UNIVERITAS PATTIMURA
Disusun oleh:
Riena P. R. Abrahams
2017-84-022
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
dengan tampilan yang menarik agar pembaca dapat memahami maksud dari
tulisan dalam laporan kasus ini. Namun, apabila terdapat kekurangan di dalam
laporan kasus ini, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
yang bersifat membangun agar kedepannya tulisan ini lebih lengkap dan mudah
Penulis
2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
3
A. Latar belakang
jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40-50% dari jumlah seluruh
4
Permasalahan lain dalam program penanggulan TB anak adalah semakin
meningkatnya jumlah kasus TB resisteen obat (TB RO) pada dewasa, yang
bisa merupakan sumber penularan bagi anak. Jumlah pasti kasus TB RO pada
BAB II
5
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Ayah Ibu
Nama Tn. M. Laury Ny. B. Laury
Umur 43 tahun 45 tahun
Pendidikan SD SMP
Pekerjaan Buruh IRT
Keluhan utama: Benjolan pada leher dan telinga bagian kanan yang keluar nanah
Anamnesis Terpimpin :
benjolan pada leher dan telinga bagian kanan yang keluar nanah sejak ± 1 tahun
yang lalu sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Benjolan awalnya muncul pada
bulan desember 2017 yang semakin hari semakin membesar, sebelumnya juga
banyak muncul di bawah dagu, ketiak dan leher. Benjolan tidak nyeri, teraba
6
kenyal dan biasanya banyak, benjolan nya kemudian pecah disertai tukak yang
mengeluarkan nanah, dan juga bau. Ibu pasien sempat mengobati dengan obat-
Pasien dikertahui ada riwayat batuk sejak ± 1 tahun yang lalu, hilang
timbul, tidak memberat dengan perubahan waktu suhu atau paparan debu. Batuk
tidak dicetuskan oleh aktifitas seperti tertawa, menangis dan atau berlari. Batuk
kuning kental, tidak berbau, riwayat batuk darah diakui pasien sekitar 1tahun
Keluhan disertai dengan nafsu makan menurun diakui oleh ibu pasien,
sebelum sakit pasien biasanya makan menu anggota keluarga lain, jumlahnya 3
kali per hari. berat badan pasien turun 2 kg dibandingkan dengan Berat badan
pasien 3 bulan yang lalu (12kg). Keluhan juga disertai sering sekali berkeringat
malam meskipun cuaca sedang dingin. Riwayat diare dan muntah disangkal.
Riwayat demam pernah dialami oleh pasien sejak 6 bulan yang lalu
dengan lama sekitar 2 hari. demam tidak pernah tinggi sampai menggigil ataupun
sampai kejang, demam muncul tidak terkait dengan waktu. Tidak ada riwayat
nyeri saat buang air kecil, dan frekuensi buang air kecil sebanyak 6-7 kali perhari
7
Sejak lahir sampai berumur 3 tahun sebelum masuk rumah sakit pasien tidak
pernah mengalami sakit berat atau riwayat inap di RS. Pasien kemudian MRS di
Dobo sekitar bulan Agustus 2018 dan dirujuk di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon.
b. Ibu pasien juga tidak pernah memiliki sakit sebelumnya, tidak ada keluhan
sakit serius saat ini, batu lama disangkal, riwayat transfusi darah disangkal.
Ibu tidak pernah kontrol ke dokter ataupun puskesmas, riwayat demam, batu pilek
lain.
