Anda di halaman 1dari 25

Laporan Kasus

Preklamsia Dengan Permasalahan


Obesitas

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Program Profesi Dokter Pada Bagian/SMF Obstetri Dan Gynekologi
Fakultas Kedokteran Unsyiah/RSUD Dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh

Oleh:

M. Syahrul Rozi 1507101030116


Nasrullah 1507101030094

Pembimbing:
Dr. Munizar Sp.OG

BAGIAN/SMF ILMU OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2017

1
2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas Laporan
Kasus yang berjudul”Preeklamsia dengan permasalahan Obesitas. Salawat dan
salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah
membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini merupakan salah satu tugas dalam menjalani
Kepanitraan Klinik Senior pada bagian /SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Unsyiah/RSUD dr. Zainoel Banda Aceh. Penulis menyadari bahwa
penyusunan tugas Laporan Kasus ini tidak terwujud tanpa ada bantuan dan
bimbingan serta dukungan dari dosen pembimbing. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada dr. Munizar
Sp.OG yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan tugas Laporan
Kasus ini.
Penulis telah berusaha melakukan yang terbaik dalam penulisan tugas
Laporan Kasus ini, namun penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnaan.Segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan untuk penyempurnaan tulisan ini. Akhir kata penulis berharap semoga
tugas ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak khususnya di bidang
kedokteran serta dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi pihak yang
membutuhkan.

Banda Aceh, Januari 2018


3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... 1

DAFTAR ISI................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 3

BAB II LAPORAN KASUS............................................................................ 6

2.1 Identitas pasien ...................................................................... 6


2.2 Anamnesis .................................................................................. 6
2.3 Pemeriksaan fisik ........................................................................ 7
2.4 Pemeriksaan penunjang .............................................................. 8
2.5 Diagnosis kerja ........................................................................... 10
2.6 Tatalaksana ................................................................................. 10

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 11

3.1 Hipertensi dalam kehamilan ....................................................... 12


3.2 Obesitas dalam kehamilan ......................................................... 19
BAB IV ANALISA KASUS ......................................................................... 23

BAB V KESIMPULAN ............................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 26


4

BAB I
PENDAHULUAN

Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas


ibu dan bayi yang tertinggi di Indonesia. Penyakit yang disebut sebagai disease of
theories ini, masih sulit untuk ditanggulangi. Preeklampsia dan eklampsia dikenal
dengan nama Toksemia Gravidarum merupakan suatu sindroma yang
berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer,
dan penurunan perfusi organ yang ditandai adanya hipertensi, edema dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Adanya kejang dan koma lebih
mengarah pada kejadian eklampsia.
Preeklampsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang
dikandungnya. Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (Hemolysis,
Elevated Liver Enzyme, Low Platelet), edema paru, gangguan ginjal, perdarahan,
solusio plasenta bahkan kematian ibu. Komplikasi pada bayi dapat berupa
kelahiran prematur, gawat janin, berat badan lahir rendah atau intra uterine fetal
death (IUFD).1
Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi, preeklampsia masih
merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi.
Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan
eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan
angka kematian ibu dan anak.

Obesitas merupakan ancaman yang cukup serius bagi ibu hamil, tidak
hanya pada masa kehamilan, ibu yang memiliki kelebihan berat badan,
kemungkinan akan mengalami masalah ketika persalinan dan pasca persalinan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan North East Public Health Observatory
yang dipublikasikan pada British Journal of Obstetrics and Gynaecology, obesitas
pada perempuan umumnya dimulai ketika mereka mulai hamil. Hal ini diketahui
pada 37 ribu wanita hamil, dimana wanita hamil yang mengalami obesitas
meningkat dari 9,9% tahun 2000 menjadi 16% tahun 2005

Obesitas merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan meningkatnya


preeklampsia pada ibu. Selain itu, ibu yang mengalami obesitas meningkatkan
5

risiko terjadinya distosia, makrosomia dan distress pada janin. Meningkatnya


risiko terjadinya preeklampsia yang disebabkan dari obesitas pada ibu adalah
suatu keadaan yang sifatnya potensial untuk menjadi reversible atau bisa
dilakukan modifikasi seperti dilakukan penurunan berat badan sebelum terjadinya
kehamilan. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat laporan
kasus mengenai pasien dengan preeklampsia berat dan obesitas . Kasus yang kami
bahas yaitu pasien wanita, 24 tahun, dengan diagnosis masuk G1P0A0 hamil 39-40
minggu JPKTH + PEB, serviks matang (PS 6). Impartu ibu dengan obesitas Grade
1
6

