Disusun Oleh :
Pembimbing :
MARET 2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
Definisi WHO, stroke merupakan menifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik
fokal maupun global (menyeluruh), yang berlangsung dengan cepat, selama lebih dari 24 jam
atau berakhir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab lain selain gangguan vaskuler.
Istilah kuno apopleksia serebri sama maknanya dengan Cerebrovascular Accidents/Attacks
(CVA) dan Stroke.1
Stroke mengenai semua usia, namun sebagian besar kasus dijumpai pada orang-orang
yang berusia di atas 40 tahun. Semakin tua umur, resiko terjangkit stroke semakin besar.
Penyakit ini juga tidak mengenal jenis kelamin. Tetapi, stroke lebih banyak mengenai laki-laki
daripada perempuan. Lalu dari segi warna kulit, orang berkulit berwarna berpeluang terkena
stroke lebih besar daripada orang berkulit putih.2
Stroke adalah penyebab kecacatan nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di
dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting,
dengan 2/3 kasus stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang.3
MenurutOrganisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah
terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah meninggal dunia. Penyakit
tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia.2
Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit utama yang
menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang penyakit jantung dan kanker. Di negeri
Paman Sam ini, setiap tahun terdapat laporan 700.000 kasus stroke. Sebanyak 500.000
diantaranya kasus serangan pertama, sedangkan 200.000 kasus lainnya berupa stroke berulang.
Sebanyak 75 persen penderita stroke menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan.2
Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak
28,5 % penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total.
Hanya 15 % saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik yang
diperlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 3-6 jam.
Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil
akhir pengobatan.4
Tindakan di unit gawat darurat untuk stroke akut sebaiknya ditekankan pada hal-hal
berikut:
1. Stabilisasi pasien
2. Pemeriksaan darah, EKG dan rontgen toraks
3. Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
4. Pemeriksaan CT Scan kepala atau MRI sesegera mungkin
Pendekatan yang dilakukan di unit gawat darurat sebaiknya singkat dan terfokus pada
hal-hal berikut:
Tindakan yang harus segera dilakukan di unit gawat darurat antara lain :
1. Pemasangan jalur intravena dengan cairan normal salin 0,9% dengan kecepatan 20
ml/jam. Cairan hipotonis seperti dekstrosa 5% sebaiknya tidak digunakan karena
dapat memperhebat edema serebri.
2. Pemberian oksigen melalui nasal kanul 2-4L/ menit
3
3. Jangan memberikan apapun melalui mulut
4. Pemeriksaan EKG
5. Pemeriksaan rontgen toraks
6. Pemeriksaan darah : Darah perifer lengkap dan hitung trombosit, Kimia darah
(glukosa, ureum, kreatinin dan elektrolit), PT (Prothrombin Time)/PTT (Partial
Thromboplastin time)
7. Pemeriksaan CT Scan kepala tanpa kontras : Pasien dengan kesadaran yang sangat
menurun (stupor/koma) ataupun dengan gagal nafas perlu dipertimbangkan untuk
dilakukan tindakan intubasi sebelum CT Scan.
Masalah ini umumnya terjadi pada infark luas. Edema otak umumnya
mencapai puncaknya pada hari ke-3 sampai hari ke-5 setelah onset stroke
dan jarang menimbulkan masalah dalam 24 jam pertama. Terapi dengan
manitol bermanfaat, hindari cairan hipotonik. Steroid tidak efektif.
4
kegagalan difusi distal yang berhubungan dengan stenosis atau oklusi
yang lebih proksimal (misalnya : perluasan infark zona perbatasan internal
pada seorang pasien dengan oklusi arteri karotis interna). Heparin dapat
mencegah trombosis yang progresif dan optimalisasi status volume dan
tekanan darah yang dapat menyerupai kegagalan perfusi.
c. Mencegah stroke berulang dini (dalam 30 hari sejak onset gejala stroke)
b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia
miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan
digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau
amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.
c. Tekanan darah yang tinggi pada stroke iskemik tidak boleh terlalu cepat
diturunkan.Akibat penurunan tekanan darah yang terlalu agresif pada stroke
5
iskemik akut dapat memperluas infark dan perburukan neurologis. Aliran darah
yang meningkat akibat tekanan perfusi otak yang meningkat ‘bermanfaat bagi
daerah otak yang mendapat perfusi marginal (Penumbra Iskemik). Tetapi, tekanan
darah yang terlalu tinggi, dapat menimbulkan infark hemoragik dan memperhebat
edema serebri. Oleh sebab itu, pedoman untuk penatalaksanaan hipertensi pada
stroke iskemik akut adalah bila terdapat salah satu hal berikut :
ii. Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali
pengukuran selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik >120
mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg.