b. Riwayat persalinan
Pasien lahir melalui persalinan normal, spontan belakang kepala, ditolong oleh
bidan, cukup bulan, langsung menangis dengan berat badan lahir 3400 gram,
panjang badan dan lingkar kepala tidak tahu. Warna air ketuban tidak ketahui dan
d. Riwayat makanan
8
Pasien mendapat ASI sampai usia 2 tahun, dan mengkonumsi susu formula sejak
melepas ASI. Makanan semi-padat bubur halus mulai diberikan sejak usia 6 bulan
dilanjutkan dengan bubur kasar 8 bulan. Makanan keluarga berupa nasi diberikan
mulai usia 1 tahun. Saat dirumah, sebelum saki, pasien makan 3-4 kali sehari
Perkembangan anak sebagi berikut: gigi pertama muncul usia 9 bulan, berbicara
f. Riwayat Imunisasi
Imunisasi Dasar:
Pasien adalah anak kedelapan. Ayah pasien merupakan seorang buruh. Ibu
sebagai ibu rumah tangga. Total penghasilan tidak menentu, kadang 500,000-
Selama pasien dirawat, pasien dijaga oleh ayah, ibu dan kakak-kakak serta sanak
9
SOA P Laboratorium
11/09/2018 (HP-1) - IVFD D5 ¼ NS 250 ml/24 DR:
S: panas (+), pucat (+), Ma/mi jam Hb: 7,1
kurangm BAB/BAK (+) - Gentamicin 1x60 mg Ht: 23.5
O: KU lemah, Scrofuloderma - KDT anak faseintensif PLT: 588
(+), AHKM CRT < 2 detik 1x2tab WBC: 9.4
A: Scrofuloderma + Severly - PCT 4x100 mg Golda: A
underweight + severly stunted - Diet anak 1000 kkal (Nasi GDS: 113 mg/dl
+ Anemia 3c1, Susu 3x200 ml)
- Rx ADT, Retikulosit,
LED, Golda, UL.
13/09/2018(HP-3) - Inj ampicilin 4x250 mg ADT:
S: Panas (+), Batuk ±, nyeri - Gentamicin 1x60 mg Kesan: Anemia mikrositik
dibenjolan (+), Ma/mi baik, - KDT anak fase intensif hipokrom susp defsiensi besi
BAB/BAK baik 1x2 tab DD Hemoglobinopati,
O: KU lemah, PKGB R. Colli - Metamizole/Novalgin Trombositosis susp
ant/post: bengkak, nanah (+), 4x100 mg trombositosis reaktif
bau (+), AHKM CRT <2detik - Diet anak 1000 kkal (Nasi
A: Scrofuloderma + Severly 3x1 porsi, susu/formula CXR:
underweight + severly stunted 3x200 ml) Sugestif TB
+ Anemia - Rencana CXR
14/08/2018 (HP-4) - IVFD D5 ½ NS 500 ml/24 jam
S: muntah setiap - Ampicilin 4x 250 mg H-4
makan/minum (+), panas (-), - Gentamicin 1x60 mg H-4
nyeri pada benjolan di leher - KDT anak fase intensif 1x2
(+) tab
O: KU lemah, PKGB R. Colli - Metamizole 4x100 mg
ant/post: bengkak, nanah (+), - Diet anak 1000 kkal (Susu
bau (+), AHKM CRT <2detik 3x200 ml, Nasi 3x1)
A: Scrofuloderma + Severly
underweight + severly stunted
15/08/2018 (HP-5) - IVFD D5 ½ NS 500 ml/24 jam
S: Panas (-), Muntah (-), Diare - Ampicilin 4x250 mg H-5
(-), Ma/Mi baik, Nyeri - Gentamisin 1x60 mg H-5
benjolan di leher (+) - KDT anak fase intensif 1x2
O: KU lemah, PKGB R. Colli tab
ant/post: bengkak, nanah (+), - Metamizole 4x100 mg
bau (+), AHKM CRT <2detik - Rawat luka
A: Scrofuloderma + Severly - Diet anak 1000 kkal (susu
underweight + severly stunted 3x200 ml, Nasi 3x1)
- Transfusi PRC 100 ml (4 jam)
Pre Furosemid 10 mg
IV, Post: Ca Gluc 1cc
16/08/2018 (HP-6) - Ampicilin 4x250 mg DR:
S: bebas panas 5 hari, post - Gentamisin 1x60 mg Hb: 11.8
transfusi 1x, ma/mi baik, nyeri - KDT fase intensif 1x2 tab Ht: 35.9
benjolan berkurang, muntah - Metamizole 100 mg PLT: 680
(-), BAB/BAK baik - Diet anak 1000 kkal WBC: 14.4
O: KU cukup, PKGB R. Colli (Susu 3x20 ml, Nasi 3x1)
ant/post: bengkak, nanah (+), - Multivitamin 3x1 cth
bau (+), AHKM CRT <2detik
A; Scrofuloderma + Severly
underweight + severly stunted
18/08/2018 (HP-8) - Ceftriaxone 2x500 mg
S: panas (-), muntah (-), nyeri - KDT anak fase intensif
10
benjolan (-), ma/mi baik, 1x2tab
BAB/BAK baik - Metamizole 100 mg KP
O: KU cukup, PKGB R. Colli - Rawat luka
ant/post: bengkak, nanah (+), - Diet anak 1000 kkal
bau (+), AHKM CRT <2detik (Susu 3x200 ml, Nasi
A: Scrofuloderma + Severly 3x1)
underweight + severly stunted - Multivitamin 1x1cth
20/08/2018 (HP-10) - Amoxiclav 3x 1 cth1
S: panas (-), muntah (-), Nyeri - KDT anak fase intensif
benjolan ± , Ma/Mi baik. 1x2 tab
O: KU cukup, PKGB R. Colli - Multivitamin 1x cth
ant/post: bengkak, nanah (+ - ACC KRS
berkurang), bau (+), AHKM
CRT <2detik
A: Scrofuloderma + Severly
underweight + severly stunted
a. Status present
Kesan umum : Lemah
Nadi : 112 ×/menit kuat dan regular
Laju nafas : 32 ×/menit
Suhu aksila : 38°C
Saturasi O2 : 95% (O2 ruangan)
Kesadaran (GCS) : E4 V5 M6
b. Status generalis
Kepala : Bentuk kepala normal simetris, lingkar kepala 48 cm, rambut lurus
hitam dipendek, tidak mudah dicabut, ubun-ubun besar menutup.