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. DM
Tanggal Lahir/Umur : 07 Desember 1993/ 24 tahun
Alamat : Ingin Jaya, Aceh Besar
Agama : Islam
Suku : Aceh
CM : 1-15-3`-87
Jaminan : JKA
Tanggal masuk : 08 Desember 2017

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Mules-mules sejak 1 hari SMRS

Keluhan Tambahan:

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang dengan keluhan mules-mules yang sudah dirasakan sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan keluar lendir darah
dari jalan lahir, namun tidak banyak, keluar air-air dari jalan lahir disangkal.
Pasien mengaku mengalami peningkatan tekanan darah saat kehamilan 3 bulan.
Pasien tidak mengeluhkan nyeri kepala, pandangan kabur disangkal, mual dan
muntah juga disangkal Saat ini pasien mengakatan hamil 9 bulan, HPHT
27/2/2017, TTP 4/12/2017 ~ hamil 39-40 minggu. Pasien ANC teratur ke bidan 1
kali dan Sp.OG 5 kali. USG terakhir dikatakan janin dalam keadaan baik

Riwayat Penyakit Dahulu:


Diabetes mellitus (-), hipertensi (-), asma (-), alergi (-).

Riwayat Penyakit Keluarga:


Ibu pasien memiliki riwayat hipertensi
7

Riwayat Pemakaian Obat:


Tidak ada ada riwayat penggunaan obat

Riwayat Kebiasaan Sosial:


Pasien sehari-hari sebagai ibu rumah tangga, sedangkan suami pasien seorang
pekerja swasta

Riwayat Menarche:
Usia 13 tahun, teratur 6-7 hari, 2-3x ganti pembalut, dismenorea (+)

Riwayat Pernikahan:
Menikah 1 kali pada umur 24 tahun

Riwayat Kehamilan dan Persalinan:


Hamil saat ini

Riwayat KB:
Tidak ada

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Vital Sign
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 170/100 mmHg
Denyut nadi : 92 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,7 C
BB : 95 kg
TB : 165 cm
BMI : 34,9 kg/m2
2.3.2 Status Generalisata
- Wajah : Simetris, edema (-), deformitas (-), pucat (-)
- Mata : Konjunctiva pucat (-/-), ikterik (-/-), sekret (-/-)
- Telinga/ Hidung/Mulut : Dalam batas normal
- Leher : Simetris, Pembesaran KGB (-)
- Thorax : Simetris, Vesikular (+/+), Rh (-/-), wheezing (-/-)
8

- Jantung : BJ I > BJ II , reguler (+), gallop (-), murmur (-)


- Abdomen : Soepel, perut membesar seusai masa kehamilan
- Ekstremitas : Edema (-/-), Sianosis (-/-), akral dingin (-/-)
2.3.3 Status Ginekologi
-I : v/u tenang
- Io : portio lunak, UOE terbuka, flour negatif, fluksus positif, valsava
negatif, lakmus negatif, LEA negatif
- VT : Axial, lunak, ketebalan 2 cm, pembukaan 2 cm, kepala hodge I-II,
selaput ketuban positif.
2.4 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium (08 Desember 2017)
Pemeriksaan Laboratorium Hasil Nilai Normal
Darah Rutin
9
Hemoglobin 12,5 12,0-15,0 gr/dl
Hematokrit 37 37-47 %
Eritrosit 4,8 x 106/mm3 4,2-5,4 x 106/mm3
Leukosit 16 x 103/mm3 4,5-10,5 x 103/mm3
Trombosit 239 x 103/mm3 150-450 x 103/mm3
MCV 78 fL 80-100 fL
MCH 26 pg 27-31 pg
MCHC 34 % 32-36 %
RDW 15,8 % 11,5-14,5 %
MPV 11,7 fL 7,2-11,1 fL
Hitung Jenis
Eosinofil 0% 0-6 %
Basofil 1% 0-2 %
Netrofil Batang 0% 2-6%
Netrofil segmen 87 % 50-70 %
Limfosit 7% 20-40 %
Monosit 5% 2-1 %
Faal Hemostasis
Waktu Perdarahan 2 1-7 menit
Waktu Pembekuan 7 5-15 menit
Imunoserologi
Hepatitis
HBsAg Negatif Negatif
Kimia Klinik
Diabetes
Glukosa Darah Sewaktu 109 <200 mg/dL
Hati dan Empedu

