Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN


PERSALINAN KURANG BULAN/PREMATUR

Disusun Oleh:
Muhammad Fadhil Ihsan Pratama
0607012210040

Pembimbing:
dr. Dharma Putra Perjuangan Banjarnahor, Sp.OG-Subs.KFM

SMF/KSM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD DR. MOHAMAD SOEWANDHIE
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CIPUTRA
SURABAYA
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus “Persalinan Kurang Bulan/Prematur” yang disusun oleh:

Muhammad Fadhil I. P. 0607012210040

Telah dibaca, direvisi, disetujui, dan diuji oleh dosen pembimbing dan telah
dinyatakan lulus sebagai salah satu tugas dan syarat kepaniteraan klinik dokter
muda Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan (Obstetri dan Ginekologi) RSUD
Dr. Mohamad Soewandhie.

Surabaya, 19 Oktober 2023

dr. Dharma Putra Perjuangan Banjarnahor, Sp.OG-Subs.KFM

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
anugerah-Nya akhirnya laporan kasus ini dapat terselesaikan dengan baik dan
tepat pada waktunya. Penyusunan laporan kasus ini merupakan salah satu tugas
yang harus dilaksanakan sebagai bagian dari kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Dr. Mohamad Soewandhie. Tak lupa
ucapan terima kasih ini saya sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu penyusunan tugas ini, terutama kepada dr. Dharma Putra Perjuangan
Banjarnahor, Sp.OG-Subs.KFM yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan kasus ini.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan, kesalahan, dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu
apabila terdapat kata yang tidak berkenan di hati pembaca mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Kritik dan saran yang membangun dapat diberikan kepada
penulis sebagai renungan agar dapat lebih baik lagi kedepannya. Harapan penulis
kedepannya semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca maupun bagi penulis secara pribadi.

Surabaya, 19 Oktober 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

JUDUL......................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Tujuan........................................................................................................1
1.3 Manfaat......................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
RINCIAN KASUS...................................................................................................3
2.1 Status pasien..............................................................................................3
2.2 Subjektif.....................................................................................................3
2.3 Objektif......................................................................................................4
2.4 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................6
2.5 Assessment dan Planning..........................................................................8
2.6 Follow Up..................................................................................................8
BAB III...................................................................................................................11
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................11
BAB IV..................................................................................................................31
KESIMPULAN......................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................32

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan kurang bulan sampai saat ini masih merupakan masalah
di dunia termasuk Indonesia, terkait prevalensi, morbiditas dan mortalitas
perinatal yaitu penyebab utama kematian bayi dan penyebab kedua
kematian setelah pneumonia pada anak di bawah usia lima tahun (Herman
et al., 2020).
Kejadian persalinan kurang bulan berbeda pada setiap negara, di
negara maju seperti Eropa angkanya sekitar 5-11%, sedangkan di USA
sebesar 11,5%, sedangkan di negara yang sedang berkembang angka
kejadiannya masih jauh lebih tinggi, misalnya di Sudan sekitar 31 %, India
sebesar 30%, dan Afrika Selatan yaitu 15% (Osterman et al., 2015).
Berghella (2017) menyatakan bahwa lebih dari satu juta bayi meninggal
karena persalinan kurang bulan setiap tahun didunia atau 1 (satu) bayi
setiap 30 detik.
Di Indonesia angka kejadian persalinan kurang bulan dapat
dicerminkan secara kasar berdasarkan angka kejadian bayi dengan berat
badan lahir rendah (BBLR). Angka kejadian BBLR nasional di rumah
sakit adalah 27,9%), BBLR di Indonesia pada tahun 2013 (10,2%), dan
pada tahun 2015 sebesar 13,03% dengan presentase tertinggi yaitu Maluku
Utara (19,77%), Kalimantan Barat (19,79%) dan Papua Barat (20,27%),
sedangkan terendah di Kepulauan Riau (8,38%), DI. Yogyakarta (8,9%)
dan Bali (9,08%) (BPS, 2015).

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini untuk mengetahui
mengenai persalinan kurang bulan.

1
1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan laporan kasus ini adalah sebagai pedoman
bagi tenaga medis dalam persalinan kurang bulan.

2
BAB II
RINCIAN KASUS

2.1 Status pasien


1. Idenitas Pasien
 Nama : Ny. PAS
 No. RM : 74-68-20
 Umur : 15 tahun 10 bulan
 Alamat : Greges Tambak Pokak Gg Buntu 3
 Status pernikahan : Belum menikah
 Tanggal masuk : 29 September 2023
 Jam masuk : 03.10 WIB
2.2 Subjektif
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD Ponek dengan keluhan kenceng-kenceng
disertai keluar air dan lendir darah sejak 2 jam SMRS. Riwayat trauma
(-), riwayat koitus (-), nyeri BAK (-).
 Kenceng : (+)
 Keluar air : (+)
 Keluar lendir : (+) darah
 Lain-lain : Batuk (-), pilek (-), demam (-), nyeri kepala
(-), mual dan muntah (-), pusing (-), sesak napas (-), mata kabur
(-).
b. Riwayat Menstruasi
 Menarche : 12 tahun
 Nyeri Haid : (-)
 Lama : 7 hari
 Ganti pembalut : 3-4 pembalut/hari (sedang)
 Warna : Merah segar
 Konsistensi : Encer

3
c. Riwayat Imunisasi
 Vaksin COVID 1x
 Vaksin TT 1x
d. Riwayat Penyakit Dahulu
 Jantung (-), Hipertensi (-), Diabetes (-), Asma (-), TBC (-),
Hepatitis (-)
e. Riwayat Penyakit Keluarga
 Jantung (-), Hipertensi (-), Diabetes (-), Asma (-), TBC (-),
Hepatitis (-)
f. Riwayat Penggunaan Obat
 Tidak ada riwayat penggunaan obat
g. Riwayat Perawatan/Operasi
 Tidak ada riwayat perawatan/operasi
h. Riwayat Alergi
 Tidak ada riwayat alergi makanan, obat-obatan, maupun
lainnya
i. Riwayat Obstetri Saat Ini
 HPHT : lupa
 TP :-
 Gerak janin + (awal Juni 2023) ~ 35/36 minggu
 KB :-
 ANC :-
 Status pernikahan : -
j. Riwayat Persalinan
 Hamil ini

