Anda di halaman 1dari 39

Laporan Kasus

ULKUS PEPTIKUM

Oleh:
dr. Mutia Chonzha Fauzi

Pembimbing:
dr. Dessy Harianti, Sp. PD
dr. Febbysinta Dewi

PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. (H.C.) Ir.SOEKARNO
PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

ULKUS PEPTIKUM

Oleh:

dr. Mutia Chonzha Fazui

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Program
Internsip Dokter Indonesia di RSUD Dr. (H.C.) Ir. Soekarno periode Februari
2022-Februari 2023.

Air Anyir, Juni 2022


Pendamping

Dr. Febbysinta Dewi dr. Dessy Harianti, Sp. PD

ii
ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ”ULKUS
PEPTIKUM”.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Program Internsip Dokter
Indonesia di RSUD Dr. (H.C.) Ir. Soekarno periode Februari 2022- Februari
2022.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Dessy Harianti, Sp. PD dan
dr. Febby Sinta Dewi selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan
selama penulisan dan penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Air Anyir, Juni 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................................... i

Halaman Pengesahan .......................................................................................................... ii

Kata Pengantar ................................................................................................................... iii

Daftar Isi.............................................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 6

BAB II LAPORAN KASUS ............................................................................................... 8

2.1. Identitas Pasien .................................................................................................. 8


2.2. Anamnesis ......................................................................................................... 8
2.3. Pemeriksaan Fisik .............................................................................................. 10
2.4. Pemeriksaan Penunjang ..................................................................................... 13
2.5. Diagnosis ........................................................................................................... 16
2.6. Tata Laksana ...................................................................................................... 16
2.7. Prognosis ........................................................................................................... 17
2.8. Follow Up Pre IKP ............................................................................................. 17
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 21
3.1. Anatomi ............................................................................................................. 21
3.2. Fisiologi .............................................................................................................. 23
3.3. Definisi ............................................................................................................... 25
3.4. Etiologi dan faktor risiko ................................................................................... 25
3.5. Gejala Klinis ...................................................................................................... 26
3.6. Diagnosis ........................................................................................................... 27
3.7. Tatalaksana ......................................................................................................... 27
3.8. Komplikas........... ............................................................................................... . 33
3.9. Prognosis ............................................................................................................ 34
BAB IV ANALISA KASUS .............................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA

1
BAB I
PENDAHULUAN

Perdarahan saluran cerna atas adalah masalah yang sangat sering kita
jumpai. Derajatnya dapat bervariasi dari perdarahan samar yang tidak diketahui
hingga perdarahan hebat yang mengancam nyawa. Ulkus peptikum (Tukak
peptik) adalah salah satu penyakit saluran cerna bagian atas yang kronis. Ulkus
peptikum mengacu pada ulkus gaster dan duodenal yang disebabkan oleh asam
peptik. Ulkus peptikum adalah kecacatan pada mukosa gastrointestinal yang
disebabkan karena sel epitel terkena pengaruh asam dan pepsin yang melebihi
kemampuan mukosa melawan efek tersebut. Ulkus peptikum mempunyai sifat
penetrasi, yang dimulai dari mukosa menembus lapisan yang lebih dalam.
Penetrasi ke pembuluh darah dapat mengakibatkan perdarahan masif dan jika
terjadi penetrasi ke seluruh dinding lambung akan mengakibatkan perforasi akut.
Ulkus peptikum merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan dalam
klinik terutama pada kelompok umur di atas 45 tahun. Kelompok umur terbanyak
adalah 45-65 tahun, dengan kecenderungan makin tua umur prevalensi makin
meningkat dan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 2:1. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa penyebab utama tukak peptik adalah H.pylori sehingga
penyakit ini disebut juga sebagai acid H.pylori disease, namun demikian peranan
faktor-faktor lain dalam kejadian tukak peptik jelas ada sehingga tukak peptik
dikatakan sebagai penyakit multifaktor.

Lambung dan duodenum dilindungi dari faktor iritan oleh lapisan mukus,
epitel, tetapi beberapa faktor iritan seperti makanan minuman dan obat anti
inflamasi non steroid (OAINS), alkohol, dan empedu yang dapat menimbulkan
kecacatan lapisan mukus dan terjadi difusi balik ion H+, sehingga timbul tukak
peptik.

2
Penatalaksanaan Ulkus peptikum dari waktu ke waktu semakin baik
seiring dengan ditemukannya faktor-faktor penyebab dan ditunjang dengan
kemajuan di bidang pemeriksaan penunjang serta farmasi yang berhasil
menemukan dan mengembangkan obat-obat yang sangat berpotensi untuk
penanganan tukak peptik. Insiden dan kekambuhan tukak peptik saat ini menurun
sejak ditemukan H. Pylori sebagai penyebab dan dilakukan terapi eradikasi.

3
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. MS
Tanggal Lahir : 01 Mei 1987
Umur : 31 tahun 9 bulan 19 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Pagarawan
Status : Menikah
Nomor rekam medik : 02-25-31
Tanggal MRS : 31 Maret 2022
Tanggal pemeriksaan : 1 April 2022 pukul 12.35 WIB

2.2 Anamnesis
- Keluhan Utama
Nyeri uluhati sejak 2 hari SMRS
- Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang ke IGD RSUP dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 2
hari SMRS. Pasien juga mengeluh sesak nafas, mual, bersendawa, muntah 2 kali 2
hari SMRS. Pasien sempat pingsan di rumah karena nyeri, nyeri dirasakan pasien
seperti ditusuk- tusuk, muntah darah dan BAB hitam disangkal, BAB dalam batas
normal. Pasien sempat dirawat di rumah sakit beberapa kali dengan keluhan yang
sama. Pasien mengatakan sering mengkonsumsi obat pereda nyeri ketika sakit
gigi dan nyeri pada bagian perut. Demam tidak ada, sakit kepala sesekali, sesak

4
napas tidak ada, batuk sesakali, rasa seperti terbakar tidak ada, nyeri dada tidak
ada, BAK lancar berwarna kuning (kesan normal).

- Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat ulkus peptikum.
Riwayat hipertensi tidak terkontrol
Riwayat diabetes melitus disangkal.
Riwayat penyakit jantung disangkal.
Riwayat alergi obat ibuprofen.

- Riwayat Penggunaan Obat


Terapi saat di IGD RSUP dr Ir Soekarno.
Pukul 19.30 WIB
 Ondansetron 4mg

- Riwayat Kebiasaan
- Pasien sering mengosumsi obat anti nyeri yang dibeli di warung
- Pasien suka makan pedas dan asam
- Alkohol (-)

- Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengaku tidak ada keluarga yang mengalami hal yang serupa
dengan pasien. Riwayat Hipertensi, DM, asma, alergi, dan penyakit
jantung pada keluarga disangkal.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis

5
Tekanan darah : 148/97 mmHg
Nadi : 80 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 22 x/menit, reguler
Suhu : 37,10C
SpO2 : 100 % (Room Air)

Pemeriksaan Head-to-Toe
Kepala : Normosefali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Sekret (-), jejas (-)
Hidung : Sekret (-), jejas (-)
Mulut : Sianosis (-) Sudut bibir asimetris, mulut merot ke kanan (+)
Leher : JVP tidak meningkat
Thoraks
Paru-paru : I: Bentuk dan gerak simetris
Retraksi dinding dada (-)

P: Nyeri tekan (-), stem fremitus kanan = kiri


P: Sonor pada kedua lapangan paru
A: Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing(-)
Jantung : I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis tidak teraba
P: Batas atas ICS II, batas kanan ICS IV linea sternalis
dextra, batas kiri ICS V linea midclavicularis sinistra
A: HR 89x/menit, Bunyi jantung S1 S2 reguler, S3 gallop
(-), murmur (-)
Abdomen : I: Datar, venektasi (-), massa (-)
A: Bising Usus (+) Normal
P: Datar lembut, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan

6
lien tidak teraba, ballotement ginjal (-)
P: Timpani (+), shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-).
Genitalia : I: Perdarahan (-)
Ekstremitas : Akral hangat dan kemerahan, edema pretibial (-), CRT<2”

Status Neurologis
GCS : E4M5V6
Pupil : isokor Ø (3mm/3mm)
Reflek cahaya langsung : (+/+)
Reflek cahaya tidak langsung : (+/+)
Tanda Rangsangan Meningeal
Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º/tidak
terdapat tahanan sebelum mencapai 135º)
Laseque : -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o/tidak
timbul tahanan sebelum mencapai 70o)
Nervus Kranialis
N-VII (Fasialis)
a. Sensorik (indra pengecap) : Dalam batasan Normal
b. Motorik
 Angkat alis : + / +, terlihat simetris kanan dan kiri
 Menutup mata : +/+
 Menggembungkan pipi : kanan (Lemah), kiri (Baik)
 Menyeringai : kanan (Lemah), kiri (Baik)
N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah : Tidak ada
b. Atrofi lidah : Tidak ada

7
c. Ujung lidah saat istirahat : kanan (Lemah), kiri (Baik)
d. Ujung lidah saat dijulurkan : kanan (Lemah), kiri (Baik)
e. Fasikulasi : Tidak ada
Motorik
Pergerakan : (+/+)
Kekuatan : 5555/5555
5555/5555
Tonus otot : Normotonus/Normotonus
Normotonus/Normotonus
Atrofi otot : Negatif
Sensorik
Sensasi raba : Dalam batasan normal
Reflek Fisiologis
Biceps : (+/+)
Triceps : (+/+)
Patella : (+/+)
Achilles : (+/+)
Reflek Patologis
Tromner : (-/-)
Hoffman : (-/-)
Babinski : (-/-)
Chaddok : (-/-)
Gordon : (-/-)
Oppenheim : (-/-)
Schaefer : (-/-)

Fungsi Otonom
Miksi : Dalam batas normal
Defekasi : Dalam batas normal

8
2.4 Pemeriksaan Penunjang
EKG
Tanggal 31 Maret 2022 WIB (RSUP dr. Ir Soekarno)

- Irama: Sinus
- HR: 82 bpm
- Aksis: normal
- Gelombang P: Durasi 0,08 detik; Amplitudo 0,2 mV
- Interval P-R: 0,16 detik
- Gelombang Q: normal
- Kompleks QRS: normal (0,12 detik)
- Segmen ST: Normal
- Gelombang T: II, III, AVF, dan V1-V4
- Kesimpulan: T inverted II, III, AVF, dan V1-V4

Endoskopi

9
Kesan:
- Esofagus : lumen normal, mukosa normal, EG junction normal
- Gaster : lumen normal, mukosa antrum tampak hipermeis, erosi (-),
ulkus (+) healing, massa (-).
- Duodenum : lumen normal, mukosa normal.
Foto Thorax

Kesan
- Thorax dalam batas normal.

10
USG Abdomen

Kesan
- Mc burney : nyeri tekan probe (-), tak tervisualisasi appendix
- Hepar/GB/lien/pancreas/kedua ginjal/VU tak tampak kelainan.

Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan

Darah Lengkap

Hemoglobin 11,5 12-16 g/dL

Hematokrit 33 37-47 %

Eritrosit 3,98 3,9-5,6 Juta/µL

MCV 84 80-100 Fl

MCH 29 22-34 Pg

MCHC 34 32-36 g/dL

11
Trombosit 441 150-450 Ribu/µL

Leukosit 9,61 4-11 Ribu/µL

Kimia Darah

mg/dL
Ureum 15 15-40

mg/dL
Kreatinin 0,7 0-1,3

Elektrolit

mmol/L
Natrium 144 136-146

mmol/L
Kalium 3,6 3,5-5,1

mmol/L
Clorida 105 95-105

Fungsi Hati

U/L
SGOT 16 0-31

U/L
SGPT 19 0-42

mg/dL
Gula Darah Sewaktu 94 70-200

Rapid Antigen SARS-CoV-2 Negatif Negatif

2.5 Diagnosis Kerja


Ulkus Peptikum
2.6 Tatalaksana
Non Farmakologis
1. Rawat RRD Kelas 3
2. Diet lambung 1
3. USG whole abdomen (sudah terlampir)

