Maret 2023
Oleh:
dr. Anggoro Adi Wibowo
Pembimbing:
Dr. dr. Yulia Iriani, Sp.A (K)
dr. Ariesti Kamila, Sp.A (K), M.Kes, PhD
Moderator:
Dr. Aditiawaty, Sp.A (K)
Penilai:
dr. RA. Myrna Alia, Sp.A(K). M.Kes
DR. Dr. Yudianita Kesuma, Sp.A(K),
M.Kes
Narasumber:
Prof. Dr. H. Chairil Anwar, DAPE,Ph.D
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan berkah-Nya
Penulis dapat meneyelesaikan Case berjudul “Infeksi Bertiella studeri. Case ini
merupakan bagian sistem pembelajaran dan penilaian. Melalui kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyelesaian laporan kasus ini, terutama kepada yang terhormat Dr. dr. Yulia Iriani,
Sp.A (K), dr. Ariesti Kamila, Sp.A (K), M.Kes, PhD atas bimbingan dan arahan yang
telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa Case ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan dan diterima agar
penulisan lebih baik di masa mendatang. Semoga Case ini membawa manfaat bagi
banyak pihak dan semoga Allah SWT senantiasa meridhai.
Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Bertielliasis merupakan infeksi Bertiella, yaitu cacing pita cestoda yang pada awalnya
menginfeksi hewan mamalia. Bertielliasis dapat terjadi pada manusia jika secara tidak sengaja
memakan hewan inang lainnya yang mengandung telur Bertiella. Hewan inang ini biasanya
tungau oribatida yang ditemukan di tanah yang terkontaminasi. Oleh karena itu, kebanyakan
kasus disebabkan akibat individu yang memakan buah yang jatuh ke tanah tanpa dicuci dengan
benar.1,2
Bertielliasis merupakan penyakit yang jarang ditemukan di manusia dan bukan
merupakan penyakit yang mematikan. Bertielliasis dapat terjadi tanpa dihadiri gejala atau
dengan gejala yang mirip dengan infeksi cacing pita. Gejala tersebut dapat meliputi rasa tidak
nyaman atau nyeri epigastrium setelah makan, mual, diare, anoreksia, serta penurunan berat
badan.3,4
Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang yang cermat
untuk menegakkan diagnosis infeksi Bertiella studeri. Diagnosis dan tatalaksana secara dini
dan komperhensif penting agar pasien segera mendapat terapi yang tepat sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup, mengoptimalkan potensi serta meminimalkan kemungkinan
terjadinya perburukan sistem organ yang dialami pasien.
Kami melaporkan seorang pasien laki-laki berusia 5 tahun dengan manifestasi klinis
BAB cari, perut melilit, dan ditemukan cacing pada tinja yang kemudian didiagnosis dengan
Infeksi Bertiella studeri. Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk membahas kasus
Infeksi Bertiella studeri pada anak dengan ilustrasi kasus, meliputi gambaran klinis,
penegakkan diagnosis, dan penatalaksanaan yang dilakukan. Deteksi dini dan penatalaksanaan
holistik dan komprehensif dini dan tepat penting diharapkan dapat meningkatkan kualitas
hidup pasien anak dengan Infeksi Bertiella studeri.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identifikasi
Seorang anak laki-laki, inisial FZ usia 5 tahun, berat badan 11,4 kg, tinggi
badan 104 cm, bertempat tinggal di kabupaten Lahat. Pasien datang ke Poliklinik
Infeksi dan Penyakit Tropis pada tanggal 13 Juni 2022.
4
tahun terakhir. Keluhan menurut ibunya membaik selama 2 bulan namun setelah
itu cacing Kembali keluar dari feses anak.
Saat sebelum cacingan 1 tahun lalu ibu pasien merasa Anak terbilang gemuk namun
setelah pernah cacingan Berat badan pasien sukar naik walaupun menurut ibunya
nafsu makan tidak ada perubahan yang signifikan.
