Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kasus

Maret 2023

Infeksi Bertiella studeri

Oleh:
dr. Anggoro Adi Wibowo

Pembimbing:
Dr. dr. Yulia Iriani, Sp.A (K)
dr. Ariesti Kamila, Sp.A (K), M.Kes, PhD

Moderator:
Dr. Aditiawaty, Sp.A (K)

Penilai:
dr. RA. Myrna Alia, Sp.A(K). M.Kes
DR. Dr. Yudianita Kesuma, Sp.A(K),
M.Kes

Narasumber:
Prof. Dr. H. Chairil Anwar, DAPE,Ph.D

BAGIAN/KSM KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOH. HOESIN
PALEMBANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan berkah-Nya
Penulis dapat meneyelesaikan Case berjudul “Infeksi Bertiella studeri. Case ini
merupakan bagian sistem pembelajaran dan penilaian. Melalui kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyelesaian laporan kasus ini, terutama kepada yang terhormat Dr. dr. Yulia Iriani,
Sp.A (K), dr. Ariesti Kamila, Sp.A (K), M.Kes, PhD atas bimbingan dan arahan yang
telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa Case ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan dan diterima agar
penulisan lebih baik di masa mendatang. Semoga Case ini membawa manfaat bagi
banyak pihak dan semoga Allah SWT senantiasa meridhai.

Palembang, Maret 2023

Penulis

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Bertielliasis merupakan infeksi Bertiella, yaitu cacing pita cestoda yang pada awalnya
menginfeksi hewan mamalia. Bertielliasis dapat terjadi pada manusia jika secara tidak sengaja
memakan hewan inang lainnya yang mengandung telur Bertiella. Hewan inang ini biasanya
tungau oribatida yang ditemukan di tanah yang terkontaminasi. Oleh karena itu, kebanyakan
kasus disebabkan akibat individu yang memakan buah yang jatuh ke tanah tanpa dicuci dengan
benar.1,2
Bertielliasis merupakan penyakit yang jarang ditemukan di manusia dan bukan
merupakan penyakit yang mematikan. Bertielliasis dapat terjadi tanpa dihadiri gejala atau
dengan gejala yang mirip dengan infeksi cacing pita. Gejala tersebut dapat meliputi rasa tidak
nyaman atau nyeri epigastrium setelah makan, mual, diare, anoreksia, serta penurunan berat
badan.3,4
Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang yang cermat
untuk menegakkan diagnosis infeksi Bertiella studeri. Diagnosis dan tatalaksana secara dini
dan komperhensif penting agar pasien segera mendapat terapi yang tepat sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup, mengoptimalkan potensi serta meminimalkan kemungkinan
terjadinya perburukan sistem organ yang dialami pasien.
Kami melaporkan seorang pasien laki-laki berusia 5 tahun dengan manifestasi klinis
BAB cari, perut melilit, dan ditemukan cacing pada tinja yang kemudian didiagnosis dengan
Infeksi Bertiella studeri. Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk membahas kasus
Infeksi Bertiella studeri pada anak dengan ilustrasi kasus, meliputi gambaran klinis,
penegakkan diagnosis, dan penatalaksanaan yang dilakukan. Deteksi dini dan penatalaksanaan
holistik dan komprehensif dini dan tepat penting diharapkan dapat meningkatkan kualitas
hidup pasien anak dengan Infeksi Bertiella studeri.
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identifikasi

Seorang anak laki-laki, inisial FZ usia 5 tahun, berat badan 11,4 kg, tinggi
badan 104 cm, bertempat tinggal di kabupaten Lahat. Pasien datang ke Poliklinik
Infeksi dan Penyakit Tropis pada tanggal 13 Juni 2022.

2.2 Anamnesis (Alloanamnesis dari orangtua kandung pasien)


Dilakukam alloanamnesis dengan pasien pada tanggal 13 Juni 2022
Keluhan utama : Cacing pada BAB
Keluhan tambahan : BAB cari, perut melilit, perut sedikit keras

Riwayat perjalanan penyakit:


Sejak 21 hari SMRS, pasien mengeluh BAB cair dengan frekuensi 3-4 kali
per hari, cari > ampas, darah ada, lendir ada, gatal pada lubang dubur ada. Mual
dan muntah tidak ada. Nyeri ulu hati tidak ada. Pasien juga merasa perut melilit
dan sedikit kembung. Ibu pasien mengeluh adanya penenurunan berat badan,
walaupun Nafsu makan dirasa tidak menurun. Demam tidak ada.
Setiap BAB cair juga ditemukan adanya cacing berwarna putih, kecil, pipih,
sebesar beras dan bergerak setiap kali BAB cair, banyaknya 2-3 cacing per sekali
keluar, keluar cacing selang satu hari. Pasien masih mau makan dan minum.
Pasien BAB dan BAK di kamar mandi dalam rumah, menggunakan air sungai.
Anak juga suka main tanah dan mandi sungai.
Pasien kemudian dibawa berobat ke RSUD Lahat dan dirawat selama 1
minggu, dan diberikan obat Metronidazol 3x1/2 cth, Antasida sirup 3x1 cth, dan
probiotik Lactobacillus reuteri. Setelah pulang dari RS, BAB cair pasien tidak
ada lagi, tetapi cacing masih keluar selang satu hari. Pasien kemudian dibawa
berobat ke RSUD lahat dan dirujuk ke RSMH.

Riwayat penyakit dahulu:


Riwayat cacingan dengan frekuensi selang 1 hari sekali sejak 1 tahun yang lalu 
belum dibawa berobat dan hanya diberikan combantrin sebanyak 2 kali dalam 1

4
tahun terakhir. Keluhan menurut ibunya membaik selama 2 bulan namun setelah
itu cacing Kembali keluar dari feses anak.
Saat sebelum cacingan 1 tahun lalu ibu pasien merasa Anak terbilang gemuk namun
setelah pernah cacingan Berat badan pasien sukar naik walaupun menurut ibunya
nafsu makan tidak ada perubahan yang signifikan.

Riwayat penyakit dalam keluarga:


Tidak ada penyakit infeksi cacing yang sama dalam keluarga

Riwayat kehamilan dan persalinan:


Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Ibu pasien hamil pada usia 35
tahun. Kehamilan pasien merupakan kehamilan yang diinginkan. Ibu tidak
pernah mengalami keguguran sebelumnya. Selama hamil ibu pasien jarang
kontrol ke puskesmas atau dokter Sp.OG. Selama hamil ibu sehat. Riwayat
keputihan saat hamil disangkal. Riwayat demam disangkal. Riwayat darah tinggi
dan diabetes melitus disangkal. Riwayat infeksi seperti TORCH disangkal.
Riwayat merokok dan minum alkohol selama hamil disangkal. Riwayat
mengonsumsi obat-obatan selama hamil disangkal, riwayat minum jamu-jamuan
disangkal. Asupan nutrisi selama kehamilan cukup. Anak lahir dari ibu G2P1A0
hamil cukup bulan (37 minggu) dengan berat badan normal ditolong oleh
bidan, lahir langsung menangis. Berat badan lahir 2700 gram panjang badan lahir
tidak ingat. Riwayat ketuban pecah dini disangkal, riwayat ketuban kental, hijau,
bau tidak ada. Penderita mendapatkan suntikan vitamin K saat lahir. Pemberian
ASI disangkal.
Kesan: Usia ibu saat hamil sesuai dan riwayat kelahiran dan persalinan
dengan tanpa penyulit dan usia kehamilan cukup bulan (37 minggu)

