Anda di halaman 1dari 68

Konferensi Gabungan

PRIMIGRAVIDA KEHAMILAN 28 MINGGU BELUM INPARTU DENGAN


KETUBAN PECAH DINI 3 HARI JANIN TUNGGAL HIDUP PRESENTASI
BOKONG DENGAN ANHIDRAMNION + HIDRONEFROSIS BILATERAL +
HIDROURETER BILATERAL + MEGAVESIKA + HIDROURETRA EC
SUSPEK OBSTRUKSI

Penyaji
dr. Muhammad Al Farisi Sutrisno

Moderator
Dr. dr. Hartati, SpOG, Subsp. Obginsos, M.Kes

Pembimbing
dr. Abarham Martadiansyah, Sp.OG, Subsp. K.Fm
dr. Afifa Ramadanti, SpA(K)
dr. Eka Intan Fitriana, Sp.A(K), M.Kes
dr. Ahmad Fathira Fitra, Sp.U, M.Ked Klin
Dr. dr. Rose Mafiana, Sp.An, KNA, KAO, MARS
dr. Julius Anzar, Sp.A(K)

Penilai
dr. Wim T Pangemanan, SpOG, Subsp. K.Fm
dr. Asrol Byrin, SpOG, Subsp. Obginsos
Dr. dr. Kms. Yusuf Effendi, Sp.OG, Subsp. FER
dr. Amir Fauzi, SpOG, Subsp.Urogin RE, PhD
dr. A.Abadi, SpOG, Subsp.F.E.R

Pembahas
dr. Bobby Rianto AP
dr. Tegar Dwi Prakoso N
dr. Tria Puji Kurnia Sunazki

BAGIAN/KSM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
Dipresentasikan pada hari Jum’at, 27 Oktober 2023 Pukul 10.00 WIB
LEMBAR PENGESAHAN

PRIMIGRAVIDA KEHAMILAN 28 MINGGU BELUM INPARTU


DENGAN KETUBAN PECAH DINI 3 HARI JANIN TUNGGAL
HIDUP PRESENTASI BOKONG DENGAN ANHIDRAMNION +
HIDRONEFROSIS BILATERAL + HIDROURETER BILATERAL +
MEGAVESIKA + HIDROURETRA EC SUSPEK OBSTRUKSI

Moderator

Dr. dr. Hartati, SpOG, Subsp. Obginsos, M.Kes (………………………………..)

Pembimbing

dr. Abarham Martadiansyah, SpOG(K)-KFM ( ................................................. )

dr. Afifa Ramadanti, SpA(K) ( ................................................. )

dr. Eka Intan Fitriana, SpA(K), M.Kes (………………………………...)

dr. Ahmad Fathira Fitra, Sp.U. M.Ked Klin. (………………………………..)

Dr. dr. Rose Mafiana, SpAn, KNA, KAO, MARS (………………………………..)

Penyaji

dr. Muhammad Al Farisi Sutrisno (… ..........................................)

BAGIAN/KSM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
Dipresentasikan pada hari Jum’at, 27 Oktober 2023 Pukul 10.00 WIB

ii
KEPUTUSAN KONFERENSI GABUNGAN

Dilaksanakan pada hari Jumat, 27 Oktober 2023 Pukul 10.00 WIB

Nama : Ny. Yuwantika


Umur : 24 Tahun
Rekam Medis : 1376130
Alamat : Palembang
Diagnosis : Primigravida Kehamilan 28 Minggu Belum Inpartu
Dengan Ketuban Pecah Dini 3 Hari Janin Tunggal Hidup Presentasi Bokong
Dengan Anhidramnion + Hidronefrosis Bilateral + Hidroureter Bilateral +
Megavesika + Hidrouretra Ec Suspek Obstruksi

Keputusan :

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii


KEPUTUSAN KONFERENSI GABUNGAN ................................................. iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... v
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi
BAB I REKAM MEDIS ..................................................................................... 1
BAB II PERMASALAHAN KASUS .............................................................. 12
BAB III ANALISIS KASUS ............................................................................ 13
BAB IV KESIMPULAN................................................................................... 47
RUJUKAN ......................................................................................................... 53

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Voiding cystourethrogram mendemonstrasikan PUV .................... 19


Gambar 2. US postnatal menunjukkan dinding kandung kemih yang tebal ..... 20
Gambar 3. Hasil pemeriksaan USG suprapubik .............................................. 22
Gambar 4. Klasifikasi Hidronefrosis berdasarkan Society of Fetal Urology ... 24
Gambar 5. Manajemen Prenatal ANH, AFL, Level Cairan Ketuban, BOO,
Obstruksi Saluran Keluar Kandung Kemih, dan USG ..................................... 27
Gambar 6. Evaluasi Radiografi Postnatal ........................................................ 28
Gambar 7. Manajemen postnatal pada PUV.................................................... 33
Gambar 8. Vesico-amniotic shunt ................................................................... 44

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Temuan pemeriksaan penunjang kelainan kongenital tractus urinarius…………….25


Tabel 2. Diagnosis Banding…………………………………………………………………..26

vi
BAB I
REKAM MEDIS

1.1. REKAM MEDIS


1.1.1 Anamnesis Umum
1. Identifikasi
a. Nama : Ny. YW
b. Med.Rec : 1376130
c. Umur : 24 tahun (24 Juni 1999)
d. Pendidikan : SMA
e. Agama : Islam
f. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
g. Alamat : Kota Palembang
h. MRS P2 : 24 Oktober 2023, pukul 16.00 WIB
2. Riwayat perkawinan
Menikah 1x lamanya 7 bulan
3. Riwayat reproduksi
Menarche usia 12 tahun, teratur 28 hari, lamanya 6-7 hari.
HPHT: 09 April 2023
4. Riwayat kehamilan/melahirkan
1. Hamil ini
5. Riwayat sosial ekonomi
Cukup

1
1.1.2 Anamnesis Khusus
1. Keluhan utama
Hamil kurang bulan dengan keluar air-air
2. Riwayat perjalanan penyakit
Pasien rujukan SpOG Fetomaternal dengan diagnosis G1P0A0 hamil
28 minggu belum inpartu dengan ketuban pecah dini 3 hari janin
tunggal hidup presentasi bokong dengan anhidramnion + hidronefrosis
bilateral + hidroureter bilateral + megavesika + hidrouretra ec suspek
obstruksi. Pasien datang dengan keluhan keluar air-air dari jalan lahir
sejak 3 hari SMRS, keluhan keluar air berwarna jernih, banyaknya ½
sampai 1 pembalut, keluhan nyeri perut menjalar kepinggang (-),
keluhan keluar darah lendir dari jalan lahir (-). Riwayat keputihan (+)
berwarna putih kekuningan, bau (-), gatal (-). Riwayat perut diurut-urut
(-), riwayat konsumsi jamu-jamuan (-), riwayat post coital (-), riwayat
demam (-). Riwayat darah tinggi sebelum hamil (-), riwayat darah
tinggi hamil ini (-). Pasien mengaku hamil kurang bulan dengan
gerakan janin masih dirasakan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat sakit ginjal dalam keluarga tidak ada

1.1.3 Pemeriksaan Fisik


1. Status generalisata
Keadaan umum
Kesadaran : Compos mentis
Kondisi umum : Baik
Berat badan : 53 kg
Tinggi badan : 155 cm
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Pernafasan : 19 x/menit
Suhu : 36,5°C

2
2. Pemeriksaan fisik khusus
Kepala : Normosefali, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran KGB (-/-)
Toraks
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallops (-)
Paru-paru : Sonor, vesikuler normal, ronkhi (-/-), wheezing ( /-)
Ekstremitas : Akral hangat, edema pretibial (-/-)

3. Pemeriksaan obstetri
Pemeriksaan obstetri luar :
TFU diantara processus xyphoideus–umbilicus (20 cm), memanjang,
punggung kiri, terbawah bokong, His (-), DJJ : 142 x/menit, TBJ: 1085
gr
Pemeriksaan Inspekulo:
Portio livide, OUE tertutup, flour (+) putih, fluxus (-), pooling sign (-),
lakmus test (-), E/L/P (-)
Pemeriksaan vaginal toucher:
Portio lunak, posisi posterior, pembukaan tidak ada, eff 0%, penunjuk
dan ketuban belum dapat dinilai

1.1.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan ultrasonografi
(dr. Abarham Martadiansyah, Sp.O.G, Subsp. K.Fm) (23.10.2023)
- Tampak janin tunggal hidup presentasi bokong
- Biometri janin :
BPD : 7,17 cm HC : 26,42 cm
FL : 4,71 cm AC : 25,15 cm
EFW : 1168 gram
- PI Umb 1.07 PI Ut 0,63
- Plasenta di korpus anterior
- Cairan ketuban berkurang, AFI 2,83 cm ~ anhidramnion

3
- Tampak vesika janin membesar dan ditemukan keyhole sign. Pada
ginjal janin tampak kedua kaliks dan kedua pelvis ureter yang
melebar sesuai dengan gambaran hidronefrosis-hidroureter
bilateral, sesuai dengan gambaran vesikomegali
Kesan :
- Hamil 28 minggu janin tunggal hidup presentasi bokong
- Anhidramnion
- hidronefrosis-hidroureter bilateral, vesikomegali

4
5
2. Pemeriksaan ultrasonografi
(dr. Abarham Martadiansyah, Sp.O.G., Subsp. K.Fm) (25 Oktober
2023)
- Tampak janin tunggal hidup presentasi bokong
- Biometri janin :
BPD : 7,17 cm HC : 26,42 cm
FL : 4,71 cm AC : 25,15 cm
EFW : 1168 gram
- Cairan ketuban kurang ~ anhidramnion
- Plasenta di korpus anterior

6
- Tampak peleberan kaliks pada kedua ginjal disertai dengan
pelebaran kedua ureter ~ hidronefrosis-hidroureter bilateral
- Tampak vesika urinaria dengan ukuran 5,85 cm x 4,34 cm ~ mega
vesika
- Tampak pelebaran pada ureter serta tampak kecurigaan suatu
obstruksi paradistal uretra ~ hidrouretra ec obstruksi ?
- Cervical length : 3,65 cm
Kesimpulan:
- Hamil 28 Minggu Janin Tunggal Hidup Presentasi bokong
- Hidronefrosis-Hidroureter Bilateral
- Megavesika
- hidrouretra ec obstruksi (?)

