Oleh :
Siska Yolanda
1810221019
Pembimbing :
dr. Ernita Akmal, Sp.An KIC
Disusun Oleh:
Siska Yolanda
1810221019
Mengetahui,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus “Resusitasi
cairan pada pasien dengan syok hipovolemik ec solutio plasenta pada G2P1 hamil
34 minggu, janin tunggal IUFD”.
Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan Klinik
Bagian Departemen Anestesi dan Terapi Intensif. Penyusunan laporan ini
terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang turut membantu terselesaikannya
laporan ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Ertnita Akmal, Sp.An KIC selaku
pembimbing dan seluruh teman-teman kepaniteraan klinik Bagian Departemen
Anestesi dan Terapi Intensif atas kerjasamanya selama penyusunan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, pembaca
maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.
Penulis
BAB I
DESKRIPSI KASUS
Diagnosis
Syok Hipovolemik ec Solutio Plasenta pada G2P1 Hamil 34 Minggu, Janin Tunggal
IUFD.
Riwayat Pengobatan
Pasien tidak menggunakan obat-obat kecuali yang diberikan dirumah sakit
saat itu.
Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak pernah, minum alcohol, ataupun mengkonsumsi obat-obatan
terlarang dan obat penenang. Pasien tidak merokok.
Riwayat Operasi
Riwayat operasi disangkal oleh pasien.
Kepala
Bentuk : Normocephale
Rambut : Warna hitam, distribusi merata, rambut tidak mudah dicabut.
Mata : Pelpebra cekung dan tidak edema
Konjungtiva anemis (+/+)
Sklera ikterik (-/-)
Pupil isokor kanan dan kiri, reflex cahaya positif (+/+).
Telinga : Bentuk normal, tidak ada cairan yang keluar dari telinga.
Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum, tidak hiperemis,dan
tidak ada secret yang keluar dari lubang hidung.
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1.
Mulut : Mukosa bibir kering, pucat, tidak sianosis.
Leher
Inspeksi : Proporsi leher dalam batas normal, tidak terlihat adanya massa
atau benjolan, tidak ada hambatan dalam pergerakan.
Palpasi : Trakea terletak ditengah, tidak teraba pembesaran tiroid, KGB
tidak teraba.
Thorax
1) Paru-paru
Inspeksi : Bentuk dada normochest, pergerakan dinding dada simetris,
tidak terlihat adanya luka/ massa didaerah dada
Palpasi : Vocal fremitus sama antara dada kanan dan kiri.
Perkusi : Suara perkusi sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak ada ronkhi (-/-), tidak ada
wheezing (-/-).
2) Jantung
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : Tidak teraba pulsasi iktus kordis.
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni regular, tidak ada murmur dan tidak
ada gallop.
3) Abdomen
Datar, tak tampak ada jejas ada benjolan, nyeri tekan regio supra pubis (+),
bising usus normal 6-8 detik, timpani seluruh lapang abdomen.
4) Kulit
Kulit tidak kering, tidak ada lesi, tidak sianosis dan tidak ikterik. Turgor kulit
baik, CRT >2 detik
5) Ekstremitas
Superior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-/-),
edema (-/-), akral dingin (+/+), kesemutan (-/-), sensorik
dan motoric baik.
Inferior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-/-),
edema (-/-), akral dingin (+/+), kesemutan (-/-), sensorik
dan motoric baik.
6) Status Obstetric
Kontraksi tetani, TFU sulit dinilai, DJJ (-)
I : V/u tenang perdarahan (-)
Io : portio licin ostium tertutup fluor (-), fluskus (-)
Vt : Portio tebal, posterior.
Kesulitan Airway
Gigi : Tidak ada gigi yang hilang atau goyang. Tidak ada
pemakaian gigi palsu
Malampati : 1 (tampak pilar faring, palatum mole, dan uvula).
3-3-2 rules : Bukaan mulut (3), jarak mentum ke hyoid (3), jarak tiroid ke
hyoid (2).
Mobilisasi leher : Baik
Trauma cervical : Tidak ada
Leher pendek : Tidak ada
II.6 Tindakan
Radikal sistektomi dan ileal conduit
Lama anestesi 8 jam 25menit (pukul 09.05 – 17.30) dan lama operasi 7 jam
40 menit (pukul 09.20 – 17.15).
Midazolam 1 mg
Fentanyl 50 mcg
Dosis : 1 – 3 mcg/mL
Rentang dosis : 45 mcg – 135 mcg
Sediaan : 1 ampul 50 mcg/ml 2 ml = 100 mcg
Pemberian : 100 mcg
Preoksigenasi/denitrogenisasi dengan sungkup muka ditempatkan pada
muka dan oksigen 4−6L/menit
Induksi, dilakukan dengan Propofol
Dosis : 2 – 3 mg/kgBB
Rentang dosis : 90 mg – 135 mg
Sediaan : 1 ampul 10 mg/ml 10 ml = 100 mg
Pemberian : 100 mg
Selesai induksi, sungkup muka dipasang dengan oksigen 4–6 L/menit
dilakukan maneuver Chin – lift, lalu ibu jari dan jari telunjuk memegang
face mask membentuk huruf ‘C’, ketiga jari yang lain berada pada
mandibula, mendorong rahang secara anterior, manuver terpenting
untuk memungkinkan ventilasi kepada pasien, tangan yang satu
memompa ambu bag. Lalu menilai Refleks bulu mata, bila sudah
menghilang diberikan relaksan.
Relaksan dengan atracurium
Dosis : 0,45-0,9 mg/kgBB
Rentang dosis : 20.25 mg – 40.5 mg
Sediaan : 1 ampul 10 mg/ml 2,5 ml = 25 mg
Pemberian : 40 mg
Intubasi
Intubasi menggunakan ETT biasa ukuran 7.0 dengan fiksasi sedalam
21 cm.
Intubasi setelah pasien tidur.
ETT disambungkan ke ventilator dengan Volume Tidal 400,
Respiratory Rate 12, dan PEEP 4 cmH2O.
Intubasi berhasil dilakukan dengan satu kali percobaan, tidak
ditemukan kesulitan saat intubasi
Maintenance dengan inhalasi O2 : Udara = 1:1 dan Sevofluran 2%
Monitoring
a) Pemantauan adekuatnya jalan nafas dan ventilasi selama anestesi
b) Pemantauan tanda klinis pergerakan dada, memastikan stabilitas
ETT tetap terjaga.
c) Pemantauan oksigenasi selama anestesi:
d) Pemantauan saturasi oksigen dilakukan dengan pemasangan pulse
oximetry dan pemantauan melalui monitor.
e) Pemantauan adekuat atau tidaknya fungsi sirkulasi pasien:
Pemantauan tekanan darah dan denyut jantung.
Pemantauan EKG secara continue mulai sebelum induksi anestesi.
Pemantauan kebutuhan cairan pasien selama anestesi:
-Input : Cairan infus (Asering), transfusi darah.
-Output : urin, perdarahan
09.30 200ml 50 ml
120 71 84 87
13.00
130 76 125 94
13.30
120 73 76 89
14.00 1500 ml
121 72 94 88
14.30
127 74 88 90
15.00
118 70 100 86
17.00 123 73 74 90
17.25 129 74 76 92
Obat-obatan dimasukkan
Paracetamol infus 200 mg 16.45
Inj. Tramadol 100mg IV jam 16.45
Asam traneksamat 1g IV jam 11.15
Ca Glukonas 1g IV jam12.30
Ondancentron 4 mg IV jam 16.30
Ranitidin 50 mg IV jam 16.33
Pemberian cairan :
- Kebutuhan cairan :
Maintenance : (4x10)+(2x10)+(1x25) = 85 mL
Puasa (6 jam) : 85 x 6 = 510
Stress operasi : skala berat x BB 8 x 45 kg = 360 ml
- Pemberian cairan jam ke- :
Jam ke I : maintenance + ½ pengganti puasa + stress operasi
85 ml + ½ (510) + 360 = 700 ml
Jam ke II : maintenance + ¼ pengganti puasa + stress operasi
85 ml + ¼ (510) + 360 = 572 ml
Jam ke III : maintenance + ¼ pengganti puasa + stress operasi
85 ml + ¼ (510) + 360 = 572 ml
Jam ke VI : maintenance+stress operasi
85 ml + 360 = 445 ml
Jam ke V: maintenance+stress operasi
85 ml + 360 = 445 ml
Jam ke VI: maintenance+stress operasi
85 ml + 360 = 445 ml
Jam ke VII: maintenance+stress operasi
85 ml + 360 = 445 ml
Jam ke VIII: maintenance+stress operasi
85 ml + 360 = 445 ml
EBV 75 x 45 kg = 3375 cc
Allowable Blood Loss (ABL) = EBV x Hi-Hf/Hi
= 3375 X 34.9-24/34.9 = 1054 ML
Tranfusi PRC 765 ml
Transfusi FFP 478 ml
Total transfusi 1.243 ml
III.3 Pasca Operasi
1. Setelah operasi pasien tidak di ekstubasi
2. pasien dipersioapkan untuk diantar ke intensive care unit
3. Tanda vital pasien saat dibawa ke icu yaitu : TD 111/69, nadi :94, RR : 18
S 36.5
4. Saat di bawa ke ICU pasien diberikan catatatn agar selalu pantau
hemodinamik
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular (CES). Cairan
ekstraseluler berperan dalam mempertahankan sistem sirkulasi, mensuplai
nutrient ke dalam sel, dan membuang zat sisa yang bersifat toksik. Jumlah relatif
cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, cairan
ekstraseluler sekitar setengah dari cairan tubuh. Cairan ekstraselular dibagi
menjadi,
1) Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12
liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.
2) Cairan Intravaskular
Cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume plasma).
Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya
merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan
platelet.
3) Cairan transeluler
Cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal,
perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan.
Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi
cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.
K+ 4 4 159
Mg2+ 2 2 40
Ca2+ 5 3 1
HCO3- 25 27 7
b. Non-elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan.
Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.