5
Pedigree Keluarga

Perempuan

Laki-laki

Pasien

Riwayat Tumbuh Kembang


Saat lahir berat badan penderita 2700 gram cukup bulan, panjang badan lahir dan
lingkar kepala tidak diketahui. Riwayat pertambahan berat badan awalnya normal
namun sejak muncul keluhan terjadi penurunan berat badan. Nafsu makan anak
tidak menurun, anak tetap makan 3 kali dalam sehari sebanyak 1 porsi setiap
makan.
Kesan: Terjadi penurunan berat badan
Perkembangan
Motorik kasar
 Tengkurap : usia 4 bulan
 Duduk : usia 6 bulan
 Merangkak : usia 8 bulan
 Berdiri : 1 tahun
 Berjalan : 1 tahun 1 bulan
Motorik halus
 Meraih dan mengambil objek : usia 5 bulan
 Tepuk tangan : usia 7 bulan

6
 Menggenggam benda dengan jari-jari : usia 9 bulan
 Memasukkan benda kedalam wadah : usia 1 tahun
 Mencoret-coret : usia 2 tahun
 Menyusun menara dari kubus 2 balok : usia 3 tahun
Kemampuan bicara
 Mengoceh ‘ooh’ dan ‘aah’ : usia 11 bulan
 Menyebut mama papa : usia 12 bulan (tidak
jelas)
 Menyebut 4-5 kata : usia 15 bulan
 Merangkai kalimat sederhana : usia 2 tahun
 Bicara dengan dimengerti : usia 3 tahun
 Menyebut 4 gambar : usia 3 tahun
 Mengetahui 2 kegiatan : usia 3 tahun
Personal sosial
 Tersenyum spontan : usia 8 bulan
 Minum dengan cangkir : usia 3 tahun
 Menggosok gigi dengan bantuan : usia 4 tahun
 Mencuci dan mengeringkan tangan : usia 4 tahun
Kesan:
Perkembangan anak normal

Riwayat Imunisasi:

Pasien mendapatkan imunisasi dasar :


Umur/jenis 0 1 2 3 4 9 18
hari bln bln bln bln bln bln
Hepatitis B √ √ √ √
Polio √ √ √ √
BCG √
Hib √ √ √
DPT √ √ √
Campak √
MR/MMR
Kesan: Imunisasi dasar lengkap, tidak dilakukan booster

7
Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah pasien seorang petani karet dengan pendidikan terakhir SMP


dengan penghasilan sekitar 2,5 juta rupiah per bulan, ibu pasien adalah seorang
ibu rumah tangga dengan pendidikan terkahir SD. Ayah, ibu, nenek, pasien dan
1 saudara pasien tinggal di rumah milik Ayah pasien. Yang mengasuh pasien
adalah ibu dan nenek. Biaya hidup keluarga ditanggung oleh ayah pasien. Satu
rumah dihuni oleh lima orang anggota keluarga termasuk pasien. Kondisi rumah
bersih dan tersusun rapi. Anak dikatakan sering main tanah dan tidak mencuci
tangan.
Kesan: Sosial ekonomi menengah ke bawah

Riwayat Lingkungan Rumah:


Terdapat perkebunan karet dan sejumlah monyet di belakang rumah pasien, serta
pasien sering memakan buah jatuh dari pohon yang dihuni oleh monyet. Pasien
beserta sepupu dan tetangga sering bermain di kebun belakang rumah tersebut

2.3 Pemeriksaan Fisis


Keadaan Umum
Sensorium : E4M6V5
Nadi : 76 x/menit (isi dan tegangan cukup di a.radialis)
Pernapasan : 25 x/menit
Suhuaksilla : 36,9o C
SpO2 : 99 %
Status Antroprometri (Menggunakan Growth Charts CDC)
Berat Badan : 11,4 kg
PanjangBadan : 104 cm
BB/U : 11,4 (<P5)
TB/U : 104 ( P10-P25)
BB/PB : 11,4/17 (<P5) Severe Malnutrition with Normal Stature
Usia tinggi : 4 tahun 3 bulan
Kesan : Gizi buruk perawakan normal

8
Growth Chart CDC

Kesan : Gizi buruk perawakan normal

9
Keadaan Spesifik
Kepala:
Ukuran : Normosefali
Wajah : Gambaran dismorfik (-), Old Man Face (-), Rambut Jagung (-)
Mata : Konjungtiva anemis tidak ada, sklera tidak ikterik, pupil bulat
isokor3/3mm, refleks cahaya ada positif normal, sekret tidak ada
Hidung : Napas cuping hidung tidak ada
Telinga : Bentuk normal, nyeri tekan tragus tidak ada, pembesaran kelenjar
getah bening retro aurikular tidak ada, tidak terdapat serumen, low set
ear (-)
Mulut : Tongue tie tidak ada, arkus faring simetris, faring tidak hiperemis,
tonsil ukuran T1-T1, tidak hiperemis, epiglottis baik, makroglosia (-
).

Leher:
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Thoraks:
Bentuk dada normal, simetris, tidak ada gerakan dinding dada tertinggal salah
satu sisi, tidak terdapat retraksi

Paru
 Inspeksi : statis dan dinamis simetris
 Palpasi : stem fremitus kanan dan kiri sama
 Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
 Auskultasi: vesikuler normal pada kedua lapangan, rhonki tidak ada, wheezing
tidak ada

Jantung:
 Inspeksi : lktus kordis dan thrill tak terlihat
 Palpasi : lktus kordis tak teraba, thrill tak teraba

10
 Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, bunyi tambahan tidak ada

Abdomen:
 Inspeksi : datar, simetris, tidak tampak venektasi, tidak tampak kontur usus,
umbilikal normal
 Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit kembali cepat, nyeri
tekan tidak ada
 Perkusi : timpani, shifting dullness tidak ada
 Auskultasi: bising usus (+) normal

Ekstremitas:
Baggy Pants (-), Kulit teraba hangat, edema peritibia tidak ada, sianosis tidak ada,
capillary refilltime < 3 detik, kuku terlihat panjang dan sedikit kotor, kulit dalam
batas normal

Regio Anus:
Anus tidak hiperemis, tidak terdapat pruritus, dan tidak ditemukan adanya cacing.

