Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENELITIAN

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN


DIABETES MELITUS TERHADAP DIETNYA
DI RSUD KOJA JAKARTA UTARA

Pembimbing:

dr. Suzanna Ndraha Sp.PD., KGEH, FINASIM

Penyusun:

Fachry Muhammad Fadillah 112018180


Nur Fadhilah Husna 112018002
Dinda Puspita Dewi 112018011
Gabby Agustine 112018065
Rizaldy Lukman Parmana 112018156

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN
KRIDA WACANA
PERIODE 13 MEI – 20 JULI 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat yang telah
diberikan sehingga penelitian dengan judul “GAMBARAN TINGKAT
PENGETAHUAN PASIEN DIABETES MELITUS TERHADAP DIETNYA
DI RSUD KOJA JAKARTA UTARA” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
penelitian ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Suzanna Ndraha,
Sp.PD, KGEH, FINASIM selaku pembimbing yang telah memberikan banyak
bimbingan dan waktu luang serta masukan yang sangat berguna dan bermanfaat
selama menjalani proses penelitian ini. Akhir kata, saya berharap Tuhan yang
Maha Esa berkenan membalas semua kebaikan kepada semua pihak yang telah
bersedia membantu dalam proses penelitian ini. Semoga penelitian ini juga dapat
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, 5 Maret 2019

ii
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN

Judul : Gambaran Tingkat Pengetahuan Pasien Diabetes Melitus


Terhadap Dietnya di RSUD Koja Jakarta Utara
Penyusun : Fachry Muhammad Fadillah 112018180
Nur Fadhilah Husna 112018002
Dinda Puspita Dewi 112018011
Gabby Agustine 112018065
Rizaldy Lukman Parmana 112018156
Pembimbing : dr. Suzanna Ndraha, SpPD, KGEH, FINASIM
Tanggal Ujian : Kamis, 18 Juli 2019

Jakarta, 18 Juli 2019


Disetujui oleh :

Pembimbing
,

dr. Suzanna Ndraha, Sp.PD,


KGEH, FINASIM

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ............................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ v

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................. 2

1.3. Pertanyaan Penelitian......................................................................... 2

1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................... 2

1.5. Hipotesis Penelitian ........................................................................... 2

1.6. Manfaat Penelitian ............................................................................. 2

1.7. Keaslian Penelitian ............................................................................ 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3

2.1. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 3

2.1.1. Anatomi dan Fisiologi Lambung ................................................... 3

2.1.2. Definisi Dispepsia ......................................................................... 4

2.1.3. Patofisiologi Dispepsia ................................................................. 5

2.1.4. Epidemiologi Dispepsia ................................................................ 6

2.1.5. Faktor resiko pada simptom Dispepsia .......................................... 6

iv
2.1.6. Diagnosis Dispepsia ...................................................................... 8

2.2 Kerangka Teori ..................................................................................... 11

2.2 Kerangka Konsep .................................................................................. 11

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN........................................................... 12

3.1. Jenis Rancangan Penelitian ................................................................... 12

3.2. Subjek dan Sampel Penelitian .............................................................. 12

3.2.1. Variabilitas Populasi .................................................................. 12

3.2.2. Kriteria Subjek............................................................................ 12

3.2.3. Besaran Sampel .......................................................................... 12

3.2.4. Teknik Penetuan Sampel ............................................................. 13

3.3. Variabel Penelitian .............................................................................. 13

3.4. Definisi Operasional ............................................................................ 14

3.5. Bahan dan Instrumen Penelitian............................................................ 15

3.5.1. Sistem Skoring Data ................................................................... 15

3.6. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 17

3.7. Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan data ..................................... 17

3.8. Alur Penelitian ..................................................................................... 18

3.9. Cara Pengolahan dan Analisis Data ...................................................... 18

3.10. Jadwal Penelitian ................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 20

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alur Dispepsia yang Belum Diinvestigasi ....................................... 10

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Gejala dan Tanda Alarm pada Dispepsia .............................................. 9

v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Informed Consent ........................................................................... 24

Lampiran 2. Surat Pernyataan Persetujuaan ........................................................ 25

Lampiran 3. Formulir Penelitian ........................................................................ 26

Lampiran 4. Kuesioner Penelitian ...................................................................... 27

Lampiran 5. Dummy Table ............................................................................... 32

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Diabetes melitus merupakan kelainan metabolik yang disebabkan banyak


faktor. Penyakit ini ditandai dengan hiperglikemi yang mempengaruhi
metabolisme karbohidrat. Pada diabetes melitus gula menumpuk dalam darah
sehingga tidak bisa masuk ke dalam sel. Hal tersebut terjadi karena adanya
gangguan sekresi insulin atau gangguan kerja insulin maupun keduanya. Hormon
insulin merupakan hormon yang membantu masuknya gula darah. 1

Menurut International Diabetes Federation-7 tahun 2015, dalam metabolisme


tubuh hormon insulin bertanggung jawab dalam mengatur kadar glukosa darah.
Hormon ini diproduksi dalam pankreas kemudian dikeluarkan untuk digunakan
sebagai sumber energi. Apabila di dalam tubuh kekurangan hormone insulin maka
dapat menyebabkan hiperglikemi.2

Transisi epidemiologi adalah suatu perubahan keadaan yang ditandai dengan


adanya perubahan angka kematian dan angka kesakitan akibat penyakit infeksius
menjadi penyakit non infeksius. Hal ini berkaitan dengan era globalisasi yang
mengubah pola hidup di masyarakat, mulai dari sosial ekonomi dan tingginya
angka harapan hidup. Perubahan tersebut menimbulkan penyakit kronis seperti
jantung, diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit kronis lainnya. Insidensi DM
terbukti meningkat dalam berbagai penelitian. Penelitian di Indonesia termasuk
Jakarta dan kota lainnya menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan insidensi
DM akan memengaruhi peningkatan kejadian komplikasi kronik. Komplikasi
kronik dapat terjadi khususnya pada penderita DM tipe 2. 3

Data dari berbagai studi global menyebutkan bahwa penyakit DM adalah


masalah kesehatan yang besar. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan jumlah
penderita diabetes dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015 menyebutkan sekitar 415
juta orang dewasa memiliki diabetes, kenaikan 4 kali lipat dari 108 juta pada

7
tahun 1980an. Apabila tidak ada upaya untuk melakukan pencegahan maka
jumlah ini akan terus meningkat tanpa ada penurunan. Diperkirakan pada tahun
2040 meningkat menjadi 642 juta penderita.2