2) Perubahan konsentrasi
a. Hiponatremia
Kadar natrium normal 135-145 mEq/L, bila kurang dari 135 mEq/ L,
sudah dapat dibilang hiponatremia. Jika < 120 mg/L maka akan timbul
gejala disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti
pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala
kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH,
polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah,
third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini
dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ ≥ 125 mg/L) atau NaCl 3%
ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.12
Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara
perlahanlahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk
menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus,
Na= Na1 – Na0 x TBW
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang aktual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
b. Hipernatremia
Bila kadar natrium lebih dari 145 mEq/L disebut dengan hiperkalemia.
Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan
mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh
kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat
berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan
ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak,
Normal TBW x 140 = TBW sekarang x Na+ plasma sekarang
Defisit air = Normal TBW – TBW sekarang
c. Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut
kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis
kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa
disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen
depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi
glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi
(alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infuse potasium klorida sampai 10
mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus potasium klorida
sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia
berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).13
Rumus untuk menghitung defisit kalium :
K = K1 – K0 x 0,25 x BB
3) Perubahan komposisi
a. Asidosis respiratorik (pH< 7,35 dan PaCO2> 45 mmHg)
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk
menurunkan ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan
akibat dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas,
atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi
abdomen dan penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya
melibatkan koreksi yang adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal,
dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene
trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.
b. Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)
Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan
ventilasi yang dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum
normal, dan alkalosis terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang
cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi masalah yang mendasari
termasuk sedasi yang sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat dari
ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang terjadi.
c. Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)
Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau
kehilangan bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal,
diare, fistula usus kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat.
Kompensasi awal yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan depresi
PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok, diabetik ketoasidosis,
kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan metanol. Terapi
sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang mendasari. Terapi
bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan hanya
setelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.
d. Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)
Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan
bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi
pada pasien bedah adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume
ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan
penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama
perode 24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang
sering.
Jenis-Jenis Cairan
a. Cairan Kristaloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma
substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan
yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam)
dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk
resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau
pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang
banyak (misal luka bakar).
Dewasa 1,5 – 2
Anak 2–4
Bayi 4–6
Neonatus 3
Pasien atas nama Tn. A usia 49 tahun akan menjalani pembedahan radikal
sistektomi dan ileal conduit. Pasien didiagnosis Karsinoma sel skuamosa (KSS)
Buli. Pasien di operasi tanggal 25 april 2018
Sebelum operasi, direncanakan untuk maintenance oksigen, cairan, tanda
vital agar haemodinamik pasien tidak mengalami masalah saat operasi. Pasien juga
memiliki persedian darah berupa Packed Red Cells (PRC) sebanyak 1000 mL dan
Fresh Frozen Plasma (FFP) sebanyak 500 mL untuk operasinya. Pasien juga
dipuasakan selama 6 jam untuk mencegah terjadinya regurgitasi saat pasien
dibawah pengaruh obat bius, ditambah obat-obat anestesi memiliki efek samping.
mual dan muntah.
Operasi dilakukan selama 7 jam lebih kebutuhan cairan selama proses
pembedahan yaitu 4514 mL yang merupakan kebutuhan cairan rumatan pada pasien
operasi berupa cairan penegganti puasa, cairan maintanace, dan cairan pengganti
akibat evaporasi selama pembedahan, pada operasi ini total cairan yang masuk
sebanyak 4500 mL yaitu berupa 4000 kristaloid dan 500 kolid. Jumlah cairan yang
masuk pada operasi ini sudah sesuai dengan kebutuhan rumatan pada pasien ini.
Cairan keluar sebanyak 2500 mL yang berasal dari perdarahan 2000 ml dan
urin output 500 ml. Pada pasien ini terjadi perdarahan sebanyak 2000 ml dimana
jumlah ini sudah melebih 20% dari Estimated Blood Volume (EBV) atau sudah
melebihi dari perkiraan hct pasien 30% sehingga dilakukanlah tranfusi PRC
sebanyak 765 mL da FFP 478 ml. dan berdasarkan perhitungan Allowable Blood
Loss (ABL) sebesar 789,8 mL, perdarahan dengan jumlah tersebut sudah memasuki
anjuran transfusi.
Pemberian cairan dilakukan dengan 2 jenis cairan, yaitu asering dan
gelofusin. Asering merupakan cairan kristaloid yang berfungsi untuk resusitasi.
Asering dipilih karena memiliki kandungan cairan yang mirip plasma darah.
Kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan
koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang
interstitiel.
Penggunaan koloid bertujuan untuk mempertahankan cairan intravaskular,
dalam kasus ini menggunakan Gelofusin. Cairan ini lebih bertahan lama di
intravaskuler sehingga penggunaannya lebih efisien dibandingkan kristaloid.
Koloid pada kasus ini digunakan untuk menjaga hemodinamik selama pembedahan.
Hemodinamik stabi ini dapat dinilai dari tanda-tanda klinis dan tanda vital pasien.
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
2010.p.259-64
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Edisi kedua. Bagian Anestesiologi dan
3. Morgan GE. Mikhail MS. Clinical Anesthesiologi. 4ed. Appleton & Lange
Stamford. 2006
7. Sunatrio S. Terapi Cairan Kristaloid dan Koloid untuk Resusitasi Pasien kritis.
2003.