Anda di halaman 1dari 3

Asesmen awal stroke hemoragik

1. Evaluasi dan stabilisasi ABC


2. Anamnesis untuk onset, riwayat medis, medikasi, dan penggunaan obat-obatan
3. CT scan
4. Penilaian keparahan stroke dengan skoring
NIHSS biasanya digunakan untuk stroke iskemik namun dapat digunakan juga untuk
perdarahan intraserebral. Namun pada perdarahan intraserebral pasien umumnya
memiliki kesadaran yang sangat kurang pada presentasi awal penyakit di IGD
sehingga NIHSS tidak dapat digunakan. ICH score dpaat digunakan untuk menilai
keparahan penyakit dan prognosis walaupun tidak bisa menjadi indikator tunggal
prognosis.
5. Pasien dibawa ke bagian rawat inap khusus untuk stroke atau unit perawatan
intensif untuk saraf.

Profilaksis deep vein thrombosis, hemostasis dan koagulopati, dan obat antiplatelet:
1. Pasien dengan koagulopati berat atau trombositopenia berat harus menerima terapi
pengganti faktor pembekuan atau platelet
2. Jika INR meningkat karena Vitamin K-antagonis, hentikan penggunaan antagonis
Vitamin K, perbaiki INR dan berikan Vitamin K IV. Prothrombon complex concentrate
(PCC) lebih baik untuk memperbaiki INR secara cepat dan memiliki komplikasi lebih
rendah dari Fresh Frozen Plasma (FFP).
3. Protamin sulfate dpaat diberikan untuk efek reverse heparin pada pasien dengan
perdarahan intraserebral akut
4. rFVIIa tidak direkomendasi karena risiko tromboemboli dan tidak memiliki manfaat
yang jelas
5. Jika penghentian perdarahan sudah dilakukan dan pasien memiliki mobilitas rendah
setelah 1-4 hari dari onset, low-molecular-weight heparin subkutan atau
unfractionated heparin dapat diberikan untuk mencegah tromboemboli

Tatalaksana tekanan darah:


1. Untuk pasien dengan tekanan darah sistolik antara 150-220 mmHg dan tanpa
kontraindikasi untuk terapi tekanan darah akut, penurunan akut dari sistolik
menjadi 140mmHg aman untuk dilakukan dan akan memperbaiki outcome.
2. Untuk pasien dengan tekanan darah sistolik >220mmHg, dapat dipikirkan untuk
mengurangi tekanan darah secara agresif dengan infus intravena kontinu dan
monitor tekanan darah yang sering

Kejang dan obat antikejang:


1. Kejang klinis harus diterapi dengan obat antikejang
2. Pasien dengan perubahan status mental yang memiliki bukti kejang rekam EEG
selama kejang harus diberikan obat antikejang
3. Monitor EEG secara kontinu diindikasi untuk pasien perdarahan intraserebral dengan
status mental yang buruk dan tidak sebanding jika dibandingkan dengan derajat
kerusakan otak
4. Medikasi antikejang profilaksis tidak direkomendasi

Managemen dari komplikasi medis


1. Skrining untuk disfagia harus dilakukan pada smeua pasien sebelum inisiasi
pemberian oral
2. Boleh dilakukan skrining sistematik untuk iskemik atau infark miokard dengan EKG
dan enzim jantung setelah perdarahan intraserebral

Monitor tekanan intrakranial (TIK) dan terapinya:


1. Drainase ventrikular sebagai terapi hidrosefalus dapat dilakukan, terutaam pasien
dengan penurunan kesadaran
2. Pasien dnegan GCS ≤8, dengan klinis herniasi transtentorial, perdarahan
intraventrikular atau hidrosefalus yang signifikan, dapat dilakukan monitor dan
terapi TIK. Cerebral perfusion pressure (CPP) 50-70mmHg dapat dipertahankan,
tergantung kepada atatus autoregulasi serebral pasien
3. Kortikosteroid tidak boleh diberikan untuk terapi penginkatan TIK pada perdarahan
intraserebral
4. Elevasi kepala 30o, penggunaan sedasi ringan, pemberian mannitol atau saline
hipertonik, evakuasi hematoma dan kraniektomi dekompresi

