Anda di halaman 1dari 46

Persentasi Kasus

Acute Kidney Injury + Anemia + Hipoalbumin + Infeksi Puerperalis

Disusun Oleh:

dr. Yunis Eka Shinta

Dokter Pembimbing:

dr.H.Muhammad Budiman , M.Ked (PD), Sp.PD,FINASIM

Dokter Pendamping:

dr. Nur Aisyah, M.Kes

PROGRAM INTERNSIP

PERIODE AGUSTUS 2021- MEI 2022

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGKINANG

KABUPATEN KAMPAR

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan
yang bejudul “Acute Kidney Injury + Anemia + Hipoalbumin + Infeksi
Puerperalis”.

Penyusunan laporan kasus ini untuk memenuhi salah satu tugas Program
Dokter Internsip Indonesia di RSUD Bangkinang. Terimakasih saya ucapkan kepada
dr.H.Muhammad Budiman,M.Ked(PD),Sp.PD,FINASIM dan dr.Nur Aisyah,M.Kes
atas bimbingan dan arahannya sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyajian
laporan kasus ini, dikarenakan keterbatasan ilmu dan pengalaman saya. Maka dengan
kerendahan hati, saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca dan pendamping sekaligus untuk menyempurnakan laporan kasus ini ke
depannya.

Bangkinang, Maret 2022

Penulis

i
Berita Acara Laporan Kasus

Pada hari ini, tanggal Maret 2022 telah dipresentasikan kasus oleh:
Nama : dr. Yunis Eka Shinta
Judul/ topik :Acute Kidney Injury+Anemia + Hipoalbumin+
Infeksi Puerperalis
Nama Pembimbing : dr. H. Muhammad Budiman, M.Ked(PD),
Sp.PD, FINASIM
Nama Pendamping : dr. Nur Aisyah
Nama Wahana : RSUD Bangkinang Kabupaten Kampar

Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan

1. dr. Yunis Eka Shinta 1.

2. dr. Anggra Prawira 2.

3. dr. Septiani Fitri Wahiddah 3.

4. dr. Novita Wahyu Juita 4.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pembimbing Pendamping

(dr. H. Muhammad Budiman, M.Ked(PD), Sp.PD, FINASIM) (dr. NurAisyah,M.Kes)

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
ABSTRAK ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
BAB II TINJAUAN KASUS ..................................................................... 2
2.1 Identitas Pasien........................................................................ 2
2.2 Anamnesis................................................................................ 2
2.3 Pemeriksaan Fisik.................................................................... 3
2.4 Pemeriksaan Penunjang........................................................... 5
2.5 Resume…................................................................................. 8
2.6 Diagnosa Kerja......................................................................... 8
2.7. Diagnosa Banding.................................................................... 8
2.8 Penatalaksanaaan..................................................................... 8
BAB III TNJAUAN PUSTAKA ................................................................ 11
3.1 Definisi ................................................................................... 11
3.2 Klasifikasi................................................................................ 11
3.3 Etiologi.....................................................................................17
3.4 Patofisiologi............................................................................. 18
3.5 Pemeriksaan Penunjang........................................................... 21
3.6 Penatalaksanaan....................................................................... 22
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................ 26
BAB V KESIMPULAN............................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 29

iii
ABSTRAK

Latar Belakang: Acute kidney injury (AKI), yang sebelumnya dikenal


dengan gagal ginjal akut (GGA, acute renal failure) merupakan salah
satu sindrom dalam bidang nefrologi yang dalam 15 tahun terakhir
menunjukkan peningkatan insidens. Beberapa laporan dunia
menunjukkan insidens yang bervariasi antara 0,5-0,9% pada
komunitas, 0,7-18% pada pasien yang dirawat di rumah sakit, hingga
20% pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU), dengan
angka kematian yang dilaporkan dari seluruh dunia berkisar 25%
hingga 80%. Selain itu, juga disebabkan oleh peningkatan nyata kasus
AKI akibat meningkatnya populasi usia lanjut dengan penyakit
komorbid yang beragam, meningkatnya jumlah prosedur transplantasi
organ selain ginjal, intervensi diagnostik dan terapeutik yang lebih
agresif.

Laporan Kasus: : Dilaporkan pasien dengan sesak nafas disertai


tampak lemas dan pucat. Pada pemeriksaan fisik dijumpai perut
membesar, nyeri dan tegang riwayat persalinan di dukun dengan
robekan jalan lahir dan bau busuk dari kemaluan. edema pada kaki
sebelah kanan. Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai anemia,
leukosistosis,trombositosis,uremia,creatinin meningkat,hipoalbumin,
urinalisa warna merah, protein 3+, eritrosit 3+.

Kesimpulan: Manifestasi klinis Gagal ginjal akut dapat berefek pada


sistem asidosis metabolik kegagalan pernafasan, anemia, infeksi,
kerusakan ginjal permanen, edema akibat penumpukan cairan dan
kematian jika tidak ditangani dengan tepat.

Kata Kunci:

Acute Kidney Injury + Anemia + Hipoalbumin + Infeksi Puerperalis

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Acute kidney injury (AKI), yang sebelumnya dikenal dengan gagal ginjal
akut (GGA, acute renal failure) merupakan salah satu sindrom dalam bidang
nefrologi yang dalam 15 tahun terakhir menunjukkan peningkatan insidens.
Beberapa laporan dunia menunjukkan insidens yang bervariasi antara 0,5-0,9% pada
komunitas, 0,7-18% pada pasien yang dirawat di rumah sakit, hingga 20% pada
pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU), dengan angka kematian yang
dilaporkan dari seluruh dunia berkisar 25% hingga 80%.

Insidens di negara berkembang, khususnya di komunitas, sulit didapatkan


karena tidak semua pasien AKI datang ke rumah sakit. Diperkirakan bahwa insidens
nyata pada komunitas jauh melebihi angka yang tercatat. Peningkatan insidens AKI
antara lain dikaitkan dengan peningkatan sensitivitas kriteria diagnosis yang
menyebabkan kasus yang lebih ringan dapat terdiagnosis. Selain itu, juga disebabkan
oleh peningkatan nyata kasus AKI akibat meningkatnya populasi usia lanjut dengan
penyakit komorbid yang beragam, meningkatnya jumlah prosedur transplantasi organ
selain ginjal, intervensi diagnostik dan terapeutik yang lebih agresif. 4

BAB II

TINJAUAN KASUS

1
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. AY
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 26 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Dusun II Pasir Jambu Rumbio Jaya
Tanggal MRS : 18 Oktober 2021
Pukul : 19.25 WIB

2.2 ANAMNESA
KeluhanUtama : Sesak Nafas
Telaah :
Pasien datang ke IGD RSUD Bangkinang pada tanggal 18 Oktober
2021 dengan keluhan Sesak nafas disertai Perut terasa semakin membesar
sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengaku perut terasa
nyeri dan tegang, nyeri juga dirasakan di pinggang kanan dan kiri. Pasien
tampak lemas dan pucat. Mual ada, muntah tidak ada, demam tidak ada,
nafsu makan berkurang, Keluhan juga disertai dengan kaki sebelah kanan
bengkak dan bau busuk dari kemaluan. Buang air besar ada, buang air kecil
terakhir 1 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini pada tanggal 04 Oktober 2021.
Dengan Robekan jalan lahir yang disertai infeksi. Dirawat di rumah sakit
selama ± 3 hari. Dengan keluhan yang sama.
Riwayat penyakit ginjal (-), Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), Penyakit
jantung (-)

Riwayat Persalinan :
Pasien Riwayat SC tahun 2016 di RSIA Norfa atas indikasi ketuban pecah
dini, anak tunggal hidup.
Pasien Riwayat Partus normal di dukun tanggal 19 September 2021, bayi
meninggal.

Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama
dengan pasien.

2
KEADAAN UMUM
STATUS PRESENT KEADAAN PENYAKIT
Sensorium : Compos mentis Anemia : +/+
TekananDarah : 110/70 mmHg Edema : -/+ kaki kanan
Temperatur : 36,5 °C Ikterus : Tidak ada
Pernafasan : 26x/menit Eritema : Tidak ada
Nadi : 105x/menit Sianosis : Tidak ada
Turgor : Baik
Dispnoe : ada
Sikap Tidur Paksa: Tidak ada

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


KEPALA LEHER
Inspeksi: Inspeksi:
Rambut : Tidak ada kelainan Struma : Tidak ada kelainan
Wajah : Tidak ada kelainan Kelenjar limfe : Tidak teraba pembesaran
Alis mata : Tidak ada kelainan Posisi trakea : Midline
Bulu mata : Tidak ada kelainan TVJ : 5-2 cmH20, bruit tidak ada
Mata : Konjungtiva palpebra
inferior anemis (+/+), Skera ikterik
(-/-), Pupil isokor
Hidung : Tidak ada kelainan
Bibir : Tampak pucat
Lidah : Tidak ada kelainan

THORAK
THORAK DEPAN THORAK BELAKANG
Inspeksi Inspeksi
- Bentuk : Fusiformis - Bentuk : Fusiformis
- Dada Tertinggal : Tidak ada - Dada tertinggal : Tidak ada
- Venektasi : Tidak ada - Venektasi : Tidak ada

Palpasi Palpasi
Paru : Paru :
- Nyeri tekan : Tidak ada - Nyeri tekan : Tidak ada
- Fremitus taktil : Kanan = kiri - Fremitus taktil : Kanan = kiri
Jantung :
- Ictus cordis : teraba di ICS V Perkusi
linea midclavikula sinistra 1 jari ke Paru : Sonor
medial, tidak kuat angkat.

3
Perkusi Auskultasi
Paru : Sonor - Suara pernafasan : Vesikuler
- Batas Relatif : ICS V dextra - Suara tambahan : Ronki(-/-),
- Batas Absolut : ICS VI dextra wheezing(-/-)
Jantung :
- Batas jantung atas : ICS II linea
parasternalis sinistra
- Batas jantung kiri : ICS V 1 jari
medial linea midclavicularis sinistra
- Batas jantung kanan : linea
parasternalis dextra.
Auskultasi
- Suara pernafasan : Vesikuler
- Suara tambahan : Ronki(-/-),
wheezing (-/-)
- Bunyi Jantung : M1 > M2
A2 > A1 P2 > P1 A2 = P2

ABDOMEN GENITALIA
Inspeksi Tampak fistula dari kemaluan (+) bau
Perut tampak cembung, Bengkak (+), busuk (+)
Venektasi (-)
Palpasi : Perut teraba tegang (+) nyeri
tekan epigastrium (-), nyeri tekan seluruh
lapangan perut (+)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba

Perkusi : Redup (+) shifting dullness (+)


Auskultasi: Peristaltik Usus : (+)

EKSTREMITAS
Ekstremitan Atas Ekstremitas Bawah
Bengkak : Tidak ada Bengkak : kaki kanan
Merah : Tidak ada Merah : Tidak ada
Pucat : ada Pucat : Tidak ada
Gangguan fungsi : Tidak ada Gangguan fungsi : Tidak ada

4
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
18-10-2021

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hematologi

Golongan darah B Rh(+) -

Darah Lengkap

Hemoglobin 6.5 gr % 13-18

Eritrosit 10 ˆ6/mmˆ3 3.8-5.8

Leukosit 20.2 10 ˆ3/mmˆ3 5-11

Hematokrit 19.6 % 37-47

MCV 87.0 Fl 80-96

MCH 28.9 Pg 27-32

Trombosit 823 10 ˆ3/mmˆ3 150-450

Hitung Jenis Leukosit

Eosinofil 0.4 % 1-3

Basofil 1.2 % 0-1

Neutrofil Segmen 82.9 % 50-70

Lymfosit 8.2 % 20-0

Monosit 7.3 % 2-8

Cell muda % Negatif

5
Diabetes

Glukosa Darah ( Stick ) 120 mg/dl 70-140

Fungsi Hati

Albumin 2,9 gr/dl 3.5-5.1

SGOT 14 U/L < 40

SGPT 9 U/L <42

Fungsi Ginjal

Ureum 150 mg/dl 10-50

Creatinin 5.9 Mg/dl 0.5-1.4

Imuno Serologi NEGATIVE NEGATIVE

Sar-Cov-2(covid 19)
Antigen

Pemeriksaan Urinen 18/10/2021

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Urinalisa

Warna Kemerahan - Kuning

Berat Jenis 1.015 - 1,020-1,1030

Ph 6.5 - 6,8-8,0

Lekosit Negatif - Negatif

Nitrit Negatif - Negatif

Protein 3+ - Negatif

6
Glukosa Negatif - Negatif

Keton Negatif - Negatif

Urobilinogen Negatif - Negatif

Bilirubin Negatif - Negatif

Eritrosit 3+ - Negatif

Sediment - Negatif

Eritosit Penuh LBP 0-5

Lekosit 0-2 LBP 0-5

Epitel 0-2 LPB 0-5

Kristal Negatif - Negatif

Tanggal : 20 Oktober 2021

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Imuno-Serologi

CRP Kuantitatif 192 mg/L <6

Fungsi Hati

Albumin 3.4 gr/dl 3.5-5.1

Tanggal : 22 Oktober 2021

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

7
Hematologi

Golongan darah B Rh(+) -

Darah Lengkap
Hemoglobin 13.1 gr % 13-18
Eritrosit 4.6 10 ˆ6/mmˆ3 3.8-5.8
Leukosit 19.1 10 ˆ3/mmˆ3 5-11
Hematokrit 37.1 % 37-47
MCV 80.1 Fl 80-96
MCH 28.3 Pg 27-32
Trombosit 772 10 ˆ3/mmˆ3 150-450
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil 0 % 1-3
Basofil 0 % 0-1
Neutrofil Segmen 74 % 50-70
Lymfosit 12 % 20-0
Monosit 4 % 2-8
Cell muda % Negatif
Fungsi Ginjal
Ureum 98 mg/dl 10-50
Creatinin 1.2 Mg/dl 0.5-1.4

2.5 RESUME

Seorang wanita berusia 26 tahun datang dengan keluhan Sesak nafas disertai
Perut terasa semakin membesar sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.

8
Pasien mengaku perut terasa nyeri dan tegang, nyeri juga dirasakan di
pinggang kanan dan kiri. Pasien tampak lemas dan pucat. Mual ada, muntah
tidak ada, demam tidak ada, nafsu makan berkurang, Keluhan juga disertai
dengan kaki sebelah kanan bengkak dan bau busuk dari kemaluan. Buang air
besar ada, buang air kecil terakhir 1 hari yang lalu. Pasien pernah mengalami
keluhan seperti ini pada tanggal 04 Oktober 2021. Dengan Robekan jalan
lahir yang disertai infeksi. Dirawat di rumah sakit selama ± 3 hari. Dengan
keluhan yang sama. Pasien Riwayat Partus normal di dukun tanggal 19
September 2021, bayi meninggal. Dari pemeriksaan fisik kesadaran compos
mentis, TD : 110/70 mmHg, HR : 105 x/i, RR : 26 x/i, T : 36,5 °C.

