Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

MIOMA UTERI

OLEH:

Sharon Thesalonica 180070200011116


Nadia Norrbertha Ayunani 180070200011117
Nila Sefiyana Dwi Cahya 180070200011080

SUPERVISOR :
dr. Cholid, SpOG

SMF/LABORATORIUM OBSTETRI GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DR.SAIFUL ANWAR MALANG
2020
DAFTAR ISI
Halaman Judul....................................................................................................................1

Daftar Isi.............................................................................................................................2

Daftar Gambar....................................................................................................................3

Bab 1 Pendahuluan........................................................................................................4

1.1 Latar Belakang.........................................................................4


1.2 Tujuan......................................................................................5
1.3 Manfaat....................................................................................5
Bab 2 Laporan Kasus......................................................................................................6

2.1 Identitas pasien.......................................................................6


2.2 Subyektif.................................................................................6
2.3 Obyektif...................................................................................8
2.4 Assessment...........................................................................10
2.5 Planning................................................................................10
2.6 Follow Up..............................................................................12
Bab 3 Permasalahan....................................................................................................14

Bab 4 Pembahasan.......................................................................................................15

4.1 Etiologi...................................................................................15
4.2 Klasifikasi mioma uteri...........................................................16
4.3 Faktor Resiko........................................................................18
4.4 Penegakan Diagnosis............................................................22
4.5 Penatalaksanaan...................................................................24
4.6 Pencegahan..........................................................................29
Bab 5 Ringkasan dan Saran.........................................................................................31
Daftar Pustaka..................................................................................................................32

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.2.1 Berbagai jenis mioma uteri..........................................................16


Gambar 4.2.2 Sistem Klasifikasi meliputi sistem subklasifikasi mioma...............17
Gambar 4.5.1 Algorita terapi individual pasien simptomatik berdasarkan gejala
dan kemauan untuk mengandung......................................................................25

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mioma uteri atau bias disebut fibromioma, fibroid maupun lelomioma,


merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpanginya. Mioma uteri menjadi suatu keadaan klinis yang sangat umum
terjadi di pada wanita di dunia. Di Indonesia angka kejadian mioma uteri
ditemukan 2,39 %-11,7 % (Rahmi Ita, 2012). Sering ditemukan pada wanita
dengan usia produktif, yaitu terdapat 20-40% pada wanita berusia 35 tahun.
Mioma jarang sekali ditemukan sebelum usia pubertas dan pada saat
menopause ada penurunan yang signifikan dalam kejadian mioma uterus.
Banyak pasien dengan mioma uteri tidak memiliki gejala, karena tumor ini
biasanya asimtomatik. Meski begitu, pasien dengan mioma uteri mungkin
memiliki: pendarahan uterus yang tidak normal, rasa sakit di pelvis, keluhan
tekanan, ketidaksuburan dan kehamilan yang berkomplikasi (Memarzadeh et al.,
2003).

Sebagian besar wanita dengan mioma uteri bersifat asimtomatik sehingga


sering tidak terdiagnosa. Wanita yang mengalami gejala biasanya mengeluhkan
adanya gejala klinis berupa menorrhagia, dismenorea, atau bahkan abortus dan
infertilitas. Selain itu mioma uteri juga dapat menimbulkan kompresi pada traktus
urinarius dan gastrointestinal sehingga dapat menimbulkan gejala berupa
gangguan berkemih dan defekasi (Memarzadeh et al., 2003).

Mioma uteri ini dapat menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan
terapi yang paling efektif belum didapatkan karena sedikit sekali informasi
mengenai etiologi mioma uteri itu sendiri. Dalam laporan kasus ini akan dibahas
mengenai pasien dengan mioma uteri. Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk
membahas mengenai faktor resiko terjadinya mioma uteri, cara penegakan
diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien

4
dalam laporan kasus ini. Dengan harapan laporan kasus ini dapat menambah
informasi dan wawasan mengenai mioma uteri.

1.2 Tujuan

Tujuan pembahasan laporan kasus ini adalah :

1.2.1. Untuk mengetahui faktor resiko yang diduga berperan dalam


terjadinya mioma uteri pada pasien dalam laporan kasus ini

1.2.2. Untuk mengetahui bagaimana mendiagnosis mioma uteri pada


pasien dalam laporan kasus ini

1.2.3. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada pasien dalam laporan


kasus ini

1.3 Manfaat 

Penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan


dan pemahaman dokter muda mengenai mioma uteri dalam hal pelaksanaan
anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang, penegakan diagnosis,
penatalaksanaan, komplikasi serta monitoring dan edukasi pada pasien dengan
mioma uteri.

5
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
2.1.1 Pasien
No. Reg. : 11934878
Nama : Ny. S
Umur : 51 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Peternak ayam dan buruh tani
Suku : Jawa
Alamat : Selorejo, Tulungagung
Status : Menikah 1x sejak selama 30 tahun
Kehamilan : P0101Ab000

2.1.2 Pasangan
Nama : Tn. S
Umur : 60 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Keterangan : Sudah meninggal

2.2 SUBJEKTIF
2.2.1 Keluhan Utama
Nyeri pada saat haid
2.2.2 Perjalanan Penyakit Saat Ini
18 Desember 2019
Pasien mengeluhkan mens dengan perdarahan yang sangat banyak.
Dalam 1 hari pasien mengganti pembalut hingga 10x, pembalut penuh,
dan didapatkan gumpalan darah. Pasien mengeluhkan nyeri saat haid
yang dirasakan sampai ke punggung, disertai pusing dan mual. Pasien
pingsan kemudian dibawa ke puskesmas, didapatkan tensi 80/50 mmHg
dan Hb 7 g/dL, setelah itu pasien dirujuk ke RSUD Iskak Tulungagung.

