MIOMA UTERI
OLEH:
SUPERVISOR :
dr. Cholid, SpOG
Daftar Isi.............................................................................................................................2
Daftar Gambar....................................................................................................................3
Bab 1 Pendahuluan........................................................................................................4
Bab 4 Pembahasan.......................................................................................................15
4.1 Etiologi...................................................................................15
4.2 Klasifikasi mioma uteri...........................................................16
4.3 Faktor Resiko........................................................................18
4.4 Penegakan Diagnosis............................................................22
4.5 Penatalaksanaan...................................................................24
4.6 Pencegahan..........................................................................29
Bab 5 Ringkasan dan Saran.........................................................................................31
Daftar Pustaka..................................................................................................................32
2
DAFTAR GAMBAR
3
BAB I
PENDAHULUAN
Mioma uteri ini dapat menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan
terapi yang paling efektif belum didapatkan karena sedikit sekali informasi
mengenai etiologi mioma uteri itu sendiri. Dalam laporan kasus ini akan dibahas
mengenai pasien dengan mioma uteri. Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk
membahas mengenai faktor resiko terjadinya mioma uteri, cara penegakan
diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien
4
dalam laporan kasus ini. Dengan harapan laporan kasus ini dapat menambah
informasi dan wawasan mengenai mioma uteri.
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
5
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
2.1.1 Pasien
No. Reg. : 11934878
Nama : Ny. S
Umur : 51 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Peternak ayam dan buruh tani
Suku : Jawa
Alamat : Selorejo, Tulungagung
Status : Menikah 1x sejak selama 30 tahun
Kehamilan : P0101Ab000
2.1.2 Pasangan
Nama : Tn. S
Umur : 60 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Keterangan : Sudah meninggal
2.2 SUBJEKTIF
2.2.1 Keluhan Utama
Nyeri pada saat haid
2.2.2 Perjalanan Penyakit Saat Ini
18 Desember 2019
Pasien mengeluhkan mens dengan perdarahan yang sangat banyak.
Dalam 1 hari pasien mengganti pembalut hingga 10x, pembalut penuh,
dan didapatkan gumpalan darah. Pasien mengeluhkan nyeri saat haid
yang dirasakan sampai ke punggung, disertai pusing dan mual. Pasien
pingsan kemudian dibawa ke puskesmas, didapatkan tensi 80/50 mmHg
dan Hb 7 g/dL, setelah itu pasien dirujuk ke RSUD Iskak Tulungagung.
6
Pasien MRS selama 3 hari di RSUD Iskak Tulungagung, mendapat
transfusi dan obat oral. Pasien dikatakan memiliki myoma dan
dijadwalkan operasi tanggal 4 Februari 2020.
12 Januari 2020
Pasien datang ke IGD dengan keluhan mens dengan perdarahan banyak.
Pasien MRS selama 3 hari
3 Februari 2019
Pasien kontrol di poli RSUD Iskak dan MRS untuk persiapan operasi
7
- Riwayat penyakit hipertensi sejak 2 tahun lalu, mendapat pengobatan
Amlodipin 1 x 10 mg diminum pagi hari. Pasien rutin kontrol dan
minum obat. Tidak ada riwayat DM
2.2.7 Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan serupa
- Riwayat DM (-), hipertensi (-)
2.2.8 Riwayat Ginekologi
Nyeri saat mens hingga mengganggu aktivitas
2.2.9 Riwayat Sosial
Hubungan pasien dengan suami dan keluarga baik. Suami pasien
meninggal 2 tahun yang lalu. Pasien tinggal serumah bersama dengan
anak dan menantu
2.3 OBJEKTIF
