Oleh:
Pembimbing :
2.2 ANAMNESIS
2.2.1 Alasan Kedatangan/Keluhan Utama
Alasan kedatangan : Seorang pasien laki-laki berusia 45
tahun datang untuk melakukan pengujian kesehatannya ke
poliklinik KKP dengan tujuan pemeriksaan kelaikan (kerja) sebagai
Kepala kamar mesin
2.2.3 Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik dengan mengeluhkan adanya.
Mata merah pada kedua mata yang dialami sejak 5 hari yang lalu,
Mata merah disertai mata berair (+), perih (+) jika terkena angin,
rasa mengganjal (+), rasa berpasir (-), kotoran mata berlebih (+),
gatal (-). Keluhan sistemik : Sakit kepala (-), pusing (-), batuk (-),
mual (-) dan muntah (-). Pasien juga mengeluhkan adanya
penglihatan yang kabur sejak 2 tahun yang lalu sehingga pasien
sulit melihat dengan jelas tanpa menggunakan kacamata.
Pasien juga mengeluh nyeri pada telinga kiri, disertai
penurunan pendengaran sejak 3 hari yang lalu dan tidak ada
riwayat keluar cairan. Riwayat kemasukan air (+), mengorek -
ngorek telinga (+), batuk (+) dan pilek (+).
Pasien mengeluhkan keluar benjolan dari dubur, benjolan
pertama kali muncul 1 tahun yang lalu, hilang timbul, timbul
terutama saat BAB, tidak nyeri, tidak disertai darah dan dapat
masuk sendiri secara spontan.
Pasien juga mengeluhkan gatal-gatal di sela-sela jari tangan
kanan dan kiri, gatal dirasakan bertambah parah saat malam hari
sejak 4 bulan yang lalu. Awalnya pasien mengeluh gatal dan
kemudian muncul bintil-bintil kecil kemerahan pada sela-sela jari
tangan kanan dan kiri,lalu digaruk oleh pasien dan lama kelamaan
kelainan kulit bertambah banyak. Pasien memakai bedak herosin
yang didapatkan dari tetangganya di pakai 2x sehari setiap habis
mandi jika kulit terasa gatal. Hasil pengobatan gatal dan
kemerahannya sedikit berkurang,setelah itu beberapa hari
kemudian kelainan kulit muncul lagi dan semakin melebar. Pasien
seringkali memakai handuk yang bergantian-gantian dengan orang
rumahnya.
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat penyakit terdahulu
Tes Konfrontasi :
Persepsi Warna : Tes Isihara
Keterangan:
1. Beberapa plate dibaca dan beberapa plate tidak bisa dibaca
2. Pada plate dengan dasar hitam abu-abu, angka 9 pada gambar
sebelah kiri dan angka 4 bisa dibaca sedangkan yang lain tidak
bisa dibaca.
3) THT :
Telinga :
Hidung :
a. Meatus nasi : Normal.
b. Septum nasi : Normal.
c. Konka nasal : Normal.
d. Nyeri ketok sinus maxillaris : Normal.
e. Penghidu : Normal.
Tenggorokan :
a. Faring :
Pemeriksaan Hasil
b. Tonsil :
Pemeriksaan Hasil
Ukura T1/T1
Mukosa Merah muda
c. Palatum : Normal
5) Leher :
a. Gerakan leher : Normal.
b. Kelenjar tyroid : Normal.
c. Pulsasi carotis : Normal.
d. Tekanan vena jugularis : Normal.
e. Tachea : Normal.
6) Kelenjar Getah Bening :
a. Leher : Normal.
b. Submandibula : Normal.
c. Ketiak : Normal.
d. Inguinal : Normal.
7) Thorax :
a. Bentuk : Simetris.
b. Mammae : Normal.
8) Pulmo :
a. Inspeksi
Bentuk : Simetris kiri dan kanan
Retraksi (-)
Pembuluh darah tidak ada kelainan
b. Palpasi
Fokal Fremitus normal dan sela iga tidak ada kelainan
c. Perkusi
Batas paru hepar : ics V-VI dekstra anterior
Batas paru belakang kanan setinggi columna vertebra
IX dekstra
Batas paru belakang kiri setinggi kolumna vertebra
thorakal X sinistra
Sonor
d. Auskultasi
Bunyi nafas : Vesikuler (+) kiri dan kanan
Bunyi tambahan : Ronchi -/-, wheezing -/-
9) Cor :
a. Inspeksi : Iktus cordis tampak
b. Palpasi : Iktus cordis tampak
c. Perkusi
Batas jantung : Batas jantung kanan Kanan atas
ICS IV linea parasternalis dextra dan jantung kiri atas
ICS II Parasternal kiri, Kiri bawah ICS VI Midclavicula kiri
d. Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 murni
reguler
10) Abdomen :
a. Inspeksi : Massa (-), Ascites (-), scars(-), Warna
kulit kuning, Distended Abdomen (-), Defans Muskular
(-), spider nevi (-), caput medusae (-)
b. Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal, bunyi
usus tambahan (-)
c. Palpasi : Nyeri tekan (-), Murphy’s sign (-),
Hepar tidak teraba dan lien tidak teraba.
d. Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (-)
e. Hati : Normal
f. Limpa : Normal.
g. Ballotement : Ballotement (-)
11) Genitouria :
a. Kandung kemih : Dalam batas normal.
b. Anus/rectum/perianal :
Inspeksi : Tidak tampak benjolan/prolapse
hematom perianal (-),abses (-)
Pada RT : sfingter ani mencekik, mukosa
licin, massa pada arah jam 11 dan jam 3, nyeri tekan (+)
Handscoen : feses (+), darah (-)
c. Genitalia eksterna :
Penis : Tampak ulkus (-), dasar bersih,
nyeri (-), duh (-)
Skrotum : tidak terdapat kelainan
Inspeksi : Tidak ada pembesaran Scrotum.
Sekitar.
Tes Transluminasi : (-)
Palpasi : fluktuasi (-),nyeri tekan (-).
d. Prostat : Kesan normal
12) Ekstremitas :
Ekstremitas Atas :
a. Gerakan : Normal.
b. Tulang : Normal.
c. Sensibilitas : Baik.
d. Edema : Tidak ada.
e. Varises : Tidak ada.
f. Kekuatan otot : 5/5.
g. Vaskularisasi : Baik.
h. Kelainan kuku jari : Tidak ada
Pemeriksaan Khusus :
a. Tes Tinel’s : Negatif.
b. Tes Phalen’s : Negatif.
c. Tes Finkelstein’s : Negatif.
Ekstremitas Bawah :
a. Gerakan : Normal.
b. Tulang : Normal.
c. Sensibilitas : Baik.
d. Edema : Tidak ada.
e. Varises : Tidak ada.
f. Kekuatan otot : 5/5.
g. Vaskularisasi : Baik.
h. Kelainan kuku jari : Tidak ada
Pemeriksaan Khusus :
a. Tes Sacroiliac : Negatif.
b. Tes Straight Leg Raise : Negatif.
c. Tes Patrick : Negatif.
13) Otot Motorik :
a. Trofi : Normal.
b. Tonus : Normal.
c. Gerakan abnormal : Tidak ada.
14) Refleks :
a. Refleks Fisiologis : Normal.
b. Refleks Patologis : Negatif.
15) Kulit :
a. Kulit :
Tangan : Tampak Papul eritem, plak, skuama halus,
erosi. Ukuran lentikuler. Distribusi lokalisata, bilateral.
b. Selaput lendir : Normal.
c. Kuku : Normal.
d. Tes sensibilitas : Normal
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Darah Lengkap
NEU 70 50 – 70 %
LYM 22.4 20 – 40 %
EO 1.2 0.00 – 4 %
BUN 15 7 – 20 mg/dl
BTA negatif
Urin
Amphetamine (exctasy/ inex) Negatif Negatif
Tetrahyrocannabinol / Ganja Negatif KuningNegatif
muda,
Warna Kuning muda
Morphine / opium Negatif jernih
Negatif -
pH 6.50 6.00 - 7.00 -
Methamphetamine (Sabu) Negatif Negatif
BJ
Cocain 1.020Negatif 1.003 -Negatif
1.030 -
Protein/ Obat-obatan terlarang
Benzo NegatifNegatif Negatif
Negatif -
Eritrosit Negatif Negatif -
Leukosit Negatif Negatif -
Glukosa Negatif Negatif -
Bilirubin Total Negatif Negatif -
Urobilin Negatif Negatif -
Keton Negatif Negatif -
Reduksi Negatif Negatif -
Nitrit Negatif Negatif -
Sedimen Urin
Leukosit 0-2 0-5 LPB
Eritrosit 0-1 0-5 LPB
Epitel 0-2 <10 LPB
Silinder Negatif Negatif -
Kristal asam urat Negatif Negatif -
2) Audiometri
Pemeriksaan audiometri dilakukan pada frekuensi 250Hz, 500Hz,
1000Hz, 2000Hz, 4000Hz, 6000Hz dan 8000Hz:
Gambar 2. Pemeriksaan Audiogram pada Telinga Kanan
Kesan : Dalam batas normal
3) Radiologi
Foto X-Ray Thorax
Interpretasi :
• Mediastinum : tidak melebar
• Pulmo : Corakan bronkovesikular normal pada kedua lapang paru
• Cor : Ukuran dan bentuk normal,pinggang jantung terlihat, apex jantung
dalam batas normal
• Aorta tidak tampak elongasi dan dilatasi
• Sinus kanan, sinus kiri dan diafragma baik
• Tulang –tulang tampak intak
Kesan :
Paru dan Cor dalam batas normal
Elektrokardiografi
Kesan :
