Anda di halaman 1dari 20

PRESENTASI KASUS

SKABIES

Disusun Oleh :
Bella Rizky Rahmawati Guntur
G4A016102

Pembimbing :
dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

2017

1
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus yang berjudul:


SKABIES

Disusun oleh :

Bella Rizky Rahmawati Guntur


G4A016102

Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu tugas di bagian
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Purwokerto, September 2017

Pembimbing,

dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp. KK


NIP. 19790622 201012 2 001

2
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan atas berkat rahmat dan anugerahnya
sehingga penyusunan presentasi kasus dengan judul Skabies ini dapat diselesaikan.
Presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak kekurangan,
oleh karena itu penyusun mengharapkan saran untuk perbaikan penulisan di masa yang akan
datang. Tidak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. dr. Ismiralda Oke Putranti., Sp.KK selaku dosen pembimbing


2. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di
RSUD Margono Soekarjo
3. Rekan-rekan Dokter Muda Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin atas semangat dan
dorongan serta bantuannya.
Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di dalam maupun
diluar lingkungan RSUD Margono Soekarjo.

Purwokerto, September 2017

Penyusun

3
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... ............. 1


BAB II LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien .................................................................................. 2
B. Anamnesis .......................................................................................... 2
C. Status Generalis dan Dermatologi...................................................... 3
D. Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 4
E. Usulan Pemeriksaan Penunjang ......................................................... 4
F. Resume ............................................................................................... 4
G. Diagnosis Kerja .................................................................................. 5
H. Diagnosis Banding ............................................................................. 5
I. Penatalaksaan ...................................................................................... 5
J. Prognosis ............................................................................................ 7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi ............................................................................................... 7
B. Epidemiologi ...................................................................................... 7
C. Etiologi .............................................................................................. 7
D. Siklus Hidup ..................................................................................... 7
E. Patogenesis ......................................................................................... 8
F. Manifestasi Klinis .............................................................................. 8
G. Penegakan Diagnosis ......................................................................... 9
H. Diagnosis Banding ............................................................................. 10
I. Penatalaksanaan ................................................................................. 11
J. Komplikasi ......................................................................................... 11
K. Prognosis ........................................................................................... 12
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................. 13
BAB V KESIMPULAN ................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 16

4
I. PENDAHULUAN

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
tungau sarcoptes scabiei varietas hominis dan produknya pada tubuh (Ronny, 2010).
Skabies dapat menyerang semua orang, tidak ada perbedaan dalam segi umur, ras
maupun sosial ekonomi. Sekitar 300 juta kasus skabies diseluruh dunia dilaporkan setiap
tahunnya. Di negara berkembang prevalensi skabies mencapai 6-27%. Prevalensi
terbanyak terjadi pada anak usia sekolah dan remaja. Di negara maju tidak terdapat
perbedaan pada prevalensi usia, skabies terjadi pada semua usia. Menurut Depkes RI
angka kejadian skabies pada tahun 2008 mencapai 5,6-12,95%. Skabies menempati
urutan ke 3 dari 12 penyakit kulit tersering di Indonesia. Di Indonesia, prevalensi skabies
di tempat pada penduduk seperti di pesantren dengan higine yang buruk mencapai 73,3%
sedangkan pada kelompok dengan higine yang baik hanya sekitar 2-3% (Ratnasari,
2014).
Penyebab skabies adalah tungau sarcoptes scabiei varietas hominis yang
termasuk filum arthophoda, kelas arachnida, ordo acarina, super famili sarcoptidea,
famili sarcoptidae, genus sarcoptes. Gejala dari skabies dapat pruritus nokturna, artinya
gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu
yang lebih lembab dan panas. Penyakit ini menyerang juga secara berkelompok. Rasa
gatal yang dirasakan terutama pada malam hari ini seringkali menganggu waktu tidur
penderita yang menimbulkan adannya penurunan kualitas hidup penderita (Ronny,
2010). Maka dari itu, perlunya pengobatan dan managemen yang tepat untuk skabies.