12
Farmakologis
1. IVFD RL 20 tpm
2. Inj. Ondansetron amp / 8 Jam
3. Inj. Omeprazole 40 mg vial /24 jam
4. Sucralfat syr 3x1c

2.7 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

2.8 Follow Up
01 April 2022
S/ Nyeri uluhati P/
- IVFD NaCl 20 tpm
O/
Keadaan umum: Tampak - Diet lambung 1
sakit sedang
- Ceftriaxone 1gr/12jam
Kesadaran : compos mentis
TD: 110/80 mmHg, - Domperidon 10mg/8 jam
HR: 86 x/menit,
- Inj. Omeprazole 40 mg v/24 jam
RR: 22 x/menit,
T: 36,3 oC, - Sucralfat syr/8 jam
SpO2:100% room air
- Isdn 3x5mg
Pemeriksaan Abdomen nyeri - Atorvastatin 1x20mg
di epigastrium (+)
- Echo hari ini
A/
- Dyspepsia ec ulkus
peptikum

13
02 April 2022
S/ nyeri uluhati hilang timbul P/

O/ - IVFD NaCl 15 tpm


Keadaan umum: Tampak
sakit ringan - Diet lambung 1
Kesadaran : compos mentis - Inj. Omeprazole 40 mg vial /24 jam
TD: 123/85 mmHg,
HR: 70 x/menit, - Inj ceftriaxone 1gr/12 jam
RR: 19 x/menit, - Isdn 3x5mg K/P
T: 36,7 oC,
SpO2:100% room air - Sucralfat 3x1c
- Donperidon 3x10mg
A/
- Ulkus peptikum - Clopidogrel 1x1
- Angina pectoris stabil - Atorvastatin 1x20mg
- Echo sudah ada (dalam batas normal).

14
03 April 2022
S/ Nyeri uluhati hilang timbul P/

O/ - IVFD Asering 20 tpm


Keadaan umum: Tampak
sakit sedang - Diet lambung jantung
Kesadaran : compos mentis - Inj ceftriaxone 1gr/12 jam
TD: 120/80 mmHg,
HR: 80 x/menit, - Lansoprazole 3x1
RR: 20 x/menit, - Sucralfat 3x1
T: 36,6 oC,
SpO2:100% roomair - Isdn 3x5mg
- Clopidogrel 1x75mg
A/
- Ulkus peptikum - Atorvastatin 1x20mg
- APS - Ondansetron 3x8mg

04 April 2022
S/ Nyeri uluhati berkurang P/

O/ - IVFD Asering 20 tpm


Keadaan umum: Tampak
sakit ringan - Diet lambung jantung
Kesadaran : compos mentis - Inj ceftriaxone 1gr/12 jam
TD: 124/80 mmHg,
HR: 87x/menit, - Lansoprazole 3x1
RR: 20 x/menit, - Sucralfat 4x1c
T: 36,6 oC,
SpO2:100% room air - Isdn 3x5mg
- Clopidogrel 1x75mg
A/
- Ulkus Peptikum - Atorvastatin 1x20mg
- APS - Megabal 2x1 mg

05 April 2022
S/ Nyeri uluhati berkurang P/

O/

15
Keadaan umum: Tampak - IVFD Asering 20 tpm
sakit ringan
- Diet lambung jantung
Kesadaran : compos mentis
TD: 120/70 mmHg, - Omeprazole 1x1
HR: 81 x/menit,
- Inj ceftriaxone 1gr/12 jam- Stop
RR: 20 x/menit,
T: 36,6 oC, - Lansoprazole 3x1- Stop
SpO2:100% room air
- Sucralfat 4x1
- Domperidon 3x1
A/
- Nitrokaf 2x1
- Ulkus Peptikum
- APS - Isdn 3x5mg
- Clopidogrel 1x75mg
- Atorvastatin 1x20mg
- Ondansetron 3x8mg - Stop
- Megabal 2x1

16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi
Lambung merupakan organ yang berbentuk seperti huruf J yang
membentuk curvatura major dan curvatura minor. Spleen terletak di sebelah
kiri dari lambung dan pankreas terletak di sebelah inferior dan posterior dari
lambung. Sedangkan hati terletak di sebelah kanannya. Lambung terletak di
regio hipocondrium sinistra dari permukaan abdomen. Lambung terdiri atas 5
bagian :
1. Cardia yang berhubungan langsung dengan esofagus;
2. Fundus yang menjadi atap yang merupakan perluasan dari cardia;
3. Corpus atau badan lambung;
4. Antrum; dan
5. Pylorus, terdapat sfingter yang memisahkan lambung dari duodenum.

17
Struktur dari dinding lambung secara umum mirip dengan organ
intestinal, dengan tambahan lapisan otot oblique yang membantu secara
mekanik dalam fungsi mengocok dan membantu lambung untuk
mengembang. Dinding lambung dari luar ke dalam tersusun atas:
- Lapisan Serosa;
- Lapisan otot longitudinal;
- Lapisan otot circular;
- Lapisan otot oblique;
- Lapisan submukosa;
- Muskularis mukosa;
- Mukosa yang terdiri dari lamina propria dan epitel columna lambung
dengan kantung lambung (gastric pits) dan kelenjarnya.