7
2. Pemeriksaan CTG (24 Oktober 2023)

CTG Kategori I

8
3. Pemeriksaan laboratorium (24 Desember 2023, 14.51 WIB)
Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hematologi
RDW – SD 13.60
Hemoglobin 10.4 11.4 – 15
Eritrosit 3.53 4 – 5.70
Leukosit 11.68 4.73 – 10.89
Hematokrit 32 35 – 45
Trombosit 182 189 – 436
MCV 85.8 85 – 95
MCH 28 28 – 32
MCHC 33 33 – 35
Hitung Jenis
Basofil 0 0–1
Eosinofil 2 1–6
Neutrofil 81 50 – 70
Limfosit 12 20 – 40
Monosit 5 2–8
Faal Hemostasis
PT + INR
Kontrol (PT) 13.8
Pasien (PT) 13.3 12 - 18
INR 0.96
APTT
Kontrol (APTT) 28.6
Pasien (APTT) 29.6 27 – 42
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 92 <200
Ureum 9 16.6 – 48.5
Kreatinin 0.57 0.5-0.9
Elektrolit

9
Elektrolit Serum
Natrium 141 135 – 155
Kalium 3.7 3.5 – 5.5
Klorida 112 96 – 106
Imunoserologi
HsCRP 1.0 <5
HBsAg Non Reaktif Non Reaktif
Infeksi Lain
Syphilis TPHA Non Reaktif
Petanda Infeksi
VDRL Non Reaktif Non Reaktif
Anti HIV Non Reaktif Non Reaktif
Urinalisis
Urin Lengkap
Warna Kuning Muda Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Berat Jenis 1.005 1.003 – 1.030
pH (urine rutin) 6.5 5–9
Protein Negatif Negatif
Ascorbic Acid Negatif
Glukoas Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Darah Positif + Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen 1 0.1 – 1.6
Nitrit Negatif Negatif
Lekosit Eterase Negatif Negatif
Sedimen Urine
Epitel Negatif Negatif
Lekosit 0–2 0–5
Eritrosit 0–1 0–1

10
Silinder Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif
Mukus Negatif Negatif
Jamur Negatif Negatif

1.1.5 Diagnosis Kerja


G1P0A0 Hamil 28 minggu belum inpartu dengan ketuban pecah dini 3 hari
janin tunggal hidup presentasi bokong dengan anhidramnion + hidronefrosis
bilateral + hidroureter bilateral + megavesika + hidrouretra ec suspek
obstruksi

1.1.6 Prognosis
Ibu : dubia
Janin : dubia

1.1.7 Penatalaksanaan
- Manajemen ekspektatif
- Observasi tanda vital, HIS, dan DJJ
- Pematangan paru dengan Dexamethasone 12 mg IM
- Ampicilin 2gr tiap 6 jam
- Eritromisin 250mg tiap 8 jam
- Rencana amnioinfusion menunggu hasil konferensi gabungan

11
BAB II
PERMASALAHAN KASUS

A. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus ini?


B. Bagaimana manajemen perawatan dan tatalaksana pada kasus ini?
C. Bagaimana metode terminasi hamil dengan fetus kelainan kongenital traktus
urinarius?
D. Bagaimana prosedur fetal terapi pada pasien ini dan komplikasinya?

12
BAB III
ANALISIS KASUS

A. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus ini?


Penegakan diagnosis pada kasus ini didapatkan diagnosis ibu dengan
ketuban pecah dini, anhidramnion dan kelainan kongenital traktus urinarius.
Penegakan diagnosis pasien ketuban pecah dini (KPD) berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan obstetric dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil
anamnesis diperoleh adanya keluar air-air dari jalan lahir, mules (-). Riwayat
keluar darah tidak ada, pasien mengeluhkan adanya keputihan tetapi tidak
berbau dan tidak gatal. Pasien masih merasakan pergerakan pada janin. Menurut
Stuart et al, pada anamnesis pasien ketuban pecah dini sebaiknya ditanyakan
riwayat demam, trauma, minum jamuan dan riwayat keputihan. Hal ini sangat
berguna untuk menentukan faktor predisposisi KPD. Keputihan salah satu tanda
terdapatnya infeksi pada jalan rahim dan merupakan penyebab tersering ketuban
pecah dini, dimana prevalensi mencapai 73%. Pemeriksaan obstetri dibutuhkan
untuk membantu penegakan diagnosis. Ketuban pecah dini didiagnosis ketika
cairan amnion dilihat dengan adanya pooling di fornix posterior atau cairan
bening mengalir dari saluran serviks dan juga tampak keluar cairan dari serviks
pada saat valsalva maneuver dan salah satu pemeriksaan untuk mendiagnosis
ketuban pecah dini adalah Nitrazin test (Lakmus Test). Normalnya, pH cairan
vagina normal berkisar 4,5-5,5 sedangkan cairan amnion berkisar antara 7,0-7,5.
Kertas Nitrazin akan dengan cepat berubah warna menjadi warna biru jika cairan
vagina memiliki pH basa. Jika selaput ketuban masih utuh kertas Nitrazin akan
tetap bewarna merah. Larutan antiseptik, urin, darah dan infeksi vagina dapat
mengubah pH vagina dan menyebabkan hasil positif palsu. Tes ini adalah
metode yang sederhana, cepat, murah dan cukup untuk mendiagnosis ketuban
pecah dini. Tes Nitrazin menghasilkan 12,7% false negatif dan 16,2% false
positif. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan inspekulo dan ditemukan OUE
tertutup, fluxus (-), flour (+), pooling sign (-), Nitrazin test (-).
13
Faktor risiko lain yang berhubungan dengan KPD adalah riwayat
persalinan preterm, haemorrhage antepartum, keputihan, inkompetensi serviks
akibat persalinan dan tindakan kuretase, pH vagina di atas 4,5, overdistesnsi
uterus akibat trauma, seperti pasca senggama dan pemeriksaan dalam,
polihidramnion, gemeli, defisiensi gizi, ukuran serviks yang pendek, perdarahan
trimester kedua dan ketiga, indeks massa tubuh rendah, status sosial ekonomi
rendah, merokok, dan penggunaan obat-obat terlarang. Masing-masing faktor
risiko tersebut berhubungan dengan KPD dan sering terjadi tanpa adanya faktor
risiko yang diketahui secara jelas. Dari berbagai faktor resiko di atas, yang paling
berpengaruh terhadap terjadinya ketuban pecah dini pada pasien ini adalah
kemungkinan hygiene yang buruk sehingga mencetuskan terjadinya infeksi
asendens dari vagina atau serviks mengingat pasien memiliki riwayat keputihan
selama kehamilan.
Semua pasien dengan ketuban pecah dini yang dicurigai terkena infeksi
harus diberikan terapi antibiotik atau profilaksis antibiotik. Regimen antibiotik
yang paling baik digunakan dalam studi NICHD Maternal-Fetal Medicine Units.
Diberikan Ampisilin intravena (2g IV) dan eritromisin (250 mg IV) dalam 48
jam pertama, diikuti oleh Amiksisilin (250 mg PO) dan Eritromisin (333 mg PO)
selama 5 hari.(17) ACOG saat ini sangat mendukung kombinasi Ampicilin dan
Eritromisin atau Amoksisilin selama 7 hari.
Cairan amnion merupakan komponen penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin selama kehamilan. Pada awal embriogenesis, amnion
merupakan perpanjangan dari matriks ekstraseluler dan disana terjadi difusi dua
arah antara janin dan cairan amnion. Pada usia kehamilan 8 minggu, terbentuk
uretra dan ginjal janin mulai memproduksi urin. Selanjutnya janin mulai bisa
menelan. Eksresi dari urin, sistem pernafasan, sistem digestivus, tali pusat dan
permukaan plasenta menjadi sumber dari cairan amnion. Produksi urin janin
dimulai pada usia kehamilan antara 8 dan 11 minggu, tetapi itu tidak menjadi
komponen utama cairan amnion sampai trimester kedua, hal ini yang
menjelaskan mengapa janin dengan kelainan ginjal berat tidak teradapat gejala

14
sampai usia kehamilan 18 minggu. Oligohidramnion didefinisikan dengan
penurunan jumlah cairan amnion yang abnormal. Jumlah cairan amnion ikut
berubah sesuai usia kehamilan dan cara yang akurat dalam memperkirakan
jumlah cairan amnion telah berubah dalam beberapa tahun terakhir.
Oligohidramnion dapat didefinisikan dengan :
1. Jumlah cairan amnion kurang kurang dari 500 ml pada usia kehamilan 32-
36 minggu
2. Kantong vertikal terdalam (MVP) kurang dari 2 cm pada kehamilan
trimester 2 akhir
3. Indeks cairan amnion (AFI) kurang dari 5 cm atau kurang dari 5th persentil
pada kehamilan trimester 2 akhir.
Anhidramnion merupakan suatu keadaan tidak adanya cairan amnion yang
disebabkan pengeluaran cairan yang berlebihan atau berkurangnya produksi urin
atau ekskresi urin. Cairan ketuban diperlukan untuk menjaga cairan paru-paru di
dalam paru-paru untuk meningkatkan distensi dan pertumbuhan alveolar dan
untuk mempertahankan gradien transpulmoner. Volume cairan ketuban yang
rendah memungkinkan cairan paru mengalir dari trakea dan menyebabkan
kompresi alveolar, mempengaruhi distensi dan pertumbuhan paru dengan
menekan rongga dada dan membiarkan cairan paru janin keluar dari paru-paru.
Volume cairan paru meningkat dengan berat paru-paru dan pada trimester
ketiga, sekresi epitel di paru-paru janin menghasilkan sekitar 25 mL / kg cairan
paru, yang menyusun sekitar 90% dari berat paru. Selama gerakan pernapasan
janin, cairan melewati trakea dan ditelan atau bercampur dengan cairan ketuban.
Selama periode non-pernapasan, tekanan positif cairan ketuban di saluran
pernapasan bagian atas menghambat keluarnya cairan paru-paru, menjaganya
tetap dalam trakea oleh glotis. Hal ini menciptakan gradien tekanan
transpulmoner yang diperlukan untuk mempertahankan distensi alveolar di atas
kapasitas residu fungsional bayi baru lahir dan meningkatkan pertumbuhan paru.
Pada pasien ini selain ditemukan faktor resiko dari ibu yaitu ketuban pecah
dini juga didapatkan adanya faktor janin dimana pada hasil USG didapatkan

15
vesika janin membesar dan ditemukan keyhole sign. Pada ginjal janin tampak
kedua kaliks dan kedua pelvis ureter yang melebar sesuai dengan gambaran
hidronefrosis-hidroureter bilateral, sesuai dengan gambaran vesikomegali.
Secara patofisiologi oligohidramnion hingga anhidramnion terjadi karena terjadi
suatu keadaan yang menyebabkan pengeluaran cairan amnion berlebihan atau
berkurangnya produksi urin janin.
Fetal Lower Urinary Tract Obstruction (LUTO) pada fetus adalah suatu
kelompok penyakit sekunder heterogen yang diakibatkan oleh berbagai
penyebab. Penyebab paling sering adalah adanya katup uretra posterior
(posterior urethral valves atau PUVs) yang ditemukan pada 64% kasus, atresia
uretra pada 39% kasus dan ‘prune belly syndrome’ (defisiensi otot dinding
abdomen, undescended testis, dan kelainan traktus urinaria) yang ditemukan
pada 4% kasus. Kelainan ini sebagian besar terjadi pada fetus laki-laki dimana
fetus perempuan dengan LUTO bisanya memiliki kondisi yang lebih kompleks,
seperti anomali kloaka, termasuk megacystitis microcolon syndrome.
Sekitar dua per tiga kasus LUTO didiagnosis pada periode antenatal.
Waktu pemeriksaan ultrasonografi memengaruhi diagnosis LUTO. Kurang dari
50 % kasus dideteksi pada pertengahan trimester (18-22 minggu kehamilan) dan
meningkat menjadi 80% setelah usia kehamilan 28 minggu. Karakteristik
pemeriksaan ultrasonografi yang ditemukan seperti oligohidramnios signifikan
dan kandung kemih yang membesar dan berdinding tebal (megacystis) dengan
pelebaran uretra proksimal yang menunjukkan gambaran seperti lubang kunci
(keyhole appearance).Kriteria megacystis berdasar USG ditentukan dari
diameter longitudinal kandung kemih. Disebut megacystis bila diameter
longitudinal kandung kemih > 7 mm pada trimester pertama, > 30 mm pada
trimester kedua, dan > 60 mm pada trimester ketiga. Pada USG juga dapat
ditemukan hidronefrosis dengan kelainan ekogenisitas parenkim ginjal dan
perubahan mikro/makrositik yang berhubungan dengan displasia ginjal.
Kelainan- kelainan ini ditemukan pada 87% kasus. Pemeriksaan USG tidak

16
dapat membedakan antara PUVs dan kelainan lain, namun dapat
menggambarkan gambaran obstruksi saluran kemih bagian bawah.

