Disusun oleh:
Dyah Handayani Nastiti
NIPP. 1913020048
Pembimbing:
dr. Dony Ardianto, Sp.S
Disusun oleh:
Dyah Handayani Nastiti
NIPP. 1913020048
Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal: ________ / ____ November 2019
Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 50 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Kalinanas RT 01 / RW 05 Wonosegoro, Boyolali
Tanggal Masuk : 08 November 2019
Nomor CM : 19-20-433807
B. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Bicara Pelo
C. PEMERIKSAAN FISIK
Hari / Tanggal : Jumat / 08 November 2019
1. Status Generalisata
Kesan Umum Tampak sakit
Kesadaran IGD Bangsal
Compos Mentis Compos Mentis
GCS : E4V5M6 (IGD) GCS : E4V5M6 (BANGSAL)
Vital Signs IGD BANGSAL
TD: 160/100 mmhg TD: 150/90 mmhg
/Tanda-Tanda
HR : 88x/menit HR: 80x/menit
Vital
RR : 20x/menit RR: 20x/menit
o
S : 39, C S: 37, 2 o C
SpO2: 98 % SpO 2 : 98 %
Kepala dan Leher
Inspeksi Normocepal, wajah terlihat simetris, tak tampak
adanya jejas, conjungtiva anemis (-/-), Sklera
Ikterik (-/-)
Palpasi Pembesaran limfonodi (-), trakea teraba di garis
tengah.
Thorax
Inspeksi Bentuk dada simetris, tidak terdapat jejas dan
kelainan bentuk, tidak terdapat deformitas.
Palpasi Pulmo : Tidak ada ketertinggalan gerak dan vocal
fremitus tidak ada peningkatan maupun penurunan
Perkusi Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi Pulmo : Suara vesikular dasar (SDV) : +/+ (positif
dilapang paru kanan dan kiri)
Suara ronkhi: -/- , Wheezing : -/-
Ekstremitas
Inspeksi Edema (-), jejas (-)
Palpasi Pitting edema (-), akral hangat, CRT < 2 detik
D. Status Neurologis
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15 à Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6
Dextra Sinistra
Daya pembau Normosmia Normosmia
2. Nervus Optikus
Dextra Sinistra
Tajam Penglihatan Normal Normal
Lapang Pandang Normal Normal
Pengenalan Warna Normal Normal
Funduskopi
Papil edema Tidak dilakukan
Arteri : Vena
3. Nervus Okulomotorius
Dextra Sinistra
Ptosis - -
Gerakan Bola Mata
Baik Baik
Medial
Atas Baik Baik
Bawah Baik Baik
Ukuran Pupil Pupil bulat isokor Ø ODS 3 mm
Akomodasi + +
4. Nervus Trokhlearis
Dextra Sinistra
Gerakan Mata Medial Bawah Baik Baik
Diplopia Negative Negative
5. Nervus Trigeminus
Menggigit Normal
Membuka mulut Normal
Sensibilitas
+ +
Oftalmikus
Maksilaris + +
Mandibularis + +
Refleks kornea Tidak dilakukan
Refleks bersin Tidak dilakukan
6. Nervus Abdusens
Dextra Sinistra
Gerakan mata ke lateral + +
Nistagmus Negative
7. Nervus Facialis
Dextra Sinistra
Mengangkat alis + +
Kerutan dahi + +
Menutup mata Normal Normal
Meringis Sulit dinilai Sulit dinilai
Mengedip Normal Normal
Mengembungkan pipi Sulit dinilai Sulit dinilai
8. Nervus Vestibulochoclearis
Dextra Sinistra
Tes bisik Normal Normal
Tes Rinne
Tes Weber Tidak dilakukan
Tes Schwabach
Dextra Sinistra
Memalingkan kepala Baik Baik
Mengangkat bahu Baik Baik
Sikap bahu Baik Baik
Trofi otot bahu Baik Baik
c. Pemeriksaan Ekstremitas
1. Pemeriksaan ekstremitas atas
Pemeriksaan Kanan Kiri
Motorik
Pergerakan (+) (+)
