URETEROLITHIASIS SINISTRA
Disusun Oleh :
dr. Margaretha Meytha Marindra
Pembimbing :
Kasus
Pendamping Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan Laopran Kasus “Ureterolithiasis Sinistra”.
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas-tugas dalam rangka menjalankan Program
Internship Dokter Indonesia. Laporan ini dapat di selesaikan berkat kerjasama tim dan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk ini saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. AKBP dr. Much Sofwan, Sp.OT selaku kepala Rumah Sakit yang telah memberikan
bimbingan dan pelatihan selama kami menempuh Program Dokter Internsip Indonesia di RS
Bhyangkara Setukpa Lemdikpol.
2. dr. Ramzie Nendra, Sp.U selaku dokter pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu
dan memberikan ilmunya dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
3. dr. Fitriana selaku dokter pendamping di Rumah Sakit Bhyangkara Setukpa Lemdikpol yang
telah memberikan arahan dan bimbingan selama pelaksaan internship.
4. Dokter, Paramedis, beserta Staf Rumah Sakit Bhayangkara Setukpa Lemdikpol atas
bimbingan dan kerjasama yang telah diberikan.
5. Teman sejawat dokter internsip yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam
pembuatan laporan ini.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan waktu dan kemampuan. Karena itu saya ucapkan terimakasih atas kritik dan saran yang
bersifat membangun.
Akhir kata saya berharap semoga hasil laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ .ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB I LAPORAN KASUS .............................................................................. 1
I.1 Identitas Pasien… ............................................................................ 1
I. 2 Anamnesis ...................................................................................... 1
I. 3 Pemeriksaan Fisik .......................................................................... 3
I. 4 Pemeriksaan Penunjang.................................................................. 4
I. 5 Diagnosis ........................................................................................ 8
I. 6 Diagnosa Banding .......................................................................... 8
I. 7 Penatalaksanaan ............................................................................ 9
I. 8 Rencana Pemeriksaan Lanjutan dan Tindakan............................... 9
I. 9 Prognosis ........................................................................................ 9
I. 10 Resume ......................................................................................... 10
I. 11 Follow Up ..................................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................12
II.1 Definisi ......................................................................................... 12
II.2 Epidemiologi ................................................................................12
II.3 Anatomi........................................................................................ 13
II.4 Etiologi ......................................................................................... 16
II.5 Patofisiologi ................................................................................. 17
II.6 Komposisi Batu ............................................................................18
II.7 Gambaran Klinis .......................................................................... 22
II.8 Pemeriksaan Penunjang .............................................................. 23
II.9 Penatalaksanaan ........................................................................... 25
iv
II.10 Komplikasi …………….............................................................. 31
II.11 Pencegahan ............................................................................... 32
II.12 Prognosis .....................................................................................33
BAB III KESIMPULAN ................................................................................. ..34
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................35
v
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1 Identitas
Nama : Sdra. Kurnia Dahlan
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Mahasiswa
Status perkawinan : Lajang
Alamat : Kp. Rambay Rt/rw 002/003 Kel. Sukamanah
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 20 Januari 2021
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
1
Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan Seperti saat ini : Disangkal
Riwayat Penyakit Kencing Manis : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Penyakit ginjal : Disangkal
Riwayat Operasi : Disangkal
Riwayat Allergi : Disangkal
2