5
II. LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. P
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 54 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Segeran, 07/01, Cilongok
Tanggal Pemeriksaan : Jumat, 22 September 2017
Metode Anamnesis : Autoanamnesis
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Gatal pada paha, selangkangan dan bokong
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Ny. P, 54 tahun datang ke Puskesmas Cilongok 2 pada tanggal 22
September 2017, pukul 09.00 WIB dengan keluhan gatal pada paha, selangkangan
dan bokong sejak 7 hari yang lalu. Rasa gatal diawali dengan munculnya bintil-bintil
kemerahan pada paha sebelah kanan, semakin lama bintil-bintil semakin banyak dan
menyebar sampai daerah selangkangan dan bokong. Keluhan gatal dirasakan hilang
timbul. Rasa gatal semakin memberat saat malam hari. Keluhan dirasakan
mengganggu aktivitas sehar-hari. Pasien juga seringkali menggaruk dan memberikan
bedak pada bintil-bintil untuk mengurangi rasa gatal. pasien juga mengeluhkan bintil-
bintil menjadi bernanah disertai rasa perih dan panas.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat asma (+)
b. Riwayat tekanan hipertensi (+)
c. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal
d. Riwayat alergi obat, makanan, dan debu disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan yang sama dengan pasien (+)
b. Riwayat alergi obat, makanan, dan debu disangkal
c. Riwayat penyakit asma pada keluarga (+)

6
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Pasien tinggal bersama dengan
suami dan 2 orang anaknya. Setiap hari pasien menghabiskan waktu untuk
mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Pasien mengaku sering menggunakan handuk
bersama dengan anggota keluarga lain. Pasien sering bertukar handuk dengan anak
pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien. selain itu, pasien juga
mencuci semua pakaian secara bersama dalam satu rendaman, termasuk pakaian
kedua anaknya yang sedang mengalami keluhan yang serupa dengan pasien.
Pembiayaan merupakan pasien umum.
Kesan: Status sosial ekonomi menengah ke atas.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
Keadaaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Antropometri : BB: 57 kg, TB: 146 cm
Vital Sign : Tensi : 150/110 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : 36,0C
Kepala : Mesochepal, simetris, jejas (-), lesi (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-),
discharge (-)
Telinga : Simetris, sekret (-), discharge (-)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-),
Thorax : Simteris, Retraksi (-)
Jantung : S1>S2, regular, gallop (-), murmur (-).
Paru : SD vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-)
Abdomen : Datar, supel, timpani, BU (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema , sianosis
2. Status Dermatologis
a. Lokasi
Regio Femoralis, inguinal dan gluteal

7
b. Efloresensi
Papul eritematosa multiple diskret disertai pustul pada regio femoralis dextra.

Gambar 1. Efloresensi
D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.
E. Usulan Pemeriksaan Penunjang
Usulan pemeriksaan penunjang yang dilakukan burrow ink test, kerokan kulit,
mengambil tungau dengan jarum
F. Resume
Pasien Ny. P, 54 tahun datang ke Puskesmas Cilongok 2 pada tanggal 22
September 2017, pukul 09.00 WIB dengan keluhan gatal pada paha, selangkangan dan
bokong sejak 7 hari yang lalu. Rasa gatal diawali dengan munculnya bintil-bintil
kemerahan pada paha sebelah kanan, semakin lama bintil-bintil semakin banyak dan
menyebar sampai daerah selangkangan dan bokong. Keluhan gatal dirasakan hilang
timbul. Rasa gatal semakin memberat saat malam hari. Keluhan dirasakan mengganggu
aktivitas sehar-hari. Pasien juga seringkali menggaruk dan memberikan bedak pada
bintil-bintil untuk mengurangi rasa gatal. pasien juga mengeluhkan bintil- bintil menjadi
bernanah disertai rasa perih dan panas.
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya dan riwayat alergi disangkal oleh
pasien. Pasien memiliki riwayat asma dan hipertensi. Kedua anak pasien memiliki
keluhan yang serupa dengan pasien dan sudah melakukan pengobatan. riwayat alergi