2.3 Objektif
1. Keadaan Umum
 Keadaan umum : Baik
 Kesadaran : Compos Mentis

4
 GCS : 4-5-6
 Tampilan : Segar
 TB : 154 cm
 BB pre/ante : 50/53 kg
 BMI : 22.4 (normal)
2. Tanda-tanda Vital
 Tekanan Darah : 124/83 mmHg
 Nadi : 75 x/menit
 Laju Nafas : 20 x/menit
 Suhu : 36,5 C
 SpO2 : 99 % FA
3. Status Umum
Kepala : A/I/C/D -/-/-/-
Thorax
 Inspeksi : Simetris
 Palpasi : Gerak dada simetris, fremitus raba simetris
 Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
 Auskultasi
- Jantung : S1/S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop
(-)
- Paru : Vesikuler +/+ rhonki -/- wheezing -/-
Abdomen
 Inspeksi : Tidak ada kelainan
 Auskultasi : Bising usus (+) dbn
 Palpasi : dbn
 Perkusi : dbn

Ekstremitas
 Sup: Akral hangat kering merah +/+, CRT<2s, edema -/-
 Inf: Akral hangat kering merah +/+, CRT<2s, edema -/-

5
4. Status Obstetri
 TFU : 26 cm
 DJJ : 150x/menit
 His : 3x35”/10 menit
 Leopold : membujur, bagian terendah kepala, sudah masuk
PAP
 TBJ : 2325 g

2.4 Pemeriksaan Penunjang


 NST

6
 Laboratorium darah lengkap, faal hemostasis, PITC program

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Darah Lengkap + DIFF
Hemoglobin 11.2 L g/dL 11.8-15.0
Jumlah 4.65 106/uL 4.00-5.30
Eritrosit
Hematokrit 34.2 L % 35.0-47.0
Jumlah 22.88 H 103/uL 4.50-13.50
Leukosit
Hitung Jenis
Eosinofil 0.4 L % 1.0-5.0
Basofil 0.1 % 0-1
Neutrofil 83.2 H % 32-52
Limfosit 10.1 L % 30-60
Monosit 6.2 H % 1-6
Eosinofil# 0.33 103/uL 0.00-0.40
Basofil# 0.05 103/uL 0.00-0.10
Neutrofil# 4.81 103/uL 1.50-7.00
Limfosit# 3.01 103/uL 1.0-3.7
Monosit# 0.52 103/uL 0.00-0.70
Ratio N/L 1.60 <3.13
jumlah 364 103/uL 150-442
trombosit
MCV 73.5 L fL 81.0-96.0
MCH 24.1 L pg 27.0-36.0
MCHC 33.1 g/L 31.0-37.0
RDW-CV 13.4 % 10.0-15.0
RDW-SD 41.2 fL 37-54
MPV 8.5 fL 6.5-11.0
HFLC 0.5 % 0-1.4
Koagulasi
PT 10.9 detik 9.7-13.1
INR 0.97
APTT 29.2 detik 24.5-32.8
Imunologi
HbsAg 0.21 S/CO S/CO <1000
(CMIA) Non Reaktif Non reaktif

7
Anti HIV
VIROCEK Non Reaktif Non Reaktif
SD BIOSEN -- Non Reaktif
RAPID TES -- Non Reaktif
Hasil Akhir Non Reaktif Non Reaktif

2.5 Assessment dan Planning


Assessment
GIP0000 35/36 mgg + THIU + letak kepala + inpartu kala 1 fase laten +
primimuda + TBJ 2325

Planning
 Infus RD5
 Cek Lab DL, PITC, HbsAg
 NST
 Observasi CHPB
 Evaluasi 6 jam pro SptB (09.10)

2.6 Follow Up
Tanggal Follow Up
29/09/2023 S: Pasien ingin mengejan
04.03 O: KU baik, DJJ : 156x/menit His:
3x40”/10’
VT:10cm/100%/kepala/UUK/kidep/HIII/Ket

A: GIP0000 35/36 mgg + THIU + letak
kepala + inpartu kala 2 + primimuda + TBJ
2325
P: pimpin persalinan
29/09/2023 S: Bayi lahir

8
04.08 O: Bayi lahir sptB/P/2400g/47cm/AS 8-9/
jernih/ BS 36 minggu
A: P0101 PP SptB H0
P: Manajemen Aktif Kala 3 dan inj. Oksitosin
10 IU IM
29/09/2023 S: Plasenta lahir
04.25 O: Plasenta lahir spontan lengkap, perdarahan
200cc, perineum episiotomi +
A: P0101 PP SptB H0
P: perineorafi dan manajemen kala 4
29/09/2023
04.45 109/73 80/36 2jbpst keras 10cc
05.00 108/67 80/36 2jbpst keras 10cc
05.15 112/76 80/36 2jbpst keras 10cc
05.30 118/82 79/36 2jbpst keras 5cc
06.00 121/75 83/36 2jbpst keras 5cc
06.30 119/84 79/36 2jbpst keras -
29/09/2023 S: -
09.00 O: KU baik, TD: 106/62 N: 78 S:36C RR: 20
Edelweis B: -/- tidak nyeri
U: 2jbpst keras
B: - Flatus +
B: +
L: rubra
E: +
A: P0101 PP SptB H0
P: Observasi KU, VS, BUBBLE
30/09/2023 S: -
09.00 O: KU baik, TD: 97/63 N: 95 S:36C RR: 20
B: -/- tidak nyeri

9
U: 2jbpst keras
B: +
B: +
L: rubra
E: +
A: P0101 PP SptB H1
P: Pro KRS

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Persalinan Kurang Bulan


Persalinan kurang bulan atau prematur didefinisikan sebagai
persalinan bayi yang lahir hidup sebelum usia kehamilan 37 minggu. Ada
sub-kategori kelahiran prematur berdasarkan usia kehamilan:
Extremely preterm (kurang dari 28 minggu)
Very preterm (28 hingga kurang dari 32 minggu)
Moderate to late preterm (32 hingga 37 minggu).
Bayi dapat lahir prematur karena persalinan prematur spontan atau karena
adanya indikasi medis untuk merencanakan induksi persalinan atau
kelahiran caesar lebih awal (WHO, 2023).