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 angka


kejadian diabetes di Indonesia mengalami peningkatan dari 1,1% pada tahun 2007
menjadi 2,1% pada tahun 2013.4

Diabetes melitus tipe 2 merupakan golongan diabetes dengan prevalensi


tertinggi. Hal ini disebabkan karena berbagai macam faktor diantaranya faktor
lingkungan dan faktor keturunan. Faktor lingkungan disebabkan karena adanya
urbanisasi sehingga mengubah gaya hidup seseorang yang awalnya
mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi dari alam berubah menjadi
mengkonsumsi makanan yang cepat saji. Makanan cepat saji berisiko
menimbulkan obesitas sehingga seseorang berisiko DM tipe 2. Orang dengan
obesitas memiliki risiko 4 kali lebih besar mengalami DM tipe 2 daripada orang
dengan status gizi normal.4 Penyakit DM tipe 2 dapat juga menimbulkan infeksi.
Hal ini terjadi karena hiperglikemia di mana kadar gula darah tinggi. Kemampuan
sel untuk melakukan fagositosis menurun. Infeksi yang biasa terjadi pada
penderita DM tipe 2 adalah infeksi paru.5

Penyakit diabetes melitus tidak dapat disembuhkan, namun dengan


pengendalian melalui pengelolaan diabetes melitus dapat mencegah terjadinya
kerusakan dan kegagalan organ dan jaringan. Diabetes melitus merupakan
penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup, karena itu berhasil tidaknya
pengelolaan diabetes melitus sangat tergantung dari pasien itu sendiri dalam
mengendalikan kondisi penyakitnya dengan menjaga kadar glukosa darahnya
tetap terkendali.6,7

Penderita DM penting untuk mematuhi serangkaian pemeriksaan seperti


pengontrolan gula darah. Bila kepatuhan dalam pengontrolan gula darah pada
penderita DM rendah maka bisa menyebabkan tidak terkontrolnya kadar gula
darah yang akan menyebabkan komplikasi. Mematuhi pengontrolan gula darah

8
pada DM merupakan tantangan yang besar supaya tidak terjadi keluhan subyektif
yang mengarah pada kejadian komplikasi.6

Diabetes melitus apabila tidak tertangani secara benar, maka dapat


mengakibatkan berbagai macam komplikasi. Ada dua komplikasi pada DM yaitu
komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi kronik terdiri dari komplikasi
makrovaskuler dan komplikasi mikrovaskuler. Penyakit jantung koroner, penyakit
pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer merupakan jenis
komplikasi makrovaskular, retinopati, nefropati, dan neuropati merupakan jenis
komplikasi mikrovaskuler.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka


rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat
pengetahuan pasien diabetes melitus terhadap dietnya di Rumah Sakit Umum
Daerah Koja Jakarta Utara.

1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran karakteristik subjek berdasarkan usia pasien diabetes


melitus rawat inap di RSUD Koja?

2. Bagaimana gambaran karakteristik subjek berdasarkan jenis kelamin


pasien diabetes melitus rawat inap di RSUD Koja?

3. Bagaimana gambaran pengetahun pasien diabetes melitus mengenai


dietnya di ruang rawat inap RSUD Koja?

4. Bagaimana gambaran manfaat yang dirasakan dari diet pasien diabetes


melitus dalam hal jumlah, jenis dan jadwal makan?

1.4. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui tingkat pengetahuan pasien diabetes melitus terhadap dietnya


di RSUD Koja

9
2. Mengetahui tingkat kepatuhan diet pasien diabetes melitus

3. Mengetahui jumlah penderita diabetes melitus yang mengetahui tentang


dietnya

4. Mengetahui jumlah penderita diabetes melitus yang mengetahui tentang


dietnya dan memiliki kesadaran untuk melakukan diet tersebut

5. Mengetahui jumlah penderita diabetes melitus yang telah melakukan diet


dengan baik

1.5. Hipotesis Penelitian

Penelitian bersifat deskriptif, sehingga tidak memerlukan hipotesis.

1.6. Manfaat Penelitian

Bagi Rumah Sakit

1. Sebagai data dan informasi tambahan dalam keperluan terapi farmakologi


pada pasien DM
2. Dapat memiliki data demografi tingkat pengetahuan pada pasien DM yang
berkunjung ke RSUD Koja
3. Melakukan usaha preventif (pencegahan) dengan melakukan penyuluhan
kepada masyarakat mengenai diet yang baik untuk menekan angka
kejadian maupun komplikasi pada pasien DM di RSUD Koja

Bagi Masyarakat

Diharapkan dapat menimbulkan kesadaran dan kebiasaan menjaga pola hidup


dan diet yang baik untuk menurunkan angka kejadian dan angka kematian akibat
diabetes melitus serta komplikasinya.

Bagi Universitas

Sebagai sarana atau acuan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya di


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

10
Bagi Peneliti

Merupakan suatu pengalaman yang berharga untuk menambah wawasan dan


diharapkan dapat menjadi referensi atau perbandingan bagi peneliti selanjutnya.

1.7 Keaslian Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang pertama kali dilakukan di RSUD Koja
dimana sebelumnya belum pernah dilakukan.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus

2.1.1. Definisi

DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik


hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.9 Penyakit DM ditandai dengan tingginya kadar gula darah akibat
tubuh tidak memiliki hormon insulin atau insulin tidak dapat bekerja sebagaimana
mestinya. Insulin disekresikan oleh sel-sel beta yang merupakan salah satu dari
empat tipe sel dalam pulau-pulau Langerhans pankreas. Sekresi insulin akan
meningkat dan menggerakkan glukosa ke dalam sel-sel otot, hati serta lemak.
Insulin di dalam sel-sel tersebut menimbulkan efek seperti menstimulasi
penyimpanan glukosa dalam hati dan otot (dalam bentuk glikogen), meningkatkan
penyimpanan lemak dari makanan dalam jaringan adiposa dan mempercepat
pengangkutan asam amino (yang berasal dari protein makanan) ke dalam sel. 3

Terdapat klasifikasi DM menurut America Diabetes Association (ADA) tahun


2010, meliputi DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain dan DM gestasional.10

1. Diabetes Melitus tipe 1


Diabetes Melitus tipe 1 yang disebut diabetes tergantung insulin (IDDM)
merupakan gangguan katabolik dimana tidak terdapat insulin dalam sirkulasi,
glukagon plasma meningkat dan sel-sel β pankreas gagal berespon terhadap
semua rangsangan insulinogenik. Hal ini disebabkan oleh penyakit tertentu (antara
lain infeksi virus dan autoimun) yang membuat produksi insulin terganggu.
Diabetes melitus ini erat kaitannya dengan tingginya frekuensi dari antigen HLA
tertentu. Gen-gen yang menjadikan antigen ini terletak pada lengan pendek
kromosam 6. Onset terjadinya DM tipe 1 dimulai pada masa anak-anak atau pada
umur 14 tahun.

