Anda di halaman 1dari 30

Diskusi Kasus

BORANG LAPORAN KASUS


PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
“BRONKOPNEUMONIA”

Disusun Oleh:
dr. Dorratun Rezky

Pembimbing:
dr. Suwandi, Sp.A

Pendamping :
dr. Martha Andriani

Wahana:
Rumah Sakit Bukit Asam Medika Tanjung Enim

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA
MANUSIA KESEHATAN
2020
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
Bronkopneumonia

Oleh:
dr. Dorratun Rezky

Portofolio ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Program Internsip Dokter Indonesia di wahana Rumah Sakit Bukit Asam Medika
periode 12 Mei 2022 – 13 November 2022.

Tanjung Enim, Oktober 2022


Pembimbing

dr. Suwandi, Sp.A

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Bronkopneumonia”. Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu borang laporan
kasus Program Internsip Dokter Indonesia di Rumah Sakit Bukit Asam Medika
Tanjung Enim.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.
Martha Andriani selaku dokter pembimbing laporan dan dokter pendamping
Program Internsip Dokter Indonesia di RS Bukit Asam Medika Tanjung Enim
yang telah membantu dalam penyelesaiannya.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna.
oleh karena itu, penulis mengharapkan bantuan dari dokter pembimbing dan
teman sejawat untuk memberi saran dan kritik yang membangun. Akhir kata,
semoga laporan kasus ini membawa manfaat bagi kita semua.

Tanjung Enim, Oktober 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ii
KATA PENGANTAR ...........................................................................................iii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................iv
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
BORANG LAPORAN KASUS ..............................................................................2
STATUS PASIEN ...................................................................................................3
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN .........................................................6
Subjektif..............................................................................................................6
Objektif ...............................................................................................................6
Assessment .........................................................................................................9
Planning ............................................................................................................10
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................11

iv
PENDAHULUAN

Bronkopenumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi pada bronkus
sampai dengan alveolus paru. Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi,
biasanya sering disebabkan oleh bakteri streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza yang
sering ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi. Berdasarkan data WHO, kejadian infeksi
pneumonia di Indonesia pada balita diperkirakan antara 10-20% pertahun.1
Insiden penyakit ini pada negara berkembang termasuk indonesia hampir 30% pada anak-
anak di bawah umur 5 tahun dengan risiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika
pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit pada anak di bawah umur 2 tahun.
Insiden pneumonia pada anak ≤5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun,
sedangkan dinegara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih
dari 5 juta kematian pertahun pada anak balita dinegara berkembang.2
Bronkopneumonia merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada berbagai
kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal ini disebakan oleh munculnya organisme nosokomial
yang resisten terhadap antibiotik. Adanya organisme-organisme baru dan penyakit seperti AIDS
(Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang semakin memperluas spektrum dan derajat
kemungkinan terjadinya bronkopneumonia.3
Anak dengan daya tahan atau imunitas terganggu akan menderita bronkopneumonia
berulang atau bahkan bisa anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna.
Selain faktor imunitas, faktor iatrogen juga memicu timbulnya penyakit ini, misalnya trauma
pada paru, anastesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna.3

1
BORANG PORTOFOLIO

Nama Peserta :

Nama Wahana : RS. Bukit Asam Medika, Tanjung Enim

Topik : BRONKOPNEUMONIA

Tanggal (Kasus) : 30 Juli 2022 Presentan : dr. Dorratun Rezky

Nama Pasien : An. A No. RM : 151574


Tanggal Presentasi : Oktober 2022 Pendamping : dr. Martha Andriani

Tempat Presentasi : RS. Bukit Asam Medika, Tanjung Enim

Obyektif Presentasi :

 Keilmuan O Keterampilan  Penyegaran Tinjauan Pustaka

 Diagnostik O Manajemen  Masalah O Istimewa

O Neonatus Bayi √ ❑Anak ORemaja Odewasa O Lansia O Bumil

Deskripsi :
Keluhan Utama :
Os datang dibawa orangtua nya dengan keluhan sesak napas
Keluhan Tambahan:
Batuk berdahak, demam, tidak nafsu makan
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Os datang dengan sesak napas hebat sejak 1 hari smrs, dan memberat sejak 6 jam smrs.
Sesak napas yang dialami terus menerus yang tidak dipengaruhi oleh cuaca, posisi dan
aktivitas.
Keluhan ini disertai batuk berdahak sejak 1 minggu smrs , ibu mengatakan dahak sulit
dikeluarkan. Keluhan lainnya ada demam yang naik turun sejak 2 hari smrs. os sudah pernah
mengalami keluhan yang sama. Ibu hanya memberikan obat paracetamol dan belum pernah
2
pergi berobat. Keluhan BAB dan BAK normal.
Tujuan : Penegakan diagnosis dan tatalaksana yang sesuai. Mengumpulkan referensi
ilmiah untuk menghadapi kasus yang didapatkan. Menyelesaikan kasus yang dihadapi dengan
solusi yang terbaik
Bahan
 Tinjauan Pustaka O Riset  Kasus O Audit
Bahasan
Cara
 Presentasi dan Diskusi O Diskusi O Email O Pos
Membahas