SGOT 16 <31 U/L


SGPT 8 <34 U/L
Protein Total 6,76 6,4-8,3 g/dL
Albumin 3,80 3,5-5,2 g/dL
Globulin 2,96 g/dL
Ginjal Hipertensi
Ureum 20 13-43 mg/dL
Kreatinin 0,57 0,51-0,95 mg/dL
Elektrolit Serum
10

2. USG (7 desember 2017)

Kesimpulan: Janin tunggal hidup presentasi kepala ~ 37-38 minggu

2.5 Diagnosa Kerja


G1 hamil 39-40 minggu, JPKTH, PEB, serviks matang (PS 6), Inpartu, ibu
dengan obesitas Grade I

2.6 Tatalaksana
Rencana dilakukan persalina pervaginam
 Loading dose 4 gr MgSO4 bolus pelan, maintenance 6 gr MgSO4 40%
dalam RL 500 cc dengan kecepatan 1 gr/jam = 28 tetes/menit
 Nifedipin 10 mg titrasi sampai mencapai 20% dari MAP, maintenance
dengan adalat oros 1 x 30 mg
 Akselerasi oksitosin 5 IU dalam 500cc RL dimulai 8 tetes/menit titrasi
sampai his adekuat atau maksimal 40 tetes/menit
 Pada Kala II persalinan dilakukan percepatan kala II dengan ekstraksi bila
syarat ekstraksi terpenuhi
11

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Hipertensi Dalam Kehamilan


3.1.1. Definisi
Hipertensi didiagnosis secara sistematis bila hasil pengukuran suatu
keadaan dengan tekanan darah diastolik minimal 90 mmHg atau tekanan sistolik
minimal 140 mmHg , dahulu disarankan suatu kriteri diagnostik berupa kenaikan
tekanan diastolik minimal 15 mmHg atau kenaikan tekanan sistolik minimal 30
mmHg, namun krteria tersebut tidak lagi digunakan karena bukti menunjukan
bahwa perempuan perempuan tersebut tidak lebih beresiko mengalami komplikasi
buruk selama kehamilan, meskipun demikian peningkatan tekanan diastolik
minimal 15 mmHg atau kenaikan tekanan sistolik minimal 30 mmHgharus
dipantai lebih sering. Tekanan darah harus diukur 2 kali dengan selang waktu 6
jam.2
Beberapa definisi yang berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan
adalah sebagai berikut :2,7,8
 Hipertensi gestational adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa
disertai dengan proreinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan
pascapersalinan, atau kehamilan dengan tanda tanda preeklamsi namun tanpa
protreinuria
 Preeklampsia adalah suatu keadaan hipertensi yang disertai proteinuria,
edema, atau keduanya (trias) yang terjadi akibat kehamilan di atas 20 minggu
dan paling sering mendekati aterm dan dapat timbul sebelum kehamilan 20
minggu bila terjadi penyakit trofoblas.
 Eklampsia adalah keadaan terjadinya kejang-kejang pada wanita dengan
kriteria klinis preeklampsia yang bukan disebabkan penyakit neurologi seperti
epilepsi.
 Superimposed preeklampsia adalah suatu keadaan preeklampsia-eklampsia
yang terjadi pada wanita yang sebelumnya telah menderita hipertensi vaskuler
kronis atau penyakit ginjal.
12

 Hipertensi kronis adalah keadaan hipertensi yang menetap dengan penyebab


apapun yang sudah diderita sebelum konsepsi atau sebelum kehamilan 20
minggu atau menetap selama 6 minggu post partum.

3.1.2. Insiden
Spellacy dkk, melaporkan bahwa pada wanita > 40 tahun insiden
hipertensi meningkat 3 kali lipat dibandingkan dengan wanita usia 20-30 tahun.
Hansen melaporkan peningkatan insiden preeklampsia sebesar 2-3 kali pada
nullipara yang berusia di atas 40 tahun bila dibandingkan dengan usia 25-29
tahun. Secara umum insiden preeklampsia ± 5% dari seluruh kehamilan, hampir
70% diantaranya adalah nullipara. Hampir 20% nullipara menderita hipertensi
sebelum, selama persalinan, dan masa nifas jika dibandingkan dengan multipara
sebesar 7%. Menurut Cunningham dan Leveno di RS Parkland selama tahun 1986
ditemukan insiden hipertensi sebesar 18% pada ras kulit putih, 20% hispanik, dan
22% ras kulit hitam. Insiden hipertensi dalam kehamilan pada multipara adalah
6,2% pada kulit putih, 6,6% pada hispanik, dan 8,5% pada ras kulit hitam.2