3.2 Epidemiologi Persalinan Kurang Bulan


Angka persalinan kurang bulan mengalami peningkatan di
Amerika Serikat menyusul penurunan dari tahun 2007 hingga 2014. Pada
tahun 2019, angka kelahiran prematur di Amerika Serikat sebesar 10.2%.
Peningkatan total angka persalinan kurang bulan pada tahun 2017-2018
disebabkan oleh peningkatan persalinan late preterm (usia kehamilan 34-
36 minggu), naik dari 7.2% menjadi 7.3%. Angka persalinan early
premature (2.8%) sebagian besar tetap tidak berubah sejak tahun 2014.
Terdapat disparitas ras dan etnis yang mencolok dalam angka kelahiran
prematur di Amerika Serikat. Pada tahun 2019, perempuan kulit putih
memiliki angka tingkat persalinan prematur sebesar 9.3%. Wanita
Hispanik memiliki nilai sebesar 10%, dan wanita kulit hitam non-Hispanik
memiliki tingkat persalinan kurang bulan 50% lebih tinggi dibandingkan
kedua ras lain, yaitu 14,4% (ACOG, 2021).
Terdapat variasi yang signifikan dalam kejadian kelahiran
prematur di seluruh dunia. Angka kelahiran prematur di 184 negara pada

11
tahun 2010 berkisar antara 5% di beberapa negara Eropa Utara hingga
18% di Malawi. Angka tersebut tertinggi di negara-negara berpendapatan
rendah dan menengah ke bawah (masing-masing rata-rata 11.8% dan
11.3%), sementara angkanya lebih rendah di negara-negara berpendapatan
menengah ke atas dan tinggi (masing-masing 9.4% dan 9.3%). Lebih dari
60% kelahiran prematur di seluruh dunia terjadi di negara dengan sumber
daya rendah dan tingkat kelahiran yang tinggi di Afrika Sub-Sahara dan
Asia Selatan (Purisch & Gyamfi-Bannerman, 2017).

Gambar 3.1 Jumlah Kelahiran Prematur pada Tahun 2010 di Dunia


Sumber: Purisch & Gyamfi-Bannerman, 2017

Prevalensi persalinan kurang bulan di dunia meningkat dari 7,5%


(2 juta kelahiran) menjadi 8,6% (2,2 juta kelahiran). Berdasarkan hasil
Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2017, sekitar
19% kematian bayi di Indonesia disebabkan karena persalinan prematur.
Prevalensi angka kelahiran prematur tahun 2018 sebanyak 29.5 per 1000
kelahiran hidup. Berdasarkan WHO, pada tahun 2021 Indonesia
menempati urutan ke-5 dengan jumlah persalinan prematur terbanyak
yaitu sekitar 657.700 kasus. Berdasarkan Riskesdas (2018) proporsi
persalinan pretermpada kehamilan umur 10-54 tahun mencapai 29,5%,
dengan 26,8% terjadi di perkotaan dan 32,7% terjadi pada masyarakat
yang memiliki tempat tinggal di pedesaan (Rachmantiawan & Rodiani,
2022).

12
3.3 Etiologi dan Faktor Risiko Persalinan Kurang Bulan
 Faktor Maternal
Riwayat Keluarga
Penelitian familial menunjukkan bahwa faktor genetik
mungkin berkontribusi terhadap sekitar 40% Persalinan preterm.
Risiko persalinan preterm secara signifikan lebih tinggi pada ibu
yang punya riwayat lahir prematur dibandingkan ibu yang tidak
lahir prematur. Selain itu, risiko lebih tinggi jika ibu, saudara
perempuan kandung, atau orangtua ibu memiliki riwayat persalinan
(Nadeem et al., 2019).

Riwayat Obstetrik / Prosedur Medis


Riwayat abortus spontan telah dikaitkan dengan KPP
prematur dan persalinan prematur. Jarak antar kehamilan juga
dianggap penting sehubungan dengan tingkat kelahiran prematur:
jarak waktu kurang dari 12 bulan dianggap sebagai faktor risiko
untuk kehamilan berikutnya. Amniosentesis yang dilakukan pada
trimester kedua kehamilan, aborsi yang diinduksi, atau terminasi
sebelum 20 minggu dikaitkan dengan KPP prematur dan persalinan
prematur (14-24 minggu) pada kehamilan berikutnya (Nadeem et
al., 2019).

Etnis dan Predisposisi Suku


Berbagai penelitian telah menunjukkan peningkatan risiko
kelahiran prematur di kalangan perempuan kulit hitam. Tingkat
kelahiran prematur di kalangan warga kulit hitam mencapai 18%,
dibandingkan dengan 11% pada populasi umum Amerika. Hal
yang lebih berbeda terjadi pada kelahiran prematur dini (usia
kehamilan <28 minggu), yaitu 3–4 kali lebih tinggi (Wallenstein et
al., 2018).

13
Prevalensi vaginosis bakterialis (BV, salah satu faktor
terkait PTB), juga lebih tinggi pada perempuan berkulit hitam
dibandingkan perempuan berkulit putih. Selain itu, wanita Afrika-
Amerika dilaporkan memiliki beragam mikrobioma vagina yang
tidak memiliki dominasi spesies Lactobacillus. Oleh karena itu,
mereka lebih rentan terhadap infeksi intrauterin selama kehamilan
dibandingkan dengan penduduk kulit putih (Nadeem et al., 2019).