2.3.1 Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 98 x/menit, reguler
RR : 20 x/menit, dyspnea (-)
Suhu : 36,8o C
Kepala dan leher : Anemis - / -, ikterik - / -
pembesaran kelenjar getah bening - / -
Thorax
Jantung : iktus tak terlihat, teraba pada ICS V MCL
sinistra, S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
8
batas tegas, mobilitas terbatas dengan ukuran
4x4 cm, tidak ada nyeri
Ekstremitas : Simetris, anemis (-), edema (-)
Status Ginekologi :
Genitalia eksterna :
- v/v flux (-), fluor (-), edema (-), varises pembengkakan kelenjar
bartholini (-)
Genitalia interna :
- Inspekulo : Portio tertutup licin
- VaT : - Nyeri goyang serviks (+)
- CUAF (corpus uteri antefleksi) setinggi 16-18
minggu, massa konsistensi padat kenyal,
permukaan rata, batas tegas, mobilitas
terbatas dengan ukuran 4x4 cm, tidak ada
nyeri
- AP (adnexa parametrium) D/S : dalam batas
normal, massa (-) nyeri (-)
- CD (cavum Douglasi) : dalam batas normal
2.3.2 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
(4 Februari 2020)
Darah lengkap : 12,20/ 9410/381.000
LDH : 43
PT/APTT : 11/28
SGOT/ SGPT : 23/ 23
Albumin : 4.2
Ur/Cr : 11.4/0.71
GDS : 86
HIV/anti HIV/HbSAg : non reaktif
9
Ultrasonografi (USG) Ginekologi
2.4 ASSESSMENT
P1001Ab000 dengan mioma uteri
+ HT stage II on treatment
2.5 PLANNING
10
PDx. : DL, UL, FH, USG
PTx. : Rencana TAH-BSO
Pre med inj Cefazoline 2 gr
Asam Mefenamat 3x500 mg
PMo : Keluhan subjektif, VS
PEdu : KIE (Komunikasi, Infomasi, Edukasi) pasien dan keluarga
tentang:
1. Kondisi pasien saat ini
2. Rencana tindakan dan terapi yang akan dilakukan
3. Efek samping dan komplikasi dari pengobatan
11
2.6 Follow up
Tanggal SOAP
6 Feb 2020 S : post operasi
Pk 11.00 O : KU tampak sakit sedang, GCS 456
TD 151/70, nadi 92x/menit, RR 20x/menit
K/L : sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-)
Thorax : Cor pulmo dbn
Abdomen : flat, soefl, BU (+) N, luka operasi tertutup kassa kering
GE : fluxus (-)
Dari eksplorasi didapatkan :
- Uterus membesar sesuai usia kehamilan 14 – 16 minggu
- Adnexa D : tuba dan ovarium bentuk dan ukuran normal
- Adnexa S : tuba dan ovarium bentuk dan ukuran normal
A : Post TAH-BSO dengan SAB hari ke- 0 ai mioma uteri + HT st II
PDx : -
PTX :
- bila Hb < 10 gr/dL, pro transfusi PRC 2 labu/hari s/d Hb>10 gr/dL
- Terapi injeksi : IV cefazoline 2 x 1 gr
IV metochloperamide 3 x 10 mg
IV ranitidine 2 x 10 mg
IV ketorolac 3 x 10 mg
- Pindah ruang melati
7 Feb 2020 S : post operasi
Pk 06.00 O : KU tampak sakit sedang, GCS 456
TD 140/70, nadi 95x/menit, RR 20x/menit
K/L : sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-)
Thorax : Cor pulmo dbn
Abdomen : flat, soefl, BU (+) N, luka operasi tertutup kassa kering
GE : fluxus (-)
A : Post TAH-BSO dengan SAB hari ke- 1 ai mioma uteri + HT st II
PDx : -
PTX : Pertahankan DC sampai H3
PO Clanexi 3x1, PO asam mefenamat 3x1
8 Feb 2020 S : post operasi
Pk 06.00 O : KU tampak sakit sedang, GCS 456
12
TD 130/70, nadi 90x/menit, RR 20x/menit
K/L : sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-)
Thorax : Cor pulmo dbn
Abdomen : flat, soefl, BU (+) N, luka operasi tertutup kassa kering
GE : fluxus (-)
A : Post TAH-BSO dengan SAB hari ke- 2 ai mioma uteri + HT st II
PDx : -
PTX : PO Clanexi 3x1, PO asam mefenamat 3x1
10 Feb S : post operasi
2020 O : KU tampak sakit sedang, GCS 456
Pk 06.00 TD 130/70, nadi 92x/menit, RR 20x/menit
K/L : sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-)
Thorax : Cor pulmo dbn
Abdomen : flat, soefl, BU (+) N, luka operasi tertutup kassa kering
GE : fluxus (-)
A : Post TAH-BSO dengan SAB hari ke- 1 ai mioma uteri + HT st II
PDx : -
PTX : PO Clanexi 3x1, PO asam mefenamat 3x1, PO Rob 1x1
Aff DC
Pasien KRS
13
BAB III
PERMASALAHAN
3.1 Etiologi
Apa saja etiologi dari mioma uteri?
3.2 Klasifikasi
Bagaimana klasifikasi mioma uteri?
3.3 Faktor Risiko
Apa saja faktor risiko pada pasien ini?