6
Pasien MRS selama 3 hari di RSUD Iskak Tulungagung, mendapat
transfusi dan obat oral. Pasien dikatakan memiliki myoma dan
dijadwalkan operasi tanggal 4 Februari 2020.

12 Januari 2020
Pasien datang ke IGD dengan keluhan mens dengan perdarahan banyak.
Pasien MRS selama 3 hari

3 Februari 2019
Pasien kontrol di poli RSUD Iskak dan MRS untuk persiapan operasi

Hari pertama haid terakhir (HPHT) : 12 Januari 2020


Umur awal menarche : 13 tahun
Siklus : 26 – 28 hari
Lamanya haid : 7 hari
Banyaknya haid : ganti pembalut 10x/hari
Nyeri haid : nyeri hingga mengganggu aktivitas
Riwayat keputihan : Tidak ada
Tidak ada keluhan buang air kecil maupun buang air besar.

2.2.3 Riwayat Pernikahan


Pasien menikah 1 kali selama 30 tahun
2.2.4 Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Tempat
No. At/P/Ab BBL Cara Lahir L/P Umur H/M
Persalinan
Spontan
1. Preterm 1600 gr Bidan L 32 th H
pervaginam

2.2.5 Riwayat Kontrasepsi

- Pernah menggunakan pil KB


2.2.6 Riwayat Penyakit Dahulu
- Tidak ada riwayat penurunan berat badan
- Nyeri saat haid hingga mengganggu aktivitas dan tidak bisa tidur

7
- Riwayat penyakit hipertensi sejak 2 tahun lalu, mendapat pengobatan
Amlodipin 1 x 10 mg diminum pagi hari. Pasien rutin kontrol dan
minum obat. Tidak ada riwayat DM
2.2.7 Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan serupa
- Riwayat DM (-), hipertensi (-)
2.2.8 Riwayat Ginekologi
Nyeri saat mens hingga mengganggu aktivitas
2.2.9 Riwayat Sosial
Hubungan pasien dengan suami dan keluarga baik. Suami pasien
meninggal 2 tahun yang lalu. Pasien tinggal serumah bersama dengan
anak dan menantu

2.3 OBJEKTIF
2.3.1 Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 98 x/menit, reguler
RR : 20 x/menit, dyspnea (-)
Suhu : 36,8o C
Kepala dan leher : Anemis - / -, ikterik - / -
pembesaran kelenjar getah bening - / -
Thorax
Jantung : iktus tak terlihat, teraba pada ICS V MCL
sinistra, S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

Paru : v/v Rhonki - / - Wheezing - / -


v/v -/- -/-
v/v -/- -/-
Abdomen : Flat, soefl, bising usus (+) normal, nyeri (-),
shifting dullness (-)
TFU (tinggi fundus uteri) 2 jari diatas simfisis
pubis setara UK 16-18 minggu, teraba
konsistensi padat kenyal, permukaan rata,

8
batas tegas, mobilitas terbatas dengan ukuran
4x4 cm, tidak ada nyeri
Ekstremitas : Simetris, anemis (-), edema (-)
Status Ginekologi :
Genitalia eksterna :
- v/v flux (-), fluor (-), edema (-), varises pembengkakan kelenjar
bartholini (-)
Genitalia interna :
- Inspekulo : Portio tertutup licin
- VaT : - Nyeri goyang serviks (+)
- CUAF (corpus uteri antefleksi) setinggi 16-18
minggu, massa konsistensi padat kenyal,
permukaan rata, batas tegas, mobilitas
terbatas dengan ukuran 4x4 cm, tidak ada
nyeri
- AP (adnexa parametrium) D/S : dalam batas
normal, massa (-) nyeri (-)
- CD (cavum Douglasi) : dalam batas normal
2.3.2 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
(4 Februari 2020)
 Darah lengkap : 12,20/ 9410/381.000
 LDH : 43
 PT/APTT : 11/28
 SGOT/ SGPT : 23/ 23
 Albumin : 4.2
 Ur/Cr : 11.4/0.71
 GDS : 86
 HIV/anti HIV/HbSAg : non reaktif

9
Ultrasonografi (USG) Ginekologi

 Uterus membesar 8.8 x 7.1 cm


 Massa spindle didalamnya dengan ukuran 3.7 x 3.3 cm
 Tidak tampak massa patologis pada adnexa kanan maupun kiri
Kesimpulan : mioma uteri subserous

2.4 ASSESSMENT
P1001Ab000 dengan mioma uteri
+ HT stage II on treatment

2.5 PLANNING

10
 PDx. : DL, UL, FH, USG
 PTx. : Rencana TAH-BSO
Pre med inj Cefazoline 2 gr
Asam Mefenamat 3x500 mg
 PMo : Keluhan subjektif, VS
 PEdu : KIE (Komunikasi, Infomasi, Edukasi) pasien dan keluarga
tentang:
1. Kondisi pasien saat ini
2. Rencana tindakan dan terapi yang akan dilakukan
3. Efek samping dan komplikasi dari pengobatan

11
2.6 Follow up
Tanggal SOAP
6 Feb 2020 S : post operasi
Pk 11.00 O : KU tampak sakit sedang, GCS 456
TD 151/70, nadi 92x/menit, RR 20x/menit
K/L : sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-)
Thorax : Cor pulmo dbn
Abdomen : flat, soefl, BU (+) N, luka operasi tertutup kassa kering
GE : fluxus (-)
Dari eksplorasi didapatkan :
- Uterus membesar sesuai usia kehamilan 14 – 16 minggu
- Adnexa D : tuba dan ovarium bentuk dan ukuran normal
- Adnexa S : tuba dan ovarium bentuk dan ukuran normal
A : Post TAH-BSO dengan SAB hari ke- 0 ai mioma uteri + HT st II
PDx : -
PTX :
- bila Hb < 10 gr/dL, pro transfusi PRC 2 labu/hari s/d Hb>10 gr/dL
- Terapi injeksi : IV cefazoline 2 x 1 gr
IV metochloperamide 3 x 10 mg
IV ranitidine 2 x 10 mg
IV ketorolac 3 x 10 mg
- Pindah ruang melati
7 Feb 2020 S : post operasi
Pk 06.00 O : KU tampak sakit sedang, GCS 456
TD 140/70, nadi 95x/menit, RR 20x/menit
K/L : sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-)
Thorax : Cor pulmo dbn
Abdomen : flat, soefl, BU (+) N, luka operasi tertutup kassa kering
GE : fluxus (-)
A : Post TAH-BSO dengan SAB hari ke- 1 ai mioma uteri + HT st II
PDx : -
PTX : Pertahankan DC sampai H3
PO Clanexi 3x1, PO asam mefenamat 3x1
8 Feb 2020 S : post operasi
Pk 06.00 O : KU tampak sakit sedang, GCS 456

