Anda di halaman 1dari 93

Kepada Yth :

Laporan Kasus
21 September 2023 Pukul 13.00 WIB

PEMANTAUAN BAYI BARU LAHIR DENGAN CONGENITAL


ANOMALY KIDNEY AND URINARY TRACT (CAKUT)

Oleh
dr. Salvitri Puspa Aryago

Pembimbing
dr. Hertanti Indah Lestari, Sp.A(K)
dr. Eka Intan Fitriana, Sp.A(K), M.Kes
dr. Afifa Ramadanti,
Sp.A(K) dr. Indrayady,
Sp.A(K)
dr. Atika Akbari, Sp.A(K)

Moderator
dr. Deny Salverra Yosy, Sp.A(K), M.Kes

Penilai
dr. Julius Anzar, Sp.A(K)
Dr. dr. Yulia Iriani, Sp.A(K)

KSM ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYA RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN
PALEMBANG
2023
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
PENDAHULUAN...................................................Error! Bookmark not defined.1
LAPORAN KASUS................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................24
Congenital anomalies of kidney and urinary tract (CAKUT).........................24
Respiratory Distress.........................................................................................43
Tongue Tie ...................................................Error! Bookmark not
defined.51 ANALISIS KASUS............................................................................57
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................61
LAMPIRAN..........................................................................................................68

i
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Prevalensi kelainan ginjal yang terdeteksi dengan ultrasonografi pada


709.030 kelahiran....................................................................................25
Tabel 2. Temuan pemeriksaan penunjang kelainan kongenital tractus urinarius. 33
Tabel 3. Klasifikasi hidronefrosis antenatal, berdasarkan diameter anteroposterior
panggul ginjal..........................................................................................39
Tabel 4. Klasifikasi gangguan napas.....................................................................44
Tabel 5. Evaluasi gawat nafas dengan skor Downes.............................................45

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Voiding cystourethrogram mendemonstrasikan PUV........................30


Gambar 2. US postnatal menunjukkan dinding kandung kemih yang tebal........31
Gambar 3. Klasifikasi Hidronefrosis berdasarkan Society of Fetal Urology.......35
Gambar 4. Pemantauan prenatal pada pasien dengan hidronefrosis yang
terdeteksi antenatal.............................................................................26
Gambar 5. Manajemen Prenatal ANH, AFL, Level Cairan Ketuban, BOO,
Obstruksi Saluran Keluar Kandung Kemih, dan USG.......................37
Gambar 6. Evaluasi Radiografi Postnatal.............................................................38
Gambar 7. Evaluasi postnatal pada pasien dengan hidronefrosis antenatal.........38

i
PENDAHULUAN

Congenital Anomaly Kidney and Urinary Tract ( CAKUT ) merupakan


kelainan embrionik yang timbul selama perkembangan janin dan mengakibatkan
berbagai kelainan pada ginjal dan saluran kemih yang meliputi ureter, kandung
kemih, dan uretra. Kelainan ginjal kongenital didefinisikan secara makroskopis
dengan perubahan ukuran, bentuk, posisi, atau jumlah ginjal dan secara
mikroskopis didefinisikan sebagai berkurangnya jumlah nefron dan atau histologi
abnormal serta kelainan saluran kemih yang meliputi adanya obstruksi.1
Kelainan ginjal dan saluran kemih kongenital merupakan salah satu jenis
cacat bawaan yang paling umum terjadi pada bayi baru lahir. Prevalensi CAKUT
bervariasi, mulai dari 4,2 per 10.000 kelahiran di Taiwan hingga 4,0 per 1.000
kelahiran di Rusia dan beberapa negara di Asia dan Eropa. 2 Dalam sebuah studi
retrospektif di rumah sakit di China, ditemukan bahwa 22,69% dari kasus
CAKUT memiliki kelainan terkait, dengan cacat jantung bawaan menjadi
kelainan paling umum.2 Pada bayi prematur, prevalensi CAKUT secara signifikan
terkait dengan tingkat prematuritas, dengan tingkat prevalensi yang lebih tinggi
pada usia kehamilan yang lebih rendah.3
Beberapa bentuk kelainan ginjal dan saluran kemih antaralain, berupa
atresia (penutupan atau penyumbatan) pada saluran kemih, hipoplasia
(pertumbuhan tidak mencukupi), displasia (penggantian jaringan normal dengan
jaringan yang tidak normal), dan kista pada ginjal. Faktor genetik dan lingkungan
dapat berperan dalam perkembangan CAKUT. Kelainan ini dapat terdeteksi
selama kehamilan melalui pemeriksaan ultrasonografi janin atau dapat ditemukan
setelah kelahiran melalui pemeriksaan medis rutin.4
Ada beberapa faktor risiko yang terkait dengan perkembangan kelainan
ginjal dan saluran kemih kongenital (CAKUT), termasuk beberapa gangguan
genetik, seperti sindrom Down, sindrom Turner, dan asosiasi VACTERL, terkait
dengan peningkatan risiko terjadinya CAKUT. Bayi prematur memiliki risiko
lebih tinggi untuk terjadinya CAKUT, dan prevalensi CAKUT berkorelasi

1
secara

2
signifikan dengan prematuritas, dengan tingkat prevalensi yang lebih tinggi pada
usia kehamilan yang lebih rendah. Faktor ibu juga dapat berpengaruh terhadap
penyakit ini, seperti diabetes ibu, hipertensi, dan penggunaan beberapa obat
selama kehamilan, telah terkait dengan peningkatan risiko CAKUT. Paparan
terhadap beberapa faktor lingkungan, seperti pestisida, timbal, dan merkuri
selama kehamilan, dapat meningkatkan risiko terjadinya CAKUT. Individu
dengan riwayat keluarga CAKUT memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengembangkan kondisi ini.5,6 Kelainan ginjal dan saluran kemih kongenital
mewakili sekitar 30% dari seluruh malformasi antenatal, dimana angka
kejadiannya ditemukan pada 1 dari 500 pemeriksaan USG janin antenatal dan
merupakan penyebab utama malformasi antenatal terbanyak. Malformasi ini
paling sering terdeteksi dalam Rahim.1 Deteksi dini adanya malformasi ini
dapatkan dari hasil pemeriksaan ultrasonography ( USG) melalui pengukuran
Fetal renal length, Volume cairan amnion, sedangkan pemeriksaan pasca natal
dapat dilakukan pemeriksaan ultrasonography (USG), MCUG, DTPA
renaogram, pemeriksaan fungsi ginjal. Pada bayi dengan hidronefrosis berat,
sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonography dalam waktu 48 jam pasca
kelahiran sedangkan bayi baru lahir dengan hidronefrosis unilateral
pemeriksaan USG dapat dilakukan dalam rentang waktu 2 minggu pasca
kelahiran. Pemantauan tekanan darah menjadi salah satu yang harus diperhatikan
serta tatalaksana akan adanya infeksi saluran kemih. Penatalaksanan CAKUT
sendiri dapat dimulai sejak antenatal dan post natal untuk mencegah komplikasi
yang mungkin timbul.7,8
Prinsip penatalaksanaan CAKUT adalah melakukan koreksi berdasarkan
kelaianan anatomi yang ditemukan serta mencegah progresivitas penyakit Dalam
perjalan penyakitnya, diketahui bahwa Penyebab 50% penyakit ginjal stadium
akhir (ESKD) pada anak adalah CAKUT dan CAKUT tidak hanya menimbulkan
beban ekonomi yang signifikan terhadap sistem pelayanan kesehatan akibat
komplikasi ESKD namun ESKD akibat CAKUT dikaitkan dengan percepatan
penyakit kardiovaskular pada usia dewasa muda. Dikarenakan hal ini, maka

3
penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini.7,8

4
Laporan kasus ini membahas seorang bayi Perempuan baru lahir dengan adanya
kealainan kongenital ginjal dan saluran kemih. Tujuan dari penulisan kasus ini
untuk mengetahui tahapan diagnosis dan tatalaksana kelainan kongeninital ginjal
dan saluran kemih yang telah terdeteksi sejak prenatal dalam rangka mencegah
progresivitas penyakit.

5
LAPORAN KASUS

1. DATA DASAR
IDENTIFIKASI
Seorang bayi perempuan, etnis Jambi, berusia 1 hari, berat badan 2760 gram
dengan panjang badan 47 cm, lingkar kepala 34 cm, beralamat di Babat Supat,
Musi Banyuasin lahir di OK COT RSMH tanggal 7 Agustus 2023.

2. ANAMNESIS
(Dilakukan aloanamnesis Ibu Kandung Pasien pada tanggal 7 Agustus 2023)

KELUHAN UTAMA
Bayi baru lahir dengan tidak langsung menangis

KELUHAN TAMBAHAN
Bayi lahir dengan kondisi adanya anomali kongenital prenatal berupa
hidronefrosis, hidroureter bilateral, dengan vesikulomegali ec suspek posterior
urethral valve obstruction

RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT


Bayi perempuan lahir di OK COT secara SC ditolong doker spesialis obgyn
dari ibu G2P1A0 hamil 37 minggu belum inpartu JTH. Bayi lahir tidak
langsung menangis, tonus baik dengan A/S 5/6 presentasi kepala. Dilakukan
tindakan langkah awal resusitasi, bsyi menangis namun didapatkan masih
terdapatkan restraksi pada dinding dada pasien di rawat di ruang NICU
dengan alat bantu napas CPAP dengan FiO2 40% PEEP 7. Bayi pertama kali
buang air kecil 12 jam pertama setelah lahir, dalam 24 jam pertama,
penggantian popok sebanyak 5 kali. BAB pertama bayi adalah 20 jam setelah
lahir.
Riwayat ibu demam disangkal, riwayat ketuban pecah dini disangkal, riwayat

6
ibu keputihan (+), ibu hipertensi dan diabetes melitus disangkal.

7
Ibu pasien melakukan pemeriksaan USG antenatal ke dokter spesialis obgyn
saat usia kehamilan 30 minggu di sungai lilin dan dicurigai adanya kelainan
kongenital janin (megavesika) kemudian ibu pasien disaraknkan rujuk ke
dokter spesialis obgyn konsultan fetomaternal untuk penanganan lebih lanjut.
Saat usia kehamilan 31 minggu ibu pasien melakukan USG di dokter spesialis
obgyn konsultan fetomaternal, didapatkan hasil:
1) Hidronefrosis-Hidroureter Berat Bilateral,
2) Massa kistik cavum abdomen ~ Obstruksi Hindgut dd/ Atresia Ani,
3) short all limbus
Ibu pasien dirujuk ke RSMH, dilakukan pemeriksaan USG Kembali dengan
hasil:
Tampak vesika janin membesar dan ditemukan keyhole sign. Pada ginjal janin
tampak kedua kaliks dan kedua pelvis ureter yang melebar sesuai dengan
gambaran hidronefrosis-hidroureter bilateral, sesuai dengan gambaran
vesikomegali dan dicurigai suatu posterior urethral valve obstruction.
Kesimpulan:
Hamil 31 Minggu Janin Tunggal Hidup Letak Lintang dengan Kelainan
Kongenital (Hidronefrosis-Hidroureter Bilateral dan Vesikomegali et causa
Suspek Posterior Urethral Valve Obstruction) dan Polihidramnion

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


-

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Riwayat keluarga dengan kelainan ginjal disangkal

RIWAYAT KEHAMILAN IBU


- Tidak ada riwayat demam selama kehamilan
- Ibu pasien mengkonsumsi asam folat selama kehamilan
- Riwayat diabetes melitus disangkal

8
- Riwayat hipertensi dan penggunaan obat antihipertensi disangkal
- Riwayat merokok dan konsumsi alkohol selama kehamilan disangkal
- Asupan nutrisi selama kehamilan cukup

RIWAYAT PERSALINAN
 Pasien merupakan anak kedua. Kehamilan pasien merupakan kehamilan
yang diinginkan. Ibu tidak pernah mengalami keguguran sebelumnya. Ibu
pasien rutin kontrol kehamilan tiap bulan.
 Pasien lahir dari ibu G2P1A0, hamil 37 minggu, lahir per abdominal, berat
badan lahir 2760 gram, panjang badan lahir 47 cm dan lingkar kepala 34
cm
 Pedigree keluarga

RIWAYAT RESUSITASI
Saat pasien lahir, pasien segera dihangatkan, dibungkus plastik pada bagian
tubuh dan kaki, digunakan tutup kepala, diposisikan, dipastikan jalan napas
bersih, dikeringkan, diberikan stimulus pada telapak kaki
Menit ke 0 skor APGAR 5
Menit ke 1 skor APGAR 6
Menit ke 3 skor APGAR 7
Menit ke 5 skor APGAR 7
Menit ke 10 skor APGAR 7

9
RIWAYAT NUTRISI
Pasien minum ASI on demand
Kesan: nutrisi sesuai keutuhan
RIWAYAT IMUNISASI
Pasien diimunisasi Hepatitis B saat baru lahir

RIWAYAT TUMBUH KEMBANG PERTUMBUHAN


Berat badan lahir 2760 gram. Panjang badan 47 cm.
Kesan: berat badan lahir sesuai usia kehamilan

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


 Pendidikan ayah tamat SMA. Saat ini Ayah bekerja sebagai buruh lepas,
Ibu tamat SMA. Ibu sebagai ibu rumah tangga. Penghasilan keluarga tidak
kisaran kurang lebih 2.500.000. Pasien berobat menggunakan asuransi
kesehatan BPJS.
 Kesan: Sosial ekonomi menengah kebawah

3. PEMERIKSAAN FISIS (7 Agustus 2023)


Keadaan Umum
Aktivitas : sedang
Reflek isap : sedang
Tangis : sedang
Anemis : tidak ada
Ikterik : tidak ada
Dispneu : ada
Berat badan : 2760 gram
Sianosis : tidak ada
Tekanan darah : 60/40 mmHg
Nadi : 168 x/menit (isi dan tegangan cukup)
Capillary refill time : < 3 detik

1
Pernapasan : 62 x/menit
Saturasi oksigen : 96% dengan bubble CPAP PEEP 7 FiO2 40%
Suhu aksila : 36.7C
Lingkar kepala : 34 cm (normosefali)
Panjang badan : 47 cm
Lingkar perut : 37 cm

Keadaan Spesifik
Kepala : Normosefali, Ubun-ubun besar terbuka
Wajah : Tidak dismorfik
Mata : Konjungtiva pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada, pupil bulat
isokor 3 mm/ 3 mm, refleks cahaya positif normal, secret tidak
ada
Hidung : Napas cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada
Telinga : Bentuk normal, sekret tidak ada
Mulut : Tidak ada sianosis sirkumoral, tampak adanya tongue tie dan lip
tie
Dada : Simetris, tidak ada ketinggalan gerak, Retraksi (+)
intercostal minimal.
Jantung : Bunyi jantung I-II normal, murmur dan gallop (-)
Paru : Vesikuler (+), rhonki(-), wheezing (-).
Abdomen : Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising usus normal,
ballotement negatif, tidak teraba massa, suprapubic tidak teraba
Punggung : Deformitas tidak ada
Genitalia : Perempuan, tidak tampak kelainan pada organ genitalia eksternal
Ekstremitas : Akral teraba hangat, sianosis tidak ada, tidak terdapat akral
pucat,
edema tidak ada, capillary refill time < 3 detik
Anus : Ada

