandung empedu secara jelas dan
sekaligus terapi dengan mengeluarkan batu dari duktus biliaris. Endoscopic ultrasound-
guided transmural cholecystostomy adalah metode yang aman dan cukup baik dalam terapi
pasien kolesistitis akut yang memiliki resiko tinggi pembedahan. Pada penelitian tentang
endoscopic gallbladder drainage yang dilakukan oleh Mutignani et al, pada 35 pasien
kolesistitis akut, menunjukkan keberhasilan terapi ini secara teknis pada 29 pasien dan secara
klinis setelah 3 hari pada 24 pasien.3

3.7 Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung empedu
menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang menjadi
kolesistitis rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang menjadi gangren, empiema
dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum secara cepat. Hal ini
dapat dicegah dengan pemberian antibiotik yang adekuat pada awal serangan. Tindakan

xviii
bedah akut pada pasien usia tua (>75 tahun) mempunyai prognosis yang jelek di samping
kemungkinan banyak timbul komplikasi pasca bedah.1

BAB IV

PEMBAHASAN

S : Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Umum Bangkinang dengan keluhan nyeri perut kanan
atas. Nyeri ini timbul secara mendadak dan menetap kurang lebih 3 jam SMRS, tidak

xix
dipengaruhi oleh makanan khususnya berlemak. nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah(-),
demam (+), nafsu makan menurun (+) sejak sakit, Tidak ada batuk (-), sesak (-), nyeri dada
(-). BAK sehari 4–5 kali sehari, berwarna kuning jernih, tidak nyeri, tidak ada darah. BAB
biasa, warna coklat, konsistensi lunak. Riwayat pernah mengalami penyakit ini sebelumnya
(-).Pasien tidak memiliki riwayat penyakit Hipertensi dan DM.

Penjelasan : Pada pasien ini di temukan gejala nyeri perut kanan atas dan nyeri timbul secara
mendadak di pengaruhi oleh makanan berlemak. Ini termasuk gejala untuk mendiagnosa
kolesistitis akut berdasarkan onset, yang mana Pada kolesistitis akut, terjadi inflamasi akut
pada kandung empedu dengan gejala yang lebih nyata seperti nyeri perut kanan atas, nyeri
tekan dan demam.

O : Kesadaran : Composmentis
Tanda – tanda Vital :
1. Nadi : 84 x/menit
2. Nafas : 22 x/menit
3. Suhu : 38,2 oC per aksila
4. Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Pemeriksaan Fisik :
1. Kepala dan leher
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), pupil isokor
refleks cahaya langsung (+/+), tidak langsung (+/+)
Hidung : deviasi septum (-), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
Leher : tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening

2. Thoraks :
A. Paru
Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
xx
B. jantung
inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : batas jantung kanan : ICS V linea parasternalis dekstra
batas jantung kiri : ICS V 1 cm lateral linea midklavikula sinistra
Auskultasi : S1-S2 normal, gallop (-), murmur (-)
C. Abdomen
Inspeksi : Perut datar, distensi tidak ada
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+) Murphy sign (+)
Perkusi : Timpani diseluruh lapangan abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal,frekuensi 10x/i
D. Ekstremitas
Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)

Pemeriksaan Penunjang
Rapid Test Covid 19 : non reaktif
Darah Rutin :
Hemoglobin : 12.7 g/dL
Hematokrit : 36.3 gr/%
Leukosit : 17.500
Trombosit : 319.000

Hitung jenis leukosit


Eusinofil : 1.2 %
Basofil : 0.5 %
Neutfofil segmen : 81.6 %
Limfosit : 9.3 %
Monosit : 7.4%

Bilirubin total : 22.75 mg/dl


Bilirubin direk : 15.70 mg/dl
Bilirubin indirek : 7.05 mg/dl
SGOT : 37
SGPT : 41
Ureum : 37

xxi
Creatinin : 1.0
GDS : 152

Elektrolit
Natrium : 143
Chlorida : 106
Kalium : 3.6

Penjelasan :
Pada pemeriksaan fisik tampak sklera ikterik, nyeri tekan epigastrium (+) Murphy sign
(+), dan pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan hasil leukositosis, peningkatan
bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin indirek. Menunjukkan bahwa adanya tanda-tanda
infeksi dan peradangan pada dinding kandung empedu.

A: Kolesistitis

Penjelasan :
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien komposmentis, tekanan darah
120/80 mmHg, nadi 84 kali / menit, suhu 38,2 oC, nyeri perut kanan atas, sklera ikterik
disertai nyeri tekan epigastrik. Hal ini sesuai dengan cara menegakkan diagnosis kolesistitis
Pada pemeriksaan tambahan dilakukan pemeriksaan darah rutin leukositosis dan pemeriksaan
bilirubin total, indirek dan direk meningkat. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan bilirubin yang dilakukan maka diagnosis
pada pasien ini adalah kolesistitis.