12
TD 130/70, nadi 90x/menit, RR 20x/menit
K/L : sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-)
Thorax : Cor pulmo dbn
Abdomen : flat, soefl, BU (+) N, luka operasi tertutup kassa kering
GE : fluxus (-)
A : Post TAH-BSO dengan SAB hari ke- 2 ai mioma uteri + HT st II
PDx : -
PTX : PO Clanexi 3x1, PO asam mefenamat 3x1
10 Feb S : post operasi
2020 O : KU tampak sakit sedang, GCS 456
Pk 06.00 TD 130/70, nadi 92x/menit, RR 20x/menit
K/L : sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-)
Thorax : Cor pulmo dbn
Abdomen : flat, soefl, BU (+) N, luka operasi tertutup kassa kering
GE : fluxus (-)
A : Post TAH-BSO dengan SAB hari ke- 1 ai mioma uteri + HT st II
PDx : -
PTX : PO Clanexi 3x1, PO asam mefenamat 3x1, PO Rob 1x1
Aff DC
Pasien KRS

13
BAB III

PERMASALAHAN

3.1 Etiologi
Apa saja etiologi dari mioma uteri?
3.2 Klasifikasi
Bagaimana klasifikasi mioma uteri?
3.3 Faktor Risiko
Apa saja faktor risiko pada pasien ini?
3.4 Diagnosis
Bagaimana penegakan diagnosis pada pasien ini?
3.5 Tatalaksana
Bagaimana manajemen dan penatalaksanaan pada pasien ini?
3.6 Pencegahan
Apa saja upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya mioma uteri?

14
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Etiologi

Penyebab pasti mioma uteri tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang
sekali ditemukan sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormon
reproduksi dan bermanifestasi selama usia produktif (Wiknjosastro, 2009). Tidak
dapat bukti bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab mioma, namun
diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma dengan mekanisme
meningkatkan produksi matriks ekstraseluler. Sedangkan, hormon progesteron
memungkinkan berperan dalam pembesaran tumor dengan cara down-regulation
apoptosis dari tumor (Memarzadeh et al., 2003).

Usia

Mioma uteri jarang terjadi sebelum usia 20 tahun namun juga dapat
ditemukan, jika hanya tumor tunggal, pada sekitar 20% wanita usia diatas 20
tahun, dan 40% wanita usia lebih dari 40 tahun. Paling banyak ditemukan pada
usia 35-45.

Paritas

Mioma banyak dijumpai pada wanita nulipara atau relatif infertil, namun
tidak diketahui apakah infertil disebabkan mioma atau sebaliknya, atau kedua
konisi tersebut oleh karena sebab berbeda.

Ras dan faktor genetik

Wanita dengan ras tertentu, seperti Afrika, adalah yang memiliki resiko
tinggi mengembangkan mioma uteri.

Fungsi Ovarium

Seringkali disebutkan bahwa melimpahnya stimulasi estrogen


menyebabkan mioma namun bukti tidak menguatkan. Estrogen dan progresteron
dapat menyebabkan peningkatan ukuran mioma (Kumar dan Malhotra, 2008).

15
4.2 Klasifikasi Mioma Uteri

Mioma dapat berupa tunggal atau multipel dan dapat bervariasai dalam
ukuran, lokasi dan perfusi. Mioma bisa diklasifikasikan dalam 3 subkelompok
berdasarkan lokasinya, yang dapat dilihat pada Gambar 4.2.1

• Mioma submukosa (berproyeksi ke dalam kavitas uterus)

• Mioma intramural (diantara miometrium)

• Mioma subserosa (berproyeksi keluar uterus)

Gambar 4.2.1 Berbagai jenis mioma uteri (Sumber : www.gfmer.com)

Sistem klasifikasi yang lebih baru dan lebih terperinci telah diperbaharui
dan disarankan oleh The International Federation of Gynecology and Obstetrics
(FIGO) yang dapat dilihat pada Gambar 4.2.2

16
Gambar 4.2.2 Sistem Klasifikasi meliputi sistem subklasifikasi mioma (Sumber :
Munro et al, 2011)

4.2.1 Mioma Uteri Submukosa

Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus,


jenis ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan
keluhan gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum
sampai memberikan keluhan mengenai perdarahan, tetapi mioma submukosa
walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma
submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan adanya
benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan dengan pemeriksaan
histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor.

Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma


submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pendinkulata adalah jenis mioma
submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim
ke vagina, dikenal dengan mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang
mudah mengalami infeksi, ulserasi dan infark. Pada beberapa kasus, penderita
akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas tersebut.

17
4.2.2 Mioma Uteri Intramural

Terdapat di dinding uterus diantara serabut miometrium. Karena


pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk
sampai yang mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak
mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan
konsistensi padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam
pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas,
sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.

4.2.3 Mioma Uteri Subserosa

Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada


permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara
kedua ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.