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
3
• P : Batas Kiri atas ICS II linea parasternal sinistra
Batas Kanan atas ICS II linea parasternal dextra
Batas kiri bawah ICS V antara linea midclavicula dan axilaris
anterior
Batas kanan bawah ICS V linea stenalis dextra
• A : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/-
Abdomen :
I : Perut datar
A : Bising usus (+) normal
P : Timpani, nyeri ketok CVA (-/-)
P : Dinding perut supel, nyeri tekan (+) LLQ, turgor kulit baik, hepar
teraba 2 jari dibawah arcus costae & lien tidak teraba membesar
Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai (-), capilary refill <2detik
4
HEMOSTASIS
Masa Pendarahan (BT) 1’45’’ 1-3 Menit
Masa Pembekuan (CT) 7’50’’ 1-11 Menit
KIMIA KLINIK
SGOT 20 10-34 U/L
SGPT 24 9-46 U/L
Ureum 22 20-40 mg/dL
Kreatinin 0.9 0.5-1.1 mg/dL
Gula Darah Sewaktu 78 <180 mg/dL
IMUNOSEROLOGI
SARS-Cov-2 IgG Non Reaktif Non Reaktif
SARS-Cov-2 IgM Non Reaktif Non Reaktif
Hepatitis Marker
HBSAG Rapid Non Reaktif Non Reaktif
Anti HCV Non Reaktif Non Reaktif
Anti HIV (Rapid) Non Reaktif Non Reaktif
NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
RUJUKAN
Warna Kuning
Kejernihan Urin Jernih
pH 7,0 4.5-8.0
Berat jenis urin 1.010 1.005-1.025
Protein Urin Negatif Negatif
Glukosa Urine Negatif Negatif
Urobilinogen Normal 0.1-0.9 mEq/dL
Bilirubin Urine Negatif Negatif
Keton urin Negatif Negatif
5
Nitrit Urine Negatif Negatif
Darah Samar Urine Negatif Negatif mEq/L
Lekosit esterase Negatif Negatif
Eritrosit 0-1 0-1 sel/LPB
Leukosit 1-2 0-1 sel/LPB
Epitel Positif 1 0-3 sel/LPB
Silinder Negatif Negatif LPK
Lain - lain Negatif Negatif
Kesan :
Cor dan Pulmo Tak Tampak Kelainan
6
Pemeriksaan Rontgen BNO
Kesan :
Bayangan opak setinggi vert S1-2 kiri
Pemeriksaan USG
7
Kesan :
- suspek fatty liver
- Gambaran hidronefrosis kiri curiga grade III
- Gambaran hidroureter kiri
- Suspek batu di distal ureter kiri dengan diameter +/- 0,7 cm
- Gambaran hidronefrosis kanan ringan curiga grade I-II
8
1.7 PENATALAKSANAAN
Inf Hydromal 14 TPM
Inj Ketorolac 1x30mg
Inj Ceftriakson 1x1gr (preop)
1.9 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fuctionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
9
RESUME
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 78x/menit, pernapasan
18x/menit dan suhu
36,5 C. Pemeriksaan kepala, leher, paru, jantung, genital dan eksttremitas tidak
ditemukan adanya kelainan. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan pada
LLQ.
10
FOLLOW UP
O/ KU : Composmentis
TD : 110/80 mmHg
HR : 82x/menit
RR : 20x/menit
T : 36,7 C
Urine : warna jernih
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 EPIDEMIOLOGI
Batu saluran kemih menduduki gangguan sistem kemih ketiga terbanyak
setelah infeksi saluran kemih dan BPH. Resiko pembentukan batu sepanjang hidup (life
time risk) dilaporkan berkisar 5-10%. Prevalensi pada orang arab > kulit putih > asia >
afrika. Diperkirakan 10% dari semua individu dapat menderita urolitiasis selama
hidupnya, meskipun beberapa individu tidak menunjukkan gejala atau keluhan. Setiap
tahunnya berkisar 1 dari 1000 populasi yang dirawat di rumah sakit karena menderita
12
urolitiasis. Laki-laki lebih sering menderita urolitiasis dibandingkan perempuan,
dengan rasio 3:1. Dan setiap tahun rasio ini semakin menurun. Dari segi umur, yang
memiliki risiko tinggi menderita urolitiasis adalah umur diantara 20 dan 40 tahun.4,5
Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah
penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUP-Cipto Mangunkusumo dari
tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun 2002,
peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat pemecah batu ginjal
non-invasif ESWL (Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang secara total
mencakup 86% dari seluruh tindakan. Laki-laki : wanita= 3:1, sekarang 2:1. Batu
kalsium dan asam urat lebih banyak diderita laki-laki, sedangkan insidensi batu struvit
tinggi dialami wanita. 4
13
Gambar 2.1 anatomi saluran kemih
Sama dengan pielum, dinding ureter mempunyai lapisan otot yang kuat yang
dapat menyebabkan kontraksi hebat disertai nyeri sangat hebat. Dinding muskuler
tersebut mempunyai hubungan langsung dengan lapisan otot dinding pielum di sebelah
cranial dan dengan otot dinding buli-buli disebelah kaudal. Ureter menembus dinding
muskuler masuk ke kandung kemih secara miring sehingga dapat mencegah terjadinya
aliran balik dari kandung kemih ke ureter. Sepanjang perjalanan ureter dari pielum
menuju buli-buli secara anatomik terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya
relative lebih sempit dari pada ditempat lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang
berasal dari ginjal seringkali tersangkut ditempat itu. Tempat-tempat penyempitan
yang dimaksud adalah :
- Perbatasan pelvis renalis - ureter (pelvi-ureter junction).
- Tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis.
- Saat masuk ke dalam vesica urinaria.
14
Vaskularisasi :
- Arteriae : arteri yang memperdarahi ureter adalah ujung atas oleh arteri
renalis, bagian tengah oleh arteri testicularis atau arteri ovarica, dan
didalam pelvis oleh arteri vesicalis inferior.
- Vena : vena dialirkan kedalam vena yang sesuai dengan arteri
Innervasi :
- Plexus renalis, testicularis, dan plexus hypogastricus (didalam pelvis).
- Serabut aferen berjalan bersama denga saraf simpatis dan masuk
medulla spinalis setinggi segmen lumbalis I dan II.
Untuk kepentingan pembedahan ureter dibagi menjadi 2 bagian :
- Ureter pars abdominalis : yang berada dari pelvis renalis sampai menyilang
vasa iliaka.
- ureter pars pelvika : mulai dari persilangan dengan vasa iliaka sampai masuk
ke kandung kemih.
15
2.4 ETIOLOGI
Etiologi pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih,
gangguan metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat
urease (Proteus mirabilis), dehidrasi, benda asing, jaringan mati (nekrosis papil) dan
multifaktor.6,7
1. Gangguan aliran urin :
a. Fimosis
b. Hipertrofi prostate
c. Refluks vesiko-uretral
d. Striktur meatus
e. Ureterokele
f. Konstriksi hubungan ureteropelvik
2. Gangguan metabolisme :
Menyebabkan ekskresi kelebihan bahan dasar batu
a. Hiperkalsiuria
b. Hiperuresemia
c. Hiperparatiroidisme
3. Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease
4. Dehidrasi
Kurang minum, suhu lingkungan tinggi
5. Benda asing
Fragmen kateter, telur sistosoma
6. Jaringan mati (nekrosis papil)
7. Multifaktor
a. Anak di negara berkembang
b. Penderita multitrauma
8. Batu idiopatik
16
Terdapat beberapa faktor yang mempermudahkan terjadinya batu saluran
kemih pada seseorang, yaitu :
Beberapa faktor ekstrinsik adalah :
1. Geografi pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu
saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal
sebagai daerah stone belt, sedangkan daerah Bantu di Afrika selatan
hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air kurangnya asupan air dan tinggi kadar mineral kalsium
pada air yang dikosumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih
4. Diet diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya
batu saluran kemih
5. Pekerjaan penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life. Immobilisasi
lama pada penderita cedera dengan fraktur multipel atau paraplegia yang
menyebabkan dekalsfikasi tulang dengan peningkatan ekskresi kalsium
dan stasis sehingga presipitasi batu mudah terjadi.