Tidak tampak fasies sindrom tertentu, tidak ada udem, lipatan dahi
Wajah : normal, tidak didapat wajah old man face.
Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, kedua pupil bulat
Mata : isokor 3 mm dengan refleks cahaya kedua mata normal. Perdarahan
subkonjungtiva (-), bercak bitot (-). Tidak ada katarak, tidak ada
nistagmus ataupun strabismus. Tidak tampak mata cowong, tidak
ada udem palpebra, celah kelopak mata kanan-kiri simetris.
Tidak didapatkan sekret, membran timpani intak.
Telinga : Tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada deviasi septum,
Hidung : tukak pada telinga kanan, pus(+), bau (+), darah (+) tidak terdapat
sekret, tidak ada perdarahan, tidak ada hiperemi mukosa.
Mulut : Tidak ada sianosis ataupun pucat di sekitar mulut dan mukosa
lidah, mukosa bibir dan lidah basah, sudut mulut kanan-kiri
simetris, refleks menelan normal. Tidak tampak deviasi uvula dan
lidah ke satu sisi. Tidak ada drooling. Didapatkan karies gigi atas
dan bawah, hipertropi ginggival tidak didapatkan.
Tidak ada pembesaran tonsil dan faring tidak hiperemia. Tidak
Tenggorok : terdapat celah gusi dan palatum.
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening multiple leher
11
anterior, posterior, submental dan submandibula, ukuran 0,5-1 cm,
Leher : tidak konfluen, dapat digerakkan dari dasar, nyeri (-), peningkatan
jugular venous pressure (JVP) tidak didapatkan, tukak (+), dasar
jembatan jaringan (+), pus (+), bau (+), darah (+).
Dada
Bentuk normal, gerakan simetris, iga gambang (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus tidak tampak
Auskultasi : Bunyi jantung I/II normal, bising jantung (-), irama derap (-).
Suara jantung menjauh (-)
Paru
Kanan Kiri
Depan
Kanan Kiri
Belakang
Abdomen
Inspeksi : Datar, pelebaran vena kolateral (-),
Auskultasi : Bising usus normal, bruit aorta (-)
Perkusi : Pekak hepar positif, suara timpani (+) dan meteorismus (-)
Palpasi : Undulasi (-), asites (-)
Hepar tidak teraba.
12
Limpa tidak teraba.
Nyeri tekan dan defans muskuler tidak didapatkan. Massa
intraabdomen tidak ditemukan.