Data Utama Untuk Bahan Diskusi

1. Diagnosis / Gambaran Klinis :


Bronkopneumonia
- Sesak napas
- Batuk berdahak
- Demam
2. Riwayat Pengobatan :
Riwayat meminum obat-obatan sebelumnya: tidak ada
Riwayat berobat untuk keluhan serupa sebelumnya : os sudah ke-3x dirawat di Rs Bukit
Asam Medika dengan keluhan yang sama
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
Riwayat penyakit yang sama sebelumnya : Os sudah 3x mengalami keluhan serupa
Riwayat kejang tidak ada
4. Riwayat Keluarga :
Riwayat tidak ada keluhan yang sama dalam keluarga
5. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Lahir dari ibu P2A0
Masa Kehamilan : Aterm
Partus : Normal
Ditolong oleh : Bidan
Kondisi lahir : Langsung menangis

3
Tanggal : 26 Juni 2021
BB : 2800 gram
PB : ibu lupa
Riwayat ibu demam saat hamil (-), riwayat KPSW (-), riwayat ketuban hijau dan
berbau(-),riwayat penyakit lain pada ibu saat hamil(-)

6. Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR
Umur Umur Umur Umur
BCG 1 bulan
DPT 1 2 bulan DPT 2 3 bulan DPT 3 4 bulan
HEP B 1 2 bulan HEP B 2 3 bulan HEP B 3 4 bulan
Hib 1 2 bulan Hib 2 3 bulan Hib 3 4 bulan
POLIO 1 1 bulan POLIO 2 2 bulan POLIO 3 3 bulan POLIO 4 4 bulan
Campak 9 bulan
KESAN : Riwayat imunisasi dasar sampai usia saat ini lengkap

7. Riwayat Nutrisi
ASI ekslusif : 0-6 bulan, frekuensi
Susu formula : tidak diberikan
Kesan : secara kualitatif dan kuantitatif gizi seimbang
8. Riwayat Perkembangan
Berbalik : 3 bulan
Tengkurap : 3 bulan
Duduk : 7 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri : 9 bulan
Berjalan : 13 bulan
Berbicara : belum bisa
Kesan : Perkembangan dalam batas normal

9. Riwayat Pertumbuhan
4
BB/U : 0 SD sampai dengan <2 SD  gizi normal
BB : 11 kg

10. Daftar Pustaka


1. Hood A, Wibisono MJ, Winariani. Buku ajar ilmu penyakit paru. Surabaya:
Graha Masyarakat Ilmiah Kedokteran Universitas Airlangga; 2004
2. Latief A. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit standar WHO. Jakarta:
Depkes; 2009
3. Rahajoe, Nastini N. Buku ajar respirologi anak. Edisi ke1. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI; 2010
4. Kaswadani, NK., 2017. Artikel apa kata dokter. IDAI. Jakarta.
5. Marni, S. Asuhan Keperawatan pada Anak Gangguan Pernafasan.
Yogyakarta:Gosyen Publishing. 2014
6. Said, M. Pengendalian Pneumonia Anak-Balita dalan Rangka Pencapaian
MDG4. Kemenkes RI: Buletin Jendela Epidemiologi Volume 3, September 2010.
ISSN 2087-1546 Pneumonia Balit. 2010
7. Priyanti ZS, Lulu M, Bernida I, Subroto H, Sembiring H, Rai IBN, et al.
Pneumonia Komuniti: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2002.
8. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta. 2009. Hal
86-93.
9. Carroll KC. Laboratory diagnosis of lower respiratory tract infections:
controversy and conundrums. J Clin Microbiol 2002; 40:3115-20.
10. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta. 2009. Hal
86-93.
11. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit:
Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota.
Jakarta: World Health Organization. 2009. hal. 83 – 113

5
Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis Bronkopneumonia
2. Penatalaksanaan Bronkopneumonia
3. Edukasi pada pasien Bronkopneumonia

Rangkuman Hasil Pembelajaran


SUBJEKTIF
Keluhan Utama :
Os datang dibawa orangtua nya dengan keluhan sesak napas
Keluhan Tambahan:
Batuk berdahak, demam, tidak nafsu makan
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Os datang dengan sesak napas hebat sejak 1 hari smrs, dan memberat sejak 6 jam smrs.
Sesak napas yang dialami terus menerus yang tidak dipengaruhi oleh cuaca, posisi dan
aktivitas.
Keluhan ini disertai batuk berdahak sejak 1 minggu smrs , ibu mengatakan dahak sulit
dikeluarkan. Keluhan lainnya ada demam yang naik turun sejak 2 hari smrs. os sudah pernah
mengalami keluhan yang sama. Ibu hanya memberikan obat paracetamol dan belum pernah
pergi berobat. Keluhan BAB dan BAK normal.
OBJEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK:
Hasil pemeriksaan fisik:
 Keadaan umum : Tampak sakit berat
 GCS : E4M6V5
 Nadi : 160x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
 Pernafasan : 40 x/menit
 Suhu : 38,1 oC
 SpO2 : 36%-> 91% dengan NRM 10 lpm