5
Pedigree Keluarga
Perempuan
Laki-laki
Pasien
6
Menggenggam benda dengan jari-jari : usia 9 bulan
Memasukkan benda kedalam wadah : usia 1 tahun
Mencoret-coret : usia 2 tahun
Menyusun menara dari kubus 2 balok : usia 3 tahun
Kemampuan bicara
Mengoceh ‘ooh’ dan ‘aah’ : usia 11 bulan
Menyebut mama papa : usia 12 bulan (tidak
jelas)
Menyebut 4-5 kata : usia 15 bulan
Merangkai kalimat sederhana : usia 2 tahun
Bicara dengan dimengerti : usia 3 tahun
Menyebut 4 gambar : usia 3 tahun
Mengetahui 2 kegiatan : usia 3 tahun
Personal sosial
Tersenyum spontan : usia 8 bulan
Minum dengan cangkir : usia 3 tahun
Menggosok gigi dengan bantuan : usia 4 tahun
Mencuci dan mengeringkan tangan : usia 4 tahun
Kesan:
Perkembangan anak normal
Riwayat Imunisasi:
7
Riwayat Sosial Ekonomi
8
Growth Chart CDC
9
Keadaan Spesifik
Kepala:
Ukuran : Normosefali
Wajah : Gambaran dismorfik (-), Old Man Face (-), Rambut Jagung (-)
Mata : Konjungtiva anemis tidak ada, sklera tidak ikterik, pupil bulat
isokor3/3mm, refleks cahaya ada positif normal, sekret tidak ada
Hidung : Napas cuping hidung tidak ada
Telinga : Bentuk normal, nyeri tekan tragus tidak ada, pembesaran kelenjar
getah bening retro aurikular tidak ada, tidak terdapat serumen, low set
ear (-)
Mulut : Tongue tie tidak ada, arkus faring simetris, faring tidak hiperemis,
tonsil ukuran T1-T1, tidak hiperemis, epiglottis baik, makroglosia (-
).
Leher:
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thoraks:
Bentuk dada normal, simetris, tidak ada gerakan dinding dada tertinggal salah
satu sisi, tidak terdapat retraksi
Paru
Inspeksi : statis dan dinamis simetris
Palpasi : stem fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi: vesikuler normal pada kedua lapangan, rhonki tidak ada, wheezing
tidak ada
Jantung:
Inspeksi : lktus kordis dan thrill tak terlihat
Palpasi : lktus kordis tak teraba, thrill tak teraba
10
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, bunyi tambahan tidak ada
Abdomen:
Inspeksi : datar, simetris, tidak tampak venektasi, tidak tampak kontur usus,
umbilikal normal
Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit kembali cepat, nyeri
tekan tidak ada
Perkusi : timpani, shifting dullness tidak ada
Auskultasi: bising usus (+) normal
Ekstremitas:
Baggy Pants (-), Kulit teraba hangat, edema peritibia tidak ada, sianosis tidak ada,
capillary refilltime < 3 detik, kuku terlihat panjang dan sedikit kotor, kulit dalam
batas normal
Regio Anus:
Anus tidak hiperemis, tidak terdapat pruritus, dan tidak ditemukan adanya cacing.
Status neurologis :
Tanda Rangsang Meningeal :
Kaku Kuduk : (-)
Kernig : >1350 / >1350
Brudzinsky I dan II : (-)
Nervus Cranialis :
N.I : dalam batas normal
N.II : dalam batas normal
N. III, IV dan VI : Kedudukan bola mata : ortoforia +/+
Pergerakan bola mata : baik ke segala arah +/+ (nasal, temporal superior, inferior, nasal
atas dan bawah, temporal atas dan bawah)
Exopthalmus : -/-
Nystagmus : -/-
11
Pupil
Bentuk : bulat, isokor,ø 3mm/3mm
Reflek cahaya langsung : +/+
Reflek cahaya tak langsung : +/+
Pergerekan bola mata kesegala arah baik, lagoftalmus (-), akomodasi baik
N. V : dalam batas normal
N. VII : tidak ada kesan parese
N.VIII : dalam batas normal
N. IX, X : dalam batas normal
N. XI : dalam batas normal
N. XII : dalam batas normal
Motorik
Motorik Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah
12
2. 4 Pemeriksaan Penunjang
Kesan: Normal
4. Pemeriksaan Parasitologi
Pada Pemeriksaan Parasitologi, Dilakukan persiapan untuk pengambilan spesimen,
pasien diminta untuk makan makanan yang kurang serat agar BAB sedikit, dan pasien
dipuasakan kurang lebih 12 jam. Paginya pasien diminta minum obat Praziquantel dalam
kondisi perut kosong dan menunggu pasien BAB. Pada saat pasien BAB, ditemukan
proglotid Bertiella studeri, dan diharapkan ditemukan kepala (scolex) dari cacing, atau
13
bagian badan dari cacing tersebut terutama bagian grafit. Pada pasien ini tidak ditemukan
kepala dari cacing ini, namun ditemukan potongan badan cacing.