Status neurologis
Kesadaran (GCS) : E4V5M6
Rangsang : Kaku kuduk –, Brudzinki I/II/III/IV : -/-/-/-,
meningeal Kernig -/-, Laseq -/-
Nervi kranialis
NI : Penciuman dalam batas normal
N II : Ketajaman penglihatan dalam batas normal, buta
warna (-)
N III, IV,VI : Pupil besar isokor 3/3 mm, reflek cahaya +/+ normal,
ptosis (-), strabismus (-)
NV : Refleks kornea +/+
N VII : Gerakan otot wajah saat diam dan bergerak tampak
simetris, lipatan nasolabial simetris
N VIII : Pendengaran dalam batas normal
N IX, X : Refleks muntah (+), refleks menelan (+), refleks
batuk (+)
N XI, XII : Kekuatan m.sternocleidomastoideus dan m.trapezius
dalam batas normal
Reflek fisiologis : Reflek bisep N/N, Reflek trisep N/N
Reflek patela N/N, reflek akiles N/N,
Tidak didapatkan klonus
Reflek patologis : Hoffman -/-, Tromar -/-,
Babinski -/-, Chadox -/-, Openheim -/-
Kekuatan motorik : Ekstremitas atas : dalam batas normal
Ekstremitas bawah : lemah
Tonus otot : Normal
c. Status Antropometri
Tanggal Pemeriksaan : 20-08-2018
Tanggal lahir : 28-06-2015
Umur kronologis : 3 tahun 1 bulan 22 hari
13
Berat badan (BB) : 9 kg (< -3SD kura WHO)
Tinggi badan (TB) : 84 cm (<-3SD kurva WHO)
Usia Tinggi : 20 bulam
Berat badan ideal (BBI) : 13 kg
BB/TB (% median) : 69% (kriteria Waterlow)
Lingkar kepala (LK) : 48 cm ( -1 SD kurva WHO)
Lingkar lengan atas (LLA) : 13 cm (< -2 SD kurva WHO)
Penilaian status gizi menggunakan kurva WHO, pasien diklasikan sebagai kriteria
severly underweight, severly stunted, normosefali. (Lampiran 1, 2, 3 dan 4)
Diagnosis
Utama : Skrofuloderma
IVFD D5 ¼ NS 10 tpm
Prognosis
Ad vitam: Bonam
Pasien saat ini dalam kondisi cukup lemah, namun tidak sampai mengancam
jiwa, tanda-tanda vital dalam batas normal, respon terapi masih baik.
Ad Functionam: Dubia
Pasien saat ini belum mengalami komplikasi jangka panjang dengan ketelibatan
multiorgan. Parameter untuk status gizi: buruk sehingga perlu pemantauan ketat
14
Ad Sanasionam : Bonam
Pasien saat ini sedang menjalani terapi untuk tuberkulosis dan infeksi lain yang
Jika pemnatauan, kepatuhan, dukungan orang tua baik, diharapkan dapat sembuh
BAB III
ANALISA KASUS
darurat (IRD) rumah sakit, dengan keluhan utama benjolan pada leher dan telinga
bagian kanan yang keluar nanah sejak ± 1 tahun yang lalu SMRS. Benjolan
awalnya muncul pada bulan desember 2017 yang semakin membesar, sebelumnya
juga banyak muncul di bawah dagu, ketiak dan leher. Benjolan tidak nyeri, teraba
kenyal dan biasanya banyak, benjolan kemudian pecah disertai tukak yang
mengeluarkan nanah, dan juga bau. Pasien juga diketahui ada riwayat batuk sejak
± 1 tahun yang lalu Dahak berwarna kuning kental, tidak berbau, riwayat batuk
darah diakui pasien sekitar 1tahun yang lalu. Riwayat kontak erat dengan pasien
TB diakui. Keluhan disertai dengan nafsu makan menurun diakui oleh ibu pasien
Riwayat demam pernah dialami oleh pasien sejak 6 bulan yang lalu dengan lama
sekitar 2 hari.
skrofuloderma. Hal ini dikaitkan dengan gejala klinis dan riwayat kontak erat
15
Faktor Risiko Tuberkulosis
Anak yang terpapar orang dewasa yang punya risiko tinggi, orang dari
mengurus pasien-pasien dengan risiko tinggi, bayi dan anak < 4 tahun khusunya
anak < 2 tahun, remaja dan dewasa muda, orang dengan koinfeksi HIV, orang
ginjal kronik, dan malnutrisi, riwayat kontak dengan pasien dengan pengobatan
Diagnosis tuberkulosis
nafsu makan kurang, berat badan (BB) sulit naik, menetap atau malah menurun
dengan etiologi demam kronik yang lain perlu disingkirkan dahulu seperti infeksi
saluran kemih (ISK), tifus atau malaria, pembesaran kelenjar superfisial di daerah
leher, aksila, inguinal atau tempat lain, keluhan respiratorik berupa batuk kronik
lebih dari 3 minggu atau nyeri dada, gejala gastrointestinal seperti diare persisten
yang tidak sembuh dengan pengobatan baku atau perut membesar karena cairan
16
Keluhan spesifik organ dapat terjadi bila TB mengenai organ
Pemeriksaan fisik pada pasien ini: regio retroaurikuler dextra an regio colli
terdapat tukak, pus (+), bau (+), darah (+) yang meninggalkan jembatan jaringan,
pada paru ditemukan ronkhi pada kedua lapangan paru, pemeriksaan status
buruk, stunting. BB/U: <-3SD, TB/U: <-3SD BB/TB: 69% (Kriteria Waterlow).