3.1.3. Klasifikasi
Hipertensi dalam kehamilan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :2
1. Hipertensi karena kehamilan dan sembuh setelah persalinan.
a. Hipertensi tanpa proteinuria atau edema patologis.
b. Preeklampsia dengan proteinuria dan atau edema patologik.
i. Preeklampsia berat.
ii. Preeklampsia ringan.
c. Eklampsia yaitu proteinuria dan atau edema patologik disertai kejang.
2. Hipertensi yang sudah ada sebelumnya dan diperberat oleh kehamilan.
a. Superimposed preeklampsia.
b. Superimposed eklampsia.
3. Hipertensi bersamaan dengan kehamilan, yaitu hipertensi kronis yang
sudah ada sebelum kehamilan atau menetap setelah persalinan.
13

3.2. Preeklampsia
3.2.1. Definisi Preeklampsia
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai
dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria.2
Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling
banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan
saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari
preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat (George, 2007).2

3.2.2. Epidemiologi Preeklampsia


Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak
faktor yang mempengaruhinya, jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi,
perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis dan lain-lain.9
Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10% (Triatmojo,
2003). Sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia
sebanyak 5% dari semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran) (Dawn C
Jung, 2007). Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. Sudinaya (2000)
mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan
Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1.431 persalinan selama periode 1
Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus
(4,2%) dan eklampsia 13 kasus (0,9%). Di samping itu, preeklampsia juga
dipengaruhi oleh paritas. Surjadi dkk, mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel
pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung paling banyak terjadi
pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak
terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus.
Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan
karena adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosis dengan superimposed
PIH (Deborah E Campbell, 2006).10,11

3.2.3. Faktor Risiko Preeklampsia


14

Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab


terjadinya preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah
faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut
meliputi :12,13
1) Riwayat preeklampsia. Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau
riwayat keluarga dengan preeklampsia maka akan meningkatkan resiko
terjadinya preeklampsia.
2) Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibodi penghambat
(blocking antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan resiko
terjadinya preeklampsia. Perkembangan preklamsia semakin meningkat pada
umur kehamilan pertama dan kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti
terlalu muda atau terlalu tua.
3) Kegemukan
4) Kehamilan ganda. Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang
mempuyai bayi kembar atau lebih.
5) Riwayat penyakit tertentu. Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu
sebelumnya, memiliki risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut
meliputi hipertensi kronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degenerati
seperti reumatik arthritis atau lupus.

3.2.4. Etiologi Preeklampsia


Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara
pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”. Beberapa
faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah:14
a. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkina terjadinya
Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori
ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa k eadaan preeklampsia
membaik setelah plasenta lahir.
b. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi
pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada
15

kehamilan pertama pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap antigen


plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak
menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan
berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih banyak akibat
respos imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya
sistem imun pada penderita Preeklampsia-Eklampsia :
a) Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia mempunyai komplek
imun dalam serum.
b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen
pada Preeklampsia-Eklampsia diikuti dengan proteinuri.
c. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron
antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang
menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.
d. Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia bersifat
diturunkan melalui gen resesif tunggal.2 Beberapa bukti yang menunjukkan
peran faktor genetic pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain :
a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-
Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-
Eklampsia.
c) Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada
anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia.
e. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung asam
lemak essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis
Prostaglandin akan menyebabkan “Loss Angiotensin Refraktoriness” yang
memicu terjadinya preeklampsia.
f. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
16

Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,


sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan
normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian
akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin
III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan
tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan
kerusakan endotel.