Potongan badan cacing ini kemudian diamasukkan ke dalam botol yang berisikan
alkohol 70%, sehingga bagian dari badan cacing ini berkontraksi (filiform apparatus) dan
mengeluarkan isi telurnya, diambil pada bagian dasar endapan botol spesimen dan
diletakkan dibawah mikroskop.
Sedian: Feses
Hasil Pemeriksaan: Pada pemeriksaan ini ditemukan telur dari Bertiella studeri, dengan
ciri ditemukannya onkosphere (bulatan seperti buah pir didalam bakal telur).
Seorang anak laki-laki, inisial FZ usia 5 tahun, berat badan 11,4 kg, tinggi
badan 104 cm, bertempat tinggal di kabupaten Lahat. Pasien datang ke Poliklinik
Infeksi dan Penyakit Tropis pada tanggal 13 Juni 2022 dengan keluhan BAB cair
dengan frekuensi 3-4 kali per hari, darah ada, lendir ada, gatal pada lubang dubur
ada. Pasien juga merasa perut melilit dan sedikit kembung. Setiap BAB cair juga
ditemukan adanya cacing berwarna putih, kecil, pipih, sebesar beras dan bergerak
setiap kali BAB cair, banyaknya 2-3 cacing per sekali keluar, keluar cacing selang
satu hari. Pasien suka main tanah dan mandi di sungai. Pasien kemudian dibawa
berobat ke RSUD Lahat dan dirawat selama 1 minggu, dan diberikan obat
Metronidazol, Antasida sirup, dan probiotik Lactobacillus reuteri. Setelah pulang
dari RS, BAB cair pasien tidak ada lagi, tetapi cacing masih keluar selang satu
hari. Pasien kemudian dibawa berobat ke RSUD lahat dan dirujuk ke RSMH.
Riwayat cacingan dengan frekuensi selang 1 hari sekali sejak 1 tahun yang
14
lalu namun belum dibawa berobat dan hanya diberikan combantrin sebanyak 2
kali dalam 1 tahun terakhir
Keluarga dengan kesan sosioekonomi menengah ke bawah, tinggal di
rumah nenek pasien dengan jumlah 5 orang dalam 1 rumah. Pasien dirawat oleh
ibu dan nenek pasien. Terdapat perkebunan karet dan sejumlah monyet di
belakang rumah pasien, serta pasien sering memakan buah jatuh dari pohon yang
dihuni oleh monyet.
Berdasarkan pemeriksaan fisis didapatkan pasien dengan kesadaran compos
mentis, dengan gizi buruk perawakan normal. Dari pemeriksaan fisik, tidak
didapatkan adanya kelainan, pada regio anus tidak didapatkan adanya hiperemis,
pruritus dan cacing. Pada pemeriksaan feses rutin didapatkan hasil Kuning
kecoklatan, lunak, lendir (+), pus (-), darah (-), amoeba E. Coli (-), telur cacing
(-), leukoosit 2-3, eritrosit 0-1, epitel (+), serat otot (-), jamur (-), bakteri (-).
Pasien di rencanakan akan di lakukan pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan parasitologi.
15
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik mengarah ke diagnosis Bertielliasis
(Bertiella studeri), dengan diagnosis banding bertielliasis (Bertiella Mukronata) dan
Taeniasis (taeniasis saginata). Diperkuat dengan hasil pemeriksaan parasitologi
didapatkan adanya gambaran infeksi Bertiella studeri. Pasien juga diassest sebagai gizi
buruk dengan perawakan normal kemungkinan berhubungan dengan infeksi Bertiella
pada pasien.