Faktor intrinsik antara lain adalah :
1. Umur penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
2. Jenis kelamin jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak
dibandingkan pasien
perempuan
3. Herediter penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2.5 PATOFISIOLOGI
Teori pembentukan batu :6,7
1. Teori Intimatriks
Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansi
organik sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan
17
mukoprotein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi
pembentukan batu
2. Teori Supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti
sistin, xantin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya
batu
3. Teori presipitasi-kristalisasi
Perubahan pH urin akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam
urin. Urin yang bersifat asam akan mengendap sistin, xantin dan garam
urat. Urin alkali akan mengendap garam garam fosfat
4. Teori berkurangnya Faktor Penghambat
Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat,
polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah
terbentuknya batu saluran kemih.
a. Batu kalsium
18
oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur itu. Predisposisi
kejadian hiperkalsiuria (kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250 –
300 mg / 24 jam), menurut Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab :8
a. Hiperkalsiuri absorbtif yang terjadi karena adanya peningkatan absorbsi
kalsium melalui usus.
b. Hiperkalsiuri renal karena adanya gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium
melalui tubulus ginjal.
c. Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium
tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiriodisme primer atau pada tumor
paratiriod.
b. Batu oksalat
Oksalat merupakan produk limbah metabolisme normal dan relatif
tidak terlarut. Normalnya, sekitar 10-15% dari oksalat yang ditemukan
dalam urin berasal dari diet.6
Sebagian besar oksalat yang masuk ke usus besar didekomposisi
bakteri. Bagaimanapun dapat berdampak pada jumlah oksalat yang
ditemukan dalam urin. Setelah diserap melalui usus halus, oksalat tidak
dimetabolisme dan diekskresikan hampir secara eksklusif oleh tubulus
proksimal. Adanya kalsium dalam lumen usus merupakan faktor penting
yang mempengaruhi jumlah oksalat yang diabsorbsi. Pengaturan oksalat
dalam urin memainkan peran penting dalam pembentukan batu kalsium
oksalat. Ekskresi normal 20-45 mg/hari dan tidak berubah secara signifikan
menurut usia. Perubahan kecil pada level oksalat dalam urin dapat
menyebabkan dampak dramatis terhadap supersaturasi kalsium oksalat.
Prekursor utama oksalat adalah glisin dan asam askorbat, namun dampak
masuknya vitamin C (<2 g/hari) diabaikan.6
Hiperoksaluria (ekskresi oksalat urin yang melebihi 45 g/hari) dapat
terjadi pada pasien dengan gangguan usus, terutama inflammatory bowel
disease, reseksi usus halus, bypass usus dan pasien yang banyak
19
mengonsumsi makanan yang kaya dengan oksalat, diantaranya adalah : teh,
kopi instan, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran
berwarna hijau terutama bayam.. Batu ginjal terjadi pada 5-10% pasien
dengan kondisi ini. Kalsium intralumen berikatan dengan lemak sehingga
menjadi tidak tersedia untuk mengikat oksalat. Oksalat yang tidak berikatan
mudah diserap. Oksalat yang berlebihan dapat terjadi pencernaan ethylene
glycol (oksidasi parsial oksalat). Hal ini dapat mengakibatkan deposit kristal
kalsium oksalat yang difus dan masif dan kadang-kadang dapat
menyebabkan gagal ginjal.6
c. Batu Fosfat
Fosfat merupakan buffer dan berikatan dengan kalsium dalam urin.
Ini adalah komponen penting dari batu kalsium fosfat dan batu amonium
magnesium fosfat. Ekskresifosfat urin pada orang dewasa normal berkaitan
dengan jumlah diet fosfat (terutama pada daging, produk susu, dan sayuran).
Sejumlah kecil fosfat yang difiltrasi oleh glomerulus secara dominan diserap
kembali oleh tubulus proksimal. Hormon paratiroid menghambat reabsorpsi
ini. Kristal utama yang ditemukan pada mereka yang hiperparatiroidisme
adalah fosfat, dalam bentuk hidroksiapatit, amorf kalsium fosfat, dan
karbonatapatit.6
d. Batu Asam urat
Asam urat merupakan produk sampingan dari metabolisme purin.