BMI dan Usia Maternal


Obesitas sebelum hamil merupakan faktor risiko yang
diketahui untuk kelahiran prematur. Penyakit penyerta yang terkait
dengan obesitas, seperti diabetes dan hipertensi, dapat
berkontribusi terhadap hubungan obesitas-kelahiran prematur.
Mekanisme biologis di balik hubungan ini mungkin melibatkan
peradangan patologis dan perubahan perkembangan pembuluh
darah. BMI ibu yang rendah juga merupakan faktor risiko
kelahiran prematur spontan. Asupan nutrisi yang buruk dikaitkan
dengan BMI yang rendah maupun tinggi dan menjadi salah satu
penjelasan potensial atas hubungannya dengan kelahiran prematur
(Wallenstein et al., 2018).
Hubungan antara persalinan kurang bulan dan usia ibu
muda (18-19 tahun) dapat dinilai dengan referensi usia optimal
(antara 25 dan 29 tahun) di Brazil dimana prevalensi kehamilan
remaja tinggi (29%). Risiko PKB ditemukan lebih tinggi pada
wanita berusia < 18 tahun dan > 40 tahun (Nadeem et al., 2019).

 Faktor Plasenta dan Kehamilan


Perkembangan pembuluh darah plasenta yang tidak normal
sering terjadi pada wanita yang melahirkan sebelum cukup bulan.
Gangguan plasentasi juga dapat menyebabkan banyak dampak
buruk pada kehamilan yang terlihat dalam praktik klinis, dan sering

14
kali terjadi bersamaan dengan kelahiran prematur, seperti
hambatan pertumbuhan intrauterin dan preeklampsia. Perdarahan
vagina, yang terisolasi atau berhubungan dengan solusio plasenta
atau plasenta previa, juga meningkatkan risiko kelahiran prematur
(Wallenstein et al., 2018).
Distensi uterus yang berlebihan, yang disebabkan oleh
kehamilan ganda atau polihidramnion, sangat meningkatkan risiko
kelahiran prematur. Lebih dari separuh kehamilan kembar
mengakibatkan persalinan sebelum usia kehamilan 37 minggu,
kemungkinan besar disebabkan oleh distensi mekanis akibat
peningkatan massa janin dan penyakit penyerta lainnya yang
terkait dengan kehamilan ganda. Polihidramnion dan
oligohidramnion merupakan faktor risiko KPP Preterm dan
persalinan prematur. Kelainan anatomi rahim dan intervensi bedah
rahim atau leher rahim sebelumnya juga meningkatkan risiko
kelahiran prematur. Demikian pula, serviks yang pendek dan
insufisiensi serviks mempunyai peningkatan risiko, yang sangat
bervariasi tergantung pada derajat pemendekannya (Wallenstein et
al., 2018).

 Faktor Lingkungan
Infeksi
Lebih dari seperempat kelahiran prematur dapat disebabkan
oleh infeksi intra-amniotik, dimana mikroorganisme mengganggu
homeostasis ibu-janin dan memicu rangkaian sinyal biologis yang
memulai persalinan prematur spontan, KPP Preterm, atau gawat
janin yang mengarah pada indikasi kelahiran prematur.
Mikroorganisme dan komponen seluler imunogeniknya
mengaktifkan reseptor seperti tol, kemokin, dan sitokin, yang
mempengaruhi keseimbangan toleransi ibu-janin dan menyebabkan

15
kontraktilitas uterus, pecahnya selaput ketuban, dan kelahiran
prematur (Wallenstein et al., 2018).

Stress
Beberapa penelitian menemukan bahwa stres ibu, yang
diukur dengan survei peristiwa kehidupan dan/atau penanda
biologis akan menyebabkan aktivasi axis hipotalamus-hipofisis-
adrenal. Perubahan fisiologis yang disebabkan oleh stres termasuk
produksi glukokortikoid dan prostaglandin uterotonik (PG), yang
dapat memicu permulaan persalinan prematur. Secara khusus,
dilaporkan bahwa corticotropin releasing hormone (CRH) adalah
mediator utama persalinan kurang bulan yang disebabkan oleh
stres. CRH dapat menginduksi persalinan prematur dengan
merangsang sintesis dan produksi PGF2α dan PGE2 uterotonik,
yang menyebabkan aktivasi otot rahim (miometrium) dan
permulaan kontraksi persalinan (Nadeem et al., 2019; Wallenstein
et al., 2018).

Nutrisi
Asupan nutrisi yang buruk dikaitkan dengan BMI yang
rendah dan tinggi dan menjadi salah satu penjelasan potensial atas
hubungannya dengan kelahiran prematur. Anemia defisiensi besi,
rendahnya asupan nutrisi seperti asam folat dan vitamin B lainnya,
seng, kalsium, magnesium, dan asam lemak tak jenuh ganda, serta
indeks glikemik makanan yang lebih tinggi juga dikaitkan dengan
peningkatan risiko (Wallenstein et al., 2018).

Polusi dan Toxin


Paparan racun – baik yang disebabkan oleh diri sendiri
maupun lingkungan –telah terbukti meningkatkan risiko kelahiran
prematur. Merokok tembakau selama kehamilan adalah salah satu

16
racun yang paling signifikan. Mekanismenya tidak jelas tetapi
mungkin melibatkan peradangan sistemik (menyebabkan kelahiran
prematur spontan) atau vasokonstriksi plasenta akibat nikotin yang
menyebabkan hambatan pertumbuhan janin, yang pada gilirannya
dapat menyebabkan kelahiran prematur. Alkohol tidak selalu
dikaitkan dengan risiko kelahiran prematur, meskipun kokain dan
zat terlarang lainnya meningkatkan risiko kelahiran prematur,
kemungkinan melalui perubahan aliran darah plasenta dan/atau
solusio plasenta.
Polusi udara lingkungan juga dikaitkan dengan peningkatan
risiko kelahiran prematur. Ada banyak sekali polutan udara yang
telah diselidiki, antara lain ozon, karbon monoksida, sulfur
dioksida, dan timbal. Paparan racun lain, termasuk berbagai
pestisida dan logam berat, juga dikaitkan dengan kelahiran
prematur (Wallenstein et al., 2018).