Terapi bedah untuk perdarahan intraserebral:


1. Pasien dengan perdarahan intraserebral yang kondisi neurologisnya terus memburuk
atau terdapat kompresi batang otak dan/atau hidrosefalus dari obstruksi ventrikular
harus mendapatkan tindakan bedah untuk evakuasi perdarahan secepatnya. Terapi
inisial pasien-pasien seperti ini dengan drainase ventrikular daripada evakuasi bedah
tidak dianjurkan
2. Aturan untuk evakuasi hematoma tidak secara jelas bermanfaat jika dibandingkan
dengan evakuasi hematoma saat pasien mengalami perburukan
3. Evakuasi hematoma supratentorial pada pasien yang mengalami perburukan dapat
dilakukan sebagai usaha penyelamatan hidup
4. Kraniotomi dekompresi dengan atau tanpa evakuasi hematoma dapat menurunkan
mortalitas untuk pasien dengan perdarahan supratentorial yang dal mkeadaan
koma, memiliki hematoma yang besar dan mendorong haris tengah secara
signifikan, atau peningkatan TIK-nya tidak respon dengan manajemen medis
5. Efektivitas evakuasi bekuan invasif minimal dengan aspirasi stereotaktik atau
endoskopi dengan atau tanpa penggunaan trombolitik masih belum jelas

Pencegahan perdarahan intraserebral rekuren:


1. Aaa

Terapi aneurisma

Setelah stabilisasi akut, langkanh penting selantjutnya yaitu pengamanan aneurisma


serebral yang sedang perdarahan. Dapat dipilih teknik bedah maupun endovaskular.
Pendekatan terapu tergantung kepada lokasi, morfologi, karakteristik pasien, dan profil
risiko. Jika memungkinkan, pendekatan endovaskular lebih disarankan untuk aneurisma
sirkulasi posterior seperti aneurisma ujung basilar. ISAT (the International Subarachnoid
Aneurysm Trial) mengatakan coiling endovaskular memiliki angka hidup tanpa cacat dalam 1
tahun setelah PSA yang lebih tinggi, dan pengurangan risiko terbut dapat berlangsung
setidaknya 7 tahun. Namun pendekatan endovaskular memiliki angka yang sedikit lebih
tinggi untuk rekurensi aneurisma. Risiko jangka panjang terjadinya rekurensi PSA rendah
dengan pendekatan bedah maupun endovaskular.
Alat-alat terbaru seperti flow-diverting stens dan web devices memungkinkan untuk terapi
aneurisma yang tidak bisa dengan pendekatan endovaskular maupun bedah. Terapi
aneurisma ruptur dan intak lebih populer kepada pendekatan endovaskular, namun bedah
tetap dipakai, terutama kasus yang membutuhkan evakuasi hematoma, obliterasi aneurisma
yang inkomplit, aneurisma distal. BRAT (the Barrow Ruptured Aneurysm Trial) mengatakan
lebih sedikit outcome buruk dalam 1 tahun dengan terapi endovaskular, dimana clipping
tetap menjadi terapi alternatif yang penting.

Brain injury yang berhubungan dengan PSA

Pada PSA, sebagian pasien akan mengalami perburukan neurologis yang progresif dan
mengalami brain injury walaupun setelah obliterasi perdarahan aneurisma dan perawatan
kritis. Hal ini disebabkan oleh vasospasme serebral dan brain injury iskemi (delayed cerebral
ischemia / DCI). Semua hal ini memiliki proses mekanisme yang kompleks dan multifasik.

Fase 1 : Early brain injury (0-72 jam)


Dimulai dari ruptur aneurisma akut yang akan mengarah pada elevasi transien TIK, iskemi
global transien, kaskade patologis yang mengarah kepada kerusakan dan kematian sel.

Anda mungkin juga menyukai