7. Vitamin C 1x50mg
16
9. Monitoring BB Anak
10. Edukasi keluarga mengenai penyakit dan pemberian makanan sehat seimbang
5. 11. Edukasi
2.12 Prognosis
1. Quo ad vitam : Bonam
2. Quo ad functionam : Bonam
3. Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam
17
FOLLOW UP
Tanggal 28 September 2022
S Keluhan membaik, BAB tampak cacing (-), perut melilit (-)
O Sens: compos mentis (E4M6V5)
Berat Badan : 11.5 kg
PanjangBadan : 104 cm
BB/U : 11.5 (<P5)
TB/U : 104 ( P10-P25)
BB/PB : 11,5/17 (67%) Severe Malnutrition and Normal
Stature
Kesan : Gizi buruk perawakan normal
Nadi : 92x/ menit (normal)
Laju pernapasan : 24x/ menit (normal)
Suhu : 36.5 ºC (normal)
SpO2 : 98%
Kepala: NCH (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), bibir sianosis (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-)
Cor: BJ I&II reguler, murmur (-) S3 gallop (-)
Pulmo: vesikuler (+/+) normal, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen: datar, BU (+) normal
Ekstremitas: akral sama hangat pada kaki kanan dan kiri, CRT <3 detik
A Infeksi Bertiella studeri + Gizi buruk perawakan normal
P Praziquantel 2x300mg, Monitoring BB Anak, Makan-makanan Bergizi 3x1 Nasi
Biasa 500 Kkal, Susu ONS, Vitamin A 1x200.000 unit, As. Folat 5mg pada hari
pertama dan 1 mg hari berikutnya, Vit B Komplek 2x1 tab, Vit C 1x50mg
18
Tanggal 26 November 2023
S Tidak didapatkan keluhan BAB tampak cacing, BB mulai meningkat menjadi 14
kg
O Sens: compos mentis (E4M6V5)
Berat Badan : 14 kg
PanjangBadan : 105 cm
BB/U : 14 kg (<P5)
TB/U : 105 cm (P10-P25)
BB/PB : 14/17 (82%) Mild Malnutrition and Normal Stature
Kesan : Gizi kurang perawakan normal
Nadi : 92x/ menit (normal)
Laju pernapasan : 22x/ menit (normal)
Suhu : 36.5 ºC (normal)
SpO2 : 98%
Kepala: NCH (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), bibir sianosis (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-)
Cor: BJ I&II reguler, murmur (-) S3 gallop (-)
Pulmo: vesikuler (+/+) normal, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen: datar, BU (+) normal
Ekstremitas: akral sama hangat pada kaki kanan dan kiri, CRT <3 detik
A Infeksi Bertiella studeri (selesai) + Gizi kurang perawakan normal
P Monitoring BB Anak, Makan-makanan Bergizi 3x1 Nasi Biasa 500 Kkal, Susu
ONS, Vitamin A 1x200.000 unit, As. Folat 5mg pada hari pertama dan 1 mg hari
berikutnya, Vit B Komplek 2x1 tab, Vit C 1x50mg
19
Tanggal 26 Maret 2023
S Tidak didapatkan keluhan BAB tampak cacing, BB meningkat menjadi 16.5 kg
O Sens: compos mentis (E4M6V5)
Berat Badan : 16.5 kg
PanjangBadan : 107 cm
BB/U : 16.5 kg (<P5)
TB/U : 107 cm (P10-P25)
BB/PB : 16.5/18 (91%) Normal nutrition and Normal Stature
Kesan : Gizi baik perawakan normal
Nadi : 80x/ menit (normal)
Laju pernapasan : 22x/ menit (normal)
Suhu : 36.5 ºC (normal)
SpO2 : 98%
Kepala: NCH (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), bibir sianosis (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-)
Cor: BJ I&II reguler, murmur (-) S3 gallop (-)
Pulmo: vesikuler (+/+) normal, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen: datar, BU (+) normal
Ekstremitas: akral sama hangat pada kaki kanan dan kiri, CRT <3 detik
A Infeksi Bertiella studeri (selesai) + Gizi baik perawakan normal
P Monitoring BB Anak, Makan-makanan Bergizi 3x1 Nasi Biasa 500 Kkal, Susu
ONS, Vitamin A 1x200.000 unit, As. Folat 5mg pada hari pertama dan 1 mg hari
berikutnya, Vit B Komplek 2x1 tab, Vit C 1x50mg
20
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
21
diketahui.4
22
didokumentasikan di Mauritius, infeksi ditelusuri kembali ke konsumsi jambu biji yang telah
diambil dari tanah.4,7
2.4.2 Morfologi
Seperti semua Cyclophyllidea, Bertiella memiliki skoleks, pengisap, dan banyak segmen yang
disebut proglottid. Ini dilepaskan ke dalam tubuh dari cacing pita dewasa, mengandung struktur
anatomi pria dan wanita, dan berada dalam tahap dewasa, pasca dini dan gravid. Secara umum,
morfologi Bertiella manusia tidak dipahami dengan baik karena kelangkaan infeksi, dan
karenanya kemungkinan terbatas untuk studi dan observasi. Hal yang kurang terutama adalah
deskripsi tahap dewasa dari spesies. Paling umum studi tentang proglottid yang dilewatkan
dalam sampel tinja dari inang yang terinfeksi. Penelitian telah menunjukkan bahwa spesimen
yang dikumpulkan dari manusia pada dasarnya secara morfologis sama dengan spesimen yang
dikumpulkan dari inang monyet, kecuali untuk beberapa perbedaan anatomi pada organ
reproduksi.1,5
23
Namun, perbedaan dalam temuan morfologis ini telah membuat para peneliti mendalilkan
bahwa mungkin ada lebih dari dua spesies Bertiella manusia, seperti yang diyakini sebelumnya.