Antropometri

6
 Berat Badan : 11 kg
 Status Antropometri
Status Generalis
 Kepala
 Bentuk : Normosefali, simetris,
 Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
 Mata : mata cekung -/-, pupil bulat isokor Ø3mm, reflek cahaya (+/+), konjungtiva
anemis (+/+), sklera ikterik (-)
 Hidung : Bentuk biasa, epistaksis (-), sekret (-), napas cuping hidung (+/+)
 Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering (+/+ ), sianosis (-)
 Leher
 Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
 Thorax
Paru-paru
 Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi (+/+) intercostalis
 Palpasi : stem fremitus kanan sama dengan kiri
 Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
 Auskultasi : vesikuler meningkat, ronki basah halus nyaring(+/+), wheezing (-/-).

Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Thrill tidak teraba
 Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi : HR: 160 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal, bising (-)
 Abdomen
Abdomen datar, simetris, bu + normal, turgor kulit normal
 Ekstremitas
 Akral hangat, sianosis (-), edema (-), Capillary refill time < 2 detik
PEMERIKSAAN PENUNJANG

7
 HEMATOLOGI LENGKAP (30 juli2022)
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 7,7 g/dl 10,5 – 12,9 g/dl
Hematokrit 25% 32 - 46 %
Jumlah eritrosit 3,21 x 106 3.70-5.20 x 106
MCV 78% fl 70 – 86
MCH 24 % pg 24 - 32
MCHC 31 % g/L 30 - 36
Leukosit 20 x 103 / ul 6 – 17.5 x 103 / ul
Trombosit 417 x 103 / ul 217 – 497 x 103 / ul
Hitung jenis lekosit
Basophil 0,1 0–1
Eosinofil 0,4 2–4
Neutrofil 78,3 30 – 40
Limfosit 14,5 40 – 60
Monosit 6,7 2-6
Glukosa Sewaktu 210 70 - 115

Elektrolit
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Kalium darah 4,67 mmol/L 3,50 – 5,50
Natrium Darah 135 mmol/L 135 - 145
Klorida darah 100 98 - 108

ASSESSMENT
Pada kasus ini, Os datang dibwa orangtuanya dengan sesak napas hebat sejak 1
hari smrs, dan memberat sejak 6 jam smrs. Sesak napas yang dialami terus menerus yang
tidak dipengaruhi oleh cuaca, posisi dan aktivitas.

8
Keluhan ini disertai batuk berdahak sejak 1 minggu smrs , ibu mengatakan dahak
sulit dikeluarkan. Keluhan lainnya ada demam yang naik turun sejak 2 hari smrs. os sudah
pernah mengalami keluhan yang sama. Ibu hanya memberikan obat paracetamol dan
belum pernah pergi berobat. Keluhan BAB dan BAK normal..
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum os tampak sakit berat, tampak
sesak hebat dengan GCS E4V6M5. Dengan konjungtiva anemis, napas cuping hidung,
retraksi intercostalis, vesikuler meningkat, ronki basah halus nyaring. Dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang didapatkan, diagnosis pada pasien ini adalah bronkopneumonia
berat dengan sepsis
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan adanya hemoglobin turun, hematokrit turun,
eritrosit turun, leukosit meningkat yang menandakan adanya infeksi bakteri

Penatalaksanaan kasus tersebut berupa oksigen 10 LPM NRS, IVFD KAEN 3B gtt
20x/m mikro untuk maintenance, antibiotic selektif berupa Drip ceftriaxone 1100 mg dalam
D5 100 cc 2x1 untuk mengatasi infeksi bakteri, inf. Parectamol 3 x 7 cc untuk mengatsai
demam, Nebu Ventoling 2x1 dan inj. Dexametsasone 3 x ½ amp untuk mengurangi sesak
napas.
PLANNING
1. Diagnosis : Bronkopneumonia
2. Rencana Tindakan: IVFD KAEN 3B gtt 20x/m mikro serta oksigen 10 LPM NRS
3. Medikamentosa:
 oksigen 10 LPM NRM,
 IVFD KAEN 3B gtt 20x/m mikro
 Drip ceftriaxone 1100 mg dalam D5 100 cc 2x1
 inf. Parectamol 3 x 7 cc
 Nebu Ventolin 2x1
 inj. Dexametsasone 3 x ½ amp.