3.2.5. Patofisiologi Preeklampsia


Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan
patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh
vasospasme dan iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat
mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti
prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi
platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf
pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang.
Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan
proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri
epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler
meliputi penurunan volume intavaskular, meningkatnya cardiac output dan
peningkatan tahanan pembuluh perifer.2
Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan
trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim.2,15
Perubahan pada organ-organ :15
1) Perubahan kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia
dan eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan
peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara
nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan
atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid
17

intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang


ektravaskular terutama paru.
2) Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklamsia tidak diketahui
penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada
penderita preeklampsia dan eklamsia daripada pada wanita hamil biasa atau
penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat
mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini
disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali
tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan
perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan
klorida dalam serum biasanya dalam batas normal.
3) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu
dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan
merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala
lain yang menunjukan tanda preklamsia berat yang mengarah pada eklamsia
adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh
adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri
atau didalam retina.
4) Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada
korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan.
5) Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta,
sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen
terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklamsia sering terjadi
peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi
partus prematur.
6) Paru-paru
18

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh


edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena
terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru.

3.2.6. Diagnosis Preeklampsia


Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan
pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat
diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu :16
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a) Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau
lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu
kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.
b) Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada
urine kateter atau midstearm.
2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
b) Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+
c) Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
d) Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di
epigastrium.
e) Terdapat edema paru dan sianosis
f) Trombositopeni
g) Gangguan fungsi hati
h) Pertumbuhan janin terhambat (Lanak, 2004).
3.2.7. Penatalaksanaan Preeklampsia Berat
Prinsip penatalaksanaan preeklamsia berat adalah mencegah timbulnya
kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta
kerusakan dari organ-organ vital, pengelolaan cairan, dan saat yang tepat untuk
persalinan.Perawatannya dapat meliputi :16
a. Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri.
Indikasi bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini
1) Ibu :
19

a) Kehamilan lebih dari 37 minggu


b) Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia
c) Kegagalan terapi pada perawatan konservatif.
2) Janin :
a) Adanya tanda-tanda gawat janin
b) Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat.
3) Laboratorium :
Adanya sindroma HELLP .
b. Pengobatan Medikamentosa
1) Pemberian obat : MgSO4 40% dalam larutan RL 500 cc (60-125 cc/jam)
2) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
3) Diuretikum diberikan bila ada edema paru, payah jantung kongestif, atau
anasarka. Diuretikum yang dipakai adalah furosemid.
4) Pemberian antihipertensi apabila TD ≥160/110 mmHg. Anti hipertensi lini
pertama adalah nifedipin dosis 10-20 mg per oral, diulangi setiap 30
menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam.
c. Pengelolaan Konservatif, yang berarti kehamilan tetap dipertahankan.
Indikasi : Kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda
impending eklamsi dengan keadaan janin baik.

3.2 OBESITAS
3.2.1 Definisi Obesitas
Organisasi kesehatan dunia (WHO) mengemukakan bahwa obesitas
merupakan penimbunan lemak yang berlebihan di seluruh jaringan tubuh secara
merata yang mengakibatkan gangguan kesehatan dan menimbulkan berbagai
penyakit seperti diabetes, tekanan darah tinggi, serangan jantung yang dapat
menyebabkan kematian (WHO, 2011).
Prinsip dasar obesitas adalah ketidakseimbangan antara intake dengan
output. Dalam suatu keadaan dimana energi yang masuk lebih banyak
dibandingkan energi yang keluar, kelebihan dari energi akan disimpan menjadi
lemak, yang pada akhirnya akan meningkatkan berat badan. Jika hal ini
berlangsung terus menerus, akan terjadi obesitas (WHO, 2011).
20

Kejadian ini juga dipresipitasi oleh makanan tinggi lemak dan kalori, serta
kurangnya aktivitas fisik, yang menyebabkan keseimbangan kalori sulit dicapai,
terutama dalam masyarakat di kota besar sekarang ini. Data dari WHO
menyebutkan bahwa obesitas merupakan faktor kelima dalam penyebab kematian
di seluruh dunia, dimana sekitar 2.8 juta orang dewasa meninggal setiap tahunnya
akibat penyakit yang telah diketahui berhubungan dengan obesitas (WHO, 2011).
Obesitas memiliki beberapa kriteria, namun yang paling banyak digunakan
dan paling umum adalah IMT (Body Mass Index). Menurut WHO, terdapat
klasifikasi dari IMT dalam menentukan status gizi seseorang, antara lain sebagai
berikut:

Obesitas pada kehamilan meningkatkan resiko terjadinya prekelmasia


sebesar 2 sampai 3 kali lipat, resiko terjadinya preeklamsia meningkat secara
progressive sebanding dengan derajat obesitas bedasarkan BMI. Wanita
kegemukan berisiko tinggi untuk hipertensi, diabetes gistasional, dan infeksinal,
infeksi saluran kencing, dan infeksi episiotomi atau luka. Penentuan usia
kehamilan bisanya terbatas karena siklus haid yang tidak teratur dan sukar
menentukan tinggi fundus uteri.
Pada banyak penelitian, angka kematian maternal meningkat, umumnya
akibat tromboemboli, infeksi, atau komplikasi anasia. Makrosomia pada janin
juga lebih sering terjadi. Walaupun kematian perinatal tidak meningkat dan bayi
berat badan lahir rendah jarang, hasil kehamilan yang optimal disertai oleh
kenaikan berat badan ibu paling kurang 25 pon pada ibu-ibu obesitas (Rayburm,
2001).
21

Saat ini, kasus diabetes pada masa kehamilan (gestational diabetic) semakin
meningkat. Penyebab utamanya adalah obesitas. Akibat peningkatan risiko
tersebut, setiap ibu hamil diwajibkan melakukan screening kadar gula darah
terutama saat usia kehamilan menginjak minggu ke 24-28. 
Ibu hamil disarankan untuk mengatur berat badan agar tetap berada pada
kondisi ideal. Peningkatan berat badan di trimester pertama memang relatif
sedikit, tidak naik atau bahkan berkurang karena muntah-muntah. Peningkatan
berat badan yang cukup pesat terjadi di trimester 2 dan 3, pada periode inilah
perlu dilakukan pemantaun ekstra terhadap berat badan.
Seusai persalinan, ragam komplikasi masih menunggu. Infeksi seusai
bersalin akibat banyaknya pembuluh darah si ibu hamil yang tersumbat sering
terjadi. Selain itu, lemak yang berlipat-lipat pada lapisan kulit merupakan media
yang kondusif untuk tumbuhnya kuman sehingga infeksi pun sangat mungkin
terjadi. Risiko lainnya, plasenta yang berfungsi menyuplai oksigen menyempit
karena lemak. Padahal, terhambatnya suplai oksigen dapat merusak sel-sel otak
janin. Sehingga kecerdasan si kecil pun bisa jadi berkurang. Kemungkinan buruk
lain, janin bisa mengalami gangguan paru-paru maupun terlahir obesitas.
Obesitas berhubungan dengan sekresi tumor necrosis factor (TNF) dan
interleukin (IL) oleh sel-sel lemak di mana sitokin IL-6 dan TNFα merupakan
faktor yang diduga berperan dalam mekanisme preeklamsia. Selain itu, obesitas
juga berhubungan dengan resistensi insulin, inflammasi, stress oksidative dan
disfungsi vaskular, perubahan faktor angiogenik. Adapun mekanisme
patofisiologi terjadi hipertensi dalam kehamilan pada pasien dengan obesitas
adalah sebagai berikut :
1. Resistensi Insulin
Pada keadaan obesitas terjadi resistensi insulin yang mengakibatkan
terjadinya sindrom metabolik sehingga mengakibatkan penyakit kardiovaskular
dan pembuluh darah dengan beberapa mekanisme seperti berkurangnya kadan
nitrat oksida yang menyebabkan terjadi stress oksidatif, meningkatkan tonus
simpatis yang meningkatkan resistensi vaskular sehingga terjadinya peningkatan
tekanan darah dan meningkatkan kadar angiotensin dari sel adiposa.
2.Reaksi Inflammasi
22

Inflamasi adalah suatu keadaan umum yang terjadi pada obesitas, penyakit
kardiovaskular dan preklamsia. Pada seseorang dengan obesitas, sel adiposa
menimbulkan reaksi inflammasi dengan cara meningkatkan mediator mediator
inflammasi yang dapat mengubah susunan dan keelastisan fungsi endotel
pembuluh darah, sehingga pembuluh darah relatif menjadi kaku yang
menyebabkan terjadinya peningkatan resistensi pembuluh darah dan berahir pada
hipertensi.

3.Stress Oksidatif

Pada pasien dengan obesitas terjadi stress oksidatif yang dapat


menyebabkan terjadinya perubahan pada pembuluh darah yang akhirnya
mengakibatkan terganggunya fungsi pembuluh darah, hal ini berkaitan dengan
adanya pelepasan mediator inflamasi dan asam lemak bebas yang dapat
menurunkan kadar antioksidan.

