Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PEMBACAAN PORTOFOLIO

BAGIAN KARDIOLOGI

RABU,1 JULI 2020

Nama : Yenni Maulani Jufri

Stambuk : 11120192040

Pembimbing : dr. Wisudawan, Sp.JP-FIHA, M.Kes & dr. Nurhikmahwati, M. Kes, Sp.JP-
FIHA

KESIMPULAN :

 COR PULMONAL:
Setelah pasien didiagnosis PAH, ada 2 hal yang perlu dilakukan, yaitu
tatalaksana umum dan terapi supportif. Untuk terapi umum yang bisa diberikan
itu seperti pasien tidak disarankan untuk hamil, disarankan untuk melakukan
imunisasi influenza dan pneumococcal infection dan support psikososial.
Kemudian untuk terapi suportifnya seperti pemberian diuretic pada pasien PAH
dengan gejala gagal jantung kanan dan resistensi cairan, juga direkomendasikan
untuk terapi oksigen jangka Panjang pada pasien dengan TD kurang dari
60mmHg. Selain itu pasien dengan PAH harus melakukan vasoreactive test
terlebih dahulu. Untuk pasien yang vasoreaktif, maka dilakukan terapi dengan
pemberian CCB dosis tinggi, dimana pasien juga disarankan untuk melaukan
pemeriksaan lengkap kembali setelah 3-4 bulan menjalani terapi dengan CCB
dosis tinggi. Sedangkan CCB dosis tinggi ini tidak direkomendasikan pada
pasien yang tidak vasoreaktif. Kemudian apabila setelah pemeriksaan
vasoreaktif dan pasien tersebut tidak vasoreaktif, maka penting untuk
membedakan pasiennya, apakah pasien tersebut masuk ke dalam golongan
resiko sedang-rendah atau pasien yang beresiko tinggi. Dengan itu kita dapat
menentuan terapinya, apakah dilakukan pemberian monoteraphi, atau kombinasi
atau bahkan pasien memerlukan triple sequential combination. Apabila dengan
obat-obatan oasien tidak menunjukkan respon yang tidak adekuat, maka
sebaiknya dilakukan transplantasi paru-paru.
 ATRIAL FLUTTER:
Berdasarkan referensi, atrial flutter dibedakan untuk terapi akut dan terapi
kronik. Pada AF akut, hemodinamik pasien diperiksa terlebih dahulu bila pasien
yang hemodinamiknya tidak stabil, maka langsung dilakukan kardioversi. Bila
stabil, maka dilakukan rhythm control strategy yang dilakukan dengan pemberian
low-synchronized cardioversion. Namun perlu diketahui sebelumnya apakah
pasiennya hadir dengan implantable cardioverter defibrillator. Bila pasien datang
dengan ICD, maka dapat dilaukan High-rate atrial pacing.
Pada AF kronik, perlu diperhatikan apakah pasiennya bergejala atau
berulang. Apabila pasiennya bergejala, maka diliat apakah terjadi cavotricuspid
isthmus flatter. Bila terjadi maka diberikan catheter ablation. Bila tidak maka
diberikan catheher ablation in experienced centres. Untuk pasien yang tidak
bergejala, maka dapat diberikan pengobatan beta blocker atau diltiazem ataupun
verapamil. Namun bila pasien tidak ingin diberi obat-obatan, maka dapat
dilakukan catheter ablation
 SVT DAN AF:
Pada pasien dengan Atrial Fibrilasi, perlu dilakukan pemeriksaan
hemodinamik terlbeih dahulu. Pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil,
perlu dilakukan kardioversi, pada pasien yang hemodinamiknya stabil maka bisa
dilakukan pemberian ibutilide atau procainamide secara intravena ataupun
dengan pemberian flecainide atau propafenone secara intravena. Namun, bila
pengobatan tersebut tidak efektif, maka dapat langsung dilakukan kardioversi
Serupa dengan AF pada pasien SVT juga penting untuk dilakukan
pemeriksaan hemodinamik terlebih dahulu. Pasien dengan hemodinamik yang
tidak stabil, perlu dilakukan kardioversi, sedangkan pasien dengan hemodinamik
yang stabil, perlu dilakukan pemeriksaan EKG terlebih dahulu, bila kompleks