1
Refleks Primitif
Refleks oral : +
Refleks tonic neck : +
Refleks plantar grasp : +
Refleks moro : +

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan


Hematologi Tanggal 07/08/2023
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan Nilai Normal Satuan
12.0 - 14.4 g/dL
Hemoglobin (Hb) 19.4 Nilai Kritis : <5 Or >20
Eritrosit (RBC) 5,20 4.75 - 4.85 106/mm3
4.5 - 13.5 103/mm3
Leukosit (WBC) 16.74 Nilai Kritis: < 1.0 Or >
50.0
Hematokrit 56 36 - 42 %
217 - 497 103/μL
Trombosit (PLT) 216 Nilai Kritis : <20.0 Or
>8000.0
MCV 107.7 85 - 95 fL
MCH 37 28 - 32 pg
MCHC 35 33 - 35 g/dL
0- 1 / 1- 6 / 50 - 70 / 20- %
Hitung Jenis 0/0/65/30/5 40 / 2- 8
hsCRP 1.3 <1.0
Ureum 21 16.6 - 48.5 mg/dL
Kreatinin 0.53 0.57 - 0.87 mg/dL
LFG 48.8 ml/min/1.73 m2

1
Hasil radiologi Rontgen Torax AP tanggal 7/8/23

Kesan: tidak tampak kelainan radiologis

5. RINGKASAN DATA DASAR


Seorang bayi perempuan, etnis Jambi, berusia 1 hari, berat badan lahir
2760 gram dengan panjang badan lahir 47 cm, beralamat di Babat Supat,
Musi Banyuasin lahir di OK COT RSMH tanggal 7 Agustus 2023. Bayi lahir
tidak langsung menangis dengan A/S 5/6 Dilakukan tindakan langkah awal
resusitasi, namun didapatkan masih terdapatkan restraksi pada dinding
dada pasien di rawat di ruang NICU dengan alat bantu napas CPAP dengan
FiO2 40% PEEP 7. Bayi pertama kali buang air kecil 12 jam pertama setelah
lahir, dalam 24 jam pertama, penggantian popok sebanyak 5 kali. BAB
pertama bayi adalah 20 jam setelah lahir.
Riwayat ibu demam disangkal, riwayat ketuban pecah dini, riwayat ibu
keputihan (+), ibu hipertensi dan diabetes melitus disangkal.

1
Ibu pasien melakukan pemeriksaan USG antenatal usia kehamilan 30
minggu dan dicurigai adanya kelainan kongenital janin (megavesika)
kemudian ibu pasien disarakankan rujuk ke dokter spesialis obgyn konsultan
fetomaternal untuk penanganan lebih lanjut. Saat usia kehamilan 31 minggu
ibu pasien melakukan USG di dokter spesialis obgyn konsultan fetomaternal,
didapatkan hasil:
1) Hidronefrosis-Hidroureter Berat Bilateral,
2) Massa kistik cavum abdomen ~ Obstruksi Hindgut dd/ Atresia Ani,
3) short all limbus
Ibu Pasien dirujuk ke RSMH, didapatkan hasil pemeriksaan USG
antenatal berupa tampak vesika janin membesar dan ditemukan keyhole sign.
Pada ginjal janin tampak kedua kaliks dan kedua pelvis ureter yang melebar
sesuai dengan gambaran hidronefrosis-hidroureter bilateral, sesuai dengan
gambaran vesikomegali dan dicurigai suatu posterior urethral valve
obstruction.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien dengan kesadaran kompos
mentis, laju nadi 168 kali/menit (reguler, isi dan tegangan cukup), laju napas
62 kali/menit, suhu 36,7˚ C. Kepala normocephali, reflek cahaya +/+, pupil
bulat isokor, konjungtiva tidak anemis, leher dalam batas normal. Thoraks
simetris, tidak ada ketinggalan gerak, tidak ada retraksi, cor dan pulmo dalam
batas normal. Abdomen tampak datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba,
bising usus (+) normal. Ekstremitas akral hangat, CRT< 2 detik.
Pada pemeriksaan penunjang darah tanggal 7 Agustus 2023 Hb 19.4
g/dl eri 5.20 leu 16.74 /mm3 Ht 56 PLT 216/uL MCV 107.7 MCH 37
MCHC 35
RDW-CV 18.6 PCT 0.2 DC 0/0/65/30/5 IT rasio 0.12 Ur 21 mg/dL Cr 0.53
mg/dL hsCRP 1.3 LFG 48.8 ml/min/1.73 m2 Dari hasil pemeriksaan USG post-
natal didapatkan hidronefrosis dextra dan hidroureter bilateral.

1
6. ANALISA AWAL
Berdasarkan data dasar di atas didapatkan bayi lahir secara SC dari Ibu
G2P1A0 hamil 37 minggu belum inpartu. Bayi merupakan neonatus cukup
bulan karena lahir pada usia gestasi 37 minggu (berdasarkan HPHT).
Berdasarkan kurva Lubchenco, bayi lahir pada usia gestasi 37 minggu dan
berat badan lahir 2760 gram berada pada p50-p75 sehingga neonatus sesuai
masa kehamilan. Bayi lahir tidak langsung menangis dengan A/S 5/6,
dilakukan tindakan langkah awal resusitasi, namun didapatkan masih
terdapatkan restraksi pada dinding dada dengan adanya respiratoy distress
down score 3 sehingga pasien di rawat di ruang NICU dengan alat bantu
napas CPAP dengan FiO2 40% PEEP 7. Bayi pertama kali buang air kecil 12
jam pertama setelah lahir, dalam 24 jam pertama, penggantian popok
sebanyak 5 kali. BAB pertama bayi adalah 20 jam setelah lahir. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya tongue tie dan lip tie. Pasien dilakukan
pemeriksaan foto thorax dengan hasil tidak tampak adanya kelainan. Dari
hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan fungsi ginjal masih dalam batas
normal dengan nilai LFG ml/min/1.73 m2. Hasil pemeriksaan USG antenatal
didapatkan kelainan kongenital janin (megavesika) di usia kehamilan 30
minggu. Saat usia kehamilan 31 minggu didapatkan hasil USG antenatal
berupa kedua kaliks dan kedua pelvis ureter yang melebar sesuai dengan
gambaran hidronefrosis-hidroureter bilateral, sesuai dengan gambaran
vesikomegali dan dicurigai suatu posterior urethral valve obstruction. Saat
lahir bayi didiagnosis dengan NCB SMK dengan respiratory distress DS 3 ec
Suspek TTN dd/ pneumonia dengan kelainan kongenital ginjal dan traktus
urinarius (CAKUT).

1
7. MASALAH AWAL
1. Respiratory Distress Down score 3
2. Anomali kongenital berupa hidronefrosis hidroureter bilateral dengan
vesicomegaly ec susp. Posterior urethral valve obstruction
3. Tounge Tie Tipe II
4. Lip Tie

8. DIAGNOSIS BANDING
 NCB-SMK + Respiratory Distress DS 3 ec suspek TTN + Anomali
kongenital (hidronefrosis hidroureter bilateral dengan vesicomegaly ec
susp. Posterior urethral valve obstruction) + Tongue tie + Lip Tie
 NCB-SMK + Respiratory Distress DS 3 ec suspek pneumonia +
Anomali kongenital (hidronefrosis hidroureter bilateral dengan
vesicomegaly ec susp. Posterior urethral valve obstruction) + Tongue
tie + Lip Tie

9. DIAGNOSIS KERJA
NCB-SMK + Respiratory Distress DS 3 ec TTN + Anomali kongenital
(hidronefrosis hidroureter bilateral dengan vesicomegaly ec susp. Posterior
urethral valve obstruction) + Tongue tie + Lip Tie

10. RENCANA AWAL


Non Medikamentosa
 Rawat inkubator Suhu 33°C dan humidifikasi 80%
 Pemberian tunjangan oksigen dengan bubble CPAP PEEP 7 H2O FiO2 30%
 Balans dan diuresis per 24 jam

Medikamentosa
1. Pemberian cairan dengan D10% 100 ml + ca gluconas 14cc + pospat 2.5
ml kec 3.6cc / jam

1
2. Aminosteril 10% kecepatan 1.7 cc/jam

1
3. Ampisilin 3X 70 mg IV
4. Gentamisin 3x 7 mg IV

Rencana diagnostik
 Rencana pemeriksaan Echocardiografi
 Rencana pemeriksaan USG TUG
 Rencana konsul Tumbuh kembang
 Rencana Konsul Bedah Urologi

Rencana edukasi :
Menjelaskan kepada orangtua mengenai kemungkinan penyakit, pemeriksaan
yang akan dilakukan, dan pengobatan yang akan diberikan

11. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad functionam : dubia
Ad Sanationam : dubia

12. PEMANTAUAN PASIEN


7 Agustus 2023 (Rawat hari ke 1)
S Bayi usia 0 hari, BAK spontan
O Keadaan Umum:
Aktivitas sedang, refleks isap sedang, tangis sedang, tidak di temukan
anemis, ikterik, dyspneu dan sianosis. Tekanan darah 60/40 mmHg, nadi
teraba kuat 168 x/menit (isi dan tegangan cukup), pernapasan 62 x/menit,
SpO2 98% dengan CPAP dengan FiO2 40% PEEP 7, suhu 36,8 oC. Usia 0
hari, berat badan 2760 gram, lingkar perut 37 cm
Keadaan Spesifik:
Kepala : Konjuntiva anemis (-), sklera ikterik (-), napas cuping hidung (-),
secret hidung (-), tongue tie (+), lip tie (+)

1
Thoraks : Simetris, retraksi (+).
Cor : BJ I dan II Normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+) Normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <3”

Laboratorium 7 Agustus 2023 (RSMH Palembang)


Hb 19.4 g/dl eri 5.20 leu 16.74 /mm3 Ht 56 PLT 216/uL MCV 107.7
MCH 37 MCHC 35 RDW-CV 18.6 PCT 0.2 DC 0/0/65/30/5 IT rasio
0.12 Ur 21 mg/dL Cr 0.53 mg/dL hsCRP 1.3 LFG 48.8 ml/min/1.73 m2
Kesan : Hasil lab dalam batas normal
A NCB-SMK + Respiratory Distress DS 3 ec TTN dd/ pneumonia +
Anomali kongenital (hidronefrosis hidroureter bilateral dengan
vesicomegaly ec susp. Posterior urethral valve obstruction) + Tongue
tie
+ Lip Tie
P Diet
ASI/PASI 8x 5 cc
Non Medikamentosa
 Rawat inkubator Suhu 33°C dan humidifikasi 80%
 Pemberian tunjangan oksigen dengan bubble CPAP PEEP 7 H2O
FiO2 40%
 Balans dan diuresis per 24 jam

Medikamentosa
 Pemberian cairan dengan D10% 100 ml + ca gluconas 14cc + pospat
2.5 ml kec 3.6cc / jam
 Aminosteril 10% kecepatan 1.7 cc/jam
 Ampisilin 3x70 mg IV
 Gentamisin 3 7 mg IV

1
 Konsul Bedah Urologi
Saran : USG TUG

 Rencana pemeriksaan USG TUG

10 Agustus 2023 (Rawat hari ke 4)


S Bayi usia 3 hari
O Keadaan Umum:
Aktivitas aktf, refleks isap kuat, tangis kuat, tidak di temukan anemis, ikterik,
dyspneu dan sianosis. Tekanan darah 70/45 mmHg, nadi teraba kuat 154
x/menit (isi dan tegangan cukup), pernapasan 50 x/menit, SpO2 98% dengan
room air, suhu 36,7 oC. Usia 3 hari, berat badan 2570 gram, lingkar perut 38
cm
Diuresis 2,1 cc/KgBB/jam

Keadaan Spesifik:
Kepala : Konjuntiva anemis (-), sklera ikterik (-), napas cuping hidung (-),
secret hidung (-), tongue tie (+), lip tie (+)
Thoraks : Simetris, retraksi (-).
Cor : BJ I dan II Normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+) Normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 3 “

2
A NCB-SMK + Respiratory Distress DS 3 ec TTN + Anomali kongenital
(hidronefrosis hidroureter bilateral dengan vesicomegaly ec susp.
Posterior urethral valve obstruction) + Tongue tie + Lip Tie
P Diet
ASI/PASI 8x 10 cc
Non Medikamentosa
 Rawat inkubator Suhu 33°C dan humidifikasi 80%
 Balans dan diuresis per 24 jam

Rencana pemeriksaan USG TUG

11 Agustus 2023 (Rawat hari ke 5)


S Bayi usia 5 hari
O Keadaan Umum:
Aktivitas aktf, refleks isap kuat, tangis kuat, tidak di temukan anemis, ikterik,
dyspneu dan sianosis. Tekanan darah 70/ 40 mmHg, nadi teraba kuat 152
x/menit (isi dan tegangan cukup), pernapasan 48 x/menit, SpO2 98% dengan
room air, suhu 36,7 oC. Usia 5 hari, berat badan 2250 gram, panjang badan
49 cm, lingkar perut 38 cm
Diuresis 1.9 cc/KgBB/jam

Keadaan Spesifik:
Kepala : Konjuntiva anemis (-), sklera ikterik (-), napas cuping hidung (-),
secret hidung (-), tongue tie (+), lip tie (+)
Thoraks : Simetris, retraksi (-).
Cor : BJ I dan II Normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+) Normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 3 “

2
Pemeriksaan Echocardiograpi tanggal 11/8/23
Kesan: Normal Heart

Hasil pemeriksaan USG tanggal 11/8/23


Ginjal kanan : Bentuk normal dan ukuran 6.32 cm (normal 4-6 cm),
intensitas ekoparenkim tidak meningkat, batas cortex dan medula
jelas, tak tampak batu/nodul/kista, sistem pelviokaliseal melebar,
ukuran 1.33 cm.
Ginjal kiri : Bentuk dan ukuran ukuran 3,67 cm (normal 4-6 cm) ,
intensitas ekoparenkim tidak meningkat, batas cortex dan medula
jelas, tak tampak batu/nodul/kista, sistem pelviokaliseal melebar
ukuran 0,95 cm.
Buli-buli : Bentuk dan ukuran 6,60 x 3,32 x 6,66 cm dengan volume
76,35ml, dinding tidak menebal, mukosa reguler. Tak tampak
massa/batu.
Uterus : Bentuk dan ukuran normal, intensitas ekoparenkim homogen.
Tak tampak massa/kalsifikasi.
Kesimpulan:
Hidronefrosis dextra.
Hidroureter bilateral.