2.6 DIAGNOSA KERJA


Acute Kidney Injury + Anemia + Hipoalbumin + Infeksi Puerperalis

2.7 DIAGNOSA BANDING

2.8 PENATALAKSANAAN
- IVFD NaCl 0,9 % 15 tpm mikro
- Ceftriaxon 1 gr/12 Jam/IV
- Furosemide 1 amp/12 jam/IV
- Metronidazole infus 500 mg/8 jam
- Albumin 1 fls/hari
- Ketocid 3x1
- Transfuse PRC 3 bag – di visite dulu

9
Hasil Follow Up

N HARI/TANGGAL FOLLOU UP TERAPI


O

1. Selasa , 19 Oktober 2021 S : Lemas (+), pucat - O2 1-2 L


(+) perut tampak
cembung (+) kaki -IVFD Nacl 0,9% 20
kanan bengkak (+) tpm mikro

O: - Inj. Ceftrixone/12 jam

TD : 160/100 mmHg - Metronidazole


infus/8jam
HR : 100 x/i
- Inj. Furosemide/12
RR : 22 x/i jam

T : 36,5 °C - Inj.Lansoprazole/24
jam
A : Aki + anemia +
hipoalbumin + infeksi - albumin 1 fls/hari
puerperalis
- ketocid 3x1

2. Rabu, 20 Oktober 2021 S : Lemas (+), perut - O2 1-2 L


tampak cembung (+)
kaki kanan bengkak (+) -IVFD Nacl 0,9% 20
tpm mikro
O:
- Inj. Ceftrixone/12 jam
TD : 127/89mmHg
- Metronidazole
HR : 94 x/i infus/8jam

RR : 22 x/i - Inj. Furosemide/12


jam
T : 36,5 °C
- Inj.Lansoprazole/24
A : Aki + anemia + jam
hipoalbumin + infeksi
puerperalis - ketocid 3x1

BAB III

10
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Definisi gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi mendadak,
dalam beberapa jam sampai beberapa minggu, diikuti oleh kegagalan ginjal untuk
mengekskresi sisa metabolisme nitrogen dengan atau tanpa disertai terjadinya
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Definisi tersebut tidak menyertakan
batasan tentang parameter yang digunakan dan berapa waktu yang ditetapkan sebagai
kriteria penurunan fungsi ginjal mendadak. Oleh karena itu berbagai definisi klinis
gagal ginjal akut yang diajukan dalam literatur disesuaikan dengan kondisi masing-
masing pasien.

Definisi diagnosis GgGA harus cukup sensitif untuk mendeteksi gangguan ginjal
tahap dini dan cukup spesifik untuk menentukan prognosis pasien. sehingga definisi
GgGA harus disertai tahapan-tahapan diagnosis. Kelompok ADQI mengajukan suatu
kriteria dengan memperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi perjalanan
penyakit GgGA, yang disebut kriteria RIFLE (Risk- Injury- Failure- Loss- End-
stage renal failure). Kriteria ini pertama kali dipresentasikan pada International
Conference on Continous Renal Replacement Therapies, di San Diego pada tahun
2003, yang kemudian secara luas digunakan baik untuk melakukan penelitian
maupun menetapkandiagnosis dan prognosis pasien.

11
Tabel 1. Kriteria RIFLE Menurut ADQI 6,7

*Keterangan

SCr : kadar kreatinin serum

UO : urine output LFG : laju filtrasi glomerulus

LFG : laju filtrasi glomerulus

Untuk melengkapi panduan AKIN, KDIGO membuat draft panduan GgGA,


seperti terlihat pada tabel 2.

12
Taha Kriteria serum kreatinin Kriteria produksi urin
p

1 Peningkatan serum kreatinin Produksi urin< 0,5 cc/ kgBB


> 26 umol/L (0,3 mg/dl) selama lebih dari 6 jam
dalam 48 jam atau
peningkatan 1,5 -1,9 kali dari
kadar kreatinin referensi

2 Peningkatan serum kreatinin Produksi urin < 0,5 cc/ kgBB


2- 2,9 kali dari kadar kreatinin selama lebih dari 12 jam
referensi

3 Peningkatan serum kreatinin 3 Produk urin < 0,3 cc/kgBB


kali kadar sebelumnya atau selama lebih dari 24 jam atau
serum kreatinin > 4 mg/dl anuri selama 12 jam
atau telah memerlukan terapi
pengganti ginjal ( tanpa
melihat tahapannya)

Tabel 2. Tahapan GgGA Menurut KDIGO

Catatan : Kadar kreatinin referensi adalah kadar serum kreatinin pasien terendah
dalam 3 bulan terakhir. Seandainya nilai ini tidak diketahui, maka lakukan
pemeriksaan ulang serum kreatinin dalam 24 jam (kadar serum kreatinin yang
pertama dijadikan kadar referensi). Kriteria RIFLE dapat digunakan secara
mudah dan murah untuk menegakkan diagnosis GgGA,dalam praktek klinik,
karena hanya berdasarkan kenaikan kadar kreatinin serum atau penurunan
produksi urin dalam satuan waktu. 3,7

3.2 Epidemiologi

13
Data Epidemiologi mengenai GgGA ternyata sangat jarang dilaporkan,
padahal GgGA merupakan salah satu penyakit dengan angka kematian yang
tinggi. Kesulitan dalam membuat data ini antara lain disebabkan tidak ada
keseragaman definisi dan variasi gejala klinik yang sangat luas. Sejak digunakan
kriteria RIFLE, definisi diagnosis menjadi lebih seragam dan lebih sensitif. Hasil
metaanalisis yang dilakukan Tariq Ali, dkk. terhadap penelitian yang
menggunakan RIFLE sebagai kriteria diagnosis menunjukkan ternyata insiden
GgGA jauh diatas yang diperkirakan sebelumnya. Menurut Hoste & Schurgers
tingginya insidensi GgGA merupakan ancaman yang tersembunyi karena angka
kematiannya jauh lebih tinggi terutama bila disertai sepsis atau gagal paru akut
(acute lung injury). Hasil studi literatur yang dilakukan Cerda, dkk. (2008)
menunjukkan adanya perbedaan insiden GgGA pada Negara berkembang dan
Negara maju, baik untuk pasien yang dirawat di rumah sakit maupun pada
populasi umum . Perbedaan ini dipengaruhi oleh letak geografis, penyakit
pandemis, status ekonomi dan budaya setempat. Di negara berkembang, insidensi
GgGA pada populasi umum jarang dilaporkan, karena tidak semua pasien dirujuk
kerumah sakit. Gangguan ginjal akut yang ringan dapat sembuh sendiri diluar
rumah sakit sedang GgGA yang berat sering kali tidak mencapai rumah sakit
karena masalah geografis atau ekonomi. Wang, dkk. di Cina melaporkan angka
kejadian GgGA sebesar 0,54/ 1000 pasien yang dirawat, sedangkan Kohl, dkk. di
India melaporkan 6,6/ 1000 pasien yang dirawat. Angka GgGA yang terjadi di
populasi umum mungkin masih jauh lebih besar. Di negara maju, angka kejadian
GgGA di rumah sakit jauh lebih tinggi dibandingkan negara berkembang, dan
umumnya terjadi pada usia lanjut atau pasca operasi jantung. Sedangkan di
Negara berkembang, GgGA lebih banyak terjadi pada usia muda atau anak-anak,
dengan etiologi dehidrasi, infeksi, toksik atau kasus-kasus obstetri. Metaanalisis
yang dilakukan oleh Needham (2005) menunjukkan angka kejadian GgGA di
intensive care unit (ICU) adalah 1-5% dari seluruh pasien yang dirawat di rumah
sakit dan angka kematiannya mencapai 50-70%.