4. Non-medikamentosa
 Observasi tandal vital

9
5. Edukasi: Informed consent pasien, mengedukasi pasien tentang penyakit
bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi pada bronkus
sampai dengan alveolus paru, lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi. Dengan
gejala demam, batuk, kesulitan bernafas, terlihat adanya retraksi interkostal, nyeri dada,
penurunan bunyi nafas, pernafasan cuping hidung, sianosis, batuk kering kemudian
berlanjut ke batuk produktif dengan adanya ronkhi basah, frekuensi nafas meningkat.
Untuk pencegahan sebaiknya dilakukan dengan pola hidup sehat, makan-makanan yang
bergizi, hindari paparan asap rokok, vaksinasi.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Bronkopneumonia
3.1.1. Definisi
Pneumonia adalah radang akut yang menyerang jaringan paru dan sekitarnya.
Pneumonia adalah manifestasi infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang paling berat
karena dapat menyebabkan kematian. Penyebab pneumonia adalah berbagai macam
virus, bakteri atau jamur. Bakteri penyebab pneumonia yang tersering adalah
penumokokus (Streptococcus pneumonia), HiB (Haemophilus influenza type b), dan
stafilokokus (Staphylococcus aureus). Virus penyebab pneumonia sangat banyak,
misalnya rhinovirus, respiratory syncytial virus (RSV) atau virus influenza. Virus
campak (morbili) juga dapat menyebabkan komplikasi berupa pneumonia.4.

3.1.2. Epidemiologi
Pada 2015, WHO melaporkan hampir 6 juta anak balita meninggal dunia, 16
persen dari jumlah tersebut disebabkan pneumonia. Berdasarkan data Badan PBB untuk
Anak – Anak (Unicef), pada 2015 terdapat kurang lebih 14 persen dari 147.000 anak
dibawah 5 tahun di Indonesia meninggal karena pneumonia.4
Insiden penyakit ini pada negara berkembang termasuk indonesia hampir 30%
pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan risiko kematian yang tinggi, sedangkan

10
di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit pada anak di
bawah umur 2 tahun. Insiden pneumonia pada anak ≤5 tahun di negara maju adalah 2-4
kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun.
Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian pertahun pada anak balita dinegara
berkembang.2

3.1.3. Etiologi
Etiologi yang dapat menyebabkan bronkopneumonia diantaranya adalah:
1. Pneumonia oleh Bakteri
Berdasarkan studi mikrobiologik penyebab utama pneumonia anak balita
adalah Streptococcus pneumoniae/ pneumococcus (30-50%) dan Hemophilus
influenzae type b/ Hib (10-30%), diikuti Staphylococcus aureus dan Klebsiela
pneumoniae pada kasus berat. Bakteri lain seperti Mycoplasma pneumonia,
Chlamydia spp, pseudomonas spp, escherichia coli. Pneumonia pada neonatus
banyak disebabkan bakteri gram negatif seperti klebsiella spp dan bakteri gram
positif seperti S. Pneumoniae, S. Aureus.
2. Pneumonia oleh Virus
Penyebab pneumonia karena virus disebabkan respiratory syncytial virus
(RSV), diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human metapneumovirus dan
adenovirus.
3. Pneumonia Jenis Lain
Pneumonia dapat juga disebabkan oleh bahan-bahan lain misal bahan
kimia (aspirasi makan/susu atau keracunan hidrokarbon pada minyak tanah atau
bensin).5

4. Beberapa faktor resiko yang meningkatkan angka kejadian dan derajat pneumonia
adalah defek anatomi bawaan, imunodefisiensi, polusi, GERD, aspirasi, gizi buruk,
berat badan lahir rendah, tidak mendapat ASI, imunisasi tidak lengkap, terdapat
anggota keluarga serumah yang menderita batuk dan kamar tidur yang terlalu
padat.6

11
3.1.4. Patogenesis
Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman
atau penyebaran langsung kuman dari saluran respiratorik atas. Hanya sebagian
kecil merupakan akibat sekunder dari viremia / bakteremia atau penyebaran dari
infeksi intraabdomen. Dalam keadaan normal saluran respiratorik bawah mulai
dari sublaring hingga unit terminal dalam keadaan steril. Paru terlindung dari
infeksi dengan beberapa mekanisme:6
- filtrasi partikel di hidung
- pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis
- ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
- pembersihan ke arah kranial oleh selimut mukosilier
- fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
- netralisasi kuman oleh substansi imun lokal
- drainase melalui sistem limfatik
Pneumonia terjadi jika satu atau lebih mekanisme di atas mengalami gangguan.

3.1.5. Klasifikasi
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komuniti ( community – acquired pneumonia ) :
pneumonia yang didapat di masyarakat dan sering disebabkan
oleh kokus Gram positif ( Pneumokokus, Staphylococcus ), basil
Gram negatif ( Haemophillus influenzae ), dan bakteri atipik.
b. Pneumonia nosokomial ( hospital – acquired pneumonia ) :
pneumonia yang timbul setelah 72 jam dirawat di rumah sakit,
yang lebih sering disebabkan oleh bakteri gram negatif (
Staphylococcus aureus ) dan jarang oleh pneumokokus atau
Mycoplasma pneumoniae.
c. Pneumonia aspirasi : pneumonia yang terjadi akibat aspirasi antara

