Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit hipertensi dalam kehamilan (HDK) merupakan kelainan vaskular
yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada masa
nifas1.Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sekurang-kurangnya 140
mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15
menit menggunakan lengan yang sama pada masa kehamilan2.
Berdasarkan National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP),
Hipertensi dalam kehamilan diklasifikasikan menjadi preeklampsia atau
eklampsia, hipertensi gestasional, hipertensi kronis, dan hipertensi kronik dengan
superimposed preeklampsia3.
Angka Kematian Ibu (AKI) saat persalinan di Indonesia menduduki nomor
tiga tertinggi di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara. Berdasarkan data dari
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, AKI di Indonesia
mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup4,5. Di Provinsi Sumatera Selatan,
Angka Kematian Ibu yang dilaporkan berdasarkan data Profil Kesehatan Tahun
2015 yaitu 165/100.000 KH. Jumlah kematian ibu tahun 2015 di provinsi
Sumatera Selatan dari 165,34 lainnya disebabkan oleh hipertensi dalam
kehamilan6. Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%),
hipertensi dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%)5.
Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu penyulit yang paling
sering yang terjadi dalam kehamilan. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas
hipertensi dalam kehamilan masih cukup tinggi dan merupakan 5-15% penyulit
kehamilan8.
Hipertensi selama kehamilan merupakan suatu penyakit yang mengganggu,
tidak hanya pada ibu juga berdampak pada fetus, yaitu bisa menjadi hambatan,
baik saat penyaluran oksigen, peredaran darah, nutrisi dari ibu menuju fetus.
Terhambatnya transport oksigen maupun nutrisi menuju fetus akan mempengaruhi
tumbuh kembang bayi, terutama perkembangan otak fetus. Selain itu, penanganan
2

hipertensi yang buruk pada kehamilan dapat meningkatkan morbiditas hingga


mortalitas baik untuk maternal maupun neonatal7.
Ancaman yang besar terhadap kehidupan ibu dan janin akibat hipertensi
yang disebabkan oleh kehamilan kebanyakan dapat dicegah. Pengawasan prenatal
yang baik dan perawatan yang tepat akan memperbaiki kondisi pasien dengan
hasil yang memuaskan bagi ibu maupun janin 7. Optimalisasi pelayanan kesehatan
dalam memberikan terapi pada wanita hamil dengan gangguan hipertensi
merupakan langkah yang diperlukan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas
pada ibu dan bayi9.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan referat ini adalah :
1. Mengetahui definisi, klasifikasi, faktor resiko, manifestasi klinis dan
penatalaksanaan hipertensi dalam kehamilan.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.
3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang dan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang
BARI.

1.3 Manfaat Penulisan


1.3.1 Manfaat Teoritis
a. Bagi Institusi
Diharapkan referat ini dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan dan sebagai
tambahan referensi dalam bidan Ilmu Obstetri dan Ginekologi.
b. Bagi Akademik
Diharapkan referat ini dapat dijadikan landasan untuk penulisan karya ilmiah
selanjutnya.

1.3.2 Manfaat Praktisi


3

Diharapkan agar dokter muda dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dari
referat ini dalam kegiatan kepaniteraan klinik senior (KSS) dan diterapkan
di kemudian hari dalam praktek klinik.

BAB II
4

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hipertensi pada kehamilan dapat didefinisikan yaitu
terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
dan peningkatan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau
terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg
dan tekanan darah diastolik ≥ 15 mmHg dari tekanan darah
normal atau dari prekonsepsi atau tekanan darah
trisemester pertama. Hipertensi biasanya terjadi pada
bulan terakhir kehamilan atau lebih setelah 20 minggu usia
kehamilan pada wanita yang sebelumnya normotensif10.
Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang
terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan. Hipertensi dalam
kehamilan dapat dibagi menjadi preeklampsia atau eklampsia, hipertensi
gestasional, hipertensi kronis, dan hipertensi kronik dengan superimposed
preeklampsia3.

2.2 Epidemiologi
Angka kejadian hipertensi di dunia bervariasi antara 4-9% dari seluruh
kehamilan, jika dibandingkan dengan angka kematian ibu. Sekitar 8% pada semua
kehamilan komplikasi yang paling sering adalah hipertensi dan dapat diperkirakan
192 ibu hamil meninggal setiap hari karena komplikasi kehamilan yang
disebabkan hipertensi10.
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia 7,5 kali lebih besar dibanding AKI
di Malaysia, 10 kali lebih besar dibanding dengan AKI di Singapura 11. Menurut
WHO tahun 2008, di negara maju angka kejadian preeklampsia berkisar antara 5-
6% dan eklampsia 0,1-0,7%. Angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di
seluruh dunia adalah 6-8% di antara seluruh wanita hamil.
Preeklamsia dan eklamsia merupakan penyebab utama terjadinya morbiditas
dan mortalitas kehamilan di dunia. Diperkirakan sekitar 14% kematian maternal
5

