Anda di halaman 1dari 35

CASE REPORT SESSION (CRS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/G1A217111


**Pembimbing/ dr. H. Mustarim, Sp.A(K), M.Si.Med

BRONKOPNEUMONIA

Oleh : Marisa Hana’ Mardhiyah


Pembimbing: dr. H. Mustarim, Sp.A(K), M.Si.Med

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUD RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Case Report Session (CRS)

BRONKOPNEUMONIA
Oleh
Marisa Hana’ Mardhiyah (G1A217111)

Telah diterima dan dipresentasikan sebagai salah satu tugas


Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Raden Mattaher Jambi
Program Studi Profesi Dokter Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Jambi, Juli 2019

Pembimbing

dr. H. Mustarim, Sp.A(K), M.Si.Med

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Clinical
Report Session ini dengan judul “Bronkopneumonia” Laporan ini merupakan
bagian dari tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Raden Mattaher Jambi.
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan
dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada dr.H. Mustarim, Sp.A (K), M.Si, Med selaku pembimbing
yang telah memberikan arahan sehingga laporan Clinical Report Session ini dapat
terselesaikan dengan baik dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian Clinical Report Session ini.
Penulis menyadari bahwa refrat ini masih banyak kekurangannya, untuk
itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis.
Sebagai penutup semoga kiranya Clinical Report Session ini dapat bermanfaat
bagi kita khususnya dan bagi dunia kesehatan pada umumnya.

Jambi, Juli 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................................... i
Halaman Pengesahan ............................................................................................ ii
Kata Pengantar ...................................................................................................... iii
Daftar Isi................................................................................................................ iv
Bab I Pendahuluan .............................................................................................. 1
Bab II Laporan kasus............................................................................................ 2
Bab III Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 12
3.1 Definisi ............................................................................................... 12
3.2 Epidemiologi ....................................................................................... 12
3.3 Etiologi ................................................................................................ 13
3.4 Klasifikasi ........................................................................................... 14
3.5 Patogenesis .......................................................................................... 16
3.6 Manifestasi Klinis ............................................................................... 18
3.7 Diagnosis ............................................................................................. 19
3.8 Diagnosis Banding .............................................................................. 22
3.9 Penatalaksanaan .................................................................................. 22
3.10 Komplikasi ........................................................................................ 25
3.11 Prognosis ........................................................................................... 25
Bab IV Analisa Kasus ............................................................................................ 26
Bab V Kesimpulan ............................................................................................... 28
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 29

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobaris yaitu suatu peradangan
pada parenkim paru yang terlokalisir, biasanya mengenai bronkiolus dan juga
mengenai alveolus sekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur,
mikoplasma dan benda asing yang teraspirasi dengan akibat timbulnya
ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi. Bronkopneumonia lebih sering
merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya
tahan tubuh tetapi juga bisa sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada
anak-anak dan orang dewasa1.
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada
perbedaan dan kekhasan pneumonia pada anak, terutama spektrum etiologi,
gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Etiologi pada neonatus dan bayi kecil
meliputi Streptococcus grup B dan Bakteri gram negatif seperti E. Coli,
Pseudomonas sp, Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita seringnya
disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza tipe
B dan Staphylococcus aureus1.
Faktor lain yang mempengaruhi bronkopneumonia adalah menurunnya daya
tahan tubuh, seperti malnutrisi energi protein (MEP), penyakit kronis, serta
pengobatan antibiotik yang tidak adekuat1.
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan
hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, kurang lebih 2 juta anak
meninggal setiap tahunnya akibat pneumonia. Menurut survei kesehatan (SKN)
2001, 27.6% kematian bayi, 22.8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh
penyakit respiratori, terutama pneumonia.1

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : An. M
Umur : 4 bulan 5 hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
BB : 7,3 Kg
PB : 62 cm
Alamat : RT 08 Tarikan Kumpeh Ulu
Nama Ayah : Tn. Z
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Nama Ibu : Ny. M
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : IRT
Tanggal Masuk : 26 Juli 2019

2.2 Anamnesis
Keluhan utama : Sesak napas
Keluhan tambahan : Batuk,pilek, demam
Riwayat perjalanan penyakit
Pasien datang ke IGD RSUD Raden Mattaher diantar oleh kedua orang tua
dengan keluhan sesak napas sejak ± 2 hari SMRS. Awalnya ± 4 hari SMRS
pasien mengalami batuk berdahak. Dahak kental berwarna putih tanpa darah.
Batuk berdahak disertai pilek. Mual (-), muntah (-), BAK dan BAB tidak ada
keluhan. Ibu pasien mengatakan pasien pernah tersedak saat sedang disusui.
sejak ± 3 hari SMRS, pasien mengalami demam yang muncul perlahan.
Demam tidak tinggi dan demam tidak diikuti dengan berkeringat dan menggigil serta
tidak ada mimisan dan kejang. demam naik turun dan hanya turun dengan pemberian

2
obat penurun panas. kemudian pasien dibawa berobat ke puskesmas kumpeh,
pasien diberi obat namun keluhan tidak berkurang.
Ibu pasien mengatakan 1 hari SMRS pasien sesak napas. Sesak tidak
dipengaruhi oleh cuaca, kebiruan di bibir dan tangan (-). pasien dibawa ke
IGD RSUD Raden Mattaher untuk tindakan lebih lanjut.

Riwayat penyakit dahulu


Keluhan batuk berdahak dan pilek (+) 1 bulan sebelumnya, pasien berobat ke
puskesmas dan sembuh
Keluhan sesak nafas (-) tidak ada

Riwayat penyakit keluarga


Keluhan batuk,pilek sesak nafas (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat TB (-)
Paman pasien memiliki kebiasaan merokok sejak ± 12 tahun yang lalu.
Riwayat paparan asap (+) setiap malam menggunakan obat nyamuk

Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit


 Riwayat kehamilan dan kelahiran
 Masa kehamilan : Aterm
 Penyulit : riwayat KPD (+)
 Partus : Normal
 Ditolong oleh : Bidan
 Tanggal : 26 februari 2019
 Berat badan lahir : 3000 gram
 Panjang badan : Ibu lupa
 Riwayat makanan
*ASI :+ *Telur :-
*Susu formula :- *Tempe dan tahu :-
*Bubur nasi :- *Daging, ikan :-

3
*Nasi tim/lembek : - *Sayur dan buah :-
 Riwayat imunisasi
 BCG : (+)
 Polio : (+) 1 x
 DTP : (+) 1x
 Campak :-
 Hepatitis : (+)
 Kesan : Imunisasi dasar belum lengkap
 Riwayat keluarga
 Perkawinan : Orang tua menikah
 Umur :
Ayah : 35 tahun
Ibu : 32 tahun
 Saudara : 3 bersaudara
 Riwayat perkembangan
 Gigi pertama : Belum tumbuh
 Tengkurap : Belum dapat dilakukan
 Merangkak : Belum dapat dilakukan
 Duduk : Belum dapat dilakukan
 Berdiri : Belum dapat dilakukan
 Berjalan : Belum dapat dilakukan
 Berbicara : Belum dapat dilakukan
 Sering mimpi :-
 Aktifitas : Aktif
 Membangkang :-
 Ketakutan :-
 Kesan : Tidak bisa dinilai

4
Status gizi

BB/U
Persentile 0 s/d 2
TB/U
Persentile -2 s/d 0
BB/PB
Persentile 0 s/d 1 (Gizi baik)

Riwayat penyakit yang pernah diderita


*Parotitis :- *Batuk/pilek : (+)
*Pertusis :- *Muntah berak :-
*Difteri :- *Asma :-
*Tetanus :- *Cacingan :-
*Campak :- *Patah tulang :-
*Varicella :- *Jantung :-
*Thypoid :- *Sendi bengkak : -
*Malaria :- *Kecelakaan :-
*DBD :- *Operasi :-
*Demam menahun : - *Keracunan :-
*Radang paru :- *Sakit kencing :-
*TBC :- *Sakit ginjal :-
*Kejang :- *Alergi :-
*Lumpuh :- *Perut kembung :-
*Otitis Media :-

2.3 Pemeriksaan Fisik


 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 GCS : E4M6V5 = 15
 Pengukuran
o Tanda vital

5
Nadi : 144 x/menit, kuat angkat
RR : 50 x/menit, teratur
Suhu : 37,5 0C
o Berat badan : 7,3 kg
o Panjang badan : 62 cm
 Kulit
Pucat :-
Sianosis :-
Lain-lain : Petekie (-), Purpura (-)
 Kepala
Bentuk : Normochepal, tanda-tanda trauma (-)
o Rambut
Warna : Hitam, merata, tidak mudah dicabut
Alopesia :-
Lain-lain : Dalam Batas Normal
Wajah :
o Mata
Palpebra : Edema (-), cekung (-)
Alis : Hitam
Konjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterik (-)
Pupil : Isokor, refleks cahaya (+/+)
o Telinga
Bentuk : Simetris
Sekret :-
Serumen :-
Nyeri tekan :-
o Hidung
Bentuk : Simetris
Sekret :-
Epistaksis :-

6
Lain-lain : Napas cuping hidung (+)
o Mulut dan Gigi
Bentuk : Simetris
Bibir : Kering (-), Sianosis (-)
Karies :-
o Faring
Hiperemis :-
Edema :-
Membran/pseudomembran : -
o Tonsil
Warna : Merah muda
Ukuran : T1/T1
Abses :-
Membran/pseudomembran : -
o Leher
Pembesaran KGB: -
Kaku kuduk :-
Massa :-
 Thoraks
Paru
o Inspeksi
Bentuk : Simetris
Retraksi :+
Pernapasan : Thorakoabdominal
Sternum : Deviasi (-)
o Palpasi : Fremitus taktil (+)
o Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
o Auskultasi
Suara nafas dasar : Bronkovesikuler (+/+)
Suara nafas tambahan : Ronkhi (+/+) basah halus nyaring di
seluruh lapangan paru, wheezing (-/-).

7
Jantung
o Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
o Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V linea midclavikularis
sinistra
o Perkusi
Batas kiri : ICS V linea midclavikularis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dekstra
Batas atas : ICS II linea parasternalis sinistra
o Auskultasi
Suara dasar : Bunyi jantung I/Bunyi jantung II, reguler
Bising : Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
o Inspeksi
Bentuk : Cembung
o Auskultasi : Bising usus (+) normal
o Palpasi
Nyeri tekan :-
Nyeri lepas :-
Hati : Hepatomegali (-)
Lien : Splenomegali (-)
Ginjal : Perbesaran (-), massa (-)
Massa : (-)
o Perkusi : Timpani
o Ascites :-
 Ekstremitas
Atas : Edema (-), sianosis (-), CRT < 2detik
Bawah : Edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik

8
2.4 Pemeriksaan Penunjang
 Darah Lengkap (26-06-2019)
Indikator Hasil Satuan
WBC 13.11 109/L
RBC 4.56 1012/L
HGB 10.1 g/dL
HCT 33 %
PLT 517 109/L

 Pemeriksaan Elektrolit (26-06-2019)


Indikator Hasil Satuan
Natrium (Na) 142.6 mmol/L
Kalium (K) 5.36 mmol/L
Chlorida (Cl) 108.23 mmol/L
Calcium (Ca) 1.27 mmol/L

 Pemeriksaan radiologi (26-06-2019)

Ro Thoraks AP
Cor : CTR dalam batas normal
Pulmo : Hilus menebal, adanya infiltrat peribronkial. Sinus costofrenicus dan
diafragma baik.
Kesan : Bronkopneumonia

2.5 Diagnosis Banding


Dyspneu e.c Bronkopneumonia
Dyspneu e.c Bronkiolitis

9
2.6 Diagnosis Kerja
Dyspneu e.c Bronkopneumonia

2.7 Tatalaksana
 O2 nasal 2 L/menit
 IVFD D5 ¼ NS 700 cc/hari
 Inj. Ceftriaxone 1 x 500 mg IV
 Inj. Dexamethason 2 x 3 mg IV
 Nebu ventolin 1/2 cc + ns 2 cc
 Nebu pulmicort 1/2 cc + ns 2 cc

2.8 Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad malam

10
FOLLOW UP
Tanggal Subject Object Assessment Planning
PF Tatalaksana
Thorax: Retraksi (+)  O2 nasal kanul 1-2 L
Auskultasi : bronko  IVFD D5 ¼ NS 700 cc/hari
vesikuler(+/+), rhonki  Inj. Ceftraxone 1 x 500 mg
Sesak(+),
basah halus (+)  Inj. Dexamethasone 2 x 3 mg
27-06-2019
Batuk (+)
Dyspneu e.c  Nebu per 4 jam:
TTV bronkopneumonia Ventolin1/2 cc+ ns 2 cc
Pilek (+) N : 138 x/i T : 36.5 0C Pulmicort 1/2 cc + ns 2 cc
RR : 45 x/i SpO2 : 95%  Diet ASI 30 cc/3 jam

PF Tatalaksana
Thorax: Retraksi (+)  O2 nasal kanul 1-2 L
Auskultasi : bronko  IVFD D5 ¼ NS 700 cc/hari
vesikuler(+/+), rhonki  Inj. Ceftraxone 1 x 500 mg
Sesak(+), basah halus (+) Dyspneu e.c  Inj. Dexamethasone 2 x 3 mg
28-06-2019
Batuk (+) bronkopneumonia  Nebu per 4 jam:
TTV ventolin ½ + ns 2 cc
N : 130 x/i T : 36.2 0C pulmicort ½ + ns 2 cc
RR : 42 x/i SpO2 : 98%  Diet ASI 40 cc/3 jam
 Fisioterapi
PF Tatalaksana
Thorax: Retraksi (+)  O2 nasal kanul 1-2 L
 IVFD D5 ¼ NS 400 cc/hari
Sesak TTV  Inj. Ceftriaxone 1 x 500 mg
Dyspneu e.c
29-06-2019 berkurang, N : 125 x/i  Nebu per 4 jam:
T : 36.4 0C bronkopneumonia
Batuk (+) ventolin ½ + ns 2 cc
RR : 40 x/i adrenalin ½ + ns 2 cc
SpO2 : 98%  Diet ASI 40 cc/3 jam
 fisioterapi
PF Tatalaksana
Thorax: Retraksi (-)  Inj. Ceftriaxone 1 x 500 mg
Sesak  Nebu per 4 jam:
berkurang, TTV Dyspneu e.c pulmicort ½ + ns 2 cc
1-07-2019
batuk N : 120 x/i bronkopneumonia  Diet ASI 40 cc/2 jam
berkurang T : 36.5 0C
RR : 30 x/i
SpO2 : 98%

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Bronkopneumonia
3.1 Definisi
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar
disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan
oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Bronkopneumonia mengacu pada inflamasi
paru yang terfokus pada area bronkiolus dan memicu produksi eksudat
mukopurulen yang dapat menyebabkan obstruksi saluran respiratori berkaliber
kecil dan menyebabkan konsolidasi yang merata ke lobules yang berdekatan.
Bronkopneumonia disebut juga sebagai pneumonia lobularis.2,3

Gambar 3.1 Jenis – jenis pneumonia

3.2 Epidemiologi
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Insidens pneumonia pada
anak <5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan di
negara berkembang 10 – 20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih
dari 5 juta kematian per tahun pada anak balita di Negara berkembang.4,7

12
3.3 Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada
perbedaan dan kekhasan pneumonia pada anak, terutama spektrum etiologi,
gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Etiologi pada neonatus dan bayi kecil
meliputi streptococcus grup B dan Bakteri gram negatif seperti E.coli,
Pseudomonas sp, Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita seringnya
disebabkan oleh infeksi Streptococcus Pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe
B dan Staphylococcus auereus. Faktor lain yang mempengaruhi
bronkopneumonia adalah menurunnya daya tahan tubuh, seperti malnutrisi energi
protein (MEP), penyakit kronis, pengobatan antibiotik yang tidak adekuat.3
Tabel 3.1 Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju
USIA ETIOLOGI YANG SERING ETIOLOGI YANG JARANG
Lahir – 20 hari BAKTERI BAKTERI
E. colli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonia
Ureaplasma urealyticum
VIRUS
Virus Sitomegalo
Virus Herpes simpleks
3 minggu – 3 bulan BAKTERI BAKTERI
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae tipe B
VIRUS Moraxella catharalis
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainfluenza 1, 2, 3 VIRUS
Respitatory Syncytical Virus Virus Sitomegalo
4 bulan – 5 tahun BAKTERI BAKTERI
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitides
VIRUS Staphylococcus aureus
Virus Adeno VIRUS
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Synncytial virus

5 tahun – remaja BAKTERI BAKTERI

13
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
VIRUS
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial Virus
Virus Varisela-Zoster

3.4 Klasifikasi
1. Berdasarkan Sumber Infeksi
a. Pneumonia yg didapat di masyarakat (Community-acquired
pneumonia)
- Streptococcus pneumonia merupakan penyebab utama pada orang
dewasa
- Haemophilus influenzae merupakan penyebab yang sering pada
anak-anak
- Mycoplasma sering bisa menjadi penyebab keduanya (anak &
dewasa)
b. Pneumonia yg didapat di RS (Hospital-acquired pneumonia )
- Terutama disebabkan kerena kuman gram negatif
- Angka kematiannya > daripada CAP (Community-acquired
pneumonia.)
- Prognosis ditentukan ada tidaknya penyakit penyerta
c. Pneumonia aspirasi
- Sering terjadi pada bayi dan anak-anak
- Pada orang dewasa sering disebabkan oleh bakteri anaerob
d. Pneumonia Immunocompromise host
- Macam kuman penyebabnya sangat luas, termasuk kuman
sebenarnya mempunyai patogenesis yang rendah
- Berkembang sangat progresif menyebabkan kematian akibat
rendahnya pertahanan tubuh

14
2. Berdasarkan Kuman Penyebab
a. Pneumonia bakterial
- Sering terjadi pada semua usia
- Beberapa mikroba cenderung menyerang individu yang peka, misal;
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphylococcus menyerang
pasca influenza

b. Pneumonia Atipikal
- Disebabkan: Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
- Sering mengenai anak-anak dan dewasa muda
c. Pneumonia yang disebabkan virus
- Sering pada bayi dan anak-anak
- Merupakan penyakit yang serius pada penderita dengan pertahanan
tubuh yang lemah
d. Pneumonia yang disebabkan oleh jamur atau patogen lainnya
- Seringkali merupakan infeksi sekunder
- Predileksi terutama pada penderita dengan pertahanan tubuh yang
rendah

3. Berdasarkan Predileksi atau Tempat Infeksi


a. Pneumonia lobaris (lobar pneumonia)
- Sering pada pneumonia bakterial
- Jarang pada bayi dan orang tua
- Pneumonia terjadi pada satu lobus atau segmen, kemungkinan
dikarenakan obstruksi bronkus misalnya : aspirasi benda asing pada
anak atau proses keganasan pada orang dewasa
b. Bronkopneumonia
- Ditandai adanya bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru
- Dapat disebabkan bakteri maupun virus
- Sering pada bayi dan orang tua
- Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus

15
c. Pneumonia interstisialis (interstitial pneumonia)
- Proses terjadi mengenai jaringan interstitium daripada alevoli atau
bronki
- Merupakan karakteristik (tipikal) infeksi oportunistik
(Cytomegalovirus, Pneumocystis carinii)

3.5 Patogenesis 1,2,8


Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim
paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan
anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme
pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier
aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon
inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin,
makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau
bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas
bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas
bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan
kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan
mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar
25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif
jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial.
Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran
pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi
neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan
menyebabkan penurunancompliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran
darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran
fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan
terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan
kerja jantung.

16
Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan
disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan
kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara
enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk.
Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura
menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung
secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan
pembentukan perlekatan.
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu:
1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin
dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma
ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida
maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)


Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau

17
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)


Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan
kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)


Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

3.6 Manifestasi Klinis


Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar dari ringan
hingga sedang. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan
mungkin terjadi komplikasi sehingga perlu dirawat.8
Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
selama beberapa hari. Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung
berat ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:8
a. Gambaran infeksi umum :
- Demam  suhu bisa mencapai 39-40oC dan kadang dapat juga disertai
dengan kejang akibat demam yang tinggi.
- Sakit kepala
- Gelisah
- Malaise
- Penurunan nafsu makan
- Keluhan gastrointestinal  mual, muntah, diare

18
b. Gambaran gangguan respiratori:
- Batuk  awalnya kering kemudian menjadi produktif
- Sesak nafas
- Retraksi dada
- Takipnea
- Napas cuping hidung
- Penggunaan otat pernafasan tambahan
- Air hunger
- Sianosis
- Merintih
Pada pemeriksaan fisik bronkopneumonia tergantung dari luasnya daerah
yang terkena. Inspeksi dapat terlihat nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung
dan mulut, retraksi dada. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan.
Tetapi kadang dapat juga bunyi pekak saat perkusi atau bila sarang
bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi ditemukan
bunyi redup dan suara nafas mengeras saat auskultasi.3 Saat auskultasi terdapat
ronki basah halus nyaring, dan penurunan suara nafas. Tetapi ronki dan mengi
sukar dilokalisasi sumbernya dari suara yang kebetulan pada anak yang amat
muda dengan dada hipersonor.3

3.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :3,6
a. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan
infeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam
tinggi terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak),
kejang (pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada
sisi yang sakit. Pada bayi muda sering menunjukkan gejala non spesifik
seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau kembung. Anak besar
kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.

19
b. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan
kelompok umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi
dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang
ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi,
sianosis, batuk, panas, dan iritabel.
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk
(non produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan
retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat
dijumpai panas, batuk (non produktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala,
dehidrasi dan letargi.

c. Pemeriksaan penunjang seperti :


1) Darah lengkap
Leukositosis berkisar antara 15.000-40.000/mm3, dengan
predominan PMN. Leukopenia menunjukan prognosis buruk. Leukositosis
hebat (> 30.000/mm3) hampir selalu menunjukan adanya infeksi bakteri,
sering ditemukan pada keadaan bakteriemi, dan resiko terjadi komplikasi
lebih tinggi. Kadang terdapat anemia ringan dan LED meningkat. Secara
umum hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat
membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara pasti.
2) C reaktif protein
Suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai
respon infeksi atau inflamasi jaringan
3) Uji serologis
Deteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Tetapi diagnosis infeksi
Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi
seperti antistreptolisin O, streptotozim.

20
4) Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia anak tidak
rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk
pemeriksaan mikrobiologis spesimen dapat berasal dari usap tenggorok,
sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru.
5) Rontgen toraks
Pemeriksaan foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin
dilakukan, hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat
atau bila tanda klinis yang ditemukan membingungkan.
Pemeriksaan radiologis memberikan gambaran bervariasi:
 Bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia

 Bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris

Gambaran bronkopneumonia difus atau infiltrat interstisialis pada


pneumonia stafilokokus.

21
3.8 Diagnosis Banding
NO Diagnosis Etiologi Manifestasi klinis Pem.fisik

1 Bronkopneum Neonatus: batuk, demam tinggi terus- Inspeksi: napas cuping hidung,
onia Streptococcus menerus, sesak, kebiruan retraksi dada.
group B dan sekitar mulut, menggigil Auskultasi: rhonki basah halus
E.coli, (pada anak), kejang (pada nyaring
Pseudomonas bayi), dan nyeri dada.
sp, Klebsiella
sp.
Anak:
Streptoccus
pneumoniae,
Haemophillus
influenza tipe B,
Staphilococcus
aureus.
2 TB Mycobacterium -demam (≥2 minggu) tanpa Pembengkakan kelenjar limfe leher,
tuberculosis sebab yg jelas aksila, inguinal yg spesifik.
-batuk kronis (≥3 minggu) Pembengkakan tulang/sendi
-Berat badan menurun punggung, panggul, lutut, phalang
-Riw. Kontak positif dgn Uji tuberkulin (+) ≥10 mm, pada
pasien TB dewasa immuunosupresi ≥5 mm.
3 Asma Hiperaktivitas Episode batuk dan atau Inspeksi: hiperinflasi dada, tarikan
wheezing berulang dinding dada bagian bawah ke dalam
Auskultasi: ekspirasi memanjang
dengan suara wheezing
4 Bronkiolitis RSV Gejala awal: pilek ringan, Inspeksi:
batuk, dan demam. 1-2 hari hiperinflasi dinding dada
kemudian timbul batuk Perkusi: hipersonor pada
disertai sesak nafas. tarikan dinding dada bagian bawah
Ditemukan wheezing, ke dalam
sianosis, merintih (grunting), Auskultasi: ekspirasi
nafas berbunyi, muntah memanjang/expiratory effort
setelah batuk, rewel dan Wheezing
penurunan nafsu makan. Rhonki

3.9 Penatalaksanaan
Prinsip terapi yang diberikan adalah: kausatif, suportif, simptomatik dan
edukasi.1,3,4
a. Oksigen

22
b. Pemberian cairan dan kalori yang cukup, sesuai dengan berat badan,
peningkatan suhu dan status hidrasi
c. Bila sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai diet enteral bertahap melalui
selang nasogastrik, orogastrik maupun per oral
d. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
e. Koreksi keseimbangan asam basa, elektrolit, gula darah
f. Pemilihan antibiotik sesuai umur, keadaan umum penderita dan dugaan
penyebab. Evaluasi pengobatan setiap 48-72 jam, bila tidak ada perbaikan
klinis dilakukan penggantian antibiotik sampai anak dinyatakan sembuh.
g. Lama pemberian antibiotik tergantung kemajuan klinis penderita, evaluasi
pemeriksaan penunjang (pemeriksaan darah, foto thorax) dan jenis kuman
penyebab. Sebagian besar membutuhkan waktu 10-14 hari, kecuali untuk
kuman staphylococcus dapat diberikan 6 minggu.
h. Keadaan imunokompromised (gizi buruk, keganasan, pengobatan steroid
jangka panjang, infeksi HIV), penyakit jantung bawaan, gangguan
neuromuskular, dan fibrosis kistik, antibiotik harus segera diberikan. Dapat
dipertimbangkan pemberian: kortimoksazol pada pneumocystic carinii,
antiviral (acyclovir, gansiclovir) pada pneumonia karena CMV, antijamur
(amphoterisin b, ketokonazol, fluconazol) pada pnemumonia karena jamur
dan imunoglobulin
i. Analgetik/ antipirektik untuk demamnya
j. Atasi penyakit penyerta lainnya
Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak <5
tahun karena efektif melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan
pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya adalah
co-amoxiclav, ceflacor, eritromisin, claritromisin, dan azitromisin
M. pneumonia lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka antibiotik
golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara empiris pada anak >5
tahun. Makrolid diberikan jika M. pneumoniae atau C. pneumonia dicurigai
sebagai penyebab. Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S.
pneumonia sangat mungkin sebagai penyebab. Jika S. aureus dicurigai sebagai

23
penyebab, diberikan makrolid atau kombinasi flucloxacillin dengan amoksisilin.
Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima
obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat pneumonia berat.
Pilihan antibiotik untuk penderita pneumonia baru yang datang ke IGD atau
rawat jalan yang belum pernah mendapatkan perawatan di RS lain:
a. Pneumonia ringan yang bisa rawat jalan
- Amoksisilin 50-80 mg/kgBB/hari per oral dibagi dalam 3 dosis, atau
- Amoksisilin+asam klavulanat 50 mg/kgBB/hari per oral dibagi dalam 3 dosis
b. Pneumonia yang memerlukan rawat inap
- Ampicilin 100 mg/kgBB/hari intravena dibagi dalam 4 dosis atau
- Ampicilin sulbactam 100 mg/kgBB/hari intravena dibagi dalam 4 dosis
Pneumonia yang memerlukan rawat inap yang disertai peyakit penyerta
yang menular tanpa disertai sepsis (ISK, gastroenteritis, morbili), diberikan
Ampicilin sulbactam 100 mg/kgBB/hari intravena dibagi dalam 4 dosis.
Pneumonia yang memerlukan rawat inap yang disertai sepsi, dberikan Ampicilin
sulbactam 200 mg/kgBB/hari intravena dibagi dalam 4 dosis.
Pilihan antibiotik untuk penderita pneumonia yang dirujuk dari RS lain
adalah:
a. Pernah mendapatkan perawatan di RS lain < 72 jam
Ampicilin sulbactam 100 mg/kgBB/hari intravena dibagi dalam 4 dosis
b. Pernah mendapatkan perawatan di RS lain > 72 jam
- Cefotaxim 50-100 mg/kgBB/hari intravena dibagi dalam 3-4 dosis
- Cefotaxim 50-100 mg/kgBB/hari intravena dibagi dalam 1-2 dosis, atau
sesuai dengan kultur dahak/darah yang ada, atau pertimbangan lain

Antibiotik untuk community acquired pneumonia:


 Neonatus - 2 bulan: Ampisilin + gentamisin
 > 2 bulan:
- Lini pertama Ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat
ditambahkan kloramfenikol
- Lini kedua Seftriakson

24
Bila klinis perbaikan antibiotik intravena dapat diganti preparat oral dengan
antibiotik golongan yang sama dengan antibiotik intravena sebelumnya. Edukasi
kepada keluarga mengenai imunisasi, pemberian ASI yang adekuat, asupan gizi
yang cukup, serta jauhkan anak dari polusi udara dan asap rokok.

3.10 Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pnemothorax, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.
Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia
bakteri. Efusi pleura, abses paru dapat juga terjadi.
Ilten F dkk. melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik
ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang
cukup tinggi pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena
miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan
deteksi dengan teknik noninvasifseperti EKG, ekokardiografi, dan pemeriksaan
enzim.3

3.11 Prognosis
Secara umum, prognosisnya adalah baik, Gangguan jangka panjang pada
fungsi paru jarang, bahkan pada anak dengan pneumonia yang telah terkomplikasi
dengan empiema dan abses paru. Sekuele yang signifikan muncul pada penyakit
adenoviral, termasuk bronkiolitis obliterans. Kematian dapat muncul pada anak
dengan kondisi yang mendasari, seperti penyakit paru kronik pada bayi prematur,
penyakit jantung bawaan, imunosupresi, malnutrisi energi. Dengan pemberian
antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari
1%.2

25
BAB IV
ANALISA KASUS

Pada kasus ini dilaporkan seorang anak berusia 4 bulan dibawa oleh kedua
orang tua nya ke IGD RSUD Raden Mattaher dengan keluhan sesak nafas ± 1 hari
SMRS. Awalnya pasien batuk sejak ± 4 hari SMRS, pasien batuk berdahak
disertai pilek. Batuk berdahak tanpa darah dan diakhir batuk tidak disertai muntah
Ibu pasien mengatakan pasien pernah tersedak saat sedang disusui. Mual (-),
muntah (-), BAK dan BAB tidak ada keluhan. ± 3 hari SMRS pasien demam naik
turun dan hanya turun dengan pemberian obat penurun panas. Demam tidak diikuti
dengan berkeringat dan menggigil serta tidak ada mimisan. Ibu pasien mengatakan 1
hari SMRS sesak napas, sehingga pasien dibawa ke RSUD Raden Mattaher untuk
tindakan lebih lanjut.
Secara teori, bronkopneumonia adalah infeksi saluran nafas bagian bawah
yang mengenai parenkim paru yang biasanya dimulai di bronkiolus terminalis
yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi
di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti
infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang
melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah,
pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer. Bronkopneumonia sering
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda
asings
Dari anamnesis, pasien menderita demam namun saat ini sudah tidak
demam lagi karena telah meminum obat penurun panas. Kemudian kemungkinan
faktor risiko pasien ini karena sering terpapar dengan asap rokok pamannya. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan suhu 37.5 0C, nadi 144 x/menit kuat angkat,
pernafasan 50 x/menit. Terdapat nafas cuping hidung (+), retraksi (+), perkusi
sonor, vokal fremitus kedua lapangan paru normal, rhonki basah halus nyaring
(+/+), namun tidak didapatkan sianosis. Hal ini sesuai dengan teori manifestasi
klinis bronkopneumonia yaitu demam, sesak nafas, batuk, takipnue, dan
pernafasan cuping hidung. Pada pemeriksaan fisik dijumpai retraksi pada dinding

26
dada dan terdapat suara napas tambahan yaitu rhonki basah. Dari hasil
laboratorium darah rutin dan elektrolit dalam batas normal. Pada pemeriksaan
radiologis juga ditemukan adanya penebalan hilus dan infiltrat peribronkial yang
menandakan adanya infiltrat di bagian daerah bronkus. Namun, masih diperlukan
pemeriksaan penunjang lainnya yang mungkin dapat dilakukan untuk membantu
menunjang penegakkan diagnosis, pemeriksaan mikrobiologik, spesimen usap
tenggorokan, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum, darah, aspirasi
trakea, pungsi pleura atau aspirasi paru dan pemeriksaan uji tuberkulin
dipertimbangkan pada anak dengan riwayat kontak dengan penderita TBC
dewasa.
Untuk tatalaksana pasien ini diberikan O2 nasal kanul 2 L/menit, IVFD D5
¼ NS 700 cc/hari, Inj. Ceftriaxone 1 x 500 mg IV, Inj. Dexamethason 2 x 3 mg
IV, Nebu ventolin 1/2 cc + ns 2 cc, dan Nebu pulmicort 1/2 cc + ns 2 cc.
Berdasarkan teori, terapi pada bronkopneumonia yang pertama adalah kausatif.
Dengan pemberian oksigenasi sesuai dengan kondisi pasien, pada pasien ini
diberikan O2 nasal kanul 2 L/menit. Kemudian diberikan cairan secara intravena
yaitu D5 ¼ NS 700 cc/24 jam. Perhitungan kebutuhan cairan pada pasien dengan
berat badan 7.3 kg dengan menggunakan rumus holiday segar 100 cc/kgbb/hari
maka cairan yang dibutuhkan adalah 700 cc/hari atau 700 : 24 = 29,6 cc/jam
(mikro).
Kemudian, diberikan antibiotik berupa Inj. Ceftriaxone 1 x 500 mg.
Namun tidak menutup kemungkinan juga memakai amoksisilin 20 – 40 mg/kgbb/
hari (3x) per oral sesuai teori yang merupakan terapi pilihan pertama untuk
bronkopneumonia pada anak <5 tahun ditambah anak juga tidak mengalami
muntah, bisa juga diberikan antibiotik ceftriaxone 50 – 80 mg/kgbb/hari (1x) per
injeksi yang bersifat broadspectrum jika belum diketahui secara pasti bakteri apa
yang menyebabkan bronkopneumonia.
Pada pemeriksaan auskultasi paru pasien terdapat suara nafas tambahan
yaitu suara ronkhi basah halus nyaring yang dicurigai akibat penumpukan sekret
maka diberikan nebu ventolin yang berfungsi sebagai bronkodilator, pulmicort
sebagai kortikosteroid untuk menekan proses inflamasi. Dapat juga dikonsulkan

27
ke fisiotherapis untuk dilakukan chest fisioterapi untuk membantu pengeluaran
dahak.

28
BAB V
KESIMPULAN

Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru yang


terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus
disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, mikoplasma dan benda
asing yang teraspirasi dengan akibat timbulnya ketidakseimbangan ventilasi
dengan perfusi.
Etiologi pada neonatus dan bayi kecil meliputi streptococcus grup B dan
Bakteri gram negatif seperti E.coli, Pseudomonas sp, Klebsiella sp. Pada bayi
yang lebih besar dan balita seringnya disebabkan oleh infeksi Streptococcus
Pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B dan Staphylococcus auereus.
Gambaran klinis bronkopneumonia pada bayi dan anak, seperti: demam,
sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal.
Gambaran gangguan respiratori: batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea, napas
cuping hidung, penggunaan otat pernafasan tambahan, air hunger, sianosis,
merintih, ronki basah halus, mengi dan penurunan suara nafas.
Prinsip terapi yang diberikan adalah kausatif, suportif, simtomatis dan
edukasi. Dengan pemberian oksigen, cairan intravena, koreksi keseimbangan
asam basa, elektrolit, gula darah, analgetik/ antipirektik untuk demamnya dan
antibiotik.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman Richard et all. Nelson textbook of Pediatrics sanders : Phyladelpia.


2009
2. Price SA, Wilson LM, 1995, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease
Processes (Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Edisi 4,
Penerbit EGC, Jakarta, hal: 709-712.
3. Sidhartani M. Pneumonia dalam : Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi pertama.
Jakarta: UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008: 350-65.
4. Pudjiaji AH, Hegar Badriul, Handryastuti S, dkk. Pneumonia dalam: Pedoman
Pelayanan Medis IDAI, Jilid I. Jakarta. Badan Penerbit IDAI. 2010. 250-55
5. Bradley J.S., et al. (2011). The Management of Community-Acquired
Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical
Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the
Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630
6. Matondang. C, wahidiyat. I, sastroasmoro. S, Diagnosis Fisis Pada Anak,
Edisi kedua. Jakarta, 2003. Sagung Seto.
7. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM, Jakarta,
2005.
8. Staf Pengajar FKUI. Buku Kuliah IKA 3. Cetakan ke empat. Jakarta: BPFKUI

30

Anda mungkin juga menyukai