12
lain makanan dan asam lambung
d. Pneumonia pada penderita immunocompramised

2. Berdasarkan mikoorganisme penyebab


a. Pneumonia bakterial / tipikal
b. Pneumonia atipikal : disebabkan Mycoplasma, Legionella, dan
Clamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur : sering merupakan infeksi sekunder dengan
predileksi pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah (
immunocompromised )
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris
b. Bronkopneumonia
c. Pneumonia interstisial7

3.1.6. Manifestasi Klinik


Gejala yang sering terlihat pada anak yang menderita pneumonia adalah
demam, batuk, kesulitan bernafas, terlihat adanya retraksi interkostal, nyeri dada,
penurunan bunyi nafas, pernafasan cuping hidung, sianosis, batuk kering
kemudian berlanjut ke batuk produktif dengan adanya ronkhi basah, frekuensi
nafas > 50 kali per menit. Pada pemeriksaan kardiovaskuler akan didapatkan
gejala takikardi dan pada pemeriksaan neurologis terdapat nyeri kepala, gelisah,
susah tidur.6
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar dari
ringan hingga sedang. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan,
dan mungkin terjadi komplikasi sehingga perlu dirawat. Beberapa faktor yang
mempengaruhi gambaran klinis pada anak adalah imaturitas anatomik dan
imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang tidak khas
terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi

13
noninfeksi yang relatif lebih sering, dan faktor patogenesis.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung berat
ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
 Gambaran infeksi umum :
o demam: suhu bisa mencapai 39 – 40 oC
o sakit kepala
o gelisah
o malaise
o penurunan nafsu makan
o keluhan gastrointestinal, seperti mual, muntah, atau diare
o kadang – kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner
 Gambaran gangguan respiratori:
o batuk yang awalnya kering kemudian menjadi produktif
o sesak nafas
o retraksi dada
o takipnea
o napas cuping hidung
o penggunaan otat pernafasan tambahan
o air hunger
o merintih
o sianosis
Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran nafas bagian
atas selama beberapa hari. Batuk mungkin tidak dijumpai pada anak – anak. Bila
terdapat batuk, batuk berawal kering lalu berdahak. Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan tanda klinis seperti vokal fremitus yang meningkat pada daerah
terkena, pekak perkusi atau perkusi yang redup pada daerah yang terkena, suara
napas melemah, suara napas bronkial, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan
bayi kecil, gejala dan tanda pnuemonia lebih beragam dan tidak selalu terlihat
jelas. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.1,7

14
1. Pneumonia pada Neonatus dan Bayi Kecil
Gambaran klinis pada neonatus dan bayi kecil tidak khas, mencakup
serangan apnea, sianosis, grunting, napas cuping hidung, takipnea, letargi,
muntah, tidak mau minum, takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta, dan
demam. Pada bayi BBLR sering terjadi hipotermi. Pada bayi yang lebih tua
jarang ditemukan grunting.
Infeksi oleh Chlamydia trachomatis sering terjadi pada bayi berusia di
bawah 2 bulan, dimana gejala baru timbul pada usia 4 – 12 minggu dan pada
beberapa kasus pada usia 2 minggu, tetapi jarang setelah usia 4 bulan. Gejala
timbul perlahan – lahan, dan dapat berlangsung hingga berminggu – minggu.
Gejala umum berupa gejala infeksi respiratori ringan – sedang, ditandai dengan
batuk staccato ( inspirasi diantara setiap satu kali batuk ), kadang – kadang
disertai muntah, umumnya pasien tidak demam. Bila berkembang menjadi
pneumonia berat yang juga dikenal sebagai sindroma pneumonitis, terdapat
gejala klinis ronki atau mengi, takipnea, dan sianosis.1

2. Pneumonia pada Balita dan Anak


Pada anak – anak prasekolah, keluhan meliputi demam, menggigil, batuk
( nonproduktif/produktif ), takipneu, dan dispneu yang ditandai oleh retraksi
dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja dapat dijumpai demam,
batuk ( nonproduktif/produktif ), nyeri dada, sakit kepala, anoreksia, dan kadang
– kadang keluhan gastrointestinal seperti mual atau diare, dan juga dehidrasi.
Secara klinis ditemukan gejala respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta (
chest indrawing ), sianosis, dan napas cuping hidung. Ronki basah halus ( fine
crackles ) khas pada anak besar dapat tidak dijumpai pada bayi.
Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis
media, faringitis, dan laringitis. Iritasi pleura dapat mengakibatkan nyeri dada
dan bila berat gerakan dada akan menurun waktu inspirasi. Anak besar dengan
pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena
nyeri dada. Rasa nyeri dapat menjalar ke leher, bahu, dan perut. Ronki hanya
15
ditemukan bila ada infiltrat alveolar. Retraksi dan takipnea merupakan tanda
klinis pneumonia yang bermakna. Bila terjadi efusi pleura atau empiema,
gerakan ekskursi dada tertinggal di daerah efusi. Bula efusi pleura bertambah,
sesak napas akan semakin bertambah, tetapi nyeri pleura semakin berkurang dan
berubah menjadi nyeri tumpul.
Kadang – kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus
kanan bawah yang menimbulkan iritasi diafragma. Nyeri abdomen dapat
menyebar ke kuadran kanan bawah dan menyerupai apendisitis. Abdomenn
mengalami distensi akibat dilatasi lambung yang disebabkan oleh aerofagi atau
ileus paralitik. Hati mungkin teraba karena tertekan oleh diafragma, atau
memang membesar karena terjadi gagal jantung kongestif sebagai komplikasi
pneumonia.1