4.3 Faktor Resiko

Meski telah banyak penelitian mengenai faktor resiko dan faktor


predesposisi, sebenarnya antar satu faktor resiko yang satu dengan yang lain
saling tumpang tindih. Walaupun dampak dari banyak faktor ini sering dikaitkan
dengan efek pada estrogen dan tingkat progesteron atau metabolisme.
Bagaimana membuktikan satu-persatu faktor resiko ini terbilang cukup sulit,
karena dari studi epidemologi yang telah dilakukan, banyak penderita yang
datang dengan keluhan asimtomatik.

Usia

Kebanyakan wanita di diagnosa dengan mioma uteri pada usia sekitar 40-
an; tetapi, tidak dapat dipastikan apakah mioma uteri yang terjadi disebabkan
karena peningkatan formasi atau pertumbuhan mioma akibat perubahan hormon
pada masa usia tersebut. Faktor lain yang bisa mengganggu insidensi sebenar
kasus mioma uteri adalah kerana dokter merekomendasi dan pasien menerima
rekomendasi tersebut untuk menjalani histerektomi hanya setelah mereka sudah
melepasi usia melahirkan anak (William and Parker, 2007).

18
Hormon Endogen (Endogenous Hormonal)

Menarke pada usia dini (<10 tahun) telah diketahui dapat meningkatkan
resiko mioma, dan pada menarke yang terlambat (>16 tahun) diketahui dapat
menurunkan resiko terjadinya mioma uteri (William and Parker, 2007).

Mioma uteri yang diambil dari spesimen hasil histerektomi wanita yang
telah menopause ditemukan bahwa mioma lebih kecil dan lebih sedikit
dikarenakan kadar estrogen endogen yang rendah; ukuran sel myoma secara
signifikan terlihat lebih kecil pada pasien post-menopause (William and Parker,
2007).

Riwayat Keluarga

Wanita yang memiliki riwayat keluarga garis keturunan tingkat pertama


dengan mioma uteri mempunyai peningkatan resiko sebesar 2,5 kali menderita
mioma uteri (Schwartz S. M., et al 2000). Penderita mioma yang mempunyai
riwayat keluarga garis keturunan tingkat kedua penderita mioma uteri mempunyai
2 kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α (a myoma-related growth factor)
dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga
penderita mioma uteri (Okolo S. O., et al 2005).

Etnik

Dari beberapa studi yang dilakukan menunjukkan golongan etnik Afrika-


Amerika mempunyai kemungkinan risiko menderita mioma uteri sebesar 2,9 kali
lebih besar dibanding dengan wanita dengan etnik caucasia, dan risiko ini tidak
mempunyai kaitan dengan faktor risiko yang lain. Didapati juga pada wanita
golongan Afrika-Amerika menderita mioma uteri dalam usia yang lebih muda dan
mempunyai mioma yang banyak dan lebih besar serta lebih menunjukkan gejala
klinis (William and Parker, 2007).

Namun, masih belum diketahui dengan jelas apakah perbedaan ini


disebabkan oleh masalah genetik atau karena perbedaan pada kadar estrogen
di sirkulasi, metabolisme estrogen, diet, atau peran faktor lingkungan. Tetapi,
pada penelitian terbaru menunjukkan Val/Val genotype untuk enzim essensial
kepada metabolisme estrogen,catechol-O-methyltransferase (COMT) ditemui
sebanyak 47% pada wanita Afrika-Amerika, sedangkan pada wanita dengan kulit
putih hanya ditemukan 19%. Wanita dengan genotype ini lebih rentan untuk

19
menderita mioma uteri, yang mana menjelaskan mengapa terjadi prevalensi yang
lebih tinggi untuk menderita mioma uteri dikalangan wanita Afrika-Amerika lebih
tinggi (Al-Hendy and Salama, 2006).

Berat Badan

Sebuah studi prospektif menjelaskan kemungkinan risiko mioma uteri


sebesar 21% untuk setiap kenaikan 10kg berat badan dan dengan peningkatan
indeks massa tubuh. Temuan yang sama juga ditemukan pada wanita dengan
kelebihan 30% lemak tubuh. Obesitas menyebabkan peningkatan konversi dari
adrenal androgen menjadi estrone dan menurunkan sex hormon-binding
globulin. Sehingga dapat meningkatkan kadar estrogen yang tersedia secara
biologis, yang mana dapat menjelaskan terjadinya peningkatan prevalensi
myoma dan/atau pertumbuhan myoma (William and Parker, 2007).

Diet

Beberapa studi yang mengaitkan antara diet dengan terjadinya mioma


uteri. Wanita yang mengkonsumsi daging sapi maupun daging merah lainnya,
dan daging babi dapat meningkatkan insidensi terjadinya mioma uteri, tetapi
sayuran hijau dapat menurunkan angka kejadian terjadinya mioma uteri. Studi ini
sulit untuk diintepretasikan kerana studi ini tidak menghitung nilai kalori dan
asupan lemak (William and Parker, 2007).

Olahraga

Mantan atlet perguruan tinggi diketahui memiliki prevalensi sebesar 40%


lebih rendah terjadinya mioma dibandingkan dengan yang bukan atlet. Tidak
jelas apakah perbedaan ini merepresentasikan efek dari olahraga tersebut atau
rendahnya tingkat konversi dari androgen menjadi estrogen karena massa tubuh
dengan lemak yang sedikit (William and Parker, 2007).

Kehamilan

Peningkatan paritas menurunkan angka insidensi terjadinya mioma uteri


yang terlihat secara klinis (Baird D. D., et al 2003). Mioma uteri menunjukkan
karakteristik yang sama dengan miometrium yang normal ketika adanya
kehamilan, termasuk terjadinya peningkatan produksi dari matriks ekstraseluler
dan peningkatan ekspresi reseptor untuk peptida dan hormon steroid.