Sekitar 5 – 10 % dari seluruh batu saluran kemih. Penyakit batu asam urat
banyak diderita oleh pasien – pasien penyakit gout, penyakit
mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker, dan yang
banyak mempergunakan obat urikosurik diantaranya adalah sulfinpirazone,
thiazide dan salisilat. Kegemukan, peminum alkohol dan diet tinggi protein
mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit ini.9
Asam urat relatif tidak larut di dalam urin sehingga pada keadaan
tertentu mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya
20
membentuk batu asam urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu
asam urat adalah (1) urin yang terlalu asam(pH urin <6), (2) volume urin
yang jumlahnya terlalu sedikit (< 2 liter / hari), (3) hiperurikosuri atau kadar
asam urat tinggi (> 850 mg / 24 jam).6
Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai
ukuran besar sehingga membentuk batu staghorn yang mengisi seluruh
pelvikalises ginjal. Tidak seperti batu jenis kalsium yang bentuknya
bergerigi, batu asam urat bentuknya halus dan bulat sehingga sering keluar
spontan. Batu asam urat murni bersifat radiolusen, sehingga pada
pemeriksaan PIV tampak sebagai bayangan filling defect pada saluran kemih
sehingga seringkali harus dibedakan dengan bekuan darah, bentukan papila
ginjal yang nekrosis, tumor, atau benzoar jamur. Pada pemeriksaan USG
memberikan gambaran bayangan akustik (acoustic shadowing).6
e. Batu struvit
Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat
jarang dijumpai. Batu sisitin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin,
yaitu kelainan dalam absorbsi sistin di mukosa usus. Demikian batu xanthin
21
terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthin oksidase
yang mengkatalisis perubahan hipoxanthin menjadi xanthin menjadi asam
urat. Pemakaian antasida yang mengandung silikat (magnesium silikat atau
aluminometilsalisilat) yang berlebihan dan dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan timbulnya batu silikat.9
22
berulang – ulang sampai batu bergeser dan memberi kesempatan air kemih untuk
lewat.6,7,9
Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri
pada saat berkemih atau sering kencing. Hematuria seringkali dikeluhkan oleh pasien
akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-kadang
hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis.6,7,9
Jika didapatkan demam harus curiga urosepsis dan ini merupakan kedaruratan
di bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik
pada saluran kemih dan segera dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian
antibiotik.6
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-
vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal
ginjal, retensi urin. 6
23
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Pemeriksaan urinalisis makroskopik didapatkan gross
hematuria.Pemeriksaan sedimen urin menunjukkan adanya leukosituria,
hematuria, dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. 85 % pasien dengan
batu ginjal didapatkan hematuria maksoskopik dan mikroskopik. Namun, tidak
ditemukannya hematuria tidak berarti menghilangkan kemungkinan menderita
batu ginjal. Pemeriksaan kultur urin mungkin menunjukkan adanya
pertumbuhan kuman pemecah urea.6,7
Pemeriksaan kimiawi ditemukan pH urin lebih dari 7,6 menunjukkan
adanya pertumbuhan kuman pemecah urea dan kemungkinan terbentuk batu
fosfat. Bisa juga pH urin lebih asam dan kemungkinan terbentuk batu asam
urat.6,7
Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan
terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien menjalani
pemeriksaan foto PIV. Proteinuria juga disebut albuminuria adalah kondisi
abnormal dimana urin berisi sejumlah protein. Kebanyakan protein terlalu besar
untuk melewati filter ginjal ke dalam urin. Namun, protein dari darah dapat
bocor ke dalam urin ketika glomeruli rusak. Proteinuria merupakan tanda
penyakit ginjal kronis (CKD), yang dapat disebabkan oleh diabetes, tekanan
darah tinggi, dan penyakit yang menyebabkan peradangan pada ginjal. Sebagai
akibat fungsi ginjal menurun, jumlah albumin dalam urin akan meningkat.
Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab
timbulnya batu saluran kemih, antara lain kalsium, oksalat, fosfat, maupun
urat.6,7
Pemeriksaan darah lengkap, dapat menentukan kadar hemoglobin yang
menurun akibat terjadinya hematuria. Bisa juga didapatkan jumlah lekosit yang
meningkat akibat proses peradangan di ureter.6,7,9
24
b. Radiologis
Foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu
radioopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat
bersifat radioopak, sedangkan batu asam urat bersifat radio lusen.6
Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi
bendungan atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat
dilakukan, pada keadaan ini dapat dilakukan retrograde pielografi atau
dilanjutkan. Dengan anterograd pielografi, bila hasil retrograd pielografi tidak
memberikan informasi yang memadai. Pada foto BNO batu yang dapat dilihat
disebut sebagai batu radioopak, sedangkan batu yang tidak tampak disebut
sebagai batu radiolusen. Berikut ini adalah urutan batu menurut densitasnya,
dari yang paling opak hingga yang paling bersifat radiolusen, kalsium fosfat
(opak), kalsium oxalat (opak), Magnesium (semi opak), amonium fosfat (semi
opak), sistin(non opak), asam urat (non opak).6,7,9
c. Pielografi Intravena (IVP)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan, fungsi ginjal.
Juga untuk mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non-opak yang,
tidak terlihat oleh foto polos abdomen.6,7
d. Ulrasonografi
USG dikerjakan bila tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP yaitu
pada keadaan seperti allergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun
dan pada wanita yang sedang hamil. Terlihat pada gambar echoic shadow jika
terdapat batu.6
e. CT-scan
Teknik CT-scan adalah tehnik pemeriksaan yang paling baik untuk
melihat gambaran semua jenis batu dan juga dapat terlihat lokasi dimana
terjadinya obstruksi.6
25
2.9 PENATALAKSANAAN
Tujuan :
Menghilangkan batu untuk mempertahankan fungsi ginjal
Mengetahui etiologi untuk mencegah kekambuhan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk
melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi social.6,7
Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau
hidronefrosis dan batu yang sudah menyebabkan infeksi saluran kemih harus segera
dikeluarkan.7
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas,
namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita
oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat menimbulkan
sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang menjalankan profesinya
dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain :7
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti
disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi
bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan
pemberian diuretikum, berupa :
a. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
b. α – blocker
c. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran
batu syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada
tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK
menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan
26
adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal
tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi
terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi.6,7,9
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi
obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan
gelombang kejut untuk memecahkan batunya. Bahkan pada ESWL generasi
terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal
sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi
akan bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi
batu ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni.
Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.9
ESWL ditemukan di Jerman dan dikembangkan di Perancis. Pada
Tahun 1971, Haeusler dan Kiefer memulai uji coba secara in-vitro
penghancuran batu ginjal menggunakan gelombang kejut. Tahun 1974, secara
resmi pemerintah Jerman memulai proyek penelitian dan aplikasi ESWL.
Kemudian pada awal tahun 1980, pasien pertama batu ginjal diterapi dengan
ESWL di kota Munich menggunakan mesin Dornier Lithotripter HMI.
Kemudian berbagai penelitian lanjutan dilakukan secara intensif dengan in-
vivo maupun in-vitro. Barulah mulai tahun 1983, ESWL secara resmi
diterapkan di Rumah Sakit di Jerman. Di Indonesia, sejarah ESWL dimulai
tahun 1987 oleh Prof. Djoko Raharjo di Rumah Sakit Pertamina, Jakarta.