18
Arteri coeliacus menyuplai darah arteri ke lambung dan darah vena
mengalir ke vena portal hepatis. Lambung mendapat persarafan parasimaptis
melalui nervus vagus (Nervus X) dan simpatis dari nervus Splanicus.
Sebagian besar mukosa lambung dibentuk oleh lipatan-lipatan yang dikenal
sebagai rugae. Mukosa antrum lebih halus dari mukosa lambung. Lapisan
mukus membantu melindungi lambung terhadap trauma mekanik, HCl dan
enzim proteolitik.
Kantung lambung merupakan bagian invaginasi dari epitel yang
masuk ke dalam lamina propria. Dua atau tiga kelenjar lambung dihubungkan
dengan tiap kantung melalui isthmus. Kelenjar lambung merupakan struktur
tubular dengan kekhususan tiap sel untuk menghasilkan HCl (sel parietal atau
oksintik) dan pepsin (sel chief),penghasil mukus (sel goblet), dan sel entero-
endokrin dan sel stem.
Sel Parietal ditemukan pada daerah fundus, corpus dan atrum. Sel
parietal terletak di dinding luar dari kantung lambung dan tidak berkontak
dengan lumen kantung. Walaupun terpisah dari lumen kantung lambung oleh
sel-sel utama, sel parietal menyalurkan sekresi HCl mereka ke dalam lumen
melalui saluran-saluran halus, atau kanalikulus, yang berjalan di antara sel-sel
utama. Selain menghasilkan HCl, sel parietal juga menghasilkan faktor
intrinsik dan gastroferrin yang penting dalam absorbsi vitamin B12 dan zat
besi.
3.2. Fisiologi
Lambung melakukan beberapa fungsi. Fungsi terpenting adalah
mrnyimpan makanan yang masuk sampai disalurkan ke usus halus dengan
kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan penyerapan optimal. Karena
usus halus merupakan tempat utama pencernaan dan penyerapan, lambung
perlu menyimpan makanan dan menyalurkannya sedikit demi sedikit ke
duodenum dengan kecepatan yang tidak melebuhi kapasitas usus. Fungsi
kedua lambung adalah untuk mensekresikan asam hidroklorida (HCl) dan
enzim-enzim yang memulai pencernaan protein.

19
Terdapat empat aspek motilitas lambung:
1. Pengisian Lambung (gastic filling).
Jika kosong, lambung memiliki volumesekitar 50 ml, tetapi organ ini dapat
mengembang hingga kapasitasnya mencapai sekitar 1 liter ketika makan.
Hal ini terjadi karena terdapat dua faktor, yaitu:
a. Plastisitas otot polos yang mengacu pada kemampuan otot polos
mempertahankan ketegangan konstan. Dengan demikian, pada saat
serat-serat otot polos lambung teregang pada pengisian lambung, serat-
serat tersebut akan melemas tanpa menyebabkan peningkatan
ketegangan otot.
b. Relaksasi reseptif lambung saat ia terisi. Di dalam lambung terdapat
lipatan-lipatan yang dikenal sebagai rugae. Selama makan, lipatan-
lipatan tersebut mengecil dan mendatar saat lambung sedikit demi
sedikit melemas karena terisi. Relaksasi refleks lambung sewaktu
menerima makanan ini disebut relaksasi reseptif. Relaksasi ini
meningkatan kemampuan lambung untuk menambah volume sehingga
makanan bisa disimpan. Apabila kapasitas lebih dari 1 liter makanan
yang masuk, lambung akan teregang dan individu tersebut akan merasa
tidak nyaman.
2. Penyimpanan Lambung
Sebagian sel otot polos mampu mengalami depolarisasi parsial yang
otonom dan berirama. Salah satu kelompok sel-sel pemacu tersebut
terletak di lambung di daerah fundus bagian atas. Sel-sel tersebut
menghasilkan potensial gelombang lambat yang menyapu ke bawah di
sepanjang lambung menuju sfingter pilorus dengan kecepatan tiga kali per
menit. Pola depolarisasi spontan ritmik tersebut yaitu irama listrik dasar
atau BER (basic electical rhythm) lambung, berlangsung secara terus-
menerus dan mungkin disertai oleh kontraksi lapisan otot polos sirkuler
lambung.Bergantung pada tingkat eksitabilitas otot polos, BER dapat
dibawa ke ambang oleh aliran arus dan mengalami potensial aksi yang

20
kemudian memulai kontraksi otot yang dikenal sebagai gelombang
peristaltik.
3. Pencampuran Lambung
Kontraksi peristaltik lambung yang kuat merupakan penyebab makanan
bercampur dengan sekresi lambung dan menghasilkan kimus. Setiap
gelombang peristaltik antrum mendorong kimus ke depan ke arah
sfingter pilorus. Kontraksi tonik sfingter pilorus dalam keadaan normal
menjaga sfingter hampir, tetapi tidak seluruhnya, tertutup rapat. Lubang
yang tersedia cukup besar untuk air dan cairan lain lewat, tetapi terlalu
kecil untuk kimus yang kental lewat, kecuali apabila kimus terdorong
oleh kontraksi peristaltik yang kuat. Walaupun demikian, dari 30 ml
kimus yang dapat ditampung oleh antrum, hanya beberapa mililiter isi
antrum yang terdorong ke duodenum setiap gerakan peristaltik. Sebelum
lebih banyak kimus dapat diperas keluar, gelombang peristaltik sudah
mencapai sfingter pilorus dan menyebabkan sfingter tersebut
berkontraksi lebih kuat sehingga aliran kimus ke duodenum terhambat.
4. Pengosongan Lambung
Kontraksi peristaltik antrum, selain menyebabkan pencampuran
lambung, juga menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan
lambung. Pengosongan lambung diatur oleh faktor lambung (jumlah
kimus dalam lambung dan derajat keenceran dari kimus dan faktor
dudenum (lemak, asam, hipertonisitas, dan peregangan). Semakin tinggi
eksitabilitas, semakin sering BER menghasilkan potensial aksi, semakin
besar aktivitas di antrum, dan semakin cepat pengosongan lambung.

3.3. Definisi
Penyakit ulkus peptikum adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung
yang meluas sampai di bawah epitel. Penyakit ulkus peptikum umumnya
terjadi di duodenum dan lambung, Ini juga dapat terjadi pada esofagus,
pylorum, jejenum, dan Meckel’s divertikulum. Penyakit ulkus peptikum

21
terjadi ketika faktor agresif (gastrin, pepsin) menembus faktor defensif yang
melibatkan resistensi mukosa (mucus, bikarbonat, mikrosirkulasi,
prostaglandin, dinding mukosa) dan dari efek Helicobacter pylori.
3.4. Etiologi dan Faktor Risiko
Umumnya yang berperan besar terjadinya ulkus adalah H. Pylori yang
merupakan organisme yang menghasilkan urease dan berkoloni pada mukosa
antral dari lambung dimana penyebab tersering ulkus duodenum dan ulkus
lambung. H. Pylori paling banyak terjadi pada orang dengan sosialekonomi
rendah dan bertambah seiring dengan usia. Penyebab lain dari ulkus peptikum
adalah penggunaan NSAIDs, kurang dari 1% akibat gastrinoma (Zollinger-
Ellison syndrome), luka bakar berat, dan faktor genetik.
Faktor risiko terjadinya ulkus adalah herediter (berhubungaan dengan
peningkatan jumlah sel parietal), merokok, hipercalcemia, mastositosis,
alkohol, dan stress.