12
2. Diabetes Melitus tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 merupakan bentuk diabetes nonketotik yang tidak terkait
dengan marker HLA kromosom ke-6 dan tidak berkaitan dengan autoantibody sel
pulau Langerhans. Dimulai dengan adanya resistensi insulin yang belum
menyebabkan DM secara klinis. Hal ini diitandai dengan sel β pankreas yang
masih dapat melakukan kompensasi sehingga terjadi keadaan hiperinsulinemia
dengan 12

glukosa yang masih normal atau sedikit meningkat. Pada kebanyakan kasus, DM
ini terjadi pada usia >30 tahun dan timbul secara perlahan. Menurut Perkeni,
untuk kadar gula darah puasa normal adalah ≤ 126 mg/dl, sedangkan untuk kadar
gula darah 2 jam setelah makan yang normal adalah ≤200 mg/dl.

3. Diabetes Melitus tipe lain


Biasanya disebabkan karena adanya malnutrisi disertai kekurangan protein,
gangguan genetik pada fungsi sel β dan kerja insulin, namun dapat pula terjadi
karena penyakit eksokrin pankreas (seperti cystik fibrosis), endokrinopati, akibat
obat-obatan tertentu atau induksi kimia.10

4. Diabetes Melitus Gestasional


Diabetes melitus gestasional yaitu DM yang timbul selama kehamilan. Pada masa
kehamilan terjadi perubahan yang mengakibatkan melambatnya reabsorpsi
makanan, sehingga menimbulkan keadaan hiperglikemik yang cukup lama.
Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat hingga tiga kali lipat dibandingkan
keadaan normal, yang disebut sebagai tekanan diabetonik dalam kehamilan.
Keadaan ini menyebabkan terjadinya resistensi insulin secara fisiologik. DM
gestasional terjadi ketika tubuh tidak dapat membuat dan menggunakan seluruh
insulin saat selama kehamilan. Tanpa insulin, glukosa tidak dihantarkan ke 13
jaringan untuk dirubah menjadi energi, sehingga glukosa meningkat dalam darah
yang disebut dengan hiperglikemi.

13
2.1.2. Etiologi

Faktor resiko diabetes melitus bisa dikelompokkan menjadi faktor resiko


yang tidak dapat dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak
dapat dimodifikasi adalah ras dan etnik, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga
dengan diabetes melitus, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari
4000 gram, dan riwayat lahir dengan berat badan lebih rendah (kurang dari 2500
gram). Sedangkan faktor resiko yang dapat dimodifikasi erat kaitannya dengan
perilaku hidup yang kurang sehat, yaitu berat badan lebih, obesitas
abdominal/sentral, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet tidak
sehat/tidak seimbang, riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Gula
Darah Puasa (GDP) terganggu dan merokok.11

2.1.3. Epidemiologi

Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar antara 3%-6% dari
jumlah penduduk dewasanya. Di Singapura, frekuensi diabetes meningkat cepat
dalam 10 tahun terakhir.3 Di Amerika Serikat, penderita diabetes meningkat dari
6.536.163 jiwa di tahun 1990 menjadi 20.676.427 jiwa di tahun 2010. Di
Indonesia, kekerapan diabetes berkisar antara 1,4%-1,6%, kecuali di beberapa
tempat yaitu di Pekajangan 2,3% dan di Manado 6%. 12

2.1.4. Patofisiologi Diabetes Melitus

1. Diabetes Melitus tipe 1

Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel


pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Dalam keadaan
normal, glukosa difasilitasi oleh hormon insulin menuju sel target, yaitu sel otot,
dan jaringan tubuh lainmya. Gangguan pada sel beta pankreas dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin atau kekurangan insulin sehingga terjadi kondisi
peningkatan gula dalam darah. Meningkatnya glukosa dalam darah memberikan

14
beban bagi tubulus ginjal dalam absorbsi glukosa, sehingga tidak semua glukosa
diserap, ada sebagian yang dikeluarkan bersama urin atau disebut glukosuria.
Pasien mengalami peningkatan frekuensi berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsi). Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat
menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa
yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam
amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini
akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak sehingga mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk sampingan dari
pemecahan lemak.3

2. Diabetes Melitus tipe 2

Pada DM tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan


insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, akan terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada DM tipe 2 disertai dengan penurunan
reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan
mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal/ sedikit meningkat. Namun demikian,
jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipe 2. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin, yang merupakan ciri khas DM tipe 2, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi badan keton yang menyertainya. 3

15
Secara garis besar patogenesis DM tipe 2 disebabkan oleh delapan hal berikut :

1. Kegagalan sel beta pancreas:

Pada saat diagnosis DM tipe 2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat berkurang.
Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid,
GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor.

2. Liver:

Pada penderita DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver
(HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini
adalah metformin, yang menekan proses gluconeogenesis.

3. Otot:

Pada penderita DM tipe 2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple di


intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan
transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan
oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin, dan
tiazolidindion.

4. Sel lemak:

Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid)
dalam plasma. Penigkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan
mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu
sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai
lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion.

5. Usus:

Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau
diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan

16
oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent
insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada
penderita DM tipe 2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP.
Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4,
sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat
kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga
mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-
glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian
diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat
yang bekerja untuk menghambat kinerja ensim alfa-glukosidase adalah akarbosa.

6. Sel Alpha Pancreas:

Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan
sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam
keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini
menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding
individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon atau menghambat
reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP-4 inhibitor dan amylin.

7. Ginjal:

Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM tipe 2.


Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari
glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium
Glucose co-Transporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10%
sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan
asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM
terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-
2 ini akan menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga
glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah
SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah satu contoh obatnya.

17
8. Otak:

Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes baik
yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan
mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan
justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat
yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin.