14
Sedangkan metaanalisis yang dilakukan Lamier dengan menggunakan kriteria
RIFLE menunjukkan angka kejadian GgGA di ICU bervariasi antara 5-67% dari
seluruh pasien yang dirawat dirumah sakit.4,5

3.3 Patogenesis

Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif
konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua mekanisme
yang berperan dalam autoregulasi ini adalah:9

• Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen

• Timbal balik tubuloglomerular

Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat
mempengaruhi autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh
hipoperfusi ginjal. Pada keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah,
yang akan mengaktivasi baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi
sistim saraf simpatis, sistim rennin-angiotensin serta merangsang pelepasan
vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang merupakan mekanisme tubuh untuk
mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta perfusi serebral. Pada
keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah ginjal
dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent yang
dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta
vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II dan
ET-1. 4,9

Ada tiga patofisiologi utama dari penyebab acute kidney injury (AKI) :

1. Penurunan perfusi ginjal (pre-renal)

2. Penyakit intrinsik ginjal (renal)

3. Obstruksi renal akut (post renal)

15
- Bladder outlet obstruction (post renal)

- Batu, trombus atau tumor di ureter

1. Gagal Ginjal Akut Pre Renal (Azotemia Pre Renal)

Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta
berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan
terganggu dimana arteriol afferent mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi
mesangial dan penigkatan reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal
atau gagal ginjal akut fungsional dimana belum terjadi kerusakan struktural dari
ginjal.10

Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis


intrarenal menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh berbagai
macam obat seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien – pasien berusia di atas 60
tahun dengan kadar serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal.
Proses ini lebih mudah terjadi pada kondisi hiponatremi, hipotensi, penggunaan
diuretic, sirosis hati dan gagal jantung. Perlu diingat bahwa pada pasien usia lanjut
dapat timbul keadaan – keadaan yang merupakan resiko GGA pre-renal seperti
penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit renovaskuler), penyakit ginjal
polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal. Sebuah penelitian terhadap tikus yaitu gagal
ginjal ginjal akut prerenal akan terjadi 24 jam setelah ditutupnya arteri renalis.9,10

2. Gagal Ginjal Akut Intra Renal (azotemia Intrinsik Renal)

Gagal ginjal akut intra renal merupakan komplikasi dari beberapa penyakit
parenkim ginjal. Berdasarkan lokasi primer kerusakan tubulus penyebab gagal ginjal
akut inta renal, yaitu :

1. Pembuluh darah besar ginjal

2. Glomerulus ginjal

3. Tubulus ginjal : nekrosi tubular akut

4. Interstitial ginjal

16
Gagal ginjal akut intra renal yang sering terjadi adalah nekrosi tubular akut
disebabkan oleh keadaan iskemia dan nefrotoksin. Pada gagal ginjal renal terjadi
kelainan vaskular yang sering menyebabkan nekrosis tubular akut. Dimana pada
NTA terjadi kelainan vascular dan tubular. Pada kelainan vaskuler terjadi:

• peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang menyebabkan


sensitifitas terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan gangguan otoregulasi.

• terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel endotel


vaskular ginjal, yang mengakibatkan peningkatan A-II dan ET-1 serta penurunan
prostaglandin dan ketersediaan nitric oxide yang berasal dari endotelial NO-sintase.

• peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan interleukin-18,


yang selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari intraseluler adhesion molecule-1
dan P-selectin dari sel endotel, sehingga peningkatan perlekatan sel radang terutama
sel netrofil. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan radikal bebas oksigen.
Kesuluruhan proses di atas secara bersama-sama menyebabkan vasokonstriksi
intrarenal yang akan menyebabkan penurunan GFR. Salah satu Penyebab tersering
AKI intrinsik lainnya adalah sepsis, iskemik dan nefrotoksik baik endogenous dan
eksogenous dengan dasar patofisiologinya yaitu peradangan, apoptosis dan
perubahan perfusi regional yang dapat menyebabkan nekrosis tubular akut (NTA).
Penyebab lain yang lebih jarang ditemui dan bisa dikonsep secara anatomi
tergantung bagian major dari kerusakan parenkim renal : glomerulus,
tubulointerstitium, dan pembuluh darah. 10

Sepsis-associated AKI

Merupakan penyebab AKI yang penting terutama di Negara berkembang.


Penurunan LFG pada sepsis dapat terjadi pada keadaan tidak terjadi hipotensi,
walaupun kebanyakan kasus sepsis yang berat terjadi kolaps hemodinamik yang
memerlukan vasopressor. Sementara itu, diketahui tubular injury berhubungan secara
jelas dengan AKI pada sepsis dengan manifestasi adanya debris tubular dan cast pada
urin.

17
Efek hemodinamik pada sepsis dapat menurunkan LFG karena terjadi
vasodilatasi arterial yang tergeneralisir akibat peningkatan regulasi sitokin yang
memicu sintesis NO pada pembuluh darah. Jadi terjadi vasodilatasi arteriol eferen
yang banyak pada sepsis awal atau vasokontriksi renal pada sepsis yang berlanjut
akibat aktivasi sistem nervus simpatis, sistem renin-angiotensus-aldosteron,
vasopressin dan endothelin. Sepsis bisa memicu kerusakan endothelial yang
menghasilkan thrombosis microvascular, aktivasi reaktif oksigen spesies serta adesi
dan migrasi leukosit yang dapat merusak sel tubular renal.11,12

3. Gagal Ginjal Akut Post Renal

Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan


GGA. GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal.
Obstruksi intrarenal terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan
protein ( mioglobin, hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis
ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik
( keganasan pada pelvis dan retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih
(batu, tumor, hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA post- renal
terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan ureter bilateral, atau
obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi.9

Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran
darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh
prostaglandin-E2. Pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah
ginjal dibawah normal akibat pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis
ginjal tetap meningkat tetapi setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase
kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang makin menurun dan penurunan tekanan
pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24 jam
adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase ini
mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktor - faktor pertumbuhan yang
menyebabkan fibrosis interstisial ginjal.10,11

