PENDAHULUAN
Pasien dengan kelainan jantung selalu ada setiap hari untuk dilakukan
tindakan pembiusan. Mengingat penanganan perioperatifnya berhubungan dengan
morbiditas dan mortalitas yang besar, sangat penting untuk kita menjaga
hemodinamik stabil dalam keadaan teranestesi. Untuk itu diperlukan pengetahuan
patofisiologi penyakit jantung, obat dan prosedur serta efeknya terhadap pasien. 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Riwayat
Adanya stenosis aorta berkaitan dengan peningkatan dua hingga tiga kali
lipat pada morbiditas jantung perioperatif dan mortalitas.Pasien dengan stenosis
aorta kritis memiliki resiko tertinggi mengalami dekompensasi jantung setelah
operasi noncardiac.Penyakit katup mitral berkaitan dengan risiko yang lebih
rendah.Lesi katup regurgitan memiliki risiko lebih kecil daripada lesi
stenotik.Adanya katup jantung prostetik harus diperhatikan, karena pasien dengan
katup ini akan memerlukan profilaksis endokarditis perioperatif dan penyesuaian
rejimen antikoagulasi.
Hipotensi yang signifikan telah diamati pada pasien yang mendapat terapi
ACE inhibitor jangka panjang yang menjalani anestesi umum.Banyak yang
merekomendasikan penghentian ACE inhibitor selama 24 jam sebelum
melakukan operasi yang melibatkan pergeseran cairan atau kehilangan darah yang
signifikan.Hipotensi yang disebabkan oleh ACE inhibitor biasanya responsif
terhadap cairan atau obat simpatomimetik.Jika hipotensi refrakter terhadap terapi
ini, pengobatan dengan vasopresin atau salah satu analognya mungkin diperlukan.
Obat antiplatelet adalah komponen penting dalam farmakoterapi ACS dan
manajemen jangka panjang penyakit jantung iskemik.Penggunaan terapi
antiplatelet ganda menghalangi anestesi neuraxial dan meningkatkan risiko
perdarahan perioperatif, yang mungkin akan memerlukan transfusi trombosit.
Setiap tahunnya 10% dari populasi dewasa menjalani operasi non kardiak.
Sepertiga dari pembedahan dilakukan pada usia geriatric yang mempunyai factor
resiko tinggi akan kejadian jantung. Tingkat mortalitas dari keseluran operasi
adalah 0.3%. untuk operasi-operasi besar tingkat mortalitas kurang dari 1 % pada
pasien usia di bawah 65 tahu, namun meningkat menjadi 5% pada pasien usia 65
hingga 80 tahun. Kematian pada periode post operatif dalam 48 jam pertama dan
6 minggu selanjutnya sering disebabkan oleh pneumonia, sepsis, emboli paru,
henti jantung, dan gagal ginjal.
Klinisi perlu menilai resiko jantung yang berhubungan dengan
pembedahan, mengidentifikasi profil faktor resikonya, rekomendasi tes
preoperative yang sesuai. Dengan anamnese yang menyeluruh, pemeriksaan fisik
yang tepat, dan menilai resiko jantung sesuai dengan panduan yang berbasis
evidence, pasien dalam keadaan resiko tinggi akan mengalami kelainan jantung
akan teridentifikasi dan membutuhkan tes lain yang diperlukan. Rekomendasi
preoperative yang efektif termasuk yaitu penilaian dari factor resiko (jantung dan
non jantung), tata cara konsumsi obat-obatan, profilaksis tromboemboli dan
penggunaan pre operatif dari beta blocker. Komunikasi yang menyeluruh antara
klinisi jantung, anestesiologis dan dokter bedah sangat diperlukan untuk
meningkatkan kualitas konsultasi medis dan hasil akhir yang baik.
DAFTAR PUSTAKA