Status neurologis :
Tanda Rangsang Meningeal :
Kaku Kuduk : (-)
Kernig : >1350 / >1350
Brudzinsky I dan II : (-)

Nervus Cranialis :
N.I : dalam batas normal
N.II : dalam batas normal
N. III, IV dan VI : Kedudukan bola mata : ortoforia +/+
Pergerakan bola mata : baik ke segala arah +/+ (nasal, temporal superior, inferior, nasal
atas dan bawah, temporal atas dan bawah)
Exopthalmus : -/-
Nystagmus : -/-

11
Pupil
Bentuk : bulat, isokor,ø 3mm/3mm
Reflek cahaya langsung : +/+
Reflek cahaya tak langsung : +/+
Pergerekan bola mata kesegala arah baik, lagoftalmus (-), akomodasi baik
N. V : dalam batas normal
N. VII : tidak ada kesan parese
N.VIII : dalam batas normal
N. IX, X : dalam batas normal
N. XI : dalam batas normal
N. XII : dalam batas normal

Motorik
Motorik Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Luas Luas Luas Luas

Kekuatan Normal Normal Normal Normal


Tonus Normal Normal Normal Normal
Klonus Negatif Negatif

Refleks Normal Normal Normal Normal


Fisiologis
Refleks Negatif Negatif Negatif Negatif
Patologis

Sensorik : dalam batas normal


Koordinasi : dalam batas normal
Gejala rangsang meningeal : negatif
Kesan: dalam batas normal

12
2. 4 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium 10 Juni 2022 (RSUD Lahat)

Indikator Hasil Nilai normal

Hemoglobin 11.5 gr/dL 11.3-14.1 gr/dL

Leukocytes 9.380/mm3 4.5-13.5/mm3

Hematocrit 33.3% 37-41 %

Platelets 403.000/µL 217-497 /µL

Differential count 0/4/41/45/10

Mean Corpuscular Volume 78 fL 72-88 fL

Mean Corpuscular 27.1 pg 23-31 pg


Hemoglobin
Mean Corpuscular 34.7% 32-36%
Hemoglobin Concentration

Gula Darah Sewaktu 138 mg/dL < 200 mg/dL

Natrium 135 mEq/L 135-145 mEq/L

Kalium 3.5 mmol/L 3,7-5,2 mmol/L

Klorida 108 mEq/L 98-106 mEq/L

Kesan: Normal

2. Pemeriksaan Feses Rutin 10 Juni 2022 (RSUD Lahat)


Kuning kecoklatan, lembek, lendir (+), pus (-), darah (-), amoeba E.Coli (-), telur
cacing (-), leukosit 1-2, eritrosit 2-3, epitel (+), serat otot (-), jamur (-), bakteri (+)

3. Pemeriksaan Feses Rutin 13 Juni 2022 (RSUD Lahat)


Kuning kecoklatan, lunak, lendir (+), pus (-), darah (-), amoeba E.Coli (-), telur
cacing (-), leukoosit 2-3, eritrosit 0-1, epitel (+), serat otot (-), jamur (-), bakteri (-)

4. Pemeriksaan Parasitologi
Pada Pemeriksaan Parasitologi, Dilakukan persiapan untuk pengambilan spesimen,
pasien diminta untuk makan makanan yang kurang serat agar BAB sedikit, dan pasien
dipuasakan kurang lebih 12 jam. Paginya pasien diminta minum obat Praziquantel dalam
kondisi perut kosong dan menunggu pasien BAB. Pada saat pasien BAB, ditemukan
proglotid Bertiella studeri, dan diharapkan ditemukan kepala (scolex) dari cacing, atau

13
bagian badan dari cacing tersebut terutama bagian grafit. Pada pasien ini tidak ditemukan
kepala dari cacing ini, namun ditemukan potongan badan cacing.
Potongan badan cacing ini kemudian diamasukkan ke dalam botol yang berisikan
alkohol 70%, sehingga bagian dari badan cacing ini berkontraksi (filiform apparatus) dan
mengeluarkan isi telurnya, diambil pada bagian dasar endapan botol spesimen dan
diletakkan dibawah mikroskop.
Sedian: Feses

Hasil Pemeriksaan: Pada pemeriksaan ini ditemukan telur dari Bertiella studeri, dengan
ciri ditemukannya onkosphere (bulatan seperti buah pir didalam bakal telur).

2.5 Ringkasan Data Dasar

Seorang anak laki-laki, inisial FZ usia 5 tahun, berat badan 11,4 kg, tinggi
badan 104 cm, bertempat tinggal di kabupaten Lahat. Pasien datang ke Poliklinik
Infeksi dan Penyakit Tropis pada tanggal 13 Juni 2022 dengan keluhan BAB cair
dengan frekuensi 3-4 kali per hari, darah ada, lendir ada, gatal pada lubang dubur
ada. Pasien juga merasa perut melilit dan sedikit kembung. Setiap BAB cair juga
ditemukan adanya cacing berwarna putih, kecil, pipih, sebesar beras dan bergerak
setiap kali BAB cair, banyaknya 2-3 cacing per sekali keluar, keluar cacing selang
satu hari. Pasien suka main tanah dan mandi di sungai. Pasien kemudian dibawa
berobat ke RSUD Lahat dan dirawat selama 1 minggu, dan diberikan obat
Metronidazol, Antasida sirup, dan probiotik Lactobacillus reuteri. Setelah pulang
dari RS, BAB cair pasien tidak ada lagi, tetapi cacing masih keluar selang satu
hari. Pasien kemudian dibawa berobat ke RSUD lahat dan dirujuk ke RSMH.
Riwayat cacingan dengan frekuensi selang 1 hari sekali sejak 1 tahun yang

14
lalu namun belum dibawa berobat dan hanya diberikan combantrin sebanyak 2
kali dalam 1 tahun terakhir
Keluarga dengan kesan sosioekonomi menengah ke bawah, tinggal di
rumah nenek pasien dengan jumlah 5 orang dalam 1 rumah. Pasien dirawat oleh
ibu dan nenek pasien. Terdapat perkebunan karet dan sejumlah monyet di
belakang rumah pasien, serta pasien sering memakan buah jatuh dari pohon yang
dihuni oleh monyet.
Berdasarkan pemeriksaan fisis didapatkan pasien dengan kesadaran compos
mentis, dengan gizi buruk perawakan normal. Dari pemeriksaan fisik, tidak
didapatkan adanya kelainan, pada regio anus tidak didapatkan adanya hiperemis,
pruritus dan cacing. Pada pemeriksaan feses rutin didapatkan hasil Kuning
kecoklatan, lunak, lendir (+), pus (-), darah (-), amoeba E. Coli (-), telur cacing
(-), leukoosit 2-3, eritrosit 0-1, epitel (+), serat otot (-), jamur (-), bakteri (-).
Pasien di rencanakan akan di lakukan pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan parasitologi.

2.6 Analisis Awal


Seorang anak laki laki, usia 5 tahun, dirujuk ke Poliklinik Infeksi dan Penyakit
Tropis RSMH Palembang dengan keluhan BAB ditemukan cacing.
Dari anamnesis didapatkan adanya BAB cair dengan frekuensi 3-4 kali per hari
disertai darah, lendir dan gatal pada lubang dubur. Pasien juga merasa perut melilit dan
sedikit kembung. Setiap BAB cair juga ditemukan adanya cacing berwarna putih setiap
kali BAB cair, banyaknya 2-3 cacing per sekali keluar, keluar cacing selang satu hari.
1 tahun lalu ibu pasien merasa anaknya sedikit lebih gemuk, walaupun kami
tidak ada data berat badan pasien satu tahun lalu, Ibu pasien merasa setelah pertama
kali pasien terinfeksi Bertiella studeri, berat badan dirasa sulit naik walaupun tidak ada
perubahan terhadap nafsu makan.
1 Tahun lalu walaupun pasien sudah pernah minum obat Pirantel Pamoat, dan
keluhan awalnya dirasa pernah hilang, tetapi sekita 5 bulan kemudian keluhan
Pasien memiliki kebiasaan suka main tanah dan mandi di sungai dan terdapat
perkebunan karet dan sejumlah monyet di belakang rumah pasien, serta pasien sering
memakan buah jatuh dari pohon yang dihuni oleh monyet. Pasien dilakukan
pemeriksaan laboratorium, feses rutin dan pemeriksaan parasitologi untuk penegakkan
diagnosis dan eksklusi diagnosis banding lain.