2.1.5. Manifestasi Klinis

Gejala klasik DM seperti poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat


badan tidak selalu tampak pada lansia penderita DM karena seiring dengan
meningkatnya usia terjadi kenaikan ambang batas ginjal untuk glukosa sehingga
glukosa baru dikeluarkan melalui urin bila glukosa darah sudah cukup tinggi.
Selain itu, karena mekanisme haus terganggu seiring dengan penuaan, maka
polidipsi pun tidak terjadi, sehingga lansia penderita DM mudah mengalami
dehidrasi hiperosmolar akibat hiperglikemia berat.

DM pada lansia umumnya bersifat asimptomatik, kalaupun ada gejala,


seringkali berupa gejala tidak khas seperti kelemahan, letargi, perubahan tingkah
laku, menurunnya status kognitif atau kemampuan fungsional (antara lain
delirium, demensia, depresi, agitasi, mudah jatuh, dan inkontinensia urin). Inilah
yang menyebabkan diagnosis DM pada lansia seringkali agak terlambat. 5,6
Bahkan, DM pada lansia seringkali baru terdiagnosis setelah timbul penyakit lain.
Berikut ini adalah data M.V. Shestakova (1999) mengenai manifestasi klinis
pasien lansia sebelum diagnosis DM ditegakkan.

Di sisi lain, adanya penyakit akut (seperti infark miokard akut, stroke,
pneumonia, infeksi saluran kemih, trauma fisik/psikis) dapat meningkatkan kadar
glukosa darah. Hal ini menyebabkan lansia yang sebelumnya sudah mengalami
toleransi glukosa darah terganggu (TGT) meningkat lebih tinggi kadar gula darah
sehingga mencapai kriteria diagnosis DM. Tatalaksana kondisi medis akut itu
dapat membantu mengatasi eksaserbasi intoleransi glukosa tersebut. 13

18
2.1.6. Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.


Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. 9

Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:

• Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

• Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Kriteria Diagnosis DM

 Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi


tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
 Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
 Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
 Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP).
Catatan: Saat ini tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi standard
NGSP, sehingga harus hati-hati dalam membuat interpretasi terhadap hasil
pemeriksaan HbA1c. Pada kondisi tertentu seperti: anemia, hemoglobinopati,
riwayat transfusi darah 2-3 bulan terakhir, kondisikondisi yang mempengaruhi
umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal maka HbA1c tidak dapat dipakai
sebagai alat diagnosis maupun evaluasi.

19
2.1.7. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Prinsip Diet Diabetes Melitus

Prinsip diet DM adalah tepat jadwal, tepat jumlah, dan tepat jenis: 14

 Tepat Jadwal
Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya yang dibagi menjadi enam waktu
makan, yaitu tiga kali makanan utama dan tiga kali makanan selingan. Penderita
DM hendaknya mengonsumsi makanan dengan jadwal waktu yang tetapsehingga
reaksi insulin selalu selaras dengan datangnya makanan dalam tubuh. Makanan
selingan berupa snack penting untuk mencegah terjadinya hipoglikemia
(menurunnya kadar gula darah). Jadwal makan terbagi menjadi enam bagian
makan (3 kali makan besar dan 3 kali makan selingan) sebagai berikut:

a. Makan pagi pukul 06.00 - 07.00

b. Selingan pagi pukul 09.00 – 10.00

c. Makan siang pukul 12.00 - 13.00

d. Selingan siang pukul 15.00 – 16.00

e. Makan malam pukul 18.00 - 19.00

f. Selingan malam pukul 21.00 – 22.00

Untuk jadwal puasa, dapat dibagi menjadi beberapa waktu, yaitu :

a. Pukul 18.00 (30%) kalori : berbuka puasa

b. Pukul 20.00 (25%) kalori : sehabis ..terawih/

c. Sebelum tidur (10%) kalori : makanan kecil

d. Pukul 03.00 (35%) kalori : makan sahur

20
 Tepat Jumlah
Aturan diet untuk DM adalah memperhatikan jumlah makan yang dikonsumsi.
Jumlah makan (kalori) yang dianjurkan bagi penderita DM adalah makan lebih
sering dengan porsi kecil, sedangkan yang tidak dianjurkan adalah makan dalam
porsi banyak/besar sekaligus. Tujuan cara makan seperti ini adalah agar jumlah
kalori terus merata sepanjang hari, sehingga beban kerja organ-organ tubuh tidak
berat, terutama organ pankreas. Cara makan yang berlebihan (banyak) tidak
menguntungkan bagi fungsi pankreas. Asupan makanan yang berlebihan
merangsang pankreas bekerja lebih keras. Penderita DM, diusahakan
mengonsumsi asupan energi yaitu kalori basal 25-30 kkal/kgBB normal yang
ditambah kebutuhan untuk aktivitas dan keadaan khusus, protein 10-20% dari
kebutuhan energi total, lemak 20-25% dari kebutuhan energi total dan karbohidrat
sisa dari kebutuhan energi total yaitu 45-65% dan serat 25 g/hari.9,15

 Tepat Jenis
Setiap jenis makanan mempunyai karakteristik kimia yang beragam, dan
sangat menentukan tinggi rendahnya kadar glukosa dalam darah ketika
mengonsumsinya atau mengombinasikannya dalam pembuatan menu sehari-
hari.15

a. Karbohidrat

Ada dua jenis, yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks.


Karbohidrat sederhana adalah karbohidrat yang mempunyai ikatan kimiawi hanya
satu dan mudah diserap ke dalam aliran darah sehingga dapat langsung menaikkan
kadar gula darah. Sumber karbohidrat sederhana antara lain es krim, jeli, selai,
sirup, minuman ringan dan permen.15 Karbohidrat kompleks adalah karbohidrat
yang sulit dicerna oleh usus. Penyerapan karbohidrat kompleks ini relatif pelan,
memberikan rasa kenyang lebih lama dan tidak cepat menaikkan kadar gula darah
dalam tubuh. Karbohidrat kompleks diubah menjadi glukosa lebih lama daripada
karbohidrat sederhana sehingga tidak mudah menaikkan kadar gula darah dan
lebih bisa menyediakan energi yang bisa dipakai secara bertingkat sepanjang