8
dalam keluarga disangkal, namun ada anggota keluarga pasien yang memiliki riwayat
asma.
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Pasien tinggal bersama dengan
suami dan 2 orang anaknya. Setiap hari pasien menghabiskan waktu untuk mengerjakan
pekerjaan rumah tangga. Pasien mengaku sering menggunakan handuk bersama dengan
anggota keluarga lain. Pasien sering bertukar handuk dengan anak pasien yang
mengalami keluhan yang sama dengan pasien. selain itu, pasien juga mencuci semua
pakaian secara bersama dalam satu rendaman, termasuk pakaian kedua anaknya yang
sedang mengalami keluhan yang serupa dengan pasien. Pasien merupakan pasien umum.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak baik, BB 57 kg dan TB
146 cm. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Pemeriksaan status lokalis
didapatkan. Berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis yang ditemukan Papul
eritematosa multiple disertai pustul pada regio femoralis dextra pada pasien, maka dapat
ditegakkan diagnosis skabies.
G. Diagnosis Kerja
Skabies
H. Diagnosis Banding
1. Prurigo hebra
2. Folikulitis
I. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
a. Anti parasit : Krim permetrin 5% digunakan selama 8 jam/ minggu
b. Anti histamin : Loratadin 1x10 mg/ hari
2. Non medikamentosa
a. Mengobati anggota keluarga dan masyarakat lingkungan sekitar yang memiliki
keluhan yang sama dengan pasien.
b. Mencuci pakaian, handuk, sprei dan barang pribadi lainnya dengan air hangat
terlebih dahulu.
c. Menjemur karpet, sofa, kasur dan barang lain yang dapat menjadi sumber
penularan.
d. Tidak menggunakan barang pribadi secara bersama.
3. Edukasi
a. Menjelaskan tentang penyakit skabies (penyebab, faktor risiko, tanda dan gejala,
komplikasi, serta prognosis).

9
b. Memberitahukan pasien untuk tidak menggaruk lesi. Kuku pasien harus selalu
dalam keadaan pendek.
c. Menjaga kebersihan tubuh. Pasien diperbolehkan mandi dengan sabun namun
jangan sampai menggaruk atau menggosok lesi
d. Memberitahukan pasien cara menggunakan obat. Krim dioleskan seluruh tubuh
dibiarkan selama 8 jam digunakan 1 kali seminggu selama 1 bulan.
J. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
Qua ad comesticam : ad bonam

10
III. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
tungau sarcoptes scabiei varietas hominis dan produknya pada tubuh (Ronny, 2010)
B. Epidemiologi
Skabies dapat menyerang semua orang, tidak ada perbedaan dalam segi umur, ras
maupun sosial ekonomi. Sekitar 300 juta kasus skabies diseluruh dunia dilaporkan setiap
tahunnya. Di negara berkembang prevalensi skabies mencapai 6-27%. Prevalensi
terbanyak terjadi pada anak usia sekolah dan remaja. Di negara maju tidak terdapat
perbedaan pada prevalensi usia, skabies terjadi pada semua usia. Menurut Depkes RI
angka kejadian skabies pada tahun 2008 mencapai 5,6-12,95%. Skabies menempati
urutan ke 3 dari 12 penyakit kulit tersering di Indonesia. Di Indonesia, prevalensi skabies
di tempat pada penduduk seperti di pesantren dengan higine yang buruk mencapai 73,3%
sedangkan pada kelompok dengan higine yang baik hanya sekitar 2-3% (Ratnasari,
2014).
C. Etiologi
Penyebab skabies adalah tungau sarcoptes scabiei varietas hominis yang
termasuk filum arthophoda, kelas arachnida, ordo acarina, super famili sarcoptidea,
famili sarcoptidae, genus sarcoptes. Secara morfologi, tungau sarcoptes scabiei
berbentuk oval, lonjong dan gepeng berwarna putih, punggung cembung, bagian dada
rata. Ukuran bertina lebih besar dibandingkan dengan jantan, yaitu 330-450 mikron x
250-350 mikron, sedangkan yang jantan 200-240 mikron x 150-200 mikron. Stadium
dewasa memiliki 4 pasang kaki. 2 pasang kaki di depan dan 2 pasang kaki dibelakang.
Pada betina, 2 pasang kaki di belakang dilengkapi dengan cambuk atau rambut (Ronny,
2010).
D. Siklus hidup
Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati,
kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh
yang betina Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum
korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau
4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang telah dibuahi ini
dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari,