3.4 Patogenesis Persalinan Kurang Bulan


Mekanisme Akibat Stressor dan HPA Axis
Mekanisme akibat adanya stres fisik maupun psikologi
menyebabkan aktivasi kurang bulan dari aksis HPA ibu dan menyebabkan
terjadinya persalinan kurang bulan. Aksis HPA ini menyebabkan
timbulnya insufisiensi uteroplasenta dan mengakibatkan kondisi stres pada
janin. Stres pada ibu maupun janin akan mengakibatkan peningkatan
pelepasan hormon corticotropin releasing hormone (CRH), perubahan
pada adrenocorticotropic hormone (ACTH), prostaglandin, reseptor
oksitosin, matrix metaloproteinase (MMP), interleukin-8,
cyclooksigenase-2, dehydroepiandrosteron sulfate (DHEAS), estrogen
plasenta dan pembesaran kelenjar adrenal (Herman & Joewono, 2020).

17
Gambar 3.2 Sumber: (Herman & Joewono, 2020).

Mekanisme Akibat Infeksi


Invasi bakteri rongga koriodesidua, yang bekerja melepaskan endotoksin
dan eksotoksin, mengaktivasi desidua dan membran janin untuk
menghasilkan sejumlah sitokin, termasuk tumor necrosis factor,
interleukin-1, interleukin1ß, interleukin-6, interleukin-8, dan granulocyte
colonystimulating factor Selanjutnya, cytokines, endotoxins, dan exotoxins
merangsang sintesis dan pelepasan prostaglandin dan juga mengawali
neutrophil chemotaxis, infiltrasi, dan aktivasi, yang memuncak dalam
sistesis dan pelepasan metalloprotease dan zat bioaktif lainnya.
Prostaglandin merangsang kontraksi uterus sedangkan metalloprotease
menyerang membran korioamnion yang menyebabkan pecahnya ketuban.
Metalloprotease juga meremodeling kolagen dalam serviks dan
melembutkannya (Herman & Joewono, 2020).

Gambar 3.3 Sumber: (Herman & Joewono, 2020).

18
Mekanisme Prostaglandin Dehydrogenase
Jalur yang lain memungkinkan memiliki peranan, seperti contoh;
prostaglandin dehydrogenase dalam jaringan korionik menginaktivasi
prostaglandin yang dihasilkan dalam amnion yang mencegahnya mencapai
miometrium dan menyebabkan kontraksi. Infeksi korionik menurunkan
aktivitas dehidrogenase ini yang memungkinkan peningkatan kuantitas
prostaglandin untuk mencapai miometrium.
Jalur lain dimana infeksi menyebabkan persalinan Kurang bulan
melibatkan janin itu sendiri. Pada janin dengan infeksi, peningkatan
hipotalamus fetus dan produksi corticotropin releasing hormone
menyebabkan meningkatnya sekresi kortikotropin janin, yang kembali
meningkatkan produksi kortisol adrenal fetus. Meningkatnya sekresi
kortisol menyebabkan meningkatnya produksi prostaglandin. Juga, ketika
fetus itu sendiri terinfeksi, produksi sitokin fetus meningkat dan waktu
untuk persalinan jelas berkurang. Namun, kontribusi relatif kompartemen
maternal dan fetal terhadap respon peradangan keseluruhan tidak diketahui
(Herman & Joewono, 2020).

Gambar 3.4 Sumber: (Herman & Joewono, 2020).

19
Mekanisme Perdarahan Plasenta
Mekanisme yang berhubungan dengan perdarahan plasenta dengan
ditemukannya peningkatan emosistein yang akan mengakibatkan kontraksi
miometrium. Perdarahan pada plasenta dan desidua menyebabkan aktivasi
dari faktor pembekuan Xa (protombinase). Protombinase akan mengubah
protrombin menjadi trombin dan pada beberapa penelitian trombin mampu
menstimulasi kontraksi myometrium (Herman & Joewono, 2020).

Gambar 3.5 Sumber: (Herman & Joewono, 2020).

Mekanisme Peregangan Uterus


Mekanisme peregangan berlebihan dari uterus yang bisa disebabkan oleh
kehamilan kembar, polyhydramnion atau distensi berlebih yang
disebabkan oleh kelainan uterus atau proses operasi pada serviks.
Mekanisme ini dipengaruhi oleh IL-8, prostaglandin, dan COX-2 (Herman
& Joewono, 2020).

20
Gambar 3.6 Sumber: (Herman & Joewono, 2020).

3.5 Penegakkan Diagnosis Persalinan Kurang Bulan


Sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis ancaman
persalinan kurang bulan. Tidak jarang kontraksi yang timbul pada
kehamilan tidak benar-benar merupakan ancaman proses persalinan.
Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman persalinan
kurang bulan, yaitu:
 Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7 - 8 menit sekali,
atau 2 - 3 kali dalam waktu 10 menit
 Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain)
 Perdarahan bercak
 Perasaan menekan daerah serviks
 Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan
sedikitnya 2 cm, dan penipisan 50 - 80%
 Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina ishiadika
 Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal
terjadinya persalinan kurang bulan. Terjadi pada usia
kehamilan 22 - 37 minggu (Sarwono, 2010).

21
3.6 Tata Laksana Karsinoma Mammae dalam Kehamilan
Keputusan mengenai penatalaksanaan diambil berdasarkan
perkiraan usia kehamilan, perkiraan berat janin, dan adanya kontraindikasi
untuk menekan persalinan prematur. Tabel 3.1 mencantumkan faktor-
faktor yang menunjukkan bahwa persalinan prematur harus dilakukan
terminasi. Setelah pasien dipastikan tidak memiliki salah satu kondisi ini,
penatalaksanaan persalinan prematur bergantung pada usia kehamilan
janin. Secara umum, penatalaksanaan terbagi dalam 1 dari 2 kategori:
penatalaksanaan konservatif (observasi) atau terminasi (DeCherney et al,
2013).

Tabel 3.1 Kondisi Persalinan Kurang Bulan perlu Terminasi


Faktor Maternal Faktor Fetal
Gangguan Hipertensif Berat Kematian Janin atau Anomali
 Eksaserbasi Hipertensi Kronik Distress Janin
 PEB Infeksi Intrauterine
 Eklamsia EFW ≥ 2500 gram
Gangguan Pulmonal atau Kardiak Erythroblastosis Fetalis atau
 Edema Pulmonal Fetal Hydrops

 Gangguan Katup IUGR Berat

 Takiaritmia
Dilatasi Serviks > 4cm
Perdarahan Maternal
 Abruptio Plasenta
 Plasenta Previa
Sumber : DeCherney et al, 2013

22
 Bed Rest
Peran tirah baring dalam penatalaksanaan persalinan prematur
masih kontroversial. Meta-analisis gagal menunjukkan perpanjangan
kehamilan. Istirahat di tempat tidur dikaitkan dengan peningkatan risiko
tromboemboli ibu. Minimal, tirah baring mungkin disarankan terutama
selama evaluasi awal suatu episode persalinan prematur untuk
memungkinkan pemantauan ketat terhadap janin dan ibu (DeCherney et al,
2013).

 Tokolitik
Tokolitik diindikasikan pada kasus kehamilan tanpa komplikasi
dengan persangkaan persalinan preterm. Tatalaksana untuk mencegah
persalinan dilakukan bila penundaan memberikan manfaat bagi janin.
Tokolisis efektif hanya hingga 48 jam, maka dari itu hanya kehamilan
yang terbukti bermanfaat menunda 48 jam kelahiran yang sebaiknya
mendapatkan tokolisis. Terapi tokolitik dapat memperpanjang kehamilan
dalam jangka pendek, memungkinkan pemberian kortikosteroid antenatal
dan magnesium sulfat untuk neuroprotektan, serta transportasi, jika
diindikasikan, ke fasilitas tersier. Namun, tidak ada bukti bahwa terapi
tokolitik mempunyai efek langsung yang menguntungkan pada outcome
neonatal atau bahwa perpanjangan kehamilan yang diberikan oleh tokolitik
benar-benar menghasilkan manfaat neonatal yang signifikan secara
statistik (ACOG, 2016).
Tokolisis dikontraindikasikan pada risiko yang besar bagi ibu dan
janin terkait memperpanjang kehamilan dibandingkan dengan risiko
kelahiran preterm. Kontraindikasi tokolisis antara lain:
o Kematian janin intrauterin.
o Anomali janin yang bersifat letal.
o Preeklamsia berat atau eklamsia.
o Perdarahan maternal dengan gangguan hemodinamik.
o Korioamnionitis.

23
o Ketuban pecah dini preterm/PPROM.
o Kontraindikasi spesifik terhadap obat tokolisis (POGI, 2019).

Tabel 3.2 Jenis Terapi Tokolitik

Sumber: ACOG, 2016.


 Kortikosteroid
Intervensi yang paling bermanfaat untuk meningkatkan outcome
neonatal pada pasien yang melahirkan prematur adalah pemberian
kortikosteroid antenatal (ACOG, 2016).
Kortikosteroid tunggal dianjurkan untuk wanita hamil dengan usia
kehamilan antara 24 minggu dan 34 minggu yang berisiko melahirkan
dalam 7 hari. Untuk wanita dengan ketuban pecah atau kehamilan ganda
yang berisiko melahirkan dalam waktu 7 hari, pemberian kortikosteroid
tunggal dianjurkan antara usia kehamilan 24 minggu dan 34 minggu.
Pemberian kortikosteroid tunggal dapat dipertimbangkan dimulai pada
usia kehamilan 23 minggu untuk wanita hamil yang berisiko mengalami
kelahiran prematur dalam waktu 7 hari, terlepas dari status ketuban
(ACOG, 2016).
Data terbaru menunjukkan bahwa betametason menurunkan
morbiditas pernapasan bayi baru lahir bila diberikan kepada wanita dalam
periode prematur akhir antara 34 0/7 minggu dan 36 6/7 minggu yang

24
berisiko melahirkan prematur dalam waktu 7 hari dan yang sebelumnya
belum pernah menerima kortikosteroid (ACOG, 2016).
Pengobatan harus terdiri dari dua dosis betametason 12 mg yang
diberikan secara intramuskular dengan selang waktu 24 jam atau empat
dosis deksametason 6 mg setiap 12 jam yang diberikan secara
intramuskular. Karena pengobatan dengan kortikosteroid kurang dari 24
jam masih dikaitkan dengan penurunan morbiditas dan mortalitas neonatal
yang signifikan, dosis pertama kortikosteroid antenatal harus diberikan
bahkan jika kemampuan untuk memberikan dosis kedua kecil
kemungkinannya, berdasarkan skenario klinis (ACOG, 2016).

 Neuroprotektan
Direkomendasikan pemberian MgSO4 untuk mengurangi
morbiditas neurologi. Pemberian MgSO4 sebagai neuroprotektif dengan
dosis loading 4gram bolus intravena dalam waktu 15 menit. Pemberian
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan yakni infus 1 gram per jam hingga
kelahiran atau selama 24 jam (sesuai dengan yang tercepat) (POGI, 2016).
Mekanisme MgSO4 sebagai agen neuroprotektif belum
sepenuhnya diketahui. Beberapa teori menyatakan MgSO4 menghalangi
reseptor N-methyl-D-aspartic (NMDA) yang penting pada terjadinya
proses cedera oligodendrosit glial pada daerah putih di periventrikular.
Selain itu MgSO4 juga bersifat protektif terhadap jaringan terhadap
radikal bebas, sebagai vasodilator, menurunkan instabilitas vaskular,
mencegah kerusakan akibat hipoksia, melemahkan sitokin atau asam
amino yang menginduksi kerusakan sel dan juga beraksi sebagai anti
apoptosis (POGI, 2016).
Kandidat magnesium yang optimal untuk indikasi ini belum
ditentukan dengan jelas, namun masuk akal untuk menawarkan
magnesium sulfat kepada wanita mana pun yang memiliki usia berusia
antara 240/7 dan 320/7 minggu segera sebelum melahirkan untuk

25
mengurangi risiko hasil neurologis yang merugikan (DeCherney et al,
2013).

 Antibiotik
Terapi antibiotik sebagai pengobatan persalinan prematur dan cara
memperpanjang kehamilan telah diteliti dan tidak menunjukkan manfaat
dalam menunda kelahiran prematur pada populasi pasien ini. Pasien
dengan persalinan prematur harus mulai diberikan antibiotik untuk
pencegahan infeksi GBS neonatal jika status GBS pasien positif atau tidak
diketahui. Penisilin atau ampisilin digunakan sebagai agen lini pertama;
cefazolin, klindamisin, eritromisin, atau vankomisin dapat digunakan jika
pasien alergi terhadap penisilin. Jika pasien berhasil melakukan tokolisis
dan tidak ada tanda akan segera melahirkan atau jika kultur GBS
rektovaginal pasien yang terbaru (dalam 5 minggu) negatif, profilaksis
GBS dapat dihentikan (DeCherney et al, 2013).

 Terminasi Persalinan
Bayi prematur yang berusia kurang dari 34 minggu harus
dilahirkan di rumah sakit yang dilengkapi dengan perawatan intensif
neonatal jika memungkinkan, karena pemindahan antar rumah sakit
setelah lahir lebih berbahaya.
Meskipun rute persalinan untuk bayi dengan berat badan lahir
sangat rendah telah diperdebatkan, tidak ada bukti konklusif mengenai
manfaat persalinan sesar rutin. Indikasi operasi caesar adalah indikasi
obstetri yang umum, termasuk status janin yang tidak meyakinkan,
malpresentasi, dan riwayat operasi caesar sebelumnya (DeCherney et al,
2013).
Jika diindikasikan persalinan sesar, keputusan untuk melakukan
operasi didasarkan pada kematangan janin dan prognosis kelangsungan
hidup. Dalam kasus-kasus borderline (usia kehamilan 23-24 minggu dan
berat badan 500-600 g EFW), keinginan orang tua sehubungan dengan

26
intervensi mempunyai peranan yang penting. Saat melakukan persalinan
sesar, penting untuk memastikan bahwa sayatan rahim cukup untuk
mengeluarkan janin tanpa penundaan atau trauma yang tidak perlu. Hal ini
mungkin memerlukan sayatan vertikal ketika segmen bawah rahim belum
berkembang sempurna.
Ketika kelahiran terjadi setelah penggunaan obat tokolitik
parenteral tidak berhasil, ingatlah potensi sisa efek samping obat ini. Agen
β-Adrenergik dapat menyebabkan hipotensi neonatal, hipoglikemia,
hipokalsemia, dan ileus. Magnesium sulfat mungkin bertanggung jawab
atas depresi pernafasan dan jantung (DeCherney et al, 2013).

Gambar 3.7 Alur Tatalaksana Persalinan Kurang Bulan

3.7 Komplikasi Persalinan Kurang Bulan


Komplikasi Ibu
Persalinan prematur telah dikaitkan dengan peningkatan risiko mortalitas
dan morbiditas kardiovaskular, biasanya bertahun-tahun setelah
melahirkan karena alasan yang tidak jelas (Suman & Luther, 2022).

27
Komplikasi Bayi
Persalinan prematur berhubungan dengan gangguan perkembangan saraf
yang meliputi gangguan kemampuan kognitif, defisit motorik, cerebral
palsy, serta gangguan penglihatan dan pendengaran. Risiko ini meningkat
seiring dengan menurunnya usia kehamilan. Masalah perilaku seperti
kecemasan, depresi, gangguan spektrum autisme, dan ADHD juga
berhubungan dengan persalinan prematur (Suman & Luther, 2022).

Komplikasi Neonatal
Ini termasuk enterokolitis nekrotikans, perdarahan intraventrikular,
displasia bronkopulmoner, ARDS, retinopati ketidakdewasaan,
pertumbuhan lemah, dan adanya kelainan kongenital (Suman & Luther,
2022).

3.8 Pencegahan Persalinan Kurang Bulan


Pencegahan Persalinan preterm dapat digambarkan menurut model
kesehatan masyarakat sebagai tersier (intervensi aktif pada pasien),
sekunder (identifikasi dan pengobatan untuk individu dengan peningkatan
risiko), atau primer (pencegahan dan pengurangan risiko) (DeCherney et
al, 2013).

Progesteron
Meningkatnya aktivitas progesteron endogen telah diketahui sangat
bermanfaat dalam perkembangan dan menjaga kehamilan. Sekitar tahun
1960, sebuah studi mendapatkan menurunnya progesteron endogen (P4)
berhubungan dengan onset persalinan termasuk persalinan preterm. Sejak
saat itu P4, komponen sintetis seperti 17 -hydroxy progesterone caproate
(17-OHPC) dan progesteron lainnya telah diuji kemampuannya pada
percobaan klinis dalam mencegah persalinan preterm (POGI, 2019).

28
Menurut panduan ACOG, perempuan hamil tunggal dengan
riwayat persalinan preterm dapat diberikan suplementasi progesteron
mulai dari 16–24 minggu usia kehamilan untuk mengurangi risiko
persalinan preterm, tanpa melihat hasil pemeriksaan panjang serviks.
Progesteron vagina dapat diberikan untuk mencegah persalinan preterm
pada perempuan asimtomatik dengan kehamilan tunggal dengan panjang
serviks ≤20 mm pada usia kehamilan ≤24 minggu tanpa memandang
riwayat persalinan sebelumnya. Progesteron tidak direkomendasikan pada
kehamilan ganda karena tidak menurunkan risiko persalinan preterm
(POGI, 2019).