Proglottid gravid dalam tinja ini berwarna putih dan dapat berukuran sekitar 11 mm untuk
panjang maksimum dan 8 mm untuk lebar maksimum. Pengamatan cacing pita penuh di masa
lalu termasuk cacing yang panjangnya 130 mm, lebar 15 mm, dan tebal 2,5 mm, memiliki
skoleks, leher, dan 418 proglottid. B. mucronata memiliki telur yang lebih kecil daripada B.
studeri. Ada filamen yang timbul dari alat piriform yang dapat diidentifikasi dengan jelas pada
B. studeri tetapi bukan B. mucronata. 1,5
24
Gambar 3. Siklus hidup Bertiella sp.
25
Gambar 3. Proglottid Bertiella studeri dalam kontraksi (A) dan ekspansi (B), dan
telur dengan alat filiform dan oncosphere dengan hooklet dari sampel tinja pasien dalam
pembesaran rendah (C) dan tinggi (D).
26
vakuolisasi dan blebbing sinsitium tegumen yang berakibat disintegrasi tegumen cacing.
Disintegrasi tegumen ini merupakan efek dari sel imun inang seperti granulosit, histiosit, dan
juga antibodi yang dilaporkan sangat berkontribusi terhadap efek in vivo praziquantel dalam
pengobatan infeksi cacing yang menginvasi jaringan. Praziquantel meningkatkan kerentanan
parasit untuk mudah diserang oleh antibodi inang dengan memaparkan dua antigen (protein 27
kDa dan 200 kDa) pada permukaan cacing. Disintegrasi tegumen ini merupakan efek suatu
paparan antigen dalam tubuh inang, dan mencetuskan respon pertahanan tubuh inang melawan
cacing tersebut. Akibatnya akan terjadi formasi granuloma dan fagositosis, menyebabkan
tubuh cacing hancur dan dikeluarkan melalui feses. Pada obat cacing lainnya seperti pirantel
pamoat, cacing yang mengalami paralisis akan melepaskan cengkramannya pada dinding
mukosa usus dan akan dikeluarkan dari tubuh melalui proses alami. 10
Niclosamide adalah obat lain yang diresepkan dokter untuk mengobati bertielliasis. Ini
digunakan khusus untuk mengobati cacing pita. Obat ini tidak bekerja lagi infeksi cacing kremi
(enterobiasis) atau infeksi cacing gelang (ascariasis). Niclosamide dianggap sebagai obat
penting oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit meskipun memiliki efek samping
seperti gatal, diare, sakit perut, dan muntah. Seperti praziquantel, Niclosamide diresepkan
sesuai dengan usia atau berat badan pasien dan datang sebagai tablet kunyah. Niclosamide
dapat dikonsumsi dengan perut kosong dengan beberapa teguk air, tetapi dokter
merekomendasikan agar dikonsumsi bersama makanan untuk mengurangi ketidaknyamanan
efek samping perut.11,12
Oxyclozanide dan dichlorophen juga digunakan untuk mengobati bertielliasis, tetapi
obat-obatan ini sebagian besar dianggap sebagai obat hewan. Albendazole, obat yang
digunakan untuk mengobati infeksi cacing parasit lainnya, tidak bekerja dengan baik melawan
bertielliasis.6,9
27
BAB IV
ANALISIS KASUS
Telah diajukan sebuah kasus seorang anak laki-laki, inisial FZ usia 5 tahun, berat badan
11,4 kg, tinggi badan 104 cm, bertempat tinggal di kabupaten Lahat. Pasien datang ke
Poliklinik Infeksi dan Penyakit Tropis pada tanggal 13 Juni 2022 dengan keluhan BAB cair
dengan frekuensi 3-4 kali per hari, darah ada, lendir ada, gatal pada lubang dubur ada. Pasien
juga merasa perut melilit dan sedikit kembung. Setiap BAB cair juga ditemukan adanya cacing
berwarna putih setiap kali BAB cair, banyaknya 2-3 cacing per sekali keluar, keluar cacing
selang satu hari. Pasien suka main tanah dan mandi di sungai. Terdapat perkebunan karet dan
sejumlah monyet di belakang rumah pasien, serta pasien sering memakan buah jatuh dari pohon
yang dihuni oleh monyet. Keluarga dengan kesan sosioekonomi menengah ke bawah, tinggal
di rumah nenek pasien dengan jumlah 5 orang dalam 1 rumah. Pasien dirawat oleh ibu dan
nenek pasien.