• Sinus rhythm, HR 88 /Min reguler
• Normoaxis
• QRS normal
• PR interval normal
Mata
1. Konjungtivitis virus (TSS D).
2. Pergerakan Bola Mata
• Parese N.VI, Plegia M. Rectus Lateral dextra: TSP B
• parese N. IV, Plegia M. Superior Oblique dextra: TSP B
Pemeriksaan Fisik: Terdapat gangguan pada pergerakan bola mata
kearah lateral dan medial bawah pada mata kanan
Standar kelaikan Kerja: TSP B
Pedoman -> standar pelaut seharusnya NORMAL
• Parese N.III, Plegia M. Rectus Medial Sinistra dan M. Rectus
Superior Sinistra : TSP B
3. Tes Konfrontasi
Hemianopsia homonim dextra diakibatkan defect tractus optic dextra
5. Pemeriksaan Visus
ODS Miopia: A.T
• Anamnesis: Pasien mengeluhkan adanya penglihatan yang kabur
sehingga pasien sulit melihat dengan jelas tanpa menggunakan
kacamata.
Pemeriksaan Fisik:
• Visus Mata Kanan sebelum dikoreksi = VOD: 4/60(0,06)
Standar Kelaikan: TSS
Setelah di koreksi = VOD: 4/60 ʃ S -4.00 D= VOD: 6/6 (1,0),
Standar Kelaikan: AT
• Visus mata kanan pasien 0.06,namun karena sudah dikoreksi jadi
dikategorikan A.T
Sesuai pedoman -> ≥ 0,4 untuk bagian mesin dikategorikan layak
• Visus Mata kiri Sebelum di Koreksi VOS : 6/20 (0.3),
Standar Kelaikan: TSS
Setelah di Koreksi -> VOS: 6/20 ʃ S -2.00 D= VOS : 6/6 (1.0),
Standar Kelaikan: AT
Visus mata kiri pasien 0.3 ,namun karena sudah dikoreksi jadi
dikategorikan A.T
Sesuai pedoman -> ≥ 0,4 untuk bagian mesin dikategorikan layak
TELINGA :
1. Otitis Media Akut Stadium Hiperemis : TSS D
Pasien juga mengeluh nyeri pada telinga kiri sejak 3 hari yang lalu,
disertai penurunan pendengaran. Pasien mengatakan tidak ada
cairan yang keluar. Sebelumnya pasien memiliki riwayat
kemasukan air (+) pada telinga kiri, pasien juga sering mengorek -
ngorek telinga (+), batuk (+) dan pilek (+).
2. Tes Bisik
AS Tuli derajat ringan (tes bisik) : TSS.D Sambil menunggu hasil
audiometri
• Tes bisik 4 meter
• ANAMNESIS: Pasien juga mengeluhkan nyeri pada telinga kiri,
disertai penurunan pendengaran
• PEMFIS: Tes bisik: 4 meter -> termasuk tuli ringan
Standar Pelaut -> Pendengaran < 2 M TSP.B
4. Audiometri
AS Konduktif Hearing loss derajat ringan (27,5dB)
Pemeriksaan Penunjang: Tes audiometri hantaran tulang normal,
hantaran udara tidak normal.
Diagnosis: AS Konduktif Hearing loss derajat tuli ringan dengan
ambang dengar 27,5 db (frek. HU 500 hz, 1000 hz, 2000 hz, 4000
hz dijumlah dan dibagi 4 )
Standar kelayakan Kerja:TSS D
GIGI
1. Kalkulus pada segmen anterior rahang atas (unsur 1,2,3 pada kuadran
1 dan 2) dan segmen anterior rahang bawah (unsur 1,2 pada kuadran 3
dan unsur 1,2,3 pada kuadran 4)
Standar kelaikan: TSS D sampai mendapatkan perawatan
2. Fraktur pada gigi kuadran 1,2,3,4 unsur 1.
Standar Kelaikan : TSS D sampai perawatan
3. Gangren pada gigi kuadran 1 unsur 6, dan kuadran 4 unsur 7 SK : TSS
D sampai perawatan
4. Karies pada gigi kuadran 1 unsur 7 dan kuadran 4 unsur 8 SK: TSS D
sampai perawatan
5. Penambalan pada gigi kuadran 2 unsur 8 dan kuadran 3 unsur 8 SK:
A.T
6. Missing pada gigi kuadran 2 unsur 7 dan kuadran 3 unsur 3 SK :TSS D
sampai perawatan
KULIT
1. Scabies : TSS. D
Anamnesis : Pasien juga mengeluhkan gatal-gatal di sela-sela jari
tangan kanan dan kiri, gatal dirasakan bertambah parah saat
malam hari sejak 4 bulan yang lalu. Awalnya pasien mengeluh
gatal dan kemudian muncul bintil-bintil kecil kemerahan pada sela-
sela jari tangan kanan dan kiri,lalu digaruk oleh pasien dan lama
kelamaan kelainan kulit bertambah banyak. Pasien memakai bedak
herosin yang didapatkan dari tetangganya di pakai 2x sehari setiap
habis mandi jika kulit terasa gatal. Hasil pengobatan gatal dan
kemerahannya sedikit berkurang,setelah itu beberapa hari
kemudian kelainan kulit muncul lagi dan semakin melebar. Pasien
seringkali memakai handuk yang bergantian-gantian dengan orang
rumahnya.