berhubungan preeklamsia. Preeklamsia dan eklamsia menduduki peringkat kedua


setelah hemoraghi spesifik penyebab kematian maternal12.
Hipertensi gestasional, kejadian pada wanita primigravida sekitar 6-17%
dan kejadian untuk wanita multigravida sekitar 2-4 %. Berdasarkan laporan rutin
program kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Tahun 2014, dua penyebab terbesar
kematian ibu melahirkan yaitu pendarahan (30%) dan hipertensi dalam kehamilan
25%5.
Di Provinsi Sumatera Selatan, Angka Kematian Ibu yang dilaporkan
berdasarkan data Profil Kesehatan Tahun 2015 yaitu 165/100.000 KH. Jumlah
kematian ibu tahun 2015 di provinsi Sumatera Selatan dari 165,34 lainnya
disebabkan oleh hipertensi dalam kehamilan6. Tiga penyebab utama kematian ibu
adalah perdarahan (30%), hipertensi dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%)5.

2.3 Klasifikasi
Berdasarkan National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP),
antara lain, dalam kehamilan dapat diklasifikasikan menjadi3,8:
a. Preeklampsia-Eklampsia
Merupakan hipertensi yang terjadi setelah 20 miggu kehamilan dan ditandai dengan
proteinuria. Secara klinik preeklamsia dapat dimanifestasikan sebagai
sindrom maternal (hipertensi, proteinuria, dan atau tanpa abnormalitas
mulitisistem) dan sindrom fetal (retriksi pertumbuhan pada fetal, terjadinya
pengurangan cairan amniotik, dan abnormalitas oksigenasi)13.
Dua puluh persen wanita yang mengalami preklamsia berat dijumpai sindrome
HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, low platelet count) yang ditandai
dengan hemolisis, peningkatan enzim hepar, trombositopenia akibat
kelainan hepar dan sistem koagulasi8.
Eklamsia yaitu preeklampsi yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma8.
Hampir semua eklamsia timbul dalam 24 jam sekitar persalinan, namun
pada kasus tertentu dapat timbul sampai 10 hari postpartum14.
6

Tabel I. Gejala dan Keterlibatan Sistem pada Severe-Preeklamsia


Sumber: Plaat dan Krishmacetty, 2014

b. Hipertensi Gestasional
Meningkatnya tekanan darah setelah 20 minggu kehamilan yaitu > 140/90 mmHg,
tidak ditandai dengan adanya proteinuria atau gejala sistemik lainnya, dan
biasanya akan normal kembali setelah kelahiran8. Hipertensi selama
kehamilan secara umum berdasarkan tekanan darah, dibagi atas 3 kategori,
yaitu

Tabel II. Kategori Hipertensi pada Wanita Selama Kehamilan


Sumber: ACOG, 2011

c. Hipertensi Kronik
Hipertensi yang terjadi sebelum 20 minggu kehamilan atau pada wanita yang telah
mengalami riwayat hipertensi sebelumnya, salin itu dapat dikatakan
hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu
dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan12.
7

d. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia


Preeklampsia superimposed pada hipertensi kronis adalah hipertensi kronik disertai
tanda- tanda preeklampsi atau hipertensi kronik disertai proteinuria8.

2.4 Faktor Risiko


Hipertensi dalam kehamilan merupakan gangguan multifaktorial. Beberapa
faktor risiko dari hipertensi dalam kehamilan adalah15,16:
a. Faktor maternal
● Usia maternal
Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30 tahun.
Komplikasi maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di
bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian
maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Dampak dari usia yang
kurang, dapat menimbulkan komplikasi selama kehamilan. Setiap remaja
primigravida mempunyai risiko yang lebih besar mengalami hipertensi
dalam kehamilan dan meningkat lagi saat usia diatas 35 tahun
● Primigravida
Sekitar 85% hipertensi dalam kehamilan terjadi pada kehamilan pertama. Jika
ditinjau dari kejadian hipertensi dalam kehamilan, graviditas paling aman
adalah kehamilan kedua sampai ketiga
● Riwayat keluarga
Terdapat peranan genetik pada hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut dapat
terjadi karena terdapat riwayat keluarga dengan hipertensi dalam
kehamilan
● Riwayat hipertensi
Riwayat hipertensi kronis yang dialami selama kehamilan dapat meningkatkan
risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan, dimana komplikasi tersebut
dapat mengakibatkan superimpose preeclampsi dan hipertensi kronis
dalam kehamilan.
● Tingginya indeks massa tubuh
Tingginya indeks massa tubuh merupakan masalah gizi karena kelebihan kalori,
kelebihan gula dan garam yang bisa menjadi faktor risiko terjadinya
8

berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, hipertensi


dalam kehamilan, penyakit jantung koroner, reumatik dan berbagai jenis
keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan lain. Hal tersebut berkaitan
dengan adanya timbunan lemak berlebih dalam tubuh.
● Gangguan ginjal
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal akut yang diderita pada ibu hamil dapat
menyebabkan hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut berhubungan
dengan kerusakan glomerulus yang menimbulkan gangguan filtrasi dan
vasokonstriksi pembuluh darah.