A NCB-SMK + Respiratory Distress DS 3 ec TTN + Anomali kongenital


(hidronefrosis dextra + hidroureter bilateral) + Tongue tie + Lip Tie
P Pasien dipindahkan ke ruang perawatan neonatus
Diet
ASI/PASI 8x 40 cc
Non Medikamentosa
 Balans dan diuresis per 24 jam

2
15 Agustus 2023 (Rawat hari ke 8)
S Bayi usia 8 hari
O Keadaan Umum:
Aktivitas aktif, refleks isap kuat, tangis kuat, tidak di temukan anemis,
ikterik, dyspneu dan sianosis. Tekanan darah 65/45 mmHg, nadi teraba kuat
146 x/menit (isi dan tegangan cukup), pernapasan 47 x/menit, SpO2 98%
dengan room air, suhu 36,7 oC. Usia 8 hari, berat badan 2520 gram, panjang
badan 50 cm, lingkar perut 39 cm

Keadaan Spesifik:
Kepala : Konjuntiva anemis (-), sklera ikterik (-), napas cuping hidung (-),
secret hidung (-), tongue tie (+), lip tie (+)
Thoraks : Simetris, retraksi (-).
Cor : BJ I dan II Normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+) Normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 3 “
Laboratorium 15 Agustus 2023 (RSMH Palembang)
Hb 18.9 g/dl eri 5.25 leu 16.49 /mm3 Ht 54 PLT 354/uL MCV 102.9
MCH 36 MCHC 35 DC 0/4/26/57/13 Ur 19 mg/dL Cr 0.34 mg/dL Na
141 K 9.3 Ca 10.2 LFG 45.6 ml/min/1.73 m2
Kesan : Hiperkalemia
A NCB-SMK + Respiratory Distress DS 3 ec TTN + Anomali kongenital
(hidronefrosis dextra + hidroureter bilateral) + Hiperkalemia + Tongue
tie + Lip Tie

2
P Diet
ASI/PASI on demand
Non Medikamentosa
 Balans dan diuresis per 24 jam
Medikamentosa
 Inj. Furosemid 2.5 mg IV

16 Agustus 2023 (Rawat hari ke 9)


S Bayi usia 9 hari
O Keadaan Umum:
Aktivitas aktif, refleks isap kuat, tangis kuat, tidak di temukan anemis,
ikterik, dyspneu dan sianosis. Tekanan darah 70/40 mmHg, nadi teraba kuat
148 x/menit (isi dan tegangan cukup), pernapasan 47 x/menit, SpO2 99%
dengan room air, suhu 36,8 oC. Usia 9 hari, berat badan 2520 gram, panjang
badan 50 cm, lingkar perut 39 cm
Diuresis 2,2 cc/Kgbb/jam
Keadaan Spesifik:
Kepala : Konjuntiva anemis (-), sklera ikterik (-), napas cuping hidung (-),
secret hidung (-), tongue tie (+), lip tie (+)
Thoraks : Simetris, retraksi (-).
Cor : BJ I dan II Normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+) Normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 3 “
Laboratorium 16 Agustus 2023 (RSMH Palembang)
K : 5.5 mEq/L
Kesan : kalium dalam batas normal
A NCB-SMK + Respiratory Distress DS 3 ec TTN + Anomali kongenital
(hidronefrosis dextra + hidroureter bilateral) + Hiperkalemia (selesai) +
Tongue tie + Lip Tie
P Diet ASI/PASI on demand

2
1 September 2023 ( pasien di rawat inap kembali untuk melakukan
pemeriksaan CT Urologi kontras)
S Bayi usia 25 hari, keluhan tidak ada
Pro CT Scan Urologi Kontras

Diuresis 2,4 cc/Kgbb/jam

O Keadaan Umum:
Aktivitas aktif, refleks isap kuat, tangis kuat, tidak di temukan anemis,
ikterik, dyspneu dan sianosis. Tekanan darah 70/50 mmHg, nadi teraba kuat
144 x/menit (isi dan tegangan cukup), pernapasan 40 x/menit, SpO2 98%
dengan room air, suhu 36,9 oC. Usia 25 hari, berat badan 2800 gram, panjang
badan 50 cm, lingkar perut 42 cm

Keadaan Spesifik:
Kepala : Konjuntiva anemis (-), sklera ikterik (-), napas cuping hidung (-),
secret hidung (-), tongue tie (+), lip tie (+)
Thoraks : Simetris, retraksi (-).
Cor : BJ I dan II Normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+) Normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 3 “

2
CT Scan Urologi Kontras

Hasil tanggal 7/9/23


Ginjal kanan : ukuran membesar, parenkim homogen, korteks menipis. Tidak
tampak batu/ kista/massa.
Sistem pelvokalises melebar, calyx minor membulat.
Ureter kanan melebar, tampak tortous.

Ginjal Kiri : ukuran normal, parenkim homogen.


Tidak tampak batu/ kista/massa.
Sistem pelvokalises melebar, calyx minor membulat.
Ureter kiri melebar, tampak tortous.
Vesica Urinaria : Terisi cukup, dinding tidak menebal.
Tampak potrusio distal ureter kanan yang membentuk kantuk berukuran lk
1.79 x 2.18 x 2.98 cm, dan protusio distal ureter kiri berukuran lk 1.75 x 1.33
x 2.04 cm

2
Kesan:
Ureterocele bilateral, yang menyebabkan hidroureteronefrosis grade 4
A NCB-SMK + Respiratory Distress DS 3 ec TTN + Anomali kongenital
(hidronefrosis dextra + hidroureter bilateral ec ureterocele bilateral) +
Tongue tie + Lip Tie
P Diet : ASI/PASI on demand
Rencana kontrol rawat jalan untuk evaluasi lebih lanjut

2
TINJAUAN PUSTAKA

Kelainan kongenital sistem urogenital merupakan kelainan yang sudah


ada sejak lahir pada sistem urinarius dan sistem genitalia. Kelainan tersebut dapat
disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Congenital anomalies
of kidney and urinary tract (CAKUT) atau anomali kongenital ginjal dan saluran
kemih adalah sekelompok gangguan yang memengaruhi ginjal dan sistem kemih
(kandung kemih, ureter, dan uretra). Kelainan ini biasanya muncul sejak
lahir (bawaan). Istilah “CAKUT” (anomali kongenital ginjal dan saluran kemih)
mencakup spektrum malformasi klinis yang luas, termasuk hipoplasia dan
displasia ginjal, obstruksi persimpangan ureteropelvic (UPJO), megaureter primer,
refluks vesicoureteral (VUR), obstruksi persimpangan ureterovesical (UVJO ),
atau katup uretra posterior (PUV). Malformasi ginjal berhubungan dengan
anomali kongenital nonrenal pada sekitar 30 persen kasus. Kombinasi CAKUT
dan anomali nonrenal ditemukan pada >200 sindrom genetik yang berbeda.
CAKUT terjadi pada 0,5- 1/100 bayi baru lahir dan merupakan penyebab paling
sering gagal ginjal kronis pada anak-anak, Sekitar 40% anak yang menjalani terapi
pengganti ginjal menderita diagnosis CAKUT, menjadikan spektrum CAKUT
sebagai penyebab tunggal paling sering gagal ginjal kronis pada anak. Dari semua
anomali ginjal antenatal, kelainan yang paling sering adalah hidronefrosis (yaitu,
dilatasi saluran kemih bagian atas). Prevalensi CAKUT ditunjukkan pada tabel 1.9

2
Table 1. Prevalensi kelainan ginjal yang terdeteksi dengan ultrasonografi pada
709.030 kelahiran10
Jumlah total kasus, terdeteksi Persentase dari
Jumlah kasus yang terdeteksi
sebelum dan sesudah total kasus yang

Jenis malformasi ginjal pada masa antenatal
kelahiran terdeteksi sebelum
(persen diagnosis antenatal)
(persen dari total kasus) kelahiran

Dilatasi saluran bagian atas 259 (28) 309 (27) 84

Ginjal displastik multikistik 102 (11) 105 (9) 97

unilateral

agenesis ginjal unilateral 36 (4) 58 (5) 62

Agenesis/disgenesis ginjal 86 (9) 95 (8) 91

bilateral

Penyakit ginjal polikistik 27 (3) 31 (3) 87

Ginjal supernumerary 37 (4) 39 (3) 95

ginjal ektopik 15 (2) 27 (2.5) 56

Katup uretra posterior 19 (2) 27 (2.5) 70

Kista soliter 19 (2) 25 (2) 76

Ekstrofi kandung kemih 10 (1) 19 (2) 53

Sindrom dengan cacat kromosom 107 (12) 128 (11) 84

Sindrom tanpa cacat kromosom 54 (6) 64 (6) 54

yang teridentifikasi

Beberapa malformasi Δ 130 (14) 176 (16) 74

Total 924 (100) 1130 (100) 82

* Jumlah total kelahiran termasuk kelahiran hidup, lahir mati, dan aborsi.
¶ Usia kehamilan rata-rata deteksi antenatal 24,3 minggu (kisaran 18,5-28,3).
Δ Beberapa malformasi didefinisikan sebagai setidaknya satu malformasi ginjal dan satu atau lebih malformasi utama
dari sistem lain.

2
Epidemiologi
Angka kejadian kelainan bawaan pada ginjal dan saluran kemih
(CAKUT) berbeda-beda di seluruh dunia, dengan beberapa negara melaporkan
angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain. Angka kejadian CAKUT
diperkirakan sekitar 4,2 kasus per 10.000 kelahiran di Taiwan. Prevalensi CAKUT
dilaporkan berkisar antara 0,1% hingga 0,7%. Angka kejadian keseluruhan
CAKUT adalah 22 kasus per 1.000 orang-tahun. Prevalensi CAKUT pada
kelompok bayi prematur adalah 2,0%. Sedangkan, prevalensi CAKUT dalam
kelompok ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan studi populasi terbaru pada
bayi lahir cukup bulan.2,3
Hasil penelitian yang tersedia tidak memberikan angka kejadian
spesifik dari kelainan bawaan pada ginjal dan saluran kemih (CAKUT) di negara-
negara maju. Namun, prevalensi CAKUT dilaporkan berkisar antara 0,1% hingga
0,7%. Dalam studi retrospektif berbasis rumah sakit di China, prevalensi CAKUT
adalah 1,60 kasus per 1000 kelahiran. Prevalensi CAKUT di Rusia dan beberapa
negara di Asia dan Eropa dilaporkan sekitar 4,0 kasus per 1000 kelahiran.
Begitupun di negara berkembang, prevalensi CAKUT yang didiagnosis sejak
janin di Arab Saudi adalah sekitar 3,26 kasus per 1000 kelahiran, yang lebih tinggi
daripada yang dilaporkan dari negara-negara barat. Tingkat kejadian CAKUT
adalah sekitar 4,2 kasus per 10.000 kelahiran di Taiwan.2,3,11
Tingkat kejadian dan prevalensi CAKUT dapat bervariasi tergantung
pada populasi yang diteliti, kriteria diagnostik yang digunakan, dan faktor-faktor
lainnya. Selain itu, beberapa negara mungkin memiliki tingkat CAKUT yang
lebih tinggi karena perbedaan dalam faktor lingkungan, kecenderungan genetik,
dan faktor-faktor lainnya.

Etiologi
Berbagai kondisi urologis dapat menyebabkan ditemukannya
hidronefrosis antenatal (ANH). Beberapa dikaitkan dengan morbiditas yang
signifikan. Hidronefrosis yang bersifat sementara atau ringan tanpa gejala sisa

3
klinis adalah yang paling umum, terhitung 50-70% dari kasus ANH. Obstruksi
pada ureteropelvic junction (UPJ), baik karena segmen adinamis, polip, atau
persilangan pembuluh kutub bawah, menyumbang 10-30% dari kasus ANH.
Sekitar 10-30% pasien dengan ANH akan mengalami reflux vesicoureteral primer
(VUR). Penyebab lain dari ANH, seperti ureterovesical junction (UVJ) obstruksi
dan PUV lebih jarang ditemukan.12,13
PUV bersifat bawaan, yang berarti anak laki-laki dilahirkan dengan
extra flaps of tissue. Saat ini masih belum diketahui secara jelas apa yang
menyebabkan kelainan ini, namun telah diyakini terjadi sejak awal perkembangan
janin laki-laki dan mungkin memiliki komponen genetik. Adapun dugaan bahwa
selama perkembangan janin, tubuh mengirimkan sinyal yang memberi tahu
jaringan untuk berhenti tumbuh atau membantu jaringan menyusut ukurannya.
Pada anak laki-laki dengan katup urethra posterior/anterior, sinyal ini tidak pernah
dikirim atau diterima, sehingga menyebabkan jaringan terus tumbuh.14
PUV merupakan kelainan kongenital yang diakibatkan oleh
malformasi uretra posterior, tetapi masih terjadi perdebatan mengenai asal
embrionik yang mengalami gangguan sehingga menyebabkan malformasi
tersebut. Terdapat sebuah teori yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan
antara katup uretra posterior terhadap perlekatannya ke atap dari verumontanum
dari uretra atau adanya membran urogenital yang persisten. Sebuah penelitian
yang dilakukan oleh Stephen, dkk pada tahun 1955 dengan menggunakan voiding
cystourethrography, baik di analisis secara mikroskopis maupun makroskopis,
melaporkan hipotesis bahwa katup uretra posterior dapat terbentuk akibat adanya
kegagalan dari duktus Wolffian untuk membentuk menjadi uretra sehingga
menyebabkan adanya membran yang mengobstruksi saluran kemih bawah.
Signifikansi dari obstruksi ini bergantung pada efek sekunder terhadap kandung
kemih, ureter, dan ginjal penderita.14

3
Faktor risiko
Terjadinya CAKUT dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko seperti berikut:
a. Faktor maternal
Faktor risiko ibu telah diidentifikasi sebagai potensi penyumbang terhadap
munculnya kelainan bawaan pada ginjal dan saluran kemih (CAKUT).
Beberapa faktor risiko ibu yang terkait dengan CAKUT adalah keturunan
dalam keluarga. Studi-studi menunjukkan bahwa keturunan dalam keluarga
dapat meningkatkan risiko terjadinya CAKUT. Selain itu, riwayat keluarga
positif terhadap CAKUT juga telah diidentifikasi sebagai faktor risiko utama.
Ibu yang mengalami hipertensi juga dapat memiliki risiko lebih tinggi
terhadap CAKUT. Tidak hanya itu, obesitas dan diabetes pada ibu juga dapat
berkontribusi terhadap peningkatan risiko terhadap munculnya CAKUT.
Terakhir, paparan ibu terhadap zat kimia yang memengaruhi hormon (EDCs)
di tempat kerja juga menjadi pertimbangan penting, karena paparan awal
terhadap EDCs selama kehamilan berhubungan dengan kemungkinan
terjadinya CAKUT pada anak.6,15
b. Faktor lingkungan
Faktor risiko lingkungan dapat berperan dalam terjadinya Congenital
Anomaly of the Kidney and Urinary Tract (CAKUT). Kontak dengan bahan
kimia tertentu selama kehamilan, seperti pestisida, logam berat, atau zat
kimia industri, dapat meningkatkan risiko terjadinya CAKUT. Paparan radiasi
selama kehamilan dapat menjadi faktor risiko terhadap CAKUT. Hal ini dapat
berasal dari berbagai sumber, termasuk sinar-X dan radiasi lingkungan.
Paparan terhadap air yang terkontaminasi oleh bahan kimia atau zat
berbahaya dapat berkontribusi terhadap risiko CAKUT. Kualitas air minum
dan sanitasi yang buruk juga dapat memainkan peran. Polusi udara yang
tinggi, terutama yang mengandung polutan seperti timbal atau polutan
organik persisten (POP), dapat meningkatkan risiko terjadinya CAKUT pada
janin.16