3. Pneumona Akibat Infeksi Mycoplasma pneumoniae


Infeksi diperoleh melalui droplet dari kontak dekat. Masa inkubasi
kurang lebih 3 minggu. Gambaran klinis pneumonia atipik didahului dengan
gejala menyerupai influenza ( influenza like syndrome ) seperti demam, malaise,
sakit kepala, mialgia, tenggorokan gatal, dan batuk. Suhu tubuh jarang mencapai
38,5 °C. Batuk terjadi setelah awitan penyakit, awalnya tidak produktif tetapi
kemudian menjadi produktif. Sputum mungkin berbercak darah dan batuk dapat
menetap hingga berminggu – minggu.

4. Pneumona Akibat Infeksi Clamidia pneumoniae


Clamidia pneumoniae merupakan penyebab tersering infeksi saluran
napas atas, seperti faringitis, rinosinusitis, dan otitis, tetapi dapat menyebakan
pnumonia juga. Gejala klinis awalnya berupa gejala seperti flu, yaitu batuk
kering, mialgia, sakit kepala, malaise, pilek, dan demam tidak tinggi. Pada
pemeriksaan auskultasi dada tidak ditemukan kelainan. Gejala respiratori
umumnya tidak mencolok. Leukosit darah tepi biasanya normal. Gambaran foto
toraks menunjukan infiltrat difus atau gambaran peribronkial nonfokal yang jauh

16
lebih berat dibandingkan gejala klinis.1

3.1.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Darah Perifer Lengkap
Pada pneumonia virus dan mikoplasma, umumnya ditemukan leukosit
dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia
bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 – 40.000 / mm3
dengan predominan PMN. Leukopenia ( < 5.000 / mm 3 ) menunjukkan
prognosis yang buruk. Leukositosis hebat hampir selalu menunjukkan adanya
infeksi bakteri sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan risiko
terjadinya komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi Clamydia pneumoniae
kadang – kadang ditemukan eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan
eksudat dengan sel PMN berkisar antara 300 – 100.000 / mm3, protein > 2,5
g/dL, dan glukosa relatif lebih rendah dibandingkan glukosa darah. Kadang –
kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah ( LED ) yang
meningkat. Trombositopeni dapat ditemukan pada 90% penderita pneumonia
dengan empiema. Secara umum hasil pemeriksaan darah perifer tidak dapat
membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.1

2. C – Reaktive Protein ( CRP ) dan LED


CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit.
Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat
distimulasi oleh sitokin, terutama IL – 6, IL – 1, dan TNF. Meskipun
fungsinya belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi
mikroorganisme atau sel yang rusak. Secara klinis CRP digunakan sebagai
alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi,
infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda,
dimana kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi
17
bakteri superfisialis dibandingkan infesksi bakteri profunda.1

3. Uji Serologis
Uji serologis untukj mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri
tipik mempunyai sensitivitas yang rendah dan secara umum tidak terlalu
bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri atipik.1

4. Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin
dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk
pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok,
sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru.
Pemeriksaan sputum kurang berguna. Diagnosis dikatakan definitif apabila
kuman ditemukan dalam darah, cairan pleura, atau aspirasi paru, kecuali pada
masa neonatus, dimana kejadian bakteremia sangat rendah sehingga kultur
darah jarang positif.1

5. Analisa Gas Darah


Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan
hiperkarbia.Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.

6. Pemeriksaan Rontgen Thorax


Foto toraks dengan proyeksi antero – posterior merupakan dasar
diagnosis untuk pneumonia. Foto lateral dilakukan bila diperlukan informasi
tambahan, misalnya efusi pleura. Kelainan foto toraks pada pneumonia tidak
selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang – kadang bercak –
bercak sudah ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala
klinis. Akan tetapi, resolusi infiltrat sering memerlukan waktu yang lebih
lama setelah gejala klinis menghilang. Pada pasien dengan pneumonia tanpa
18
komplikasi, ulangan foto rontgen tidak diperlukan. Ulangan foto rontgen
toraks diperlukan bila gejala klinis menetap, penyakit memburuk, atau untuk
tidak lanjut. Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
 Pneumonia / infiltrat interstisial: ditandai dengan peningkatan
corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.
Biasanya disebabkan oleh virus atau Mycoplasma. Bila berat
dapat terjadi patchy consolidation karena atelektasis
 Infiltrat alveolal : merupakan konsolidasi paru dengan air
bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut
dengan pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai lesi tunggal yang
biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu
tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round
pneumonia. Biasanya disebabkan oleh bakteri pnuemokokus atau
bakteri lain.
 Bronkopneumonia : ditandai dengan gambaran difus merata pada
kedua paru, berupa bercak – bercak infiltrat halus yang dapat
meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan
corakan peribronkial