b. Faktor kehamilan
Faktor kehamilan seperti molahilatidosa, hydrops fetalis dan kehamilan ganda
berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan. Preeklampsi dan eklampsi
mempunyai risiko 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda. Dari
105 kasus bayi kembar dua, didapatkan 28,6% kejadian preeklampsi dan
satu kasus kematian ibu karena eklampsi.

2.5 Patofisiologi
Patofisiologi hipertensi dalam kehamilan hingga kini sebelum diketahui
dengan jelas. Banyak teori dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, tetapi tidak ada satupun teori yang diaggap mutlak benar. Teori-teori
yang sekarang banyak dianut adalah8:
a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah
dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah
tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta
memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrrium
menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arterias spiralis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas
ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan
otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi tropolas juga
memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga memudahkan lumen
9

arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi


lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskuler, dan peningkatan aliran darah pada daerah
utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi
jaringan juga meinngkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin
dengan baik. Proses ini dinamakan “remodelling arteri spiralis”.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot
spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri
spiralis relatif mengalami vasokontriksi dan terjadi kegagalan “remodelling
arteria spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah
hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan
perubahan perubahan yang menjelaskan patogenensis HDK selanjutnya.
Diameter rata-rata arteria spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron,
sedangkan pada preeklampsia rata rata 200 mikron. Pada hamil normal
vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke
utero plasenta.

Gambar I. Perbedaan Remodeling Arteri Spiralis Normal dan Preeklampsia


10

b. Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel


● Iskemia plasenta dan pemberian oksidan atau radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam
kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis” dengan akibat
plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan
hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas). Oksidan adalah
senyawa penerima elektron atau molekul yang mempunyai elektron tidak
berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta
iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksik, khususnya terhadap
membran sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada
manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan
untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah
mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam
darah, maka dulu disebut “toxemia”. Radikal hidroksil akan merusak
membran sel yang mengandung bahan asam lemak tidak jenuh menjadi
peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel,
juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel.
● Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan khususnya
perioksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan misalnya vitamin E
pada hipertensi menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan
peroksidasi lemak yang relatif tinggi. Peroksidasi lemak sebagai
oksidan/radikal bebas yang sangat toksik ini akan beredar di seluruh
tubuh dalam aliran darah akan merusak membran sel endotel. Membran
sel endotel yang mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak
karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh.
● Disfungsi sel endotel
Keadaan disfungsi endotel akan terjadi :
⮚ Gangguan metebolisme prostagladin, karena salah satu fungsi sel
endotel, adalah memproduksi prostagladin yaitu menurun produksi
prostasiklin suatu vasodilator kuat.
11

⮚ Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel mengalami degenerasi


kerusakan
⮚ Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus
⮚ Peningkatan permeabilitas kapiler
⮚ Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor yaitu endotelin
⮚ Peningkatan faktor koagualasi

c. Teori intoleransi imunologis antara ibu dan janin


Faktor imunologis berperan terjadinya hipertensi dalam kehamilan yaitu pada ibu
dengan primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi
dalam kehamilan jika dibandingkan multigravida; Ibu multipara kemudian
menikah lagi mempunyai risiko lebih besar dibandingkan dengan suami
sebelumnya

d. Teori adaptasi kardiovaskuler


Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan bahan vasopresor.
Refrekter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan
vasopressor atau dibutuhkan kadar vasopressor yang lebih tinggi untuk
menimbulkan respon vasokontriksi. Pada kehamilan normal terjadinya
refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat
dilindungi adanya sintesis prostagladin pada sel pembuluh darah. Hal ini
dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila
diberi prostagladin sintesa inhibitor. Pada hipertensi dalam kehamilan
kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokontriktor, dan ternyata
terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya
daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga
pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopressor. Banyak
peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-
bahan vasopresor pada hipetensi dalam kehamilan sudah terjadi pada
trisemester I. Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi
hipertensi dalam kehamilan sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua
puluh minggu.
12

e. Teori genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial
dibandingkan genotipe janin. Telah tebukti bahwa pada ibu yang mengalami
preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula,
sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia.

f. Teori defisiensi gizi


Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan
dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir
membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati halibut,
dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh dapat menghambat produksi tromboksan,
menghambat aktivasi trombosit dan mencegah vasokontriksi pembuluh
darah. Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defesiensi kalsium pada
diet perempuan hamil megakibatkan risiko terjadinya
preeklampsia/eklampsia.