3.4 Diagnosis
Bagaimana penegakan diagnosis pada pasien ini?
3.5 Tatalaksana
Bagaimana manajemen dan penatalaksanaan pada pasien ini?
3.6 Pencegahan
Apa saja upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya mioma uteri?
14
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Etiologi
Penyebab pasti mioma uteri tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang
sekali ditemukan sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormon
reproduksi dan bermanifestasi selama usia produktif (Wiknjosastro, 2009). Tidak
dapat bukti bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab mioma, namun
diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma dengan mekanisme
meningkatkan produksi matriks ekstraseluler. Sedangkan, hormon progesteron
memungkinkan berperan dalam pembesaran tumor dengan cara down-regulation
apoptosis dari tumor (Memarzadeh et al., 2003).
Usia
Mioma uteri jarang terjadi sebelum usia 20 tahun namun juga dapat
ditemukan, jika hanya tumor tunggal, pada sekitar 20% wanita usia diatas 20
tahun, dan 40% wanita usia lebih dari 40 tahun. Paling banyak ditemukan pada
usia 35-45.
Paritas
Mioma banyak dijumpai pada wanita nulipara atau relatif infertil, namun
tidak diketahui apakah infertil disebabkan mioma atau sebaliknya, atau kedua
konisi tersebut oleh karena sebab berbeda.
Wanita dengan ras tertentu, seperti Afrika, adalah yang memiliki resiko
tinggi mengembangkan mioma uteri.
Fungsi Ovarium
15
4.2 Klasifikasi Mioma Uteri
Mioma dapat berupa tunggal atau multipel dan dapat bervariasai dalam
ukuran, lokasi dan perfusi. Mioma bisa diklasifikasikan dalam 3 subkelompok
berdasarkan lokasinya, yang dapat dilihat pada Gambar 4.2.1
Sistem klasifikasi yang lebih baru dan lebih terperinci telah diperbaharui
dan disarankan oleh The International Federation of Gynecology and Obstetrics
(FIGO) yang dapat dilihat pada Gambar 4.2.2
16
Gambar 4.2.2 Sistem Klasifikasi meliputi sistem subklasifikasi mioma (Sumber :
Munro et al, 2011)
17
4.2.2 Mioma Uteri Intramural
Usia
Kebanyakan wanita di diagnosa dengan mioma uteri pada usia sekitar 40-
an; tetapi, tidak dapat dipastikan apakah mioma uteri yang terjadi disebabkan
karena peningkatan formasi atau pertumbuhan mioma akibat perubahan hormon
pada masa usia tersebut. Faktor lain yang bisa mengganggu insidensi sebenar
kasus mioma uteri adalah kerana dokter merekomendasi dan pasien menerima
rekomendasi tersebut untuk menjalani histerektomi hanya setelah mereka sudah
melepasi usia melahirkan anak (William and Parker, 2007).
18
Hormon Endogen (Endogenous Hormonal)
Menarke pada usia dini (<10 tahun) telah diketahui dapat meningkatkan
resiko mioma, dan pada menarke yang terlambat (>16 tahun) diketahui dapat
menurunkan resiko terjadinya mioma uteri (William and Parker, 2007).
Mioma uteri yang diambil dari spesimen hasil histerektomi wanita yang
telah menopause ditemukan bahwa mioma lebih kecil dan lebih sedikit
dikarenakan kadar estrogen endogen yang rendah; ukuran sel myoma secara
signifikan terlihat lebih kecil pada pasien post-menopause (William and Parker,
2007).
Riwayat Keluarga
Etnik
19
menderita mioma uteri, yang mana menjelaskan mengapa terjadi prevalensi yang
lebih tinggi untuk menderita mioma uteri dikalangan wanita Afrika-Amerika lebih
tinggi (Al-Hendy and Salama, 2006).