3
c. Faktor Genetik
Faktor risiko genetik memainkan peran penting dalam terjadinya Congenital
Anomaly of the Kidney and Urinary Tract (CAKUT). Mutasi atau perubahan
genetik tertentu dapat menjadi penyebab terjadinya CAKUT. Beberapa
sindrom genetik, seperti sindrom Down, Turner, atau Alagille, dapat
menyertai CAKUT. CAKUT dapat memiliki kecenderungan untuk terjadi
dalam keluarga tertentu. Risiko untuk mengembangkan CAKUT bisa lebih
tinggi bagi individu yang memiliki anggota keluarga lain dengan riwayat
kelainan ini. Penelitian terkini telah memperhatikan bagaimana regulasi atau
ekspresi genetik tertentu dapat memengaruhi perkembangan normal ginjal
dan saluran kemih, dan gangguannya dapat mengakibatkan CAKUT. Genetik
variann SOX11, meregulasi transkripsi perkembangan ginjal. Anomali
kromosom, seperti trisomi atau delesi, dapat berhubungan dengan terjadinya
CAKUT.17
d. Faktor Prematuritas
Prematuritas adalah kondisi ketika seorang bayi lahir sebelum mencapai usia
kehamilan penuh, yaitu sekitar 37 minggu kehamilan. Bayi prematur
memiliki berbagai risiko kesehatan karena organ-organ mereka belum
sepenuhnya matang. Salah satu sistem organ yang dapat terpengaruh adalah
sistem ginjal dan saluran kemih. Proses perkembangan ginjal dan saluran
kemih terjadi selama masa kehamilan. Bayi yang lahir prematur mungkin
mengalami gangguan dalam pembentukan dan perkembangan ginjal mereka
karena mereka belum memiliki waktu yang cukup dalam rahim untuk
mematangkan organ-organ tersebut. Ini dapat mengarah pada kelainan pada
ginjal dan saluran kemih.18

3
Patofisiologi
Perkembangan katup uretra posterior pada kehidupan janin dapat
menyebabkan spektrum komplikasi obstruktif. Jika, akibat ekskresi urin janin
yang tidak memadai, terjadi anhidramnion, maka anak akan mengalami displasia
renofasial yang dikenal sebagai Potter sequence. Anak-anak ini tidak dapat
bertahan hidup. Pada kasus oligohidramnion, perkembangan paru-paru dan
pematangan janin dapat terganggu, yang berakibat terganggunya adaptasi
pascakelahiran. Pada janin yang dapat bertahan hidup, karena obstruksi sebelum
lahir atau selama periode kritis organogenesis, perubahan fungsional dan struktural
pada kandung kemih dan saluran kemih bagian atas dapat terjadi. Hal ini dikenal
sebagai sindrom katup-kandung kemih. Obstruksi menyebabkan renovasi kandung
kemih yang merugikan dengan penumpukan kolagen dan hipertrofi otot. Dalam
jangka panjang, gangguan pada fungsi kandung kemih hipoaktif, tetapi juga
kandung kemih hiperrefleksif dengan kapasitas rendah dan komplians yang buruk.
Korelasi morfologis yaitu volume besar kandung kemih dan jumlah sisa urin yang
signifikan atau kandung kemih kecil dengan dinding yang tebal dan komplians
yang rendah. Dengan kondisi kandung kemih yang progresif, saluran bagian atas
menjadi lebih berisiko. Umumnya terjadi refluks vesikoureteral (Gbr. 1),
meskipun dapat juga terjadi obstruksi ureter bersamaan dengan kandung kemih
yang berdinding tebal. Anak-anak dengan nefropati kandung kemih katup
biasanya mengalami disfungsi tubulus dengan ketidakmampuan untuk
memekatkan urin. Produksi urin dalam jumlah besar terjadi akibat diabetes
insipidus nefrogenik dan dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada anak
dengan kandung kemih yang tidak berfungsi.19,20

3
Gambar 1. Voiding cystourethrogram mendemonstrasikan PUV19

3
Fenotipe katup lain yang terkenal adalah sindrom VURD (pasien
sindrom "refluks vesikoureteral unilateral dan displasia ginjal", yang memiliki
refluks vesikoureteral dan hidroureteronephrosis satu sisi di samping kandung
kemih yang sangat besar dan jarang dikosongkan) (lihat Gbr. 2). Pada sindrom
VURD, refluks vesikoureteral berkembang pada satu ginjal, dengan
hidroureteronefrosis dan displasia yang terkait, sehingga bertindak sebagai
"pelepas" tekanan kandung kemih dan menyediakan mekanisme perlindungan
untuk ginjal kontralateral. Pada beberapa kasus, obstruksi subvesikal menyebabkan
penumpukan urin yang dibebaskan oleh ruptur forniks, atau lebih jarang lagi pada
kandung kemih, yang menyebabkan presentasi ekstravasasi urin yang jarang
terjadi dengan asites urin atau urinoma. Mekanisme "pop-off" ini dapat
memberikan perlindungan pada ginjal.19,20

Gambar 2. US postnatal menunjukkan dinding kandung kemih yang tebal19

Patofisiologi obstruksi UPJ


Kerusakan otot polos dan perkembangan saraf yang tidak sempurna
pada tingkat di mana ureter bergabung dengan pelvis renalis, menyebabkan cacat
obstruktif fungsional, yang menunda pengeluaran urin dari pelvis renalis ke dalam
ureter bagian atas dengan segmen non-peristaltik. Dilatasi awal sesuai dan tidak
menyebabkan tekanan parenkim ginjal dari tekanan intra-panggul. Namun,
peningkatan tekanan intra-panggul mengakibatkan peregangan tubulus dan
cedera. Akibatnya, sejumlah perubahan inflamasi, seluler, dan kimiawi terjadi.
3
Kematian sel tubular mengakibatkan atrofi tubular. Elemen konstriktif pembuluh
darah

3
mungkin berkontribusi. Pada obstruksi UPJ kongenital, histologi ginjal
dimodifikasi dan prosesnya tidak hanya meliputi inflamasi dan kematian sel,
tetapi juga aktivasi sistem renin-angiotensin dan fibrosis. Biopsi ginjal pada
pasien yang menjalani pieloplasti untuk obstruksi UPJ dapat menunjukkan
parenkim yang relatif terpelihara dengan baik dengan temuan penipisan parenkim
dan hanya cedera tubulointerstitial yang terbatas. Berbagai perubahan parenkim
ginjal terjadi pada obstruksi UPJ, dan perubahan ini tidak sesuai dengan
pengamatan pencitraan konvensional. Reseptor angiotensin tipe II (AGT R-2)
menyumbang berbagai macam kelainan ginjal bawaan, dan gen ini kemungkinan
besar berperan dalam perkembangan nefropati obstruktif.21

Voiding cystourethrogram (VCUG)


Pada neonatus yang telah diidentifikasi mengalami dilatasi traktus urinarius atas,
faktor-faktor yang berhubungan perlu dicari, meliputi22
 Refluks vesikoureter (ditemukan pada 25% kasus)
 Katup uretra
 Ureterokel
 Divertikulum
 Neurogenic bladder
VCUG konvensional merupakan modalitas terpilih sebagai prosedur diagnostik
primer kasus-kasus kelainan anatomi atau fungsional saluran kemih.

Cystouretroscopy
Merupakan pemeriksaan visualisasi endoskopi untuk memeriksa urethra.

Urodinamic Test
Merupakan tes pengamatan berkemih tiap empat jam dan merupakan metode
noninvasif yang digunakan untuk menilai fungsi penyimpanan dan pengosongan
kandung kemih pada bayi dan anak-anak yang belum terlatih dalam mengontrol
keinginan berkemih.14

3
Tabel 2. Temuan pemeriksaan penunjang kelainan kongenital tractus urinarius14

Diagnosis Temuan USG VCUG DRS


Obstruksi UPJ Hidronefrosis Ya Ya
VUR Dilatasi (FSBL > GA + 2) Opsional jika
(Vesicoureteral Peningkatan APD setelah Ya curiga obstruksi
Reflux)
berkemih UPJ
PUV (Posterior Dilatasi (FSBL > GA +2)
Urethral Valve) Megacystis (FSBL > GA +
12)
Penebalan dinding kandung Ya Tidak
kemih
Dilatasi uretra posterior
(keyhole sign) Hidronefrosis
bilateral

Prune Belly Megacystis (FSBL > GA


Syndrome +12)
Opsional untuk
Bilateral hidroureternefrosis menyingkirkan
Pembesaran kandung Ya obstruksi dan/atau
kemih menilai displasia
Lingkar perut tidak ginjal (DMSA)
beraturan

Megaureter Dilatasi uretra/ hidroureter Ya Ya


Megacystis/ Dilatasi uretra/ hydroureter
Ya Opsional jika
megaureter Megacystis (FSBL > GA + curiga obstruksi
Sindroma VUR 12)
Double
Hidronefrosis segmental Ya Ya
Collecting System
Struktur kistik berdinding
Ureterokel Ya Ya
tipis di kandung kemih
Ureter ektopik Hidroureter tanpa ureterokel Ya Ya
pada sistem dupleks
MCDK Beberapa kista dengan
(Multicystic berbagai ukuran.
Dysplastic Parenkim normal tidak ada Opsional Opsional
Kidney) Hipertrofi kompensasi
kontralateral

3
Diagnosis dan Grading Antenatal hidronefrosis
Ginjal umumnya sudah dapat dievaluasi pada usia kehamilan 16 – 18
minggu, ketika hampir seluruh cairan amnion terdiri dari urin. Waktu yang ideal
untuk evaluasi traktus urinarius adalah pada usia kehamilan 28 minggu.25
Tingkat keparahan antenatal hidronefrosis dinilai berdasarkan
diameter anteroposterior pelvis (APD) ginjal janin (Tabel 1)
Dikatakan antenatal hidronefrosis jika APD ≥4 mm pada trimester kedua dan ≥7
mm pada trimester ketiga.26

Tabel 3. Klasifikasi hidronefrosis antenatal, berdasarkan diameter anteroposterior


panggul ginjal26

Pemantauan Antenatal
a. Pada janin dengan hidronefrosis unilateral direkomendasikan melakukan satu
kali USG tindak lanjut pada trimester ketiga.
b. Frekuensi pemantauan janin dengan hidronefrosis bilateral bervariasi dari 4
hingga 6 minggu, tergantung pada usia kehamilan saat ANH terdeteksi, tingkat
keparahannya, dan adanya oligohidramnion

Pemantauan pascanatal

Aspek yang dinilai pada USG post-natal adalah diameter pelvis renalis,
dilatasi kaliks, ukuran ginjal, ketebalan parenkim, ekogenitas korteks, ureter,
dinding buli, dan residu urin. Untuk kriteria hidronefrosis pada anak,
digunakan standar yang dibuat oleh Society of Fetal Urology (SFU). Pada

4
hidronefrosis yang

4
disebabkan oleh obstruksi UPJ, parameter yang penting untuk dinilai adalah
diameter antero-posterior (AP) pelvis renalis. Untuk kriteria megaureter pada
anak, pengukuran diameter ureter distal berdasarkan pemeriksaan USG
menjadi bagian dari diagnosis.27

Gambar 3. Klasifikasi Hidronefrosis berdasarkan Society of Fetal Urology28

Kebanyakan hidronefrosis kongenital bersifat sementara yang sembuh dalam


kandungan atau postnatal, neonatus dengan hidronefrosis persisten memerlukan
tindak lanjut. Semua neonatus dengan hidronefrosis harus menjalani pemeriksaan
urinalisis, pengukuran tekanan darah, dan estimasi kreatinin serum. Bayi dengan
hidronefrosis sedang hingga berat diskrining untuk obstruksi saluran kemih atau
VUR. Evaluasi awal bertujuan untuk mendeteksi pasien dengan obstruksi
kandung kemih, yang memerlukan intervensi segera. Intervensi bedah, pada
pasien hidronefrosis obstruktif, bergantung pada kombinasi gambaran klinis dan
laboratorium, dan hasil ultrasonografi dan renografi diuretik. Pemantauan pasca
natal anak dengan Antenatal Hydronefrosis (ANH) dapat dilihat pada gambar 4.
Pemantauan antenatanal hidronefrosis berdasarkan usia kandungan dapat dilihat
pada gambar 5. Evaluasi radiografi antenatal hydronefrosis dapat dilihat pada
gamabar 6. Evaluasi post natal pada pasien dengan hidronefrosis antenatal dapat
dilihat pada gambar 7.
4
Gambar 4. Pemantauan prenatal pada pasien dengan hidronefrosis yang terdeteksi
antenatal. Semua janin dengan ANH harus menjalani setidaknya satu kali USG pada trimester
ketiga, dan tingkat keparahannya dinilai sesuai dengan diameter anteroposterior pelvis ginjal. Janin
dengan hidronefrosis bilateral memerlukan pemantauan selama kehamilan, frekuensinya
bergantung pada tingkat keparahan temuan dan adanya oligohidramnion. Pada kondisi
oligohidramnion atau kelainan sistemik lainnya harus dirujuk ke pusat khusus. Sementara semua
bayi baru lahir dengan hidronefrosis yang terdeteksi saat antenatal harus menjalani ultrasonografi
pada minggu pertama kehidupan, pasien yang dicurigai mengalami obstruksi kandung kemih harus
menjalani ultrasonografi pascakelahiran dalam waktu 48 jam setelah kelahiran.29

4
Gambar 5. Manajemen Prenatal ANH, AFL, Level Cairan Ketuban, BOO, Obstruksi Saluran Keluar
25
Kandung Kemih, dan USG

25
Gambar 6. Evaluasi Radiografi Postnatal

4
Gambar 7. Evaluasi postnatal pada pasien dengan hidronefrosis antenatal. Ultrasonografi
pascakelahiran direkomendasikan pada 3-7 hari kecuali pada dugaan obstruksi saluran kemih
bagian bawah, yang dilakukan lebih awal. Hidronefrosis postnatal diklasifikasikan menggunakan
derajat Society of Fetal Urology atau diameter renal pelvis anteroposterior (APD). Bayi dengan
temuan normal harus menjalani studi ulang pada 4-6 minggu. Pasien dengan hidronefrosis ringan
terisolasi (unilateral atau bilateral) melakukan USG pada 3 dan 6 bulan, diikuti 6-12 bulanan
sampai resolusi; pasien dengan hidronefrosis yang memburuk memerlukan evaluasi lebih ketat.
Pasien dengan tingkat hidronefrosis yang lebih tinggi atau ureter yang melebar diskrining untuk
obstruksi yang mendasari atau VUR.* Orang tua dari bayi dengan hidronefrosis harus diberi
26
konseling mengenai risiko infeksi saluran kemih.

Tatalaksana
Pada periode pasca kelahiran, terapi awal umumnya terdiri dari
pemasangan kateter suprapubik transuretra atau perkutan untuk mengalirkan urin.
Biasanya, tidak ada kesulitan dalam mengatasi pintu masuk retrograde dari
struktur katup dengan kateter meskipun biasanya kateter melingkar di uretra
posterior yang melebar karena leher kandung kemih yang tinggi.19

4
Ultrasonografi atau sistografi dapat digunakan untuk memverifikasi
penempatan kateter yang tepat. Setelah drainase, anak harus diawasi dengan
cermat untuk mengetahui adanya dehidrasi dan kelainan elektrolit akibat disfungsi
tubulus, yang dapat menyebabkan hilangnya kemampuan memekatkan urin dan
penyerapan zat terlarut. Jika drainase urin diperkirakan akan berlangsung lebih
lama dari 2-4 minggu, drainase urin melalui pembedahan seperti vesicostomy
lebih disukai.19,20
Pemberian profilaksis antibiotik pada bayi dengan hidronefrosis sedang
atau berat ( yang dikonfirmasi setelah lahi) dengan hasil pemeriksaan SFU 3-4;
APD > 10 mm atau ureter melebar sambil menungu hasil evaluasi dikarenakan
peningkatan risiko infeksi yang signifikan dibandingkan dengan hidronefrosis
ringan.19,20
Pada pasien yeng terdeteksi mengalami VUR (Vesikourinary refluks)
direkomendasikan untuk mendapat antbiotik profilaksus selama tahun pertama
kehidupan. Faktor risiko lain yang dapat menjadi pertimbangan adalah dilatasi
ureter dan obstruksi yang mendasarinya.
The American Urological Association juga merekomendasikan bahwa
profilaksis antibiotik diberikan kepada bayi dengan VUR grade III-V yang
diidentifikasi melalui skrining. Pilihan antibiotik yang digunakan meliputi
sefaleksin (10 mg/kg/hari) selama 3 bulan pertama kehidupan, dan kotrimoksazol
(1-2 mg/kg/hari) atau nitrofurantoin (1 mg/kg/hari).26

Tindakan pembedahan
Tindakan pembedahan direkomendasikan pada pasien yang mengalami
obstruksi saluran kemih bawah, penurunan fungsi ginjal tau mengalami
perburukan saat evaluasi ulang. Kondisi hidronefrosis bilateral atau hidronefrosis
ginjal soliter yang menujukkan dilatasi dan penurunan fungsi ginjal juga dapat
dipertimbangkan untuk mendapatkan intervensi pembedahan.
Bayi dengan katup uretra posterior memerlukan intervensi kateterisasi
uretra dini atau bisa dipertimbangkan untuk ablasi sitoskopi, koreksi kelainan

4
elektrolit, serta pengobatan untuk kemungkinan komplikasi yang terjadi dan
rujukan untuk intervensi bedah.

4
Sementara sebagian besar ahli menyarankan agar pieloplasti
dipertimbangkan pada pasien yang menunjukkan obstruksi drainase dan fungsi
diferensial di bawah 40%, lainnya mengusulkan pembedahan pada fungsi
diferensial di bawah 35%, atau renogram obstruksi dengan t 1/2 > 20 yang
memanjang menit.
Manajemen konservatif sesuai untuk bayi dengan pola obstruktif pada
renografi diuretik dan fungsi diferensial melebihi 40%. Ultrasonografi serial
direkomendasikan dan pengulangan renografi dilakukan jika ada hidronefrosis
persisten atau progresif atau penipisan parenkim. Pengurangan fungsi ginjal lebih
dari 5-10% berkorelasi dengan penurunan fungsi ginjal, dan perlunya pyeloplasty.
Indikasi lain untuk pembedahan termasuk adanya nyeri, benjolan ginjal yang
teraba atau ISK demam berulang. Temuan APD lebih dari 20-30 mm
memprediksi perlunya pembedahan pada 50-55% pasien. Prognosis yang buruk
pada pasien dengan nilai diferensial awal <30% dan APD ginjal >50 mm dengan
dilatasi kaliks.26

Komplikasi
Kelainan bawaan pada ginjal dan saluran kemih (CAKUT) dapat
menimbulkan berbagai komplikasi. Salah satunya adalah risiko terjadinya
penyakit ginjal kronis (PGK) yang lebih tinggi pada individu dengan CAKUT
karena adanya kelainan struktural dan fungsional pada ginjal. Selain itu,
abnormalitas dalam saluran kemih juga dapat meningkatkan risiko infeksi saluran
kemih (ISK). Risiko terkena hipertensi juga lebih tinggi pada individu dengan
CAKUT, yang dapat memperparah kerusakan pada ginjal. Dalam kasus yang
parah, CAKUT dapat menyebabkan gagal ginjal, yang mungkin memerlukan
tindakan seperti dialisis atau transplantasi ginjal. Terakhir, beberapa individu
dengan CAKUT mungkin mengalami inkontinensia urin akibat kelainan pada
kandung kemih atau uretra.1,5
Persentase komplikasi yang terkait dengan kelainan bawaan pada ginjal
dan saluran kemih (CAKUT) yang berkembang menjadi gagal ginjal tahap akhir

4
(ESKD) bervariasi tergantung pada studi yang dilakukan. Satu studi

4
memperkirakan bahwa sekitar 7% dari kasus ESKD pada orang dewasa dapat
dikaitkan dengan CAKUT. Studi lain menemukan bahwa pasien CAKUT
memiliki tingkat kelangsungan hidup ginjal yang rendah secara keseluruhan,
tetapi tidak memberikan persentase khusus dari pasien yang berkembang menjadi
ESKD.30,31
Sebuah studi kohort multisenter mengeksplorasi faktor risiko yang terkait
dengan kegagalan ginjal pada individu dengan CAKUT, tetapi tidak memberikan
persentase khusus dari pasien yang berkembang menjadi ESKD. Sebuah artikel
tinjauan menyatakan bahwa dari semua anak dengan CAKUT yang berkembang
menjadi ESKD, lebih dari 50% tidak akan memerlukan terapi penggantian ginjal
hingga dekade keempat kehidupan mereka, tetapi tidak memberikan persentase
khusus dari pasien yang berkembang menjadi ESKD. CAKUT yang parah dapat
mengakibatkan kegagalan ginjal yang mengancam jiwa dan ESKD.31
Waktu yang diperlukan bagi kelainan bawaan pada ginjal dan saluran
kemih (CAKUT) untuk berkembang menjadi kegagalan ginjal tahap akhir
(ESKD) dapat bervariasi tergantung pada individu dan tingkat keparahan kondisi
tersebut. Satu studi melaporkan bahwa risiko ESRD pada usia 12 tahun kurang
dari 0,6% pada para pendonor ginjal dengan CAKUT. Kasus-kasus CAKUT yang
parah dapat mengakibatkan ESKD selama masa bayi, namun bahkan kasus yang
dulunya ringan dapat berkembang menjadi ESKD pada masa remaja. CAKUT
merupakan salah satu penyebab utama ESKD pada anak-anak dan dewasa muda,
namun waktu yang dibutuhkan untuk CAKUT berkembang menjadi ESKD dapat
bervariasi tergantung pada individu. Waktu yang dibutuhkan untuk CAKUT
berkembang menjadi ESKD dapat dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan,
dan epigenetik. 32

Prognosis
Prognosis bergantung pada derajat kerusakan ginjal yang disebabkan oleh
distensi berlebihan. Jika diameter anteroposterior tidak melebihi 15 mm baik
ketika antenatal maupun postnatal, maka intervensi jarang diperlukan.26 Prognosis

5
Congenital Anomalies of the Kidney and Urinary Tract (CAKUT) adalah suatu
gambaran yang kompleks dan bervariasi tergantung pada sejumlah faktor. Kasus

5
CAKUT yang termasuk dalam kategori ringan atau stabil cenderung memiliki
prognosis yang baik, di mana fungsi ginjal biasanya dapat dipertahankan dengan
baik. Namun, pada kasus yang lebih serius, seperti adanya obstruksi saluran
kemih yang signifikan, intervensi medis yang tepat waktu dan terkoordinasi
dengan baik sangat penting dalam memmengaruhi dan memperbaiki prognosis.33,34
Terdapat pula situasi di mana CAKUT dapat menyebabkan kerusakan
permanen pada ginjal, terutama jika tidak diidentifikasi atau diobati dengan efektif
sejak dini. Risiko penurunan fungsi ginjal seiring berjalannya waktu menjadi
faktor yang perlu diperhatikan. Beberapa bentuk CAKUT juga dapat memberikan
dampak signifikan pada kualitas hidup sehari-hari. Contohnya, kondisi ini dapat
menyebabkan inkontinensia urin atau bahkan memerlukan terapi penggantian
ginjal.33,34
Menariknya, terdapat kasus di mana CAKUT mungkin tidak menunjukkan
gejala serius hingga mencapai masa dewasa. Hal ini menggaris bawahi
kompleksitas dalam menilai prognosis pada rentang usia yang berbeda. Selain itu,
faktor-faktor genetik dan lingkungan juga dapat memengaruhi perkembangan dan
prognosis CAKUT.

Follow up Bayi Post natal dengan hidronefrosis


Follow up bayi postnatal dengan hidronefrosis adalah tahap penting dalam
manajemen kondisi ini: 1) Evaluasi lanjutan dengan USG, Ultrasonografi (USG)
adalah metode pencitraan yang umum digunakan untuk memantau perkembangan
hidronefrosis. Pemeriksaan ini akan membantu dalam menilai apakah
hidronefrosis membaik, stabil, atau memburuk; 2) Evaluasi fungsi ginjal, tes darah
dan urin dapat digunakan untuk memantau fungsi ginjal. Ini termasuk
pemeriksaan kadar kreatinin dan urea dalam darah, serta analisis urin untuk
menilai apakah ada tanda-tanda gangguan fungsi ginjal; 3) Pemeriksaan klinis
rutin, pemeriksaan fisik rutin oleh dokter atau spesialis adalah bagian penting dari
follow up. Hal ini termasuk penilaian pertumbuhan dan perkembangan anak, serta
memeriksa tanda-tanda kelebihan cairan atau pembengkakan; 4) Evaluasi

5
faktor predisposisi, jika ada

5
faktor predisposisi atau penyebab yang mendasari hidronefrosis (seperti stenosis
ureter), dokter akan memantau perkembangan kondisi ini dan memastikan bahwa
tindakan yang diperlukan telah dilakukan; 5) Pemantauan terapi, jika anak
memerlukan pengobatan atau prosedur tertentu (seperti antibiotik untuk infeksi
saluran kemih atau prosedur bedah koreksi), dokter akan memantau respons
terhadap terapi tersebut.33,34
Waktu follow up untuk bayi postnatal dengan hidronefrosis akan
bergantung pada sejumlah faktor, termasuk tingkat keparahan hidronefrosis, hasil
pemeriksaan sebelumnya, dan rekomendasi dari dokter atau spesialis. Follow up
dapat dilakukan segera setelah diagnosis apabila bayi biasanya akan menjalani
evaluasi tambahan dan perawatan awal. Pada tahap ini, jadwal follow up akan
ditentukan berdasarkan temuan dan kebutuhan individu. Jangka pendek (Beberapa
bulan), Jika hidronefrosis tidak terlalu parah dan tidak ada komplikasi atau faktor
risiko tambahan, follow up biasanya akan dijadwalkan beberapa bulan setelah
diagnosis awal. Pada pertemuan ini, dokter akan mengevaluasi perkembangan
kondisi. Follow up Rutin (Setiap 6-12 Bulan), Untuk kasus-kasus dengan
hidronefrosis yang stabil atau membaik, follow up rutin biasanya dijadwalkan
setiap 6 hingga 12 bulan sekali. Pemeriksaan ultrasonografi dan evaluasi fungsi
ginjal akan dilakukan pada jadwal ini. Follow up lebih sering (jika diperlukan),
Untuk kasus dengan hidronefrosis yang lebih parah atau ada komplikasi
tambahan, dokter mungkin akan memutuskan untuk menjadwalkan follow up
lebih sering. Ini dapat termasuk pemeriksaan lebih mendetail atau evaluasi lebih
intensif.33

RESPIRATORY DISTRESS
Definisi
Gangguan pernapasan pada bayi adalah meningkatnya kerja pernapasan
ditandai dengan takipnea (frekuensi napas > 60 – 80 kali/menit) dan retraksi
berupa cekungan atau tarikan kulit antara iga (interkostal) dan atau di bawah
sternum (substernal) selama inspirasi.5 Tidak semua kelainan yang menyebabkan

5
gangguan pernapasan merupakan penyakit paru primer.2 Penyebab paling umum
gangguan

5
pernapasan pada bayi baru lahir adalah Transient Tachypnea of Newborn (TTN),
Respiratory Distress Syndrome (RDS)/ Penyakit Membran Hialin, Meconium
Aspiration Syndrome (MAS) / sindrom aspirasi mekonium, pneumonia, sepsis,
dan pneumotoraks.35

Epidemiologi
Insiden berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan memengaruhi
sekitar 10% bayi yang dilahirkan antara 33 dan 34 minggu, sekitar 5% antara 35
dan 36 minggu, dan kurang dari 1% pada bayi cukup bulan.36

Klasifikasi Gangguan Napas


Berdasarkan frekuensi napas dan gejala tambahan, klasifikasi gangguan napas
dibagi menjadi:35
Tabel 4. Klasifikasi gangguan napas35
Gangguan nafas berat  Frekuensi nafas > 60 kali/menit dengan sianosis
sentral dan tarikan dinding dada atau merintih
saat ekspirasi
 Frekuensi nafas > 90 kali/menit dengan sianosis
sentral atau tarikan dinding dada atau merintih
saat ekspirasi
 Frekuensi nafas < 30 kali/menit dengan atau
tanpa gejala lain dari gangguan nafas
Gangguan nafas sedang  Frekuensi nafas 60-90 kali/menit dengan tarikan
dinding dada atau merintih saat ekspirasi tanpa
sianosis sentral
 Frekuensi nafas > 90 kali/menit tanpa tarikan
dinding dada atau merintih saat ekspirasi atau
sianosis sentral
Gangguan nafas ringan Frekuensi nafas 60-90 kali/menit tanpa tarikan dinding
dada atau merintih saat ekspirasi atau sianosis sentral

5
Kelainan jantung Frekuensi nafas 60-90 kali/menit dengan sianosis sentral
kongenital tanpa tarikan dinding dada atau merintih

Tabel 5. Evaluasi gawat nafas dengan skor Downes.35


Pemeriksaan 0 1 2
Frekuensi nafas <60 kali/menit 60-80 kali/menit >80 kali/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang Sianosis menetap
dengan O2 walaupun diberi
O2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
udara masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan stetoskop tanpa alat bantu

Skor total Diagnosis


1-3 Sesak nafas ringan
4-5 Sesak nafas sedang
≥ 6 Sesak nafas berat

Patofisiologi

Paru-paru janin

Epitel paru janin mengeluarkan cairan alveolar pada sekitar 6 minggu


kehamilan. Ion klorida di interstitium memasuki sel epitel paru melalui transpor
aktif natrium, kalium, dan klorida ke dalam sel (transporter Na-K-2Cl) yang, pada
gilirannya, disekresikan ke dalam alveolus melalui berbagai saluran klorida.
Natrium mengikuti ion klorida melalui jalur paraseluler, dan air diangkut
melintasi sel melalui aquaporin. Volume paru-paru janin dipertahankan oleh
laring, yang bertindak sebagai katup satu arah, hanya memungkinkan aliran
cairan.36
5
Paru-paru Neonatal

Gerakan pasif natrium melalui saluran natrium epitel (ENaC) diyakini


sebagai mekanisme prinsip reabsorpsi cairan paru-paru janin dengan kekuatan
jalak dan pemerasan toraks memainkan peran kecil dalam pembersihan. Dengan
timbulnya persalinan, epinefrin ibu dan glukokortikoid mengaktifkan ENaC pada
membran apikal pneumosit tipe II. Natrium dalam alveolus diangkut secara pasif
melintasi protein ENaC yang pada gilirannya secara aktif diangkut kembali ke
interstitium oleh pompa Na + / K + -ATPase. Gradien osmotik dibuat yang
memungkinkan klorida dan air mengikuti dan diserap ke dalam sirkulasi paru dan
limfatik.36

Diagnosis
Diagnosis gangguan napas dapat ditegakkan secara klinis maupun dengan
analisa gas darah (blood gas analysis). Perhitungan indeks oksigenasi akan
menggambarkan beratnya hipoksemia. Bila mengevaluasi dengan gangguan napas
harus hati-hati atau waspada karena dapat terjadi bayi dengan gejala pernapasan
yang menonjol, tetapi tidak menderita gangguan napas (misalnya asidosis
metabolik, DKA (diabetik ketoasidosis) dan sebaliknya gangguan napas berat
dapat juga terjadi pada bayi tanpa gejala distres respirasi (hipoventilasi sentral
akibat intoksikasi obat atau infeksi). Penilaian yang hati- hati berdasarkan
anemnesis, pemeriksaan fisik yang lengkap dan pemeriksaan penunjang dapat
menegakkan diagnosis.35
1. Anamnesis
Anamnesis tentang riwayat keluarga, maternal, prenatal dan intrapartum
diperlukan, antara lain hal-hal dibawah ini:35
1) Prematuritas, sindrom gangguan napas, sindrom aspirasi mekonium,
infeksi: pneumonia, displasia pulmoner, trauma persalinan sungsang,
kongesti nasal, depresi susunan saraf pusat, perdarahan susanan saraf
pusat, paralisis nervus frenikus, takikardia atau bradikardia pada janin,

5
depresi

5
neonatal, tali pusat menumbung. Bayi lebih bulan, demam atau suhu yang
tidak stabil (pada pneumonia).
2) Gangguan SSP: tangis melengking, hipertoni, flasiditas, atonia, trauma,
miastenia.
3) Kelainan kongenital: arteri umbilikalis tunggal, anomali kongenital lain:
anomali kardiopulmonal, abdomen cekung pada hernia diafragmatika,
paralisis erb (paralisis nervus frenikus, atresia koanae, kongesti nasal
obstruktif, meningkatnya diameter anterior posterior paru, hipoplasi paru,
trakeoesofageal fistula)
4) Diabetes pada ibu, perdarahan antepartum pada persalinan kurang bulan,
partus lama, kulit ketuban pecah dini, oligohidromnion, penggunaan obat
yang berlebihan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai gejala klinik gangguan napas seperti :35
 Merintih atau grunting tetapi warna kulit masih kemerahan, merupakan
gejala menonjol.
 Sianosis
 Retraksi
 Tanda obstruksi saluran napas mulai dari hidung: atresia koana, ditandai
kesulitan memasukkan pipa nasogastrik melalui hidung.
 Air ketuban bercampur mekonium atau pewarnaan hijau-kekuningan pada
tali pusat.
 Abdomen mengempis (scaphoid abdomen).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu :35
 Saturasi preduktal dan postduktal: untuk menyingkirkan sianosis diferensial
 Hitung darah lengkap (CBC), kultur darah, protein C-reaktif (CRP), laktat
untuk menyingkirkan sepsis neonatal
 Analisis ABG dapat menunjukkan hipoksemia dan hipokapnia karena
takipnea; Hiperkapnia adalah tanda kelelahan atau kebocoran udara.

6
 X-ray dada: Dapat menunjukkan hiperinflasi, tanda vaskular perihilar yang
menonjol, edema septae interlobar atau cairan di celah.
Pemeriksaan lain yang perlu dipertimbangkan:
 Tingkat amonia dalam pengaturan lesu dan asidosis metabolik untuk
menyingkirkan kesalahan metabolisme bawaan
 Ekokardiografi untuk menyingkirkan cacat jantung bawaan pada pasien
dengan sianosis diferensial atau takipnea persisten selama lebih dari 4
sampai 5 hari

Tatalaksana
1. Transient Tachypneu of Newborn (TTN)
Penyerapan cairan paru janin biasanya sempurna dalam 24 jam kelahiran,
dan gejala langsung menghilang. Peningkatan kadar oksigen yang diinspirasi
diperlukan untuk mempertahankan tekanan oksigen parsial normal pada darah
arteri. Biasanya tidak ada terapi lain yang diperlukan. Posisikan bayi pada posisi
tengkurap dan kepala sedikit diangkat. Hein dkk ,telah merekomendasikan "rule
of 2 hours," yaitu bayi yang baru lahir diamati selama 2 jam setelah timbulnya
gangguan pernapasan. Jika tidak ada perbaikan dalam 2 jam, foto rontgen dada
dapat dianjurkan. Banyak bayi baru lahir menggunakan pulse oksimeter sebagai
tambahan untuk pemantauan klinis. Jika bayi menunjukkan desaturasi,
pengukuran analisa gas darah mungkin diperlukan. Bayi kemudian dapat dirujuk
ke fasilitas yang lebih lengkap jika rontgen dada tidak tampak normal, dan
keadaan bayi memburuk secara klinis. Jika takipnea memburuk bayi
membutuhkan cairan intravena (IV) cairan (10% dextrose dalam pada 60 hingga
80 mL/kgBB per hari). Setelah masa transisi (beberapa jam pertama setelah
kelahiran), jika takipnea masih berlangsung perlu dipikirkan bahwa TTN mungkin
bukan diagnosis yang tepat.37,38
2. Respiratory Distress Syndrome (RDS)35
a. Resusitasi adekuat

6
Bayi yang dilahirkan secara prematur, bayi dari ibu diabetes, atau bayi
yang mengalami asfiksia berat selama persalinan beresiko tinggi mengalami
penyakit membran hialin dan harus segera di resusitasi setelah lahir.
b. Sokongan umum
Bayi harus dirawat dalam lingkungan bersuhu netral dan hangat.
Konsumsi cairan dibatasi sampai cairan diserap dan diuresis sempurna, biasanya
hari ketiga pasca lahir. Cairan yang diberikan berupa larutan glukosa 10% 60-80
mL/KgBB/hari. Jika tekanan arteri tetap rendah pada awal perjalanan penyakit
dan sirkulasi perifer tidak adekuat, volume yang bersikulasi dapat ditingkatkan
dengan koloid.
c. Bantuan Pernapasan
Untuk meningkatkan PO2 arteri dapat dicapai dengan meningkatkan
oksigen inspirasi atau memberikan tekanan positif ke paru. Biasanya CPAP
digunakan ketika bayi memerlukan lebih dari 50% oksigen untuk
mempertahankan PaO2 lebih dari 50 torr. CPAP sampai 6-10 cm H2O dapat
ditoleransi dengan jalur nasal. Jika nasal CPAP tidak efektif untuk
mempertahankan oksigenasi, intubasi bayi dan upaya CPAP melalui jalur
endotrakeal.
d. Penggantian surfaktan
Ada dua strategi terapi yang sudah ditetapkan dalam pemberian surfaktan yaitu :
1) Terapi profilaksis, yang memerlukan terapi surfaktan yang dimasukkan
ke dalam trakea bayi tidak lama setelah lahir.
2) Terapi kuratif, yang digunakan untuk terapi pada bayi yang terbukti
terkena penyakit membran hialin. Terapi profilaksis sangat berguna
pada bayi berat lahir sangat rendah atau kehamilan < 30 minggu. Dua
atau tiga dosis surfaktan memberikan hasil akhir yang lebih baik
dibandingkan dengan dosis tunggal.

6
3. Meconium Aspiration Syndrome (MAS)
Meskipun MAS adalah masalah neonatal yang sering dijumpai, manajemen yang
tepat di ruang bersalin dan selanjutnya masih kontroversial.35

Prognosis
Prognosis tergantung pada latar belakang etiologi gangguan napas.
Prognosis baik bila gangguan napas akut dan tidak berhubungan dengan keadaan
hipoksemia yang lama. Dengan perawatan intensif yang baik diperawatan intensif
neonatal unit, hasil neonatus dengan gangguan pernapasan telah meningkat pesat
dalam dekade terakhir dengan tingkat kelangsungan hidup > 60% pada bayi
dengan berat> 1 kg.35

Komplikasi
Komplikasi tergantung dari latar belakang etiologi gangguan napas, yaitu:35
1. Transient Tachypnea of Newborn
Meskipun TTN dapat sembuh spontan, terapi suportif dapat menyebabkan
komplikasi. CPAP dikaitkan dengan peningkatan risiko kebocoran udara. Inisiasi
yang tertunda dari pemberian makanan oral dapat mengganggu ikatan orangtua
dan pembentukan ASI, dan dapat memperpanjang rawat inap.

2. Respiratory Distress Syndrome


a. Komplikasi akut
1) Kebocoran udara: Pneumotoraks, pneumomediastinum,
pneumoperikardium, atau emfisema interstitial harus dicurigai ketika bayi
dengan RDS memburuk, biasanya dengan hipotensi, apnea, bradikardia,
atau persisten asidosis.
2) Infeksi: Infeksi dapat menyertai RDS dan dapat disebabkan dalam
berbagai cara. Penggunaan alat suportif, seperti kateter atau peralatan
pernapasan, menyediakan akses bagi organisme untuk menyerang bayi
prematur yang

6
belum matang secara imunologi. Setiap kali ada kecurigaan infeksi, kultur
yang sesuai harus diperoleh dan antibiotik diberikan segera.
3) Perdarahan Intrakranial: Bayi dengan RDS berat memiliki risiko tinggi
untuk perdarahan intrakranial dan harus dimonitor dengan pemeriksaan
ultrasonografi kranial.

3. Meconium Aspiration Syndrome (MAS)


Komplikasi yang dapat terjadi pada Meconium Aspiration Syndrome, yaitu:
a. Kebocoran udara: Pneumothoraks atau pneumomediastinum terjadi pada
sekitar 15% hingga 33% pasien dengan MAS. Kebocoran udara terjadi lebih
sering dengan penggunaan ventilasi mekanis.
b. Persistent Pulmonary Hypertension of the Newborn (PPHN): Ekokardiografi
harus dilakukan untuk memastikan derajat keparahan di mana shunting kanan
ke kiri berkontribusi pada bayi hipoksemia keseluruhan dan untuk
mensingkirkan penyakit jantung bawaan sebagai etiologi. Pada bayi yang
sakit parah dengan MAS dan PPHN, nitrat oksida inhalasi (iNO) dapat
mengurangi kebutuhan untuk ECMO.
c. Sekuele paru: Sekitar 5% dari yang selamat membutuhkan tambahan oksigen
pada 1 bulan pertama, dan sebagian besar mungkin memiliki fungsi paru
yang abnormal, termasuk peningkatan kapasitas residual fungsional, dan
insiden pneumonia yang lebih tinggi.

TONGUE TIE
Definisi
Tidak ada definisi standar ankyloglossia yang telah disepakati.
International Affiliation of Tongue-Tie Professionals mendefinisikan frenulum
lingual sebagai sisa jaringan yang terletak di garis tengah antara permukaan
ventral lidah dan dasar mulut. Ketika frenulum lingual membatasi fungsi lidah, itu
disebut simtomatik lidah-dasi atau gejala ankyloglossia. Pada tahun 2020,
sekelompok ahli THT dengan keahlian dalam mengelola tongue-tie merumuskan

6
pernyataan konsensus

6
klinis. Mereka menyepakati definisi tongue-tie sebagai "kondisi mobilitas lidah
terbatas yang disebabkan oleh frenulum lingual yang membatasi.39

Etiologi
Etiologi yang tepat dari ankyloglossia masih belum diketahui. Hubungan
antara X-linked cleft palate syndrome telah dilaporkan. Ankyloglossia juga telah
diamati pada sindrom langka, termasuk Kindler, Opitz, dan Van Der Woude.
Meskipun demikian, tongue-tie terutama terlihat pada pasien tanpa patologi atau
penyakit bawaan. Ada bukti bahwa tongue-tie dapat ditularkan secara
genetik. Selain itu, bayi baru lahir dari ibu yang mengkonsumsi kokain selama
kehamilan tampaknya lebih cenderung untuk ankyloglossia.39,40

Epidemiologi
Prevalensi tongue-tie berkisar antara 0,1% hingga 10,7%. Ini sebagian
karena kurangnya definisi tunggal dan perbedaan di antara para peneliti. Juga,
peningkatan kejadian ankyloglossia diperhatikan dalam beberapa tahun terakhir,
sekali lagi terutama karena beberapa definisi ankyloglossia yang digunakan oleh
dokter. Hal ini menyebabkan overdiagnosa bayi dan anak-anak dengan tongue-tie
dan operasi yang tidak perlu.41
Beberapa bentuk tongue-tie yang kurang parah dapat sembuh secara
spontan seiring waktu, menjelaskan mengapa prevalensinya lebih tinggi dalam
penelitian yang hanya mengevaluasi bayi baru lahir (1,72% hingga 10,7%)
dibandingkan pada mereka yang menyelidiki anak-anak, remaja, dan orang
dewasa (0,1% hingga 2,08%). Mengenai seks, ankyloglossia tampaknya lebih
umum pada pria; Tidak ada preferensi rasial yang diamati.39

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


Gejala ankyloglossia biasanya bermanifestasi sebagai kesulitan menyusui
dan temuan klinis pada ibu dan bayi. Komplikasi menyusui pada bayi dapat
muncul sebagai pelekatan yang buruk, kehilangan kait yang konstan, lekas

6
marah saat

6
menyusui, dan penambahan berat badan yang buruk. Ibu biasanya melaporkan
rasa sakit saat menyusui, sekresi susu yang tidak memadai, atau pengosongan
yang tidak lengkap karena mengisap bayi yang tidak mencukupi. Temuan
pemeriksaan pada ibu mungkin termasuk infeksi puting, ulserasi, atau perdarahan.
Hal ini dapat mengakibatkan pengabaian menyusui lebih awal karena frustrasi,
kecemasan, dan perasaan gagal. Frenulum lingual dapat melekat pada berbagai
area lidah dan alveolus. Sebuah frenulum lingual pendek atau tebal juga dapat
memengaruhi fungsi lidah. Pemeriksaan harus menunjukkan pembatasan
mobilitas lidah; Biasanya, lidah tidak dapat menonjol di luar batas vermillion.
Lidah juga dapat menunjukkan kelainan bentuk berbentuk hati dan lesung pipi.39
Mobilitas lidah yang terbatas dapat memengaruhi pengucapan konsonan
dan bunyi "s, z, t, d, j, l, ch, zh, th, dg," dan "r." Namun demikian, perbedaan
dalam pengucapan tidak selalu dianggap sebagai gangguan bicara. Hubungan
antara gangguan bicara dan ankyloglossia masih belum jelas. Ankyloglossia dan
kesulitan artikulasi bicara adalah umum di antara bayi baru lahir dan anak-anak,
tetapi hubungan absolut di antara mereka belum dapat dibangun. Ada kebutuhan
untuk sistem penilaian yang diterima secara luas dan studi klinis yang dirancang
lebih baik.39
Komplikasi mekanis juga telah dilaporkan pada orang dewasa dengan
ankyloglossia, termasuk kesulitan menjilati bibir, makan es krim, dan melakukan
trik dengan lidah. Ketidaknyamanan di bawah lidah dan luka lidah dari gigi juga
telah dijelaskan. Ankyloglossia terkait dengan perkembangan maloklusi,
khususnya maloklusi Kelas III. Hubungan hipotesis Ankyloglossia dengan
prognathisme mandibula dan keterbelakangan maksila berasal dari gagasan bahwa
posisi rendah lidah pada pasien yang terkena memberikan tekanan ke depan dan
ke bawah. Namun, bukti bahwa tongue-tie berkontribusi pada maloklusi terbatas,
dan keyakinan ini mungkin hanya didasarkan pada spekulasi. 40

6
Evaluasi
Beberapa faktor, termasuk ankyloglossia, dapat menyebabkan masalah
menyusui, tetapi tidak semua bayi dengan tongue-tie selalu mengalami kesulitan
menyusui. Hasil dari uji coba kontrol acak menunjukkan bahwa banyak bayi
dengan tingkat keparahan ankyloglossia yang berbeda memberi makan dengan
baik tanpa perawatan bedah. Karena ankyloglossia mudah didiagnosis pada
pemeriksaan klinis lebih sering diyakini sebagai penyebab masalah menyusui.40
Memeriksa bayi dengan kesulitan menyusui tidak boleh terbatas pada
frenulum lingual tetapi harus diperluas untuk mengevaluasi etiologi kepala dan
leher lainnya. Riwayat laktasi dari ibu juga harus diperoleh. Bayi harus dinilai
untuk perkembangan langit-langit mulut, rahang atas, atau mandibula yang
abnormal; gangguan neurologis atau kardiovaskular; dan obstruksi di saluran
udara bagian atas yang dapat mempersulit makan. Sangat penting untuk
mengumpulkan informasi mengenai berbagai faktor laktasi, seperti pengalaman
menyusui ibu, frekuensi dan durasi menyusui, dan pemanfaatan susu formula
atau alat pompa. Selain aspek laktasi yang disebutkan di atas, penting untuk
mempertimbangkan faktor-faktor ibu seperti ketidaknyamanan khas selama
minggu-minggu awal menyusui, posisi dan dukungan yang tidak memadai saat
menyusui, anatomi puting susu, pasokan susu, dan kemungkinan infeksi
payudara.39
Beberapa penyedia layanan kesehatan, termasuk otolaryngologists dan
dokter gigi yang mendiagnosis ankyloglossia, kadang-kadang mungkin memiliki
pengetahuan terbatas tentang teknik dan praktik menyusui. Posisi payudara yang
tidak memadai adalah, dalam banyak kasus, penyebab kesulitan menyusui; Oleh
karena itu, perlu berkonsultasi dengan ahli laktasi yang akan memberikan saran
dan dukungan laktasi.39

Perawatan / Manajemen
Meskipun ada bukti signifikan bahwa kesulitan menyusui pada bayi
dengan ankyloglossia dapat diperbaiki dengan frenotomi, beberapa tidak

6
mendapat manfaat

7
dari prosedur ini. Orang tua harus diberitahu tentang kemungkinan ini sebelum
bayi menjalani operasi. Pengasuh juga harus diberitahu tentang pilihan
pengobatan konservatif, termasuk observasi, laktasi, dan konsultasi patologi
wicara. Frenotomi biasanya dianjurkan pada bayi yang didiagnosis dengan
ankyloglossia yang mengalami kesulitan menyusui setelah perawatan konservatif
lainnya gagal. Pelepasan awal frenulum lingual akan mengurangi kemungkinan
bahwa ibu meninggalkan menyusui. Khususnya, ada bukti terbatas untuk
mendukung bahwa frenotomi dikaitkan dengan hasil positif dalam masalah lain
selain menyusui.40
Kontraindikasi relatif terhadap frenotomi pada bayi termasuk gangguan
neuromuskuler, hipotonia, retrognathia, dan micrognathia, karena frenotomi
lingual dapat memperburuk glossoptosis, menghalangi saluran udara, dan
mempersulit menelan. Penting untuk membedakan antara 'frenotomi,'
'frenuloplasti,' dan 'frenektomi,' karena istilah-istilah ini kadang-kadang
digunakan secara bergantian. Frenotomi, juga dikenal sebagai frenulotomi, adalah
sayatan frenulum lingual dan merupakan prosedur yang dilakukan pada bayi.
Frenuloplasty melibatkan pemotongan frenulum lingual dan reposisi jaringan;
Frenektomi mengacu pada menghilangkan frenulum lingual.39
Frenotomi melibatkan menahan lidah untuk mengencangkan frenulum,
kemudian memotong jaringan seperti fasia sepanjang garis sejajar dan dekat
dengan lidah. Potongan dibuat dalam satu gerakan dalam waktu kurang dari satu
detik. Bayi ditahan dengan lampin atau di papan Papoose, dengan asisten
memegang kepala anak untuk dukungan yang lebih baik. Dalam sebuah penelitian
terhadap 200 bayi yang menjalani frenotomi tanpa analgesia, para peneliti
menemukan bahwa 18% menangis selama dan 60% setelah prosedur. Dalam
sebuah studi oleh Griffiths et al, waktu menangis rata-rata untuk frenotomi adalah
15 detik. Beberapa dokter memilih untuk memberikan sukrosa sebelum prosedur
untuk meminimalkan dan membantu dengan rasa sakit. Menempatkan anestesi
topikal tidak bermanfaat, dan anestesi lokal dikontraindikasikan pada bayi.40
Risiko dan komplikasi frenotomi jarang terjadi tetapi telah dijelaskan.

7
Komplikasi langka termasuk perdarahan, obstruksi jalan napas, kerusakan struktur

7
di sekitarnya, jaringan parut, dan keengganan oral. Pendarahan adalah yang paling
umum dan biasanya diselesaikan dengan tekanan lokal. Riwayat keluarga
gangguan perdarahan harus dinilai sebelum prosedur, dan pada pasien yang lebih
tua, riwayat perdarahan harus ditimbulkan.39

Prognosis
Riwayat alamiah ankyloglossia masih belum diketahui. Bagi bayi-bayi
yang mengalami kesulitan menyusui, frenotomi adalah pilihan yang dapat
diterima karena ini adalah prosedur berisiko rendah yang mungkin bermanfaat
bagi pasien tersebut.39

Komplikasi
Seperti disebutkan sebelumnya, bayi dengan ankyloglossia terutama
mengalami kesulitan menyusui, termasuk pelekatan yang buruk, lekas marah saat
menyusui, dan gagal tumbuh. Komplikasi bagi ibu adalah nyeri saat menyusui,
kekurangan sekresi susu, ulserasi puting, infeksi, atau perdarahan. Anak-anak
yang lebih tua dan orang dewasa dengan ankyloglossia mungkin mengalami
keterbatasan mekanis, seperti kesulitan makan es krim, menjilati bibir mereka, dan
melakukan "trik" lidah. Mobilitas lidah yang terbatas dapat mempersulit
pengucapan huruf- huruf tertentu; Namun, hubungan antara ankyloglossia dan
gangguan bicara tetap kontroversial. Selain itu, peran tongue-tie dalam
perkembangan mandibula, maloklusi, dan resesi gingiva masih belum jelas.39

7
ANALISIS KASUS

Dari data dasar didapatkan Seorang bayi perempuan, etnis Sumatera


Selatan, berusia 1 hari, berat badan lahir 2760 gram dengan panjang badan 47 cm,
beralamat di musi banyuasin dengan diagnosis NCB-SMK + Respiratory Distress
DS 3 ec TTN + Anomali kongenital (hidronefrosis dextra + hidroureter bilateral
ec ureterocele) + Tongue tie + Lip Tie. Berdasarkan epidemiologi Hidronefrosis
antenatal memengaruhi 1-5% dari semua kehamilan. Obstruksi saluran kemih
bagian bawah janin adalah gangguan langka yang memengaruhi 2 per 10.000
kelahiran, salah satunya adalah ureterocele. Kejadian ureterocele 4-7 kali lebih
banyak pada Perempuan disbanding laki-laki, dan 1o% diantaranya bilateral. 27,42
Pasien lahir dalam kondisi tidak langsung menangis dengan APGAR skor
5/6 namun setelah 10 menit bayi lahir, bayi bernapas spontan dan terdapat adanya
retraksi dinding dada sehingga pasien membutuhkan alat bantu napas dan
dilakukan pemasangan CPAP PPEEP 7 FiO2 40%, Pasien di rawat di Musi. Dari
hasil pemeriksaan fisik didapatkan adanya napas cepat disertai retraksi pada
dinding dada, pada pemeriksaan daerah mulut didapatkan adanya tongue tie dan
lip tie. Pasien dilakukan pemeriksaan rontgen thorax dengan kecurigaan
pneumonia dd/ TTN dan mendapatkan terapi Antibiotik ampisilin 3x 70 mg dan
gentamisin 3x 7 mg. Diagnosis TTN pada kasus sudah sesuai dengan teori dimana
kondisi TTN akan muncul dalam beberapa menit hingga jam setelah kelahiran dan
pada pemeriksaan fisik ditemukan RR > 60 x/menit, napas cuping hidung,
merintih, retraksi subcostal/intercostal/suprasternal, dan ronkhi. Salah satu
diagnosis banding dari TTN yaitu pneumonia karena tidak menutup kemungkinan
infeksi bisa didapat dari aspirasi rupture membran atau selama persalinan, atau
adanya infeksi ibu saat kehamilan seperti korioamnionitis, dan diberikan antibiotik
untuk mencegah infeksi serius seperti sepsis.35
Dari hasil pemeriksaan USG antenatal, usia kehamilan 30 minggu
didapatkan bayi mengalami kelainan kongenital berupa hidronefrosis-hidroureter
bilateral dan vesikomegali et causa suspek posterior urethral valve obstruction.

7
Dari hasil pemeriksa an penunjang didapatkan hasil Ur 19 Kr 0.34 LFG 45.6
ml/min/1.73 m2 LFG normal 18.9-21.9). Pasien dilakukan pemeriksaan
echocardiography untuk mencari kelainan kongenital lain, dan didapatkan hasil
normal. Hasil USG TUG pasca natal didapatkan hidronefrosis dextra dan
hidroureter bilateral dengan ukuran ginjal kanan 6.32 cm (normal 4-6 cm), dan
ginjal kiri3,67 cm (normal 4-6 cm). Selanjutnya pasien direncanakan konsul
urologi di klinik rawat jalan untuk penelusuran penyebab hidronefrosis dan
direncanakan pemeriksaan USG usia 4 minggu dan pemeriksaan fungsi ginjal tiap
minggu serta melakukan edukasi kepada keluarga terkait rencana tindak lanjut
pengobatan pada pasien. Hal ini sesuai dengan teori dimana kasus obstruksi UPJ
yang terisolasi, harus dikonsultasikan ke dokter bedah anak atau ahli urologi
pediatrik untuk mendapatkan evaluasi genioturinari dengan prognosis yang baik.
Evaluasi postnatal pada pasien dengan hidronefrosis antenatal yaitu dengan
ultrasonografi pasca kelahiran direkomendasikan pada 3-7 hari kecuali pada
dugaan obstruksi saluran kemih bagian bawah.
Manifestasi klinis klinis ureterocele bervariasi, mulai dari asimptomatik,
gangguan miksi, inkontinensia urine, gejala infeksi saluran kemih sampai adanya
gejala urosepsis. Anak-anak dengan ureterocele juga memiliki risiko lebih tinggi
untuk mengalami infeksi saluran kemih berulang. Nyeri di daerah abdomen atau
punggung bagian bawah dapat menjadi indikasi adanya masalah pada ginjal atau
saluran kemih. Pada kasus dengan kelainan struktural kandung kemih,
inkontinensia urin juga dapat terjadi.44
Congenital Anomalies of the Kidney and Urinary Tract (CAKUT) dapat
didiagnosis melalui serangkaian pemeriksaan medis. Salah satu metode utama
adalah ultrasonografi, di mana gambaran visual dari ginjal dan saluran kemih
dapat memberikan petunjuk awal terkait adanya kelainan. Pemeriksaan darah
untuk mengukur tingkat kreatinin dan urea memberikan informasi tentang fungsi
ginjal, sementara analisis urin dapat mendeteksi tanda-tanda gangguan seperti
protein atau darah yang dapat mengindikasikan masalah ginjal.45 Pada beberapa
kasus, urogram intravena atau sintigrafi ginjal mungkin diperlukan untuk

7
memberikan gambaran

7
yang lebih rinci. Selain itu, prosedur seperti MRI atau cystoscopy juga dapat
digunakan untuk memeriksa struktur ginjal dan saluran kemih secara lebih
mendalam.46
Penyebab hidronefrosis pada kasus ini adalah adanya ureterocele yang
merupakan pelebaran kistik bawaan dari ureter submukosa terminal. Meskipun
ureterocele tidak secara khusus disebutkan sebagai komplikasi dari CAKUT
dalam hasil penelitian, dimungkinkan bagi individu dengan CAKUT untuk juga
memiliki ureterocele atau kelainan saluran kemih lainnya. Uretrocele dapat
menghambat aliran urine dari kandung kemih ke uretra, terutama saat buang air
kecil. Hal ini dapat menyebabkan penumpukan urine di dalam kandung kemih.
Akumulasi urine di kandung kemih akibat hambatan uretrocele dapat
menyebabkan kandung kemih mengalami dilatasi atau pembesaran. Jika tidak
diobati, uretrocele dapat menyebabkan kerusakan pada traktus kemih bawah,
termasuk uretra dan kandung kemih.24
Observasi merupakan pilihan yang baik pada ureterokel asimtomatik.
Profilaksis antibiotik dimulai pada bayi baru lahir dengan diagnosis prenatal
ureterokel, yang menurunkan insiden keseluruhan infeksi saluran kemih (ISK).
Ketika terjadi urosepsis dengan ureterocele, dokter harus cepat memulai terapi
antibiotik agresif. Antibiotik harus diberikan selama evaluasi diagnostik awal dan
selama intervensi bedah untuk ureterokakel pediatrik.i
Pada kasus ini, ureterocele menyebabkan terjadinya hidronefrosis grade 4,
dimana pada kondisi hidronefrosis berat dengan kecurigaan adanya obstruksi di
daluran kemih bawah, perlu dilakukan pemeriksaan Voiding cystourethrography untuk
melihat adanya vesiko-ureter refluks (VUR).26
Tindakan pembedahan dapat menjadi pilihan terapi pada pasien ini guna
mencegah ISK berulang, urosepsis dan menghambat progresivitas penyakit,
pilihan Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan berupa dekompresi dengan
sayatan endoskopi, diikuti dengan rekonstruksi kandung kemih definitif.8
Prognosis Congenital Anomalies of the Kidney and Urinary Tract (CAKUT)
adalah suatu gambaran yang kompleks dan bervariasi tergantung pada sejumlah

7
faktor. Kasus CAKUT yang termasuk dalam kategori ringan atau stabil cenderung
memiliki prognosis yang baik, di mana fungsi ginjal biasanya dapat dipertahankan
dengan baik. Namun, pada kasus yang lebih serius, seperti adanya obstruksi
saluran kemih yang signifikan, intervensi medis yang tepat waktu dan
terkoordinasi dengan baik sangat penting dalam memengaruhi dan memperbaiki
prognosis.33,34
Terkait adanya ankyloglossia dimana terdapat gejala berupa kesulitan
menyusui dan menyusu sering terputus maka pasien direncanakan untuk
melakukan tindakan frenotomi di klinik rawat jalan.