LAINNYA
Tanda Vital :
1. Normal (22,27) : A.T
Pemeriksaan fisik : Status gizi: BB 69 kg, TB 176 cm, Lingkar perut 88 cm,
IMT 22,27 kg/m2 Standar kelaikan kerja: A.T, SEHAT tidak ada batasan
tetapi memerlukan pengawasan medik.
Riwayat :
1. Leukositosis: TSS D
Pemeriksaan Penunjang: Pemeriksaan Lab WBC 15,00 (4-10
103/Ul)
Standar kelayakan TSS (D)
2.6 KATEGORI KESEHATAN
Tidak fit untuk pekerjaan sebagai Kepala Kamar Mesin berdasarkan
Perla DL 22 Tahun 1999 / Permenkes No.1 Tahun 2018.
Tidak sehat permanen : Kategori B.
BAB II
PEMBAHASAN
Teknik Pemeriksaan :
a. Pasien duduk menghadap optotipe Snellen dengan jarak 6
meter.
b. Pasang trial frame pada mata.
c. Satu mata ditutup dengan occluder.
d. Pasien diminta membaca huruf pada optotip Snellen dimulai
dari huruf yang terbesar sampai ke huruf yang terkecil pada
baris – baris selanjutnya yang masih dapat terbaca.
Menilai Hasil Pemeriksaan :
a. Tajam penglihatan dicatat sebagai VA OD (visual acuityokuli
dextra) UCVA (uncorrected visual acuity) untuk tajam
penglihatan mata kanan dan VA OS (visual acuity oculi
sinistra)untuk mata kiri. Setelah didapatkan hasil pemeriksaan
UCVA dilanjutkan dengan trial lense untuk mendapatkan hasil
BCVA (Best corrected visual acuity).
b. Bila huruf terkecil yang masih dapat dibaca pada baris dengan
tanda 6, dikatakan tajam penglihatan 6/6.
c. Bila dalam membaca huruf terdapat kesalahan menyebut 2
huruf maka ditulis 6/6 false 2 (F2).
d. Bila huruf terkecil yang masih dapat dibaca pada baris 30,
dikatakan tajam penglihatan adalah 6/30 tanpa koreksi (sine
correction / SC). Dilanjutkan dengan pin hole test. Bila
didapatkan perbaikan tajam penglihatan menentukan adanya
kelainan refraksi, bila tidak terdapat perbaikan maka dapat
dipikirkan kemungkinan penurunan tajam penglihatan karena
kelainan media refraksi atau kelainan makula/saraf optik.
e. Bila pasien tidak dapat membaca huruf terbesar pada optotipe
Snellen, maka pemeriksaan dilanjutkan dengan uji hitung jari.
f. Pasien diminta untuk menghitung jumlah jari dari pemeriksa
yang dimulai dari jarak 5 m hingga jarak terdekat 1 m dengan
pasien. Bila jari yang terlihat dan dapat dihitung jumlahnya
tanpa salah pada jarak 3 m maka tajam penglihatan pasien
adalah 3/60. Bila pasien tetap tidak bisa melihat dan
menghitung jari hingga jarak 1 m maka pemeriksaan dilanjutkan
dengan uji lambaian tangan.
g. Pemeriksa melambaikan tangan dari jarak maksimal1 m
dengan pasien dan pasien diminta menyebutkan arah lambaian
keatas - kebawah atau kekanan kekiri. Bila Pasien dapat
melihat lambaian tangan dan dapat menentukan arah lambaian
tangan, maka visusnya adalah 1/ 300 proyeksi baik (1/ 300 PB).
Jika dengan uji lambaian tangan, pasien masih belum bisa
melihat maka dilanjutkan dengan pemeriksaan proyeksi sinar.
h. Senter diarahkan kedepan mata pasien yang akan diperiksa
dan pasien diminta menyatakan melihat sinar atau tidak serta
menyatakan arah datangnya sinar. Bila pasien dapat melihat
sinar maka visusnya 1/ ~ (LP) dan bila mampu menyatakan
arah datangnya sinar dengan baik, maka visusnya 1/ ~ dengan
proyeksi baik (GP). Bila pasien dapat melihat sinar maka
visusnya 1/ ~ (LP) dan bila tidak mampu menyatakan arah
datangnya sinar, maka visusnya 1/ ~ dengan proyeksi buruk
(BP). Bila pasien tetap tidak dapat melihat sinar maka visusnya
adalah No light perception / NLP (buta total).