Berat Badan
Diet
Olahraga
Kehamilan
20
Pada postpartum, myometrium kembali kepada berat awal, aliran darah
awal dan ukuran sel awal melalui proses apoptosis dan dediferensiasi (Cesen-
Cummings., et al 2003). Proses remodeling ini kemungkinan bertanggungjawab
dalam terjadinya proses penurunan ukuran mioma uteri. Teori yang lain juga
mengatakan bahwa pembuluh darah yang mensupply myoma mengalami regresi
selama terjadinya penyusutan pada uterus, sehingga myoma tidak mendapatkan
sumber nutrisinya (Burbank F., 2004)
Merokok
21
Pembahasan
Pada pasien dalam laporan kasus ini, berdasarkan data yang diperoleh,
diidentifikasi beberapa faktor risiko yang kemungkinan berperan dalam terjadinya
mioma uteri, antara lain:
- Usia 45 tahun
Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara usia 35 – 45 tahun. Hal
ini dikaitkan dengan peningkatan pembentukan atau pertumbuhan mioma akibat
perubahan hormon seksual yaitu estrogen dan progesteron yang terjadi pada
usia tersebut (William and Parker, 2007). Pada usia perimenopause (35-50
tahun) terjadi penurunan kadar estrogen sebesar 35% dan penurunan kadar
progesteron sebesar 75%. Hal ini menyebabkan kadar estrogen relatif lebih
tinggi dibandingkan kadar progesteron. Kondisi dimana kadar estrogen lebih
dominan akan menstimulasi pertumbuhan sel yang berlebihan, termasuk
pertumbuhan sel fibroid atau mioma (DeCherney et al., 2010).
Selain faktor tersebut, tidak ditemukan faktor resiko lain pada pasien ini.
4.4.1 Anamnesis
Keluhan utama pada pasien ini berupa :
- Perdarahan yang cenderung lebih hebat dari jalan lahir yaitu sebanyak ±
1000 ml (ganti pembalut 10x/hari) namun siklus teratur. Lama haid pasien
yaitu 7 hari.
- Pasien mengeluhkan nyeri pada saat menstruasi yang mengganggu
aktivitas dan sampai pasien sulit tidur hingga pingsan
- Pasien mengeluhkan nyeri haid yang dirasakan sampai ke punggung
- Pasien memiliki riwayat menggunakan pil KB
22
obatan terutama obat KB, riwayat keluarga, dan review sistem tubuh penting
ditanyakan untuk menggali faktor risiko yang ada pada pasien guna membantu
menegakkan diagnosis.
4.4.2 Pemeriksaan Fisik
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus.
Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh
satu atau lebih massa yang licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa
massa seperti ini adalah bagian dari uterus. Pemeriksaan bimanual menemukan
pada pembesaran uterus yang irregular dan mengeras. Pada pemeriksaan ini,
teraba konsistensi padat kenyal, permukaan rata, batas tegas, mobilitas terbatas
dengan ukuran 4x4 cm dan tidak ada nyeri. Jika terdapat mioma, uterus akan
teraba lebih besar atau uterus akan membesar mengarah ke daerah yang tidak
seharusnya (Shriver, 2005). Pada pasien ini ditemukan TFU 2 jari diatas
symphysis pubis yang setara dengan UK 16-18 minggu. Pada pemeriksaan
inspekulo, portio tertutup licin. Pada pemeriksaan VaT, terdapat nyeri goyang
serviks (+), CUAF (Corpus uteri antefleksi) setinggi 16-18 minggu, massa
konsistensi padat kenyal, permukaan rata, batas tegas, mobilitas terbatas
dengan ukuran 4x4 cm, tidak ada nyeri, AP (Adnexa Parametrium) D/S dalam
batas normal, massa (-) nyeri (-), CD (Cavum Douglasi) dalam batas normal.
Imaging
a. Ultrasonografi
Uterus atau massa yang paling besar paling baik diobservasi melalui
ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan
gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur
maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus
hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya
23
daerah yang hipoekoik. Pada pasien ini, hasil USG transabdominal
menunjukkan mioma uteri subserous dengan ukuran 3.7 x 3.3 cm
b. Histeroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika
tumornya kecil serta
bertangkai. Tumor
tersebut sekaligus
dapat diangkat.
4.5 Penatalaksanaan
Terapi modern mioma bertujuan pada konsep spesifik yang disesuaikan
masing-masing individu. Sebagian besar mioma uteri merupakan simtomatik dan
24
tidak memerlukan terapi. Namun, 20%-50% biasanya simtomatik, menyebabkan
Abnormal Uterine Bleeding (AUB) atau perdarahan uterus abnormal, anemia
defisiensi besi, efek bulk dan atau dampak reproduktif, dan mungkin memerlukan
terapi. Terapi wanita dengan mioma uteri harus bersifat individual berdasarkan
simptomatologi, ukuran dan lokasi mioma, usia, dan kebutuhan pasien akan
keinginan fertil atau menyelamatkan uterus, ketersediaan terapi, dan
kemampuan terapis (Hoellen dan Bohlmann, 2015).
Terapi modern mioma terdiri dari tiga pilar terapi : pembedahan,
farmakoterapi, dan intervensi radiologi (High-intensity focussed ultrasound [HIFU]
dan embolisasi mioma). Terapi bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup.