15
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik mengarah ke diagnosis Bertielliasis
(Bertiella studeri), dengan diagnosis banding bertielliasis (Bertiella Mukronata) dan
Taeniasis (taeniasis saginata). Diperkuat dengan hasil pemeriksaan parasitologi
didapatkan adanya gambaran infeksi Bertiella studeri. Pasien juga diassest sebagai gizi
buruk dengan perawakan normal kemungkinan berhubungan dengan infeksi Bertiella
pada pasien.

2.7 Masalah Awal


1. Cacing pada BAB
2. BAB cair
3. Perut kembung

2.8 Diagnosa Banding


a. Bertielliasis (Bertiella studeri)
b. Bertielliasis (Bertiella Mukronata)
c. Taeniasis (Taeniasis saginata)

2.9 Diagnosis Kerja


Infeksi Bertiella studeri (Bertielliasis) + Gizi buruk perawakan normal

2.10 Rencana Pengobatan

1. Pemberian Prazikuantel 300 mg dengan dosis 20 mg/KgBB/hari selama dua hari


berturut turut

2. Diet Nasi Biasa 500 Kkal 3 kali dalam 1 hari

3. Pemberian susu ONS

4. Vitamin A 1x200.000 unit

5. Asam Folat 5mg pada hari pertama dan 1 mg hari berikutnya

6. Vitamin B Komplek 2x1 tab

7. Vitamin C 1x50mg

8. Pemeriksaan evaluasi feses rutin

16
9. Monitoring BB Anak

10. Edukasi keluarga mengenai penyakit dan pemberian makanan sehat seimbang

5. 11. Edukasi

 Memberikan konseling, informasi dan edukasi tentang Infeksi Bertiella


studeri (penyebab, konselig kebersihan dan PHBS, rencana pemeriksaan
yang akan dilakukan untuk penegakan diagnosis & eksklusi diagnosis
banding, tatalaksana dan prognosis penyakit).
 Melakukan pemantauan berkala (status antropometri, perkembangan,
kemungkinan komplikasi sistemik dan kualitas hidup).

2.12 Prognosis
1. Quo ad vitam : Bonam
2. Quo ad functionam : Bonam
3. Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam

17
FOLLOW UP
Tanggal 28 September 2022
S Keluhan membaik, BAB tampak cacing (-), perut melilit (-)
O Sens: compos mentis (E4M6V5)
Berat Badan : 11.5 kg
PanjangBadan : 104 cm
BB/U : 11.5 (<P5)
TB/U : 104 ( P10-P25)
BB/PB : 11,5/17 (67%) Severe Malnutrition and Normal
Stature
Kesan : Gizi buruk perawakan normal
Nadi : 92x/ menit (normal)
Laju pernapasan : 24x/ menit (normal)
Suhu : 36.5 ºC (normal)
SpO2 : 98%
Kepala: NCH (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), bibir sianosis (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-)
Cor: BJ I&II reguler, murmur (-) S3 gallop (-)
Pulmo: vesikuler (+/+) normal, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen: datar, BU (+) normal
Ekstremitas: akral sama hangat pada kaki kanan dan kiri, CRT <3 detik
A Infeksi Bertiella studeri + Gizi buruk perawakan normal
P Praziquantel 2x300mg, Monitoring BB Anak, Makan-makanan Bergizi 3x1 Nasi
Biasa 500 Kkal, Susu ONS, Vitamin A 1x200.000 unit, As. Folat 5mg pada hari
pertama dan 1 mg hari berikutnya, Vit B Komplek 2x1 tab, Vit C 1x50mg

18
Tanggal 26 November 2023
S Tidak didapatkan keluhan BAB tampak cacing, BB mulai meningkat menjadi 14
kg
O Sens: compos mentis (E4M6V5)
Berat Badan : 14 kg
PanjangBadan : 105 cm
BB/U : 14 kg (<P5)
TB/U : 105 cm (P10-P25)
BB/PB : 14/17 (82%) Mild Malnutrition and Normal Stature
Kesan : Gizi kurang perawakan normal
Nadi : 92x/ menit (normal)
Laju pernapasan : 22x/ menit (normal)
Suhu : 36.5 ºC (normal)
SpO2 : 98%
Kepala: NCH (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), bibir sianosis (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-)
Cor: BJ I&II reguler, murmur (-) S3 gallop (-)
Pulmo: vesikuler (+/+) normal, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen: datar, BU (+) normal
Ekstremitas: akral sama hangat pada kaki kanan dan kiri, CRT <3 detik
A Infeksi Bertiella studeri (selesai) + Gizi kurang perawakan normal
P Monitoring BB Anak, Makan-makanan Bergizi 3x1 Nasi Biasa 500 Kkal, Susu
ONS, Vitamin A 1x200.000 unit, As. Folat 5mg pada hari pertama dan 1 mg hari
berikutnya, Vit B Komplek 2x1 tab, Vit C 1x50mg

19
Tanggal 26 Maret 2023
S Tidak didapatkan keluhan BAB tampak cacing, BB meningkat menjadi 16.5 kg
O Sens: compos mentis (E4M6V5)
Berat Badan : 16.5 kg
PanjangBadan : 107 cm
BB/U : 16.5 kg (<P5)
TB/U : 107 cm (P10-P25)
BB/PB : 16.5/18 (91%) Normal nutrition and Normal Stature
Kesan : Gizi baik perawakan normal
Nadi : 80x/ menit (normal)
Laju pernapasan : 22x/ menit (normal)
Suhu : 36.5 ºC (normal)
SpO2 : 98%
Kepala: NCH (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), bibir sianosis (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-)
Cor: BJ I&II reguler, murmur (-) S3 gallop (-)
Pulmo: vesikuler (+/+) normal, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen: datar, BU (+) normal
Ekstremitas: akral sama hangat pada kaki kanan dan kiri, CRT <3 detik
A Infeksi Bertiella studeri (selesai) + Gizi baik perawakan normal
P Monitoring BB Anak, Makan-makanan Bergizi 3x1 Nasi Biasa 500 Kkal, Susu
ONS, Vitamin A 1x200.000 unit, As. Folat 5mg pada hari pertama dan 1 mg hari
berikutnya, Vit B Komplek 2x1 tab, Vit C 1x50mg