Pada sebagian besar kasus TB, tidak dijumpai kelainan fisis yang khas:
Antropometri: gizi kurang dengan grafik berat badan dan tinggi badan pada posisi
di daerah bawah atau di bawah P5, Suhu subfebris dapat ditemukan pada sebagian
Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) tidak nyeri, konsistensi kenyal, multipel
dan kadang saling melekat (konfluens), ukuran besar (lebih dari 2x2cm), biasanya
pembesaran KGB terlihat jelas bukan hanya teraba, tidak respon terhadap
dengan adanya ulkus disertai jembatan kulit antar tepi ulkus (skin bridge).2
rutin, dengan hasil Hb: 7,1, trombosit: 588000, leukosit: 9400, gula darah
sewaktu: 113 mg/dl, pemeriksaan apusan darah tepi (ADT): kesan anemia
17
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada pasien dengan kecurigaan
terutama pada anak berusia > 5 tahun, HIV (+), dan gambaran kelainan paru luas.
sputum pada anak dan sifat pausibasiler pada TB anak, pemeriksaan bakteriologis
selama ini tidak dilakukan secara rutin pada anak yang dicurigai sakit TB.
Dengan semakin meningkatnya kasus TB resisten obat dan TB HIV, saat ini
NGT dapat dilakukan pada anak tidak dapat keluarkan dahak dan dianjurkan
sputum biasanya relatif aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak semua
umur, hasil lebih baik dari aspirasi lambung, terutama bila menggunakan lebih
pada anak: (a) uji tuberkulin: Uji tuberkulin bermanfaat untuk membantu
pasien TB tidak jelas. Uji tuberkulin tidak bisa membedakan antara infeksi dan
pasien TB. Hasil positif uji tuberkulin menunjukan adanya infeksi dan tidak
menunjukan ada tidaknya sakit TB. Sebaliknya, hasil negatif uji tuberkulin belum
tentu menyingirkan diagnosis TB, (b) foto toraks: Foto toraks juga merupakan
18
gambaran foto toraks pada TB tidak khas kecuali gambaran TB milier, (c)
perkijauan di tenganya dan dapat pula ditemukan gambaran sel daria langhans
Secara umum penegakan diagnosis TB pada anak didasarkan pada 4 hal, yaitu:
1. Konfirmasi bakteriologis TB
3. Adanya bukti infeksi TB (hasil uji tuberkulin positif atau kontak erat dengan
pasien TB)
sputum:
a. Jika tidak ada fasilitas atau tidak ada akses untuk uji tuberkulin dan foto
toraks:
- Jika anak ada riwayat kontak erat dengan pasien TB menular, anak
19
- Jika tidak ada riwayat kontak, lakukan observasi klinis 2-4 minggu.
b. Jika tersedia fasilitas untuk uji tuberkulin dan foto toraks, hitung skor
2. Skor total <6, dengan uji tuiberkulin positif atau ada kontak erat
3. Jika skor total < 6, dan uji tuberkulin negatif, atau tidak ada kontak erat
20
Gambar 1. Alur diagnosis dengan Skoring TB
[Sumber: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Petunjuk Teknis Manajemen dan
Tatalaksana TB anak. Kemenkes RI, Jakarta: 2016.]
Penjelasan:
21
induksi sputum. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan 2 kali dan dinyatakan
namun tidak ditemukan cukup bukti adanya penyakit TB. Jika gejala
Tabel 1. Skoring TB
[Sumber: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Petunjuk Teknis Manajemen dan
Tatalaksana TB anak. Kemenkes RI, Jakarta: 2016.]
22
Definisi dan Klasifikasi
1. Definisi
Terduga TB anak:
Pasien TB anak:
pengobatan TB.