Kekuatan 5 5
Tonus Normal Normal
Sensibilitas
Taktil (+) (+)
Nyeri (+) (+)
Gerakan Involunteer
Tremor (-) (-)
Atetosis (-) (-)
Chorea (-) (-)
Tics (-) (-)
(-) (-)
Refleks fisiologis
Biseps (++) (++)
Triseps (++) (++)
Brachioradialis (++) (++)
Refleks patologis
Tromner (-) (-)
Hoffman (-) (-)
f. Pemeriksaan Laboratorium
-
g. Pemeriksaan Radiologi (CT Scan tanpa kontras)
Hasil :
- Tak tampak soft tissue swelling extracranial
- Gyri, sulci dan fissura sylvii tak prominent
- Batas white matter dan grey matter tegas
- Midline ditengah tidak terdeviasi
- Tampak lesi heterogen isodens - hiperdens (21 HU – 63 HU) dilobus
parietal sinistra, batas tegas lobulated ukuran lk. (3,2 x 3,8 x 3,9) cm,
perifokal edema (+)
- Ventrikel lateralis sinistra menyempit
- Air cellulae mastoidea dan SPN normodens
Kesan :
- SOL lobus parietalis sinistra dengan perifokal edema, dd/ 1. Massa, 2.
Sub acute ICH
E. Assesment
Diagnosis Klinis : Pareses N. XII dextra tipe sentral
Diagnosis Topis : Intrakranial, Lobus parietal sinistra
Diagnosis Etiologi : Space Occupying Lesion
A. Penatalaksanaan / Planning
1. Non Medikamentosa
Bed rest
2. Medikamentosa
1. Umum
Stabilisasi airway, breathing, circulation
Observasi tanda-tanda vital
Head up 20 - 30˚
2. Medikamentosa
IVFD Asering Loading 500 cc dilanjut 20 tpm
Manitol 6 x 75 cc
Injeksi Citicolin 2 x 500 mg
Injeksi Omeprazol 2 x 1 Vial
Infus Paracetamol 1000 gram extra, lanjut 500mg / 8 jam
3. Edukasi
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit pasien,
penyebab, faktor pencetus dan penatalaksanaan.
B. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad malam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo ad sanationam : Dubia ad malam
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1.2 Epidemiologi
Berdasarkan penelitian terdapat 42 kasus SOL mempengaruhi
rongga intrakranial dan tulang belakang. 39 kasus berasal dari otak dan
selaput-selaput otak dan 3 berasal dari lumbar pinalis. Dari 39 kasus, 26
(67%) adalah akibat tumor dan 13(33%) adalah akibat infeksi, terutama
tuberculosis. Dari data tersebut terdapat 6 kasus astrocytoma dan 3 kasus
meningioma. Dalam kasus tersebut masing-masing terdapat 2 kasus lagi
yakni, pilocytic astrocytoma and medulloblastoma. Selain itu juga terdapat
kasus pineal tumour, craniopharyngioma, pituitary adenoma, vestibular
schwannoma dan oligodendroglioma dan 6 kasus indeterminate . ada 3
kasus SOL yang mengenai spinal yakni arachnoiditis, subdural abscess
dan tuberculoma.2
2.1.3. Etiologi
a. Kontusio serebri
Konstusio serebri merupakan cedera kepala berat, dimana otak
mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi.
Pasien berada pada periode tidak sadarkan diri. Gejala akan muncul
dan lebih khas. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi
lemah, pernapasan dangkal, kulit dingin dan pucat. Sering terjadi
defekasi dan berkemih tanpa disadari. Pasien dapat diusahakan untuk
bangun tetapi segera masuk kembali ke dalam keadaan tidak sadar.
Tekanan darah dan suhu subnormal dan gambaran sama dengan syok.