g. Teori stimulus inflamasi


Teori ini berdasarkan lepasnya debris trofoblas didalam sirkulasi darah merupakan
rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal
plasenta juga melepaskan debris trofoblas sebagai sisa-sisa proses apoptosis
dan nekrotik trofoblas akibat stress oksidatif.
Bahan bahan ini merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal,
jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar sehingga inflamasi masih
dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia,
dimana pada preeklampsia terjadi peningkatan stress oksidatif sehingga
produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas meningkat.
13

Perubahan patofisiologi tersamar yang terakumulasi sepanjang kehamilan, dan


akhirnya menjadi nyata secara klinis. Kecuali proses interupsi oleh pelahiran,
perubahan-perubahan ini akhirnya menyebabkan keterlibatan organ multipel
dengan spektrum klinis yang berkisar dari nyaris tidak nyata hingga mengancam
nyawa ibu maupun janin. Sejumlah besar dampak pada ibu biasanya diuraikan per
sistem organ, manifestasi klinis ini sering kali multiple dan bertumpang tindih
secara klinis8.
a. Sistem Kardiovaskuler
Gangguan berat pada fungsi kardiovaskuler normal lazim terjadi pada preeklampsia
atau eklampsia. Gangguan ini berkaitan dengan: (1) peningkatan afterload
jantung yang disebabkan hipertensi (2) preload jantung, yang sangat
dipengaruhi hipervolemia pada kehamilan akibat penyakit atau justru
meningkat secara iatrogenik akibat infus lantaran kristaloid atau onkotik
intravena, (3) aktivasi endotel disertai ekstravasasi cairan intravaskuler ke
dalam ruangan ekstrasel dan yang penting kedalam paru paru.

b. Perubahan hemodinamik
Penyimpangan kardiovaskuler pada penyakit hipertensif terkait kehamilan
bervariasi bergantung pada sejumlah faktor. Penyimpangan ini berpusat
pada peningkatan afterload, dan mencakup keparahan hipertensi, adanya
penyakit kronis yang mendasari, adanya preeklampsia dan stadium
perjalanan klinis. Fungsi jantung bersifat hiperdinamis pada semua
perempuan, tekanan pengisian bergantung pada infus cairan intravena.
Secara khusus, pemberian cairan yang agresif menyebabkan fungsi ventrikel
hiperdinamis pada sebagian besar perempuan. Fungsi ventrikel hiperdinamis
disertai dengan peningkatan tekanan baji kapiler paru-paru. Pada beberapa
perempuan tersebut, edema paru dapat timbul meskipun fungsi ventrikel
normal karena adanya kebocoran epitel-endotel pada alveolus, yang
diperberat oleh penurunan tekanan onkotik akibat rendahnya kosentrasi
albumin serum. Jadi, fungsi ventrikel yang hiperdinamik terutama akibat
tekanan baji yang rendah, dan bukan akibat peningkatan kontraktilitas
miokardium yang diukur sebagai indeks kerja sekuncup ventrikel kiri.
14

Sebagai perbandingan, perempuan yang diberikan cairan dalam volume


yang jelas biasanya memiliki tekanan pengisian yang melebihi normal,
tetapi fungsi ventrikel mereka tetap hiperdinamik karena meningkatnya
curah jantung.

c. Volume darah
Hemokosentrasi merupakan tanda utama eklampsia. Pada perempuan eklampsia,
hipervolemia yang normalnya adanya mengalami penurunan yang hebat,
bahkan tidak terjadi pada sebagian perempuan. Perempuan yang memiliki
ukuran tubuh sedang seharusnya memiliki volume darah hampir mencapai
5000 ml pada beberapa minggu terakhir kehamilan normal, dibandingkan
dengan sekitar 3500 ml saat tidak hamil. Namun pada eklampsia, sebagian
besar atau seluruh penambahan volume sebanyak 1500 ml ini tidak tercapai.
Hemokosentrasi tersebut terjadinya akibat vasokontriksi generalisata yang
mengikuti aktivasi endotel dan kebocoran plasma kedalam ruang intertisial
akibat bertambahnya permeabilitas. Pada perempuan yang mengalami
preeklampsia dan bergantung pada keparahannya, hemokosentrasi biasanya
tidak sedemikian nyata. Perempuan dengan hipertensi gestasional, tetapi
tanpa preeklampsia biasanya memiliki volume darah yang normal.

d. Darah dan Koagulasi


Kelainan hematologis timbul pada beberapa perempuan dengan preeklampsia.
Salah satu kelainan yang lazim dijumpai trombositopenia, faktor pembekuan
darah dalam plasma dapat berkurang dan eritrosit dapat memperlihatkan
bentuk yang aneh serta mengalami hemolisis cepat.