20
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bertielliasis


Bertiella sp. adalah cestode dari keluarga Anoplocephalidae, parasit umum pada
primata non-manusia, tikus dan marsupial Australia. Bertiella sp. menjadi satu-satunya
perwakilan famili dengan laporan kasus infeksi manusia. Di antara 29 spesies dari genus ini
yang terdaftar oleh SCHMIDT (1986), dua, Bertiella studeri (Blanchard, 1891) dan Bertiella
mucronata (Meyner, 1895) adalah penyebab utama bertielliasis pada manusia, terutama pada
bayi. Cestoda dari genus Bertiella adalah parasit heteroksenik yang ditemukan di usus kecil
mamalia. Inang invertebrata mereka adalah tungau dari ordo Oribatida. Denegri (1993)
menunjukkan beberapa tungau oribatida yang dapat bertindak sebagai inang perantara dari 14
genera dan 27 spesies cacing pita anoplocephalid. 1
Bertielliasis adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh sejenis cacing pita pada genus
Bertiella. Cacing ini menginfeksi mamalia yang hidup di semua benua Antartika. Bertielliasis
terjadi ketika hewan inang, yang mungkin manusia, memakan hewan inang lain yang
mengandung telur cacing pita. Hewan inang ini biasanya tungau oribatida yang ditemukan di
tanah yang terkontaminasi, kutu juga telah ditemukan. Beberapa kasus terjadi karena orang
tersebut telah memakan buah yang jatuh ke tanah tetapi belum dicuci dengan benar.2
Kondisi ini jarang terjadi pada manusia dan biasanya terjadi di daerah di mana mereka
tinggal dekat dengan primata lain atau bersentuhan dengan mereka di kebun binatang atau
sebagai hewan peliharaan. Opossum, koala, dan marsupial lainnya juga dapat tertular
bertielliasis. Spesies cacing pita yang memparasitisasi manusia adalah Bertiella studeri dan
Bertiella mucronata. B. studeri ditemukan di Asia dan Afrika, sedangkan B. mucronata
ditemukan di Amerika. Sebagian besar kasus bertielliasis disebabkan oleh B. studeri, yang
menginfeksi simpanse, guenon, dan kera. B. mucronata ditemukan pada monyet titi dan howler.
3
Kedua cacing pita tersebut termasuk dalam genus Bertiella dan famili Anoplocephalidae.
Ahli epidemiologi percaya bahwa beberapa dari sedikit kasus bertielliasis yang
ditemukan di Amerika disebabkan oleh monyet yang terinfeksi yang telah diselundupkan ke
negara-negara tempat pasien tinggal. Kasus bertielliasis telah ditemukan di Amerika Serikat
dan Karibia, termasuk Kuba dan St. Kitts. Negara-negara Amerika Selatan di mana infeksi
telah ditemukan termasuk Brasil dan Argentina. Negara lain dengan kasus bertielliasis adalah
Malaysia, India, Singapura, Australia, dan Lithuania. Masa inkubasi penyakit, yang merupakan
waktu yang dibutuhkan antara paparan infeksi dan waktu di mana gejala muncul, tidak

21
diketahui.4

2.2 Sejarah Betielliasis


Subordo Anoplocephala dinamai pada tahun 1891 oleh Blanchard, dan famili
Anoplocephalidae dibuat pada tahun 1928 oleh Mola. Bertia, yang sudah dinamai oleh
Blanchard pada tahun 1891 juga ditempatkan dalam grup ini. Dengan pemutaran acak selama
bertahun-tahun, famili ini sebagian besar tetap sama, dikategorikan oleh transmisi serupa oleh
tungau orbatida. Pada tahun 1994, dalam ordo Cyclophyllidea, Anoplocephalidae dianggap
sebagai salah satu dari empat subfamili yang didirikan dengan mengklasifikasikan
perkembangan uterus, yang lainnya adalah Linstowiinae, Inermicapsiferinae dan
Thysanosomatinae. Bertia pertama kali dideskripsikan dalam simpanse sebagai Bertia satyri,
dan pada orangutan sebagai B. studeri oleh Blanchard (1891). Genus Berti kemudian diubah
menjadi Bertiella atas usulan dari Stiles dan Hassall (1902), dan bentuk manusia diidentifikasi
sebagai Bertiella studeri dan Bertiella mucronata. Kasus pertama bertielliasis manusia
dilaporkan oleh Blanchard pada tahun 1913 dari seorang anak di Mauritius. 5

2.3 Epidemiologi Bertielliasis


Bertiella pada manusia didistribusikan mejadi 2 bentuk secara geografis: B. Studeri
merupakan parasit monyet yang terjadi di Asia dan Afrika, dan B. mucronata ditemukan di
Amerika Selatan dan Kuba. Pada tahun 1999, 56 kasus telah dilaporkan dalam literatur, 45
kasus karena B. studeri, 7 karena B. mucronata, 4 karena spesies Bertiella yang tidak
ditentukan. Laporan kasus tambahan B. studeri diterbitkan dari Vietnam pada tahun 2003 dan
Cina pada tahun 2006.6

2.4 Etiologi Bertielliasis


2.4.1 Transmisi
Meskipun merupakan parasit yang menginfeksi sebagian besar primata, hewan pengerat, dan
mamalia lainnya, Bertiella ditularkan ke manusia oleh karena tidak sengaja mengkonsumsi
inang perantara berupa tungau oribatida. Tungau ini adalah komponen penting dari fauna tanah,
dan didistribusikan secara luas. Didadaptkan kasus yang jarang terjadi, yaitu anjing dan
manusia telah tertular infeksi, hal ini dikaitkan dengan kedekatan dan frekuensi kontak tanah
di daerah tertentu. Lebih dari 50 kasus Bertiella telah dikutip, dengan frekuensi tinggi dari
mereka adalah anak-anak. Penyakit ini dilaporkan endemik di 29 negara. Dalam kasus yang

22
didokumentasikan di Mauritius, infeksi ditelusuri kembali ke konsumsi jambu biji yang telah
diambil dari tanah.4,7

Gambar 1. Diagram filogeni Bertiella sp.

2.4.2 Morfologi
Seperti semua Cyclophyllidea, Bertiella memiliki skoleks, pengisap, dan banyak segmen yang
disebut proglottid. Ini dilepaskan ke dalam tubuh dari cacing pita dewasa, mengandung struktur
anatomi pria dan wanita, dan berada dalam tahap dewasa, pasca dini dan gravid. Secara umum,
morfologi Bertiella manusia tidak dipahami dengan baik karena kelangkaan infeksi, dan
karenanya kemungkinan terbatas untuk studi dan observasi. Hal yang kurang terutama adalah
deskripsi tahap dewasa dari spesies. Paling umum studi tentang proglottid yang dilewatkan
dalam sampel tinja dari inang yang terinfeksi. Penelitian telah menunjukkan bahwa spesimen
yang dikumpulkan dari manusia pada dasarnya secara morfologis sama dengan spesimen yang
dikumpulkan dari inang monyet, kecuali untuk beberapa perbedaan anatomi pada organ
reproduksi.1,5

Gambar 2. Telur Bertiella sp.