20
Pada postpartum, myometrium kembali kepada berat awal, aliran darah
awal dan ukuran sel awal melalui proses apoptosis dan dediferensiasi (Cesen-
Cummings., et al 2003). Proses remodeling ini kemungkinan bertanggungjawab
dalam terjadinya proses penurunan ukuran mioma uteri. Teori yang lain juga
mengatakan bahwa pembuluh darah yang mensupply myoma mengalami regresi
selama terjadinya penyusutan pada uterus, sehingga myoma tidak mendapatkan
sumber nutrisinya (Burbank F., 2004)

Mengandung bayi dalam masa pertengahan usia produktif (25-29 tahun)


dapat menjadi proteksi yang sangat baik untuk mencegah terjadinya
perkembangan mioma. Kehamilan awal pada usia reproduktif sebelum usia 25
tahun, mungkin terjadi sebelum terbentuknya myoma (Baird D. D., et al 2003).

Merokok

Merokok bisa jadi mengurangi insiden terjadinya myoma. Beberapa faktor


dapat mengurangi terjadinya bioavailabilitas dari estrogen kepada jaringan
target; mengurangi perubahan androgen menjadi estron sekunder untuk
penghambatan aromatase oleh nikotin, mengingkatkan 2-hidroksilasi estradiol,
atau stimulasi kadar globulin pengikat hormon seks yang lebih tinggi (William and
Parker, 2007).

Asupan Kafein dan Alkohol

Terdapat bukti-bukti baru yang menunjukkan hubungan antara konsumsi


alkohol dan kafein dengan resiko pertumbuhan mioma. Wanita yang merupakan
peminum memiliki resiko lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
wanita yang tidak pernah mengonsumsi alkohol (Wise L. A., et al 2004).
Berkaitan dengan kafein, pada wanita dengan usia < 35 tahun dan
mengkonsumsi kopi berkafein lebih dari 3 kali sehari, dan asupan kafeinnya
diatas 500 mg perhari dapat meningkatkan resiko terjadinya mioma (Laughlin S.
K., et al 2010).

21
Pembahasan

Pada pasien dalam laporan kasus ini, berdasarkan data yang diperoleh,
diidentifikasi beberapa faktor risiko yang kemungkinan berperan dalam terjadinya
mioma uteri, antara lain:

- Usia 45 tahun

Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara usia 35 – 45 tahun. Hal
ini dikaitkan dengan peningkatan pembentukan atau pertumbuhan mioma akibat
perubahan hormon seksual yaitu estrogen dan progesteron yang terjadi pada
usia tersebut (William and Parker, 2007). Pada usia perimenopause (35-50
tahun) terjadi penurunan kadar estrogen sebesar 35% dan penurunan kadar
progesteron sebesar 75%. Hal ini menyebabkan kadar estrogen relatif lebih
tinggi dibandingkan kadar progesteron. Kondisi dimana kadar estrogen lebih
dominan akan menstimulasi pertumbuhan sel yang berlebihan, termasuk
pertumbuhan sel fibroid atau mioma (DeCherney et al., 2010).

Selain faktor tersebut, tidak ditemukan faktor resiko lain pada pasien ini.

4.4 Penegakan Diagnosis

4.4.1 Anamnesis
Keluhan utama pada pasien ini berupa :
- Perdarahan yang cenderung lebih hebat dari jalan lahir yaitu sebanyak ±
1000 ml (ganti pembalut 10x/hari) namun siklus teratur. Lama haid pasien
yaitu 7 hari.
- Pasien mengeluhkan nyeri pada saat menstruasi yang mengganggu
aktivitas dan sampai pasien sulit tidur hingga pingsan
- Pasien mengeluhkan nyeri haid yang dirasakan sampai ke punggung
- Pasien memiliki riwayat menggunakan pil KB

Pertanyaan-pertanyaan mengenai riwayat penyakit dahulu dan persalinan


atau kehamilan sebelumnya, riwayat ginekologis, riwayat penggunaan obat-

22
obatan terutama obat KB, riwayat keluarga, dan review sistem tubuh penting
ditanyakan untuk menggali faktor risiko yang ada pada pasien guna membantu
menegakkan diagnosis.
4.4.2 Pemeriksaan Fisik
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus.
Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh
satu atau lebih massa yang licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa
massa seperti ini adalah bagian dari uterus. Pemeriksaan bimanual menemukan
pada pembesaran uterus yang irregular dan mengeras. Pada pemeriksaan ini,
teraba konsistensi padat kenyal, permukaan rata, batas tegas, mobilitas terbatas
dengan ukuran 4x4 cm dan tidak ada nyeri. Jika terdapat mioma, uterus akan
teraba lebih besar atau uterus akan membesar mengarah ke daerah yang tidak
seharusnya (Shriver, 2005). Pada pasien ini ditemukan TFU 2 jari diatas
symphysis pubis yang setara dengan UK 16-18 minggu. Pada pemeriksaan
inspekulo, portio tertutup licin. Pada pemeriksaan VaT, terdapat nyeri goyang
serviks (+), CUAF (Corpus uteri antefleksi) setinggi 16-18 minggu, massa
konsistensi padat kenyal, permukaan rata, batas tegas, mobilitas terbatas
dengan ukuran 4x4 cm, tidak ada nyeri, AP (Adnexa Parametrium) D/S dalam
batas normal, massa (-) nyeri (-), CD (Cavum Douglasi) dalam batas normal.

4.4.3 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium

Anemia merupakan temuan laboratorium yang paling sering ditemukan berkaitan


dengan perdarahan abnormal uterus. Pada pasien ini ditemukan adanya
penurunan Hb yang signifikan yaitu 7 g/dl. Pada pasien ini juga ditemukan
adanya penurunan tekanan darah yang signifikan yaitu 80/50 mmHg.