Sekarang, alat generasi terbaru Perancis ini sudah dimiliki beberapa rumah
sakit besar di Indonesia seperti Rumah Sakit Advent Bandung dan Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo.6,9
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis
yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-masing
generator mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan
air atau gelatin sebagai medium untuk merambatkan gelombang kejut. Air dan
27
gelatin mempunyai sifat akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga
tidak akan menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.6,9
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan
gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. Meskipun hampir semua jenis dan
ukuran batu ginjal dapat dipecahkan oleh ESWL, masih harus ditinjau
efektivitas dan efisiensi dari alat ini. ESWL hanya sesuai untuk
menghancurkan batu ginjal dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di
ginjal atau saluran kemih antara ginjal dan kandung kemih (kecuali yang
terhalang oleh tulang panggul). Hal laim yang perlu diperhatikan adalah jenis
batu apakah bisa dipecahkan oleh ESWL atau tidak. Batu yang keras
(misalnya kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali
tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi, kencing
manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan anak-
anak, serta berat badan berlebih (obesitas). 6,9
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan
anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada
kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang
valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-
jelasnya.6
3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui
uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu
dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi
gelombang suara, atau dengan energi laser.6,7,9
28
Beberapa tindakan endourologi antara lain:
o PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu
yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat
endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian
dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen
kecil. PNL yang berkembang sejak dekade 1980-an secara teoritis
dapat digunakan sebagai terapi semua batu ureter. Tapi dalam
prakteknya sebagian besar telah diambil alih oleh URS dan ESWL.
Meskipun demikian untuk batu ureter proksimal yang besar dan
melekat masih ada tempat untuk PNL. Prinsip dari PNL adalah
membuat akses ke kalik atau pielum secara perkutan. Kemudian
melalui akses tersebut kita masukkan nefroskop rigid atau fleksibel,
atau ureteroskop, untuk selanjutnya batu ureter diambil secara utuh
atau dipecah dulu. Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir
pasti dapat diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil semua
karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya berlangsung cepat
dan dengan segera dapat diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya
adalah PNL perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi. Sebagian
besar pusat pendidikan lebih banyak menekankan pada URS dan
ESWL dibanding PNL.
o Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli),
o Ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Keterbatasan URS adalah
tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga
perlu alat pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk
menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada
pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.
o Ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya
melalui alat keranjang Dormia).
29
4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai
untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL,
pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi
untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di
ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau
pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah
(pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan
akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang
menahun.6,7,9
Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih
dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa
dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior. Meskipun demikian
dewasa ini operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen
saja, terutama pada penderita-penderita dengan kelainan anatomi atau
ukuran batu ureter yang besar.6,7,9
5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter
terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam
penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-
tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang
melekat (impacted).6,7
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya
yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya
kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun
atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.6,7
30
2.10 KOMPLIKASI
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi
akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan
ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang tidak
direncanakan. Data kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi pada
tindakan batu ureter memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut dapat
dibagi menjadi yang signifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk
komplikasi signifikan adalah avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis,
trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang
yang termasuk kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus,
stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya
disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu,
terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari
yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita
tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi.
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan
terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis
yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Komplikasi lainnya
dapat terjadi saat penanganan batu dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya
adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka
maupun noninvasif seperti ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah
dilakukannya PNL, atau pada beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat
pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat
seperti lien, hepar, kolon dan paru serta perforasi pelvis renalis juga dapat
terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi yang adekuat, penanganan yang hati-
hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat menurunkan resiko terjadinya
komplikasi ini.
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah,
31
demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih
sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL.
Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang
lebih singkat dibandingkan PNL. Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian,
dan komplikasi keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL
dan kombinasi terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat
rendah kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi pada
operasi terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan jarang, namun
dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau mengalami
sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat urologi di
Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%.
2.11 PENCEGAHAN
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang
tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan.
Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% pertahun atau kurang lebih
50% dalam 10 tahun.
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasar atas kandungan unsure
yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada
umumnya pencegahan ini berupa:
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan
diusahakanproduksi urin sebanyak 2-3 liter perhari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
3. Aktivitas harian yang cukup
4. Pemberian medikamentosa.
32
2.12 PROGNOSIS
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak
batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin
buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat
mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya
infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi
ginjal.6,7,9
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60%
dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena
masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang
ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik
ditentukan pula oleh pengalaman operator.6,7,9
33
BAB III
KESIMPUAN
34
DAFTAR PUSTAKA
35