Umumnya, individu yang mengalami cedera luas mengalami
fungsi motorik abnormal, gerakan mata abnormal dan peningkatan
TIK mempunyai prognosis yang buruk. Sebaliknya, pasien dapat
mengalami pemulihan kesadaran komplet dan mungkin melewati
tahap rangsang serebral.
b. Hematoma
Hematoma (pengumpulan darah) yang terjadi di dalam kubah
cranial adalah akibat paling serius dari cidera kepala. Hematoma
disebut sebagai epidural, subdural atau intraserebral, bergantung
pada lokasinya. Efek utama adalah seringkali lambat sampai
hematoma tersebut cukup besar untuk menyebabkan distorsi dan
herniasi otak serta peningkatan TIK.
c. Infark
Sebuah infark otak terjadi bila pembuluh darah yang memasok
bagian dari otak tersumbat atau kebocoran terjadi di luar dinding
pembuluh darah.
d. Abses
Abses otak merupakan kumpulan dari unsur-unsur infeksius
dalam jaringan otak. Ini dapat terjadi melalui invasi otak langsung
dari trauma intrakranial atau pembedahan. Melalui penyebaran
infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga dan gigi (infeksi sinus
paranasal, otitis media, sepsis gigi) atau melalui penyebaran infeksi
dari organ lain (abses paru-paru, endokarditis infektif) dan dapat
menjadi komplikasi yang berhubungan dengan beberapa bentuk
meningitis. Abses otak merupakan komplikasi yang dikaitkan
dengan beberapa bentuk meningitis. Abses otak adalah komplikasi
yang meningkat pada pasien yang sistem imunnya disupresi baik
karena terapi atau penyakit.
e. Tumor Intrakranial
f. Defisisensi imunologi dan congenital.5
2.1.4. Klasifikasi
A. Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi:
1. Jinak
a. Acoustic Neuroma
b. Meningioma
c. Pituitary adenoma
d. Astrocytoma (grade1)
2. Malignant
a. Astrocytoma (grade 2)
b.Oligodendroglioma
c. Apendymoma
B. Berdasarkan lokasi tumor dapat dibagi menjadi :
1. Tumor Intradural
a. Ekstramedular
b. Cleurofibroma
c. Meningioma Intramedular
d. Apendimoma
e. Astrocytoma
f. Oligodendroglioma
g. Hemangioblastoma
2. Tumor ekstradural
Merupakan metastase dari lesi primer.4
2.1.5. Patofisiologi
Peningkatan tekanan intracranial adalah suatu mekanisme yang
diakibatkan oleh beberapa kondisi neurologi. Isi dari cranial adalah
jaringan otak, pembuluh darah dan cairan serebrospinal. Bila terjadi
peningkatan satu dari isi cranial mengakibatkan peningkatan tekanan
intracranial, sebab ruang cranial keras, tertutup tidak bisa berkembang.
Peningkatan satu dari beberapa isi cranial biasanya disertai dengan
pertukaran timbale balik dalam satu volume yang satu dengan yang lain.
Jaringan otak tidak dapat berkembang, tanpa berepengaruh serius pada
aliran dan jumlah cairan serebrospinal dan sirkulasi serebral. Space
Occupaying Lesion (SOL) menggantikan dan merubah jaringan otak
sebagai suatu peningkatan tekanan. Peningkatan tekanan dapat secara
lambat (sehari/seminggu) atau secara cepat, hal ini tergantung pada
penyebabnya. Pada pertama kali satu hemisphere akan dipengaruhi.
Peningkatan tekanan intracranial dalam ruang kranial pada pertama
kali dapat dikompensasi dengan menekan vena dan pemindahan cairan
serebrospinal. Bila tekanan makin lama makin meningkat, aliran darah ke
serebral akan menurun dan perfusi menjadi tidak adekuat, maka akan
meningkatkan PCO2 dan menurunkan PO2 dan PH. Hal ini akan
mnyebabkan vasodilatasi dan edema serebri. Edema lebih lanjut akan
meningkatkan tekanan intracranial yang lebih berat dan akan meyebabkan
kompresi jaringan saraf.