Gambar 6. Perbedaan Bronkopneumonia dan Pneumonia Klasik

Gambaran foto rontgen toraks pada anak meliputi infiltrat ringan pada

19
satu paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada suatu penelitian
ditemukan pneumonia pada anak terbanyakk di paru kanan, terutama lobus
atas. Bila ditemukan di lobus kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal
tersebut merupakan prediktor perjalanan penyakit yang lebih berat dengan
risiko terjadinya pleuritis lebih meningkat.
Gambaran foto toraks pada pneumona dapat membantu mengarahkan
kecenderungan etiologi pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrat
interstisial merata, dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus.
Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopnumonia,
dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. Pada
pneumonia Stafilokokus sering ditemukan abses – abses kecil dan
pneumoatokel dengan berbagai ukuran.
Gambaran foto toraks pada pneumonia Mikoplasma sangat
bervariasi. Pada beberapa kasus terlihat sangat mirip dengan gambaran foto
rontgen toraks pneumonia virus. Selain itu, dapat juga ditemukan gambaran
bronkopneumonia terutama di lobus bawah, inflitrat interstisial
retikulonodular bilateral, dan yang jarang adalah konsolidasi segmen atau
subsegmen. Biasanya gambaran foto toraks yang jauh lebih berat
dibandingkan gejala klinis. Meskipun tidak terdapat gambaran foto toraks
yang khas, tetapi bila ditemukan gambaran retikulonodular fokal pada satu
lobus, hal ini cenderung disebabkan oleh infeksi Mikoplasma. Demikian
pula bila ditemukan gambaran perkabutan atau ground – glass
consolidation, serta transient pseudoconsolidation.

3.1.8 Diagnosis Banding


1. Bronkiolitis
Diawali infeksi saluran napas bagian atas, subfebris, sesak nafas, nafas
cuping hidung, retraksi intercostal dan suprasternal, terdengar wheezing,
ronki nyaring halus pada auskultasi. Gambaran laboratorium dalam batas
normal, kimia darah menggambarkan asidosis respiratorik ataupun

20
metabolik.9

2. Tuberkulosis
Pada TB, terdapat kontak dengan pasien TB dewasa, uji tuberkulin positif >10
mm atau pada keadaan imunosupresi >5 mm, demam 2 minggu atau lebih,
batuk 3 minggu atau lebih, pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan
menurun, pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila, inguinal yang spesifik,
pembengkakan tulang atau sendi punggung, dan dapat disertai nafsu makan
menurun dan malaise yang dapat ditegakkan melalui skor TB.8.

3.1.9 Diagnosis
Diagnosis pneumonia terutama didasarkan gejala klinis, sedangkan
pemeriksaan foto rontgen toraks perlu dibuat untuk menunjang diagnosis, selain
untuk melihat luasnya kelainan patologi secara lebih akurat. Foto torak antero
proterior (AP) dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi anatomik dalam
paru, luasnya kelainan, dan kemungkinan adanya komplikasi seperti pneumotoraks,
pneumomediastinum, dan efusi pleura. Diagnosis pneumonia yang terbaik adalah
berdasarkan etiologi, yaitu dengan pemeriksaan mikrobiologik.7

3.1.10 Tatalaksana

Tatalaksana pasien meliputi terapi suportif dan terapi etiologik. Terapi


suportif berupa pemberian makanan atau cairan sesuai kebutuhan serta koreksi
asam-basa dan elektrolit sesuai kebutuhan. Terapi oksigen diberikan secara rutin.
Jika penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan
terutama dalam 24-48 jam pertama. Analgetik dan antipiretik dapat diberikan
untuk menjaga kenyamanan pasien dan mengontrol batuk.
Bagian yang sangat penting dari tata laksana pneumonia adalah pemberian
antibiotik. Idealnya tata laksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya.
Namun karena berbagai kendala diagnostik etiologi, untuk semua pasien
21
pneumonia diberikan antibiotik secara empiris.
Pneumonia viral seharusnya tidak diberikan antibiotik, namun pasien dapat
diberi antibiotik apabila terdapat kesulitan membedakan infeksi virus dengan
bakteri; di samping kemungkinan infeksi bakteri sekunder tidak dapat
disingkirkan.
Streptokokus dan pneumokokus sebagai kuman Gram positif dapat dicakup
oleh ampisilin, sedangkan hemofilus suatu kuman gram negatif dapat dicakup
oleh kloramfenikol. Dengan demikian keduanya dapat dipakai sebagai antibiotik
lini pertama untuk pneumonia anak tanpa komplikasi. Secara umum pengobatan
antibiotik untuk pneumonia diberikan dalam 5-10 hari, namun dapat sampai 14
hari. Pedoman lain pemberian antibiotik sampai 2-3 hari bebas demam. Pada
pasien pneumonia community acquired, umumnya ampisilin dan kloramfenikol
masih sensitif. Pilihan berikutnya adalah obat golongan sefalosporin atau
makrolid.9