4.Faktor angiogenik

Obesitas berhubungan dengan sekresi tumor necrosis factor (TNF) dan


interleukin (IL) oleh sel-sel lemak di mana sitokin IL-6 dan TNFα merupakan
faktor yang diduga berperan dalam mekanisme preeklamsia.
23

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus berikut, diajukan suatu kasus seorang wanita G1 hamil
39-40 minggu, JPKTH, PEB, serviks matang (PS 6), Inpartu, ibu dengan obesitas
Grade I, selanjutnya akan dibahas:
Preeklampsia adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg disertai proteinuria5. Pada pasien
ini terjadi preeklampsia tanpa impending eklampsia karena tidak disertai gejala –
gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah – muntah,
nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah. Pada pasien ini dengan
permasalahan obesitas grade 1, dari hasil pemeriksaan Berat badan dan tinggi
badan, didapatkan BMI pasien adalah 34,9 kg/m2, . dari nilai BMI maka dapat
disimpulkan pasien mengalami obesitas grade 1 yang dapat menjadi faktor resiko
terjadi PEB pada pasien ini.
Pada pasien hamil dengan obesitas dapat terjadi beberapa mekanisme yang
dapat menjadi faktor resiko terjadi preklamsia pada pasien ini, yaitu teradinya
resistensi insulin, inflammasi, stress oksidative dan disfungsi vaskular, perubahan
faktor angiogenik.
Dari riwayat ANC sebelumnya, pasien didapatkan riwayat tekanan darah
tinggi yang sudah dialami sejak 3 bulan belakangan. Selama kehamilan pasien
melakukan 6 kali ANC, 1 kali ANC dibidan, dan 5 kali ANC di Sp.OG dan
dikatakan janin dalam keadaan baik. Pada pasien ini preeklamsia yang diderita
belum mengarah ke komplikasi seperti HELLP syndrome. Terbukti dari hasil
pemeriksaan enzym hepar yang kadarnya masih dalam batas normal dan jumlah
platelet masih dalam batas normal.

Tatalaksana pada pasien ini ada pemberikan Loading dose 4 gr MgSO4


bolus pelan, maintenance 6 gr MgSO4 40% dalam RL 500 cc dengan kecepatan
28 tetes/menit. Pada pasien dengan PEB diberikan pengobatan anti kejang
berdasarkan penelitian Cochrane mengunakan MgSO4 merupakan salah satu
upaya pencegahan terjadinya kejang dalam kehamilan, pemberian magnesium
sulfat sebagai antikejang leboh efektif dibandingkan dengan fenitoin. MgSO4
24

menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serabut saraf


dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular
membutuhkan kalsium pada sinaps, pada pemberian MgSO4 mengeser ion
kalsium sehingga rangsangan tidak terjadi, cara pemerianna berupa terdiri dari
loading dose yaitu ; 4 gram MgSO4 dibolous IV (40% dalam 10 cc) diberikan
selama 15 menit. Setelah itu dilanjutkan dengan dosis maintenance sebesar 6 gram
dalam larutan ringer/ 6 jam .
Untuk tatalaksana antihipertensi pada pasien ini diberikan Nifedipin 10 mg
titrasi sampai mencapai 20% dari MAP, maintenance dengan adalat oros 1 x 30
mg. Pada pasien dengan hipertensi selama kehamilan, tekanan darah diturunkan
secara bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari MAP, dan pengobatan
antihipertensi dalam kehamilan lini pertama adalah pemberian nifedipin peroral
dosis 10-2- mg per oral, dapat diulanggi setiap 30 menit dengan dosis maksimum
adalah 120 mg/ 24 jam. Nifedipin tidak boleh diberikan persublingual karena
dapat memiliki efek vasodilatasi sangat cepat sehingga tidak dianjurkan
25

BAB V
KESIMPULAN

Hipertensi didiagnosis secara sistematis bila hasil pengukuran suatu


keadaan dengan tekanan darah diastolik minimal 90 mmHg atau tekanan sistolik
minimal 140 mmHg, Obesitas pada kehamilan meningkatkan resiko terjadinya
prekelmasia sebesar 2 sampai 3 kali lipat, resiko terjadinya preeklamsia
meningkat secara progressive sebanding dengan derajat obesitas bedasarkan BMI.
Pengobatan pada pasien dengan PEB adalah pemerian obat obatan antikejang
berupa MgSO4 dalam loading dose dan maintenance dose, dan diberikan obat
obatan antihuipertensi yang aman selama kehamilan seperti nifedipin.

Anda mungkin juga menyukai