23
Namun, perbedaan dalam temuan morfologis ini telah membuat para peneliti mendalilkan
bahwa mungkin ada lebih dari dua spesies Bertiella manusia, seperti yang diyakini sebelumnya.
Proglottid gravid dalam tinja ini berwarna putih dan dapat berukuran sekitar 11 mm untuk
panjang maksimum dan 8 mm untuk lebar maksimum. Pengamatan cacing pita penuh di masa
lalu termasuk cacing yang panjangnya 130 mm, lebar 15 mm, dan tebal 2,5 mm, memiliki
skoleks, leher, dan 418 proglottid. B. mucronata memiliki telur yang lebih kecil daripada B.
studeri. Ada filamen yang timbul dari alat piriform yang dapat diidentifikasi dengan jelas pada
B. studeri tetapi bukan B. mucronata. 1,5

2.4.3 Siklus Hidup


Ada relatif sedikit yang diketahui tentang siklus hidup Bertiella, tetapi kesimpulan dan asumsi
dapat dibuat tentang hal itu melalui pengamatan bagian-bagian tertentu dari cacing, dan
pengetahuan tentang kasus-kasus lain dalam famili yang sama (Anoplocephalidae).
Anoplocephalids adalah parasit heteroxenous dan membutuhkan inang perantara dan definitif
untuk menyelesaikan siklus mereka. Untuk Bertiella, primata non-manusia umumnya adalah
inang definitif, dan tungau oribatid adalah inang perantara. 3,6
Infeksi manusia terjadi ketika seseorang secara tidak sengaja mengkonsumsi tungau oribatida
yang terinfeksi larva Bertiella. Di dalam manusia (inang definitif) larva bermigrasi melalui
saluran pencernaan, menggunakan morfologi mereka untuk menempel pada bagian usus. Dari
sana, cacing pita dewasa dapat hidup setidaknya selama dua tahun, memberi makan inang dan
menghasilkan / menumpahkan telur dan proglottid. Telur dan prgoglottid dilewatkan dalam
tinja, dan telur diambil oleh tungau oribatid (inang perantara) di tanah. Pada tungau, Bertiella
berkembang menjadi cysticeroid infektif dan mulai memproduksi larva. Tungau kemudian
dikonsumsi oleh manusia lagi, atau oleh primata non-manusia atau reservoir hewan pengerat.
3,6

24
Gambar 3. Siklus hidup Bertiella sp.

2.5 Tanda dan Gejala Bertielliasis


Bertielliasis dapat tanpa gejala, atau hadir dengan gejala yang mirip dengan banyak
cacing pita lainnya. Ini dapat mencakup nyeri epigastrium setelah makan disertai dengan mual,
diare, anoreksia, penurunan berat badan dan, umumnya ketidaknyamanan pada abdomen.
Demam biasanya bukan gejala, tetapi ada juga kasus sembelit yang dilaporkan. Gejala-
gejalanya mungkin terputus-putus atau terus menerus dan tampaknya lebih sering terjadi pada
anak-anak. Ada kasus yang jarang terjadi di mana sakit perut dan muntah menjadi parah. Masa
inkubasi tidak diketahui.8,9

2.6 Diagnosis Bertielliasis


Infeksi Bertiella biasanya didiagnosis dengan mengamati telur atau proglottid dalam
tinja. Mereka bisa berwarna putih, lebar sekitar 8 mm dan panjang 11 mm, dan bergerak. Ini
juga dapat diidentifikasi dengan menunjukkan tanda dan gejala umum di daerah di mana
penyakit hadir, dan ada kontak dekat dengan tanah dan / atau primata non-manusia. Di banyak
daerah ini, penyakit parasit lain dapat menjadi masalah bagi populasi, dan menemukan
proglottid dalam sampel tinja dapat menjadi satu-satunya cara untuk membedakan Bertiella
dari parasit lain. Penampilan telur telah digambarkan sebagai sedikit oval dan bercangkang
tipis sementara embrio terbungkus dalam kapsul atau alat piriform dengan dua tanduk tumpul.
8,9

25
Gambar 3. Proglottid Bertiella studeri dalam kontraksi (A) dan ekspansi (B), dan
telur dengan alat filiform dan oncosphere dengan hooklet dari sampel tinja pasien dalam
pembesaran rendah (C) dan tinggi (D).

2.7 Tatalaksana Bertielliasis


Bertielliasis biasanya diobati dengan obat-obatan yang digunakan untuk melawan
infeksi oleh cacing parasit lainnya. Obat-obatan ini disebut antihelmintik. Praziquantel adalah
obat yang biasa digunakan untuk mengobati infestasi cacing parasit. Dalam setidaknya satu
kasus, seorang dokter meresepkan obat dalam dosis 20 miligram untuk setiap kilogram berat
badan pasien. Pasien mengambil dosis tunggal praziquantel dan mengambil dosis lain 20 hari
kemudian, gejala pasien dilaporkan mereda. Cara yang lebih umum untuk memakai
praziquantel adalah dalam dosis yang dianjurkan setidaknya empat tetapi tidak lebih dari enam
jam terpisah. Jika pasien tidak mematuhi jadwal ini, mereka perlu memanggil dokter dan
membuat jadwal lain. Obat ini diminum dalam bentuk tablet atau bubuk, dan dianjurkan agar
diminum saat makan dan dibilas dengan segelas air. Pasien yang menggunakan praziquantel
tidak boleh mengemudi atau mengoperasikan mesin berat. Pasien usia lanjut mungkin sangat
sensitif terhadap obat, dan itu harus diresepkan untuk anak-anak hanya dengan sangat hati-hati.
Dokter juga perlu berhati-hati saat meresepkan obat untuk wanita yang sedang hamil atau
menyusui.8
Mekanisme kerja prazikuantel adalah dengan meningkatkan permeabilitas tegumen
tubuh cacing, yang akan meningkatkan influks kalsium ke intrategumen sehingga terjadi
kontraksi kuat dan paralisis otot cacing secara cepat. Hal ini akan menjadikan gigitan cacing
terlepas dari dinding pembuluh darah inang. Sebagai dampak dari mekanisme, akan terjadi

26
vakuolisasi dan blebbing sinsitium tegumen yang berakibat disintegrasi tegumen cacing.
Disintegrasi tegumen ini merupakan efek dari sel imun inang seperti granulosit, histiosit, dan
juga antibodi yang dilaporkan sangat berkontribusi terhadap efek in vivo praziquantel dalam
pengobatan infeksi cacing yang menginvasi jaringan. Praziquantel meningkatkan kerentanan
parasit untuk mudah diserang oleh antibodi inang dengan memaparkan dua antigen (protein 27
kDa dan 200 kDa) pada permukaan cacing. Disintegrasi tegumen ini merupakan efek suatu
paparan antigen dalam tubuh inang, dan mencetuskan respon pertahanan tubuh inang melawan
cacing tersebut. Akibatnya akan terjadi formasi granuloma dan fagositosis, menyebabkan
tubuh cacing hancur dan dikeluarkan melalui feses. Pada obat cacing lainnya seperti pirantel
pamoat, cacing yang mengalami paralisis akan melepaskan cengkramannya pada dinding
mukosa usus dan akan dikeluarkan dari tubuh melalui proses alami. 10
Niclosamide adalah obat lain yang diresepkan dokter untuk mengobati bertielliasis. Ini
digunakan khusus untuk mengobati cacing pita. Obat ini tidak bekerja lagi infeksi cacing kremi
(enterobiasis) atau infeksi cacing gelang (ascariasis). Niclosamide dianggap sebagai obat
penting oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit meskipun memiliki efek samping
seperti gatal, diare, sakit perut, dan muntah. Seperti praziquantel, Niclosamide diresepkan
sesuai dengan usia atau berat badan pasien dan datang sebagai tablet kunyah. Niclosamide
dapat dikonsumsi dengan perut kosong dengan beberapa teguk air, tetapi dokter
merekomendasikan agar dikonsumsi bersama makanan untuk mengurangi ketidaknyamanan
efek samping perut.11,12
Oxyclozanide dan dichlorophen juga digunakan untuk mengobati bertielliasis, tetapi
obat-obatan ini sebagian besar dianggap sebagai obat hewan. Albendazole, obat yang
digunakan untuk mengobati infeksi cacing parasit lainnya, tidak bekerja dengan baik melawan
bertielliasis.6,9

2.8 Pencegahan Terkait Bertielliasis


Karena rendahnya kejadian infeksi ini pada manusia, dan gejala yang tidak mematikan,
penyakit ini tidak dianggap sebagai krisis kesehatan masyarakat, sehingga tidak dilakukannya
langkah-langkah besar menuju pencegahan atau pengembangan vaksin. Para ahli kesehatan
memperingatkan orang-orang untuk menghindari daerah yang dihuni oleh monyet atau primata
lain dan untuk tidak mengigesti tanah tempat mereka tinggal. Orang-orang juga diperingatkan
agar tidak memakan buah yang jatuh ke tanah di daerah-daerah ini.2,13

27
BAB IV

ANALISIS KASUS

Telah diajukan sebuah kasus seorang anak laki-laki, inisial FZ usia 5 tahun, berat badan
11,4 kg, tinggi badan 104 cm, bertempat tinggal di kabupaten Lahat. Pasien datang ke
Poliklinik Infeksi dan Penyakit Tropis pada tanggal 13 Juni 2022 dengan keluhan BAB cair
dengan frekuensi 3-4 kali per hari, darah ada, lendir ada, gatal pada lubang dubur ada. Pasien
juga merasa perut melilit dan sedikit kembung. Setiap BAB cair juga ditemukan adanya cacing
berwarna putih setiap kali BAB cair, banyaknya 2-3 cacing per sekali keluar, keluar cacing
selang satu hari. Pasien suka main tanah dan mandi di sungai. Terdapat perkebunan karet dan
sejumlah monyet di belakang rumah pasien, serta pasien sering memakan buah jatuh dari pohon
yang dihuni oleh monyet. Keluarga dengan kesan sosioekonomi menengah ke bawah, tinggal
di rumah nenek pasien dengan jumlah 5 orang dalam 1 rumah. Pasien dirawat oleh ibu dan
nenek pasien.
Berdasarkan hasil anamnesis menunjukkan beberapa gejala dari terinfeksi cacing
khususnya Bertiella studeri. Bertielliasis adalah penyakit zoonosis, yang dapat diperoleh
melalui kontak ekologis dekat dengan monyet atau primata lainnya. Dengan menyusutnya
habitat alami primata karena deforestasi dan urbanisasi, telah terjadi invasi primata ke tempat
tinggal manusia. Infeksi ini menunjukkan beberapa gejala gangguan pencernaan, seperti diare,
sakit perut berulang, anoreksia, penurunan berat badan, muntah dan sembelit. Pasien juga
mengungkapkan adanya riwayat kontak dengan monyet. Terdapat peningkatan jumlah kasus
bertielliasis dari daerah tempat tinggal umum manusia dan monyet.
Berdasarkan pemeriksaan fisis didapatkan pasien dengan kesadaran compos mentis,
dengan gizi buruk perawakan normal. Dari pemeriksaan fisik, tidak didapatkan adanya ciri-ciri
dari gizi buruk seperti old man face, rambut jagung, dan baggy pants, pada regio anus tidak
didapatkan adanya hiperemis, pruritus dan cacing. Pada pemeriksaan feses rutin didapatkan
hasil Kuning kecoklatan, lunak, lendir (+), pus (-), darah (-), amoeba E. Coli (-), telur cacing (-
), leukoosit 2-3, eritrosit 0-1, epitel (+), serat otot (-), jamur (-), bakteri (-). Pada pemeriksaan
pertama tidak ditemukan adanya bukti dari telur cacing pada pasien, hal ini mungkin
dikarenakan pengumpulan metode yang kurang tepat. Pasien di rencanakan akan di lakukan
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan parasitologi. Setelah dilakukan persiapan sebelum
melakukan pemeriksaan feses, didapatkanlah bagian tubuh Bertiella studeri, dan setelah
diperiksa didapatkan telur dari cacing. Diagnosis bertielliasis dapat ditegakkan dengan

28
mengamati karakteristik morfologis elemen parasit dalam sampel tinja. Sampel tinja dan
segmen cacing diajukan untuk workup parasitologis. Pada pemeriksaan kasar, segmen-segmen
tersebut adalah proglottid cestode, berwarna putih kekuningan, lebih lebar (0,68-1,1 cm)
daripada panjang (0,1 cm), menunjukkan kontraksi aktif dan sering berubah bentuk.
Pemeriksaan mikroskopis tinja mengungkapkan oval ke ovarium bulat, berukuran 46-65 m,
mengandung embrio hexacanth dengan karakteristik alat piriform khas B. studeri. Tidak ada
bukti infeksi parasit atau bakteri lainnya adalah found dalam sampel tinja, dan serologi untuk
sistiserkosis, trichinellosis, toksocariasis dan filariasis juga negatif.
Bertielliasis merupakan kasus yang jarang, kemungkinan kurang dilaporkan karena
kemiripan segmen yang jelas dengan cacing pita lainnya. Ada kurangnya kesadaran di antara
dokter dan ahli mikrobiologi tentang penyakit ini, yang menambah dilema diagnostik dan
keterlambatan dalam manajemen. Telur yang belum matang dari proglottid mentah memiliki
cangkang tipis dan fleksibel yang mudah berubah bentuk dan mungkin terlihat mirip dengan
artefak vegetatif dan dengan diberhentikan jika tidak diamati dengan cermat di bawah
mikroskop.
Pengobatan cacing pita dilakukan dengan praziquantel karena obat ini dapat ditoleransi
dengan baik dan memiliki kemanjuran yang baik. Kerjanya dengan menyebabkan kelumpuhan
cacing dengan bekerja pada saluran membran calcium. Niclosamide adalah obat lain yang
digunakan sebagai pengobatan untuk taeniasis dan cacing pita lainnya, namun memiliki efek
samping seperti gatal, diare, sakit perut, dan muntah. Hal ini dapat memperparah keluhan
pasien. Penting untuk mengidentifikasi Bertiella dengan benar, cacing pita, karena diketahui
resisten terhadap obat antihelminthic umum. Resolusi lengkap gejala dapat dicapai dengan
praziquantel dengan dosis 20 mg/kg/berat badan selama 2 hari berturut-turut, seperti dalam
kasus. Setelah 2 minggu, tiga pemeriksaan tinja diulangi, yang tidak menunjukkan telur atau
proglottid. Pasien juga dilakukan follow up secara rutin berdasarkan OPD. Perawatan dianggap
gagal apabila didapatkan proglottid pada pemeriksaan feses setelah 3 bulan pertama perawatan,
dan satu bulan setelah pengobatan kedua. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh dosis obat
yang tidak mencukupi. Penambahan dosis diperlukan pada pasien dengan gagal pengobatan.
Pada pasien ini juga didapatkan Gizi buruk dengan perawakan normal. Saat sebelum cacingan
1 tahun lalu ibu pasien merasa Anak terbilang gemuk namun setelah pernah cacingan Berat
badan pasien sukar naik walaupun menurut ibunya nafsu makan tidak ada perubahan yang
signifikan. Hal ini dapat menjadi bukti bahwa gizi buruk yang terjadi pada pasien ini
merupakan efek langsung dari Infeksi Bertiella studeri. Keluarga pasien diberikan edukasi
untuk pemberian makan-makanan bergizi sebanyak 3 kali dalam sehari dengan nasi biasa 500