11
dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam
terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi nimfa yang
mempunyai 2 bentuk: jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya
mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari (Sutanto,
2008).
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3-4 hari, kemudian larva
meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larvaberubah
menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau skabies betina membuat liang
di dalam epidermis dan meletakkan telur -telurnya di dalam liang yang ditinggalkannya,
sedangkan tungau skabies jantan hanya mempunyai satu tugas dalam kehidupannya yaitu
kawin dengan tungau betina , dan setelah melaksanakan tugasnya masing-masing
mereka akan mati (Sutanto, 2008).
Telur yang dihasilkan skabies betina ditularkan melalui kontak fisik yang erat,
misalnya melalui pakaian dalam, handuk, sprei, dan tempat tidur. Skabies dapat hidup di
luar kulit hanya 2 -3 hari dan pada suhu kamar 21C dengan kelembaban relative 40-
80%. Penyebaran terjadi dari satu orang ke orang lain melalui kontak langsung atau dua
orang yang menggunakan tempat tidur yang sama. Penyebaran biasa terjadi di tempat-
tempat yang padat populasi atau di rumah -rumah yang dihuni oleh banyak orang
(Sutanto, 2008).
E. Patogenesis
Tungau sarcoptes scabiei dapat berpindah melalui kontak langsung dengan kulit
penderita atau melalui kontak tidak langsung seperti menggunakan handuk, baju, sprei
dan barang pribadi secara bersamaan. Tungau jantan dan betina ini akan berkopulasi,
menghasilkan protease yang mendegradasi stratum korneum kulit. Degradasi pada
stratum korneum ini menyebabkan terbentuknya lubang atau terowongan yang dijadikan
sebagai tempat penyimpanan telur dari hasil kopulasi tungau jantan dan betina. Setelah
proses kopulasi tungau jantan akan mati (Arivananthan, 2014).
Telur-telur tungau yang berada disepanjang terowongan akan membentuk
kanalikuli dan tumbuh menjadi tungau dewasa yang dapat menghasilkan skibala.
Adanya telur, skibala dan tungau dewasa ini akan menimbulkan suatu reaksi imunitas
yang dapat menimbulkan keluhan gatal, papul, dan vesikel (Arivananthan, 2014).
F. Manifestasi Klinis
Terdapat 4 tanda cardinal pada skabies yaitu (Ronny, 2010) :
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas

12
tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok


3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih
atau keabu-abuan
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat ditemukan satu
atau lebih stadium hidup tungau ini.
Diagnosis skabies dapat ditegakan apabila ditemukan 2 dari 4 tanda cardinal. Selain
itu, pada pasien dengan skabies dapat ditemukan adanya kelainan kulit berupa papul,
vesikel yang dapat disertai dengan infeksi sekuder seperti erosi atau eksoriasi akibat
garukan oleh penderita.
G. Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
Penderita skabies seringkali mengeluhkan adanya gatal disertai dengan adanya
lesi pada kulit. Gatal dirasakan semakin memberat pada malam hari. Selain itu,
terdapat keluhan serupa pada anggota keluarga lain dan riwayat menggunakan barang-
barang pribadi secara bersamaan (Syailindra, 2016).
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik bertujuan untuk melihat distribsusi, morfologi kelainan kulit
serta lokasinya. Pada skabies lesi kulit dapat ditemukan pada sela-sela jari tangan
pergerlangan tangan, ketiak, daerah sekitar pusar, paha bagian dalam, genitalia,
bokong, telapak tangan dan kaki. Lesi kulit dapat menyerupai gambaran dermatitis
seperti papul, vesikel milier sampai lentikuler disertai eksoriasi dan infeksi sekunder
berupa pustula. Lesi khas pada skabies berupa terowongan atau kanalikuli yang
berasal dari salah satu papul atau vesikel berwarna abu-abu (Syailindra, 2016).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjangn dilakukan untuk menemukan adanya tungau sarcoptes
scabiei dewasa, larva, telur atau skibala didalam terowongan. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan berupa kerokan kulit, mengambil tungau dengan
jarum jika ditemukan tungau pada terowongan, burrow ink test, kuretase terowongan
dan kerokan kulit (Ronny, 2010).
a. Kerokan kulit.
Kerokan kulit dilakukan dengan mengangkat atap terowongan atau papula
menggunakan skalpel nomor 15. Kerokan diletakkan pada kaca objek, diberi