Tiga aspek yang harus dipertimbangkan untuk menegakkan manajemen terapi
adekuat (Hoellen dan Bohlmann, 2015).
- Apakah pasien menginginkan untuk mengandung?
- Bagaimana ukuran, jumlah, dan lokasi mioma?
- Apa gejala predominannya?
Gambar 4.5.1 Algorita terapi individual pasien simptomatik berdasarkan gejala dan
kemauan untuk mengandung (Hoellen dan Bohlmann, 2015).
Pada pasien ini, pilihan terapi yang digunakan adalah pembedahan Total
Abdominal Histerektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAH-BSO) yaitu
25
tindakan pembedahan untuk mengankat uterus, serviks, kedua tuba falopi dan
ovarium dengan melakukan insisi pada dinding, perut pada maligna neoplasmatic
disease, leiomyoma dan chronic endometriosis dikarenakan pasien sudah tidak
berencana untuk hamil lagi.
4.5.2 Pembedahan
Elaborasi preoperatif penting untuk terapi pembedahan mioma. 6 aspek
yang harus diklarifikasikan:
1. Gejala harus berhubungan dengan dengan mioma
2. Prosedur penyelamatan uterus, 3 kelompok pasien yang harus
dibedakan; pasien asimtomatik yang subfertil, pasien simtomatik yang
menginginkan untuk mengandung di masa mendatang; pasien
simtomatik yang tidak memikirkan reporoduksi uterus dan fase
menopause
3. Tujuan prosedur harus didefinisikan secara jelas
4. Akses operasi ideal harus didefinisikan
5. Alasan untuk menyelamatkan uterus pada pasien dengan
perencanaan keluarga penuh dan pasien perimenopausal harus
diestimasi
6. Pasien harus diinformasikan mengenai alternatif prosedur
(Hoellen dan Bohlmann, 2015).
26
Metode operasi berdasarkan lokalisasi mioma. Mioma submukosa
biasanya direseksi dari histeroskopi. Kebanyakan pasien dengan
gangguan perdarahan (diagnosis mioma submukosa diitegakkan pada
59,8% pasien mioma dengan hipermenorrhea) atau dengan sterilitas dan
aborsi spontan rekuren, gejala lain seperti dismenorrhea. Setelah reseksi
histeroskopik mioma intrauterin, angka kehamilan mencapai 50% dan
gejala perdarahan teratasi hingga 70-99% kasus. Menurut The European
Society for Gynaecological Endoscopy (ESGE) mendefinisikan 3 subtipe
mioma uterine :
- Tipe 0 : mioma berlokasi penuh pada kavitas uterus atau
pedunculated (bertangkai)
- Tipe 1 : <50% mioma berlokasi di miometrium
- Tipe 2 : >50% mioma berlokasi di miometrium
Reseksi histeroskopi tidak sebaiknya ditunda pada pasien infertil
yang terdiagnosa mioma submukosa. Bahkan mioma intrauterin kecil
(<1,5 cm) tanpa gejala apupun, sebaiknya dibuang. Pada kasus mioma
yang sangat besar, reseksi histeroskopik mungkin dapat dikerjakan
dengan dua prosedur.(Hoellen dan Bohlmann, 2015).
Histerektomi
Histerektomi tetapi sebagai pilihan terapi efektif pada pasien peri
dan post menopause, sebagai terapi definitif gejala berhubungan dengan
27
mioma yang tidak menginginkan untuk hamil. Pasien yang menderita
gejala parah (pollakiuria, konstipasi, meteorism, tenesmus, nyeri,
dispareunia, hidronefrosis, dst) daripada gejala perdarahan, yang sering
dapat diatasi dengan obat atau intervensi radiologi (Hoellen dan
Bohlmann, 2015).
Obat terapi
Konsentrasi reseptor progresteron lebih tinggi ditemukan pada
jaringan mioma dibandingkan pada miometrium normal. Terapi obat klasik
diberikan pada pasien mioma adalah progrestin dan agonis GnRH,
modulator reseptor progresteron menghambat prliferasi dan menginduksi
28
apoptosis sel mioma. Penggunakan siklik progrestin diberikan pada
pasien dengan gejala perdarahan (Hoellen dan Bohlmann, 2015).