21
hari.15 Karbohidrat yang tidak mudah dipecah menjadi glukosa banyak terdapat
pada kacang-kacangan, serat (sayur dan buah), pati, dan umbi-umbian. Oleh
karena itu, penyerapannya lebih lambat sehingga mencegah peningkatan kadar
gula darah secara drastis. Sebaliknya, karbohidrat yang mudah diserap, seperti
gula (baik gula pasir, gula merah maupun sirup), produk padi-padian (roti, pasta)
justru akan mempercepat peningkatan gula darah.15

b. Konsumsi Protein Hewani dan Nabati

Makanan sumber protein dibagi menjadi dua, yaitu sumber protein nabati
dan sumber protein hewani. Protein nabati adalah protein yang didapatkan dari
sumber-sumber nabati. Sumber protein nabati yang baik dianjurkan untuk
dikonsumsi adalah dari kacang-kacangan, di antaranya adalah kacang kedelai
(termasuk produk olahannya, seperti tempe, tahu, susu kedelai dan lainlain),
kacang hijau, kacang tanah, kacang merah dan kacang polong. 15

Selain berperan membangun dan memperbaiki sel-sel yang sudah rusak,


konsumsi protein juga dapat mengurangi atau menunda rasa lapar sehingga dapat
menghindarkan penderita diabetes dari kebiasaan makan yang berlebihan yang
memicu timbulnya kegemukan. Makanan yang berprotein tinggi dan rendah
lemak dapat ditemukan pada ikan, daging ayam bagian paha dan sayap tanpa
kulit, daging merah bagian paha dan kaki, serta putih telur. 15

c. Konsumsi Lemak

Konsumsi lemak dalam makanan berguna untuk memenuhi kebutuhan


energi, membantu penyerapan vitamin A, D, E dan K serta menambah lezatnya
makanan.16 Perbanyak konsumsi makanan yang mengandung lemak tidak jenuh,
baik tunggal maupun rangkap dan hindari konsumsi lemak jenuh. Asupan lemak
berlebih merupakan salah satu penyebab terjadinya resistensi insulin dan
kelebihan berat badan. Oleh karena itu, hindari pula makanan yang digoreng atau
banyak mengggunakan minyak. Lemak tidak jenuh tunggal (monounsaturated)
yaitu lemak yang banyak terdapat pada minyak zaitun, buah avokad dan kacang-
kacangan. Lemak ini sangat baik untuk penderita DM karena dapat meningkatkan

22
HDL dan menghalangi oksidasi LDL. Lemak tidak jenuh ganda (polyunsaturated)
banyak terdapat pada telur, lemak ikan salem dan tuna.16

d. Konsumsi Serat

Konsumsi serat, terutama serat larut air pada sayur-sayuran dan buah-
buahan. Serat ini dapat menghambat lewatnya glukosa melalui dinding saluran
pencernaan menuju pembuluh darah sehingga kadarnya dalam darah tidak
berlebihan. Selain itu, serat dapat membantu memperlambat penyerapan glukosa
dalam darah dan memperlambat pelepasan glukosa dalam darah. American
Diabetes Association merekomendasikan kecukupan serat bagi penderita DM
adalah 20-35 gram per hari, sedangkan di Indonesia asupan serat yang
dianjurannya sekitar 25 g/hari. Serat banyak terdapat dalam sayur dan buah, untuk
sayur dibedakan menjadi dua golongan, yaitu golongan A dan golongan B. Sayur
golongan A bebas dikonsumsi yaitu oyong, lobak, selada, jamur segar, mentimun,
tomat, sawi, tauge, kangkung, terung, kembang kol, kol, lobak dan labu air.
Sementara itu yang termasuk sayur golongan B diantaranya buncis, daun melinjo,
daun pakis, daun singkong, daun papaya, labu siam, katuk, pare, nangka muda,
jagung muda, genjer, kacang kapri, jantung pisang, daun beluntas, bayam, kacang
panjang dan wortel. Untuk buah-buahan seperti mangga, sawo manila, rambutan,
duku, durian, semangka dan nanas termasuk jenis buah-buahan yang kandungan
HA diatas 10gr/100gr bahan mentah.

e. Konsumsi Makanan dengan Indeks Glikemik Rendah

Indeks glikemik adalah kecepatan tubuh memecah karbohidrat menjadi


glukosa sebagai sumber energi bagi tubuh. Makanan dengan indeks glikemik
tinggi akan dicerna oleh tubuh dengan cepat dan meningkatkan kadar gula darah
dengan segera. Sedangkan makanan dengan indeks glikemik rendah adalah
sebaliknya. Jika tubuh mengonsumsi karbohidrat dengan indeks glikemik tinggi,
maka glukosa akan lebih cepat naik di dalam darah. 16

Makanan dengan indeks glikemik tinggi akan meningkatkan kadar gula


darah setelah makan. Insulin akan memerintahkan tubuh untuk menyimpan

23
kelebihan karbohidrat sebagai lemak dan mencegah agar simpanan lemak yang
ada di dalam tubuh tidak terpakai. The European Association for the Study of
Diabetes merekomendasikan asupan karbohidrat dengan indeks glikemik rendah
pada diabetes. Konsumsi karbohidrat dengan indeks glikemik rendah sebagai
pengganti indeks glikemik tinggi dapat memperbaiki kontrol gula darah pada
penderita diabetes. Selain itu, dalam American Journal of Clinical Nutrition
mengatakan bahwa penggantian karbohidrat indeks glikemik tinggi dengan yang
rendah menurunkan resiko terjadinya hiperglikemia.

Tabel 2.1. Daftar nilai indeks glikemik bahan makanan

Jenis Makanan Indeks Glikemik


Jagung 70
Tepung jagung 68
Beras 69
Gandum 30
Mie Instan 47
Ubi Jalar <55
Kentang 55-70
Roti tawar 70
Macaroni <55
Jeruk <55
Apel <55
Nangka 61,61
Pisang raja 57,10
Papaya 58-60
Semangka >70
Es krim 55-70
Madu >70
Susu full cream 23-31
Susu skim 27-37
Soft drink 62-74
Kacang kedelai 15-21
Kacang hijau 32
Sumber : Susanto,T. 2013. Diabetes, Deteksi, Pencegahan, Pengobatan. Buku
Pintar ISBN. Jakarta

Keterangan: jika indeks glikemik glukosa adalah 100, maka:

24
 Indeks glikemik rendah adalah ≤ 55
 Indeks glikemik sedang adalah 56 -69
 Indeks glikemik tinggi adalah ≥ 70
Pola makan adalah suatu ketepatan dan keteraturan pasien dalam
penatalaksanaan jumlah, jenis, dan jadwal makan. Seseorang dikatakan berpola
makan baik apabila telah melakukan tiga indikator diet yaitu tepat jumlah, jadwal
dan jenis. Sebaliknya, apabila seseorang tidak melakukan kurang dari tiga
indikator diet maka pola makan pasien diabetes tersebut kurang baik.