18
3.4 Diagnosis dan Etiologi

Diagnosis klinik GgGA dapat ditegakkan dengan cepat tanpa membutuhkan


alat canggih dan mahal seperti CT-Scan atau MRI, tetapi membutuhkan daya
analisis yang kuat dan pengetahuan patofisiologi yang memadai dalam
mengevaluasi data-data yang ada. Untuk itu, akan disajikan suatu algoritma yang
komprehensif berdasarkan pengalaman klinis dandidukung oleh data-data
penelitian, yang diharapkan dapat membantu menegakkan diagnosis secara dini
dan tepat seperti terlihat pada gambar 3.
Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO) pada tahun 2011
menerbitkan panduan untuk GgGA dengan tujuan menjembatani hal-hal yang
belum dapat disepakati oleh ADQI maupun AKIN. Kriteria diagnosis GgGA
versi KDIGO sebenarnya hampir sama dengan kriteria diagnosis AKIN.
Kesulitan penggunaan panduan ADQI maupun AKIN adalah menentukan kadar
kreatinin dasar referensi. Seringkali pasien masuk tanpa mengetahui berapa kadar
kreatinin darah sebelum nya. terutama untuk GgGA yang tidak dirawat di rumah
sakit. Untuk itu, KDIGO memberikan definisi kadar kreatinin darah referensi
adalah sebagai berikut: Kadar kreatinin darah terendah dalam 3 bulan terakhir,
atau kadar kreatinin saat awal masuk perawatan. Untuk mengetahui peningkatan
kreatinin, maka dilakukan pemeriksaan kreatinin ulang setelah 24 jam perawatan
Pada penderita dengan penyakit kritis, kriteria ADQI maupun AKIN tidak
memberikan petunjuk mengenai penegakkan etiologi GgGA (pre-renal, renal,
atau post- renal). Sampai saat ini upaya penegakkan diagnosis etiologi GgGA
masih dalam perdebatan.
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis
AKI, yakni:
(1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan
gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,- 55%)
(2) penyakit yang secara langsung menyebabkan gangguan pada parenkim
ginjal (AKI renal/intrinsik,- 40%)

19
(3) penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih (AKI
pascarenal,~5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat tergantung dari tempat
terjadinya AKI.

20
Gambar 3. Algoritma untuk menegakkan diagnosis GgGA

Tabel 4. Kriteria Diagnosis GgGA menurut KDIGO


Sebelum ginjal pre-renal, didalam ginjal renal/ intrinsik, atau sesudah ginjal
post-renal Etiologi pre-renal dapat terjadi pada GgGA diluar rumah sakit
(community-acquired) atau didalam rumah sakit (hospital-acquired). Angka
kejadian etiologi pre-renal mencapai 70% dari seluruh GgGA yang terjadi diluar
rumah sakit dan 40% dan yang terjadi didalam rumah sakit.

21
3.5 Pemeriksaan penunjang

Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang diagnostik yang mahal dan canggih


untuk menegakkan diagnosis GgGA. Pemeriksaan penunjang umumnya dilakukan
untuk menegakkan etiologi GgGA. Pemeriksaan yang sampai saat ini masih sering
dilakukan adalah : Pemeriksaan Bioklmia Darah Saat ini yang digunakan sebagai
penanda biologis (biomarker) diagnosis adalah kadar kreatinin serum atau Urea-N ,
padahal kedua parameter diagnosis ini sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor
lainnya. Laju filtrasi glomerulus sulit dilakukan pada penderita dalam keadaan kritis,
yang dapat dilakukan adalah menghitung perkiraan LFG (estimated glomerular
filtration rate - eGFR) berdasarkan kadar kreatinin serum dengan menggunakan
rumus MDRD (Modification of Diet in Renal Disease Study). Kondisi ini mungkin
yang menyebabkan pengelolaan GgGA tidak mencapai hasil yang memuaskan,
karena terlambat diagnosis dan pengelolaannya.

Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda inflamasi


glomerulus, tubulus, infeksi saluran kemih, atau uropati kristal. Pada AKI prerenal,
sedimen yang didapatkan aselular dan mengandung cast hialin yang transparan. AKI
postrenal juga menunjukkan gambaran sedimen inaktif, walaupun hematuria dan
piuria dapat ditemukan pada obstruksi intralumen atau penyakit prostat. AKI renal
akan menunjukkan berbagai cast yang dapat mengarahkan pada penyebab AKI,
antara lain pigmented “muddy brown” granular cast, cast yang mengandung epitel
tubulus yang dapat ditemukan pada ATN; cast eritrosit pada kerusakan glomerulus
atau nefritis tubulointerstitial; cast leukosit dan pigmented “muddy brown” granular
cast pada nefritis interstitial. Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea
plasma) dan urin (osmolalitas urin, kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat
mengarahkan pada penentuan tipe AKI.

22
Tabel.5 Kelainan Analisis Urin

3.5 Komplikasi Gangguan Ginjal Akut

Komplikasi terkait AKI tergantung dari keberatan AKI dan kondisi terkait AKI
yang ringan dan sedang mungkin secara keseluruhan asimtomatik khususnya saat
awal. Pada tabel berikut dijelaskan komplikasi yang sering terjadi dan penangannya
untuk AKI.

KOMPLIKASI TERAPI

Kelebihan cairan intravaskuler Batasi garam (l-2 gram/hari) dan air


(<1liter/hari) Diuretik (biasanya
furosemide/thiazide)

Hiponatremia Batasi cairan (<1 liter/hari) Hindari


pemberian cairan hipotonis (termasuk
dekstrosa 5%)

23
Hiperkalemia Batasi asupan kalium (<40 mmol/hari)
Hindari suplemen kalium dan diuretik
hemat kalium Beri resin potassium-
binding ion exchange (kayexalate) Beri
glukosa 50% sebanyak 50 cc + insulin 10
unit Beri natrium bikarbonat (50-100
mmol) Beri salbutamol 10-20 mg inhaler
atau 0,5-l mg lV Kalsium glukonat 10%
(10 cc dalam 2-5 menit)

Asidosis metabolic Batasi asupan protein (0,8-1,0


g/kgBB/hari) Beri natrium bikarbonat
(usahakan kadar serum bikarbonat plasma
> 15 mmol/l dan pH arteri > 7,2)

Hiperfosfatemia Batasi asupan fosfat (800 mg/hari) Beri


pengikat fosfat (kalsium asetat-karbonat,
alumunium HCl, sevalamer)

Hipokalsemia Beri kalsium karbonat atau kalsium


glukonat 10% (10-20 cc)

Hiperurisemia Tidak perlu terapi jika kadar asam urat <


15 mg/dl

Tabel.6 komplikasi dan Terapi Gangguan Ginjal Akut 5,7

24
3.6 Penatalaksanaan

Ada 2 jenis pengobatan dalam pengelolaan terhadap komplikasi GgGA, yaitu :

1. Terapi konservatif (suportif)

2. Terapi pengganti ginjal (TPG)

A. Terapi Konservatif

Yang dimaksud dengan terapi konservatif (suportif) adalah penggunaan obat-obatan


atau cairan dengan tujuan mencegah atau mengurangi progresifitas. morbiditas dan
mortalitas penyakit akibat komplikasi GgGA. Bila terapi konservatif tidak berhasil,
maka harus diputuskan untuk melakukan TPG .

Tujuan terapi konservatif pada GgGA adalah sebagai berikut:

 Mencegah progresifitas penurunan fungsi ginjal

 Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia

 Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal

 Memelihara keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa.