e. Perubahan Endokrin
Kadar renin, angiotensin II 1-7, dan aldosteron dalam plasma meningkat secara
nyata selama kehamilan normal. Pada kasus preeklampsia dan meskipun
volume darah berkurang, nilai-nilai ini berkurang secara nyata, tetapi diatas
nilai saat tidak hamil.
15

f. Perubahan cairan dan elektrolit


Pada perempuan dengan preeklampsia berat, volume cairan ekstrasel, yang
bermanifestasi sebagai edema, biasanya jauh lebih besar dibandingkan pada
perempuan dengan kehamilan normal. Mekanisme berperan dalam retensi
patologis cairan ini diduga terjadi akibat cedera endotel. Selain edema
umum dan proteinuria, perempuan memiliki tekanan onkotik plasma yang
menurun. Penurunan ini menyebabkan ketidakseimbangan filtrasi dan
semakin mendorong cairan intravaskuler ke dalam interstitium
sekelilingnya.

g. Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus
meningkat secara bermakna. Dengan memperburuknya preeklampsia,
Mungkin timbul sejumlah perubahan anatomis dan patofisiologis yang
reversibel. Yang penting secara klinis, perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus
berkurang. Kadar jauh lebih rendah dari nilai normal saat tidak hamil jarang
terjadi dan hanya sebagai komplikasi penyakit berat. Filtrasi glomerulus
yang sedikit berkurang dapat terjadi akibat penurunan volume plasma.
Sebagian besar penurunan ini kemungkinan timbul akibat meningkatnya
resistensi arteriol aferen, yang dapat meningkatkan hingga lima kali lipat.
Terdapat juga perubahan morfologis yang ditandai dengan endoteliosis
glomerulus yang menyumbat sawar filtrasi. Penurunan filtrasi menyebabkan
nilai kreatinin serum meningkatkan hingga mencapai nilai pada perempuan
tidak hamil, yaitu, 1 mg/ml , tetapi kadang kadang bahkan lebih tinggi lagi.
Pada kebanyakan perempuan preeklampsia, kadar natrium urin meningkat
osmolaritas urin, rasio kreatinin urin : plasma, dan ekskresi natrium
fraksional juga merupakan penanda keterlibatan mekanis pre renal. Kadar
asam urat plasma biasanya meningkat pada preeklampsia. Peningkatan
melebihi penurunan pada laju filtrasi glomerulus dan kemungkinan juga
disebabkan oleh bertambahnya reabsorpsi tubular. Pada saat yang sama,
preeklampsia dikaitkan dengan berkurangnya ekskresi kalsium dalam urin,
mungkin karena peningkatan reabsorpsi kalsium di tubulus. Kemungkinan
16

penyebab lain adalah peningkatan produksi urat dalam plasenta sebagai


kompensasi terhadap stress oksidatif.

h. Proteinuria
Adanya proteinuria dalam derajat apapun akan menegakkan diagnosis
preeklampsia-eklampsia. Proteinuria dapat timbul pada tahap lanjut, dan
beberapa perempuan mungkin telah melahirkan atau mengalami kejang
eklampsia sebelum timbul proteinuria.

i. Hepar
Keterlibatan hepar pada preeklampsia mungkin bermakna secara klinis dalam
kondisi-kondisi berikut :
● Keterlibatan simtomatik, biasanya bermanifestasi sebagai nyeri dan
nyeri tekan derajat sedang hingga berat pada kuadran kanan atas atau
pertengahan epigastrium, biasanya terjadi pada penyakit berat. Pada
banyak kasus, perempuan-perempuan mengalami peningkatan kadar
AST atau ALT.
● Peningkatan asimtomatik kadar transaminase hepar dalam serum AST
dan ALT dianggap merupakan penanda preeklampsia berat.
● Perdarahan hepar dari daerah mengalami infark dapat meluas sehingga
membentuk hematoma hepatis.
● Perlemakan hati akut pada kehamilan kadang-kadang salah diduga
sebagai preeklampsia. Perlemakan hati akut juga memiliki awitan
pada kehamilan lanjut, dan sering disertai hipertensi, peningkatan
kadar transminase dan kreatinin dalam serum, serta trombositopenia.

j. Otak
Nyeri kepala dan gejala penglihatan lazim terjadi pada preeklampsia berat, dan
terjadinya kejang yang berkaitan dengan kedua gejala tersebut menandakan
eklampsia. Disfungsi endotel yang menandai sindrom preeklampsia
kemungkinan memainkan peran kunci dalam kedua teori :
17

● Teori pertama menyatakan bahwa sebagai respon terhadap hipertensi


akut dan berat, terjadi regulasi serebrovaskuler berlebihan sehingga
timbul vasospasme. Menurut teori ini, penurunan aliran otak
hipotesiskan penyebab iskemia, edema sitotoksik dan akhirnya infark
jaringan
● Teori kedua mengatakan bahwa terjadi peningkatan tekanan darah
sistemik mendadak yang melebihi kapasitas autoregulasi
serebrovaskuler. Timbul daerah yang mengalami vasodilatasi dan
vasokontriksi paksa, khususnya pada daerah perbatasan arteri. Pada
tingkat kapiler, gangguan pada tekanan end-capillary menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik, hiperperfusi dan ekstravasasi plasma
serta eritrosit melalui celah pada taut-erat endotel sehingga terjadi
akumulasi edema vasogenik. Teori ini juga tidak sempurna karena
hanya sedikit perempuan dengan eklampsia yang memilki tekanan
arteri rerata yang melebihi batas autoregulasi sekitar 160 mmHg.