HIDRONEFROSIS-HIDROURETER ANTENATAL
a. Definisi
Hidronefrosis adalah pelebaran pelvis renalis dan kaliks disertai dengan
menipisnya lapisan kortek ginjal akibat bendungan. Katup uretra posterior
adalah salah satu penyebab tersering obstruksi saluran kemih pada populasi
anak.2,8
b. Epidemiologi
Hidronefrosis antenatal mempengaruhi 1% hingga 5% dari semua
kehamilan dan merupakan salah satu cacat lahir yang paling umum. Namun,
relevansi klinis yang dilaporkan dari berbagai tingkat ANH tidak jelas.
Obstruksi saluran kemih bagian bawah janin adalah gangguan langka,
mempengaruhi 2,2 per 10.000 kelahiran. PUV, sementara menjadi penyebab
paling umum dari obstruksi saluran kemih bagian bawah pada laki-laki,
adalah kelainan langka yang mempengaruhi hanya 1 dari 4000-7500 bayi,
dan terdapat peningkatan insiden yang tidak proporsional pada orang
Afrika-Amerika dan anak-anak dengan sindrom Down. Terlepas dari
kelangkaannya, PUV menghadirkan penghinaan yang begitu parah ke
saluran kemih bahwa mereka menyumbang hampir 17% dari anak-anak
dengan gagal ginjal stadium akhir.3,4
c. Etiologi
Berbagai kondisi urologis dapat menyebabkan ditemukannya hidronefrosis
antenatal (ANH). Beberapa dikaitkan dengan morbiditas yang signifikan.
Hidronefrosis yang bersifat sementara atau ringan tanpa gejala sisa klinis
adalah yang paling umum, terhitung 50-70% dari kasus ANH. Obstruksi
pada ureteropelvic junction (UPJ), baik karena segmen adinamis, polip, atau
persilangan pembuluh kutub bawah, menyumbang 10-30% dari kasus ANH.
Sekitar 10-30% pasien dengan ANH akan mengalami reflux vesicoureteral

17
primer (VUR). Penyebab lain dari ANH, seperti ureterovesical junction
(UVJ) obstruksi dan PUV lebih jarang ditemukan. 2
PUV bersifat bawaan, yang berarti anak laki-laki dilahirkan dengan extra
flaps of tissue. Saat ini masih belum diketahui secara jelas apa yang
menyebabkan kelainan ini, namun telah diyakini terjadi sejak awal
perkembangan janin laki-laki dan mungkin memiliki komponen genetik.
Adapun dugaan bahwa selama perkembangan janin, tubuh mengirimkan
sinyal yang memberi tahu jaringan untuk berhenti tumbuh atau membantu
jaringan menyusut ukurannya. Pada anak laki-laki dengan katup urethra
posterior/anterior, sinyal ini tidak pernah dikirim atau diterima, sehingga
menyebabkan jaringan terus tumbuh.8
PUV merupakan kelainan kongenital yang diakibatkan oleh malformasi
uretra posterior, tetapi masih terjadi perdebatan mengenai asal embrionik
yang mengalami gangguan sehingga menyebabkan malformasi tersebut.
Terdapat sebuah teori yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan
antara katup uretra posterior terhadap perlekatannya ke atap dari
verumontanum dari uretra atauadanya membran urogenital yang persisten.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Stephen, dkk pada tahun 1955
dengan menggunakan voiding cystourethrography, baik di analisis secara
mikroskopis maupun makroskopis, melaporkan hipotesis bahwa katup
uretra posterior dapat terbentuk akibat adanya kegagalan dari duktus
Wolffian untuk membentuk menjadi uretra sehingga menyebabkan adanya
membran yang mengobstruksi saluran kemih bawah. Signifikansi dari
obstruksi ini bergantung pada efek sekunder terhadap kandung kemih,
ureter, dan ginjal penderita.8
d. Patofisiologi
Perkembangan katup uretra posterior pada kehidupan janin dapat
menyebabkan spektrum komplikasi obstruktif. Jika, akibat ekskresi urin
janin yang tidak memadai, terjadi anhidramnion, maka anak akan
mengalami displasia renofasial yang dikenal sebagai Potter sequence.

18
Anak-anak ini tidak dapat bertahan hidup. Pada kasus oligohidramnion,
perkembangan paru-paru dan pematangan janin dapat terganggu, yang
berakibat terganggunya adaptasi pascakelahiran. Pada janin yang dapat
bertahan hidup, karena obstruksi sebelum lahir atau selama periode kritis
organogenesis, perubahan fungsional dan struktural pada kandung kemih
dansaluran kemih bagian atas dapat terjadi. Hal ini dikenal sebagai sindrom
katup- kandung kemih. Obstruksi menyebabkan renovasi kandung kemih
yang merugikan dengan penumpukan kolagen dan hipertrofi otot. Dalam
jangka panjang, gangguanpada fungsi kandung kemih hipoaktif, tetapi juga
kandung kemih hiperrefleksif dengan kapasitas rendah dan komplians yang
buruk. Korelasi morfologis yaitu volume besar kandung kemih dan jumlah
sisa urin yang signifikan atau kandung kemih kecil dengan dinding yang
tebal dan komplians yang rendah. Dengan kondisi kandung kemih yang
progresif, saluran bagian atas menjadi lebih berisiko. Umumnya terjadi
refluks vesikoureteral (Gbr. 1), meskipun dapat juga terjadi obstruksi ureter
bersamaan dengan kandung kemih yang berdinding tebal. Anak- anak
dengan nefropati kandung kemih katup biasanya mengalami disfungsi
tubulus dengan ketidakmampuan untuk memekatkan urin. Produksi urin
dalam jumlah besar terjadi akibat diabetes insipidus nefrogenik dan dapat
menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada anak dengan kandung kemih yang
tidak berfungsi.9,10

Gambar 1. Voiding cystourethrogram mendemonstrasikan PUV9

19
Fenotipe katup lain yang terkenal adalah sindrom VURD (pasien sindrom
"refluksvesikoureteral unilateral dan displasia ginjal", yang memiliki refluks
vesikoureteral dan hidroureteronephrosis satu sisi di samping kandung
kemih yang sangat besar dan jarang dikosongkan) (lihat Gbr. 2). Pada
sindrom VURD, refluks vesikoureteralberkembang pada satu ginjal, dengan
hidroureteronefrosis dan displasia yangterkait, sehingga bertindak sebagai
"pelepas" tekanan kandung kemih dan menyediakan mekanisme
perlindungan untuk ginjal kontralateral. Pada beberapa kasus, obstruksi
subvesikal menyebabkan penumpukan urin yang dibebaskan oleh ruptur
forniks, atau lebih jarang lagi pada kandung kemih, yang menyebabkan
presentasi ekstravasasi urin yang jarang terjadi dengan asites urin atau
urinoma. Mekanisme "pop-off" ini dapat memberikan perlindungan pada
ginjal.9,10

Gambar 2. US postnatal menunjukkan dinding kandung kemih yang tebal9


Patofisiologi obstruksi UPJ
Kerusakan otot polos dan perkembangan saraf yang tidak sempurna pada
tingkat di mana ureter bergabung dengan pelvis renalis, menyebabkan cacat
obstruktif fungsional, yang menunda pengeluaran urin dari pelvis renalis ke
dalam ureter bagian atas dengan segmen non-peristaltik. Dilatasi awal
sesuai dan tidak menyebabkan tekanan parenkim ginjal dari tekanan intra-
panggul. Namun, peningkatan tekanan intra-panggul mengakibatkan
20
peregangan tubulus dan cedera. Akibatnya, sejumlah perubahan inflamasi,
seluler, dan kimiawi terjadi. Kematian sel tubular mengakibatkan atrofi
tubular. Elemen konstriktif pembuluh darah mungkin berkontribusi. Pada
obstruksi UPJ kongenital, histologi ginjaldimodifikasi dan prosesnya tidak
hanya meliputi inflamasi dan kematian sel, tetapi juga aktivasi sistem
renin-angiotensin dan fibrosis. Biopsi ginjal pada pasien yang menjalani
pieloplasti untuk obstruksi UPJ dapat menunjukkan parenkim yang relatif
terpelihara dengan baik dengan temuan penipisan parenkim dan hanya
cedera tubulointerstitial yang terbatas. Berbagai perubahan parenkim ginjal
terjadi pada obstruksi UPJ, dan perubahan ini tidak sesuai dengan
pengamatan pencitraan konvensional. Reseptor angiotensin tipe II (AGT R-
2) menyumbang berbagai macam kelainan ginjal bawaan, dan gen ini
kemungkinan besar berperan dalam perkembangan nefropati obstruktif.
e. Klasifikasi
Katup uretra posterior secara klasik dibagi menjadi tiga subtipe menurut
kriteria Young sesuai dengan orientasi katup di dalam uretra.8
• Tipe I: 95% - Lipatan uretra posterior (Plicae colliculi), yang timbul
dari verumontanum kaudal sepanjang tepi lateral uretra melebur ke
anterior menyebabkan obstruksi.
• Tipe II: Membran yang melekat secara kranial pada leher kandung
kemih yang berasal dari verumontanum. Ini sekarang dianggap karena
hipertrofi plicae colliculi dan bukan katup obstruktif.
• Tipe III: 5% - Selaput bundar di verumontanum ekor dengan lubang di
tengahnya di atas (tipe IIIa) verumontanum atau di bawahnya (tipe
IIIb). Tidak ada lubang subtipe yang berkomunikasi langsung dengan
verumontanum.
f. Diagnosis
USG Antenatal
Ginjal umumnya sudah dapat dievaluasi pada usia kehamilan 16 – 18
minggu, ketika hampir seluruh cairan amnion terdiri dari urin. Waktu yang

21
ideal untuk evaluasi traktus urinarius adalah pada usia kehamilan 28
minggu. Bila sudah terdeteksi dilatasi, maka perlu dilakukan evaluasi
dengan memperhatikan poin- poin berikut:11
- Sisi yang mengalami kelainan, derajat dilatasi, dan ekogenitas ginjal.
- Hidronefrosis atau hidro-ureteronefrosis.
- Volume buli dan pengosongan buli.
- Jenis kelamin janin.
- Volume cairan amnion.
Meskipun temuan ultrasound prenatal dapat mencurigai adanya PUV,
mendiagnosis secara pastinya hanya dapat dilakukan setelah bayi lahir.11

Gambar 3. Hasil pemeriksaan USG suprapubic11


Gambar di atas menunjukkan transverse image dari hasil pemeriksaan USG
suprapubic. Dari gambar tersebut dapat terlihat adanya dilatasi dilatasi
kandung kemih dan uretra posterior dan panah putih menunjukkan adanya
membran PUV.11
Pada pemeriksaan ultrasound, temuan utama sugestif untuk PUV adalah:12
- Hidroureteronefrosis bilateral atau unilateral
- Kandung kemih melebar dengan dinding kandung kemih yang menebal
(>3mm) atau disebut dengan overdistensi kandung kemih (megacystis)
- Urethra posterior melebar (tanda lubang kunci atau disebut “keyhole
sign”). Keyhole sign adalah dilatasi dari kandung kemih dan hipertrofi

22
dari dinding- dinding yang membentuknya, disertai dengan adanya
dilatasi dari porsi proksimalurethra yang membentuk gambaran seperti
lubang kunci. Gambaran ini akibat uretra posterior yang membengkak
menunjukkan adanya uropati obstruktif.
- Oligohidramnion atau anhidramnion
- Dapat berupa adanya urioma perirenal (terjadi pengumpulan urin di
perirenal) atau ascites janin, hyperechogenicity ginjal (tanda displasia
ginjal), divertikulum kandung kemih (kantong yang menonjol keluar
dari dinding kandung kemih).