Petunjuk pemberian antibiotik empiris


Pilihan antibiotika untuk penderita pneumonia baru yang datang ke IRD atau
rawat jalan yang belum pernah mendapatkan perawatan di RS lainnya:10
a. Pneumonia ringan yang bisa rawat jalan:
- Amoksisilin 50-80 mg/kgbb/hari per oral dibagi dalam 3 dosis, atau
- Amoksisilin+asam klavulanat 50 mg/kgbb peroral dibagi dala 3 dosis
b. Pneumonia yang memerlukan rawat inap:
- Ampisilin sulbactam 200 mg/kgbb/hari intravena dibagi 4 dosis atau
- Ampisilin sulbactam 100 mg/kgbb/hari intavena dibagi dalam 4 dosis

Pneumonia yang memerlukan rawat inap yang disertai penyakit penyerta


penyakit menular tanpa disertai sepsis (ISK, gastroenteritis, morbili)
Ampisilin sulbactam 100 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam 4 dosis

Pneumonia yang memerlukan rawat inap yang disertai sepsis

22
Ampisilin sulbactam 200 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam 4 dosis

Pilihan antibiotik untuk penderita pneumonia yang dirujuk dari RS lainnya


adalah:10
a. Pernah mendapatkan perawatan di RS lain kurang dari 72 jam
Ampisilin sulbactam 100mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam 4 dosis
b. Pernah mendapatkan perawatan di RS lebih dari 72 jam
- Cefotaxim 200 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam 3 dosis, atau
- Ceftriaxon 100 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam 2 dosis, atau sesuai
dengan kultur dahak/ darah yang ada, atau pertimbangan lain

Rekomendasi UKK Respirologi


Antibiotik untuk community acquired pneumonia:
- Neonatus - 2 bulan: Ampisilin+gentamisin
- >2 bulan:
 Lini pertama ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat
ditambahkan kloramfenikol
 Lini kedua seftriakson
Bila klinis perbaikan antibiotik intravena dapat diganti preparat peroral
dengan antibiotik golongan yang sama dengan antibiotik intravena
sebelumnya.10

Kriteria pulang
- Gejala dan tanda pneumonia menghilang
- Asupan peroral adekuat
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)
- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
- Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah.10

23
Tabel 1. Jenis obat dan dosis yang dapat digunakan untuk terapi
pneumonia9

Obat Dosis/kg/BB/ Cara pemberian


hari
IM/IV, dibagi 4 kali pemberian
Ampisilin 200mg

Amoksisilin 50-80mg PO/IM/IV, dibagi 3-4 kali


pemberian

Amoksisin+ asam 30-75 mg Pemberian PO, dibagi 3-4 kali


klavulanat pemberian

Ampisilin 100 mg IV, dibagi 4 kali pemberian


sulbactam

Azitromisin 7,5-15 mg PO/IV, 1 kali pemberian

Eritromisin 30-50 MG PO, dibagi 3-4 kali pemberian

Cefotaxim 50-100 mg IV, dibagi 3-4 kali pemberian

Ceftriaxon 50-100mg IV, dibagi 1-2 kali pemberian

Gentamisin 5-7 mg IM/IV, dibagi 1-2 kali pemberian

Klaritromisin 15-30 mg PO, dibagi 2 kali pemberian

Kloramfenikol 50-100 mg IV/PO, dibagi 3-4 kali pemberian

Spiramisin 50 mg PO, dibagi 3 kali pemberian

24
3.1.11 Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pnemothoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.
Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.
Kecurigaan ke arah empiema apabila terdapat demam persisten, ditemukan tanda klinis
dan gambaran foto dada yang mendukung ( bila masif terdapat tanda pendorongan organ
intratorakal, pekak pada perkusi, gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada
satu atau kedua sisi dada ). Efusi pleura, abses paru dapat juga terjadi.
Ilten F dkk. melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik
ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang cukup
tinggi pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan
keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik noninvasif
seperti EKG, ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim.

3.1.12 Pencegahan
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan
terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan
meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti :
cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan, beristirahat
yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat
mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain: vaksinasi Pneumokokus, vaksinasi H.
influenza, vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh
rendah, dimana vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
Efektivitas vaksin pneumokok adalah sebesar 70% dan untuk H. influenzae sebesar
95%. Infeksi H. influenzae dapat dicegah dengan rifampicin bagi kontak di rumah
tangga atau tempat penitipan anak.8

3.1.12 Prognosis
25
Pneumonia biasanya sembuh total dengan mortalitas kurang dari 1 %. Mortalitas
dapa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi – protein
dan datang terlambat untuk pengobatan. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi
sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan
dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan
memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua – duanya
bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama – sama dengan infeksi memberi dampak
negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi
apabila berdiri sendiri. Pneumonia biasanya tidak mempengaruhi tumbuh kembang
anak.11

26

Anda mungkin juga menyukai