Anda di halaman 1dari 44

CASE REPORT SESSION (CRS)

*Kepaniteraan Klinik Senior / G1A218057 / Februari 2020


**Pembimbing / dr. Mustarim, Sp.A(K).,M.Si.Med

Demam Berdarah Dengue Grade II

Dean Grestama, S.Ked *


dr. Mustarim, Sp.A(K).,M.Si.Med **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020

1
HALAMAN PENGESAHAN

Case Report Session (CRS)

Demam Berdarah Dengue Grade II

Oleh
Dean Grestama, S.Ked
G1A218057

Telah diterima dan dipresentasikan sebagai salah satu tugas


Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Raden Mattaher Jambi
Program Studi Profesi Dokter Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Jambi, Februari 2020

Pembimbing

dr. Mustarim, Sp.A(K).,M.Si.Med

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Case Report
Session (CRS) ini dengan judul “Demam Berdarah Dengue Grade II”. Laporan ini
merupakan bagian dari tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu kesehatan
Anak RSUD Raden Mattaher Jambi.
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dr. Mustarim, Sp.A(K).,M.Si.Med selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan sehingga laporan Case Report Session ini dapat terselesaikan
dengan baik dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Case
Report Session ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada laporan Case
Report Session ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan laporan ini. Sebagai penutup semoga kiranya Case Report Session
ini dapat bermanfaat bagi kita khususnya dan bagi dunia kesehatan pada umumnya.

Jambi, Februari 2020

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD/Dengue Hemmoragic Fever) merupakan


masalah kesehatan yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis, terutama di daerah
perkotaan. DBD merupakan penyakit dengan potensi fatalitas yang cukup tinggi,
yang ditemukan pertama kali pada tahun 1950an di Filipina dan Thailand, saat ini
ditemukan di sebagian besar negara di Asia. Jumlah negara yang mengalami wabah
DBD telah meningkat empat kali lipat setelah tahun 1995. Sebagian besar kasus DBD
menyerang anak-anak. Angka fatalitas kasus DBD dapat mencapai lebih dari 20%,
namun dengan penanganan yang baik dapat menurun hingga kurang dari 1% (WHO,
2008).1
Di Indonesia, DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 30
tahun terakhir. Jumlah kasus DBD pada tahun 2007 telah mencapai 139.695 kasus,
dengan angka kasus baru (insidensi rate) 64 kasus per 100.000 penduduk. Total kasus
meninggal adalah 1.395 kasus/Case Fatality Rate sebesar 1% (Depkes RI, 2008).
Pada saat ini kasus DBD dapat ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia dan 200
kota telah melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD (Depkes RI, 2008).1
Pada tahun 2017 jumlah kasus DBD dindonesia yang dilaporkan sebanyak
68.407 kasus dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 493 orang sedangkan pada
tahun 2016 terdapat 204.171 kasus. Provinsi dengan jumlah kasus tertinggi terjadi di
3 provinsi dipulau jawa.jawa barat total kasus sebanyak 10.016 kasus, jawa Timur
sebanyak 7.838 kasus dan jawa tengah 7.400 kasus. Berikut ini adalah laporan kasus
mengenai demam berdarah dengue pada seorang anak perempuan berumur 9 tahun
yang datang ke RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi.

4
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI
Nama : An. M. Taufik
Tanggal lahir : 10 Desember 2010
Umur : 9 tahun 1 bulan
BB : 29 kg
TB : 134 cm
Jeniskelamin : Laki-laki
Alamat : Seberang Jambi
MRS tanggal : 18 Januari 2020 di RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi

Orang tua
Ayah : Tn. Gunawan
Usia : 40 tahun
Alamat : Seberang Jambi
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Ibu : Ny. Emi
Usia : 38 tahun
Alamat : Seberang Jambi
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT

5
II. ANAMNESA
Alloanamnesis dilakukan dengan Ibu dan penderita pada hari selasa, 18 Januari
2020.
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : Demam sejak 3 hari SMRS
Keluhan Tambahan :
b. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan demam tinggi sejak ±3 hari SMRS,
demam timbulnya mendadak, demam dirasakan terus menerus walaupun
sudah diberi obat penurun panas demam sempat turun namun demam kembali,
demam disertai menggigil, demam tidak dipengaruhi oleh waktu, pasien juga
mengeluhkan nafsu makan menurun.
± 2 hari SMRS pasien mengeluhkan mata terasa panas (+), nyeri perut
(+) mual (+) muntah (-),batuk kering (+), pilek(+).
± 1 hari SMRS pasien mengeluhkan hidungnya mimisan, mimisan
sebanyak 2 kali. BAB normal, BAK lancar. Riwayat kejang demam (-),
riwayat BBLR (-), ASI eksklusif (+), riwayat imunisasi wajib lengkap (+).

c. Riwayat Penyakit dahulu


Riwayat demam tinggi, mimisan sebelumnya (-).
Riwayat mimisan (-)
d. Riwayat Penyakit keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama (-)
e. Status Neonatologi dan Tumbuh Kembang
Pasien lahir di rumah sakit ditolong bidan secara spontan dan ketuban
berwarna jernih. Berat badan lahir (BBL) dan panjang badan lahir (PBL) tidak
diingat oleh orang tua. Riwayat pemberian Vit. K (+) dan vaksin hepatitis B
(+). Riwayat berbalik saat 3 bulan, duduk saat 7 bulan, gigi pertama pasien
muncul saat berumur 12 bulan dan mulai berbicara satu suku kata saat 12
bulan.
Status Gizi :
a. Makanan

6
Sebelum yang dialami saat ini, kebiasaan/pola makan pasien menurut
orang tua baik. Pasien sering memakan jajanan di sekolahnya.
b. Antropometri
BB : 29 kg
TB : 134 cm

Status Gizi Menurut CDC 2000


BB/TB
Anak usia 9 tahun 4 bulan, dengan :
BB : 29 kg
PB : 134 cm
BB/U : P 50
PB/U : P 25-50
BB/PB : 100% (Gizi Baik)

d. Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit


1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan : 38- 39 Minggu (Cukup Bulan)
Partus : Spontan
Tempat : Dirumah
Ditolong oleh : Bidan
Tanggal : 10 Desember 2010
BBL : 3000 gram
PB : 48 cm
2. Riwayat Makanan
ASI : (+) 6 bulan ekslusif
Susu Botol/kaleng : (-)
Nasi lembek : (+)
Nasi Biasa : (+)
Daging, Ikan dan telur : (+)
Sayur : (+)
Buah : (+)
Kesan : kualitas dan kuantitas makan cukup
3. Riwayat Imunisasi

7
BCG : 1 kali , baru lahir
Polio : 4 kali, usia 0, 2, 4, 6 bulan
DPT : 3 kali, usia 2, 4, 6bulan
Campak : 1 kali, usia 9 bulan
Hepatitis : 3 kali, usia 0, 1, 6 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
4. Riwayat Keluarga :
Perkawinan :-
Umur :-
Pendidikan : Ayah SMA, Ibu SMA
Penyakit yang diderita : -
Saudara : 1 orang (tidak ada memiliki keluhan yang
sama)
5. Riwayat Perkembangan Fisik
Berbalik : Bisa
Tengkurap : Bisa
Merangkak : Bisa
Duduk : Bisa
Berdiri : Bisa
Berjalan : Bisa
Berbicara : Bisa
Kesan :Normal (Tidak ada keterlambatan)
6. Riwayat Perkembangan Mental
Isap Jempol : (+)
Ngompol : (+)
Sering mimpi : (+)
Aktifitas : Aktif
Membangkang :(-)

Ketakutan : (-)
7. Riwayat Penyakit yang pernah di derita
Parotitis : (-) Muntah berak : (-)
Pertusis : (-) Asma : (-)

8
Difteri : (-) Cacingan : (-)
Tetanus : (-) Patah tulang : (-)
Campak : (-) Jantung : (-)
Varicella : (-) Sendi bengkak: (-)
Thypoid : (-) Kecelakaan : (-)
Malaria : (-) Operasi : (-)
DBD : (-) Keracunan : (-)
Demam menahun : (-) Sakit kencing : (-)
Radang paru : (-) Sakit ginjal : (-)
TBC : (-) Kejang : (-)
Perut Kembung : (-) Lumpuh : (-)
Alergi : (-) Otitis Media : (-)
Batuk/pilek : (+) DM : (-)

III. PEMERIKSAAN FISIS


A. PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Posisi : Terlentang
BB : 29 kg
PB : 134 cm
Edema :-
Sianosis :-
Dyspnoe :-
Ikterus :-
Anemia :-
Suhu : 37,9 º C
Respirasi : 27 x/ menit
Tipe pernapasan : Abdominotorakal
Turgor : Baik
Tekanandarah : 100/70 mmHg
Nadi
Frekuensi: 100 x/ menit Isi/kualitas : cukup

9
Equalitas :- Pulsusceller: -
Regularitas : - Pulsusmagnus :-
Pulsusdefisit: - Pulsusparvus :-
PulsusAlternan:- Pulsusbigerminus : -
Pulsusparadox:- Pulsustrigeminus: -
Pulsustardus :-

KULIT
Warna : sawomatang Pustula :-
Hipopigmentasi: - Sikatriks :-
Hiperpigmentasi: - Edema :-
Ikterus :- Eritema :-
Bersisik :- Haemangioma : -
Makula :- Ptechiae :
Papula :- -
Vesikula :-

B. PEMERIKSAAN KHUSUS
KEPALA Cranio tabes :-
Bentuk : normocephal
Rambut :lurus MUKA
Warna : hitam Romanmuka : dbn
Tebal / tipis :Tebal Bentukmuka : dbn
Jarang/ tidak(distribusi) Sembab :-
:Jarang Simetris :+

MudahRontok: - ALIS
Kehalusan :- Kerapatan : dbn
Alopesia :- Mudahrontok : -
Sutura : dbn Alopesia :-
Fontanella mayor: -
Fontanellaminor: - MATA
Cracked pot sign: - Sorot mata :biasa

10
Hipertelorisme :- Refleks :
Sekret :- +
Pemanahan :-
Endophthalmus : - SKLERA
Exophthalmus : - Ikterus :
Nistagmus :- -
Starbismus :-
IRIS
KELOPAK MATA Bentuk : bulat
Cekung :- Warna :hitam
Edema :-
Ptosis :- PUPIL
Lagoftalmus :- Bentuk : simetris
Kalazion :- Ukuran :
Ektropion :- 3 mm
Enteropion :- Isokor :+
Haemangioma :- RefleksCahayaLangsung :
Hordeolum :- +
Refleks cahaya tdk langsung :
KONJUNGTIVA +
Pelebaran Vena :
-
PerdarahanSubkonjungtiva : TELINGA
- Bentuk : simetris
Infeksi : Kebersihan : cukup
- Sekret :-
Bitot Spot : Tophi :-
- Membran tympani :-
Xerosis : Nyeri tekan mastoid : -
- NyeritarikDauntelinga: -
Ulkus :
- HIDUNG

11
Bentuk : dbn, Coryza :-
nafas cuping hidung (-) Mukosa Edema :-
SaddleNose :- Epistaksis :-
Gangren :- Deviasi Septum :-

C. ANAMNESA ORGAN
KEPALA Rhagaden :-
Sakit kepala :- Lidah kotor :-
Rambut rontok :-
Lain-lain :- TENGGOROKAN
Sakit menelan :-
MATA Suara serak :-
Rabunsenja :-
Mata merah :- LEHER
Bengkak :- Kaku kuduk :-
Tortikolis :-
TELINGA Parotitis :-
Nyeri :-
Sekret :- MULUT
Gangguan pendengaran: - BIBIR
Tinitus :- Bentuk : dbn
Warna : merah
HIDUNG Ukuran : dbn
Epistaksis :+ Ulkus :-
Kebiruan :- Rhagaden :-
Penciuman :+ Sikatriks :-
Cheitosis :-
GIGI MULUT Sianosis :-
Sakit gigi :- Labioschiziz :-
Sariawan :- Bengkak :-
Gangguan mengecap : - Vesikel :-
Gusi berdarah :- Oral trush :-
Sakit membuka mulut : - Trismus :-

12
Bercak koplik :- FARING-TONSIL
Palatoschizis :- Warna :-
Edema :-
GIGI
Selaput :-
Kebersihan : cukup
Pembesaran tonsil : -
Karies :-
Ukuran :-
Hutchinson :-
Simetris :-
Gusi :-

LEHER
LIDAH
INSPEKSI
Bentuk : dbn
Struma :-
Gerakan : dbn
Bendungan vena :-
Tremor :-
Pulsasi :-
Warna :merah
Limphadenopati :-
muda
Tortikolis :-
Selaput :-
Bullneck :-
Hiperemis :-
Parotitis :-
Atrofi papil :-
Makroglosia :-
PALPASI
Mikroglosia :-
Kakukuduk :-
Pergerakan :-
Struma :

13
Thoraks
 Jantung
Inspeksi  Iktuskordis : tidakterlihat
Palpasi  Apeks : Teraba,
Thrill :Pada ICS II parasternal kiri
Perkusi  Batas kananatas : ICS II lineaparasternalisdextra
Batas kananbawah: ICS IV lineaparasternalisdextra
Batas kiriatas : ICS II lineamidclaviculasinistra
Batas kiribawah : ICS VIII lineaaxilaris anterior kiri
Auskultasi  Suaradasar : S1-S2reguler
Bising : murmur (-), gallop (-).
 Paru
Inspeksi  Bentuk : Simetris
Retraksi :-
Dispnea :-
Pernapasan : thorako abdominal
Sternum : Ditengah
Palpasi  Fokal fremitus : Getaran sama antara kiri dan kanan
Perkusi  : Sonor / Sonor
Auskultasi  Suara nafas dasar : Vesikuler (+/+)
Suara nafas tambahan :Ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
Abdomen
Inspeksi  Bentuk : Datar
Umbilikus : tidak menonjol
Turgor : Cepat kembali
Palpasi  Nyeri tekan : + kuadran kanan atas
Nyeri lepas :-
Hepar : tidakteraba
Lien : tidakteraba
Massa : tidakteraba
Perkusi  Timpani / pekak : timpani

14
Asites :-
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
 Umum : Akral atas dan bawah hangat, edema (-),
sianosis (-).

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan darah rutin pada tanggal 12 Agustus 2019
HASIL Normal
RBC 5.38 x 106/mm3 4-10
HGB 13.8 g/dL 11 – 15
HCT 43.5 % 35 – 50
PLT 113 x 109/L 100 – 300
WBC 1.88 x 109/L 4.0 – 10.0
GDS 70 mg/dl ≤ 140

V. DIAGNOSA KERJA

DBD Grade II

VI. PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 3cc/kgBB/jam
- Inj. Omeprazole 2 x 15 mg + NS 3cc
- Inj. Paracetamol 4x300 ( T≥38.5 )
- Darah rutin tiap 12 jam
- Cek widal
- Ambroxol 3x1/2 tab
- Cetirizin 1x10 mg
- Observasi keadaan umum dan tanda tanda vital tiap 3 jam

VII. FOLLOW UP

TANGGAL SUBJECTIVE (S), INSTRUKSI/IMPLEMENTASI

15
OBJECTIVE (O),
ASSESMENT (A),
PLANNING (P)
: Demam (+), nyeri perut (+),
mimisan (+), Batuk (+),
Pilek (+)
R/
: Status vital :
- IVFD RL 3cc/kgBB/jam
TD : 100/70 mmHg
- Inj. Omeprazole 2 x 15 mg
N :100x/menit
+ NS 3cc
RR : 27x/menit
- Inj. Paracetamol 4x300
T : 37,90C
( T≥38.5 )
: DBD grade II
18/01/2020 - Darah rutin tiap 12 jam
: Cek DR
Hari rawat 1 - Cek widal
HASIL Normal
5.38 x - Ambroxol 3x1/2 tab
RBC 4-10
106/mm3 - Cetirizin 1x10 mg
11 – - Observasi keadaan umum
HGB 13.8 g/dL
15 dan tanda tanda vital tiap 3
HCT 43.5 % 35 – 50
113 x 100 - jam
PLT
109/L 300
1.88 x 4.0 –
WBC
109/L 10.0
GDS 87 mg/dl ≤ 140
19/01/2020 : Demam (+), Batuk (+) R/
Hari rawat 2 mimisan (-), nyeri perut (+) - IVFD RL 3cc/kgBB/jam
: Status vital : - Inj. Omeprazole 2 x 15
TD : 100/70 mmHg mg + NS 3cc
N : 80x/menit - Inj. Paracetamol 4x300
P : 22x/menit ( T≥38.5 )
S : 37.70C - Darah rutin tiap 12 jam
: DBD grade II - Ambroxol 3x1/2 tab
: Cek DR - Cetirizin 1x10 mg

16
HASIL Normal
5.22 x
RBC 4-10
106/mm3
13.1 11 – - Observasi keadaan
HGB
g/dL 15 umum dan tanda tanda
HCT 41.7 % 35 – 50 vital tiap 3 jam
76 x 100 -
PLT - Banyak minum
109/L 300
WB 1.77 x 4.0 –
C 109/L 10.0
S : Demam (-), Batuk (+)
mimisan (-), nyeri perut
(-)
: Status vital : R/

TD : 100/70 mmHg - IVFD RL 3cc/kgBB/jam

N : 96x/menit - Inj. Omeprazole 2 x 15

RR : 28x/menit mg + NS 3cc

T : 36,70C - Inj. Paracetamol 4x300

Petechie (-) ( T≥38.5 )


20/01/2020
: DBD grade II - Darah rutin
HARI KE –
: Cek DR - Ambroxol 3x1/2 tab
3
HASIL Normal - Cetirizin 1x10 mg
5.19 x - Observasi keadaan
RBC 4-10
106/mm3 umum dan tanda tanda
13.4 11 –
HGB vital tiap 3 jam
g/Dl 15
Banyak minum
HCT 42 % 35 – 50
73 x 100 -
PLT
109/L 300
WB 1.8 x 4.0 –
C 109/L 10.0
21/01/2020 : Demam (-), mimisan (-), R/
Hari rawat 4 nyeri perut (-), batuk (-) - Assesment rawat jalan
: Status vital :

17
TD : 100/70 mmHg
N : 88x/menit
P : 25x/menit
S : 370C
: DBD grade II
: -

VIII. PROGNOSIS
- Ad vitam : Dubia ad bonam
- Ad fungsionam : Dubia ad bonam
- Ad sanationam : Dubia ad bonam

18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dangue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty.
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus
Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan dapat juga ditularkan oleh
Aedes albopictus, yang ditandai dengan : Demam tinggi mendadak, tanpa sebab
yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, manifestasi perdarahan,
termasuk uji Tourniquet positif, trombositopeni (jumlah trombosit ≤ 100.000/µl),
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥ 20%), disertai dengan atau tanpa
perbesaran hati.
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom
renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang sering
menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian pada banyak orang penyakit ini
di sebabkan oleh virus dengue dan di tularkan oleh nyamuk aedes aegypti.
Nyamuk ini tersebar luas di rumah-rumah, sekolah dan tempat-tempat umum
lainnya seperti tempat ibadah, restoran, kantor, balai desa dan lain-lain sehingga
setiap keluarga dan masyarakat mengandung risiko untuk ketularan penyakit
DBD. Obat untuk penyakit DBD belum ada, dan vaksin untuk pencegahannya
juga belum ada, sehingga satusatunya cara untuk memberantas penyakit ini adalah
dengan memberantas nyamuk aedes aegypti.

3.2 Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-
tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, World Health
Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus
DBD tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

19
masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di
Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah
seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk.
Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya
pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya
meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit
ini menyebar luas ke seluruh Indonesia. Di Indonesia DBD telah menjadi masalah
kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi
peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD,
dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada
tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada
laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada
tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009. Peningkatan
dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan disebabkan oleh mobilitas
penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim,
perubahan kepadatan dan distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya
yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
3.3 Etiologi
Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue, yang
merupakan virus dari famili Flaviviridae. Terdapat 4 jenis virus dengue yang
diketahui dapat menyebabkan penyakit demam berdarah. Keempat virus tersebut
adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Gejala demam berdarah baru muncul
saat seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu dari empat jenis virus
dengue mengalami infeksi oleh jenis virus dengue yang berbeda. Sistem imun
yang sudah terbentuk di dalam tubuh setelah infeksi pertama justru akan
mengakibatkan kemunculan gejala penyakit yang lebih parah saat terinfeksi untuk
ke dua kalinya. Seseorang dapat terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis virus dengue
selama masa hidup, namun jenis virus yang sama hanya dapat menginfeksi satu
kali akibat adanya sistem imun tubuh yang terbentuk.
Virus dengue dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan vektor
pembawanya, yaitu nyamuk dari genus Aedes seperti Aedes aegypti betina dan

20
Aedes albopictus. Aedes aegypti adalah vektor yang paling banyak ditemukan
menyebabkan penyakit ini. Nyamuk dapat membawa virus dengue setelah
menghisap darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa
inkubasi virus di dalam nyamuk selama 8 - 10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat
mentransmisikan virus dengue tersebut ke manusia sehat yang digigitnya.

3.4 Patogenesis
Hipotesis infeksi heterolog sekunder oleh Halstead pada tahun 1973 (the
secondary heterologous infection hypothesis atau the sequential infection
hypothesis) sampai saat ini masih dianut oleh sebagian besar sarjana sebagai
konsep patogenesis terjadinya DHF. Berdasarkan hipotesis ini seseorang akan
menderita DHF apabila mendapatkan infeksi berulang oleh serotipe virus dengue
yang berbeda dalam jangka waktu tertentu, yang berkisar diantara 6 bulan – 5
tahun. Hipotesis lain menentangnya ialah hipotesis virulensi virus; menurut
hipostesis ini perbedaan virulensi serotipe/strain serotipe virus dengue adalah
penyebab terjadinya DHF.2
Kelemahan hipotesis pertama ialah ketika dilaporkan adanya kasus DSS
pada seorang anak wanita berumur 3 tahun di Jakarta yang mengalami infeksi
primer. Kelemahan hipotesis kedua ialah tidak adanya bukti eksperimental, baik
percobaan binatang maupun kultur jaringan yang dapat membuktikan perbedaan
virulensi keempat serotipe/”strain” serotipe virus dengue.3

21
Gambar 1. Patogenesis terjadinya syok pada DBD
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom
renjatan dengue. Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD
adalah :4
a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam
proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan
sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue
berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau
makrofag. Hipotesis ini disebut dengan antibodi dependent
enchancement (ADE).
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan
dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T
helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan
limfokin. Sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10.
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan
opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag

22
d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya
C3a dan C5a.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan
peneliti lain menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi
makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga
virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue
menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan
interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga
disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet
activating factor), IL-6, dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi
endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui
aktivasi oleh kompleks virus antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya
kebocoran plasma.4
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya
koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi
koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur intrinsik
(tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor Xia
namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex).4

Gambar 2. Patofisiologi berdasarkan gejala yang muncul pada DHF5

23
GAMBARAN KLINIS

Gambar 3. Klasifikasi infeksi virus dengue5


Gambaran klinis pada infeksi virus dengue mulai dari asimptomatis
sampai keadaan yang berat bahkan sampai menyebabkan kematian jika tidak
mendapat penanganan. Kasus simptomatis dikelompokkan menjadi
Undifferentiated febrile illness (UF), dengue fever (DF), dengue hemoragic fever
(DHF), dengue shock syndrom (DSS), dan unusual dengue (UD) atau expanded
dengue syndrom (EDS).5
Klasifikasi gejala akibat infeksi virus dengue :5
 Undifferentiated febrile illness (UF) tidak dapat didiagnosis secara
klinis namun diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan serologi atau
virologi.
 Dengue fever (DF) dianggap sebagai gangguan sedang karena laporan
kematian pada DF masih jarang, tapi perdarahan masif dapat
ditemukan pada kasus DF.
 Dengue hemoragic fever (DHF) gambaran klinis pada fase febrile
tampak sama pada kelompok DF. Temuan khas pada DHF adalah
peningkatan permeabilitas vaskular (plasma leakage). Jika plasma
leakage terjadi pada pleura dan cavitas peritoneum maka dapat
menyeabkan efusi pleura dan asites.

24
 Dengue shock syndrom (DSS) gambaran yang ditemukan hampir
mirip dengan DHF namun pada DSS kebocoran plasma yang terjadi
sangat hebat sampai menyebabkan pasien syok.
 (Unusual dengue) UD atau expanded dengue syndrom (EDS) kasus
yang jarang terjadi, dengan kasus DHF disertai syok yang
berkepanjangan atau DHF dengan komorbiditas atau DHF yang
disertai infeksi lain.

Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase
kritis dan fase pemulihan.6

1. Pada fase febris, Biasanya demam mendadak tinggi 2 – 7 hari,


disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia,
artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri
tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan
muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti
petekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi
perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.
2. Fase kritis, terjadi pada hari 3 – 7 sakit dan ditandai dengan
penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan
timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24 –
48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh leukopeni progresif
disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.
3. Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian
cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48 –
72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan
pulih kembali, hemodinamik stabil dan diuresis membaik.

25
Gambar 4. Gambaran klinis tiap fase dengue6
3.5 Diagnosis

Perubahan patofisiologis pada DBD adalah kelainan hemostasis dan


perembesan plasma. Kedua kelainan tersebut dapat diketahui dengan adanya
trombositopenia dan peningkatan hematokrit.1

Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7
hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala,
nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita
mengeluh nyeri menelan dengan faring hiperemis ditemukan pada pemeriksaan,
namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut
dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat
menimbulkan kejang demam terutama pada bayi.1

Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple


Leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena
atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekie halus ditemukan
tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang biasanya

26
ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih
jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase
demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm
di bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan
dengan berat ringannya penyakit namun pembesaran hati lebih sering ditemukan
pada penderita dengan syok.1

Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini
terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan
sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan
sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat
penderita dapat mengalami syok.1

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal
dibawah ini dipenuhi :1

 Demam atau riwayat demam akut, antara 2 – 7 hari, biasanya bifasik


 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
a. Uji bendung positif
b. Petekie, ekimosis, atau purpura
c. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi)
d. Hematemesis atau melena
 Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)
 Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut :
a. Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan
umur dan jenis kelamin
b. Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya
c. Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau
hipoproteinemi

27
Sesuai dengan pustaka diatas, dalam kasus berdasarkan kriteria WHO
didapatkan demam 7 hari, uji bending (+), petekie, melena, trombositopenia.

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue5

DD/DBD Derajat* Gejala Laboratorium


DD Demam disertai 2  Leukopenia
atau lebih tanda :  Trombositopenia
sakit kepala, nyeri tidak ditemukan
retro-orbital, bukti kebocoran
myalgia, plasma.
arthralgia.  Serologi dengue
positif
DBD I Gejala diatas Trombositopenia,
ditambah uji bukti ada kebocoran
bendungan positif plasma
DBD II Gejala diatas Trombositopenia,
ditambah bukti ada
pendarahan kebocoran plasma
spontan.
DBD III Gejala diatas Trombositopenia,
ditambah bukti ada
kegagalan kebocoran plasma
sirkulasi (kulit
dingin dan lembab
serta gelisah)
DBD IV Syok berat disertai Trombositopenia,
dengan tekanan bukti ada
darah dan nadi kebocoran plasma
tidak terukur

* DBD derajat III dan IV juga disebut Dengue Syok Syndrome (DSS)

28
Tes Tourniquet
Sebuah tes tourniquet (juga dikenal sebagai Rumpel-Leede Kerapuhan
kapiler-Test atau hanya tes kerapuhan kapiler) menentukan kapiler kerapuhan. Ini
adalah metode diagnostik klinis untuk menentukan kecenderungan perdarahan
pada pasien. Ia menilai kerapuhan dinding kapiler dan digunakan untuk
mengidentifikasi trombositopenia (dengan pengurangan count platelet).
Pengujian ini didefinisikan oleh WHO sebagai salah satu syarat yang
diperlukan untuk diagnosis DBD. Ketika manset tekanan darah dipacu ke titik
antara tekanan darah sistolik dan diastolik selama lima menit, maka tes ini akan
dinilai. Tes positif jika ada 10 atau lebih petechiae per inci persegi. Dalam DBD
tes biasanya memberikan hasil positif yang pasti dengan 20 petechiae atau lebih.
Tes ini tidak memiliki spesifisitas tinggi.

Gambar 5. Sebuah tourniquet tes positif di sisi kanan pasien dengan


demam berdarah.

Menurut WHO pada tes tourniquet dilakukan penghitungan jumlah petekie


dalam daerah seluas 1 inci 2 (1 inci =  2,5 cm) dimana saja yang paling banyak
petekienya termasuk  di bawah fosa cubiti dan bagian dorsal lengan dan tangan. 
Dalam klinik untuk mempermudah penghitungan digunakan  plastik transparan
dengan gambaran lingkaran beriameter 2,8 cm atau bujur sangkar dengan ukuran
2,5 cm x 2,5 cm. 

29
Gambar 6
Dengan demikian lingkaran atau bujur sangkar tersebut dapat dengan
mudah digeserkan di seluruh permukaan kulit dan dicari daerah di mana petekie
paling banyak. Dalam menilai  kenaikan hematokrit harus diingat pula pengaruh
adanya anemia, perdarahan dan pemberian terapi cairan dini. Untuk membuktikan
adanya kebocoran plasma dapat pula dicari efusi pleura  pada pemeriksaan
radiologik atau adanya hipoalbuminemia. Dalam pengalaman klinik ternyata tidak
selalu semua kriteria  WHO tersebut dipenuhi. Hemokonsentrasi baru dapat
dinilai setelah pemeriksaan serial hematokrit sehingga pada saat penderita
pertama kali datang belum dapat ditentukan adanya hemokonsentrasi atau tidak.
Secara umum langkah-langkah tes tourniquet dapat dibagi dalam 3 tahap
utama yaitu :
1. Pra Analitik
 Persiapan pasien : tidak memerlukan persiapan khusus
 Prinsip : Terhadap kapiler diciptakan suasana anoksia dengan jalan
membendung darah vena. Terhadap anoksia dan penambahan
tekanan internal akan terlihat kemampuan kapiler bertahan. Jika
ketahanan kapiler turun aan timbul petechie di kulit.
 Alat dan bahan : Tensimeter dan stetoskop, Timer, Spidol
2. Analitik
Cara kerja :
 Pasang manset tensimeter pada lengan atas. Carilah tekanan sistolik
(TS) dan tekanan diastolik (TD).
 Buat lingkaran pada bagian volar lengan bawah : Radius 3 cm, Titik
pusat terletak 2 cm dibawah garis lipatan siku
 Pasang lagi tensimeter dan buatlah tekanan sebesar ½ x (TS + TD),
pertahankan tekanan ini selama 5 menit.

30
 Longgarkan manset lalu perhatikan ada tidaknya petechie dalam
lingkaran yang telah dibuat
3. Pasca Analitik
Nilai rujukan :
< 10 : normal (nagatif)
10 – 20 : dubia (ragu-ragu)
> 20 : abnormal (positif)
Tes tourniquet merupakan tes yang sederhana untuk melihat gangguan
pada vaskuler maupun trombosit. Tes tourniquet akan positif jika ada gangguan
pada vaskuler maupun trombosit.
Tanpa tensimeter, kita dapat melakukannya sendiri dengan membebat
lengan atas dengan sapu tangan/karet elastis  dengan tekanan secukupnya. Setelah 
5 menit, perhatikan apakah keluar bintik-bintik merah pada kulit lengan bawah.
Jika ada, langsung ke dokter.
Membedakan Peteki dengan bintik gigitan nyamuk jika mencurigai
infeksi dengue. Jika pasien demam memperlihatkan bintik merah mirip bekas
gigitan nyamuk, lakukan peregangan kulit di area sekitarnya dengan jari. Jika
kemudian bintik merah yang dicurigai bintik perdarahan tampak menjadi lebih
pudar merahnya kemungkinan bukan bintik perdarahan. Sebaliknya, jika pada saat
kulit ditekan bintiknya tidak pudar, kemungkinan benar peteki tanda perdarahan
DBD. Namun, tanda perdarahan kulit dapat juga berupa lebam. Peteki spontan
juga dapat ditemui.

3.6 Tata Laksana

a. Pre Hospital7
Ada cara yang bisa ditempuh tanpa harus diopname di rumah sakit,
tapi butuh kemauan yang kuat untuk melakukannya. Cara itu adalah
sebagai berikut (WHO, 1999) :
1. Minumlah air putih minimal 20 gelas berukuran sedang setiap hari
(lebih banyak lebih baik)

31
2. Cobalah menurunkan panas dengan minum obat penurun panas.
Parasetamol sebagai pilihan, dengan dosis 10 mg/BB/kali tidak
lebih dari 4 kali sehari.
Jangan memberikan aspirin dan brufen/ibuprofen, sebab dapat
menimbulkan gastritis dan atau perdarahan.
3. Beberapa dokter menyarankan untuk minum minuman ion
tambahan (pocari sweet)
4. Minuman lain yang disarankan : Jus jambu merah untuk
meningkatkan trombosit
5. Makanlah makanan yang bergizi dan usahakan makan dalam
kuantitas yang banyak
6. Cara penghitung kebutuhan cairan dapat berdasarkan rumus
berikut ini :
a) Dewasa : 50 cc/kg BB/hari
b) Anak :
Untuk 10 kg BB pertama : 100cc/kgBB/hari
Untuk 10 kg BB kedua : 50cc/kgBB/hari
Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya : 20 cc/kg BB/hari
Pada pasien anak yang rentan mempunyai riwayat kejang demam maka
perlu diwaspadai gejala kejang demam. Seiring dengan kehilangan cairan akibat
demam tinggi, kondisi demam tinggi juga dapat mencetuskan kejang pada anak
sehingga harus diberikan obat penurun panas. Untuk menurunkan demam, berilah
obat penurun panas. Untuk jenis obat penurun panas ini harus dipilih obat yang
berasal dari golongan parasetamol atau asetaminophen, jangan diberikan jenis
asetosal atau aspirin oleh karena dapat merangsang lambung sehingga akan
memperberat bila terdapat perdarahan lambung. Kompres dapat membantu bila
anak menderita demam terlalu tinggi sebaiknya diberikan kompres hangat dan
bukan kompres dingin, oleh karena kompres dingin dapat menyebabkan anak
menggigil. Sebagai tambahan untuk anak yang mempunyai riwayat kejang demam
disamping obat penurun panas dapat diberikan obat anti kejang.

32
IDAI (2009) menjelaskan tanda-tanda syok harus dikenali dengan baik
karena sangat berbahaya. Apabila syok tidak tertangani dengan baik maka akan
menyusul gejala berikutnya yaitu perdarahan. Pada saat terjadi perdarahan hebat
penderita akan tampak sangat kesakitan, tapi bila syok terjadi dalam waktu yang
lama, penderita sudah tidak sadar lagi. Dampak syok dapat menyebabkan semua
organ tubuh akan kekurangan oksigen dan akhirnya menyebabkan kematian
dalam waktu singkat. Oleh karena itu penderita harus segera dibawa kerumah
sakit bila terdapat tanda gejala dibawah ini :
1. Demam tinggi (lebih 39oC atau lebih)
2. Muntah terus menerus
3. Tidak dapat atau tidak mau minum sesuai anjuran
4. Kejang
5. Perdarahan hebat, muntah atau berak darah
6. Nyeri perut hebat
7. Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, nafas cepat,
seluruh badan teraba lembab, bibir dan kuku kebiruan, merasa
haus, kencing berkurang atau tidak ada sama sekali
8. Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan kekentalan darah
atau penurunan jumlah trombosit
Peran serta keluarga dan masyarakat sangat penting untuk membantu
dalam menangani penyakit demam berdarah. Dinas Kesehatan Kota Denpasar
mengarahkan apabila ada penderita yang terkena demam berdarah maka harus
segera melaporkan Kadus/Kaling/Kades/Lurah atau sarana pelayanan kesehatan
terdekat bila ada anggota masyarakat yang terkena DBD.
Penelitian oleh Kandou, Grace D (2006) pelatihan uji tourniquet bagi
kader kesehatan sebagai salah satu cara deteksi dini demam berdarah dengue
memberikan gambaran bahwa setelah diberikan penyuluhan dan simulasi
pemeriksaan uji tourniquet terjadi perubahan yang bermakna dimana para kader
menjadi tahu dan paham tentang penyakit demam berdarah Dengue serta cara
deteksi dini sederhana yang dapat dilakukan sebelum merujuk penderita ketempat
pelayanan kesehatan.

33
b. Intra Hospital di Unit Gawat Darurat7
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan
sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD
dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi
diperlukan perawatan intensif.
Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit lain
adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan
plasma dan gangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu
demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan
sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi
secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang
merupakan ease awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi
klinis disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis.
Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma,
yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit.
Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan
jumlah trombosit sampai < 100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/Ipb (rata-
rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum
terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan
perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian caiaran. Larutan
garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume plasma
dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus
dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah
trombosit < 50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di
Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit
kelas B dan A
a. Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD,
bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah
dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum,

34
muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu
diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa
antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD. Parasetamol
direkomendasikan untuk pemberian atau dapat di sederhanakan seperti tertera
pada Tabel 3. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat
demam tinggi, anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus
buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum
50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak
diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang
masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oralit. Bila terjadi
kejang demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam7
Tabel 2. Dosis Parasetamol Menurut umur
Parasetamol (tiap kali pemberian)
Umur (Tahun) Tablet (1 tab = 500
Dosis (mg)
mg)
<1 60 1/8
1-3 60-125 1/8-1/4
4-6 125-250 1/4-1/2
7-12 250-500 1/2-1
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi.
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke
3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan
laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu
menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan
intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan
tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali
sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan
hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai
alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat
pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Dengan
estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb
b. Penggantian Volume Plasma

35
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase
penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya
adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian
cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal
dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering
(setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu
disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume urin.
Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi
kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan
rumatan ditambah 5-8%. Cairan intravena diperlukan, apabila :
 Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi
sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan
terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok.
 Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan
berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat
dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa
5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis,
diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena
bolus perlahan-lahan11
 Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka
komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan
plasma. Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai
cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu
cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada
Tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3. Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang
(defisit cairan 5 – 8 %)
Berat Badan waktu masuk Jumlah cairan Ml/kg berat
RS ( kg ) badan per hari
<7 220
7-11 165
12-18 132

36
> 18 88

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur
dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan
derajat hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan
berat badan ideal untuk anak umur yang sama4

Tersangka DBD

Demam tinggi, mendadak, terus menerus < 7 hari, tidak


disertai infeksi saluran nafas bagian atas, badan
lemah/lesu

Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan

Periksa uji tourniquet

Tanda syok,
muntah terus
menerus, kejang,
Tourniquet (+) Tourniquet (-)
kesadaran
menurun, muntah
Tatalaksana darah, berak darah
disesuaikan Rawat jalan

PCT, kontrol
tiap hari
Jumlah trombosit < sampai
100.000/ Jumlah trombosit > 100.000/ demam hilang

Rawat inap Rawat jalan


Nilai tanda klinis dan
jumlah trombosit, Hb,
Ht bila masih demam
Minum banyak 1,5L/hr, Parasetamol, kontrol tiap hari sampai demam hari sakit ke - 3
turun periksa Hb, Ht, Trombosit tiap kali
Perhatian orang tua bila timbul tanda syok (gelisah, lemah, kaki tangan
dingin, sakit perut, BAB hitam, BAK kurang
LAB : Hb. Ht naik, trombosit turun

Gambar 7.
Segera bawa ke RS Tatalaksana kasus
tersangka DBD1

37
DBD derajat I atau II tanpa peningkatan
Ht

Gejala klinis :
Demam 2-7 hari, uji tourniquet (+) atau
perdarahan spontan
Lab : Ht tidak meningkat, trombositopenia
(ringan)

Pasien masih dapat minum Pasien tidak dapat minum


Beri minum banyak 1-2 L/hr atau 1 sendok makan Pasien muntah terus menerus
tiap 5 menit. Jenis minuman : air putih, teh manis,
sirup, jus buah, susu, oralit
Bila suhu > 380C beri PCT
Bila kejang beri anti konvulsif sesuai BB Pasang infus NaCl 0,9%, dextrose
5% (1:3) tetesan rumatan sesuai
BB
Periksa Ht, Hb tiap 6 jam,
Monitor gejala klinis dan lab : trombosit 6-12 jam
Perhatikan tanda syok, palpasi hati setiap hari, ukur
diuresis setiap hari, awasi perdarahan
Periksa Hb, Ht tiap 6-12 jam
Ht naik dan atau
trombosit turun

Perbaikan klinis dan lab

Infus ganti RL (tetesan


disesuaikan)
Pulang (kriteria memulangkan)
Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
Nafsu makan membaik
Secara klinis tampak perbaikan
Ht stabil, trombosit > 50.000
Tiga hari setelah syok teratasi
Tidak dijumpai distress pernapasan
(disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