P:
 IVDF D5% : RL 15 tpm ( makro)
 Inj. Omeprazole 1 vial/24 jam iv
 Inj. Cefotaxime 1 gr/12 jam iv
 Hepagard tab 3x1

xxii
 Sucralfat syr 3x1 cth

Penjelasan :
Pemberian antibiotik dapat diberikan untuk menangani infeksi lokal. Disini diberikan
antibiotik spektrum luas. Infeksi bakteri dapat ditangani dengan pemberian antibiotik berupa
antibiotik spektrum luas (amoksisilin atau sefalosporin ditambah dosis tunggal gentamisin
ditambah metronidazol). Pemberian omeprazole dan sucralfat untuk mengatasi nyeri ulu hati.
Hepagard berfungsi untuk mencegah kerusakan pada hepar atau peradangan pada hepar.

BAB V

KESIMPULAN

xxiii
Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut
kanan atas, nyeri tekan dan demam. Berdasarkan etiologinya, kolesistitis dapat dibagi
menjadi Kolesistitis kalkulus dan Kolesistitis. Berdasarkan onsetnya, kolesistitis dibagi
menjadi kolesistitis akut dan kolesistitis kronik. Faktor yang mempengaruhi timbulnya
serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding
kandung empedu
Pasien kolesistitis akut memiliki riwayat nyeri hebat pada abdomen bagian atas yang
bertahan dalam beberapa jam hingga akhirnya mereka mencari pertolongan ke unit gawat
darurat lokal. Secara umum, pasien kolesistitis akut juga sering merasa mual dan muntah
serta pasien melaporkan adanya demam.
Tanda-tanda iritasi peritoneal juga dapat muncul, dan pada beberapa pasien menjalar
hingga ke bahu kanan atau skapula. Kadang-kadang nyeri bermula dari regio epigastrium dan
kemudian terlokalisir di kuadran kanan atas (RUQ)..
Pada pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan nyeri tekan di kuadran kanan atas
abdomen, dan seringkali teraba massa atau teraba penuh. Palpasi kuadran kanan atas saat
inspirasi seringkali menyebabkan rasa tidak nyaman yang berat yang menyebabkan pasien
berhenti menghirup napas, hal ini disebut sebagai tanda Murphy positif. Terdapat tanda-tanda
peritonitis lokal dan demam
Dari pemeriksaan laboratorium pada pasien akut kolesistitis, dapat ditemukan
leukositosis dan peningkatan kadar C-reactive protein (CRP) serta peningkatan bilirubin.
Penatalaksanaan kolesistitis bergantung pada keparahan penyakitnya dan ada tidaknya
komplikasi. Kolesistitis tanpa komplikasi seringkali dapat diterapi rawat jalan, sedangkan
pada pasien dengan komplikasi membutuhkan tatalaksana pembedahan. Antibiotik dapat
diberikan untuk mengendalikan infeksi. Untuk kolesistitis akut, terapi awal yang diberikan
meliputi mengistirahatkan usus, diet rendah lemak, pemberian hidrasi secara intravena,
koreksi abnormalitas elektrolit, pemberian analgesik, dan antibiotik intravena. Untuk
kolesistitis akut yang ringan, cukup diberikan terapi antibiotik tunggal spektrum luas.

xxiv
DAFTAR PUSTAKA
1. Pridady. Kolesistitis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S.
Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. Hal 477-478.

2. Steel PAD, Sharma R, Brenner BE, Meim SM. Cholecystitis and Biliary Colic in
Emergency Medicine. [Diakses pada: 1 Juni 2011]. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1950020-overview.

3. Bloom AA, Amin Z, Anand BS. Cholecystitis. [Diakses pada: 1 Juni 2011]. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/171886-overview.

4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit vol 1. Edisi
keempat. Jakarta: EGC, 1994.

5. Shojamanesh H, Roy PK, Patti MG. Acalculous Cholecystitis. [Diakses pada: 1 Juni 2011].
http://emedicine.medscape.com/article/187645-overview.

6. Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Yoshida M, Mayumi T, Sekimoto M et al.


Background: Tokyo guidelines for the management of acute cholangitis and cholecystitis. J
Hepatobiliary Pancreat Surgery 14; 2007. p. 1-10.

7. Vogt DP. Gallbladder disease:An update on diagnosis and treatment. Cleveland Clinic
Journal of Medicine vol. 69 (12); 2002.

8. Miura F, Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Wada K, Hirota M, et al. Flowchart for the
diagnosis and treatment of acute cholangitis and cholecystitis: Tokyo Guidelinex. J
Hepatobiliary Pancreat Surgery 14; 2007. p. 27-34.

9. Khan AN, Karani J, Patankar TA. Acute Cholecystitis Imaging. [Diakses pada: 1 Juni
2011]. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/365698-overview.

10. Strasberg SM. Acute Calculous Cholecystitis. N Engl J Med 358 (26); 2008.

11. Masahiko Hirota, etc. Diagnostic criteria and severity assessment of acute cholecystitis:
Tokyo Guidelines. From Journal of Hepato Biliary Pancreatic Surgery. 2007.14(1)78-
82.Diunduhdari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2784516/

xxv

Anda mungkin juga menyukai