Imaging

Teknik imaging yang tersedia dalam mengonfirmasi diagnosis mioma meliputi :

a. Ultrasonografi
Uterus atau massa yang paling besar paling baik diobservasi melalui
ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan
gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur
maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus
hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya

23
daerah yang hipoekoik. Pada pasien ini, hasil USG transabdominal
menunjukkan mioma uteri subserous dengan ukuran 3.7 x 3.3 cm

b. Histeroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika
tumornya kecil serta
bertangkai. Tumor
tersebut sekaligus
dapat diangkat.

c. MRI ( Magnetic Resonance Imaging )


MRI sangat akurat dalam menggambarkan jumlah,ukuran dan lokasi
mioma, tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa
gelap terbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium yang normal.
MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan
jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi alternatif
ultrasonografi pada kasus -kasus yang tidak dapat disimpulkan.
MRI juga dapat membedakan apakah lesi pada myometrium merupakan
leiomioma atau adenomyosis.

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang


diagnosa pasien adalah mioma uteri + HT kronis on treatment

4.5 Penatalaksanaan
Terapi modern mioma bertujuan pada konsep spesifik yang disesuaikan
masing-masing individu. Sebagian besar mioma uteri merupakan simtomatik dan

24
tidak memerlukan terapi. Namun, 20%-50% biasanya simtomatik, menyebabkan
Abnormal Uterine Bleeding (AUB) atau perdarahan uterus abnormal, anemia
defisiensi besi, efek bulk dan atau dampak reproduktif, dan mungkin memerlukan
terapi. Terapi wanita dengan mioma uteri harus bersifat individual berdasarkan
simptomatologi, ukuran dan lokasi mioma, usia, dan kebutuhan pasien akan
keinginan fertil atau menyelamatkan uterus, ketersediaan terapi, dan
kemampuan terapis (Hoellen dan Bohlmann, 2015).
Terapi modern mioma terdiri dari tiga pilar terapi : pembedahan,
farmakoterapi, dan intervensi radiologi (High-intensity focussed ultrasound [HIFU]
dan embolisasi mioma). Terapi bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup.
Tiga aspek yang harus dipertimbangkan untuk menegakkan manajemen terapi
adekuat (Hoellen dan Bohlmann, 2015).
- Apakah pasien menginginkan untuk mengandung?
- Bagaimana ukuran, jumlah, dan lokasi mioma?
- Apa gejala predominannya?

Gambar 4.5.1 Algorita terapi individual pasien simptomatik berdasarkan gejala dan
kemauan untuk mengandung (Hoellen dan Bohlmann, 2015).

Pada pasien ini, pilihan terapi yang digunakan adalah pembedahan Total
Abdominal Histerektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAH-BSO) yaitu

25
tindakan pembedahan untuk mengankat uterus, serviks, kedua tuba falopi dan
ovarium dengan melakukan insisi pada dinding, perut pada maligna neoplasmatic
disease, leiomyoma dan chronic endometriosis dikarenakan pasien sudah tidak
berencana untuk hamil lagi.

4.5.1 Manajemen yang diharapkan


Studi pencitraan mengindikasikan bahwa 3% hingga 7% pada mioma
yang tidak diobati pada wanita premenopause mengalami perbaikan setelah 6
bulan hingga 3 tahun. Kebanyakan wanita mengalami penyusutan mioma dan
sembuh dai gejala pada usia menopause; sehingga, tergantung pada keparahan
gejalanya, wanita yang telah mencapai menopause dapat memilih untuk
menunggu hingga onset menopause sebelum memutuskan untuk memulai
terapi. Terapi pengganti hormon postmenopause sangat dikontraindikasikan
(Vilos et al, 2015).

4.5.2 Pembedahan
Elaborasi preoperatif penting untuk terapi pembedahan mioma. 6 aspek
yang harus diklarifikasikan:
1. Gejala harus berhubungan dengan dengan mioma
2. Prosedur penyelamatan uterus, 3 kelompok pasien yang harus
dibedakan; pasien asimtomatik yang subfertil, pasien simtomatik yang
menginginkan untuk mengandung di masa mendatang; pasien
simtomatik yang tidak memikirkan reporoduksi uterus dan fase
menopause
3. Tujuan prosedur harus didefinisikan secara jelas
4. Akses operasi ideal harus didefinisikan
5. Alasan untuk menyelamatkan uterus pada pasien dengan
perencanaan keluarga penuh dan pasien perimenopausal harus
diestimasi
6. Pasien harus diinformasikan mengenai alternatif prosedur
(Hoellen dan Bohlmann, 2015).

Metode Operasi Mempertahankan-Fertilitas


Enukleasi Mioma Histeroskopik

26
Metode operasi berdasarkan lokalisasi mioma. Mioma submukosa
biasanya direseksi dari histeroskopi. Kebanyakan pasien dengan
gangguan perdarahan (diagnosis mioma submukosa diitegakkan pada
59,8% pasien mioma dengan hipermenorrhea) atau dengan sterilitas dan
aborsi spontan rekuren, gejala lain seperti dismenorrhea. Setelah reseksi
histeroskopik mioma intrauterin, angka kehamilan mencapai 50% dan
gejala perdarahan teratasi hingga 70-99% kasus. Menurut The European
Society for Gynaecological Endoscopy (ESGE) mendefinisikan 3 subtipe
mioma uterine :
- Tipe 0 : mioma berlokasi penuh pada kavitas uterus atau
pedunculated (bertangkai)
- Tipe 1 : <50% mioma berlokasi di miometrium
- Tipe 2 : >50% mioma berlokasi di miometrium
Reseksi histeroskopi tidak sebaiknya ditunda pada pasien infertil
yang terdiagnosa mioma submukosa. Bahkan mioma intrauterin kecil
(<1,5 cm) tanpa gejala apupun, sebaiknya dibuang. Pada kasus mioma
yang sangat besar, reseksi histeroskopik mungkin dapat dikerjakan
dengan dua prosedur.(Hoellen dan Bohlmann, 2015).

Enukleasi Mioma Laparoskopik


Dampak miomektomi mioma non-submukosa pada fertilitas dan
sterilitas masih kontroversial. Satu patomekanisme yang mungkin terjadi
yaitu peristaltis abnormal uterus pada pasien dengan mioma yang akan
meningkat oleh miomektomi. Mioma subserous <5 cm tidak memiliki
dampak signifikan terhadap fertilitas dan kehamilan. Integritas fungsional
uterus sangat diutamakan pada pasien yang menginginkan untuk hamil.
Faktor penting yaitu resiko ruptur uterus selama kehamilan atau kelahiran
setelah enukleasi mioma karena elektrokoagulasi yang berlebihan,
hematom, dan fistul pada skar mioma. Untuk alasan ini, laparotomi primer
disarankan untuk mioma >8cm ketika pasien menginginkan untuk
mempertahankan uterus (Hoellen dan Bohlmann, 2015).

Histerektomi
Histerektomi tetapi sebagai pilihan terapi efektif pada pasien peri
dan post menopause, sebagai terapi definitif gejala berhubungan dengan

27
mioma yang tidak menginginkan untuk hamil. Pasien yang menderita
gejala parah (pollakiuria, konstipasi, meteorism, tenesmus, nyeri,
dispareunia, hidronefrosis, dst) daripada gejala perdarahan, yang sering
dapat diatasi dengan obat atau intervensi radiologi (Hoellen dan
Bohlmann, 2015).

Embolisasi Arteri Uterus (UAE) dan Ultrasound Fokus Intensitas-


Tinggi (HIFU)
UAE pertama kali diperkenalkan tahun 1995. Prosedur ini
menawaarkan alternatikf mempertahankan fertilitas lewat pembedahan
dan bertujuan untuk mengurangi gejala-terkait mioma, seperti gejala
perdarahan dan gejala besar. Hasil dari UAE yaitu pada nekrosis mioma
dan penyusutan, namun tidak untuk eradikasi mioma secara penuh.
Embolisasi perfusi mioma dilakukan melalui kateter transfemoral dan
pemberian partikel polivynyl kecil 500 µm, contohnya dibawah kontrol
radiologi. UAE sangat bernilai alternatif pada kasus dengan kontraindikasi
untuk pembedahan, atau jika pasien menolak prosedurnya. UAE
tidak boleh dilakukan pada psien yang masih menginginkan untuk hamil.
Resiko signifikan keguguran oleh UAE didemonstrasikan sebanyak 64%
seperti resiko persalinan preterm, plasenta abnormal, dan perdarahan
postpartum (Hoellen dan Bohlmann, 2015).
HIFU merupakasi termoablasi non-invasif pada mioma uteri
simtomatik yang dilakukan pada pasien rawat jalan. Sonifikasi volumetrik
menginnduksi pemanasan jaringan dengan diikuti nekrosis mioma. Sistem
sonifikasi diregulasi melalui mekanisme timbal balik MRI. Data mengenai
fertilitas dan kehamilan setelah tindakan HIFU masih terbatas (Hoellen
dan Bohlmann, 2015).

Obat terapi
Konsentrasi reseptor progresteron lebih tinggi ditemukan pada
jaringan mioma dibandingkan pada miometrium normal. Terapi obat klasik
diberikan pada pasien mioma adalah progrestin dan agonis GnRH,
modulator reseptor progresteron menghambat prliferasi dan menginduksi

28
apoptosis sel mioma. Penggunakan siklik progrestin diberikan pada
pasien dengan gejala perdarahan (Hoellen dan Bohlmann, 2015).
Kegunaan GnRH analog untuk mengurangi ukuran mioma dan
gejala perdarahan. GnRH estrogen bekerja dengan mengurangi
konsentrasi serum oestrogen untuk level postmenopause. Namun obat ini
memiliki efek samping berupa ruam merah panas, pergantian mood,
kehilangan libido, vaginosis, depresi dan pengeroposan tulang. GnRH
tidak boleh diberikan jangka panjang, hanya diberikan selama 3-4 bulan
sebelum operasi, indikasi terutama reseksi histeroskopik mioma
submukosa besar dan mioma intramural (Hoellen dan Bohlmann, 2015).
Selective progresterone reseptor modulator (SPRM) Ulipristal
Acetate (UPA) pertama kali diperkenalkan pada 2012. Studi menunjukkan
terjadinya pengurangan gejala perdarahan dan reduksi ukuran mioma.
SPRM menginduksi amenorrhea selagi mempertahankan sekresi
oestrogen endogeneous. Tidak menimbulkan efek samping
tromboembolik maupun pengeroposan tulang. Efek smaping yang sering
dilaporkan yaitu nyeri kepala, nasofaringitis, nyeri perut dan ruam merah
panas. Terapi UPA jangka panjang dapat menyebabkan penebalan
endometrial dan progesterone receptor modulator-associated endometrial
changes (PAEC). PAEC terjadi pada 50% pasien dan reversibel selama
1-2 bulan. Konsep UPA yang meliputi pemakaian jangka panjang adalah
untuk menjembatani time gap sampai menopause dan untuk
menghindari histerektomi (Hoellen dan Bohlmann, 2015).

4.6 Pencegahan
a. Pencegahan Primordial
Pencegahan ini dilakukan pada perempuan yang belum menarche atau
sebelum terdapat resiko mioma uteri. Upaya yang dapat dilakukan yaitu
dengan mengonsumsi makanan yang tinggi serat seperti sayur-sayuran
dan buah-buahan. Serta mengonsumsi teh hijau diteliti mengandung
antioksidan hingga dapat mengurangi kejadian mioma uteri.
b. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan awal pencegahan sebelum seseorang
menderita mioma. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan
dilakukan penyuluhan mengenai faktor-faktor resiko mioma terutama pada

29
kelompok yang beresiko tinggi yaitu wanita pada masa reproduktif. Selain
itu tindakan pengawasan pemberian hormonal estrogen dan progesterone
dengan memilih pil KB kombinasi (mengandung estrogen dan
progesteron), pil kombinasi mengandung estrogen lebih rendah disbanding
pil sekuensil, oleh karena pertumbuhan mioma uteri berhubungan dengan
kadar hormone estrogen.

c. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan untuk orang yang telah terkena mioma
uteri. Tindakan ini bertujuan untuk menghindari terjadinya komplikasi.
Pencegahan yang dilakukan adalah dengan melakukan diagnose dini dan
pengobatan yang tepat.