2.6 Diagnosis17
Kenaikan tekanan darah sistolik > 30 mmHg atau diastolik > 15 mmHg
(dari tekanan darah sebelum hamil) pada kehamilan 20 minggu atau lebih, atau
sistolik > 140 mmHg (<160 mmHg), diastolik 90 mmHg (<110 mmHg); protein
urin 0.3 g/lt dalam 24 jam atau secara kualitatif (++); edema pada pretibia,
dinding perut, lumbosakral, wajah atau tangan atau kenaikan berat badan >500
g/minggu, >2000 g/bulan, >13 kg selama kehamilan19
a. Preeklampsia dan Eklampsia
Kriteria Minimum
● Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik
≥ 90 mmHg yang terjadi setelah umur kehamilan
diatas 20 minggu tanpa riwayat hipertensi
sebelumnya
● Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ +1 pada
pemeriksaan carik celup (dipstick)
Kemungkinan preeklampsia meningkat
18

● Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan


darah diastolik ≥ 110 mmHg
● Proteinuria ≥ 2,0 g/24 jam atau ≥ +2 pada
pemeriksaan carik celup (dipstick)
● Kreatinin serum > 1,2 mg/dl, kecuali memang sebelumnya diketahui
meningkat
● Trombosit <100.000/microliter
● Hemolisis mikroangiopatik-peningkatan LDH
● Peningkatan ALT dan AST
● Adanya gangguan serebral dan gangguan penglihatan,
● Nyeri epigastrik persisten

Eklampsia
Eklampsia dapat didiagnosis dengan adanya kejang
dan/atau koma pada ibu hamil ≥ 20 minggu yang
disebabkan selain karena gangguan neurologik.

b. Hipertensi gestasional
● Tekanan darah > 140/90 mmHg ditemukan pertama kali saat hamil
tanpa riwayat hipertensi sebelumnya
● Tanpa disertai dengan proteinuria.
● TD kembali normal sebelum 12 minggu postpartum
● Mungkin memiliki gejala dan tanda lain preeklampsia seperti
dispepsia atau trombositopenia

c. Hipertensi kronik
● Timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
● Hipertensi yang menetap pasca persalinan
● Tekanan darah sangat tinggi
● Biasanya diikuti dengan riwayat obesitas
● Umumnya multipara
● Umumnya ditemukan kelainan jantung, ginjal dan diabetes melitus
19

d. Preeklampsia superimposed pada hipertensi kronik


● Hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi
kronik.
● Adanya proteinuria, gejala neurologik, nyeri kepala hebat, gangguan
visus, edema patologik yang menyeluruh, oliguria, edema paru
● Kelainan laboratorium: kenaikan serum kreatinin, trombositopenia,
kenaikan transminase serum hepar.

2.7 Tatalaksana8,18
Tujuan utama penatalaksanaan pada pasien HDK yaitu mencegah kejang,
perdarahan intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan
bayi sehat.
a. Rawat jalan (ambulatoir)
Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan. Dianjurkan
ibu hamil banyak istirahat. Pada umur kehamilan di atas 20 minggu, tirah
baring dengan posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada v. Kafa
inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan akan menambah
curah jantung, sehingga dapat meningkatkan aliran darah ke organ vital.
Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi glomerulus
dan meningkatkan diuresis, sehingga ekskresi natrium meningkat, dan
menurunkan reaktivitas kardiovaskuler, sehingga mengurangi vasospasme.
Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula aliran darah rahim,
menambah oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi janin dalam
rahim.
Diet yang mengandung 2 gram natrium atau 4-6 NaCl, kehamilan sendiri lebih
banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi pertumbuhan janin
membutuhkan lebih banyak konsumsi garam. Jika konsumsi garam dibatasi
hendaknya diimbangi dengan konsumsi cairan yang banyak susu atau buah.
Diet diberikan cukup protein, rendah Kh, lemak, garam secukupnya dan roboransia
pranatal.
20