USG Post-natal
USG post-natal umumnya dilakukan pascaoliguria post-natal (dehidrasi
neonatal transien selama 48 jam pascakelahiran). Namun, pada kasus berat
(dilatasi bilateral, ginjal soliter, atau oligohidroamnion), USG post-natal
direkomendasikan dilakukan segera. Aspek yang dinilai pada USG post-
natal adalah diameter pelvis renalis, dilatasi kaliks, ukuran ginjal, ketebalan
parenkim, ekogenitas korteks, ureter, dinding buli, dan residu urin. Untuk
kriteriahidronefrosis pada anak, digunakan standar yang dibuat oleh Society
of Fetal Urology (SFU). Pada hidronefrosis yang disebabkan oleh obstruksi
UPJ, parameter yang penting untuk dinilai adalah diameter antero-posterior
(AP) pelvis renalis. Untuk kriteria megaureter pada anak, pengukuran
diameter ureter distal berdasarkan pemeriksaan USG menjadi bagian dari
diagnosis.4

23
Gambar 4. Klasifikasi Hidronefrosis (Society of Fetal Urology)13

Voiding cystourethrogram (VCUG)


Pada neonatus yang telah diidentifikasi mengalami dilatasi traktus
urinariusatas, faktor-faktor yang berhubungan perlu dicari, meliputi:5
- Refluks vesikoureter (ditemukan pada 25% kasus)
- Katup uretra
- Ureterokel
- Divertikulum
- Neurogenic bladder
VCUG konvensional merupakan modalitas terpilih sebagai prosedur
diagnostikprimer kasus-kasus kelainan anatomi atau fungsional saluran
kemih.
Cystouretroscopy
Merupakan pemeriksaan visualisasi endoskopi untuk memeriksa urethra.
Urodinamic Test
Merupakan tes pengamatan berkemih tiap empat jam dan merupakan
metode noninvasif yang digunakan untuk menilai fungsi penyimpanan dan
pengosongan kandung kemih pada bayi dan anak-anak yang belum terlatih
dalam mengontrol keinginan berkemih.
24
Tabel 1. Temuan pemeriksaan penunjang kelainan kongenital tractus
urinarius8
Diagnosis Temuan USG VCUG DRS
Obstruksi UPJ Hidronefrosis Ya Ya
Dilatasi (FSBL > GA + 2) Opsional jika
VUR Peningkatan APD setelah Ya curiga obstruksi
berkemih UPJ
Dilatasi (FSBL > GA +2)
Megacystis (FSBL > GA +
12)
Penebalan dinding kandung
PUV Ya Tidak
kemih
Dilatasi uretra posterior
(keyhole sign)
Hidronefrosis bilateral
Megacystis (FSBL > GA
+12)
Opsional untuk
Bilateral
menyingkirkan
Prune Belly hidroureternefrosis
Ya obstruksi dan/atau
Syndrome Pembesaran kandung
menilai displasia
kemih
ginjal (DMSA)
Lingkar perut tidak
beraturan
Megaureter Dilatasi uretra/ hidroureter Ya Ya
Megacystis/ Dilatasi uretra/ hydroureter
Opsional jika
megaureter Megacystis (FSBL > GA + Ya
curiga obstruksi
Sindroma VUR 12)
Double
Hidronefrosis segmental Ya Ya
Collecting System
Struktur kistik berdinding
Ureterokel Ya Ya
tipis di kandung kemih
Hidroureter tanpa
Ureter ektopik ureterokel pada sistem Ya Ya
dupleks
Beberapa kista dengan
berbagai ukuran
MCDK Parenkim normal tidak ada Opsional Opsional
Hipertrofi kompensasi
kontralateral

25
g. Diagnosis Banding
Etiologi Insidensi Temuan USG
Fisiologi/ Transien 50 – 70% Hidronefrosis terisolasi,
paling sering ringan
Ureteropelvic 10 – 30% Sedang (10–15 mm)
Junction Obstruction atau parah (>15 mm)
pelvis ginjal yang
melebar pada ruang
akibat pelebaran ureter
atau kandung kemih
Vesicouretral reflux 10 – 40% Variasi derajat
hidronefrosis selama
Evaluasi USG (secara
umum, tidak ada
temuan USG tertentu
yang
bersifat patologis)
Ureterovesical 5 – 15% Hidronefrosis dan
Junction Obstruction pelebaran ureter ke
tingkat UVJ
Multicystic Dysplastic 2 – 5% Variasi ukuran secara
Kidney acak
kista ginjal, kista
sentral, dan bentuk
nonrenoform
Posterior Urethral 1 – 5% Kombinasi dari :
Valves dilatasi urethra
posterior (keyhole sign);
kandung kemih penuh
dengan dinding yang
menebal; oligo- atau
anhidramnion;
hidronefrosis unilateral
atau bilateral;
peningkatan
echogenicity ginjal
Ureterocele 1 – 3% Massa kistik di kandung
kemih, dan
hidroureteronefrosis
sampai tingkat
menyumbat ureterokel
Etiologi Lainnya <1%

26
h. Komplikasi
Data jangka panjang menunjukkan bahwa bayi dengan tingkat
hidronefrosis antental rendah memiliki resolusi dilatasi atau tetap stabil
tanpa komplikasi patologis pada sebagian besar kasus. Komplikasi yang
dapat diakibatkan hidronefrosis antenatal yaitu jaringan parut ginjal,
perkembangan ginjal abnormal, dan risiko penyakit ginjal kronis di
kemudian hari.19,20 Komplikasi yang terkait dengan disfungsi katup
uretra posterior termasuk hipoplasia paru dan insufisiensi ginjal.

B. Bagaimana manajemen perawatan dan tatalaksana pada kasus ini?

Gambar 5. Manajemen Prenatal ANH, AFL, Level Cairan Ketuban,


BOO, Obstruksi Saluran Keluar Kandung Kemih, dan USG11

27
Gambar 6. Evaluasi Radiografi Postnatal11

USG prenatal berulang dalam 4 hingga 6 minggu dengan kelompok yang lebih
kecil merekomendasikan tindak lanjut dalam 2 hingga 4 minggu. Diagnosis
trimester ketiga akhir atau hidronefrosis yang persisten pada trimester ketiga
memerlukan tindak lanjut pascakelahiran karena peningkatan risiko uropati
pascakelahiran dan perlunya intervensi bedah.9

Janin yang didiagnosis dengan obstruksi UPJ harus memiliki rujukan segera
untuk pemeriksaan sonografi yang terperinci untuk mengkonfirmasi diagnosis,
mengevaluasi kelainan genitourinari yang terkait, dan kemungkinan kelainan
nongenitourinari yang terkait. Terdapat peningkatan insiden secara
keseluruhan dari kelainan kromosom pada kasus uropati obstruktif, dan
pertimbangan harus diberikan pada amniosentesis untuk analisis kariotipe.
Penting untuk melakukan pemindaian anatomi janin yang terperinci untuk
menyingkirkan ginjal dan anomali ekstrarenal lainnya seperti ginjal tapal kuda,
ginjal displastik, serta hernia diafragma, hidrosefalus, dan malformasi
adenomatoid kistik kongenital.5

28
Wanita hamil yang mengandung janin yang dicurigai memiliki obstruksi UPJ
harus dirujuk ke dokter bedah anak atau ahli urologi pediatrik untuk konsultasi
prenatal. Dalam kasus obstruksi UPJ yang terisolasi, prognosis yang baik dapat
diantisipasi, dan perawatan kebidanan rutin dapat dilakukan dengan evaluasi
genitourinari pascakelahiran yang terencana. Dalam kasus obstruksi UPJ
bilateral atau obstruksi UPJ unilateral yang terkai dengan ginjal displastik
multikistik atau agenesis ginjal, pemeriksaan sonografi serial setidaknya setiap
2 sampai 3 minggu harus dilakukan untuk mengevaluasi perkembangan
obstruksi dan perkembangan oligohidramnion atau polihidramnion.5

TATALAKSANA
Jika diagnosis dibuat dalam kandungan, dan dengan mempertimbangkan
sumber daya yang tersedia, prosedur dalam kandungan dapat dilakukan.
Prosedur ini meli puti vesikoamniotik shunting atau ablasi fetoskopik pada
katup. Kedua prosedur ini tidak hanya membutuhkan peralatan dan
perlengkapan yang tepat, tetapi juga a kses yang dapat diandalkan untuk tindak
lanjut dan ke dokter bedah yang memilik i keahlian. Vesikoamniotik shunting
secara khusus dapat diindikasikan pada janin dengan obstruksi saluran kemih
bagian bawah yang dapat memperoleh manfaat d ari pengalihan urin kandung
kemih janin ke dalam kantung ketuban. Prosedur ini dilakukan secara perkutan
di bawah panduan USG dengan menempatkan salah sat u ujung kateter kuncir
ganda ke dalam kandung kemih janin dan ujung lainnya ke dalam kantung
ketuban. Dengan demikian, tujuan teoretisnya adalah untuk mengu rangi
kerusakan parenkim ginjal yang progresif dan meningkatkan perkembangan
paru pada janin yang memiliki prognosis buruk. Karena intervensi intrauterin
haru s dilakukan pada akhir kehamilan, keuntungan prognostik untuk janin
harus dipert anyakan. Potensi manfaat yang hanya sedikit pada beberapa pasien
harus dipertim bangkan dengan morbiditas dan mortalitas dari prosedur ini,
yang meliputi kerusa kan pirau (pelepasan, oklusi), ketuban pecah dini,
persalinan prematur, hernia dinding perut, cedera tungkai, dan kematian.10
29
Janin dengan saluran kemih sedang atau berat pelebaran saluran kemih sedang
atau berat, memerlukan pengawasan yang lebih ketat dengan pemeriksaan
ultrasonografi lanjutan pada interval 4 hingga 6 minggu atau lebih cepat jika
diindikasikan secara klinis. Pasien-pasien ini juga dapat memperoleh manfaat
dari konsultasi prenatal dengan spesialis urologi pediatrik atau nefrologi anak
untuk merencanakan evaluasi pasca kelahiran. Waktu persalinan seharusnya
tidak dipengaruhi oleh adanya hidronefrosis, karena persalinan prematur belum
terbuktimeningkatkan hasil. Adanya hidronefrosis tidak boleh mengubah cara
persalinan, yang seharusnya didasarkan pada indikasi kebidanan atau medis
yang biasa.14
Pada periode pasca kelahiran, terapi awal umumnya terdiri dari pemasangan
kateter suprapubik transuretra atau perkutan untuk mengalirkan urin. Biasanya,
tidak ada kesulitan dalam mengatasi pintu masuk retrograde dari struktur katup
de ngan kateter meskipun biasanya kateter melingkar di uretra posterior yang
melebar karena leher kandung kemih yang tinggi.9
Ultrasonografi atau sistografi dapat digunakan untuk memverifikasi penem
patan kateter yang tepat. Setelah drainase, anak harus diawasi dengan cermat
untu k mengetahui adanya dehidrasi dan kelainan elektrolit akibat disfungsi
tubulus, ya ng dapat menyebabkan hilangnya kemampuan memekatkan urin
dan penyerapan zat terlarut. Jika drainase urin diperkirakan akan berlangsung
lebih lama dari 2-4 minggu, drainase urin melalui pembedahan seperti
vesicostomy lebih disukai. Pad a setiap usia, pengobatan defnitif terdiri dari
ablasi endoskopi pada katup uretra.9,10
1. Sayatan struktur katup dapat dilakukan secara sistoskopi dengan berbagai
pera ngkat ablasi termasuk elektroda Bugbee, resektoskop, kawat yang
ditekuk di u jungnya, pisau Collin, valvotome Mohan, atau kateter
embolektomi Fogarty y ang dipandu secara visual. Ablasi menggunakan
laser neodymium: yttrium-alu minium garnet (Nd: YAG) melalui
sistoskopi 6 Fr dapat dilakukan bahkan pa da sebagian besar anak yang
lahir premature.

30
2. Dengan pemantauan endoskopi yang menggunakan energi dengan dosis
yang sangat tepat, struktur katup diiris pada arah jam 12, 5, dan 7 dengan
pasien dalam posisi litotomi.

3. Kateter kandung kemih dipasang selama 24 jam atau lebih lama sesuai
kebutuhan, di mana selama itu anak dipantau fungsi ginjalnya. VCUG
dilakukan dalam waktu 1 bulan setelah prosedur untuk memastikan bahwa
katup tidak lagi menghalangi. Anak akan memerlukan pemantauan
berkelanjutan dalam jangka panjang untuk mengetahui tanda-tanda
disfungsi kandung kemih serta penyakit ginjal kronis.
Perlu dicatat bahwa penggunaan resektoskop loop panas untuk ablasi katup
dikaitkan dengan risiko penyempitan uretra. Katup-katupnya tipis dan
vaskularnya minimal, sehingga reseksi yang agresif harus dihindari. Pada bayi
yang terlalu prematur atau berat badan lahir rendah untuk menjalani
instrumentasi endoskopi, pengalihan sementara vesikostomi harus dilakukan
hingga anak tersebut dapat menjalani ablasi katup definitif. Dalam kondisi di
mana endoskopi pediatrik tidak tersedia, valvotome Mohan telah terbukti
sebagaialat yang murah dan relatif mudah digunakan, meskipun merupakan
manuver buta. Ablasi atau penghancuran katup adalah satu-satunya terapi
definitif. Pemulihan aliran tanpa hambatan di uretra adalah prasyarat yang
diperlukan untuk rehabilitasi fisiologis dan fungsional kandung kemih dan
saluran kemih bagian atas. Namun, ablasi katup yang berhasil tidak menjamin
bahwa patologi sekunder akan dicegah. Evaluasi urodinamik pada anak laki-
laki dengan pola berkemih setelah tahun pertama kehidupan sangat
dianjurkan.9,10

Kandung kemih dengan tekanan tinggi dan komplians rendah harus


diidentifikasi sejak dini, karena hal ini akan menempatkan ginjal pada risiko
yang signifikan kecuali jika intervensi medis atau bedah lebih lanjut dilakukan
untuk meningkatkan tekanan kandung kemih. Terapi medis seperti dengan
antikolinergik (oxybutynin) dapat dilakukan untuk mengurangi tekanan
kandung kemih, atau alpha-blocker (terazosin) untuk mengatasi disfungsi leher
31
kandung kemih dan meningkatkan pengosongan kandung kemih. Sebagai
alternatif, beberapa anak mungkin perlu ditangani dengan kateterisasi
intermiten yang bersih pada kandung kemih mereka untuk meningkatkan
pengosongan kandung kemih, mengurangi risiko infeksi saluran kemih, dan
mengurangi tekanan pada saluran kemih bagian atas.9,10
Pengalihan saluran kemih dengan vesicostomy merupakan pilihan alternatif jika
obat atau kateter tidak tersedia. Augmentation cystoplasty mungkindiperlukan
untuk pasien dengan kandung kemih bervolume rendah dan tidak dapat
memenuhi kebutuhannya untuk memperbaiki reservoir dan inkontinensia urin.
Dari pendekatan bedah, obstruksi yang lebih proksimal, seperti obstruksi
saluran keluar ureter atau kandung kemih yang persisten, dapat menggunakan
ureterostomi kulit terminal, ureterostomi loop, atau pielostomi kulit.
Nefrostomi perkutan hanya cocok untuk bantuan jangka pendek karena risiko
infeksi dan mudahnya tabung nefrostomi bergeser. Vesikostomi setelah
penanganan katup yang berhasil sering tidak diindikasikan dan harus
dipertimbangkan hanya jika terdapat pengikatan kandung kemih yang buruk
atau kandung kemih yang tidak dapat dikosongkan dengan baik.9,10

MANAJEMEN POSTNATAL
Jika bayi setelah lahir tidak stabil, dengan asidosis metabolik dan uremia,
kateterisasi urin harus segera dilakukan. Setelah drainase dilakukan, pasien
mungkin mengalami kehilangan urin dan zat terlarut dalam jumlah besar
karena disfungsi tubulus, yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
memekatkan urin atau menyerap zat terlarut (natrium dan kalium) secara
normal. Selain itu, beberapa pasien dengan PUV akibat obstruksi saluran
kemih mungkin mengalami asidosis tubulus ginjal tipe IV. Oleh karena itu,
diperlukan pemantauan yang cermat terhadap elektrolit serum, termasuk
bikarbonat serum dan status cairan, serta penggantian cairan dan elektrolit
secara tepat waktu sesuai kebutuhan. Mungkin diperlukan pemasangan dua
jalur intravena untuk mengejar output dan menambah bikarbonat. Diversion

32
harus dipertimbangkan jika terjadi peningkatan kreatinin serum yang terus-
menerus. Ablasi primer adalah cara penatalaksanaan yang lebih disukai
dengan drainase kateter urin selama setidaknya 72 jam.3

Gambar 7. Alur manajemen postnatal10

AMNIOINFUSI
Tindakan amnioinfusi merupakan suatu tindakan prenatal dengan cara
memasukkan cairan kedalam rongga amnion, baik secara transabdominal
maupun transvaginal. Amnioinfusi mengurangi tekanan uterus akibat dari
anhidramnion dan menjaga distensi alveolar untuk meningkatkan pertumbuhan
paru janin. Amnioinfus juga bertujuan untuk mencegah hipoplasia paru dan
mendorong kelangsungan hidup janin. Mengingat hipoplasia paru merupakan
kondisi yang sangat mematikan bagi janin, saat ini belum ditemukan
pengobatan untuk hipoplasia paru setelah bayi lahir, sehingga tindakan intra
uterin merupakan satu-satunya cara yang diharapkan dapat mengatasi
33
hipoplasia paru ini. Amnioinfusi bersifat diagnostik dan terapeutik.
amnioinfusi dapat dilakukan antepertum maupun intrapartum. Amnioinfusi
diagnostik dilakukan antepartum dengan tujuan meningkatkan penilaian
sonografi dalam kepentingan diagnosa prenatal. Sementara amnioinfusi
terapeutik bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan biofisik dari
janin.21
Amnioinfusi merupakan suatu prosedur melakukan infusi larutan NaCl
fisiologis atau Ringer laktat ke dalam kavum uteri untuk menambah volume
cairan amnion. Tindakan ini dilakukan untuk mengatasi masalah yang timbul
akibat berkurangnya volume cairan amnion, seperti deselearasi variabel berat
dan sindroma aspirasi mekonium dalam persalinan. Tindakan amnioinfusi
cukup efektif, aman, mudah dikerjakan, dan biayanya murah.
Pada tahun 1976, Gabbe dkk21 pertama kali melaporkan tindakan amnio
infusi pada kera rhesus yang hamil. Dalam percobaannya, janin kera
memperlihatkan gambaran deselerasi variabel menyusul pengeluaran cairan
amnion dari kavum uteri; dan gambaran deselerasi variabel menghilang setelah
kavum uteri diisi kembali dengan cairan. Penelitian pada manusia baru
dilaporkan pada tahun 1983 oleh Miyazaki dan Taylor 22 yang menyatakan
bahwa tindakan amnio-infusi dapat menghilangkan gambaran deselerasi
variabel yang timbul akibat oligohidramnion.
Ruptur membran dini menempatkan bayi pada resiko kompresi tali pusat
dan amnionitis. Amnioinfusi bertujuan untuk mencegah atau mengurangi
kompresi tali pusat dengan menambahkan cairan ke dalam kavum uteri. Terlalu
sedikit penelitian yang menunjukkan bahwa amnioinfusi bermanfaat untuk
bayi, yang kehamilannya mengalami ruptur membran dini. Membran yang
mengelilingi bayi dan cairan dalam uterus biasanya ruptur selama persalinan.
Jika terjadi ruptur membran dini (sebelum usia kehamilan 37 minggu) bayi
mempunyai resiko tinggi untuk mengalami infeksi. Kemungkinan terjadinya
kompresi tali pusat juga lebih tinggi, yang dapat mengurangi aliran nutrisi dan
oksigen dari ibu ke bayi. Cairan tambahan dapat dimasukkan melalui serviks

34
ibu atau perut ibu ke dalam uterus, inilah yang disebut amnioinfusi, yang
menyebabkan cairan yang mengelilingi bayi bertambah.
Pierce dan kawan-kawan melakukan meta-analisis terhadap 13 penelitian
dengan 1924 wanita yang dibagi secara acak untuk mendapat amnioinfus atau
tanpa terapi. Mereka mendapatkan penuruan bermakna hasil yang merugikan:
mekonium di bawah tali pusat (odds ratio, OR 0,18), sindrom aspirasi
mekonium (OR 0,30), asidemia neonatus (OR 0,42), dan angka seksio sesarea
(0,74). Wenstrom dan kawan-kawan (1995) mensurvei departemen-
departemen obstetri di fakultas kedokteran dan melaporkan bahwa amnioinfusi
digunakan secara luas dengan penyulit yang relatif sedikit.23,24,25
Keuntungan yang diperoleh dari amnioinfusi :
– Mengatasi keadaan fetal distress selama persalinan
– Menurunkan angka operasi seksio sesarea akibat fetal distress.
– Juga menurunkan kejadian Sindroma Aspirasi Mekonium pada air ketuban
yang keruh
– Mengurangi jumlah hari rawat inap di rumah sakit setelah persalinan.
Indeks cairan ketuban perlu diketahui untuk memprediksi keberhasilan
tindakan amnioinfusi dalam mengatasi fetal distress selama persalinan. Rata-
rata Indeks Cairan Ketuban sebelum amnioinfusi adalah 6,2 ± 3,3 cm. Angka
keberhasilannya dapat mencapai 76%.

Indikasi
Amnioinfusi terutama ditujukan untuk mengurangi kejadian deselerasi variabel
akibat kompresi tali pusat, dan mencegah terjadinya aspirasi mekonium yang kental
selama persalinan. Amnioinfusi dilakukan pada deselerasi variabel yang berat dan
berulang, yang tidak menghilang dengan tindakan konvensional (perubahan posisi
ibu dan pemberian oksigen).
1. Deselerasi variabel
Deselerasi variabel merupakan perubahan periodik denyut jantung janin
yang paling sering dijumpai selama persalinan. Perubahan denyut jantung janin
35
tersebut terjadi sebagai respons terhadap berkurangnya aliran darah di dalam
tali pusat.

Deselerasi variabel merupakan refleks vagal yang disebabkam oleh


kompresi tali pusat yang terjadi akibat lilitan tali pusat di leher janin,
terjepitnya tali pusat oleh bagian ekstremitas janin, atau tali pusat yang terjepit
di antara badan janin dan dinding uterus.

Gambaran spesifik dari deselerasi variabel berupa penurunan denyut


jantung janin, akibat kontraksi, yang gambarannya bervariasi dalam hal bentuk
maupun hubungan saat terjadinya deselerasi dengan kontraksi uterus.
Berdasarkan besar dan lamanya penurunan denyut jantung janin, yang
terjadi, maka deselerasi variabel dibedakan atas 3 jenis, yaitu (4):
1. Deselerasi variabel derajat ringan, bila penurunan denyut jantung janin,
mencapai 80 dpm., dan lamanya kurang dari 30 detik.
2. Deselerasi variabel derajat sedang, bila penurunan denyut jantung janin,
mencapai 70-80 dpm., dan lamanya antara 30-60 detik.
3. Deselerasi variabel derajat berat, bila penurunan denyut jantung janin,
sampai di bawah 70 dpm., dan lamanya lebih dari 60 detik.
Di samping itu dikenal juga pembagian deselerasi variabel berdasarkan
gambaran yang sifatnya tidak membahayakan (benign) dan yang
membahayakan janin (ominous) (5).
Tanda-tanda deselerasi variabel yang tidak membahayakan janin:
1. Deselerasi timbul dan menghilang dengan cepat.
2. Variabilitas denyut jantung janin, normal.
3. Terdapat “bahu” deselerasi (akselerasi pradeselerasi dan akselerasi pasca-
deselerasi).

Tanda-tanda deselerasi variabel yang membahayakan janin:


1. Timbulnya deselerasi lebih lambat dari saat terjadinya kontraksi.
2. Menghilangnya deselerasi berlangsung lambat.

36
3. Variabilitas denyut jantung janin, abnormal (berkurang atau melebihi
variabilitas denyut jantung janin normal).
4. Takhikardia.
5. Tidak terdapat “bahu” deselerasi.
6. Deselerasi semakin bertambah berat.
Deselerasi variabel yang ringan dan tidak berulang biasanya tidak
membahayakan janin. Tetapi selama masa persalinan, mungkin saja deselerasi
variabel yang semula ringan akan menjadi berat.
Bila aliran darah di dalam tali pusat berkurang cukup banyak, akan terjadi
deselerasi variabel derajat sedang atau berat, atau deselerasi variabel dengan
tanda-tanda berbahaya.
Gambaran frekuensi denyut jantung janin, basal dan ada-tidaknya
akselerasi harus diperhatikan dalam penanganan deselerasi variabel. Bila
frekuensi dan variabilitas denyut jantung janin, tetap baik dan stabil, atau hanya
berubah sedikit, maka penanganan dilakukan secara konservartip, misalnya
dengan merubah posisi ibu dan pemberian oksigen untuk menghilangkan
kompresi pada tali pusat dan memperbaiki oksigenasi janin. Bila tindakan
tersebut tidak menghilangkan deselerasi variabel, maka perlu dilakukan
amnioinfusi untuk mengurangi tindakan operatif. Pada keadaan deselerasi
variabel yang berat dan menetap, keadaan janin akan semakin memburuk. Bila
keadaan ini tidak dapat dikoreksi, maka tindakan pengakhiran persalinan harus
segera dilakukan.
Amnioinfusi cukup efektif dalam mencegah atau memperbaiki deselerasi
variabel. Manfaatnya yang paling menonjol adalah dalam menurunkan angka
tindakan seksio sesarea yang dilakukan atas indikasi gambaran denyut jantung
janin, yang membahayakan janin. Amnioinfusi juga dapat menurunkan angka
persalinan per vaginam dengan tindakan (ekstraksi cunam atau vakum),
mengurangi kejadian nilai Apgar rendah, dan mengurangi kejadian
endometritis.

37
Suatu penelitian terhadap 66 wanita, menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara dilakukan amnioinfusi dengan tanpa
amnioinfusi. Pada grup yang mendapat amnioinfusi, jumlah bayi dengan
denyut jantung yang mengalami deselerasi variabel berat per jam selama kala
I persalinan berkurang. Hasil ini selaras dengan penemuan pada review
cochrane tentang amnioinfusi yang dapat mengurangi kompresi tali pusat.28
2. Mekonium yang kental dalam cairan amnion
Dikeluarkannya mekonium ke dalam cairan amnion akan menimbulkan risiko
sindroma aspirasi mekonium. Sindroma aspirasi mekonium terjadi pada sekitar
1.8-18 % bayi yang dilahirkan dengan amnion bercampur mekonium. Angka
mordibitas dan mortalitas perinatal akan meningkat. Sekitar 2 % dari total
kematian perinatal disebabkan oleh sindroma aspirasi mekonium.
Aspirasi mekonium umumnya terjadi intrauterin, meskipuin mungkin juga
terjadi pada waktu bayi dilahirkan dan bernafas pertama kali. Pada keadaan
oligohidramnion dan kompresi tali pusat, aspirasi mekonium terjadi akibat
hipoksia dan hiperkapnia pada janin. Keadaan ini akan merangsang janin
melakukan gerakan bafas (gasping).
Resiko aspirasi mekonium cukup tinggi pada janin dengan mekonium yang
kental, terutama bila janin mengalami hipoksia. Mekonium yang encer tidak
menyebabkan terjadinya sindroma aspirasi mekonium dan tidak menambah
mortalitas perinatal. Upaya untuk mengencerkan mekonium yang kental akan
mengurangi kejadian sindroma aspirasi mekonium.

TEKNIK AMNIOINFUSI
Amnioinfusi dapat dilakukan dengan cara transbdominal atau transervikal
(transvaginal). Pada cara transabdominal, amnioinfusi dilakukan dengan bimbingan
ultrasonografi (USG). Amnioinfusi transervikal lebih dipilih untuk wanita yang
sedang dalam persalinan karena tidak memerlukan panduan ultrasound dan kateter
yang digunakan bisa dipakai ulang. Cairan NaCl fisiologis atau Ringer laktat
dimasukkan melalui jarum spinal yang ditusukkan ke dalam kantung amnion yang

38
terlihat dengan ultrasonografi. Pada cara transservikal, cairan dimasukkan melalui
kateter yang dipasang ke dalam kavum uteri melalui serviks uteri. Lebih dipilih
ringer laktat daripada NaCl 0,9 % karena NaCl 0,9 % kemungkinan bisa
menyebabkan perubahan komsentrasi elektrolit fetus. Walau bagaimanapun, untuk
mendapatkan konsentrasi elektrolit dalam batas normal dapat dipilih NaCl 0,9 %
sebagai alternatif. Selama tindakan amnioinfusi, denyut jantung janin dimonitor
terus dengan alat kardiotokografi (KTG) untuk melihat perubahan pada denyut
jantung janin.
Mula-mula dimasukkan 250 ml bolus cairan NaCI atau Ringer laktat selama
20-30 menit. Kemudian dilanjutkan dengan infus 10-20 ml/jam sebanyak 600 ml.
Jumlah tetesan infusi disesuaikan dengan perubahan pada gambaran KTG. Apabila
deselerasi variabel menghilang, infusi dilanjutkan sampai 250 ml, kemudian
tindakan dihentikan, kecuali bila deselerasi variabel timbul kembali. Jumlah
maksimal cairan yang dimasukkan adalah 800-1000 ml. Apabila setelah 800-1000
ml cairan yang dimasukkan tidak menghilangkan deselerasi variabel, maka
tindakan dianggap gagal. Banyak protokol yang berbeda-beda dari berbagai
institusi dan tidak ada protokol yang telah terbukti menjadi protokol terbaik. Suatu
survei dari bagian Obstetri mengungkapkan bahwa mereka menggunakan metoda
berikut : (1) bolus cairan ( 50 - 1000 mL) yang diikuti oleh pemasukan cairan secara
konstan, (2) bolus serial ( 200 - 1000 mL diatur tiap 20 menit sampai empat jam),
dan (3) pemasukan cairan secara konstan ( 15 - 2250 mL/hour). Suatu percobaan
menemukan bahwa pemasukan cairan secara terus menerus dan bertahap sama
efektifnya. Selama amnioinfusi dilakukan monitoring denyut jantung janin, dan
tonus uterus. Bila tonus meningkat, infusi dihentikan sementara sampai tonus
kembali normal dalam waktu 5 menit. Bila tonus uterus terus meningkat sampai 15-
30 mm/Hg di atas tonus basal, maka tindakan harus dihentikan.

KONTRAINDIKASI
Terdapat beberapa kontraindikasi untuk tindakan amnioinfusi, antara lain :
1. Amnionitis
2. Polihidramnion
39
3. Uterus hipertonik
4. Kehamilan kembar
5. Kelainan kongenital janin
6. Kelainan uterus
7. Gawat janin yang berat
8. Malpresentasi janin
9. pH darah janin <7.20
10. Plasenta previa atau solusi plasenta.

KOMPLIKASI
Dalam review dari suatu akademik departemen di Amerika Serikat di mana 220
amnioinfusi yang dilakukan per tahun, 49 pusat melaporkan komplikasi jelas
termasuk hypertonia rahim, denyut kelainan jantung janin, amnionitis, ruptur pada
jaringan parut bekas sectio sesarea, menginduksi terjadinya persalinan,
polihidramnion iatrogenik dan kegagalan jantung atau pernafasan ibu. Kematian
dua ibu diduga telah dikaitkan dengan emboli cairan ketuban telah dilaporkan. Dari
pusat - pusat yang menanggapi survei tentang amnoinfusi, setidaknya 26 %
melaporkan adanya suatu komplikasi. Komplikasi yang paling banyak adalah
hipertonus uterus (14%), diikuti oleh denyut jantung janin yang abnormal (9%).
Kejadian amnionitis dalam hubungannya dengan amnioinfusion tidak jelas. Dua
uji coba terkontrol secara acak menunjukkan adanya hubungan antara
amnioinfusion dan tingkat infeksi yang tinggi pada ibu. Suatu studi retrospektif
telah mengkonfirmasi hubungan itu. Diketahui bahwa amnioinfusi mencuci cairan
ketuban, yang memiliki sifat bakteriolitik. Tindka ini mungkin menjelaskan
peningkatan kejadian infeksi. Namun amnioinfusi juga mencuci bakteri dan
membersihkan amnion dan janin, yang dapat menurunkan mirniditas infeksi.
Beberapa kejadian lain yang dikaitkan dengan amnioinfusi, kasus prolaps tali pusat
telah dilaporkan. Komplikasi amnioinfusi lainnya yang jarang dilaporkan termasuk
salah satunya kasus gangguan jaringan parut rahim dan kasus polihidramnion
iatrogenik dan meningkatnya tekanan intrauterin selama amnioinfusi, yang

40
menyebabkan janin mengalami bradikardia. Lima kasus emboli cairan amnion telah
dilaporkan dalam suatu literature medis. Semua dikaitkan dengan faktor-faktor
risiko yang dilaporkan sebelumnya untuk emboli cairan ketuban. Laporan - laporan
ini telah menimbulkan pertanyaan mengenai keamanan amnioinfusi. Dalam sebuah
survei terhadap semua rumah sakit pendidikan untuk menentukan bagaimana,
kapan dan apa hasil amnioinfusi yang dilakukan di Amerika Serikat, ditemukan
bahwa baik metode yang digunakan atau jumlah infus dilakukan tampaknya secara
signifikan meningkatkan risiko komplikasi . Meskipun survei tidak menunjukkan
manfaat dari berbagai protokol yang digunakan, hal itu menunjukkan bahwa semua
relatif aman. Kenyataan bahwa jumlah rata-rata per tahun amnioinfusi yang
dilakukan adalah serupa antara pusat yang melakukan dan pusat yang tidak
melaporkan komplikasi menunjukkan bahwa komplikasi umumnya jarang atau,
mungkin, bahwa kejadian komplikasi berkurang sesuai dengan meningkatkannya
pengalaman dokter.

C. Bagaimana metode terminasi hamil dengan fetus kelainan kongenital


traktus urinarius?
Diperkirakan 276.000 bayi meninggal dalam waktu 4 minggu kelahiran setiap
tahun, di seluruh dunia, akibat kelainan bawaan. Anomali kongenital yang
paling umum dan parah adalah anomali jantung, anomali selubung saraf
(NTDs), dan sindrom Down. Ultrasonografi prenatal dapat mendeteksi anomali
struktural janin utama pada usia kehamilan 18-20 minggu pada sekitar 60%
kasus. Lebih banyak malformasi janin kadang-kadang terdeteksi di kemudian
hari. Peningkatan USG yang memadai, ditambah dengan skrining trimester
pertama untuk kelainan kromosom telah meningkatkan kemungkinan
mendeteksi anomali janin pada usia kehamilan sebelumnya. Setelah diagnosis
malformasi janin dibuat dengan USG, konseling wanita hamil diperlukan.
Tergantung pada usia kehamilan dan sifat anomali, opsi manajemen harus
didiskusikan. Setelah keputusan dibuat untuk mengoptimalkan hasil janin,
pendekatan multidisiplin diperlukan untuk merencanakan waktu dan lokasi

41
serta cara persalinan. Pada kebanyakan pasien, persalinan pervaginam dapat
dipertimbangkan. Persalinan sesar elektif harus disediakan ketika ada
kekhawatiran ibu tentang distosia, kondisi janin tertentu yang jika persalinan
sesar dilakukan akan mengoptimalkan hasil perinatal, atau jika orang tua
memiliki tekad psikososial untuk memiliki bayi yang lahir hidup.20
Wanita dengan diagnosis prenatal malformasi janin lebih mungkin untuk
melahirkan sesar daripada populasi umum, tergantung pada sifat malformasi
janin. Namun, pertimbangan untuk rute persalinan yang optimal harus
mencakup menyeimbangkan manfaat dan risiko bagi wanita hamil dan
janinnya.20
Malformasi kongenital pada saluran urogenital adalah salah satu malformasi
janin yang paling sering diidentifikasi sebelum lahir. Uropati obstruktif
menyumbang sebagian besar kasus. Keputusan waktu persalinan dan modalitas
membutuhkan tim multidisiplin. Persalinan sesar biasanya tidak diindikasikan
kecuali ada distensi abdomen atau kandung kemih yang luas, yang dapat
menyebabkan robekan signifikan pada jalan lahir.20
Janin yang didiagnosis dengan hidronefrosis janin minimal sebelum sampai 24
minggu kehamilan memiliki kemungkinan 90% untuk sembuh total tanpa
gejala sisa pasca kelahiran. Sebaliknya, 10% dari pasien ini akan mengalami
perburukan hidronefrosis. Kami merekomendasikan bahwa semua janin
dengan hidronefrosis minimal menjalani pemeriksaan ultrasonografi berulang
pada 32 hingga 34 minggu untuk menentukan janin mana yang akan
memerlukan evaluasi pasca kelahiran.5

D. Bagaimana prosedur fetal terapi pada pasien ini dan komplikasinya?


Terdapat beberapa pilihan utama terapi in utero seperti vesicoamniotic shunt,
vesicocentesis, pembedahan kandung kemih terbuka dan fetal cystoscopy.8
Double-ended pig tailed catheter merupakan jenis kateter yang paling banyak
digunakan.7,9 Vesicoamniotic shunt merupakan intervensi in utero yang paling
banyak digunakan dalam mengatasi uropati obstruktif.7,10 Penelitian Morris RK

42
et al., menunjukkan angka kesintasan perinatal meningkat dengan dilakukannya
drainase VU fetus (OR: 2,53).11 Tujuan dilakukan pemasangan shunt ini adalah
untuk membuat jalur lain melewati obstruksi saluran kemih, yang bertujuan
melakukan dekompresi kandung kemih. Ketika dilakukan dengan baik pada
trimester kedua, shunt mungkin membantu terjadinya pembentukan paru,
menghindari terjadinya hipoplasia pulmonal. Secara teori terapi ini
menguntungkan, namun keuntungan sesungguhnya dilakukan terapi ini masih
belum terbukti, mungkian karena sudah terjadi kerusakan ireversibel sebelum
dilakukan shunt.
Vesicoamniotic shunting adalah prosedur perkutan yang dilakukan di bawah
bimbingan ultrasound, menggunakan anestesi lokal untuk menghilangkan rasa
sakit ibu. Sebelum penempatan shunt, amnioinfusion (misalnya saline steril
hangat yang diinfuskan dengan Nafcillin) secara rutin diperlukan untuk
memberikan ruang bagi ujung proksimal kateter. Injeksi Fentanil (15 gLKg) dan
pancuronium (0,5–2 mg/Kg) ke dalam vena umbilikalis atau ke dalam otot
lengan janin dapat digunakan untuk anestesi janin. Kateter double pigtail
(Rodeck/Rocket atau Harrison shunt) kemudian ditempatkan dengan ujung distal
di kandung kemih janin, dan ujung proksimal di dalam rongga amnion. Harus
dicatat bahwa karena kaliber kecil dan panjang pirau yang panjang, dekompresi
lengkap kandung kemih atau saluran kemih mungkin tidak terlihat pada semua
kasus, terutama pada kasus dengan obstruksi derajat tinggi. Hasil yang terkait
dengan shunting vesicoamniotic tidak jelas. Data sampai saat ini belum terbukti
dapat diandalkan karena populasi pasien yang heterogen.13,14
Vesicoamniotic shunt menggunakan kateter double pigtail plastik fleksibel.
Yang paling sering digunakan adalah tipe Rocket dan Harrison. 12 Shunt Harrison
(berdiameter 1,7 mm) lebih sempit dari Rocket (diameter 2,1mm), sehingga
memungkinkan penggunaan introducer yang lebih kecil (2,4 mm vs 3,0 mm).
Secara teori, penggunaan introducer yang lebih kecil mengurangi risiko
terjadinya ketuban pecah dini dan resiko cedera pada fetus, namun memiliki
risiko oklusi dan pergeseran shunt yang lebih tinggi yang meningkatkan risiko

43
dilakukannya pemasangan shunt ulang. Tidak ada data yang jelas yang
menunjukan shunt jenis mana yang lebih baik. 14
Drainage kandung kemih dengan vesikosintesis serial atau dengan drainase
kontinyu ke dalam kavum amnion dengan menempatkan shunt vesikoamniotik
telah digunakan untuk mengurangi sumbatan urethra pada kasus LUTO.
Shunting vesikoamniotik prenatal berusaha untuk mengurangi atau
menghindarkn kerusakan parenkim ginjal dan oligohidramnion kronis yang
dapat mengganggu perkembangan paru janin in utero. Pasien harus diberikan
informed consent dan diberikan informasi mengenai resiko dari prtruosedur
yaitu, keguguran, ketuban pecah dini, persalinan preterm, korioamnionitis, dan
blockade atau migrasi shunt.12

Gambar 8. Vesico-amniotic shunt12

44
Jenis-jenis kateter double pigtail :

1. Rocket KCHTM Fetal Bladder Drain (Rocketmedical)

2. Harrison Fetal Bladder Stent Set (Cook Medical)

45
3. Double basker catheter (Hakko-Medical, Japan)

Komplikasi :

- Korioamnionitis
- Ketuban pecah dini
- Persalinan preterm
- Blockade atau migrasi shunt
- Trauma pada jaringan janin

46
BAB IV
KESIMPULAN

1. Secara keseluruhan kasus fetal LUTO memiliki prognosis yang kurang baik
bagi bayi. Diagnosis awal, evaluasi dan intervensi sedini mungkin sangat
penting dalam menentukan keberhasilan terapi.
2. LUTO dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang nyata pada
janin; oleh karena itu adalah bijaksana bagi penyedia kebidanan untuk
memahami presentasi umum, dan prinsip-prinsip manajemen. Sementara
beberapa modalitas pengobatan ada, termasuk shunting vesicoamniotic,
sistoskopi janin dan amnioinfusion.

47
KONFERENSI GABUNGAN

1. Ketentuan
1. Presentasi kasus pada konferensi gabungan dan tanya jawab mengggunakan
Bahasa Indonesia.
2. Dipersiapkan 3 (tiga) oponen sejak 3 (tiga) hari sebelum jadwal presentasi
ilmiah.
3. Kasus yang dipresentasikan merupakan kasus yang diputuskan dalam acara
ilmiah (morning report, konferensi klinik, chief report, ronde Ketua
Bagian/Ketua KSM/KPS (Koordinator Program Studi) untuk dianalisis dan
dibahas di forum ilmiah bersama bagian lain di luar Obgin.
4. Kasus dipresentasikan maksimal 2 minggu (14 hari) setelah diputuskan
dalam acara ilmiah.
5. Bila residen mengalami kesulitan mendapatkan kasus untuk dipresentasikan,
dapat menghadap kepada seksi kegiatan ilmiah PPDS Obgin.
6. Seluruh residen/tim jaga yang terlibat dalam kasus tersebut diwajibkan hadir
saat presentasi.
7. Dalam konferensi gabungan dibuat permasalahan dan analisis kasus. Di
dalam konferensi gabungan, dibahas mengenai tatalaksana dan prognosis
pasien selanjutnya.

2. Tata Cara Pengajuan Konferensi Gabungan


1. Mengajukan kasus kepada seksi ilmiah PPDS Obgin minimal 2 minggu (14
hari) sebelum jadwal presentasi atau <2 minggu jika kasus membutuhkan
tatalaksana segera.
2. Mengisi lembar pengajuan ilmiah.
3. Seksi ilmiah PPDS Obstetri dan Ginekologi akan memutuskan kasus
tersebut untuk dipresentasikan dan menunjuk pembimbing dan moderator
serta memutuskan bagian/ departemen lain yang ikut dalam konferensi
gabungan.

48
4. Mengisi buku kegiatan ilmiah dan berkonsultasi dengan seksi ilmiah PPDS
Obgin.
5. Menyampaikan surat resmi dari Bagian Obgin kepada bagian lain untuk
pelaksanaan presentasi konferensi gabungan.
6. Peserta didik PPDS harus berkonsultasi dengan pembimbing ilmiah minimal
4 (empat) kali sebelum pelaksanaan presentasi konferensi gabungan.

7. Peserta didik PPDS harus berkonsultasi dengan moderator ilmiah minimal 1


(satu) kali.
8. Mengisi lembar konsultasi ilmiah setiap berkonsultasi dengan pembimbing
dan moderator.
9. Melampirkan fotokopi lembar pengajuan ilmiah dan lembar konsultasi
ilmiah yang telah ditandatangani oleh seksi ilmiah PPDS Obgin dan
pembimbing ilmiah di bagian belakang naskah konferensi gabungan.
10. Naskah presentasi kasus harus telah diberikan kepada seksi administrasi
pendidikan dan rekam medik minimal 2 (dua) hari sebelum presentasi dan
distribusi naskah tersebut menjadi tanggung jawab residen yang
bersangkutan.
11. Peserta didik PPDS wajib mengirimkan softcopy presentasi kasus ke mailing
list PPDS Obgin ilmiahprogramstudiobgin@googlegroups.com minimal 3
(tiga) hari sebelum jadwal presentasi.
12. Peserta didik harus mengkonfirmasi kepada seksi administrasi Pendidikan
dan rekam medik bila terjadi perubahan jadwal dan menyampaikan
persetujuan tertulis dari konsulen moderator serta memberitahu tim penilai.
13. Mendokumentasikan naskah presentasi, lembar pengajuan ilmiah, lembar
konsultasi ilmiah, dan lembar pengesahan ilmiah kepada Sekretariat PPDS
Obgin.

49
3. Tata Cara Penulisan Konferensi Gabungan
1. Font yang digunakan Times New Roman (TNR)
2. Pada halaman depan (cover):
1. Pojok kiri atas ditulis jenis ilmiah ‘Konferensi Gabungan’ dengan font
TNR 12 dan tidak dicetak tebal (no bold).
2. Judul ilmiah ditulis seperti piramid terbalik dengan font TNR 16, dicetak
tebal (bold). Judul kasus ditulis dalam huruf balok.
3. Identitas penyaji, pembimbing, dan pemandu ditulis dengan font TNR
12 tidak dicetak tebal (no bold). Nama ditulis dengan font TNR 12,
dicetak tebal (bold).
4. Tempat presentasi ditulis dengan font TNR 14, huruf balok, cetak tebal,
bentuk piramid.
5. Waktu presentasi ditulis dengan font TNR 12, tidak dicetak tebal (no
bold). Contoh: “Dipresentasikan pada hari Senin, 31 Oktober 2019 pukul
12.30 WIB”.
3. Naskah konferensi gabungan, dicantumkan daftar isi, daftar gambar, daftar
tabel, dan daftar singkatan.
4. Bab ditulis dengan angka Romawi (I, II, III, IV, dst.), sub bab ditulis dengan
huruf balok (A, B, C, D, dst.). Bila ada sub bab lagi, dapat ditulis dengan
angka 1,2,3,4, dst.

5. Untuk judul bab, tidak semua ditulis dengan huruf balok (hanya awal kata,
kecuali kata sambung), font TNR 12.
6. Isi bab ditulis dengan font TNR 12, paragraf 1,5 spasi.
7. Huruf pertama pada paragraf awal tiap bab sejajar dengan huruf pertama dari
judul bab atau sub bab. Paragraf selanjutnya menjorok ke dalam 5 (lima)
ketuk.
8. Halaman ditulis di pojok kiri atas (kecuali halaman 1, tidak dicantumkan).
9. Daftar isi, daftar tabel dan daftar gambar menggunakan huruf i, ii, iii, dst.
10. Penulisan keterangan gambar, font TNR 11, dicetak tebal, ditulis di bawah
gambar. Contoh:
Gambar 1. Anatomi panggul Dikutip dari Cuningham 1

50
11. Penulisan keterangan tabel, font TNR 11, dicetak tebal, ditulis di atas tabel,
dan tabel tidak menggunakan garis vertikal (tegak). Di bagian bawah tabel,
ditulis kutipan dari mana. Contoh:
Tabel 1. Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan Dikutip dari Cuningham 1
15. Setiap kata yang belum diadaptasi sesuai PUEBI dicetak miring.
16. Rangkaian pelaporan berupa: rekam medis, analisis kasus, pembahasan
kasus, simpulan dan rujukan.
17. Ringkasan sebaiknya dalam bentuk poin (1,2,3 dst). Untuk konferensi
gabungan, dibuat “Simpulan“
18. Konferensi gabungan sebaiknya dibuat lebih 5 (lima) halaman (tergantung
kasus).
19. Rujukan minimal 15 (lima belas), ditulis dengan font TNR 10, tidak ditulis
nomor bab, dalam bentuk Vancouver style. Contoh:
• ▪ Hernandez-Rey AE, Weiss G. Advanced extrauterine pregnancy. In: Apuzzio JJ,
Vintzileos AM, Iffy L. Operative obstetris. 3rd ed. London: Taylor & Francis, 2018;173-
80.
• ▪ Corpa JM. Ectopic pregnancy in animals and human. Rep J. 2019;131:631- 40.
• ▪ Mulianto TE. Manfaat pemberian tramadol pada nyeri persalinan. Palembang: Bagian
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2019. (Tesis)
20. Margin: kiri dan atas 4 cm, kanan dan bawah 3 cm.

21. Pemeriksaan penunjang yang mendukung kasus harus dilampirkan, seperti


pemeriksaan ultrasonografi, EKG, rontgen toraks, laporan operasi, dan
sebagainya.
22. Daftar tim jaga yang berkaitan dengan kasus harus dilampirkan di bagian
belakang naskah ilmiah.

51
4. Lembar pengesahan
1. Pada bagian tengah atas ditulis “Lembar Pengesahan” dengan font TNR 12
dan dicetak tebal (bold).
2. Judul ilmiah ditulis di bagian tengah, seperti piramid terbalik dengan font
TNR 16, dicetak tebal (bold).
3. Di bawah judul ditulis dengan font TNR 12, tidak dicetak tebal (no bold).
Contoh: “Telah dipresentasikan pada hari Senin, 31 Oktober 2019 pukul
12.30 WIB”.
4. Lambang UNSRI dicantumkan pada bagian tengah.
5. Tanda tangan pembimbing ilmiah pada sebelah kiri dan tanda tangan
presentan pada sebelah kanan.
6. Tempat presentasi ditulis dengan font TNR 14, huruf balok, cetak tebal,
bentuk piramid.

5. Tata Cara Presentasi


1. Presentasi kasus dilakukan dalam Bahasa Indonesia yang baku.
2. Waktu presentasi kasus sekitar 15 menit.
3. Slide tidak menggunakan warna-warna dan animasi yang berlebihan,
dianjurkan menggunakan background warna hitam, putih abu-abu atau biru.
4. Kasus dipresentasikan dalam 20-25 slide.
5. Tampilan dalam 1 (satu) slide, maksimal 8-10 baris kalimat.
6. Huruf yang digunakan dalam slide harus jelas, font Arial, kontras dan
besarnya sesuai agar dapat dibaca dengan jelas.
7. Tabel yang tidak terbaca/kecil harus diketik ulang agar terbaca jelas.
8. Gambar dimuat dalam 1(satu) slide penuh.
9. Laporan operasi dan daftar nama tim jaga harus dilampirkan.
10. Slide harus sesuai dengan isi pelaporankasus. Semua daftar
pustaka/references yang tercantum dalam naskah ilmiah/referat tersebut
dipastikan ada dan dibawa atau diperlihatkan dalam bentuk hard-copy atau
fotokopi saat presentasi.

52
RUJUKAN

1. Bigham G, Rentea RM. Posterior Urethral Valves. Statpearl. 2022.


2. Cunningham G, Leveno K, Bloom S, Spong C, Dashe J, Hoffman B, et al.
Williams Obstetrics 24 th edition. Vol. 7, Syria Studies. 2014. 112–137 p.
3. Hodges SJ, Patel B, McLorie G, Atala A. Posterior urethral valves.
ScientificWorldJournal. 2009;9:1119–26.
4. Lee RS, Cendron M, Kinnamon DD, Nguyen HT. Antenatal hydronephrosis
as a predictor of postnatal outcome: A meta-analysis. Pediatrics.
2006;118(2).
5. Dordea Leonte L. Fetology. Diagnosis and Management of the Fetal Patient.
Acta Endocrinol. 2013;9(4).
6. Gõmez O, Martínez JM, Olivella A, Bennasar M, Crispi F, Masoller N, et
al. Isolated ventricular septal defects in the era of advanced fetal
echocardiography: Risk of chromosomal anomalies and spontaneous
closure rate from diagnosis to age of 1 year. Ultrasound Obstet Gynecol.
2014;43(1):65–71.
7. Dakkak W, Tonelli AR. Ventricular Septal Defect. StatPearls. 2022;
8. Bigham G, Rentea RM. Posterior Urethral Valves. Statpearl. 2022.
9. Harting MT, Wheeler A, Ponsky T, Nwomeh B, Snyder CL, Bruns NE, et
al. Telemedicine in pediatric surgery. Vol. 54, Journal of Pediatric Surgery.
2019.
10. Sisson B, Martin MJ, Ignacio R. Pediatric surgery. In: Surgical Critical Care
and Emergency Surgery: Clinical Questions and Answers. 2022.
11. Yamaçake KGR, Nguyen HT. Current management of antenatal
hydronephrosis. Vol.28, Pediatric Nephrology. 2013.
12. Klaus R, Lange-Sperandio B. Chronic Kidney Disease in Boys with
Posterior Urethral Valves–Pathogenesis, Prognosis and Management. Vol.
10, Biomedicines. 2022.

53
13. Sairam S, Al-Habib A, Sasson S, Thilaganathan B. Natural history of fetal
hydronephrosis diagnosed on mid-trimester ultrasound. Ultrasound Obstet
Gynecol. 2020;17(3).
14. Zuckerwise LC. Renal pelvic dilation. Am J Obstet Gynecol [Internet].
2021;225(5):B31–3. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.ajog.2021.06.043
15. Ismail MT, Hidayati F, Krisdinarti L, Noormanto,
Nugroho S, Wahab AS. Epidemiological Profile of Congenital
Heart Disease in a National Referral Hospital. J Acta Cardiol Indones.
2015;1(2).
16. Raucher Sternfeld A, Sheffy A, Tamir A, Mizrachi Y, Assa S, Shohat M, et
al. Isolated ventricular septal defects demonstrated by fetal
echocardiography: prenatal course and postnatal outcome. J Matern
Neonatal Med. 2022;35(1).
17. Theola J, Yakub NM, Yudianto VR, Sinaga BC. Defek Septum Ventrikel:
Diagnosis danTata Laksana. Cermin Dunia Kedokt. 2023;50(3).
18. Peyvandi S. Ventricular septal defect. 5-Minute Pediatr Consult 8th Ed.
2018;994–5.
19. Spicer DE, Hsu HH, Co-Vu J, Anderson RH, Fricker FJ. Ventricular septal
defect. Orphanet J Rare Dis. 2014;9:144.
20. Wataganara T, Grunebaum A, Chervenak F, Wielgos M. Delivery modes in
case of fetal malformations. Journal of Perinatal Medicine. 2017;45(3): 273-
9.
21. Gebbe SG, et al. Umbilical cord compression associated with amniotomy:
Laboratory observation. Am J Obstet Gynecol 1976;126: 353-5
22. Miyazaki FS, Taylor NA. Saline amnioinfusion for relief of varible or
prolonged diecelerations. A preliminary report. Am J Obstet Gynecol
1983;146: 670-8
23. Hofmeyr Gj. External cephalic version facilitation for breech prensentation
at term (Cochrane revlew). In: The Cochrane Library. Issue 1, 1999.
Oxford: Update software

54
24. American Academy of Family Physicians. ALSO Course Syllabus, Kansas
City, 1977
25. Hofmeyr GJ, et al. Amnioinfusi, Eur J Obstet Gynaecol Reprod etiol 1996;
64; 159-65
26. Weismiller DG. Transcervical amnioinfusion. American Family Physicians.
February 1,1998
27. Hofmeyr Gj. Amnioinfusion for Preterm Rupture of Membrane (Cochrane
revlew). In: The Cochrane Library. Issue 1, 1998. Oxford: Update software.
28. Roque H, Gillen-Goldstein J, Funai EF. Amnioinfusion Technique.
UpToDate Marketting Professional. February 8, 2011.
29. Davis RO, et al. Fetal meconium aspiration syndrome accuming despite
airway management considered appropriate. Am J Obstet Gynecol
1985;151: 731-6
30. Usta IM, et al. The impact of a policy of amnioninfusion for meconium-
stained amniotic fluid. Obstet Gynecol 1995;85: 237-41
31. Macri CJ, et al. Prophylactic amnioinfusion improves outcome of
pregnancy complicated by thick meconium and oligohydramnios. Am J
Obstet Gynecol 1992; 167: 117-21
32. Rossi EM, et al. Meconium aspiration syndrome: Intrapartum and neonatal
attributes, Am J Obstet Gynecol 1989; 161: 1106-10
33. Dye T, et. Amnioinfusion and the intrauterine prevention of meconium
aspiration. Am J Obstet Gynecol 1994; 171:1601-5
M, Boulvain. Amnioinfusion for meconium stained amniotic fluid. RHL the
WHO Reproductive Health Library. Geneva ; 2002

55

Anda mungkin juga menyukai