13
minyak mineral atau minyak imersi, diberi kaca penutup, dan dengan mikroskop
pembesaran 20x atau 100x dapat dilihat tungau, telur, atau fecal pellet (Ronny,
2010).
b. Mengambil tungau dengan jarum.
Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap (kecuali
pada orang kulit hitam pada titik yang putih) dan digerakkan tangensial. Tungau
akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar (Ronny, 2010).
c. Burrow ink test
Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudia segera dihapus dengan
alkohol, maka jejak terowongan akan terlihat sebagai garis yang karakteristik,
berkelok-kelok, karena ada tinta yang masuk. Tes ini tidak sakit dan dapat
dikerjakan pada anak dan pada penderita yang non-koperatif (Ronny, 2010).
d. Kuretase terowongan.
Kuretase superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau puncak papula
kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop, setelah diletakkan di gelas objek
atau ditetesi minyak mineral (Ronny, 2010).
e. Apusan kulit.
Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada lesi dan
diangkat dengan gerakan cepat. Selotip kemudian diletakk an di atas gelas objek
(enam buah dari lesi yang sama pada satu gelas objek) dan diperiksa dengan
mikroskop (Ronny, 2010).
H. Diagnosis Banding
1. Prurigo hebra
Prurigo merupakan reaksi kulit yang bersifat kronik residif dengan efloresensi
yang beraneka ragam. Penyebabnya belum diketahui secara pasti, namun diduga ada
pengaruh dari luar seperti gigitan serangga, sinar matahari udara dingin dan infeksi
kronik. Keluhan didahului dengan adanya gigitan serangga (nyamuk, semut)
selanjutnya timbul urtikaria popular disertai rasa gatal yang digaruk menyebabkan
timbul papul. Gatal bersifat kronik sehingga menyebabkan hiperpigmentasi dan
likenifikasi. Lokasi lesi biasanya pada ekstensor eksremitas, dahi dan abdomen
(Siregar, 2013).
2. Folikulitis
Folikulitis merupakan peradangan pada folikel rambut yang disebabkan oleh
staphylococcus sp. Gejala klinisnya berupa rasa gatal dan rasa terbakar pada rambut.

14
Efloresensi berupa makula eritematosa, papul, pustula milier sampai lentikuler pada
folikel rambut. Daerah yang paling sering terkena adalah daerah berambut seperti
kulit kepala dan eksremitas (Siregar, 2013).