Berdasarkan hasil anamnesis menunjukkan beberapa gejala dari terinfeksi cacing
khususnya Bertiella studeri. Bertielliasis adalah penyakit zoonosis, yang dapat diperoleh
melalui kontak ekologis dekat dengan monyet atau primata lainnya. Dengan menyusutnya
habitat alami primata karena deforestasi dan urbanisasi, telah terjadi invasi primata ke tempat
tinggal manusia. Infeksi ini menunjukkan beberapa gejala gangguan pencernaan, seperti diare,
sakit perut berulang, anoreksia, penurunan berat badan, muntah dan sembelit. Pasien juga
mengungkapkan adanya riwayat kontak dengan monyet. Terdapat peningkatan jumlah kasus
bertielliasis dari daerah tempat tinggal umum manusia dan monyet.
Berdasarkan pemeriksaan fisis didapatkan pasien dengan kesadaran compos mentis,
dengan gizi buruk perawakan normal. Dari pemeriksaan fisik, tidak didapatkan adanya ciri-ciri
dari gizi buruk seperti old man face, rambut jagung, dan baggy pants, pada regio anus tidak
didapatkan adanya hiperemis, pruritus dan cacing. Pada pemeriksaan feses rutin didapatkan
hasil Kuning kecoklatan, lunak, lendir (+), pus (-), darah (-), amoeba E. Coli (-), telur cacing (-
), leukoosit 2-3, eritrosit 0-1, epitel (+), serat otot (-), jamur (-), bakteri (-). Pada pemeriksaan
pertama tidak ditemukan adanya bukti dari telur cacing pada pasien, hal ini mungkin
dikarenakan pengumpulan metode yang kurang tepat. Pasien di rencanakan akan di lakukan
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan parasitologi. Setelah dilakukan persiapan sebelum
melakukan pemeriksaan feses, didapatkanlah bagian tubuh Bertiella studeri, dan setelah
diperiksa didapatkan telur dari cacing. Diagnosis bertielliasis dapat ditegakkan dengan
28
mengamati karakteristik morfologis elemen parasit dalam sampel tinja. Sampel tinja dan
segmen cacing diajukan untuk workup parasitologis. Pada pemeriksaan kasar, segmen-segmen
tersebut adalah proglottid cestode, berwarna putih kekuningan, lebih lebar (0,68-1,1 cm)
daripada panjang (0,1 cm), menunjukkan kontraksi aktif dan sering berubah bentuk.
Pemeriksaan mikroskopis tinja mengungkapkan oval ke ovarium bulat, berukuran 46-65 m,
mengandung embrio hexacanth dengan karakteristik alat piriform khas B. studeri. Tidak ada
bukti infeksi parasit atau bakteri lainnya adalah found dalam sampel tinja, dan serologi untuk
sistiserkosis, trichinellosis, toksocariasis dan filariasis juga negatif.
Bertielliasis merupakan kasus yang jarang, kemungkinan kurang dilaporkan karena
kemiripan segmen yang jelas dengan cacing pita lainnya. Ada kurangnya kesadaran di antara
dokter dan ahli mikrobiologi tentang penyakit ini, yang menambah dilema diagnostik dan
keterlambatan dalam manajemen. Telur yang belum matang dari proglottid mentah memiliki
cangkang tipis dan fleksibel yang mudah berubah bentuk dan mungkin terlihat mirip dengan
artefak vegetatif dan dengan diberhentikan jika tidak diamati dengan cermat di bawah
mikroskop.