2. Terapi pengganti ginjal (TPG)

B. Terapi Pengganti Ginjal

Tujuan TPG pada pasien AKI dalam kondisi kritis adalah untuk memberi
bantuan kepada ginjal dan kepada berbagai organ tubuh lainnya supaya kembali
berfungsi. Pasien AKI dalam kondisi kritis membutuhkan cairan, obat-obatan,
maupun nutrisi dalarn jumlah besar. Dengan melakukan TPG, dapat dilakukan
ultrafiltrasi sehingga dapat diberikan cairan sesuai dengan kebutuhan pasien. Jadi,
diciptakan lingkungan yang memberi kesempatan kepada tubuh untuk pulih dari
penyakit yang menjadi penyebab kondisi kritisnya. Tujuan tersebut sangat berbeda
jika dibandingkan dengan TPG pada pasien gagal ginjal terminal (chronic kidney
disease) di mana tujuan utamanya adalah mengambil alih fungsi ginjal secara rutin
seumur hidup untuk memperbaiki keadaan azotemia sehingga yang menjadi patokan

25
keberhasilan adalah survival dan kualitas hidup. Pada pasien AKI, indikasi TPG
sangat luas, tergantung dari kondisi klinik yang dihadapi. Saat ini kriteria yang biasa
dipakai menjadi dasar untuk inisiasi dialisis pada AKI adalah gejala klinik kelebihan
cairan dan penanda biokimia tentang terjadinya ketidak seimbangan elektrolit, misal
hiperkalemia, azotemia, atau asidosis metabolik. Berikut adalah kriteria praktis yang
sangat bermanfaat sebagai indikasi inisiasi TPG, sehingga memungkinkan bagi
pasien untuk mendapatkan TPG yang lebih tepat waktu, lebih aman, dan lebih
fisiologis. Terdapat lima kondisi dilakukannya dialisis segera.

Perlu diingat bahwa dialisis hanya dilakukan apabila kondisi-kondisi berikut


tidak bisa diperbaiki dengan terapi konvensional (AIUEO)

1. Gangguan Asam basa: asidosis berat (pH < 7,1)

2. Intoksikasi methanol, litium, salisilat

3. Uremia; pericarditis uremikum, ensefalopati uremikum, perdarahan, azotemia


(ureum >200 mg/dL)

4. Gangguan Elektrolit: hiperkalemia (K+ >6,5 mEq/L), hiperkalsemia, sindrom lisi


tumor, hipernatremia berat (Na+ >160 mEq/L), atau hiponatremia berat (Na+ <115
mEq/L)

5. Overload cairan: edema paru, dan lain-lain.

3.7 Prognosis

Pasien dengan AKI memiliki resiko yang cukup besar untuk selanjutnya
berkembang menjadi gangguan ginjal kronis. Pasien dengan AKi juga memiliki
resiko tinggi menjadi end-stage renal disease dan kematian prematur. Sehingga,
pasien AKI harus terus di monitor terutama terhadap perkembangan penyakitnya
atau perburukan menjadi gangguan ginjal kronis. Mortalitas akibat GGA bergantung
keadaan klinik dan derajat gagal ginjal. Perlu diperhatikan faktor usia, makin tua
makin jelek prognosanya, adanya infeksi yang menyertai, perdarahan
gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk prognosa.

26
Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama saluran
cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal multiorgan dengan
kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya. Pasien dengan GGA yang
menjalani dialysis angka kematiannya sebesar 50-60%, karena itu pencegahan,
diagnosis dini, dan terapi dini perlu ditekankan. 12

4.1 Definisi Anemia

Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau konsentrasi
hemoglobin di dalamnya lebih rendah dari normal atau tidak mencukupi kebutuhan
tubuh (WHO).

Menurut Kemenkes, 2019 anemia adalah suatu keadaan tubuh dimana kadar
hemoglobin dalam darah kurang dari jumlah normal atau sedang mengalami
penurunan.

4.2 Etiologi Anemia

Salah satu faktor yang menyebabkan tinggi atau rendahnya kadar hemoglobin
dalam darah adalah asupan zat gizi. Proses produksi sel darah merah berjalan dengan
lancar apabila kebutuhan zat gizi yang berguna dalam pembentukan hemoglobin
terpenuhi (Almatsier et al., 2011). Komponen gizi yang berperan dalam
pembentukan hemoglobin adalah zat besi, sedangkan vitamin C dan protein
membantu penyerapan hemoglobin. Zat besi merupakan salah satu komponen heme,
yang dibutuhkan tubuh untuk membentuk hemoglobin (Proverati, 2011). Sedangkan
menurut WHO. Penyebab paling umum dari anemia termasuk kekurangan nutrisi,
terutama kekurangan zat besi, meskipun kekurangan folat, vitamin B12 dan A juga
merupakan penyebab penting, hemoglobinopati, dan penyakit menular, seperti
malaria, tuberkulosis, HIV dan infeksi parasit.

Menurut, Kemenkes, 2019 anemia dapat disebabkan oleh barbagai faktor


misalnya kekurangan asupan gizi, penyakit infeksi seperti malaria, mengalami
perdarahan saat melahirkan, kebutuhan tubuh yang meningkat, akibat mengidap
penyakit kronis, dan kehilangan darah akibat menstruasi dan infeksi parasite
(cacing). Menurut hasil Riskesdas 2018, konsumsi sayur dan buah masyarakat
Indonesia masih dibawah jumlah yang dianjurkan.

27
4.3 Patofisiologi

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau


kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau akibat
penyebab yang tidak diketahui. Lisis sel darah merah terjadi dalam sel fagositik atau
dalam sistem retikulo endothelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil
sampingan dari proses tersebut, bilirubin yang terbentuk dalam fagositi akan
memasuki aliran darah. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam
sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma. Apabila konsentrasi
plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin plasma, makan hemoglobin akan
berdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin. Pada dasarnya gejala anemia
timbul karena dua hal, yaitu anoksia organ target karena berkurangnya jumlah
oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke jaringan dan mekanisme kompensasi tubuh
terhadap anemia. Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan gejala yang
disebut sindrom anemia (Handayani & Andi, 2008). Berdasarkan proses patofisiologi
terjadinya anemia, dapat digolongkan pada tiga kelompok (Edmundson, 2013 dalam
Rokim dkk, 2014)

1. Anemia akibat produksi sel darah merah yang menurun atau gagal Pada anemia
tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu sedikit atau sel darah merah yang
diproduksi tidak berfungsi dengan baik. Hal ini terjadi akibat adanya abnormalitas
sel darah merah atau kekurangan mineral dan vitamin yang dibutuhkan agar produksi
dan kerja dari eritrosit berjalan normal. Kondisi kondisi yang mengakibatkan anemia
ini antara lain sickle cell anemia, gangguan sumsum tulang dan stem cell anemia
defisiensi zat besi, vitamin B12, dan Folat, serta gangguan kesehatan lain yang
mengakibatkan penurunan hormon yang diperlukan untuk proses eritropoesis.

2.Anemia akibat penghancuran sel darah merah Bila sel darah merah yang beredar
terlalu rapuh dan tidak mampu bertahan terhadap tekanan sirkulasi maka sel darah
merah akan hancur lebih cepat sehingga menimbulkan anemia hemolitik. Penyebab
anemia hemolitik yang diketahui atara lain:

28
a. Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia.

b. Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau beberapa jenis
makanan.

c. Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis.

d. Autoimun.

e. Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka bakar, paparan kimiawi,
hipertensi berat, dan gangguan thrombosis.

Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit

Antigesn pada eritrosit berubah

Dianggap benda asing oleh tubuh

sel darah merah dihancurkan oleh limposit

Anemia hemolisis

3. Anemia akibat kehilangan darah Anemia ini dapat terjadi pada perdarahan akut
yang hebat ataupun pada perdarahan yang berlangsung perlahan namun kronis.
Perdarahan kronis umumnya muncul akibat gangguan gastrointestinal (misal ulkus,
hemoroid, gastritis, atau kanker saluran pencernaan), penggunaan obat obatan yang
mengakibatkan ulkus atau gastritis (misal OAINS), menstruasi, dan proses kelahiran.