Tidak diberikan obat-obat diuretik, antihipertensi, dan sedatif. Dilakukan


pemeriksaan Hb, Ht, fungsi hati, urin lengkap, dan fungsi ginjal.
b. Rawat inap (dirawat di rumah sakit)
Kriteria HDK yang dirawat di rumah sakit yaitu bila tidak ada perbaikan : tekanan
darah, kadar proteinuria selama 2 minggu; adanya satu atau lebih gejala dan
tanda-tanda PEB. Selama di RS dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorium. Pemeriksaan kesejahteraan janin, berupa pemeriksaan USG
dan Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan
amnion.
c. Perawatan obstetrik, yaitu sikap terhadap kehamilannya
Pada kehamilan preterm (<37 minggu), bila tekanan darah mencapai normotensi
selama perawatan, persalinannya ditunggu sampai aterm. Sementara pada
kehamilan aterm (>37 minggu), persalinan ditunggu sampai terjadi onset
persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada
taksiran tanggal persalinan.
Jika tekanan darah diastolik >110 mmHg, berikan obat antihipertensi
sampai tekanan darah diastolik diantara 90-100 mmHg. Obat pilihan
antihipertensi lini pertama adalah Nifedipin dosis 10-20 mg per oral,
diulangi setelah 30 menit maksimum 120 mg dalam 24 jam. Sedangakan
antihipertensi lini kedua adalah sodium nitroprusside 0,25 µg iv/kg/menit,
infus ditingkatkan 0,25 µg iv/kg/5 menit. Nifedipin tidak boleh diberikan
sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat sehingga hanya boleh
diberikan oral.
Pengelolaan cairan perlu diperhatikan karena penderita preeklampsia
dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadi edema paru dan
oliguria.faktor yang menyebabkan kejadian tersebut karena hipovolemia,
vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan onkotik
koloid. Monitor input cairan (melalui oral maupun infus) dan output cairan
(melalui urin) menjadi sangat penting. Auskultasi paru untuk mencari tanda-
tanda edema paru. Adanya krepitasi menunjukkan edema paru. Bila terjadi
tanda edema paru, segera lakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan
dapat berupa 5% Ringer-dekstrose atau cairan garam faal jumlah tetesan <
21

125 cc/jam atau infus dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan
infus RL (60-125 cc/jam) 500 cc. Perlu kateterisasi urin untuk pengeluaran
volume. Oliguria terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau
< 500 cc/24 jam.
Untuk hipertensi dalam kehamilan yang disertai kejang, dapat
diberikan Magnesium sulfat (MgSO4). MgSO4 merupakan obat pilihan
untuk mencegah dan menangani kejang pada preeklampsi dan eklampsi.
Cara pemberian MgSO4 pada preeklampsi dan eklampsi adalah:
● Dosis awal
Berikan MgSO4 4 gram IV (40% dalam 10 cc) selama 15 menit.
● Dosis pemeliharaan
Diberikan infus 6 gram dalam larutal RL/ 6 jam; atau diberikan 4 atau 5 gram
im. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram im tiap 4-6 jam.
Pemberian tersebut dilanjutkan sampai 24 jam postpartum atau kejang
terakhir. Sebelum pemberian MgSO4, periksa frekuensi nafas> 16
kali/menit, refleks patella positif, tidak ada tanda fetal distress, dan
urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir. Pemberian MgSO4
dihentikan jika ada tanda intoksikasi. Harus tersedia antidotum
MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu Dosis glukonat adalah 1 gr (10
cc dalam larutan 10%) diberikan iv selama 3 menit.
d. Perawatan persalinan
Pada preeklampsi berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedang
pada eklampsi dalam 12 jam sejak gejala eklampsi timbul. Jika terdapat
gawat janin, atau persalinan tidak terjadi dalam 12 jam pada eklampsi,
lakukan seksio sesarea.
e. Perawatan postpartum
Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang
terakhir. Teruskan pemberian obat antihipertensi jika tekanan darah
diastolik masih >110 mmHg dan pemantauan urin.

2.8 Komplikasi
22

a. Komplikasi Maternal
● Edema paru
● Gagal ginjal
● Gagal jantung
● Solusio plasenta
● Ablasio retina
● HELLP syndrome
b. Komplikasi Janin
● IUGR
● Gawat janin
● Janin mati

2.9 Prognosis
Pada penderita hipertensi ringan atau sedang, outcome kehamilan baik
dengan kehidupan perinatal sekitar 95-97%. Makin tinggi indeks gestosis maka
makin jelek prognosisnya.
0 1 2 3

Edema sesudah Tidak ada Pretibial Umum -


istirahat

Proteinuria < 0,5 + ++ +++

Semi kuantitatif - 0,5 - 2 2–5 >5


esbach

Tensi sistolik < 140 140 -160 160 - 180 > 180

Tensi diastolic < 90 90 - 100 100 - 110 > 110

Prognosis eklampsia ditentukan dengan beberapa kriteria, jika dijumpai satu


atau lebih dari gejala maka prognosis buruk:
● Koma yang lama (6 jam atau lebih)
● Nadi 120 x/menit
● Suhu > 39 C
● TD > 200 mmHg
● Konvulsi > 10 kali
23