3.5. Gambaran Klinis


Secara umum, pasien dengan ulkus peptikum biasanya mengeluhdispepsia.
Dispepsia adalah suatu sindroma klinik/ kumpulan gejala pada saluran cerna
seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar, rasa
penuh dan cepat merasa kenyang.
Pada ulkus duodenum rasa sakit timbul waktu pasien merasa lapar, rasa
sakit bisa membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit hilang setelah
makan dan minum obat antasida (Hunger Pain Food Relief = HPFR). Sakit
yang dirasakan seperti rasa terbakar, rasa tidak nyaman yang mengganggu dan
tidak terlokalisir.
Pada ulkus lambung rasa sakit timbul setelah makan, rasa sakit di rasakan
sebelah kiri, anoreksia, nafsu makan berkurang, dan kehilangan berat badan.
Walaupun demikian, rasa sakit saja tidak dapat menegakkan diagnosis ulkus
lambung karena dispepsia non ulkus juga dapat menimbulkan rasa sakit yang
sama. Muntah juga kadang timbul pada ulkus peptikum yang disebabkan

22
edema dan spasme seperti pada ulkus kanal pilorik (obstruction gastric
outlet).
3.6. Diagnosa
Diagnosis ulkus peptikum ditegakkan berdasarkan: 1) anamnesis
(dispepsia/ rasa sakit pada ulu hati); 2) pemeriksaan penunjang (radiologi
dengan barium meal kontras/ colon in loop dan endoskopi); dan 3) hasil
biopsi untuk pemeriksaan kuman H. Pylori.
Ulkus Duadenum
Upper Gastrointestinal Endoscopy (UGIE) atau Upper Gastrointestinal
barium radiografi.
Ulkus lambung
Upper Gastrointestinal Endoskopi.
Deteksi H. Pylori
Deteksi antibodi pada serum dan rapid urease test pada biopsi antral. Urea
breath test umumnya digunakan untuk mengetahui eradikasi dari H. Pylori
jika perlu.

3.7. Terapi
Tujuan terapi adalah menghilangkan keluhan/ gejala, menyembuhkan/
memperbaiki kesembuhan ulkus, mencegah kekambuhan/rekurensi ulkus,
dan mencegah komplikasi.
Walaupun ulkus lambung dan ulkus duodenum sedikit berbeda dalam
patofisiologi tetapi respon terhadap terapi sama. Ulkus lambung biasanya
ukurannya lebih besar, akibatnya memerlukan waktu terapi yang lebih lama.
Untuk pengobatan ulkus lambung sebaiknya dilakukan biopsi untuk
menyingkirkan adanya suatu keganasan/kanker lambung.
Terapi terhadap ulkus peptikum terdiri dari: Non-medikamentosa,
medikamentosa, dan tindakan operasi.
TERAPI NON-MEDIKAMENTOSA

23
 DIET. Walaupun tidak diperoleh bukti yang kuat terhadap berbagai
bentuk diet yang dilakukan, namun pemberian diet yang mudah cerna
khususnya pada ulkus yang aktif perlu dilakukan. Makan dalam jumlah
sedikit dan lebih sering, lebih baik daripada makan yang sekaligus
kenyang.
Mengurangi makanan yang merangsang pengeluaran asam lambung/
pepsin, makanan yang merangsang timbulnya nyeri dan zat-zat lain
yang dapat mengganggu pertahanan mukosa gastroduodenal. Beberapa
peneliti menganjurkan makanan biasa, lunak, tidak merangsang dan diet
seimbang.
 OBAT-OBATAN. OAINS sebaiknya dihindari. Pemberian secara
parenteral (supositorik dan injeksi) tidak terbukti lebih aman. Bila
diperlukan dosis OAINS diturunkan atau dikombinasikan dengan
ARH2/PPI/misoprostrol. Pada saat ini sudah tersedia COX 2 inhibitor
yang selektif untuk penyakit OA/RA yang kurang menimbulkan
keluhan perut. Agen inhibitor COX-2 selektif dibedakan menurut
susunan sulfa (rofecoxib, etoricoxib) dan sulfonamida (celecoxib,
valdecoxib). Penggunaan parasetamol atau kodein sebagai analgesik
dapat dipertimbangkan pemakaiannya.

TERAPI MEDIKAMENTOSA
 ANTASIDA. Pada saat ini antasida sudah jarang digunakan, antasida
sering digunakan untuk menghilangkan keluhan rasa sakit/dispepsia.
Preparat yang mengandung magnesium tidak dianjurkan pada gagal
ginjal karena menimbulkan hipermagnesemia dan kehilangan fosfat
sedangkan alumunium menyebabkan konstipasi dan neurotoksik tapi
bila dikombinasi dapat menghilangkan efek samping. Dosis anjuran 4 x
1 tablet, 4 x 30 cc.
 KOLOID BISMUTH (COLOID BISMUTH SUBSITRAT/CBS DAN
BISMUTH SUBSALISILAT/BSS). Mekanisme belum jelas,