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Stonebrook E, Hoff M, Spencer JD. Congenital Anomalies of the Kidney


and Urinary Tract: A Clinical Review. Curr Treat Options Pediatr
[Internet]. 2019 Sep 15 [cited 2023 Sep 12];5(3):223. Available from:
/pmc/articles/PMC7451090/

2. Li ZY, Chen YM, Qiu LQ, Chen DQ, Hu CG, Xu JY, et al. Prevalence,
types, and malformations in congenital anomalies of the kidney and urinary
tract in newborns: A retrospective hospital-based study. Ital J Pediatr
[Internet]. 2019 Apr 18 [cited 2023 Sep 12];45(1):1–7. Available from:
https://ijponline.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13052-019-0635-9

3. Hays T, Thompson M V., Bateman DA, Sahni R, Tolia VN, Clark RH, et
al. The Prevalence and Clinical Significance of Congenital Anomalies of
the Kidney and Urinary Tract in Preterm Infants. JAMA Netw Open
[Internet]. 2022 Sep 1 [cited 2023 Sep 12];5(9):e2231626–e2231626.
Available from:
https://jamanetwork.com/journals/jamanetworkopen/fullarticle/2796178

4. Murugapoopathy V, Gupta IR. A Primer on Congenital Anomalies of the


Kidneys and Urinary Tracts (CAKUT). Clin J Am Soc Nephrol [Internet].
2020 May 5 [cited 2023 Sep 12];15(5):723. Available from:
/pmc/articles/PMC7269211/

5. Liu JL, Wang XW, Liu CH, Duan Ma DM, Gao XJ, Jiang XY, et al.
Genetic spectrum of CAKUT and risk factors for kidney failure: a
paediatric multicentre cohort study. Nephrology Dialysis Transplantation
[Internet]. 2023 Aug 31 [cited 2023 Sep 12];38(9):1981–91. Available
from: https://dx.doi.org/10.1093/ndt/gfac338

6. Groen in ’t Woud S, Renkema KY, Schreuder MF, Wijers CHW, van der

7
Zanden LFM, Knoers NVAM, et al. Maternal risk factors involved in

8
specific congenital anomalies of the kidney and urinary tract: A case-
control study. Birth Defects Res A Clin Mol Teratol [Internet]. 2016 Jul 1
[cited 2023 Sep 12];106(7):596–603. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27040999/

7. Kohl S, Habbig S, Weber LT, Liebau MC. Molecular causes of congenital


anomalies of the kidney and urinary tract (CAKUT). Mol Cell Pediatr
[Internet]. 2021 Dec [cited 2023 Sep 12];8(1). Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33625646/

8. Wiesel A, Queisser-Luft A, Clementi M, Bianca S, Stoll C, Haeusler M, et


al. Prenatal detection of congenital renal malformations by fetal
ultrasonographic examination: an analysis of 709,030 births in 12 European
countries. Eur J Med Genet [Internet]. 2005 Apr [cited 2023 Sep
12];48(2):131–44. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16053904/

9. Kohl S, Habbig S, Weber LT, Liebau MC. Molecular causes of congenital


anomalies of the kidney and urinary tract (CAKUT). Molecular and
Cellular Pediatrics. 2021;8(1):4–9.

10. Wiesel A, Queisser-Luft A, Clementi M, Bianca S, Stoll C, Haeusler M, et


al. Prenatal Detection of Congenital Renal Malformations by Fetal
Ultrasonographic Examination: An Analysis of 709,030 Births in 12
European Countries. European Journal of Medical Genetics. 2005 Apr
1;48(2):131–44.

11. Bondagji NS. Antenatal diagnosis, prevalence and outcome of congenital


anomalies of the kidney and urinary tract in Saudi Arabia. Urol Ann
[Internet]. 2014 Jan [cited 2023 Sep 12];6(1):36. Available from:
/pmc/articles/PMC3963341/

8
12. Phan V, Traubici J, Hershenfield B, Stephens D, Rosenblum ND, Geary
DF. Vesicoureteral reflux in infants with isolated antenatal hydronephrosis.
Pediatric Nephrology. 2003;18(12):1224–8.

13. Cunningham FG, Leveno KJ, Dashe JS, Hoffman BL, Spong CY, Casey
BM. Williams Obstetrics 26th Ed. Williams Obstetrics, 26e. 2022.

14. Ikhuoriah T, Oboh D, Abramowitz C, Musheyev Y, Shamsian E. Posterior


urethral valve: A case report in an older Nigerian child. Radiology Case
Reports. 2023 May 1;18(5):1715-20.

15. Parimi M, Nitsch D. A Systematic Review and Meta-Analysis of Diabetes


During Pregnancy and Congenital Genitourinary Abnormalities. Kidney Int
Rep. 2020 May 1;5(5):678–93.

16. Nicolaou N, Renkema KY, Bongers EMHF, Giles RH, Knoers NVAM.
Genetic, environmental, and epigenetic factors involved in CAKUT. Nature
Reviews Nephrology 2015 11:12 [Internet]. 2015 Aug 18 [cited 2023 Sep
12];11(12):720–31. Available from:
https://www.nature.com/articles/nrneph.2015.140

17. Neirijnck Y, Reginensi A, Renkema KY, Massa F, Kozlov VM, Dhib H, et


al. Sox11 gene disruption causes congenital anomalies of the kidney and
urinary tract (CAKUT). Kidney Int [Internet]. 2018 May 1 [cited 2023 Sep
12];93(5):1142–53. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29459093/

18. Inoue K, Yan Q, Arah OA, Paul K, Walker DI, Jones DP, et al. Air
Pollution and Adverse Pregnancy and Birth Outcomes: Mediation Analysis
Using Metabolomic Profiles. Curr Environ Health Rep [Internet]. 2020 Sep
1 [cited 2023 Sep 12];7(3):231. Available from:
/pmc/articles/PMC7599041/

8
19. Harting MT, Wheeler A, Ponsky T, Nwomeh B, Snyder CL, Bruns NE,
Lesher A, Pandya S, Dickie B, Shah SR, Informatics AP. Telemedicine in
pediatric surgery. Journal of pediatric surgery. 2019.1;54(3):587-94.

20. Sisson B, Martin MJ, Ignacio R. Pediatric Surgery. Surgical Critical Care
and Emergency Surgery: Clinical Questions and Answers. 2022.24:505-21.

21. Pope IV JC, Brock JW, Adams MC, Miyazaki Y, Stephens FD, Ichikawa I.
Congenital Anomalies Of The Kidney And Urinary Tract— Role Of The
Loss Of Function Mutation In The Pluripotent Angiotensin Type 2
Receptor Gene. The Journal of Urology. 2001;165(1):196–202.

22. Dordea Leonte L. Fetology. Diagnosis and Management of the Fetal


Patient. Acta Endocrinologica (Bucharest). 2013;9(4).

23. Jain S, Chen F. Developmental pathology of congenital kidney and urinary


tract anomalies. Clin Kidney J [Internet]. 2019 Jun 1 [cited 2023 Sep
12];12(3):382. Available from: /pmc/articles/PMC6543978/

24. Poudel A, Afshan S, Dixit M. Congenital Anomalies of the Kidney and


Urinary Tract. Neoreviews [Internet]. 2016 Jan 1 [cited 2023 Sep
12];17(1):e18–27. Available from:
/neoreviews/article/17/1/e18/91738/Congenital-Anomalies-of-the-Kidney-
and-Urinary

25. Yamaçake KG, Nguyen HT. Current management of antenatal


hydronephrosis. Pediatr Nephrol. 2013;28(2):237-243

26. Sinha A, Bagga A, Krishna A, Bajpai M, Srinivas M, Uppal R, et al.


Revised guidelines on management of antenatal hydronephrosis. Indian
Journal of Nephrology. 2013 Mar;23(2):83.

8
27. Lee RS, Cendron M, Kinnamon DD, Nguyen HT. Antenatal
hydronephrosis as a predictor of postnatal outcome: A meta-analysis.
Pediatrics. 2006;118(2). Hal 587.

28. Sairam S, Al-Habib A, Sasson S, Thilaganathan B. Natural history of fetal


hydronephrosis diagnosed on mid-trimester ultrasound. Ultrasound in
Obstetrics and Gynecology. 2020;17(3).

29. Wu CQ, Ntaganda E, Hittelman AB, Wolke S, Amah CC. Posterior


Urethral Valves. Pediatric Surgery. 2020. 2nd Edition.;965–71.

30. Westland R, Sanna-Cherchi S. Recessive mutations in CAKUT and


VACTERL association. Kidney Int. 2014 Jun 1;85(6):1253–5.

31. Chevalier RL. CAKUT: A Pediatric and Evolutionary Perspective on the


Leading Cause of CKD in Childhood. Pediatr Rep [Internet]. 2023 Mar 1
[cited 2023 Sep 12];15(1):143. Available from:
/pmc/articles/PMC9944871/

32. Sanna-Cherchi S, Ravani P, Corbani V, Parodi S, Haupt R, Piaggio G, et al.


Renal outcome in patients with congenital anomalies of the kidney and
urinary tract. Kidney Int. 2009 Sep 1;76(5):528–33.

33. Al-Salem AH. Hydronephrosis in Infants and Children. Atlas of Pediatric


Surgery [Internet]. 2020 [cited 2023 Sep 12];829–40. Available from:
https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-030-29211-9_79

34. Mattoo TK, Gupta IR. Vesicoureteral Reflux in Children. Pediatric


Nephrology [Internet]. 2021 [cited 2023 Sep 12];1–26. Available from:
https://link.springer.com/referenceworkentry/10.1007/978-3-642-27843-
3_50-2

35. Kosim M. Buku Ajar Neonatologi Edisi 1: Gangguan Napas pada Bayi
Baru Lahir. 4th ed. Jakarta: IDAI; 2008. p126-45.
8
36. Kiliçbay F, Erdal H. Transient Tachypnea of the Newborn. Current Topics
Becker S, Brizuela M, Mendez MD. Ankyloglossia (Tongue-Tie).
StatPearls. 2023 Jun 9;

39. Becker S, Brizuela M, Mendez MD. Ankyloglossia (Tongue-Tie).


StatPearls. 2023 Jun 9;

40. Messner AH, Walsh J, Rosenfeld RM, Schwartz SR, Ishman SL, Baldassari
C, et al. Clinical Consensus Statement: Ankyloglossia in Children.
Otolaryngology--head and neck surgery : official journal of American
Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2020;162(5):597–
611.

41. Walsh J, Tunkel D. Diagnosis and Treatment of Ankyloglossia in


Newborns and Infants: A Review. JAMA otolaryngology-- head & neck
surgery. 2017;143(10):1032–9.

42. Hodges SJ, Patel B, McLorie G, Atala A. Posterior urethral valves.SWJ.


2009;9:p1119–26.

43. Capone VP, Morello W, Taroni F, Montini G. Genetics of Congenital


Anomalies of the Kidney and Urinary Tract: The Current State of Play. Int
J Mol Sci [Internet]. 2017 Apr 11 [cited 2023 Sep 12];18(4). Available
from:
/pmc/articles/PMC5412380/

44. Rodriguez MM. Congenital Anomalies of the Kidney and the Urinary Tract
(CAKUT). Fetal Pediatr Pathol [Internet]. 2014 Oct 1 [cited 2023 Sep
12];33(5–6):293. Available from: /pmc/articles/PMC4266037/

45. Gounden V, Bhatt H, Jialal I. Renal Function Tests. StatPearls [Internet].


2023 Jul 17 [cited 2023 Sep 12]; Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507821/

8
46. Caiulo VA, Caiulo S, Gargasole C, Chiriacò G, Latini G, Cataldi L, et al.
Ultrasound mass screening for congenital anomalies of the kidney and
urinary tract. Pediatric Nephrology [Internet]. 2012 Jun 24 [cited 2023 Sep
12];27(6):949–53. Available from:
https://link.springer.com/article/10.1007/s00467-011-2098-0

8
Lampiran

8
8
Diagram Tumbuh Kembang By. Ny M/Pr/ 0 hari dengan NCB-SMK + Respiratory
Distress DS 3 ec TTN + Anomali kongenital (hidronefrosis dextra + hidroureter
bilateral ec ureterocele bilateral) + Tongue tie + Lip Tie

LINGKUNGAN

Mikro: Mini: Meso: Makro:


Ibu, SMA, 28 tahun, Ayah, SMA, 32 tahun, Rumah sakit berjarak BPJS
ibu rumah tangga, ASI buruh lepas, keluarga 45 menit dari rumah.
harmonis, lingkungan Ada dokter spesialis
baik, rumah dengan anak di RS setempat.
higien dan sanitasi
baik, anak kedua dari
dua bersaudara

KEBUTUHAN DASAR

ASUH CUKUP ASIH CUKUP ASAH CUKUP

- Bayi lahir per abdominam


TUMBUH
di OK COT RSMH
- Lahir tidak langsung
menangis Neonatus
- Lahir dengan kelainan
kongenital ginjal dan
sisitem traktur urinarius

Tatalaksana adekuat: Pemantuan klinis,


- Rawat NICU MUSI – laboratorium
NCB SMK dengan
Neonatus Respiratory Distress ec (fungsi ginjal)
- Pemberian oksigen TTN Pemeriksaan USG
- Penegakan diagnosis + Kelainan kongenital TUG
kelainan kongenital jinjal dan tractus urinarius CT Scan Urologi
ginjal Edukasi

Tumbuh kembang optimal ?

70
GENETIK,
HEREDOKONSTITUSIONAL
BAIK

Anda mungkin juga menyukai