● Proteinuria > 10 g
● Edema menghilang
● Kegagalan system kardiovaskuler
● Elektrolit imbalance
● Kegagalan dalam pengobatan
24

BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
1. Hipertensi pada kehamilan dapat didefinisikan yaitu
terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg dan peningkatan tekanan darah diastolik ≥ 90
mmHg, atau terjadinya peningkatan tekanan darah
sistolik ≥ 30 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 15
mmHg dari tekanan darah normal atau dari
prekonsepsi atau tekanan darah trisemester pertama
yang terjadi pada bulan terakhir kehamilan atau lebih
setelah 20 minggu usia kehamilan pada wanita yang
sebelumnya normotensif
2. Hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi menjadi hipertensi gestasional,
preeklampsia-eklampsia, hipertensi kronik, dan preeklampsia
superimposed pada hipertensi kronis
3. Faktor resiko hipertensi dalam kehamilan meliputi faktor maternal yaitu
usia, primigravida, riwayat hipertensi sebelumnya, riwayat hipertensi
dalam keluarga, tingginya indeks massa tubuh, dan gangguan ginjal,
sedangkan faktor kehamilan antara lain seperti mola hidatidosa, hydrops
fetalis dan kehamilan ganda.
4. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang berupa Kenaikan tekanan darah sistolik > 30
mmHg atau diastolik > 15 mmHg (dari tekanan darah sebelum hamil) pada
kehamilan 20 minggu atau lebih, atau sistolik > 140 mmHg (<160 mmHg),
diastolik 90 mmHg (<110 mmHg); protein urin 0.3 g/lt dalam 24 jam atau
secara kualitatif (++); edema pada pretibia, dinding perut, lumbosakral,
wajah atau tangan atau kenaikan berat badan >500 g/minggu, >2000
g/bulan, >13 kg selama kehamilan
5. Tatalaksana HDK dibagi menjadi tatalaksana rawat jalan, rawat inap dan
tatalaksana obstetrik
25

Daftar Pustaka

1. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Obstetri Patologi.


Vol 2nd ed. (Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF, eds.).
Jakarta: EGC; 2003.
2. Churchill D DL. Interventionist versus expectant care for severe
preeclampsia before term (Review). Cochrane database. 2010:1-19.
3. Report of the National High Blood Pressure Education Program Working
Group on High BloodPressure in Pregnancy. Am J Obstet Gynecol. Jul;
2000 183(1):S1–S22
4. Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. Report on the
achievement of millennium development goals Indonesia. Jakarta:
Bappenas; 2010:67.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI: 2015.
6. Dinkes Sumatera Selatan. Profil Kesehatan Sumatera Selatan 2015.
Palembang: Dinas Kesehatan, 2015.
7. Rubin, Peter., 2010, Peresepan untuk Ibu Hamil, Diterjemahkan Oleh
Suyono, J., Hipokrates, Jakarta, 5, 24
8. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta: PT. Bina Pustaka, 2013.
9. WHO, 2013, A Global Brief on Hypertention: Silent killer, global public
health crisis, 9, 20, World Organization Press, Geneva, 9-28
10. Folic, M., Folic, N., Varjacic, M., Jakovljevic., Jankovic, S., 2008,
Antihypertensive Drug Therapy for Hypertensive Disorders in Pregnancy,
Acta medica Medianae, Serbia, Vol. 47(3): 65-72
11. WHO, 2013, A Global Brief on Hypertention: Silent killer, global public
health crisis, 9, 20, World Organization Press, Geneva, 9-28
26

12. ACOG, 2013, Hypertension in Pregnancy, ACOG Task Force on


Hypertension in Pregnancy, 122, 1122-1132
13. Sibai, B.M., Dekker, Gus. And Kupferminc, M., 2005, Pre-eclampsia,
Departement of Obstetric and Gynecology, United Stated of America, Vol.
365: 785-799
14. Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., Dipiro, C.V., 2009,
Pharmacotherapy Handbook 7th Edition, The McGraw-Hill Companies,
United Stated of America, 111-129
15. Katsiki N, et all. Hypertention in pregnancy : classification, diagnosis and
treatment. Aristotle University medical Journal. 2010. 37:09-10
16. Manuaba. Pengantar Kuliah Obstetri. EGC, Jakarta. 2007: 401-417
17. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Rouse D, Spong C, et al.
Pregnancy Hypertension. William Obstetrics, edisi ke-24. New York:
McGraw-Hill, 2010 : 706-756.
18. Mustafa R, Ahmed S, Gupta A, Venuto R, dan Rocco CA Comprehensive
Review of Hypertension in Pregnancy. Journal of Pregnancy, 2012.
Tersedia dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3366228/
19. Protap Obgyn Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai