Oleh :
Erwin Imawan, S.Ked (J510155047)
Ricky Ferdian, S.Ked (J510155090)
Anggi Setyawan, S.Ked (J510155089)
Pembimbing :
dr. H. Bambang Sutanto, Sp.An
dr. Richa Lesmana, Sp.An
dr. Febrian , Sp.An
Pembimbing:
dr. H. Bambang Sutanto, Sp.An (............................)
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.RB
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 48 tahun
Berat Badan : 52 kg
Agama : Islam
Alamat : Karanganyar
No. RM : -
Diagnosis : Menometroraghia, P2 A0 Mioma Uteri.
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 23 April
2016, pukul 07.30 WIB di ruang OK RSU PKU Muhammadiyah Surakarta.
a. Keluhan utama : Perdarahan jalan lahir terus menerus sejam 3
minggu yang lalu
b. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke rumah sakit perdarahan dari jalan lahir tidak berhenti – berhenti sejak
1 bulan terakhir, darah yang keluar berbentuk gumpalan dan berwarna merah. Nyeri di daerah
perut bagian bawah juga dirasakan pasien. Dalam sebulan siklus menstruasi tidak teratur,
darah banyak (3-4 pembalut/ hari) selama 3 hari, nyeri haid 2-3 hari pada awal menstruasi.
Gangguan BAK berupa BAK sering,atau BAK sedikit-sedikit tidak dirasakan pasien. Sulit
buang air besar dan nyeri saat BAB tidak dirasakan pasien. Pasien tidak mengeluhkan nafsu
makan menurun atau penurunan berat badan.
c. Riwayat penyakit dahulu :
1) Riwayat asma disangkal.
2) Riwayat penyakit jantung disangkal
3) Riwayat diabetes melitus disangkal
4) Riwayat alergi makanan dan obat disangkal.
5) riwayat penyakit yang sama disangkal
4
d. Riwayat penyakit keluarga:
Riwayat asma, alergi dan riwayat penyakit yang sama dengan pasien
disangkal.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada 24 April 2013
GCS : E4V5M6 = 15
Vital Sign : Tekanan darah : 119/ 70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Suhu : 36,8C
Pernafasan : 20 x/menit
Status Generalis
a. Kulit : Warna kulit putih, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit
cukup,capilary refillkurang dari 2 detik dan teraba hangat.
b. Kepala : Tampak tidak ada jejas, tidak ada bekas trauma, distribusi
merata dan tidak mudah dicabut.
c. Mata : Tidak terdapat konjungtiva anemis dan sklera ikterik
d. Pemeriksaan Leher
1) Inspeksi : Tidak terdapat jejas
2) Palpasi : Trakea teraba di tengah, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid.
e. Pemeriksaan Thorax
1) Jantung
a) Inspeksi :Tampak ictus cordis 2cm dibawah papila mamaesinistra
b) Palpasi :Ictus cordis teraba kuat
c) Perkusi:
i. Batas atas kiri : ICS II garis parasternal sinsitra
5
ii. Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dextra
iii. Batas bawah kiri : ICS V garis midclavikula sinistra
iv. Batas bawah kanan : ICS IV garis parasterna dextra
d) Auskultasi:S1 > S2 reguler, tidak ditemukan gallop dan murmur.
2) Paru
a) Inspeksi : Dinding dada simetris pada saat statis dandinamis serta
tidak ditemukan retraksi danketertinggalan gerak.
b) Palpasi : Simetris, vokal fremitus kanan sama dengan kiridan tidak
terdapat ketertinggalan gerak.
c) Perkusi : Sonor kedua lapang paru
d) Auskultasi: Tidak terdengar suara rhonkhi pada kedua pulmo. Tidak
terdengar suara wheezing
f. PemeriksaaAbdomen
a) Inspeksi : Perut datar, simetris, tidak terdapat jejas dan massa
b) Auskultasi : Terdengar suara bising usus
c) Perkusi : Timpani
d) Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan. Hepar dan lien tidak
teraba.
k. Pemeriksaan Ekstremitas :
Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis
Turgor kulit cukup, akral hangat
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pemeriksaan 22 April 2016 Nilai normal
Hematologi
Hemoglobin 9,9 11,5-15,5 g/dL
Leukosit 3,90 4800-10800/L
Hematokrit 30.9 35-45%
Eritrosit 3,76 4,0-5,2x106/
Trombosit 243 150000-450000/L
MCV 82,3 80,0-99,0 fl
MCH 26,3 27,0-31,0 pg
MCHC 32,0 33,0-37,0 %
RDW 14.5 11,5-14,5 %
MPV 7.4 7,2-14,1 fl
CT 4.00 1-3 menit
6
BT 2.00 1-6 menit
Gol. Darah O
Kimia Klinik
SGOT 17 <31 U/L
SGPT 8 <32 U/L
Ureum 16,9 10-50 mg/dL
Creatinin 0,63 0,60-0,90 mg/dL
GDS 85 ≤ 200 mg/dL
Seroimmunologi
HbsAg Negatif Negatif
EKG : tidak ada kelainan, konsul jantung tidak ada kontra indikasi
tindakan, ritme sinus dbn.
E. KESAN ANESTESI
ASA II pada Perempuan 48 tahun menderita Mioma Uteri
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yaitu :
a. Intravena fluid drip (IVFD) RL 20 tpm, As. Traneksamat 1 gr, Tramadol 100 mg.
b. Pro Total Abdominal Histerektomi dan Bilateral Salpingo Ooforektomi.
c. Informed Consent Operasi
d. Konsul ke Bagian Anestesi
e. Informed Consent Pembiusan
Dilakukan operasi dengan general anestesi,status ASA II
G. RENCANA ANESTESI
General anestesi dengan intubasi ET kingking nomor 7,5 , dengan menggunakan obat-
obatan :
o Pre medikasi :
Fentanyl (1 - 3 mikrogram) 52 = 52 - 156 mikrogram 104 mikrogram iv
o Induksi :
Propofol (2 - 3 mg) 52 = 104 – 156 mg 182 mg iv
o Intubasi (Muscle relaxant) :
Atracurium (0,5 – 0,6 mg) 52 = 26 – 31,2 mg 41,6 mg iv
o Maintenance : Oksigen : N2O 2:2 L/menit, gas sevofluran 2lt v%,
7
o Lain-lain :
Inj. Ceftriaxone 1 gr iv
Inj. Ketorolac 30 mg iv
Inj. Asam Tranexamat 500 mg iv
Inj. Ondansentron 4 mg iv
I. TINDAK LANJUT
Ceftriaxone 2x1 gr iv
Ketorolac 3x30 mg iv
Ondancentron 2x4 mg iv
Asam Traneksamat 3x 500 mg iv
Transfusi PRC 1 kolf
Monitoring hemodinamik tiap 15 menit selama 1 jam pertama, selanjutnya tiap 1/2
jam sampai dengan hemodinamik stabil.
J. KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka :
Diagnosis pre operatif : Menometroraghia, P2 A0 Mioma uteri
Status Operatif : ASA 2, Mallampati I
Jenis Operasi :
- Total abdominal histerektomi dan bilateral salpingo ooforektomi
Jenis Anastesi : General Anastesi
K. LAPORAN ANESTESI
8
1. Diagnosis Pra Bedah
Menometroraghia, P2 A0 Mioma uteri
2. Diagnosis Pasca Bedah
Menometroraghia, P2 A0 Mioma uteri
3. Penatalaksanaan Preoperasi
a. Infus RL 500 cc
b. Asam Traneksamat 1 gr
c. Tramadol 100 mg
4. Penatalaksanaan Anestesi
a. Jenis Pembedahan : Laparatomi
b. Jenis Anestesi : General Anestesi
c. Teknik Anestesi : General Anastesi dengan intubasi dengan ET
kinking no 7,5 dimasukkan oral
d. Mulai Anestesi : 23 April 2016, pukul 07.28WIB
e. Mulai Operasi : 23 April 2016, pukul 07. 35 WIB
f. Respirasi : Pernapasan dengan kendali / bagging dan ventilator
( TV 364/ 12 x/ mnt)
g. Posisi : Supine / terlentang
h. Cairan Durante Operasi : RL 500 ml
i. Pemantauan Tekanan Darah dan HR
Terlampir
j. Selesai operasi : 08.30 WIB
Pasien, Ny. RB, 48 tahun datang ke ruang operasi untuk menjalani operasi Total
abdominal histerektomi dan bilateral salpingo ooforektomi pada tanggal 23 April 2016
dengan diagnosis pre operatif Menometroraghia, P2A0 Mioma uteri. Persiapan operasi
dilakukan pada tanggal 22 April 2016. Dari anamnesis pasien mengeluh perdarahan dari jalan
lahir tidak berhenti – berhenti sejak 1 bulan terakhir, darah yang keluar berbentuk gumpalan
dan berwarna merah. Nyeri di daerah perut bagian bawah juga dirasakan pasien. Dalam
sebulan siklus menstruasi tidak teratur, darah banyak (3-4 pembalut/ hari) selama 3 hari, nyeri
haid 2-3 hari pada awal menstruasi. Gangguan BAK berupa BAK sering, atau BAK sedikit-
sedikit tidak dirasakan pasien. Sulit buang air besar dan nyeri saat BAB tidak dirasakan
pasien. Pasien tidak mengeluhkan nafsu makan menurun atau penurunan berat
badan. .Pemeriksaan fisik dari tanda vital didapatkan tekanan darah 119/70 mmHg; nadi 82
9
x/menit; respirasi 20 x/menit; suhu 36,8OC. Dari pemeriksaan laboratorium hematologi yang
dilakukan tanggal 22 April 2016 dengan hasil: Hb 9,9 g/dl; golongan darah O ; Leukosit 3.90
L; ureum 16,9 mg/dl; kreatinin 0,63 mg/dl; SGOT 17 U/L; SGPT 8 U/L; GDS 85 mg/dL dan
HBsAg(-). Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang disimpulkan
bahwa pasien masuk dalam ASA II akibat anemia ringan.
Pemberian maintenance cairan sesuai dengan berat badan pasien yaitu 2cc/kgBB/jam,
sehingga kebutuhan perjam dari penderita adalah 104 cc/jam. Sebelum dilakukan operasi
pasien dipuasakan selama 6-8 jam. Tujuan puasa untuk mencegah terjadinya aspirasi isi
lambung karena regurgitasi atau muntah pada saat dilakukannya tindakan anestesi akibat efek
samping dari obat- obat anastesi yang diberikan sehingga refleks laring mengalami penurunan
selama anestesia. Penggantian puasa juga harus dihitung dalam terapi cairan ini yaitu 6 x
maintenance. Sehingga kebutuhan cairan yang harus dipenuhi sekitar 624cc.
Operasi total abdominal histerektomi dan bilateral salpingo ooforektomi dilakukan
pada tanggal 23 April 2016. Pasien dikirim dari bangsal Multazam. Pasien masuk ke ruang
OK 3 pada pukul 07.15 dilakukan pemasangan NIBP dan O2 dengan hasil TD 119/63 mmHg;
Nadi 83 x/menit, dan SpO2 99 %. Dilakukan injeksi Ondansentron 4 mg dan fentanyl 104
microgram dilanjutkan propofol 182 mg dan atracurium 41 mg. Pemberian fentanyl yang
merupakan obat opioid yang bersifat analgesic dan bisa bersifat induksi. Penggunaan
premedikasi pada pasien ini betujuan untuk menimbulkan rasa nyaman pada pasien dengan
pemberian analgesia dan mempermudah induksi dengan menghilangkan rasa khawatir.
Karena dilakukan operasi laparatomi dan membutuhkan waktu yang lama, maka dokter
anestesi memilih untuk melakukan genaral anastesi dengan teknik intubasi oral.
Pasien disungkupkan dengan sungkup muka yang telah terpasang pada mesin anestesi
yang menghantarkan gas (sevoflurane) dengan ukuran 2vol% dengan oksigen dari mesin ke
jalan napas pasien sambil melakukan bagging selama kurang lebih 2 menit untuk menekan
pengembangan paru dan juga menunggu kerja dari pelemas otot sehingga mempermudah
dilakukannya pemasangan endotrakheal tube. Penggunaan sevofluran disini dipilih karena
sevofluran mempunyai efek induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibanding dengan gas
lain, dan baunya pun lebih manis dan tidak merangsang jalan napas sehingga digemari untuk
induksi anestesi dibanding gas lain (halotan). Efek terhadap kardiovaskular pun relatif stabil
dan jarang menyebabkan aritmia.
Setelah pasien di intubasi dengan mengunakan endotrakheal tube, maka dialirkan
sevofluran 2 vol%, oksigen sekitar 50 ml/menit sebagai anestesi rumatan. Ventilasi dilakukan
dengan bagging kemudian diikuti ventilator dengan laju napas 12 x/ menit, TV 364. Sesaat
10
sebelum operasi selesai gas anestesi diturunkan untuk menghilangkan efek anestesi perlahan-
lahan dan untuk membangunkan pasien. Juga diharapkan agar pasien dapat melakukan nafas
spontan menjelang operasi hampir selesai.
Operasi selesai tepat jam 08:30 WIB. Lalu mesin anestesi diubah ke manual supaya
pasien dapat melakukan nafas spontan. Gas sevoflurane dihentikan karena pasien sudah nafas
spontan dan adekuat. Kemudian dilakukan ekstubasi endotracheal secara cepat untuk
menghindari penurunan saturasi lebih lanjut.
Total cairan yang diberikan pada pasien ini sejumlah 850 cc Ringer Laktat. Perdarahan
pada operasi ini kurang lebih 100 cc.Pada pukul 08.15 WIB, sebelum selesai pembedahan
dilakukan pemberian analgetik.,injeksi ketorolac 30 mg tramadol 100 mg, injeksi Asam
traneksamat 1 gr, diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut
sedang sampai berat dan mengatasi perdarahan setelah prosedur pembedahan dengan
pertimbangan transfusi.
Pada pukul 08.30 WIB, pembedahan selesai dilakukan, dengan pemantauan akhir TD
120/80 mmHg; Nadi 75x/menit, dan SpO2 99%. Pembedahan dilakukan selama 1 jam 5 menit
dengan perdarahan ± 100 cc. Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan (Recovery Room)
dan dinilai aldrette score yaitu 9 dan dilakuakan tranfusi PRC 1 kolf setelah selesai pasien
kembali ke ruangan. Selama di ruang pemulihan, jalan nafas dalam keadaan baik, pernafasan
spontan dan adekuat serta kesadaran compos mentis. Tekanan darah selama 15 menit pertama
pasca operasi stabil yaitu 115/75 mmHg.
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anestesi Umum
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral
disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversibel).Komponen trias
anestesi yang ideal terdiri dari analgesia, hipnotik, dan relaksasi otot2.
Obat anestesi yang masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar
ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh obat anestesi ialah jaringan kaya akan
pembuluh darah seperti otak, sehingga kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa
sakit, dan sebagainya. Seseorang yang memberikan anestesi perlu mengetahui stadium
anestesi untuk menentukan stadium terbaik pembedahan itu dan mencegah terjadinya
kelebihan dosis1,2.
Agar anestesi umum dapat berjalan dengan sebaik mungkin, pertimbangan
utamanya adalah memilih anestetika ideal.Pemilihan ini didasarkan pada beberapa
pertimbangan yaitu keadaan penderita, sifat anestetika, jenis operasi yang dilakukan,
dan peralatan serta obat yang tersedia. Sifat anestetika yang ideal antara lain mudah
didapat, murah, tidak menimbulkan efek samping terhadap organ vital seperti saluran
pernapasan atau jantung, tidak mudah terbakar, stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan
relaksasi otot yang cukup baik, kesadaran cepat kembali, tanpa efek yang tidak
diinginkan5,6.
Obat anestesi umum yang ideal mempunyai sifat-sifat antara lain pada dosis yang
aman mempunyai daya analgesik relaksasi otot yang cukup, cara pemberian mudah,
mulai kerja obat yang cepat dan tidak mempunyai efek samping yang merugikan. Selain
itu obat tersebut harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan
yang luas.5
Anestesi memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran
2. Analgesia: hilangnya respon terhadap nyeri
3. Muscle relaxant: relaksasi otot rangka.2,3
1. Macam-macam Teknik Anestesi6,7
Open drop method: Cara ini dapat digunakan untuk anestesik yang menguap,
peralatan sangat sederhana dan tidak mahal. Zat anestetik diteteskan pada kapas
12
yang diletakkan di depan hidung penderita sehingga kadar yang dihisap tidak
diketahui, dan pemakaiannya boros karena zat anestetik menguap ke udara
terbuka.
Semi open drop method: Hampir sama dengan open drop, hanya untuk
mengurangi terbuangnya zat anestetik digunakan masker. Karbondioksida yang
dikeluarkan sering terhisap kembali sehingga dapat terjadi hipoksia. Untuk
menghindarinya dialirkan volume fresh gas flow yang tinggi minimal 3x dari
minimal volume udara semenit.
Semi closed method:Udara yang dihisap diberikan bersama oksigen murni yang
dapat ditentukan kadarnya kemudian dilewatkan pada vaporizer sehingga kadar
zat anestetik dapat ditentukan. Udara napas yang dikeluarkan akan dibuang ke
udara luar. Keuntungannya dalamnya anestesi dapat diatur dengan memberikan
kadar tertentu dari zat anestetik, dan hipoksia dapat dihindari dengan
memberikan volume fresh gas flow kurang dari 100% kebutuhan.
Closed method: Cara ini hampir sama seperti semi closed hanya udara
ekspirasi dialirkan melalui soda lime yang dapat mengikat CO2, sehingga udara
yang mengandung anestetik dapat digunakan lagi.
Dalam memberikan obat-obatan pada penderita yang akan menjalani operasi maka
perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance, dan lain-
lain.
2. Persiapan Pra Anestesi
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif/darurat) harus
dipersiapkan dengan baik. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif dilakukan 1-2 hari
sebelumnya, dan pada bedah darurat sesingkat mungkin. Kunjungan pra anestesi pada
pasien yang akan menjalani operasi dan pembedahan baik elektif dan darurat mutlak
harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut. Adapun tujuan kunjungan pra
anestesi adalah:1,7
a. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.
b. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai dengan
fisik dan kehendak pasien.
c. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society
Anesthesiology):
ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan faali,
biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.
13
ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang
sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka
mortalitas 16%.
ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian
terbatas. Angka mortalitas 38%.
ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, tidak
selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ,
angina menetap. Angka mortalitas 68%.
ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir
tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa operasi
/ dengan operasi. Angka mortalitas 98%.
ASA VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya akan diambil (didonorkan)6
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) terdiri dari kegawatan
otak, jantung, paru, ibu dan anak.
a. Pemeriksaan praoperasi anestesi7,8
I. Anamnesis
1. Identifikasi pasien yang terdiri dari nama, umur, alamat, dll.
2. Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi.
3. Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita yang dapat menjadi
penyulit anestesi seperti alergi, diabetes melitus, penyakit paru kronis (asma
bronkhial, pneumonia, bronkhitis), penyakit jantung, hipertensi, dan penyakit
ginjal.
4. Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, intoleransi obat, dan
obat yang sedang digunakan dan dapat menimbulkan interaksi dengan obat
anestetik seperti kortikosteroid, obat antihipertensi, antidiabetik, antibiotik,
golongan aminoglikosid, dan lain lain.
5. Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya yang terdiri dari tanggal,
jenis pembedahan dan anestesi, komplikasi dan perawatan intensif pasca
bedah.
6. Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan
anestesi seperti merokok, minum alkohol, obat penenang, narkotik
7. Riwayat keluarga yang menderita kelainan seperti hipertensi maligna.
14
8. Riwayat berdasarkan sistem organ yang meliputi keadaan umum,
pernafasan, kardiovaskular, ginjal, gastrointestinal, hematologi, neurologi,
endokrin, psikiatrik, ortopedi dan dermatologi.
pharingeal
16
a. Fentanil
Fentanil merupakan salah satu preparat golongan analgesik opioid dan
termasuk dalam opioid potensi tinggi dengan dosis 100-150 mcg/kgBB, termasuk
sufentanil (0,25-0,5 mcg/kgBB).Bahkan sekarang ini telah ditemukan remifentanil,
suatu opioid yang poten dan sangat cepat onsetnya, telah digunakan untuk
meminimalkan depresi pernapasan residual.Opioid dosis tinggi yang deberikan selama
operasi dapat menyebabkan kekakuan dinding dada dan larynx, dengan demikian
dapat mengganggu ventilasi secara akut, sebagaimana meningkatnya kebutuhan opioid
potoperasi berhubungan dengan perkembangan toleransi akut.Maka dari itu, dosis
fentanyl dan sufentanil yang lebih rendah telah digunakan sebagai premedikasi dan
sebagai suatu tambahan baik dalam anestesi inhalasi maupun intravena untuk
memberikan efek analgesi perioperatif3.
d. Induksi
Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya
stadium pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan anestesi
untuk mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi.
a. Propofol
17
Propofol (2,6-diisoprophylphenol) adalah campuran 1% obat dalam air dan
emulsi yang berisi 10% soya bean oil, 1,2% phosphatide telur dan 2,25% glyserol.
Dosis yang dianjurkan 2,5mg/kgBB untuk induksi tanpa premedikasi3.
Propofol memiliki kecepatan onset yang sama dengan barbiturat intravena
lainnya, namun pemulihannya lebih cepat dan pasien dapat diambulasi lebih cepat
setelah anestesi umum. Selain itu, secara subjektif, pasien merasa lebih baik setelah
postoperasi karena propofol mengurangi mual dan muntah postoperasi. Propofol
digunakan baik sebagai induksi maupun mempertahankan anestesi dan merupakan
agen pilihan untuk operasi bagi pasien rawat jalan. Obat ini juga efektif dalam
menghasilkan sedasi berkepanjangan pada pasien dalam keadaan kritis. Penggunaan
propofol sebagai sedasi pada anak kecil yang sakit berat (kritis) dapat memicu
timbulnya asidosis berat dalam keadaan terdapat infeksi pernapasan dan kemungkinan
adanya skuele neurologik2,3.
Pemberian propofol (2mg/kg) intravena menginduksi anestesi secara cepat.
Rasa nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang disertai plebitis
atau trombosis. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus propofol yang
berkesinambungan dengan opiat, N2O dan/atau anestetik inhalasi lain1,3.
Propofol dapat menyebabkan turunnya tekanan darah yang cukup berarti
selama induksi anestesi karena menurunnya resitensi arteri perifer dan
venodilatasi.Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini
disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan
sistemik kembali normal dengan intubasi trakea.
Setelah pemberian propofol secara intravena, waktu paruh distribusinya adalah
2-8 menit, dan waktu paruh redistribusinya kira-kira 30-60 menit. Propofol cepat
dimetabolisme di hati 10 kali lebih cepat daripada thiopenthal pada tikus. Propofol
diekskresikan ke dalam urin sebagai glukoronid dan sulfat konjugat, dengan kurang
dari 1% diekskresi dalam bentuk aslinya. Klirens tubuh total anestesinya lebih besar
daripada aliran darah hepatik, sehingga eliminasinya melibatkan mekanisme
ekstrahepatik selain metabolismenya oleh enzim-enzim hati. Propofol dapat
bermanfaat bagi pasien dengan gangguan kemampuan dalam memetabolisme obat-
obat anestesi sedati yang lainnya. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran
darah ke otak, metabolisme otak dan tekanan intrakranial akan menurun. Keuntungan
propofol karena bekerja lebih cepat dari tiopental dan konvulsi pasca operasi yang
minimal.
18
Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat. Obat ini didistribusikan cepat
dan dieliminasi secara cepat. Hipotensi terjadi sebagai akibat depresi langsung pada
otot jantung dan menurunnya tahanan vaskuler sistemik. Propofol tidak mempunyai
efek analgesik. Dibandingkan dengan tiopental waktu pulih sadar lebih cepat dan
jarang terdapat mual dan muntah. Pada dosis yang rendah propofol memiliki efek
antiemetik1, 10.
e. Pemeliharaan
a. Nitrous Oksida (N2O)
Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidak iritatif, tidak
berasa, lebih berat dari udara, tidak mudah terbakar/meledak, dan tidak bereaksi
dengan soda lime absorber (pengikat CO2). Mempunyai sifat anestesi yang
kurang kuat, tetapi dapat melalui stadium induksi dengan cepat, karena gas ini
tidak larut dalam darah. Gas ini tidak mempunyai sifat merelaksasi otot, oleh
karena itu pada operasi abdomen dan ortopedi perlu tambahan dengan zat
relaksasi otot. Terhadap SSP menimbulkan analgesi yang berarti. Depresi nafas
terjadi pada masa pemulihan, hal ini terjadi karena Nitrous Oksida mendesak
oksigen dalam ruangan-ruangan tubuh. Hipoksia difusi dapat dicegah dengan
pemberian oksigen konsentrasi tinggi beberapa menit sebelum anestesi selesai.
Penggunaan biasanya dipakai perbandingan atau kombinasi dengan oksigen.
Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 adalah
sebagai berikut 60% : 40% ; 70% : 30% atau 50% : 50%.2.3,10
o Halotan (fluotan)
Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan anestesinya
cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan analgesi semprot lidokain
4% atau 10% sekitar faring laring.
Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis,
terjadi hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi
miokard, dan inhibisi refleks baroreseptor. Merupakan analgesi lemah, anestesi
19
kuat. Halotan menghambat pelepasan insulin sehingga mininggikan kadar gula
darah.
o Enfluran (etran, aliran)
Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih
iritatif disbanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding
halotan, tetapi lebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot
lurik lebih baik disbanding halotan.
o Isofluran (foran, aeran)
Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian
aliran darah otak dan tekanan intracranial dapat dikurangi dengan teknik
anestesi hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah otak.
Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari
untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan
gangguan koroner.
o Desfluran (suprane)
Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%), bersifat
simpatomimetik menyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek depresi napasnya
seperti isofluran dan etran. Merangsang jalan napas atas sehingga tidak
digunakan untuk induksi anestesi.
o Sevofluran (ultane)
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran.
Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari
untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.
Induksi per rectal
Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau
midazolam.2,3,4
f. Obat Pelumpuh Otot
Obat golongan ini menghambat transmisi neuromuscular sehingga
menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Menurut mekanisme kerjanya, obat ini
dibagi menjadi 2 golongan yaitu obat penghambat secara depolarisasi resisten,
misalnya suksinil kolin, dan obat penghambat kompetitif atau nondepolarisasi, misal
kurarin.5,6,7
20
Dalam anestesi umum, obat ini memudahkan dan mengurangi cedera tindakan
laringoskopi dan intubasi trakea, serta memberi relaksasi otot yang dibutuhkan dalam
pembedahan dan ventilasi kendali1,2.
Obat pelumpuh otot yang digunakan dalam kasus ini adalah :
Atracurium besilat (tracrium)
Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif baru yang
mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice
leontopetaltum. Beberapa keunggulan atrakurium dibandingkan dengan obat terdahulu
antara lain adalah :
a. Metabolisme terjadi dalam darah (plasma) terutama melalui suatu reaksi kimia
unik yang disebut reaksi kimia hoffman. Reaksi ini tidak bergantung pada fungsi
hati dan ginjal.
b. Tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang.
c. Tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna.
Mula dan lama kerja atracurium bergantung pada dosis yang dipakai. Pada
umumnya mulai kerja atracurium pada dosis intubasi adalah 2-3 menit, sedang lama
kerja atracurium dengan dosis relaksasi 15-35 menit3,8.
Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan (sesudah lama kerja
obat berakhir) atau dibantu dengan pemberian antikolinesterase. Nampaknya
atracurium dapat menjadi obat terpilih untuk pasien geriatrik atau pasien dengan
penyakit jantung dan ginjal yang berat1,2.
Kemasan dibuat dalam 1 ampul berisi 5 ml yang mengandung 50 mg
atracurium besilat. Stabilitas larutan sangat bergantung pada penyimpanan pada suhu
dingin dan perlindungan terhadap penyinaran.
Dosis intubasi : 0,5 – 0,6 mg/kgBB/iv
h. Intubasi Nasal
Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea, sehingga jalan nafas
bebas hambatan dan nafas mudah dikendalikan. Intubasi trakea bertujuan untuk :5,7
a. Mempermudah pemberian anestesi.
b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas.
c. Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.
d. Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.
e. Pemakaian ventilasi yang lama.
f. Mengatasi obstruksi laring akut.
i. Terapi Cairan
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati
jumlah dan komposisi cairan yang hilang.Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk8,9.
a. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi.
b. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi :
a. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah,
penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada
ileus obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk
dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap kenaikan suhu 10 Celcius
kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.
b. Selama operasi
22
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan
pada dewasa untuk operasi :
Ringan = 4 ml/kgBB/jam.
Sedang= 6 ml/kgBB/jam
Berat = 8 ml/kgBB/jam.
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari 10
% EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid. Apabila perdarahan
lebih dari 10 % maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma / koloid /
dekstran.
c. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan
selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien1, 11.
j. Pemulihan
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi
yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk
observasi pasien pasca atau anestesi.Ruang pulih sadar merupakan batu loncatan
sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di
ICU.Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari
komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya2.
Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang perawatan perlu
dilakukan skoring tentang kondisi pasien setelah anestesi dan pembedahan. Beberapa
cara skoring yang biasa dipakai untuk anestesi umum yaitu cara Aldrete dan Steward,
dimana cara Steward mula-mula diterapkan untuk pasien anak-anak, tetapi sekarang
sangat luas pemakaiannya, termasuk untuk orang dewasa. Sedangkan untuk regional
anestesi digunakan skor Bromage.1,6,12
Tabel 1. Aldrete Scoring System
No. Kriteria Skor
1 Aktivitas Mampu menggerakkan ke-4 ekstremitas atas 2
motorik perintah atau secara sadar.
Mampu menggerakkan 2 ekstremitas atas perintah 1
atau secara sadar.
Tidak mampu menggerakkan ekstremitas atas 0
perintah atau secara sadar.
2 Respirasi Nafas adekuat dan dapat batuk 2
Nafas kurang adekuat/distress/hipoventilasi 1
Apneu/tidak bernafas 0
3 Sirkulasi Tekanan darah berbeda ± 20% dari semula 2
Tekanan darah berbeda ± 20-50% dari semula 1
23
Tekanan darah berbeda >50% dari semula 0
4 Kesadaran Sadar penuh 2
Bangun jika dipanggil 1
Tidak ada respon atau belum sadar 0
5 Warna kulit Kemerahan atau seperti semula 2
Pucat 1
Sianosis 0
Aldrete score ≥ 8, tanpa nilai 0, maka dapat dipindah ke ruang perawatan.
Tanda Kriteria
Tanda vital Respirasi, T/N, suhu seperti semula
Reflek laryng dan pharyng Mampu menela, batuk, dan muntah
Gerakan Mampu bergerak sesuai umur dan tingkat
perkembangan
Muntah Muntah, mual pusing minimal
Pernafasan Tidak ada sesak nafas, stridor, dan
mendengkur
Kesadaran Alert, orientasi tempat, waktu, dan orang
Kriteria Skor
Gerakan penuh dari tungkai 0
Tak mampu ekstensi tungkai 1
Tak mampu fleksi lutut 2
Tak mampu fleksi pergelangan kaki 3
Bromage score < 2 boleh pindah ke ruang perawatan.
24
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari hasil kunjungan pra anestesi baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik akan dibahas
masalah yang timbul, baik dari segi medis, bedah maupun anestesi.
26
Teknik anestesinya semi closed inhalasi dengan pemasangan endotrakheal
tube.
Selama operasi dipasang ET teknik cepat.
2. Premedikasi
a. Sebagai antiemetic pada pasien diberikan ondansentron 4 mg iv
b. Untuk mengurangi rasa sakit pra bedah dan pasca bedah maka diberikan fentanyl
104mcg I.V.
3. Induksi
a. Digunakan Propofol 182 mg karena memiliki efek induksi yang cepat, dengan
distribusi dan eliminasi yang cepat. Selain itu juga propofol dapat menghambat transmisi
neuron yang hancur oleh GABA. Obat anestesi ini mempunyai efek kerjanya yang cepat dan
dapat dicapai dalam waktu 30 detik.
b. Menggunakan muscle relaxan yakni Atracurium 41 mg karena atracurium merupakan
muscle relaxan non depolarization sehingga tidak menimbulkan fasikulasi dan nyeri otot pada
pasien. Selain itu atracurium juga mempunyai waktu kerja menengah sehingga diharapkan
sesuai dengan permulaan induksi hingga lama pembedahan.
4. Maintenance
Dipakai N2O dan O2 dengan perbandingan 2 : 2, serta sevofluran 2 vol %.
5. Terapi Cairan
Perhitungan kebutuhan cairan pada kasus ini adalah ( Berat Badan 52 kg )
a. Jam I
(104cc + 312cc + 208cc) = 624 cc
b. Perdarahan yang terjadi 100 cc
EBV = 100 cc x 52 kg = 5200 cc.
Jadi perkiraan kehilangan darah = 100/5200x 100 % = 1,92 %
c. Cairan yang sudah diberikan :
1). Pra anestesi = 500 cc
2). Saat operasi = 350 cc
Total cairan yang masuk = 850 cc
27
DAFTAR PUSTAKA
28