Pembahasan :
Pencegahan pada pasien ini adalah pencegahan sekunder dimana pasien
sudah terkena mioma uteri. Pencegahan ditujukan untuk mencegah
terjadinya komplikasi yaitu keganasan. Pencegahan sekunder dilakukan
dengan cara melakukan curretage untuk memeriksa jaringan pada mioma
uteri tersebut ganas atau jinak

30
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
5.1.1. Faktor resiko meliputi Usia Penderita, Hormon Endogen, Riwayat
Keluarga, Etnik, Berat Badan, Pola Makan, Kehamilan dan Paritas
5.1.2. Penegakan diagnosis, dimulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang (USG, Histeroskopi, MRI)
5.1.3. Penatalaksanaan bergantung dari klinis pasien, namun berprinsip kepada
tiga pilar yaitu farmakoterapi, pembedahaan, intervensi radiologi

5.2 Saran

5.2.1. Sebaiknya dilakukan pencegahan primer berupa promosi kesehatan serta


KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) mengenai mioma uteri secara
dini pada wanita usia muda (usia produktif) hingga usia menopause untuk
melakukan kewaspadaan dini dan tidak terlambat ke diagnosa yang lebih
serius.
5.2.2. Sebaiknya dilakukan pencegahan sekunder serta tersier yang baik dan
tuntas oleh tenaga medis bagi pasien yang telah terdiagnosa mioma uteri
sehingga mendapatkan penanganan dengan hasil yang memuaskan,
tidak disertai kecatatan dan komplikasi lanjut.

31
DAFTAR PUSTAKA

ACOG. 2011. FAQ (Frequently Asked Questions) FAQ074 Gynecologic Problems


Uterine Fibroids. American College of Obsetritian and Gynaecologists.
Al-Hendy A, Salama SA. Catechol-O-methyltransferase polymorphism is associated
with increased uterine leiomyoma risk in different ethnic groups. J Soc Gynecol
Invest 2006;13:136–44.
Baird DD, Dunson DB. Why is parity protective for uterine fibroids? Epidemiology
2003;14:247–50.
Burbank F. Childbirth and myoma treatment by uterine artery occlusion: do they share
a common biology? J Am Assoc Gynecol Laparosc 2004;11:138–52.
Bulun SE. 2013. Uterine fibroids. N Engl J Med;369:1344–55.
Cesen-Cummings K, Houston KD, Copland JA, Moorman VJ, Walker CL, Davis BJ.
Uterine leiomyomas express myometrial contrac- tile-associated proteins
involved in pregnancy-related hormone signal- ing. J Soc Gynecol Investig
2003;10:11–20.
Cramer SF, Patel A. The frequency of uterine leiomyomas. Am J Clin Pathol
1990;94:435–8.
DeCherney, et al. 2007. Benign Disorders of the Uterine Corpus. Current Diagnosis &
Treatment Obstetrics & Gynecology, Tenth, page 134-145
Khan, et al. 2014. Uterine Fibroids : current perspective. International Journal of
Women’s Health 2014:6.
Kumar, Pratap dan Malhotra, Narndra. 2008. Jeffcoate’s Principles of Gynaecology
Seventh Edition
Marshall LM, Spiegelman D, Barbieri RL, Goldman MB, Manson JE, Colditz GA, et al.
Variation in the incidence of uterine leiomyoma among premenopausal women by
age and race. Obstet Gynecol 1997;90: 967–73.
Marshall LM, Spiegelman D, Goldman MB, Manson JE, Colditz GA, Barbieri RL, et al.
A prospective study of reproductive factors and oral contraceptive use in relation
to the risk of uterine leiomyomata. Fertil Steril 1998;70:432–9.
Memarzadeh S, Broder MS, Wexler AS, Pernoll ML. Leiomyoma of the uterus. In:
Current obstetric & Gynecologic diagnostic & treatment, Decherney AH, Nathan
L, editors. Ninth edition. Lange Medical Books, New York, 2003.p: 693 – 701.
Munro MG, Critchley HO, Broder MS, Fraser IS. The FIGO Classification System
(“PALM-COEIN”) for causes of abnormal uterine bleeding in non-gravid women in
the reproductive years, including guidelines for clinical investigation. Int J
Gynaecol Obstet 2011;113:3–13.
Okolo SO, Gentry CC, Perrett CW, Maclean AB. Familial prevalence of uterine fibroids
is associated with distinct clinical and molecular features. Hum Reprod
2005;20:2321–4.

32
Rahmi, ita. Gambaran Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Mioma Uteri di Pploklinik
Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun
2012. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2012.
Schwartz SM, Marshall LM, Baird DD. Epidemiologic contributions to understanding
the etiology of uterine leiomyomata. Environ Health Perspect 2000;108(Suppl
5):821–7.
Wiknjosastro, H., Saifuddin, A. B., & Rachimhadhi, T. ( 2009). Ilmu kandungan.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
William H., Parker M. D. 2007. Fertility and Sterility. American Society for Reproductive
Medicine. 87; (4)
Wise LA, Palmer JR, Harlow BL, et al. Risk of uterine leiomyomata in relation to
tobacco, alcohol and caffeine consumption in the Black Women’s Health Study.
Hum Reprod. 2004;19(8):1746–1754.

33

Anda mungkin juga menyukai