2. Klasifikasi
23
Selain pengelompokan pasien berdasarkan definisi tersebut di atas, pasien
1. Tuberkulosis paru
2. Tuberkulosis ekstraparu
limfe, abdomen, saluran kemih, kulit, sendi, selaput otak dan tulang.
sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan
(<28 dosis)
2) Pasien yang pernah diobati TB: pasien yang sebelumnya pernah menelan
OAT selama 1 bulan atau lebih (>28 dosis). Pasien ini selanjutnya
24
pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh
sebelumnyatidak diketahui.
Pada pasien anak laki-laki 3 tahun 1 bulan didefinisi dan diklasifikan dengan
bakteriologis pada anak yang masih terbatas dan juga diklasifikasikan berdasarkan
pemeriksaan fisik dan gejala klinis: (a) Tuberkulosis kelenjar: Infeksi TB pada
esktrapulmonal pada anak yang paling sering terjadi, dan terbanyak pada kelenjar
limfe leher. Kebanyakan kasus timbul 6-9 bulan setelah infeksi awal
Lokasi pembesaran kelenjar limfe yang sering adalah di bagian servikal anterior,
penyakit. Pembesaran kelenjar limfe bersifat kenyal, tidak keras, discrete, dan
25
tidak nyeri. Ukuran besar (lebih dari 2x2 cm), biasanya terlihat jelas bukan hanya
teraba. Pada perabaan, kelenjar sering terfiksasi pada jaringan di bawah atau
diatasnya. Limafadenitis ini paling sering terjadi unilateral, tetapi infeksi bialteral
dapat terjadi karena pembuluh limfatik di daerah dada dan leher bawah saling
kulit yang paling sering dijumpai pada anak, terjadi akibat penjalaran
perkontinuitatum dari kelenjar limfe yang terkena TB. Manifestasi klinis sama
dengan gejala umum TB pada anak. Biasanya ditemukan di leher atau di tempat
skrofuloderma berupa nodul subkutan atau infiltrat subkutan dalam yang keras,
berbentuk linear atau serpiginosa, dasar bergranulasi dan tidak beraturan, dengan
tepi bergaung, warna kebiruan, disertai fistula dan nodul granulomatosa yang
sedikit lebih keras. Kemudian terbentuk jaringan parut berupa pita/benang fibrosa
padat, yang membentuk jembatan diantara ulkus-ulkus atau daerah kulit yang
normal. Pada pemeriksaan, didapatkan berbagai bentuk lesi, yaitu plak dengan
fibrosis padat, sinus yang mengeluarkan cairan, serta massa yang fluktuatif.3
26
Diagnosis definitif adalah biopsi asirasi jarum halus/BAJAH atau secara
dengan pasien TB (profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit
TB (profilaksis sekunder).3
utama pemberian obat anti TB sebagai berikut: (1) menyembuhkan pasien TB, (2)
relaps, (4) mencegah terjadinya dan transmisi resistensi obat, (5) menurunkan
seminimal mungkin, (7) mencegah reservasi sumber sumber infeksi di masa yang
akan datang.3
Beberapa hal penting dalam tata laksana TB anak adalah; (1) menyembuhkan
pasien TB, (2) mencegah kematian akibat TB atau efek jangka panjangnya, (3)
mencegah TB relaps, (4) mencegah terjadinya dan transmisi resisten obat, (5)
27
toksisitas seminimal mungkin, (7) mencegah reservasi sumber infeksi di masa
diberikan kepada anak dengan BTA positif, TB berat dan TB tipe dewasa. Terapi
TB pada anak dengan BTA negatif menggunakan panduan INH, rifampisin, dan
Pirazinamid pada fase inisial (2 bulan pertama) diikuti Rifampisin dan INH pada 4
28
[Sumber: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit. Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana TB anak. Kemenkes RI,
Jakarta: 2016.]