29
kkal, susu ONS. Pasien juga diberikan beberapa suplemen seperti Vitamin A 1x200.000 unit,
Asam Folat 5mg pada hari pertama dan 1 mg hari berikutnya, Vitamin B Komplek 2x1 tab dan
Vitamin C 1x50mg. Monitoring berat badan pasien perlu dilakukan untuk memantau
keberhasilan terapi.
Prognosis pada pasien ini adalah bonam pada quo ad vitam karena sejauh ini tanda-
tanda vital anak dalam batas normal dan tidak ada kelainan yang ditemukan secara signifikan
di pemeriksaan fisik. Quo ad functionam dubia dikarenakan fungsi dari tubuh anak sangat
dalam kondisi baik. Quo ad sanationam dubia ad bonam dikarenakan penyakit yang dialami
dapat sembuh secara sempurna, namun anak masih bisa mengalami keluhan yang sama apabila
terpapar kembali dengan Bertiella studeri.

30
Diagram tumbuh kembang anak laki laki/ 5 tahun/ Infeksi Bertiella studeri dengan Gizi
buruk perawakan normal

LINGKUNGAN

Mikro : Mini :
Ibu, 40 tahun, tamatan Ayah, 45 tahun, petani Meso : MAKRO
SD, Ibu rumah tangga, karet, keluarga Puskesmas 5 BPJS
harmonis, lingkungan km dari rumah,
Higenitas dan
pengetahuan Ibu kurang baik, rumah dengan
hutan, serta pada
Pemberian ASI (-) lingkungan rumah
banyak terdapat
Imunisasi lengkap monyet liar

KEBUTUHAN DASAR

Asuh Asih Asah


Kurang cukup cukup

TUMBUH KEMBANG ANAK

Tatalaksana: Neonatus Sehat


1. Jaga hygiene
2. Konsumsi
prazikuantel
3. Makan-makanan Bayi Sehat
Bergizi 3x1 Nasi
Biasa 500 Kkal,
Susu ONS, Vitamin
A 1x200.000 unit,
As. Folat 5mg pada
hari pertama dan 1 Anak-Anak, Terinfeksi Bertiella
mg hari berikutnya,
Vit B Komplek 2x1 studeri, Gizi Buruk
tab, Vit C 1x50mg
Follow up
secara berkala
BB Anak
Keluhan membaik, Tumbuh setiap Bulan,
Kembang anak Dapat Optimal Pemeriksaan
Feses Rutin 2
bulan pertama

GENETIK,
HEREDOKONSTITUSIONAL BAIK

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Galán-Puchades MT, Fuentes MV, Mas-Coma S. Morphology of Bertiella studeri


(Blanchard, 1891) sensu Stunkard (1940) (Cestoda: Anoplocephalidae) of human origin
and a proposal of criteria for the specific diagnosis of bertielliasis. Folia Parasitol (Praha)
[Internet]. 2000;47(1):23–8.
2. Sun X, Fang Q, Chen XZ, Hu SF, Xia H, Wang XM. Bertiella studeri infection, China
[6]. Emerg Infect Dis. 2006;12(1):176–7.
3. Servián A, Zonta ML, Cociancic P, Falcone A, Ruybal P, Capasso S, et al.
Morphological and molecular characterization of Bertiella sp. (Cestoda,
Anoplocephalidae) infection in a human and howler monkeys in Argentina. Parasitol
Res. 2020 Apr 1;119(4):1291–300.
4. Berger SA. Infectious diseases of the world. 2011 [cited 2023 Mar 21];987. Available
from:
https://books.google.com/books/about/Infectious_Diseases_of_the_World_2010_ed.ht
ml?hl=id&id=3Qm_pWmlLiYC
5. Stunkard HW. The Morphology and Life History of the Cestode, Bertiella Studeri. Am
J Trop Med Hyg. 1940 Mar 1;s1-20(2):305–33.
6. Galán-Puchades MT, Fuentes M V., Simarro PP, Mas-Coma S. Human Bertiella studeri
in Equatorial Guinea. Trans R Soc Trop Med Hyg [Internet]. 1997 Nov 1 [cited 2023
Mar 21];91(6):680–680. Available from: https://europepmc.org/article/MED/9509178
7. Acha PN, Szyfres B, Pan American Sanitary Bureau. Zoonoses and communicable
diseases common to man and animals. 2001;
8. Naranbhai N, A Singh R, Moodley B, Han KSS, Archary M, Mvelase N. Case Report:
Human Bertielliasis-A Rare Cestode Infection in a South African Child. Am J Trop Med
Hyg. 2021 Oct 25;106(1):219–21.
9. Sharma S, Menon J, Lal S, Thapa BR. Bertiella studeri infection-A rare cause of chronic
abdominal pain in a child from North India. J Trop Pediatr. 2018 Aug 1;64(4):348–51.
10. Doenhoff MJ, Cioli D, Utzinger J. Praziquantel: mechanisms of action, resistance and
new derivatives for schistosomiasis. Curr Opin Infect Dis. 2008;21:659–667.
11. Gallella SD, Gunawardena GS, Karunaweera ND. Bertiella studeri infection: resistance
to niclosamide. Ceylon Med J. 2004;49(2):65.
12. Xuan LT, Anantaphruti MT, Tuan PA, Tu LX, Hien TV. The first human infection with

32
Bertiella studeri in Vietnam. Southeast Asian J Trop Med Public Health.
2003;34(2):298–300.
13. Lopes Vv, Santos Ha Dos, Silva Avm Da, Fontes G, Vieira Gl, Ferreira Ac, Et Al. First
Case Of Human Infection By Bertiella studeri (Blanchard, 1891) Stunkard,1940
(Cestoda; Anoplocephalidae) IN BRAZIL. Rev Inst Med Trop Sao Paulo.
2015;57(5):447–50.

33

Anda mungkin juga menyukai