38
Gambar 8. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II tanpa peningkatan
hematokrit1

3.7 Pencegahan8
Hal yang penting dalam penanggulangan DBD adalah pengendalian vektor
dan kebersihan lingkungannya. Nyamuk Aedes aegypti yang menyebarkan virus
dengue berbeda dengan nyamuk rumah biasa. Nyamuk ini memiliki belang hitam
- putih di badan, kepala, dan kakinya dan terbang pada siang hari. Nyamuk betina
bertelur di genangan air bersih, meninggalkan jentik nyamuk yang akan
berkembang menjadi pupa, kemudian menjadi nyamuk dewasa. Siklus nyamuk ini
berlangsung cepat, yaitu setiap 1 minggu sekali. Satu ekor nyamuk betina dapat
menggigit manusia berkali – kali (multiple bites) sehingga penyebaran virus
dengue juga berlangsung cepat.
Strategi pencegahan DBD pada rumah tangga yang lama dikenal adalah
3M Plus. Perlu diketahui bahwa 3M terdiri dari menguras bak mandi, menutup
tempat penampungan air (TPA), dan mendaur ulang barang bekas. Pengurasan
bak mandi tidak hanya dengan air, namun juga perlu penyikatan dinding bak
karena jentik nyamuk dapat menempel pada dinding. Sebaiknya pengurasan bak
dilakukan setiap 1 minggu sekali, sesuai dengan daur hidup nyamuk. Untuk
genangan air yang tidak terjangkau dan tidak dapat dikuras (seperti talang air
hujan), dapat ditaburkan bubuk larvasida (abate). Tindakan Plus lain yang dapat
dilakukan adalah penggunaan kelambu saat tidur dan lotion anti nyamuk, serta
pemeliharaan ikan sebagai predator nyamuk. Fogging (pengasapan) hanya
bermanfaat untuk membasmi nyamuk dewasa, jentik tidak dapat mati dengan
pengasapan.
Usaha pembasmian jentik tidak cukup pada tingkat rumah tangga. Pada
tingkat lingkungan yang lebih besar, pengendalian jentik dapat dilakukan dengan
menggerakkan juru pemantau jentik (jumantik). Jumantik adalah satu orang pada

39
satu rumah yang bertugas memantau keberadaan jentik dan mendorong upaya
pemberantasannya.

40
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien datang dengan keluhan demam tinggi sejak 3 hari SMRS, demam
timbulnya mendadak, demam dirasakan terus menerus walaupun sudah diberi obat
penurun panas demam sempat turun namun demam kembali, demam disertai
menggigil, demam tidak dipengaruhi oleh waktu.
± 1 hari SMRS pasien mengeluhkan hidungnya mimisan, mimisan
sebanyak 2 kali, mata terasa panas (+), nyeri perut (+) mual (+) muntah (-),batuk
kering (+), pilek(+). BAB normal, BAK lancar. Riwayat kejang demam (-),
riwayat BBLR (-), ASI eksklusif (+), riwayat imunisasi wajib lengkap (+).
Pemeriksaan fisis didapatkan KU : sakit sedang, gizi baik, composmentis. TD :
100/70 mmHg, N : 100x/menit, RR: 27x/menit , S : 37,90C dengan status
antropometri gizi baik. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil :
HASIL Normal
RBC 5.38 x 106/mm3 4-10
HGB 13.8 g/dL 11 – 15
HCT 43.5 % 35 – 50
PLT 113 x 109/L 100 – 300
WBC 1.88 x 109/L 4.0 – 10.0
GDS 87 mg/dl ≤ 140
Berdasarkan anamnesis, pemriksaan fisik dan pmeriksaan penunjang pada
anak didapatkan diagnosa penyakit pad anak adalah Dengue Haemorrhagic Fever
(DHF) grade 2. Dimana kriteria diagnosis dari DBD berdasarkan berdasarkan
WHO yaitu :
a. Kriteria klinis
1. Demam tinggi mendadak dan berlangsung terus menerus selama 2-
7 hari
2. Terdapat manifestasi klinis perdarahan
3. Pembesaran hati
4. syok
b. Kriteria laboratoris
1. Trombostopenia ( < 100.000/mm3)

41
2. Hemokonsentrasi (Ht meningkat > 20%)
Seorang pasien dinyatakan menderita penyakit DBD bila terdapat minimal
2 gejala klinis yang positif dan 1 hasil laboratorium yang positif. Apa anak
tersebut didapatkan 2 kriteria klinis yakni Demam tinggi mendadak dan
berlangsung terus menerus selama 2-7 hari dan dan Ht meningkat > 20%.
Pasien ini dikategorikan DBD grade 2 dimana terdapat tanda dan gejala
klasik infeksi degue disertai pendarahan spontan berupa mimisan. Berdasarkan
pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil peningkatan Ht > 20%.
Dan tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah IVFD RL 7cc/kgBB
, inj. omeprazole 2 x 10 mg + NS 2cc, paracetamol, darah rutin tiap 12 jam,
observasi keadaan umum dan tanda tanda vital tiap 3 jam, serta hitung dieresis,
monitoring yang ketat diperlukan untuk mencegah terjadinya renjatan.

42
BAB V
KESIMPULAN

Anak didiagnosa Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) grade 2 karena


didapatkan bahwa anak terdapat 2 kriteria klinis yakni Demam tinggi mendadak
dan berlangsung terus menerus selama 2-7 hari dan kriteria laboratoris yaitu Ht
meningkat > 20%.
Seorang pasien dinyatakan menderita penyakit DBD bila terdapat minimal
2 gejala klinis yang positif dan 1 hasil laboratorium yang positif.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak:
Infeksi & Penyakit Tropis Edisi ke-1. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2011.
2. Suhendro, et.al. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
edisi ke-4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008.
3. Abdoerrachman, dkk. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Jakarta : FK UI. 2012.
4. World Health Organization SEARO. Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever Revised
and expanded : India. 2011.
5. Sudjana, Primal. Diagnosis Dini Penderita Demam Berdarah Dengue dewasa.
Pusat Data dan Surveilans Epidemologi. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.
2010.
6. Departemen kesehatan RI. Buletin Jendela Epidemologi. Pusat Data dan
Surveilans Epidemologi. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI. 2010.
7. Departemen Kesehatan RI. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI. 2012.
8. Yolanda, Natharina. Gerakan Bersama Melawan Demam Berdarah.
http://www.idai.or.id. Jakarta. 2016.

44

Anda mungkin juga menyukai