Tonometri Schiotz
Tonometer Schiotz merupakan alat praktis sederhana.
Pengukuran tekanan bola mata dinilai secara tidak langsung, yaitu
dengan teknik melihat daya tekan alat pada kornea. Dengan
tonometer schiotz dilakukan indentasi (penekanan) terhadap
permukaan kornea. Bila suatu beban tertentu memberikan
kecekungan pada kornea maka akan terlihat perubahan pada skala
schiotz. Makin rendah tekanan bola mata makin mudah bola mata
ditekan, yang pada skala akan terlihat skala yang lebih besar, hal
ini juga berlaku sebaliknya.
Teknik pemeriksaan :
a. Jelaskan kepada pasien mengenai prosedur dan tujuan dari
pemeriksaan.
b. Cuci tangan sebelum melakukan pemeriksaan.
Pemeriksaan Konfrontasi
Merupakan uji pemeriksaan lapang pandang yang paling
sederhana karena tidak memerlukan alat tambahan. Lapang
pandang pasien dibandingkan dengan lapang pandang pemeriksa.
Pasien diinstruksikan untuk melihat gerak dan jumlah tangan
pemeriksa di arah:
Lateral : 90o
Caudal : 70o
Cranial : 55o
Medial : 60o
2. Tes Weber
Tes weber ialah tes pendengaran untuk membandingkan
hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan.
Cara pemeriksaan :
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis
tengah kepala (di verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah
gigi seri atau di dagu). Ditanyakan pada telinga mana yang
terdengar lebih keras.
Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu
telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak
dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras
disebut Weber tidak ada lateralisasi.
Interpretasi :
Pada keadaan normal pasien mendengar suara di tengah
atau tidak dapat membedakan telinga mana yang mendengar lebih
keras.
Bila pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sehat
(lateralisasi ke telinga yang sehat) berarti telinga yang sakit
menderita tuli sensorineural. Bila pasien mendengar lebih keras
pada telinga yang sakit (lateralisasi ke telinga yang sakit) berarti
telinga yang sakit menderita tuli konduktif.
3. Tes Swabach
Tes schwabach ialah membandingkan hantaran tulang
orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya
normal.
Cara pemeriksaan :
Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus
mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai
penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga
pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih
dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa
tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara
sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus
pemeriksa lebih dulu.
Interpretasi :
Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach
memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama
mendengarnya disebut dengan Schwabach sama dengan
pemeriksa.
5. Tes Stenger
Tes stenger digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik
(simulasi atau pura-pura tuli).
Cara pemeriksaan : menggunakan prinsip masking.
Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli pada
telinga kiri. Dua buah penala yang identik digetarkan dan masing-
masing diletakkan di depan telinga kiri dan kanan, dengan cara
tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Penala pertama digetarkan dan
diletakkan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga jelas
terdengar. Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras
dan diletakkan di depan telinga kiri (yang pura-pura tuli).
Interpretasi :
Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya
telinga kiri yang mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak akan
mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap
mendengar bunyi.
6. Tes Berbisik
Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan
derajat ketulian secara kasar. Hal yang pedu diperhatikan ialah
ruangan cukup tenang, dengan panjang minimal 6 meter. Pada nilai
normal tes berbisik : 5/6 - 6/6.
Perkusi
Keadaan jaringan periodontium gigi.
Palpasi
a. Jaringan lemak mulut :
1. Keras;
2. Lunak; dan
3. Ping pong ball phenomena (pada osteomyelitis).
b. Rahang :
1. Kelainan temporo mandibular joint;
2. Deformitas; dan
3. Mekanisme buka/tutup mulut.
Sondage
a. Caries gigi :
1. Superficialis;
2. Media;
3. Profunda; dan
4. Gangren pulpae.
b. Perforasi dan fistula.
1.1.4 Pemeriksaan Paru
Pemeriksaan Paru Umum
Inspeksi Keadaan Umum Berkaitan dengan Pernapasan
1. Inspeksi lesi pada dinding toraks, kelainan bentuk toraks, sifat, dan
pola napas.
2. Menilai ada tidaknya sesak.
3. Menilai ada tidaknya napas cuping hidung, penggunaan otot bantu
napas, dan retraksi otot interkostal.
Palpasi leher
8. Melakukan perabaan kelenjar getah bening: palpasi dengan ujung
jari pada daerah sepanjang m.sternokleidomatoideus,
supraklavikula, dan infraklavikula.
9. Melakukan pemeriksaan posisi trakea dengan meletakkan ujung
jari telunjuk pada daerah antara trakea-sternokleidomastoideus,
kiri, dan kanan.
Inspeksi
1. Inspeksi bentuk toraks dengan menilai diameter anteroposterior
dibandingkan diameter sagital, serta besar sudut angulus costae.
2. Mengidentifikasi ada tidaknya penyempitan dan pelebaran sela iga
Inspeksi kelainan lain (ada tidaknya bendungan vena, benjolan,
ginekomastia, atay spider nevi).
3. Menilai kesimetrisan hemitoraks kiri dan kanan.
4. Menilai frekuensi napas dalam 1 menit
5. Menilai kedalaman pernapasan.
Palpasi
6. Melakukan perabaan di seluruh toraks untuk menilai sela iga, ada
tidaknya emfisema subkutis, benjolan/tumor atau nyeri tekan
7. Melakukan pemeriksaan ekspansi toraks dengan meletakkan
kedua telapak tangan pada toraks kiri dan kanan dengan kedua ibu
jari saling bertemu dan meminta pasien inspirasi dalam.
8. Melakukan pemeriksaan fremitus raba dengan meletakkan
permukaan palmar pangkal jari-jari atau sisi ulnar kedua tangan
pada toraks anterior kiri dan kanan.
9. Meminta pasien menyebutkan angka 77 atau 99 berulang-ulang,
dan merasakan dengan teliti getaran suara napas yang
ditimbulkannya
10. Melakukan konfirmasi antara tangan kanan dan kiri pada setiap
lokasi.
11. Melakukan pemeriksaan fremitus secara sistematis dari atas ke
bawah.
Perkusi
12. Melakukan perkusi seluruh toraks anterior dari apeks paru (daerah
supraklavikula) sampai bawah untuk menilai secara umum ada
tidaknya kelainan.
13. Melakukan perkusi secara umum pada seluruh lapang paru anterior
dimulai dari apeks (daerah supraklavikula) secara berurutan dari
toraks kiri ke kanan dan ke bawah (zig-zag) sampai ke batas toraks
bawah dengan perut, serta dibandingkan setiap langkah perkusi
dari tiap-tiap sisi paru.
14. Menentukan bunyi ketukan: sonor, hipersonor, redup, pekak, atau
timpani.
15. Melakukan perkusi di daerah aksila, dengan terlebih dahulu
meminta pasien mengangkat lengan ke atas kepala.
16. Perkusi batas paru-hati: perkusi pada linea midklavikula kanan
secara berurutan dari atas ke bawah hingga adanya perubahan
dari sonor menjadi redup.
17. Memeriksa peranjakan hati dengan meminta pasien untuk menarik
napas dalam lalu menahan napas sebentar. Dari batas paru-hati
yang telah ditemukan saat menahan napas tersebut perkusi
kembali diteruskan hingga mendapat perubahan suara sonor
menjadi redup, untuk kemudian ditentukan berapa jari peranjakan
hati yang didapatkan. Selanjutnya pasien diminta bernapas seperti
biasa.
18. Perkusi batas paru–lambung: perkusi pada linea aksilaris anterior
kiri secara berurutan dari atas ke bawah ke arah kaudal hingga ada
perubahan dari sonor menjadi timpani (lambung kosong) atau
redup (lambung terisi).
19. Menentukan batas paru-lambung.
Auskultasi
20. Melakukan auskultasi secara sistematis dimulai dari apeks paru ke
bawah, kiri, dan kanan, dibandingkan setiap langkah, serta
meminta pasien untuk menarik napas dalam.
21. Menentukan suara napas pokok: vesikuler, bronkovesikular,
bronkial, trakeal.
22. Menentukan ada tidaknya suara napas tambahan: ronki basah,
ronki kering, bunyi gesekan pleura, hippocrates succusion,
pneumothorax click, amforik, wheezing
23. Melakukan pemeriksaan auditori fremitus yaitu menentukan bunyi
hantaran suara bila didapatkan suara napas bronkovesikuler atau
bronkial. Meletakkan stetoskop pada dinding toraks secara simetris
dan pasien diminta mengucapkan angka 77 atau 99.
24. Melakukan pemeriksaan egofoni dengan cara meminta pasien
mengucapkan “ii”.
25. Melakukan pemeriksaan bronkofoni dengan cara meminta pasien
mengucapkan kata “sembilan puluh sembilan”.
26. Melakukan pemeriksaan whispered pectoriloquy dengan cara
meminta pasien berbisik dengan mengucapkan kata “sembilan
puluh sembilan”.
Inspeksi
1. Menyebutkan ada tidaknya benjolan (tumor), kelainan bentuk
tulang belakang atau benjolan pada tulang belakang.
Palpasi
2. Melakukan perabaan di seluruh toraks posterior untuk menilai ada
tidaknya emfisema subkutis, benjolan/tumor atau nyeri tekan.
3. Melakukan pemeriksaan ekspansi pada toraks posterior dengan
meletakkan kedua telapak tangan pada toraks belakang kiri dan
kanan dengan kedua ibu jari saling bertemu dan meminta pasien
inspirasi dalam mulai dari bawah scapula
4. Melakukan pemeriksaan fremitus raba dengan meletakkan
permukaan palmar pangkal jari-jari atau sisi ulnar kedua tangan
pada toraks posterior kiri dan kanan.
5. Meminta pasien menyebutkan angka 77 atau 99 berulang-ulang,
dan merasakan dengan teliti getaran suara napas yang
ditimbulkannya.
6. Melakukan langkah no 47 di daerah toraks posterior mulai dari
daerah interskapula ke bawah.
7. Melakukan konfirmasi antara tangan kanan dan kiri pada setiap
lokasi.
Perkusi
8. Melakukan perkusi seluruh toraks posterior dari apeks paru (daerah
atas skapula) sampai kebawah (interskapula terus ke bawah
skapula) untuk menilai ada tidaknya kelainan.
9. Membandingkan paru kiri dan kanan pada setiap lokasi
pemeriksaan dengan ladder like pattern.
10. Perkusi batas toraks posterior: perkusi pada garis skapula kanan
dan kiri untuk mencari batas toraks posterior kanan dan kiri,
dengan berpedoman kepada korpus vertebra mulai dari vertebra
prominens (C7).
11. Perkusi batas toraks posterior kanan: perkusi pada linea skapula
kanan secara beraturan ke arah kaudal dengan meletakkan jari
plesimeter pada arah tegak lurus terhadap gerak perkusi dengan
gentle, menentukan adanya perubahan dari sonor menjadi redup.
12. Perkusi batas toraks posterior kiri: perkusi pada linea skapula kiri
ke arah bawah dengan menentukan adanya perubahan dari sonor
menjadi redup (biasanya setinggi torakalis 10).
Auskultasi
13. Melakukan auskultasi paru secara sistematis.
14. Melakukan dari apeks paru (daerah atas skapula), daerah
interskapula terus ke bawah.
15. Membandingkan paru kiri dan kanan pada setiap lokasi
pemeriksaan dengan ladder like pattern (bila perlu pasien diminta
bernapas lebih dalam).
16. Merapikan alat.
17. Mencuci tangan.
1.1.5 Abdomen
Inspeksi Abdomen
Auskultasi Abdomen
Meletakkan steteskop di sekitar umbilikus pada satu tempat di
dinding abdomen untuk menghitung frekuensi bising usus (2 menit)
dan mendengarkan bunyi usus atau bunyi lain (bruit arterial,
venous hump).
Perkusi Abdomen
a. Melakukan perkusi pada seluruh kuadran abdomen.
b. Melaporkan bunyi timpani atau pekak.
c. Perkusi secara khusus pada bagian batas inferior costa kanan,
untuk menilai pekak hati.
d. Perkusi secara khusus pada bagian batas inferior costa kiri,
untuk menilai timpani area gaster.
e. Perkusi secara khusus di daerah linea aksilaris anterior kiri
pada sela iga VI untuk menilai ada tidaknya pembesaran limpa
(menilai perubahan suara timpani menjadi redup).
Palpasi Abdomen
a. Meminta pasien untuk menekuk lutut.
b. Palpasi superfisial (ringan) dilakukan dengan menempelkan sisi
palmar tangan secara horizontal pada seluruh regio abdomen
secara sistematis.
c. Menilai nyeri tekan abdomen, defance muscular dan ada
tidaknya massa superfisial. Lalu diulangi dengan melakukan
palpasi dalam, bila ditemukan massa deskripsikan lokasi,
ukuran, bentuk, nyeri tekan, konsistensi, pulsasi dan bergerak
atau tidak pada saat bernapas.
d. Memperhatikan wajah pasien saat palpasi.
Palpasi Hepar
a. Meminta pasien melipat kedua tungkai.
b. Melakukan penekanan pada dinding perut dengan
menggunakan sisi palmar radial jari tangan kanan.
c. Meminta pasien menarik nafas dalam.
d. Melakukan palpasi lobus kanan dimulai dengan meletakkan
tangan kanan pada regio illiaka kanan dengan sisi palmar radial
jari sejajar dengan arcus costae kanan.
e. Palpasi dilakukan dengan menekan dinding abdomen ke bawah
dengan arah dorsal pada saat pasien ekspirasi maksimal,
kemudian pada awal inspirasi jari bergerak ke kranial dalam
arah parabolik.
f. Palpasi dilakukan ke arah arcus costae kanan.
g. Pemeriksaan lobus kiri dengan palpasi pada daerah garis
tengah abdomen ke arah epigastrium dimulai dari umbilikus
dengan cara seperti diatas.
h. Bila meraba tepi hati, deskripsikan ukuran, permukaan, tepi,
konsistensi, nyeri tekan, dan apakah terdapat pulsasi.
Hepar
Pemeriksaan Laboratortium :
97 - 137 mL/menit
Laki-laki Urin 24 jam
Kreatinin per 1,73 m2
Perempuan
Asam Urat Plasma atau serum 2,6 – 6,0 mg/dL
dewasa
1.2.2 Paru
Pemeriksaan Radiologi
1. Foto x-ray dengan ukuran 30 x 40 cm, minimal dengan
ukuran mass chest survey foto yaitu 70 x 70 cm;
2. Kualitas foto harus :
a) Simetris;
b) Batas foto adalah costa XII belakang pinggir bawah;
c) Kedua sinus tampak penuh;
d) Exposure harus memadai sehingga terlihat intervertebral
spaces thoracal I, II dan III; dan
e) Dibuat dalam keadaan inspirasi dalam dan yang
diperiksa menahan nafas.
1.2.3 Abdomen
Hepar
Pemeriksaan Laboratortium :
k. Fungsi hati : peningkatan ringan [<4 kali] AST (aspartate
aminotransferase), ALT.
l. (alanine aminotransferase). AST>ALT pada kasus hepatitis
karena alkohol.
m. Alkali fosfatase, gamma GT (glutamil transferase] : dapat
meningkat
n. Bilirubin serum, albumin serum, dan prothrombin time: dapat
normal, kecuali pada kasus NAFLD terkait sirosis hepatis.
o. Gula darah. profil lipid, seromarker hepatitis.
p. ANA, anti ds DNA : titer rendah [< 1:320]
q. USG: gambaran bright liver
r. CT Scan
s. MR1: deteksi infiltrasi lemak
t. Biopsi hati : baku emas diagnosis. Ditemukan 5-10 % sel Iemak
dari keseluruhan hepatosit, peradangan lobulus, kerusakan
hepatoselular, hialin Mallory dengan atau tanpa fibrosis.
Kegunaan biopsy hati : membedakan steatosis non alkoholik
dengan perlemakan tanpa atau disertai inflamasi,
menyingkirkan etiologi penyakit hati lain, memperkirakan
prognosis, dan menilai progresi fibrosis dari waktu ke waktu.
Grading dan staging NAFL.
Pemeriksaan Populasi Spesimen Nilai Rujukan
Plasma atau serum 6 - 20 mg/dL
Ureum -
Urin 24 jam 12 - 20 mg/dL
Laki-laki Plasma atau serum 0,6 – 1,2 mg/dL
Kreatinin
Perempuan Plasma atau serum 0,5 – 1,1 mg/dL
97 - 137 mL/menit
Laki-laki Urin 24 jam
Kreatinin per 1,73 m2
Klirens 88 - 128 mL/menit
Perempuan Urin 24 jam
per 1,73 m2
Laki-laki
Plasma atau serum 3,5-7,2 mg/dL
dewasa
Perempuan
Asam Urat Plasma atau serum 2,6 – 6,0 mg/dL
dewasa
Anak Plasma atau serum 2,0 – 5,5 mg/dL
Dewasa Urin 24 jam 250 – 750 mg/dL
1.3 Standar Kelaikan Kerja Pelaut
1.3.1 Gangguan Penglihatan
Standar Minimum Penglihatan sesuai dengan Standar
STCW Bagian A-1/9, antara lain standar penglihatan
internasional bagi Pelaut sesuai dengan tabel dibawah ini. Standar
tersebut dapat digunakan sebagai standar minimum penglihatan
bagi Pelaut dalam pengoperasian Kapal.
Dokter yang melakukan pemeriksaan dapat menentukan standar
yang berbeda dengan standar pada tabel berdasarkan evaluasi
kesehatan yang berkaitan dengan kemampuan seseorang
melaksanakan pekerjaan di Kapal. Namun bila tajam penglihatan
dengan bantuan pada salah satu mata lebih rendah dari standar,
maka tajam penglihatan yang lain harus sedikitnya 0,2 lebih tinggi
dari pada standar yang tercantum pada tabel. Tajam penglihatan
tanpa bantuan pada mata yang lebih baik harus sedikitnya 0,1.
Bagi yang berkaca mata atau menggunakan lensa kontak harus
mempunyai cadangan kaca mata di Kapal. Bila dibutuhkan
penggunaan alat bantu penglihatan agar memenuhi standar
penglihatan, harus dicantumkan pada sertifikat dan ditandatangani
(disahkan). Mata Pelaut harus bebas dari penyakit. Setiap kelainan
patologis yang permanen atau progresif tanpa menunjukkan tanda-
tanda kesembuhan akan dijadikan alasan untuk menyatakan tidak
sehat.
Standar Minimum Penglihatan sesuai dengan Standar STCW
Bagian A-1/9.
Notes :
1. Value given in Snellen decimal notation.
2. A value of at least in one eye is recommended to reduce the
risk of undetected underlying eye diseace.
3. As defined in the International Recommendations for Colour
Vision Requirements for Transport by the Commision
Internationale de I’Eclairage (CIE-143-2001 including any
subsequent versions).
4. Subject to assessment by a clinical vision specialist where
indicated by initial examination findings.
5. Engine departement personnel shall have a combined eyesight
vision of at least 0.4.
6. CIE colour vision standard 1 or 2.
7. CIE colour vision standard 1, 2 or 3.