29
5.1 Infeksi Masa Nifas (Infeksi Puerperalis)

5.2 Definisi

infeksi pada dan melalui traktus genitalia setelah persalinan, dimana suhu
38ºC atau lebih, terjadi antara hari ke 2–10 posr partum.14

5.3 Etiologi

Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% infeksi nifas adalah
streptococus anaerob yang sebenarnya adalah flora normal jalan lahir Jalan bakteri
masuk kedalam alat kandungan. 14

- Eksogen (bakteri datang dari luar)

- Autogen (bakteri masuk dari tempat lain dalam tubuh)

- Endogen (dari jalan lahir itu sendiri)

• Bakteri lain yang menyebabkan infeksi nifas

- Streptococus heamoliticus aerobic menyebabkan infeksi yang berat yang secara


eksogen masuk ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak steril, tenaga
penolonng.

- Staphylococus aereus Masuk secara eksogen , infeksi sedang, ditemukan sebagai


infeksi dari RS

- Escherichia coli berasal dari kandung kemih dan rectum

- Clostridium welchii kuman anaerobik yang sangat berbahaya, sering ditemukan


pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun.

Menurut WHO, sepsis puerperalis didefinisikan sebagai infeksi pada traktus


genitalia yang waktu terjadinya adalah sesaat setelah ruptur membran pada saat
kelahiran hingga 42 hari postpartum dengan disertai dua atau lebih gejala berikut:
nyeri pelvis, temperatur oral 38,50C atau lebih pada setiap waktu, vaginal discharge
yang abnormal (antara lain pus), bau yang tidak lazim dari discharge, serta involusi

30
uterine yang terlambat. Organisme penyebab adalah Streptococcus gram positif,
Staphylococcus aureus, Chlamydia, dan Clostridium tetani. 14

5.4 Faktor Prediposisi

• Kurang gizi/malnutrisi

• Anemia

• Higiene

• Kelelahan

• Proses persalinan bermasalah :

 Partus lama / macet

 Korioamnionitis

 persalinan traumatik

 kurang baiknya proses pencegahan infeksi

 manipulasi yang berlebihan

5.5 Gambaran Klinis

• Gejala septikemia akut

 Ibu lemah tampak sakit berat

 Keadaan umum buruk

 Kesadaran menurun, gelisah

 Suhu badan naik > 38 C

 Nadi : cepat dan lemah 140-160x/menit

 Sesak nafas

31
• Tanda

 Lokia berbau, bernanah

 Involusi uterus buruk

 Lekositosis

 Kultur darah ditemukan bakteri pathogen

5.6 Penatalaksanaan

• BerIkan antibiotik broad spectrum dalam dosisi yang cukup dan adekuat

• Segera lakukan kultur (pembiakan) dari secret vagina, luka oprasi, dan darah serta
uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotik yang tepat

• Memperkuat daya tahan tubuh, perawatan sesuai komplikasi yang dijumpai pada
pasien. 14

32
BAB IV

PEMBAHASAN

Subjek: Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Umum Bangkinang pada tanggal 18
Oktober 2021 dengan keluhan Sesak nafas disertai Perut terasa semakin membesar
sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Menurut pengakuan pasien, perut terasa
nyeri dan tegang, nyeri juga dirasakan di pinggang kanan dan kiri. Pasien tampak
lemas dan pucat. Mual ada, muntah tidak ada, demam tidak ada, nafsu makan
berkurang, Keluhan juga disertai dengan kaki sebelah kanan bengkak dan bau busuk
dari kemaluan. Buang air besar ada, buang air kecil terakhir 1 hari yang lalu.

Penjelasan : Pada pasien ini di temukan keluhan sesak nafas, kaki sebelah kanan
edema menunjukkan bahwa ada kelanian sistem asidosis metabolik. Dan pasien
tampak lemas dan pucat serta konjungtiva anemis menunjukkan adanya perdarahan
di dalam tubuh. Perut juga tampak membesar dan tegang riwayat post partum di
dukun, keluhan juga disertai adanya bau busuk dari kemaluan serta buang air kecil
merah menunjukkan ada nya infeksi.

Objective:

Kesadaran : Composmentis

Tanda – tanda Vital :

1. Nadi : 105x/menit

2. Nafas : 26 x/menit

3. Suhu : 36,5 oC per aksila

4. Tekanan Darah : 110/70 mmHg

33
Pemeriksaan Fisik :

1. Kepala dan leher

Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor refleks
cahaya langsung (+/+), tidak langsung (+/+)

Hidung : deviasi septum (-), pernafasan cuping hidung (-)

Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)

Leher : tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening

2. Thoraks :

A. Paru

Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi (-)

Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri sama

Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)

B. jantung

inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba

Perkusi : batas jantung kanan : ICS V linea parasternalis dekstra

batas jantung kiri : ICS V 1 cm lateral linea midklavikula sinistra

Auskultasi : suara jantung I dan II (N) dan regular

C. Abdomen

Inspeksi : Perut tampak cembung, bengkak (+)

Palpasi : Perut teraba tegang, nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan seluruh
lapangan perut (+)

34
Perkusi : Redup (+) shifting dullness (+)

Auskultasi : Bising usus (+)

D. Genitalia

Tampak Fistula dari kemaluan (+) berbau busuk (+)

E. Ekstremitas

Akral hangat, capillary refill time <2 detik, edema pada kaki sebelah kanan (+)

Pemeriksaan Penunjang

Rapid Test Covid 19 : IgG dan IgM non reaktif

Darah Rutin :

Hemoglobin : 6,5 g/dL

Hematokrit : 19,6 gr/%

Leukosit : 20.200

Trombosit : 823.000

MCV : 87,0

MCH : 28,9

Hitung jenis leukosit

Eusinofil : 0,4 %

Basofil : 1,2 %

Neutfofil segmen : 82,9 %

Limfosit : 8,2 %

Monosit : 7,3

35
GDS : 120 mg/dl

Fungsi Hati

Albumin : 2,9 gr/dl

SGOT : 14 U/L

SGPT : 9 U/L

Fungsi Ginjal

Ureum : 150 mg/dl

Creatinin : 5.9 mg/dl

Urinalisa

Warna : Kemerahan

Berat Jenis : 1.015

Ph : 6.5

Leukosit : Negatif

Nitrit : Negatif

Protein : 3+

Glukosa : Negatif

Keton : Negatif

Urobilinogen : Negatif

Bilirubin : Negatif

Eritrosit : 3+

Sediment

Eritrosit : Penuh

36
Leukosit : 0-2

Epitel : 0-2

Kristal : Negatif

CRP Kuantitatif : 192 mg/l

Penjelasan: Pada pemeriksaan laboratorium di temukan Anemia, leukositosis,


trombositosis,uremia,creatinin meningkat,hipoalbumin, urinalisa warna merah,
protein 3+, eritrosit 3+. Menunjukkan bahwa adanya tanda-tanda perdarahan,
peradangan dan infeksi serta kerusakan ginjal.