Kategori Diagnostik Fase Intensif Fase lanjutan
TB klinis
TB Kelenjar 2HRZ 4HR
Efusi Pleura TB
TB Terkonfirmasi Bakteriologis
TB paru dengan kerusakan luas
TB ekstraparu (selain meningitis TB
dan TB tulang/sendi) 2HRZE 4HR
TB Tulang/Sendi
TB Milier 2HRZE 10HR
TB Meningitis
obat, panduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT/FDC. Paket KDT anak
berisi obat fase intensif, yaitu rifampisin (R) 75 mg, INH (H) 50 mg, dan
pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg
29
>30 OAT dewasa
Keterangan:
- Bayi < 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak daam bentuk KDT
- Apabila ada kenaikan BB maka dosis atau jumlah tablet yang diberikan
umur)
- OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan digerus)
- Obat diberikan pada saat perut kosong atau paling cepat 1 jam setelah
makan.
mg/kgBB/hari
- Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka smeua obat tidak
1. Kortikosteroid
a. TB meningitis
c. Perikarditis TB
e. Efusi pleura TB
30
f. TB abdomen dengan asites.
2. Pirirdoksin
pada anak dengn malnutrisi berat dan anak dengan HIV yang mendapatkan
- Nutrisi
TB. Malnutrisi berat meningkatkan risiko kematian pada anak dengan TB.
Penilaian status gizi harus dilakukan secara rutin selama anak dalam
pengamatan gejala dan tanda malnutrsi seperti edema atau muscle wasting.
stabil dan TB dapat diatasi. ASI tetap diberikan jika anak masih dalam masa
4
menyusu.
31
Pasien TB anak harus dipastikan minum obat setipa hari secara teratur
oleh PMO. Dan sebaiknya dipantau sealama 2 minggu fase intensif, dan sekali
Pada pasien anak dengan hasil BTA positif pada awal pengobatan,
Perbaikan radiologis akan terlihat dalam jangka waktu yang lama sehingga
tidak perlu dilakukan foto toraks untuk pemantauan pengobatan, kecuali pada
TB milier setelah pengobatan 1 bulan dan efusi pleura setelah pengobatan 2-4
minggu. Demikian pemeriksaan uji tuberkulin karena yang positif akan tetap
positif.3
32
Pengobatan lengkap Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara
lengkap dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum
akhir pengobatan hasilnya negatif namun tanpa ada bukti
hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan.
Gagal Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih
selama pengobatan atau kapan saja apabila selama demam
pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang
menunjukan adanya resistensi OAT.
Meninggal Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum
memulai atau sedang dalam pengobatan.
Putus berobat Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang
pengobatan terputus selama 2 bulan terus menerus atau
lebih.
Tidak dievaluasi Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya.
Termasuk dalam kiteria ini adalah “pasien pindah” ke
kabupaten/kota lain dimana hasil akhir
pengobatannyatidak diketahui oleh kabupaten/kota yang
ditinggalkan.
Efek samping obat TB lebih jarang terjadi pada anak dibandingkan dewasa.
oleh isoniazid, rifampisin, atau pirazinamid. Pemeriksaan kadar enzim hati tidak
perlu dilakukan secara rutin pada anak yang akan memulai pengobatan TB.
Pada keadaan peningkatan enzim hati ringan tanpa gejala klinis (kurang dari 5
kali nilai normal) bukan merupakan indikasi penghentian terapi obat anti TB.
pengukuran kadar enzim hati dan jika perlu penghentian obat TB. Penapisan ke
Pencegahan
33
Prioritas dalam melakukan kontrol dalam program tuberkulosis sendiri
merujuk pada temukan dan obati, dimana hal ini dapat menurunkan angka
transmisi yang biasanya ditularkan melalui droplet dan juga biasanya sangat
berisiko terhadap orang-orang dekat pasien terkontaminasi TB. Semua anak dan
dewasa dengan gejala yang merujuk pada tuberkulosis dan juga ada riwayat
kontak dengan pasien TB harus dilakukan tes untuk mencari infeksi tuberkulosis.
Rata-rata 30-50% kontak serumah dengan pasien positif TB juga turut tertular dan
1% memang sudah dengan penyakit TB. Program ini diharapkan dapat berjalan
dengan baik jika ada respon yang efektif dan adekuat dari masyarakat dan petugas
kesehatan layanan primer untuk pemberian edukasi. Anak, khusunya < 2 tahun
risiko infeksi lebih tinggi dan lebih cepat berkembang menjadi bentuk
satunya vaksin yang dapat melawan TB. Vaksin BCG merupakan vaksin dari
strain M.Bovis pemberian biasanya intradermal diberikan mulai usia 0-2 bulan
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Lindsay HA, Starke JR. Chap 215 Tuberculosis (Mycobacterium
2009.
35