24
kemungkinan membentuk lapisan penangkal bersama protein pada
dasar ulkus dan melindunginya terhadap pengaruh asam dan pepsin,
berikatan dengan pepsin sendiri, merangsang sekresi PG, bikarbonat,
mukus. Efek samping jangka panjang dosis tinggi khusus CBS neuro
toksik.
Obat ini mempunyai efek penyembuhan hampir sama dengan ARH2
serta adanya efek bakterisidal terhadap Helicobacter pylori sehingga
kemungkinan relaps berkurang. Dosis anjuran 2x2 tablet sehari dengan
efek samping berupa tinja berwarna kehitaman sehingga menimbulkan
keraguan dengan perdarahan.
 SUKRALFAT. Suatu kompleks garam sukrosa dimana grup hidroksil
diganti dengan aluminium hidroksida dan sulfat. Mekanisme kerja
kemungkinan melalui pelepasan kutub aluminium hidroksida yang
berikatan dengan kutub positif molekul protein membentuk lapisan
fisikokemikal pada dasar ulkus, yang melindungi ulkus dari pengaruh
agresif asam dan pepsin. Efek lain membantu sintesa prostaglandin,
menambah sekresi bikarbonat dan mukus, meningkatkan daya
pertahanan dan perbaikan mukosal. Dosis anjuran 4x1 gr sehari.
 PROSTAGLANDIN. Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam
lambung menambah sekresi mukus, bikarbonat, dan meningkatkan
aliran darah mukosa serta pertahanan dan perbaikan mukosa. Efek
penekanan sekresi asam lambung kurang kuat dibandingkan dengan
ARH2. Biasanya digunakan sebagai penangkal terjadinya ulkus
lambung pada pasien yang menggunakan OAINS. Dosis anjuran 4x200
mg atau 2x400 mg pagi dan malam hari. Efek samping diare, mual,
muntah, dan menimbulkan kontraksi otot uterus sehingga tidak
dianjuran pada orang hamil dan yang menginginkan kehamilan.
 ANTAGONIS RESEPTOR H2/ARH2. (Cimetidin, Ranitidine,
Famotidine, Nizatidine), struktur homolog dengan histamin.
Mekanisme kerjanya memblokir efek histamin pada sel parietal

25
sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam
lambung. Inhibisi ini bersifat reversibel. Pengurangan sekresi asam post
prandial dan nokturnal, yaitu sekresi nokturnal lebih dominan dalam
rangka penyembuhan dan kekambuhan ulkus.
Dosis terapeutik :
Cimetidin : dosis 2x400 mg atau 800 gr malam hari
Ranitidin : 300 mg malam hari
Nizatidine : 1x300 mg malam hari
Famotidin : 1x40 mg malam hari
Roksatidin : 2x75 mg atau 150 mg malam hari
Dosis terapetik dari keempat ARH2 dapat menghambat sekresi asam
dalam potensi yang hampir sama, tapi efek samping simetidin lebih
besar dari famotidin karena dosis terapeutik lebih besar.
 PROTON PUMP INHIBITOR/ PPI (Omeprazol, Lanzoprazol,
pantoprazol, Rabeprazol, Esomesoprazol). Mekanisme kerja PPI adalah
memblokir kerja enzim K+ H+ ATPase yang akan memecah K+ H+ ATP
menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam HCl
dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung. PPI mencegah
pengeluaran asam lambung dari sel kanalikuli, menyebabkan
pengurangan rasa sakit pasien ulkus, mengurangi aktivitas faktor agresif
pepsin dengan pH>4 serta meningkatkan efek eradikasi oleh triple
drugs regimen.
Dosis Terapetik :
Rabeprazole 2x 20 mg/ hari
Omeprazole 2x 20 mg/ hari
Esomesoprazole 2x 20 mg/ hari
Lanzoprazole 2x 30 mg/ hari
Pantoprazole 2x 40 mg/ hari
 REGIMEN TERAPI HELICOBACTER PYLORI 5

26
Terapi Triple. Secara historis regimen terapi eradikasi yang pertama
digunakan adalah: bismuth, metronidazole, tetrasiklin. Regimen triple
terapi (PPI 2x1, Amoxicillin 2x1000, klaritromisin 2x500,
metronidazole 3x500, tetrasiklin 4x500) dan yang banyak digunakan
saat ini:
1. Proton pump inhibitor (PPI) 2x1 + Amoksisilin 2 x 1000 +
Klaritromisin 2x500
2. PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Claritromisin 2x500 (bila alergi
penisilin)
3. PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Amoksisilin 2x 1000
4. PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Tetrasiklin 4x500 bila alergi
terhadap klaritromisin dan penisilin
Lama pengobatan eradikasi HP 1 minggu (esomesoprazol), 5 hari
rabeprazole. Ada anjuran lama pengobatan eradikasi 2 minggu, untuk
kesembuhan ulkus, bisa dilanjutkan pemberian PPI selama 3-4 minggu
lagi. Keberhasilan eradikasi sebaiknya di atas 90%. Efek samping triple
terapi 20-30%.
Kegagalan pengobatan eradikasi biasanya karena timbulnya efek
samping dan compliance dan resisten kuman. Infeksi dalam waktu 6
bulan pasca eradikasi biasanya suatu rekurensi denfan infeksi kuman
lain.
TINDAKAN OPERASI
Tindakan operasi dilakukan pada keadaan:
1. Elektif (gagal pengobatan/ ulkus refrakter)
2. Darurat (komplikasi: perdarahan, perforasi, stenosis pilorik)
3. Ulkus lambung dengan keganasan
Terdapat tiga tindakan operasi yang dilakukan pada ulkus
lambung, yaitu: highly selective vagotomy (HSV), vagotomi dan
drainage, vagotomi dan gastrectomi distal.
Highly Selective Vagotomy