Pada saat tekanan melampaui kemampuan otak untuk
berkompensasi, maka untuk meringankan tekanan, otak memindahkan ke
bagian kaudal atau herniasi kebawah. Sebagian akibat dari herniasi, batang
otak akan terkena pada berbagai tingkat, yang mana penekanannya bisa
mengenai pusat vasomotor, arteri serebral posterior, saraf okulomotorik,
traktus kortikospinal, dan serabut-serabut saraf ascending reticular
activating system. Akibatnya akan mengganggu mekanisme kesadaran,
pengaturan tekanan darah, denyut nadi pernafasan dan temperature.4
3.1.7. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yaitu melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik neurologik yang teliti serta pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan seperti ada
tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik
neurologik ditemukana adanya gejala seperti edema papil dan defisit lapangan
pandang.8
Perubahan tanda vital pada kasus SOL intrakranial meliputi:
1. Denyut nadi
Denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan TIK,
terutama pada anak-anak. Bradikardi merupakan mekanisme yang mungkin
terjadi untuk mensuplai darah ke otak dan mekanisme ini dikontrol oleh
tekanan pada mekanisme refleks vagal yang terdapat dimedulla.
2. Pernapasan
Pada saat kesadaran menurun, korteks serebri akan lebih tertekan
daripada batang otak pada pasien dewasa, perubahan pernapasan ini
normalnya akan diikuti dengan penurunan level dari kesadaran. Perubahan
pola pernapasan adalah hasil dari tekanan langsung pada batang otak.
3. Tekanan darah
Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari
peningkatan tekanan intrakranial, terutama pada anak-anak. Dengan
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah akan meningkat
sebagai mekanisme kompensasi, sehingga terjadi penurunan dari denyut nadi
disertai dengan perubahan pola pernapasan. Apabila kondisi ini terus
berlangsung, maka tekanan darah akan mulai turun.
4. Suhu tubuh
Selama mekanisme kompensasi dari peningkatan TIK, suhu tubuh
akaN tetap stabil. Ketika mekanisme dekompensasi berubah, peningkatan
suhu tubuh akan muncul akibat dari disfungsi dari hipotalamus atau edema
pada traktus yang menghubungkannya.
5. Reaksi pupil
Serabut saraf simpatis menyebabkan otot pupil berdilatasi. Reaksi
pupil yang lebih lambat dari normalnya dapat ditemukan pada kondisi yang
menyebabkan penekanan pada nervus okulomotorius, seperti edema otak atau
lesi pada otak.
9. Angiography
Angiography tidak sealu dilakukan, tetapi pemeriksaan ini perlu
dilakukan untuk beberapa jenis tumor. pemeriksaan ini membantu ahli
bedah untuk mengetahui pembuluh darah mana saja yang mensuplai area
tumor, terutama apabila terlibat embuluh darah besar. Pemeriksaan ini
penting dilakukan terutama untuk tumor yang tumbuh ke bagian sangat
dalam dari otak.8
2.1.9. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Jika hasil CT-Scan didapati adanya tumor, dapat dilakukan
pembedahan. Ada pembedahan total dan parsial, hal ini tergantung jenis
tumornya. Pada kasus abses seperti loculated abscess, pembesran abses
walaupun sudah diberi antibiotik yang sesuai, ataupun terjadi impending
herniation. Sedangkan pada subdural hematoma, operasi dekompresi harus
segera dilakukan jika terdapat subdural hematoma akut dengan middle
shift > 5 mm. Operasi juga direkomendasikan pada subdural hematoma
akut dengan ketebalan lebih dari 1 cm.7
2. Radioterapi
Ada beberapa jenis tumor yang sensitif terhadap radioterapi,
seperti low grade glioma. Selain itu radioterapi juga digunakan sebagai
lanjutan terapi dari pembedahan parsial.7
3. Kemoterapi
Terapi utama jenis limpoma adalah kemoterapi. Tetapi untuk
oligodendroglioma dan beberapa astrocytoma yang berat, kemoterapi
hanya digunakan sebagai terapi tambahan.7
4. Antikolvusan
Mengontrol kejang merupakan bagian terapi yang penting pada
pasien dengan gejala klinis kejang. Pasien SOL sering mengalami
peningkatan tekanan intrakranial, yang salah satu gejala klinis yang sering
terjadi adalah kejang.7
Phenytoin (300-400mg/kali) adalah yang paling umum digunakan.
Selain itu dapat juga digunakan carbamazepine (600-1000mg/hari),
phenobarbital (90-150mg/hari) dan asam valproat (750-1500mg/hari).7
5. Antibiotik
Jika dari hasil pemeriksaan diketahui adanya abses, maka
antibiotik merupakan salah satu terapi yang harus diberikan. Berikan
antibiotik intravena, sesuai kultur ataupun sesuai data empiris yang ada.
Antibiotik diberikan 4-6 minggu atau lebih, hal ini disesuaikan dengan
hasil pencitraan, apakah ukuran abses sudah berkurang atau belum.
Carbapenem, fluorokuinolon, aztreonam memiliki penetrasi yang bagus ke
sistem saraf pusat, tetapi harus memperhatikan dosis yang diberikan
(tergantung berat badan dan fungsi ginjal) untuk mencegah toksisitas.9
6. Kortikosteroid
Kortikosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangu
tekana intrakranial. Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat.
Dexamethasone adalah kortikosteroid yang dipilh karena aktivitas
mineralkortikoid yang minimal. Dosisnya dapat diberikan mulai dari
16mg/hari, tetapi dosisnya dapat ditambahkan maupun dikurangi untuk
mencapai dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol gejala neurologik.6
7. Head up 30-45˚
Berfungsi untuk mengoptimalkan venous return dari kepala,
sehingga akan membantu mengurangi TIK.7
8. Menghindari Terjadinya Hiperkapnia
PaCO2 harus dipertahankan dibawah 40 mmHg, karena
hiperkapnia dapat menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah ke
otak sehingga terjadi peningkatan TIK, dengan cara hiperventilasi ringan
disertai dengan analisa gas darah untuk menghindari global iskemia pada
otak.7
9. Diuretika Osmosis
Manitol 20% dengan dosis 0,25-1 gr/kgBB diberikan cepat dalam
30-60 menit untuk membantu mengurangi peningakatan TIK dan dapat
mencegah edema serebri.7
2.1.10. Prognosis
SOL intrakranial tergantung pada penyebabnya. Berdasarkan data
di negara-negara maju, dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang
tepat melalui pembedahan dilanjutkan dengan radioterapi, angka
ketahanan hidup 5 tahun berkisar 50-60 % dan angka ketahanan hidup 10
tahun berkisar 30-40 %. Terapi SOL yang disebabkan oleh tumor
intrakranial di Indonesia secara umum prognosisnya masih buruk,
berdasarkan tindakan operatif yang dilakukan pada beberapa rumah sakit
di Jakarta.
b. 2. HIV
2.2.1. Etiologi
HIV merupakan virus RNA dari famili Retrovirus dan subfamili
Lentiviridae. Dikenal ada dua serotipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2. Secara
morfologis HIV-1 berbentuk bulat yang terdiri atas bagian inti (core) dan
selubung (envelope).Molekul RNA dikelilingi suatu kapsid berlapis dua dan
suatu membran selubung yang mengandung protein. Komponen membran luar
tersusun dari dua lapis lipid dan terdapat glikoprotein spesifik menyerupai
jarum yang terdiri atas gp120, yang mampu berinteraksi dengan reseptor CD4
dan core reseptor CXCR4 dan CCR5 yang terdapat pada sel target, dan gp41
yang mendorong terjadinya fusi membran HIV dengan membran sel target.