Pengobatan cacing pita dilakukan dengan praziquantel karena obat ini dapat ditoleransi
dengan baik dan memiliki kemanjuran yang baik. Kerjanya dengan menyebabkan kelumpuhan
cacing dengan bekerja pada saluran membran calcium. Niclosamide adalah obat lain yang
digunakan sebagai pengobatan untuk taeniasis dan cacing pita lainnya, namun memiliki efek
samping seperti gatal, diare, sakit perut, dan muntah. Hal ini dapat memperparah keluhan
pasien. Penting untuk mengidentifikasi Bertiella dengan benar, cacing pita, karena diketahui
resisten terhadap obat antihelminthic umum. Resolusi lengkap gejala dapat dicapai dengan
praziquantel dengan dosis 20 mg/kg/berat badan selama 2 hari berturut-turut, seperti dalam
kasus. Setelah 2 minggu, tiga pemeriksaan tinja diulangi, yang tidak menunjukkan telur atau
proglottid. Pasien juga dilakukan follow up secara rutin berdasarkan OPD. Perawatan dianggap
gagal apabila didapatkan proglottid pada pemeriksaan feses setelah 3 bulan pertama perawatan,
dan satu bulan setelah pengobatan kedua. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh dosis obat
yang tidak mencukupi. Penambahan dosis diperlukan pada pasien dengan gagal pengobatan.
Pada pasien ini juga didapatkan Gizi buruk dengan perawakan normal. Saat sebelum cacingan
1 tahun lalu ibu pasien merasa Anak terbilang gemuk namun setelah pernah cacingan Berat
badan pasien sukar naik walaupun menurut ibunya nafsu makan tidak ada perubahan yang
signifikan. Hal ini dapat menjadi bukti bahwa gizi buruk yang terjadi pada pasien ini
merupakan efek langsung dari Infeksi Bertiella studeri. Keluarga pasien diberikan edukasi
untuk pemberian makan-makanan bergizi sebanyak 3 kali dalam sehari dengan nasi biasa 500
29
kkal, susu ONS. Pasien juga diberikan beberapa suplemen seperti Vitamin A 1x200.000 unit,
Asam Folat 5mg pada hari pertama dan 1 mg hari berikutnya, Vitamin B Komplek 2x1 tab dan
Vitamin C 1x50mg. Monitoring berat badan pasien perlu dilakukan untuk memantau
keberhasilan terapi.
Prognosis pada pasien ini adalah bonam pada quo ad vitam karena sejauh ini tanda-
tanda vital anak dalam batas normal dan tidak ada kelainan yang ditemukan secara signifikan
di pemeriksaan fisik. Quo ad functionam dubia dikarenakan fungsi dari tubuh anak sangat
dalam kondisi baik. Quo ad sanationam dubia ad bonam dikarenakan penyakit yang dialami
dapat sembuh secara sempurna, namun anak masih bisa mengalami keluhan yang sama apabila
terpapar kembali dengan Bertiella studeri.
30
Diagram tumbuh kembang anak laki laki/ 5 tahun/ Infeksi Bertiella studeri dengan Gizi
buruk perawakan normal
LINGKUNGAN
Mikro : Mini :
Ibu, 40 tahun, tamatan Ayah, 45 tahun, petani Meso : MAKRO
SD, Ibu rumah tangga, karet, keluarga Puskesmas 5 BPJS
harmonis, lingkungan km dari rumah,
Higenitas dan
pengetahuan Ibu kurang baik, rumah dengan
hutan, serta pada
Pemberian ASI (-) lingkungan rumah
banyak terdapat
Imunisasi lengkap monyet liar
KEBUTUHAN DASAR
GENETIK,
HEREDOKONSTITUSIONAL BAIK
31
DAFTAR PUSTAKA
32
Bertiella studeri in Vietnam. Southeast Asian J Trop Med Public Health.
2003;34(2):298–300.
13. Lopes Vv, Santos Ha Dos, Silva Avm Da, Fontes G, Vieira Gl, Ferreira Ac, Et Al. First
Case Of Human Infection By Bertiella studeri (Blanchard, 1891) Stunkard,1940
(Cestoda; Anoplocephalidae) IN BRAZIL. Rev Inst Med Trop Sao Paulo.
2015;57(5):447–50.
33