Assesment : Acute Kidney Injury+ Anemia + Hipoalbumin+ Infeksi Puerperalis

Penjelasan :

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien Sesak, tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 105 kali / menit pernafasan 26 kali/ menit dan edema pada kaki
sebelah kanan. Hal ini sesuai dengan cara menegakkan diagnosis acute kidney injuri
berdasarkan pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan tambahan dilakukan pemeriksaan
darah rutin di dapatkan uremia, creatinin meningkat, urinalisa warna merah, protein
3+, eritrosit 3+. Menunjukkan bahwa adanya tanda-tanda peradangan dan infeksi
serta kerusakan ginjal. Pada pemeriksaan fisik di dapatkan juga konjungtiva anemis,
Dan pemeriksaan laboratorium juga didaparkan hasil Hb rendah, hal ini sesuai
dengan cara menegakkan diagnosis anemia. Pada pemeriksaan laboratorium juga di
dapatkan hasil albumin rendah, hal ini sesuai untuk menegakkan diagnosis
hipoalbumin. Albumin merupakan protein terbesar dalam plasma darah. Perubahan
pada albumin akan menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Pada pemeriksaan fisik
tampak perut cembung, tegang, dan nyeri seluruh lapangan perut. Pemeriksaan
Genitalia tampak fistula dari kemaluan dan berbau busuk, pasien juga riwayat
persalinan normal di dukun dan bayi meninggal. Pada pemeriksaan darah lengkap di
dapatkan hasil leukositosis. Hal ini sesuai dengan cara menegakkan infeksi puerperlis
atau infeksi masa nifas.

37
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan urinalisa yang dilakukan maka diagnosis pada pasien ini adalah Acute
Kidney Injury+ Anemia + Hipoalbumin+ Infeksi Puerperalis.

Planning :

- IVFD NaCl 0,9 % 15 tpm mikro

- Ceftriaxon 1 gr/12 Jam/IV

- Furosemide 1 amp/12 jam/IV

- Metronidazole infus 500 mg/8 jam

- Albumin 1 fls/hari

- Ketocid 3x1

- Transfuse PRC 3 bag – di visite dulu

Penjelasan : Pemberian antibiotik dapat diberikan untuk menangani infeksi. Disini


diberikan antibiotik spektrum luas. Infeksi bakteri dapat ditangani dengan pemberian
antibiotik berupa antibiotik spektrum luas (amoksisilin atau sefalosporin ditambah
dosis tunggal gentamisin ditambah metronidazol). Pemberian golongan diuretik
(furosemide) untuk mengeluarkan kelebihan cairan dari dalam tubuh melalui urin.
Pemberian albumin dapat diberikan untuk menangani hipoalbumin. Karena albumin
merupakan protein di dalam darah.

38
BAB V

KESIMPULAN

Acute Kidney Injury+ Anemia + Hipoalbumin+ Infeksi Puerperalis adalah


keadaan dimana ada kerusakan pada ginjal dalam waktu kurun dari 3 bulan, dan
meningkatnya kadar ureum serta creatinin dalam darah. Anemia adalah terjadi
perdarahan di dalam tubuh di tandai dengan keadaan pucat atau konjungtiva anemis,
pada pemeriksaan darah juga didapatkan hasil Hb turun. Hipoalbumin merupakan
kekurangan nya protein di dalam darah yang menyebabkan salah satu gejalanya
adalah edema. Sedangkan infeksi puerperalis merupakan istilah untuk infeksi masa
nifas, dimana terjadi infeksi pada traktus genitalia setelah persalinan. Terjadi hari ke
2 sampai 10 post partum. Penyebab terbanyak lebih dari 50 % adalah streptococcus
anaerob. Faktor predisposisi pada Acute Kidney Injury+ Anemia + Hipoalbumin+
Infeksi Puerperalis adalah infeksi, peradangan, perdarahan, penumpukan cairan,
kerusakan sistem metabolisme pada ginjal . Patofisiologi terjadinya karena proses
infeksi yang menyebabkan sepsis terjadi multiple organ failure.

Diagnosis Acute Kidney Injury + Anemia + Hipoalbumin + Infeksi Puerperalis


ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesis didapatkan keadaan Sesak nafas disertai Perut terasa semakin membesar,
perut terasa nyeri dan tegang, nyeri juga dirasakan di pinggang kanan dan kiri.
tampak lemas dan pucat, kaki sebelah kanan bengkak dan bau busuk dari kemaluan.
Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, tanda.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin,
urinalisis, gula darah, elektrolit, tes fungsi hati dan ginjal.

Tatalaksana yang dapat diberikan pada pasien dengan Acute Kidney Injury +
Anemia + Hipoalbumin + Infeksi Puerperalis adalah terapi medikamentosa, terapi
nutrisi, terapi cairan. Jika terapi tidak adekuat, maka komplikasi yang timbul dapat
berupa gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dan kematian.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Verdiansah. Pemeriksaan Fungsi.Ginjal. Rumah Sakit Hasan Sadikin :


Bandung, Indonesia. CDK-237/ vol. 43 no. 2. 2016.
2. M. Wilson Lorraine, Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses
Penyakit. 6th edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC:
2012.p867-889.
3. Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO). KDIGO Clinical
Practice Guideline for Acute Kidney Injury. Kidney International
Supplements 2012. Vol.2. 19-36
4. Lameire N, Biesen WV, Vanholder R. The rise of prevalence and the fall
of mortality of patients with acute renal failure: what the analysis of two
databases does and does not tell us. J Am Soc Nephrol. 2006;17:923-5.
5. Nash K, Hafeez A, Hou S: Hospital-acquired renal insufficiency.
American Journal of Kidney Diseases 2002; 39:930-936.
6. United State Renal Data System.USRDS Annual Data Report Chapter
5 : Acute Kidney Injury. 2015. Vol. 1. 57-66
7. Markum, H. M. S. Gangguan Ginjal Akut. In : Sudoyo AW et al (ed).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th edition. Jakarta: InternaPublishing;
2009.p1041
8. Hoste E, Clermont G, Kersten A, et al.: RIFLE criteria for acute kidney
injury are associated with hospital mortality in critically ill patients: A
cohort analysis. Critical Care 2006; 10:R73.
9. Osterman M, Chang R: Acute Kidney Injury in the Intensive Care Unit
according to RIFLE. Critical Care Medicine 2007; 35:1837- 1843.
10. Sinto, R. dan Nainngolan, G. Acute Kidney Injury : Pendekatan Klinis
dan Tata Laksana. 2010. Maj Kedokt Indon. Vol 60 (2).
11. Brady HR, Brenner BM. Acute renal failure. Dalam Kasper DL, Fauci
AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, edi- tor.
Harrison’s principle of internal medicine. Ed 16. New York:
McGraw-Hill, Inc; 2005.p.1644-53.

40
12. Mehta RL, Chertow GM. Acute renal failure definitions and clas-
sification: time for change?. J Am Soc Nephrol. 2003;14:2178- 87.

13. Mehta RL, Kellum JA, Shah SV, Molitoris BA, Ronco C, Warnock
DG, et al. Acute kidney injury network: report of an initiative to improve
outcomes in acute kidney injury. Critical Care. 2007,11:R31

14. M.A. Momoh, O.J. Ezugworie and H.O. Ezeigwe (2010) Causes and
Management of Puerperal Sepsis: The Health Personnel View 80 Point
Advances in Biological Research. Am J Soc Nephrol. 4 (3): 154-158.

15. Price, S. A., Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-


proses penyakit . Jakarta: EGC.

41

Anda mungkin juga menyukai