2.1.8. Terapi Nutrisi Medis (TNM)

TNM merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DM tipe 2 secara


komprehensif. Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh dari
anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan
keluarganya). Guna mencapai sasaran terapi TNM sebaiknya diberikan sesuai
dengan kebutuhan setiap penyandang DM. Prinsip pengaturan makan pada
penyandang DM hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum,
yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
masing-masing individu. Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai
pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori,
terutama pada mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin
atau terapi insulin itu sendiri.9

A. Komposisi Makanan yang Dianjurkan terdiri dari:

Karbohidrat

 Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.


Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.
 Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan.
 Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat
makan sama dengan makanan keluarga yang lain.
 Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

25
 Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti glukosa, asal tidak
melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake/ADI).
 Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat diberikan makanan
selingan seperti buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan
kalori sehari.
Lemak

 Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan tidak


diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
 Komposisi yang dianjurkan:
- Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori.

- Lemak tidak jenuh ganda < 10 %.

- Selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.

 Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung


lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu full
cream.
 Konsumsi kolesterol dianjurkan < 200 mg/hari.

Protein

 Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi.


 Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak,
ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan
tempe.
 Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan protein
menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi, dengan 65%
diantaranya bernilai biologik tinggi.
Kecuali pada penderita DM yang sudah menjalani hemodialisis asupan
protein menjadi 1-1,2 g/kg BB perhari.

26
Natrium

 Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang sehat


yaitu <2300 mg perhari.
 Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan
pengurangan natrium secara individual.
 Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat

 Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacang-kacangan,


buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat.
 Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari berbagai
sumber bahan makanan.

Pemanis Alternatif

 Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman


(Accepted Daily Intake/ADI).
 Pemanis alternatif dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis
tak berkalori.
 Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai
bagian dari kebutuhan kalori, seperti glukosa alkohol dan fruktosa.
 Glukosa alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol
dan xylitol.
 Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang DM karena dapat
meningkatkan kadar LDL, namun tidak ada alasan menghindari makanan
seperti buah dan sayuran yang mengandung fruktosa alami.
 Pemanis tak berkalori termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium,
sukralose, neotame.

27
B. Kebutuhan Kalori

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan


penyandang DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal
yang besarnya 25-30 kal/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau
dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas,
berat badan, dan lain-lain.9 Beberapa cara perhitungan berat badan ideal adalah
sebagai berikut:

Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang


dimodifikasi:

o Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

o Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumus dimodifikasi menjadi:

Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

BB Normal: BB ideal •± 10 %

Kurus: kurang dari BBI - 10 %

Gemuk: lebih dari BBI + 10 %

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).

Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:

IMT = BB(kg)/TB(m2)

Klasifikasi IMT*

 BB Kurang <18,5
 BB Normal 18,5-22,9
 BB Lebih ≥23,0
 Dengan risiko 23,0-24,9
 Obes I 25,0-29,9

28
 Obes II ≥30
*) WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective:Redefining
Obesity and its Treatment.

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:

Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori basal perhari untuk perempuan sebesar 25 kal/kgBB sedangkan


untuk pria sebesar 30 kal/kgBB.

Umur

o Pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk setiap dekade
antara 40 dan 59 tahun.

o Pasien usia diantara 60 dan 69 tahun, dikurangi 10%.

o Pasien usia diatas usia 70 tahun, dikurangi 20%.

Aktivitas Fisik atau Pekerjaan

o Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.

o Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada keadaan


istirahat.

o Penambahan sejumlah 20% pada pasien dengan aktivitas ringan: pegawai


kantor, guru, ibu rumah tangga.

o Penambahan sejumlah 30% pada aktivitas sedang: pegawai industri ringan,


mahasiswa, militer yang sedang tidak perang.

o Penambahan sejumlah 40% pada aktivitas berat: petani, buruh, atlet, militer
dalam keadaan latihan.

o Penambahan sejumlah 50% pada aktivitas sangat berat: tukang becak, tukang
gali.

29
Stres Metabolik

o Penambahan 10-30% tergantung dari beratnya stress metabolik (sepsis, operasi,


trauma).

Berat Badan

o Penyandang DM yang gemuk, kebutuhan kalori dikurangi sekitar 20-30%


tergantung kepada tingkat kegemukan.

o Penyandang DM kurus, kebutuhan kalori ditambah sekitar 20-30% sesuai


dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.

o Jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kal perhari untuk wanita
dan 1200-1600 kal perhari untuk pria.

Secara umum, makanan siap saji dengan jumlah kalori yang terhitung dan
komposisi tersebut diatas, dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%),
siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di
antaranya. Tetapi pada kelompok tertentu perubahan jadwal, jumlah dan jenis
makanan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang DM yang
mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit
penyerta.

Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan


jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan.

1. Obat Antihiperglikemia Oral

Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5


golongan:9

30
a. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)

Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin


oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan
berat badan. Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi
hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).

Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,


dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara
oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi
hiperglikemia post prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah
hipoglikemia.

b. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin

Metformin

Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati


(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.
Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2. Dosis
Metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30-60
ml/menit/1,73 m2). Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan
sperti: GFR<30 mL/menit/1,73 m2, adanya gangguan hati berat, serta pasien-
pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular,
sepsis, renjatan, PPOK,gagal jantung [NYHA FC III-IV]). Efek samping yang
mungkin berupa gangguan saluran pencernaan seperti halnya gejala dispepsia.

Tiazolidindion (TZD)

31
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di
sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi
insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion meningkatkan
retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal
jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-
hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara
berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.

c. Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan

Penghambat Alfa Glukosidase

Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus


halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada keadaan:
GFR≤30ml/min/1,73 m2, gangguan faal hati yang berat, irritable bowel
syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating (penumpukan gas
dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus. Guna mengurangi efek samping
pada awalnya diberikan dengan dosis kecil. Contoh obat golongan ini adalah
Acarbose.

d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)

Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV


sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi
dalam bentuk aktif.

Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi


glukagon bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent). Contoh obat
golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin.

32
e. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter2)

Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral


jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal
dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat yang
termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin,
Ipragliflozin. Dapagliflozin baru saja mendapat approvable letter dari Badan
POM RI pada bulan Mei 2015.