Cerclage Serviks
Dua meta-analisis menunjukkan cerclage bermanfaat menurunkan
kejadian kelahiran preterm, morbiditas dan mortalitas perinatal pada
pasien dengan riwayat kelahiran preterm dan serviks yang pendek pada
pemeriksaan ultrasonografi transvaginal. Pada perempuan tanpa riwayat
kelahiran preterm sebelumnya dan panjang serviks kurang dari 25 mm
pada usia kehamilan 16-24 minggu, pemasangan sirklase tidak
menurunkan kejadian kelahiran preterm secara signifikan. Tatalaksanan
kombinasi antara sirklase dan progesteron belum memiliki bukti lebih baik
dibandingkan monoterapi untuk mencegah persalinan preterm.
Pada ACOG cerclage dapat dipertimbangkan pada kehamilan
tunggal dengan salah satu keadaan berikut:
 Riwayat inkompentensi serviks (dilatasi serviks tanpa nyeri) pada
kehamilan sebelumnya.
 Riwayat cerclage karena inkompetensi serviks pada kehamilan
sebelumnya.
 Pasien dengan gejala inkompentesi serviks.
 Pasien dengan panjang serviks kurang dari 25 mm pada usia kehamilan
kurang 24 minggu dan memiliki riwayat kelahiran preterm di kehamilan
sebelumnya.

29
Pemberian salah satu antara sirklase dan progesteron vagina dapat
ditawarkan pada pasien hamil tunggal dengan panjang serviks kurang dari
25 mm pada usia kehamilan 16-24 minggu dengan riwayat PPROM pada
hamil sebelumnya atau memiliki riwayat trauma pada serviks. Pada pasien
dengan panjang serviks kurang dari 25 mm tanpa riwayat persalinan
preterm sebelumnya tidak direkomendasikan untuk dilakukan sirklase.
Pasien tersebut dapat ditawarkan pemberian progesteron vaginal untuk
menurunkan risiko persalinan preterm (POGI, 2019).

3.9 Prognosis Persalinan Kurang Bulan


Bayi yang lahir dari persalinan preterm memiliki prognosis yang
buruk. Secara global neonatus preterm menduduki posisi pertama yang
dirawat di Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dengan waktu perawatan
terlama di rumah sakit daripada penyakit lainnya. Lebih dari satu bayi
dalam 10 kelahiran hidup setiap tahunnya lahir secara prematur. 35%
persalinan preterm menjadi penyebab utama tunggal kematian neonatus
dan menjadi penyebab kedua tersering kematian balita. Komplikasi yang
dihasilkan oleh persalinan preterm berupa biaya yang besar bagi negara di
bidang kesehatan, orang tua pasien dan sosial. Selain itu, satu per tiga bayi
yang lahir preterm menderita gangguan neurologis berat jangka panjang
berupa cerebral palsy atau retardasi mental. Oleh sebab itu, prioritas utama
pelayanan kesehatan adalah prediksi dan upaya pencegahan persalinan
preterm. (Mekonen et al, 2019; Halimi et al, 2017).

30
BAB IV
KESIMPULAN

Ny. PAS, 15 tahun 10 bulan, datang ke IGD Ponek dengan keluhan kenceng-
kenceng disertai keluar air dan lendir darah sejak 2 jam SMRS. Riwayat trauma (-
), riwayat koitus (-), nyeri BAK (-). Pasien di diagnosis dengan GIP0000 35/36
mgg + THIU + letak kepala + inpartu kala 1 fase laten + primimuda + TBJ 2325,
dan diberikan planning NST, Infus RD5, Cek Laboratorium DL, PITC, HbsAg,
serta observasi CHPB dan evaluasi 6 jam pro SptB, kemudian mempersiapkan
NICU untuk ancaman bayi lahir prematur.

31
DAFTAR PUSTAKA

ACOG. (2016). Management of Preterm Labor : ACOG Practice Bulletin No.


171. Obstetrics & Gynecology, 128(4), e155–e164.
https://doi.org/10.1097/AOG.0000000000001711
ACOG. (2021). Prediction and Prevention of Spontaneous Preterm Birth : Practice
Bulletin ACOG No. 234. Obstetrics & Gynecology, 138(2), e65-e90.
https://doi.org/10.1097/aog.0000000000004479
Berghella V. (2017). Obstetric evidance based guidlines third edition. CRC Press.
Philadelphia, Pennsylvania USA.
BPS (2015). Profil kesehatan ibu dan anak. Badan Pusat Statistik. Jakarta
DeCherney, A., Nathan, L., Goodwin, T. M., Laufer, N., & Roman, A. (2013).
Current Diagnosis & Treatment: Obstetrics & Gynecology (11th ed.).
McGraw Hill Professional.
Herman, S. & Joewono, H. T. (2020). Buku Acuan Persalinan Kurang Bulan
(Prematur). Kendari: Yayasan Avicenna
Nadeem, L., Lye, S. J., & Shynlova, O. (2019). Genetics and Genomics of
Preterm Birth. In Human Reproductive and Prenatal Genetics (pp.
335-360). Academic Press.
Osterman MJK, Kochanej KD, MacDorman MF, Strobino DM, Guyer B. (2015).
Annual summary of vital statistics: 2012-2013. Pediatrics
POGI. (2019). Panduan Persalinan Preterm. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia.
Purisch, S. E., & Gyamfi-Bannerman, C. (2017). Epidemiology of preterm birth.
Seminars in Perinatology, 41(7), 387-391.
https://doi.org/10.1053/j.semperi.2017.07.009
Rachmantiawan & Rodiani. (2022). Persalinan Preterm pada Kehamilan Remaja.
Lampung. Jurnal Penelitian Profesional
Sarwono (2010). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo

32
Suman, V. & Luther, E.E. Preterm Labor. [Updated 2022 Aug 8]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536939/
Wallenstein, M. B., Carmichael, S. L., & Stevenson, D. K. (2018). Prematurity
and Stillbirth. In Avery's Diseases of the Newborn (10th ed., pp. 78-
81e3). Elsevier.
WHO (2023). Preterm Birth. World Health Organization

33

Anda mungkin juga menyukai