QRS pasien tersebut leba, kemungkinan itu merupakan VT atau mekanisme
yang tidak diketahui, namun masih bisa memungkinkan bila itu merupakan SVT,
kemudian perlu kita perhatikan apakah terdapat SVT dengan preeksitasi. Pada
SVT dengan preeksitasi maka pasien perlu diberikan procaidanmide,
propafenone, flecainide atau ibutilide yang diberikan secara intravena atau
dengan elektrokardioversi. Sedangkan pada pasien SVT dan bundle branch
block maka bisa dilakukan pemeriksaan EKG 12 lead secara continuous.
Kemudian dilakukan vagal maneuver, bila gagal pasien diberikan adenosine IV,
namun bila gagal lagi bisa diberikan verapamil IV, diltiazem atau beta blocker
secara IV. Namun bila tetap tidak berhasil, maka pasien diberikan
procaidanmide, propafenone, flecainide atau ibutilide yang diberikan secara
intravena atau dengan elektrokardioversi.
 VT DAN VF:
Sama dengan penjelasan yang sebelumnya, pasien harus diperiksa
hemodinamiknya terlebih dahulu, pada pasien yang hemodinamiknya tidak stabil
perlu dukan kardioversi. Namun untuk pasien yang hemodinamiknya stabli, maka
dilakukan pemeriksaan EKG 12 lead dan digali apakah pasien memiliki kelainan
struktur jantung. Pasien yang memiliki kelainan struktur jantung, dapat dilakukan
cardioversi, pemberian procainamide IV atau pemerian amiodarone/stalol IV
kemudian dilihat apakah terjadi VT terminasi, bila iya, maka dilakukan terapi
berdasarkan penyakit jantung yang mendasari, bila tidak dilakukan lagi
kardioversi bila masih belum terjadi VT terminasi maka diberikan
sedasi/anastesi, pemberian obat antiaritmia, atau dengan cardioversi. Setelah itu
dilihat apakah sudah terjadi VT terminasi, bila masih belum, maka dilakukan
cateter ablasi. Kemudian untuk pasien yang tidak memiliki kelainan jantung
bawaan, maka dapat diberikan verapamil atau beta bloker untuk terminasi akut
dari VT. Kemudia diperhatikan keefektifannya. Bila efektif, maka dilakukan terapi
untuk mencegah rekurensi. Namun bila tidak efektif, bisa dilakukan kardioversi.
Pada pasien yang menggunakan ICD dengan VT/VF diperhatikan apakah
VT/VFnya polymorfik atau monomorfik. Untuk yang polimorfik, harus diketahui
penyebabnya, bisa karena obat-obatan, elektrolit atau iskemia. Untuk
monomorfik, bisa dilakukan catheter ablation atau dengan pemberian
amiodarone atau sotalol. Bila aritmia belum terkontrol, maka dilakukan juga
catheter ablation.
 VENTRIKEL EXTRA SISTOL:
Pasien denga VES perlu di tanyakan terlebih dahulu riwayat penyakit
jantung atau dilihat hasil pemeriksaan yang menunjukkan adanya kelainan
jantung pada pasien. Apabila pasien memiliki penyakit jantung, maka
dipertimbangkan untuk dilakukan rujukan untuk evaluasi penyakit jantung dan
pengobatan dari VESnya. Namun bila pasien tidak memiliki penyait jantung,
maka diperhatikan gejala dari pasien. Pasien degan gejala yang sedang sampai
berat bisa diberikan beta blocker, nondihydropyridine atau calcium channel
antagonist. Bila pengobatannya tidak adekuat, maka di pertimbangkan untuk
dilakukan rujukan untuk menangani VES. Untuk pasien yang yang tidak
bergejala atau gejalanya ringan, maka di lakukan pemeriksaan berulang dan
dilakukan pemeriksaan untuk fungsi dari ventrikel kiri.
Dokumentasi :
ABSENSI :
1. Andini Fatmona 11120151126
2. S.ahmad gufran idrus 11120192175
3. Ancy Onasis 111970039
4. Andi fatihah risky salsabilah
5. Yenni Maulani Jufri/11120192040
6. Herika Laksmi Safitri K / 11120192044
7. Aliva Fawzia/11120192033
8. Ayu Ulfiah Azis/11120192166
9. Fiscarina/11120192125
10. Aisyah Primaputri 11120192112

Anda mungkin juga menyukai