Kegunaan GnRH analog untuk mengurangi ukuran mioma dan
gejala perdarahan. GnRH estrogen bekerja dengan mengurangi
konsentrasi serum oestrogen untuk level postmenopause. Namun obat ini
memiliki efek samping berupa ruam merah panas, pergantian mood,
kehilangan libido, vaginosis, depresi dan pengeroposan tulang. GnRH
tidak boleh diberikan jangka panjang, hanya diberikan selama 3-4 bulan
sebelum operasi, indikasi terutama reseksi histeroskopik mioma
submukosa besar dan mioma intramural (Hoellen dan Bohlmann, 2015).
Selective progresterone reseptor modulator (SPRM) Ulipristal
Acetate (UPA) pertama kali diperkenalkan pada 2012. Studi menunjukkan
terjadinya pengurangan gejala perdarahan dan reduksi ukuran mioma.
SPRM menginduksi amenorrhea selagi mempertahankan sekresi
oestrogen endogeneous. Tidak menimbulkan efek samping
tromboembolik maupun pengeroposan tulang. Efek smaping yang sering
dilaporkan yaitu nyeri kepala, nasofaringitis, nyeri perut dan ruam merah
panas. Terapi UPA jangka panjang dapat menyebabkan penebalan
endometrial dan progesterone receptor modulator-associated endometrial
changes (PAEC). PAEC terjadi pada 50% pasien dan reversibel selama
1-2 bulan. Konsep UPA yang meliputi pemakaian jangka panjang adalah
untuk menjembatani time gap sampai menopause dan untuk
menghindari histerektomi (Hoellen dan Bohlmann, 2015).
4.6 Pencegahan
a. Pencegahan Primordial
Pencegahan ini dilakukan pada perempuan yang belum menarche atau
sebelum terdapat resiko mioma uteri. Upaya yang dapat dilakukan yaitu
dengan mengonsumsi makanan yang tinggi serat seperti sayur-sayuran
dan buah-buahan. Serta mengonsumsi teh hijau diteliti mengandung
antioksidan hingga dapat mengurangi kejadian mioma uteri.
b. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan awal pencegahan sebelum seseorang
menderita mioma. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan
dilakukan penyuluhan mengenai faktor-faktor resiko mioma terutama pada
29
kelompok yang beresiko tinggi yaitu wanita pada masa reproduktif. Selain
itu tindakan pengawasan pemberian hormonal estrogen dan progesterone
dengan memilih pil KB kombinasi (mengandung estrogen dan
progesteron), pil kombinasi mengandung estrogen lebih rendah disbanding
pil sekuensil, oleh karena pertumbuhan mioma uteri berhubungan dengan
kadar hormone estrogen.
c. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan untuk orang yang telah terkena mioma
uteri. Tindakan ini bertujuan untuk menghindari terjadinya komplikasi.
Pencegahan yang dilakukan adalah dengan melakukan diagnose dini dan
pengobatan yang tepat.
Pembahasan :
Pencegahan pada pasien ini adalah pencegahan sekunder dimana pasien
sudah terkena mioma uteri. Pencegahan ditujukan untuk mencegah
terjadinya komplikasi yaitu keganasan. Pencegahan sekunder dilakukan
dengan cara melakukan curretage untuk memeriksa jaringan pada mioma
uteri tersebut ganas atau jinak
30
BAB V
5.1 Kesimpulan
5.1.1. Faktor resiko meliputi Usia Penderita, Hormon Endogen, Riwayat
Keluarga, Etnik, Berat Badan, Pola Makan, Kehamilan dan Paritas
5.1.2. Penegakan diagnosis, dimulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang (USG, Histeroskopi, MRI)
5.1.3. Penatalaksanaan bergantung dari klinis pasien, namun berprinsip kepada
tiga pilar yaitu farmakoterapi, pembedahaan, intervensi radiologi
5.2 Saran
31
DAFTAR PUSTAKA
32
Rahmi, ita. Gambaran Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Mioma Uteri di Pploklinik
Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun
2012. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2012.
Schwartz SM, Marshall LM, Baird DD. Epidemiologic contributions to understanding
the etiology of uterine leiomyomata. Environ Health Perspect 2000;108(Suppl
5):821–7.
Wiknjosastro, H., Saifuddin, A. B., & Rachimhadhi, T. ( 2009). Ilmu kandungan.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
William H., Parker M. D. 2007. Fertility and Sterility. American Society for Reproductive
Medicine. 87; (4)
Wise LA, Palmer JR, Harlow BL, et al. Risk of uterine leiomyomata in relation to
tobacco, alcohol and caffeine consumption in the Black Women’s Health Study.
Hum Reprod. 2004;19(8):1746–1754.
33