Glikoprotein tersebut mempuyai peranan penting dalam proses infeksi karena
mempunyai afinitas yang besar dengan reseptor CD4 dan core reseptor
CXCR4 dan CCR5 sel target. Bagian inti HIV tersusun dari rangkaian protein
matrix p17, rangkaian nukleocapsid dari protein p24, protein inti terdiri atas
genom RNA dan enzim reverse transcriptase yang dapat mengubah RNA
menjadi DNA pada proses replikasi. Genom HIV terdiri atas ssRNA (2 untai
yang identik dengan masing-masing 9,2kb). Pada genom HIV terdapat gen
yang berperan untuk menyandi sintesis protein inti, enzim reverse
transcriptase maupun memandu kinerja glikoprotein dari selubung.
2.2.5. Penatalaksanaan
HIV/AIDS sampai saai ini memang belum dapat disembuhkan secara total.
Namun, data selama 8 tahun terakhir menunjukkan bukti yang amat
meyakinkan bahwa pengobatan dengan kombinasi beberapa obat anti HIV
(obat anti retroviral ARV) bermanfaat menurunkan morbiditas dan mortalitas
dini akibat infeksi HIV. Orang dengan HIV/AIDS menjadi lebih sehat, dapat
bekerja normal dan produktif. Manfaat ARV dicapai melalui pulihnya sistem
kekebalan akibat HIV dan pulihnya kerentanan odha terhadap infeksi
oportunistik.
Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis yaitu:
a. Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat ARV
b. Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang
menyertai infeksi HIV/AIDS seperti jamur, tuberkulosis, hepatitis,
toksoplasma, sarkoma kaposi’s, limfoma, kanker serviks
c. Pengobatan suportif yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih
baik dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan
dukungan agama serta juga tidur yang cukup dan perlu menjaga
kebersihan.
Dengan pengobatan yang lengkap tersebut, angka kematian dapat
ditekan, harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik amat
berkurang.
BAB III
PEMBAHASAN
Assesment
Diagnosis Klinis : Pareses N. VII dextra tipe sentral dan Pareses . N.
XII dextra tipe sentral
Diagnosis Topis : Intrakranial, Lobus parietal sinistra
Diagnosis Etiologi : Space Occupying Lesion
Penatalaksanaan / Planning
1. Non Medikamentosa
Bed rest
2. Medikamentosa
Umum
Stabilisasi airway, breathing, circulation
Observasi tanda-tanda vital
Head up 20 - 30˚
Medikamentosa
IVFD Asering Loading 500 cc dilanjut 20 tpm
Manitol 6 x 75 cc
Injeksi Citicolin 2 x 500 mg
Injeksi Omeprazol 2 x 1 Vial
Infus Paracetamol 1000 gram extra, lanjut 500mg / 8 jam
Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad malam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo ad sanationam : Dubia ad malam
3. Tumor Otak dalam Buku Ajar Neurologi Klinis edisi I, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta, 1999 : 201 – 207 (Dilihat dari :
https://yayanakhyar.wordpress.com/2008/10/23/602/)
4. Ningrum, F.Y., 2013. Space Occupaying Lesion ( SOL). Available from:
http://www.scribd.com/doc/123949291/referat-SOL [Last accessed 7th
December 2014]
5. Widyalaksono, A., 2012. SOL Space Occupayimg Lesion. Available from:
http://www.scribd.com/doc/129372631/CR-SOL [Last accessed 7th
December 2014]
6. Lombardo MC. 2006. Cedera Sistem Saraf Pusat. Dalam: Price SA,
Wilson LM, eds. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. Volume 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
7. Wilkinson, Iain. 2005. Brain Tumour. Essential Neurology, 4th Edition.
Page 45.
8. Meagher, R.J., & Lutsep, H.L. 2013. Subdural Hematoma. Dipetik
Desember 10, 2013, dari http://emedicine.medscape.com/article/113720.
[Last accessed 7th Desember 2014]
9. Japardi, I. 2004 Cedera Kepala: Memahami Aspek-Aspek Penting dalam
Pengelolaan Penderita Cedera Kepala. Jakarta Barat: Bhuana Ilmu
Populer.
Dilihat dari : http://documents.tips/documents/neurologi-sol.html