27
Highly selective vagotomy (HSV), juga disebut vagotomi sel
parietal atau vagotomi gastric proximal, aman (risiko mortalitas <
0.5%) dan menyebabkan efek samping yang minimal. Operasi ini
memutuskan suplai nervus vagus ke 2/3 proksimal dari lambung,
dimana pada dasarnya terletak sel parietal. Sedangkan innervasi vagus
ke antrum, pylorus, dan abdmoninal viscera tetap dipertahankan.Tidak
adekuatnya innervasi ke daerah tersebut karena kesalahan teknik
operasi dapat mengakibatkan penekanan asam tidak adekuat dan
insiden tinggi terjadinya ulkus rekuren.
Vagotomi dan Drainage
Truncal vagotomi dan pyloroplasti, dan truncal vagotomi dan
gastrojejunostomi adalah prosedur dari vagotomi dan drainage (V+D).
Bagaimanapun, vagotomi selektif dan drainage, dan HSV dan
gastrojejunostomi dapat digunakan untuk operasi ulkus pada pasien
tertentu. Keuntungan dari V+D karena aman dan dapat dilakukan
dengan cepat oleh dokter bedah berpengalaman. Kerugiannya karena
efek sampingnya (10% pasien mengalami dumping atau diare), dan
10% dengan rata-rata ulkus rekuren. Selama vagotomi truncal,
perawatan harus dilakukan agar tidak terjadi perforasi esofagus, yang
berpotensi menyebabkan kematian. Tidak seperti HSV, V+D secara
luas diakui berhasil untuk operasi terhadap penyakit ulkus peptikum
dengan komplikasi. Ini telah dikatakan sebagai operasi yang berguna
untuk mengobati perdarahan duodenum dan ulkus lambung, perforasi
duodenum dan ulkus lambung, dan obstruksi duodenum dan ulkus
lambung (tipe II dan III).
Vagotomi dan Antrectomi
Keuntungan dari vagotomi dan antrectomi (V+A) adalah risiko
rendah terjadinya kekambuhan ulkus dan penerapan operasi pada
pasien dengan ulkus peptikum dengan komplikasi (perdarahan

28
duodenum dan ulkus lambung, obstruksi ulkus peptikum, ulkus
lambung yang tidak sembuh, dan ulkus rekuren).

Distal Gastrectomi
Gastrectomi distal tanpa vagotomi (biasanya sekitar 50%
gastrectomi termasuk dengan ulkus) secara tradisional menjadi
prosedur pilihan untuk ulkus lambung tipe I. Rekonstruksi dapat
dilakukan Billroth I atau Billroth II. Vagotomi trunkal ditambahkan
untuk tipe II dan II ulkus lambung, atau jika pasien diyakini berisiko
untuk ulkus rekuren dan harus dipertimbangkan jika rekonstruksi
Billroth II dimaksud. Walaupun tidak secara rutin digunakan untuk
pengobatan bedah untuk ulkus peptikum, gastrectomi subtotal (75%
gastrectomi distal) tanpa vagotomi dapat menjadi pilihan untuk pasien
ulkus peptikum.

3.8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada umumnya :
- Perdarahan : hematemesis/ melena dengan tanda syok apabila
perdarahan masif dan perdarahan tersembunyi
- Anemia : Anemia dapat terjadi apabila terjadi kekurangan darah
berlebihan dan anemia kronik
- Perforasi : nyeri perut menyeluruh sebagai tanda peritonitis
- Gastric Outlet Obstruction : keluhan pasien akibat komplikasi ini
berupa cepat kenyang, muntah berisi makanan tak tercerna, mual, sakit
perut setelah makan/ post prandial, berat badan menurun.
Komplikasi Pasca Operasi:
- Obstruksi loop aferent (Billroth II),
- Bile reflux gastritis,
- Dumping syndrome (pengosongan lambung menjadi cepat dengan
abdominal distress),

29
3.9. Prognosis
Prognosis tergantung dari perjalanan penyakit dan komplikasi yang terjadi.
Kebanyakan pasien berhasil diobati dengan eradikasi infeksi H pylori,
menghindari NSAID, dan penggunaan yang tepat terapi anti sekresi.
Eradikasi infeksi H pylori menurunkan tingkat kekambuhan ulkus 60-90%
menjadi sekitar 10-20%.
Tingkat mortalitas dari ulkus peptikum, yang telah menurun dalam
beberapa dekade terakhir, sekitar 1 kematian per 100,000 kasus. Jika suatu
pertimbangan semua pasien dengan ulkus duodenum, tingkat mortalitas
karena perdarahan ulkus sekitar 5%. Selama 20 tahun terakhir, tingkat
mortalitas pada perdarahan ulkus tidak berubah walaupun muncul histamin-
2 reseptor antagonis (H2RAs) dan PPI. Bagaimanapun, bukti dari meta-
analisis dan studi lain telah menunjukkan penurunan tingkat mortalitas dari
perdarahan ulkus peptikum ketika PPI intravena digunakan setelah terapi
endoskopi berhasil.

30
BAB IV
ANALISIS KASUS
Penegakan diagnosis dapet dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Hasil tersebut sudah menunjukan diagnosis yang
tepat pada pasien yaitu ulkus peptikum.
Pada anamnesis didapatkan keluhan nyeri ulu hati sejak 1 bulan terakhir.
Pasien juga mengeluh sesak nafas, mual, muntah, bersendawa, nyeri terasa seperti
tertusuk-tusuk. Pasien mengatakan sering mengkonsumsi obat pereda nyeri ketika
sakit gigi dan nyeri pada bagian perut. Secara umum pasien dengan ulkus
peptikum biasanya memiliku keluhan sama seperti keluhan dispepsia, keluhan
utama yaitu nyeri pada bagian perut terutama pada ulu hati dan mual, bersendawa,
rasa terbakar, merasa cepat kenyang, menunjukan bahwa terjadi permasalahan
pada lambung penderita. Hal ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan fisik yang
menunjukan bahwa terdapat nyeri tekan pada daerah epigastrium yang merupakan
daerah nyeri pada bagian lambung.
Nyeri pada lambung dapat disebakan oleh beberapa penyebab namun secara
umum dapat di klasifikasikan menjadi 2 yaitu perlukaan atau distensi. Kedua hal
ini dapat terjadi secara bersamaan karena iritasi atau perlukaan pada lambung
dapat menyebabkan melambatnya peristaltik usus. Pada penderita, nyeri lambung
sudah sangat sering dialami dan semakin memberat. Rasa nyeri timbul hingga
menghambat nafsu makan. Dari keluhan penderita ini dapat disimpulkan bahwa
telah terjadi lesi pada lambung. Dari beratnya rasa sakit dan riwayat penyakit
terdahulu, dapat di simpulkan bahwa perlukaan yang terjadi tidak terbatas pada
iritasi lagi namun telah berkembang menjadi ulkus.

Penyakit tukak lambung biasanya disebabkan oleh bakteri helicobacter


pylori namun tak sedikit disebabkan oleh penggunaan NSAID. Pada kasus ini,
pasien mengaku sering mengkonsumsi obat NSAID untuk menghilangkan nyeri
sakit gigi dan nyeri perut. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa tukak

31
lambung sering disebabkan oleh penggunaan NSAID jangka panjang. Penggunaan
NSAID pada kepustakaan mengatakan bahwa penghambatan COX-1 dalam
saluran pencernaan menyebabkan penurunan sekresi prostaglandin dan efek
sitoprotektifnya pada mukosa lambung. Karena itu meningkatkan kerentanan
terhadap cedera mukosa. Penggunaan obat-obatan NSAID yang nonselektif COX
dapat mengakibatkan pengikisan lapisan mukosa lambung. Dalam jangka waktu
lama akan menimbulkan tukak lambung (ulkus peptikum).

Obat antiinflamasi non-steroid/NSAID akan merusak mukosa lambung


melalui 2 mekanisme utama yaitu lokal dan sistemik. Kerusakan mukosa secara
lokal terjadi karena OAINS bersifat lipofilik dan asam, sehingga mempermudah
trapping ion hidrogen masuk kedalam mukosa dan menimbulkan ulserasi. Efek
sistemik NSAID lebih penting yaitu terjadinya kerusakan mukosa lambung akibat
dari produksi prostaglandin yang menurun. Pada keadaan normal, asam lambung
dan pepsin tidak akan menyebabkan kerusakan mukosa lambung.

Adapun pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis tukak


lambung adalah dengan endoscopy. Dari hasil pemeriksaan endoskopy pada
tanggal 29/maret/2022 menunjukan pada Esofagus : lumen normal, mukosa
normal, EG junction normal, Gaster : lumen normal, mukosa antrum tampak
hipermeis, erosi (-), ulkus (+) healing, massa (-). Duodenum : lumen normal,
mukosa normal. Pada pemeriksaan hasil USG abdomen pada tanggal
31/maret/2022 menunjukan hasil hepar/GB/pancreas/ginjal/VU dalam batas
normal.

Pada pengobatan yang diberikan pada pasien ini yaitu edukasi untuk
menghentikan penggunaan NSAID. Pasien diberikan cairan infus ringer laktat
500ml sebanyak 20 tetes permenit pada awa di IGD, dan setelah beberapa hari
rawatan cairan infus diganti menjadi infus Assering 20 tpm, hal ini dilakukan
untuk mengontrol keadaan pasien yang lemah, mual muntah dan tidak nafsu
makan. Dan memberikan obat golongan PPI yatu Omeprazole 1 x 40 mg vial,.

32
Mekanisme kerja PPI adaah memblokir kerja enzim K+ H+ ATPase yang akan
memecah K+ H+ ATP menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan
asam HCl dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung, PPI juga
mempunyai efek dapat mencegah kekambuhan ulkus. Selain itu pasien juga
diberikan sucralfat syt /8jam membantu sintesa prostaglandin, menambah sekresi
bikarbonat dan mukus, meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosa.
Ondansetron /8jam diberikan untuk menceah serta mengobati mual dan muntah.
Selain itu pasien juga diberikan obat dari spesialis jantung ISDN 3x5mg,
Clopidogrel 1x75mg dan Atorvastatin 1x20mg di diagnosis dengan Angina
pectoris stabil.

33
DAFTAR PUSTAKA
1. Simadibrata M, Daldyono. Diare akut. Dalam : Sudoyo WA, Setyiohado B,
Idrus A, Simadibrata M, Setiati S, dkk. Ilmu Penyakit Dalam edisi 5. Jakarta:
Interna Publishing; 2009. p.548.
2. Putz R, Pabst R. Editor. Anatomi Pencernaan. Atlas Anatomi Sobotta jilid 2
edisi 22. Jerman: Elsevier GmbH; 2007. h.261.
3. Victor PE. Editor. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional.
Jakarta: EGC; 2008.
4. Lauralee S. Editor. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 6. Jakarta:
EGC; 2009. h.410-58
5. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9 revisi. Jakarta: EGC;
2014.
6. Sanusi, I. A. (2011). Tukak Lambung. In A. A. Rani, M. S. K., & A. F. Syam
(Eds.), Buku Ajar Gastroenterologi (328–345). Jakarta: Interna Publishing
7. Hadi, S. (2013). Gastroenterologi (204–206). Bandung: PT Alumni
8. Sudoyo A.W., B. Setiyohadi, I. Alwi,
M.K. Simadibrata, dan S. Setiati. Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Pusat
Penerbitan IPD FKUI. Jakarta
9. Australian Prescriber. Peptic ulcer disease and non-steroidal anti-
inflammatory drugs. Volume 40.(3).June 2017. Diakses pada
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5478398/pdf/austprescr-40-
91.pdf
10. American International Helth Alliance. Protocol for Diagnosis and Treatment
Peptic Ulcer in Adults, clinical practice guidelines for general
practioners.2010
11. Fashner, Julia. Diagnosis and Treatment of Peptic Ulcer Disease and H.
pylori Infection. Florida State University College of Medicine Family
Medicine Residency, Lee Memorial Health System, Fort Myers, Florida. (Am
Fam Physician. 2015;91(4):236- 242

34
12. Nur syafaatru rahmaniyah.Uji Efek Penyembuhan Ulkus Dari Perasan
Daging Buah Manga Podang Urang (Mangifera Indica L.) Pada Lambung
Tikus Yang Diinduksi Aspirin. Jurnal Wiyata, Vol.2 No.2 Tahun 2015
13. Avunduk, C. (2008). Manual of Gastroenterology: Diagnosis and Therapy
4th Edition (4th ed., 156–164). Boston: Tufts University Medical School.
14. Roy, Subrata. Clinical Study of Peptic Ulcer Disease. Padmashree Dr.D.Y.
Patil Medical College, Hospital dan Research Centre. Asian Journal of
Biomedical and pharmaceutical sciences, 2016.

35

Anda mungkin juga menyukai