I. Penatalaksanaan
Pengobatan pasien dengan skabies dapat dilakukan dengan memberikan edukasi
kepada pasien untuk meningkatkan kebersihan perorangan dan lingkungan, menghindari
kontak dengan orang yang terkena skabies, tidak menggunakan barang pribadi secara
bersamaan, menjemur alat-alat tidur, sofa, selimbut dan barang lain yang dapat menjadi
sumber penularan. Selain itu pakaian dapat direndam menggunakan air hangat sebelum
dicuci da mengobati anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa (Gunning, 2012).
Penatalaksanaan secara medikamentosa dapat diberikan salep atau krim sulfur
presipitatum 2-5% dan dicampur dengan asam salisilat agar lebih efekif. Penggunaannya
dengan mengolehkan obat keseluruh tubuh setelah mandi selama 3-4 hari. Namun obat
ini tidak efektif pada stadium telur. Emulsi benzil benzoat 20-25% dapat digunakan
setiap malam selama 3 hari, namun obat ini seringkali mengiritasi dan menyebabkan
bertambahnya rasa gatal. Salep atau krim gameksan 0,5-1% digunakan satu kali selama
24 jam, namun jika keluhan masih ada dapat diulang pada minggu selanjutnya. Obat ini
tidak boleh digunakan pada anak dibawha 6 tahun dan ibu hamil karena dapat merusak
sususnan saraf pusat (Ronny, 2010).
Pemberian salep atau krim krotamiton 10% dapat menjadi pilihan dalam
pengobatan, karena obat ini memiliki 2 efek yaitu sebagai antiskabies dan anti gatal.
Penggunaannya dengan dioleskan keseluruh tubuh selama 24 jam dan harus dihindarkan
dari daerah mulut, mata dan uretra. Krim permetrin 5% dapat memberikan hasil yang
baik untuk pengobatan skabies, karena efek toksiknya lebih rendah dibandingkan dengan
gameksan. Penggunaannya dengan mengoleskan krim keseluruh tubuh kecuali pada
muka selama 8-10 jam kemudian dbersihkan. Digunakan setiap 1 minggu sekali selama
1-2 bulan. Antihistamin dapat diberikan untuk mengurangi rasa gatal pada pasien
(Ronny, 2010).
J. Komplikasi
Komplikasi pada skabies yang sering dijumpai adalah infeksi sekunder seperti lesi
impetiginosa, ektima, furunkulosis, dan selulitis. Kadang dapat timbul infeksi sekunder
sistemik, yang memberatkan perjalanan penyakit staphylococcus dan streptococcus yang

15
berada dalam lesi skabies dapat menyebabkan pielonefritis, abses interna, pneumonia
piogenik, dan septikemia (Audhah, 2012).
K. Progonosis
Prognosis dari skabies umumnya baik (Audhah, 2012).

16
IV. PEMBAHASAN

A. Penegakkan Diagnosis
Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
tungau sarcoptes scabiei varietas hominis dan produknya pada tubuh.. Alasan penegakan
diagnosis skabies adalah :
1. Anamnesis
a. Pasien mengeluhkan gatal pada paha, selangkangan dan bokong
b. Keluhan gatal dirasakan semakin memberat pada malam hari
c. Anggota keluarga ada yang memiliki keluhan yang serupa
d. Pasien menggunakan handuk dan sprei yang sama dengan anggota keluarga lain
yang memiliki keluhan yang serupa
2. Pemeriksaan fisik
a. Lokasi : regio femoralis, inguinalis dan gluteal
b. Efloresensi : Papul eritematosa multiple diskret disertai pustul pada
regio femoralis dextra.
B. Diagnosis Banding
1. Prurigo hebra
Prurigo merupakan reaksi kulit yang bersifat kronik residif dengan efloresensi
yang beraneka ragam. Penyebabnya belum diketahui secara pasti, namun diduga
ada pengaruh dari luar seperti gigitan serangga, sinar matahari udara dingin dan
infeksi kronik. Keluhan didahului dengan adanya gigitan serangga (nyamuk,
semut) selanjutnya timbul urtikaria popular disertai rasa gatal yang digaruk
menyebabkan timbul papul. Gatal bersifat kronik sehingga menyebabkan
hiperpigmentasi da likenifikasi. Lokasi lesi biasanya pada ekstensor eksremitas,
dahi dan abdomen (Siregar, 2012).
2. Folikulitis
Folikulitis merupakan peradangan pada folikel rambut yang disebabkan oleh
staphylococcus sp. Gejala klinisnya berupa rasa gatal dan rasa terbakar pada
rambut. Efloresensi berupa makula eritematosa, papul, pustula milier sampai
lentikuler pada folikel rambut. Daerah yang paling sering terkena adalah daerah
berambut seperti kulit kepala dan eksremitas (Siregar, 2012).