Obat Antihiperglikemia Suntik

Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin,agonis GLP-1 dan kombinasi


insulin danagonis GLP-1.

a. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan :

- HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik


- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Krisis Hiperglikemia
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
- Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
- Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
Jenis dan Lama Kerja Insulin

Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni :

 Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)


 Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)

33
 Insulin kerja menengah (Intermediateacting insulin)
 Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
 Insulin kerja ultra panjang (Ultra longacting insulin)
 Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat
dengan menengah (Premixed insulin)
Efek samping terapi insulin :

- Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia


- Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bagian komplikasi akut
DM
- Efek samping yang lain berupa reaksi alergi terhadap insulin

Agonis GLP-1/Incretin Mimetic

Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru


untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja pada sel-beta sehingga
terjadi peningkatan pelepasan insulin, mempunyai efek menurunkan berat badan,
menghambat pelepasan glukagon, dan menghambat nafsu makan. Efek penurunan
berat badan agonis GLP-1 juga digunakan untuk indikasi menurunkan berat
badanpada pasien DM dengan obesitas. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti
memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada
pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah. Obat yang termasuk
golongan ini adalah: Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, dan Lixisenatide. Salah
satu obat golongan agonis GLP-1 (Liraglutide) telah beredar di Indonesia sejak
April 2015, tiap pen berisi 18 mg dalam 3 ml. Dosis awal 0.6 mg perhari yang
dapat dinaikkan ke 1.2 mg setelah satu minggu untuk mendapatkan efek glikemik
yang diharapkan. Dosis bisa dinaikkan sampai dengan 1.8 mg. Dosis harian lebih
dari 1.8 mg tidak direkomendasikan. Masa kerja Liraglutide selama 24 jam dan
diberikansekali sehari secara subkutan.

34
2.2 Kerangka Teori

Gaya hidup:
Genetik
- Diet tinggi karbohidrat

Resistensi Insulin

Komplikasi:
Monitoring:
- Makroangiopati (PJK,
- Gula darah Diabetes Melitus Stroke)
- Komplikasi
- Mikroangiopati (Retinopati,
Nefropati)

Tatalaksana

Farmakologi :
Terapi Nutrisi Medis
- Biguanid

- Sulfonilurea

- Glinid
Tingkat Edukasi
Pengetahuan :

- Jadwal makan
35
- Jumlah makanan

- Jenis makanan
2.3 Kerangka Konsep

Tingkat
Pengetahuan :
Diabetes Melitus
- Jadwal makan

- Jumlah makanan

- Jenis makanan

36
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang digunakan untuk


melihat gambaran-gambaran dari variabel-variabel yang diteliti. Desain studi yang
akan digunakan adalah cross-sectional dimana peneliti akan melakukan
determinasi terhadap paparan dan hasil secara simultan pada setiap subjek
penelitian.17 Tujuannya untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien diabetes
melitus terhadap dietnya di Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta Utara.

3.2 Tempat dan Waktu penelitian

3.2.1. Tempat

Penelitian ini akan dilakukan di RSUD Koja, Jakarta Utara.

3.2.2. Waktu

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan April hingga Agustus 2019.

3.3 Subjek Penelitian

3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah kumpulan dari individu atau objek atau fenomena yang
secara potensial dapat diukur sebagai bagian dari penelitian. 17 Populasi target
yang digunakan adalah pasien diabetes melitus di RSUD Koja Jakarta Utara.
Populasi sampelnya adalah pasien diabetes melitus di bagian Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Koja Jakarta Utara.

3.3.2. Sampel Penelitian

37
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga
dianggap dapat mewakili populasinya.17 Pada penelitian ini, pasien yang menjadi
sampel adalah pasien yang sesuai dengan kriteria inklusi.

Kriteria inklusi yang dimaksud adalah:

- Pasien yang telah terdiagnosis diabetes melitus

- Pasien yang datang berobat ke RSUD Koja pada periode April hingga Agustus
2019

- Pasien bersedia dijadikan subjek penelitian dan mengisi kuesioner

Sementara itu, yang termasuk dalam kriteria eksklusi adalah:

- Pasien yang mempunyai gangguan kesehatan jiwa

38
3.4 Alur Penelitian

Populasi Target :

Pasien Diabetes Melitus di RSUD Koja Jakarta Uatra

Populasi Sampel

Pasien Diabetes Melitus di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Koja Jakarta Utara

Data formulir penelitian dan kuisioner pasien:

Kriteria Inklusi

Sampel Penelitian

Pencatatan data dari hasil penelitian

Analisis data dengan SPSS

Laporan Akhir Penelitian

39
3.5 Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi unit yang diobservasi dari keseluruhan


yang akan diteliti, sehingga kelompok yang diobservasi dapat digunakan untuk
membuat kesimpulan atau membuat inferensi tentang populasi tersebut.
Tujuannya adalah untuk melakukan generalisir terhadap keseluruhan populasi.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling yang
merupakan cara sederhana dan mudah dilakukan dimana semua populasi studi
dianggap homogen. Perkiraan besarnya sampel dapat dihitung dengan rumus yang
dikembangkan oleh Snedecor dan Cochran sebagai berikut:

n = besarnya sampel

= simpangan rata-rata distribusi normal standar pada derajat kemaknaan


alpha

p = proporsi variabel yang dikehendaki

q = 1-p

d2 = kesalahan sampling yang masih dapat ditoleransi

Berdasarkan rumus tersebut, maka besar sampel yang diperlukan adalah sebagai
berikut:4

( )
( )

n = 81,28 dibulatkan menjadi 81 orang

40
Dari hasil tersebut, maka ditambahkan 10% untuk mencegah bias yang terjadi,
sehingga besar sampel yang diperlukan adalah sebagai berikut:

n = 81,28 + 10%

n = 89,4 dibulatkan menjadi 89 orang

3.6 Bahan, Alat dan Cara Pengambilan Data

3.6.1 Bahan Penelitian

Alat tulis, kertas kuisoner, dan pasien diabetes melitus yang datang
berobat ke RSUD Koja, Jakarta Utara dan yang bersedia menjadi responden.
Responden yang dibutuhkan 106 orang.

3.6.2 Alat Penelitian

Kuisoner yang terdiri dari beberapa pertanyaan. Jumlah pertanyaan


kuisoner adalah sebanyak 26 pertanyaan.