17
C. Penatalaksanaan
Pengobatan pasien dengan skabies dapat dilakukan dengan memberikan edukasi
kepada pasien untuk meningkatkan kebersihan perorangan dan lingkungan, menghindari
kontak dengan orang yang terkena skabies, tidak menggunakan barang pribadi secara
bersamaan, menjemur alat-alat tidur, sofa, selimbut dan barang lain yang dapat menjadi
sumber penularan. Selain itu pakaian dapat direndam menggunakan air hangat sebelum
dicuci da mengobati anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa (Gunning, 2012).
Penatalaksanaan secara medikamentosa dapat diberikan salep atau krim sulfur
presipitatum 2-5% dan dicampur dengan asam salisilat agar lebih efekif. Penggunaannya
dengan mengolehkan obat keseluruh tubuh setelah mandi selama 3-4 hari. Namun obat
ini tidak efektif pada stadium telur. Emulsi benzil benzoat 20-25% dapat digunakan
setiap malam selama 3 hari, namun obat ini seringkali mengiritasi dan menyebabkan
bertambahnya rasa gatal. Salep atau krim gameksan 0,5-1% digunakan satu kali selama
24 jam, namun jika keluhan masih ada dapat diulang pada minggu selanjutnya. Obat ini
tidak boleh digunakan pada anak dibawha 6 tahun dan ibu hamil karena dapat merusak
sususnan saraf pusat (Ronny, 2010).
Pemberian salep atau krim krotamiton 10% dapat menjadi pilihan dalam
pengobatan, karena obat ini memiliki 2 efek yaitu sebagai antiskabies dan anti gatal.
Penggunaannya dengan dioleskan keseluruh tubuh selama 24 jam dan harus dihindarkan
dari daerah mulut, mata dan uretra. Krim permetrin 5% dapat memberikan hasil yang
baik untuk pengobatan skabies, karena efek toksiknya lebih rendah dibandingkan dengan
gameksan. Penggunaannya dengan mengoleskan krim keseluruh tubuh kecuali pada
muka selama 8-10 jam kemudian dbersihkan. Digunakan setiap 1 minggu sekali selama
1-2 bulan. Antihistamin dapat diberikan untuk mengurangi rasa gatal pada pasien
(Ronny, 2010).

18
V. KESIMPULAN

1. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi tungau
sarcoptes scabiei varietas hominis dan produknya pada tubuh.
2. Penyebab scabies adalah tungau sarcoptes scabiei varietas hominis yang termasuk
filum arthophoda.
3. Tanda cardinal skabies terdiri dari : Pruritus nokturna, penyakit ini menyerang
manusia secara berkelompok, adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat
predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, dan menemukan tungau.
4. Efloresensi dari skabies berupa papul, vesikel milier sampai lentikuler disertai
eksoriasi dan infeksi sekunder berupa pustula. Lesi khas pada skabies berupa
terowongan atau kanalikuli yang berasal dari salah satu papul atau vesikel berwarna
abu-abu.
5. Penatalaksanaan medikamentosa dapat diberikan antiparasit dan antihistamin.

19
DAFTAR PUSTAKA

Arivananthan, Vanneetha. Mengenali Patogenesis dan Penyebaran Skabies di Daerah


Beriklim Tropis dan Subtropis. ISM 2012 5 (1) : 1-6

Audhah NA, Umniyati SR, dan Siswati AS. Scabies Risk Factor on Students of Islamic
Boarding School (study at darul hijrah islamic boarding school, cindai alus village,
martapura subdistrict, banjar district, south kalimantan). J Buski. 2012;1(4):14-22

Gunning K, Pippitt K, Kiraly B, Sayler M. Pediculosis and scabies: a treatment update.


American Family Physician 2012;86(6):535-541.

Ratnasari AF dan Sungkar S. Prevalensi skabies dan Faktor-Faktor yang Berhubungan di


Pesantren X Jakarta Timur. eJKI. (2014)2(1):7-12.

Ronny PH. Skabies. Dalam: Adhi D, Mochtar H, Siti A, Editor. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. hlm. 122-125.

Siregar . 2013. Atlas berwarna saripati penyakit kulit . Jakarta : EGC

Sailindra, firza., mutiara hanna. Skabies. Majority. 2016. 5(2) : 37-42

Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, dan Sungkar S. 2008. Parasitologi kedokteran edisi
keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

20

Anda mungkin juga menyukai