3.6.3 Cara Penelitian

o Peneliti menyebarkan kuisoner kepada orang yang telah memenuhi


kriteria dan bersedia mengisi kuisoner.
o Subyek yang diteliti menjawab pertanyaan yang terdapat pada
kuesioner sesuai dengan petunjuk yang ada.
o Subyek yang diteliti dapat bertanya kepada peneliti apabila
mempunyai kesulitan dalam mengisi kuisoner dan peneliti harus
memberi penjelasan tentang kesulitan tersebut.
o Lembar kuisoner yang telah diisi, kemudian dikumpulkan kepada
peneliti.
o Setelah itu, lembar kuisoner yang telah dikumpulkan akan dianalisis.

41
3.7 Parameter yang diperiksa :

Tingkat pengetahuan pasien diabetes melitus terhadap dietnya

3.8 Variabel penelitian

 Variabel terikat : Jenis makanan, jumlah makanan, jadwal makan pasien


diabetes melitus
 Variabel bebas : Tingkat pengetahuan pasien diabetes melitus terhadap
diet

3.9 Dana Penelitian

Perkiraan dana penelitian

3.10 Analisis Data

3.10.1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi


masing-masing variabel, baik variabel independent yaitu tingkat pengetahuan
pasien mengenai diabetes melitus, maupun variabel dependent yaitu manfaat diet
yang dilakukan oleh pasien diabetes melitus.

42
3.11 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Hasil Pengukuran Skala


Operasional pengukuran

1. Jenis Perbedaan Kartu Melihat Kategori


Kelamin antara identitas identitas dan 1 = Laki-laki k
perempuan pasien keadaan
dengan laki- Pasien.
laki secara
2 = Perempuan
biologis
sejak lahir

2. Usia Lamanya Ditetapkan Melihat Kategori


hidup dalam identitas k
seseorang berdasarka Pasien.
yang n tanggal 1 = <45 tahun
dinyatakan kelahiran 2= >=45 tahun.18
dalam tahun dalam
satuan
tahun

3. Pengetahuan Pengetahun Formulir Kuesioner 0 = tidak menjawab Ordinal


Diet pasien dalam 1 = jawaban salah
2 = jawaban benar
Penatalaksan
aan diet
dalam hal

jumlah, jenis

dan jadwal

makan.

4. Manfaat Diet Manfaat Formulir Kuesioner Format 3 poin skala Ordinal


yang Likert
dirasakan 12-20 = manfaat yang
dari diet dirasakan rendah
pasien DM 21-29 = manfaat yang
dalam hal dirasakan sedang
jumlah, jenis 30-36 = manfaat yang

43
dan jadwal dirasakan tinggi
makan.

3.7. Analisis Hasil

Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi


masing-masing variabel, baik variabel independent yaitu tingkat pengetahuan
pasien mengenai diabetes melitus, maupun variabel dependent yaitu diet yang
dilakukan oleh pasien diabetes melitus.

44
3.8. Alur Penelitian

Populasi Target :

Pasien Diabetes Melitus di RSUD Koja Jakarta Utara

Populasi Sampel

Pasien Diabetes Melitus di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Koja


Jakarta Utara

Data formulir penelitian dan kuisioner pasien:

Kriteria Inklusi

Sampel Penelitian

Pencatatan data dari hasil penelitian

Analisis data dengan SPSS

Laporan Akhir Penelitian

45
3.9. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di RSUD Koja, Jakarta Utara dan dilakukan
pada15 Juli hingga 30 September 2019.

46
3.10. Jadwal Penelitian

Kegiatan Jan Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov

Ujian √
proposal
Pembuata √ √
n&
pengajuan
etik
Pengump √ √ √
ulan
data
Pengolah √ √
an data
Analisis √
data
Ujian √
skripsi

47
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Global report on diabetes. France: World


Health Organization. 2016. Diunduh dari
http://www.who.int/diabetes/global-report/en/, 29 Mei 2017.

2. International Diabetes Federation. Diabetes evidence demands real action


from the un summit on non-communicable diseases. 2011. Diunduh dari
http://www.idf.org/diabetes-evidence-demands-realaction-unsummit-non-
communicable-diseases, 11 Juli 2017.

3. Smeltzer, S.C., Bare B.G. Keperawatan medikal bedah. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC; 2008.

4. Departemen Kementerian Kesehatan. Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset


Kesehatan Dasar 2013. Jakarta:Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan: 2-4

5. World Health Organization (WHO). [updated 2017; cited 2017 July 11].
Tersedia from http://www.who.int/topics/diabetes_mellitus/en/.

6. American Diabetes Association (ADA). Standards of medical care in


diabetes. Diabetes care 2014 January; 37 (1): 14-80
7. American Diabetes Association (ADA). Standards of medical care in
diabetes. Diabetes care 2015 January; 3 (1): 6-99.
8. Wijayanto A, Burhan E, Nawas A, Rochsismandoko. 2015. Faktor
terjadinya tuberkulosis paru pada pasien diabetes melitus tipe 2. Journal
Respiratori Indonesia, [e-journal] 2015. [Sitasi: 31 Mei 2017]; 25(1): 1-
11. Diunduh dari http://jurnalrespiratori.org/wp-
content/uploads/2015/08/jri-jan-2015-35-1-1-11.pdf.

9. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan


pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 2015: 6

48
10. American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes
mellitus. Diabetes Care 2010; 33: 562-9.

11. Pusat data dan informasi Kemenkes RI. Tersedia di:


http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin
diabetes.pdf.[Sitasi:14 Oktober 2018]

12. Suyono S. Diabetes melitus di Indonesia. Dalam : Sudoyo AW, Setyohadi


B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 6. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI; 2015: 2317-8

13. Burduli M. The adequate control of type 2 diabetes mellitus in an elderly


age. 2009. Available from: http://www.gestosis.ge/
eng/pdf_09/Mary_Burduli.pdf

14. Tjokroprawiro, A. Garis besar pola makan dan pola hidup sebagai
pendukung terapi diabetes melitus. Surabaya: Fakultas Kedokteran Unair;
2012.

15. Susanto,T. Diabetes, deteksi, pencegahan, pengobatan. Jakarta: Buku


Pintar ISBN; 2013.

16. Dewi, Ayu BFK. Menu sehat 30 hari untuk mencegah dan mengatasi
diabetes. Jakarta: Media Pustaka; 2013.

17. Swarjana IK. Metodologi penelitian kesehatan. 1 ed. Yogyakarta: Andi;


2012. h.49-51, 75, 100

18. Jafar M.F., El-Qudah. Dietary knowledge among female diabetic patients
in Amman, Jordan. Curr. Res. Nutr Food Sci Jour. 2016; 4(2): 110-1

49

Anda mungkin juga menyukai