Pada tekanan darah yang sulit diturunkan dengan obat diatas atau bila diastolik > 140
mmHg secara persisten maka harus diberikan natrium nitroprusid intravena, 50 mg/250
ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan
dititrasi sampai tekanan darah yang diinginkan. Alternatif lain dapat diberikan
nitrogliserin drips 10-20 ug/menit.
6
Tekanan darah yang rendah pada stroke akut adalah tidak lazim. Bila dijumpai maka
tekanan darah harus dinaikkan dengan dopamine atau dobutamin drips serta mengobati
penyebab yang mendasarinya.
d. Pertimbangan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis
atau radiologis adanya infark hemisfer atau serebelum yang massif, kesadaran
menurun, gangguan pernafasan, atau stroke dalam evaluasi.
Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada pasien dengan infark luas yang
berhubungan dengan efek massa atau konversi/transformasi hemoragik.
Pasien stroke dengan infark miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung
atau trombus intrakardia harus diberi antikoagulan oral (warfarin) minimal 1
tahun dengan mempertahankan masa protrombin 1,5-2,5 kali kontrol / INR 2-3.
7
Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas yang adekuat
sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman dan jaga pasien agar tetap
mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan harus dinilai (perhatikan saat pasien mencoba untuk
minum)dan jika terdapat kesulitan, cairan harus di berikan melalui selang lambung (NGT) atau
intravena. Beberapa obat telah terbukti bermanfaat untuk pengobatan penyakit serebrovaskular,
obat-obatan ini dapat dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu obat anti koagulan, anti platelet
(penghambat trombosit) dan trombolitika:5
1. Anti Koagulan
Obat yang dapat mencegah terjadinya gumpalan darah dan embolisasi thrombus.
Antikoagulansia masih sering digunakan pada penderita stroke dengan kelainan jantung yang
dapat menimbulkan embolus.
a. Heparin
Pemberian heparin pada stroke iskemik akut masih dalam perdebatan para ahli.
Walaupun heparin mampu mencegah stroke berikutnya tetapi efek perdarahan
intrakranial meningkat sehingga tidak direkomendasikan pada periode akut serangan
stroke.
8
Mekanisme kerja heparin :
Efek samping : sakit kepala, pendarahan pada gusi, sakit perut, mimisan, darah pada urin.
b. Warfarin
Warfarin adalah antikoagulan oral yang mempengaruhi sintesa vitamin K yang berperan
dalam pembekuan darah sehingga terjadi deplesi faktor II, VII IX dan X.
Merupakan antikoagulan yang efektif mencegah stroke pada pasien dengan atrial
fibrilasi.
Warfarin diberikan sampai tercapai target INR (International Normalized Ratio) = 2,5
(2,0-3,0) dengan dosis pemeliharaan 5 mg/hari.
Monitor harus dilakukan karena resiko perdarahan. INR dievaluasi setiap 2 hari,
kemudian 2-3 x seminggu, kemudian 1-2 minggu sekali.
Dosis : dosis inisial dimulai dengan 2-5mg/hari dan dosis pemeliharaan 2-10mg/ hari.
Eek samping : perdarahan dari organ, nekrosis kulit, alopesia, urtikaria, dermatitis, mual,
diare, kram perut, hipersensitivitas.
9
2. Anti Platelet
Obat yang termasuk golongan ini adalah aspirin, dipiridamol, tiklopidin, idobufen,
epoprostenol, clopidogrel.
a. Aspirin
Aspirin juga menghambat aktifitas prostasiklin (PGI2) pada otot polos dinding vaskular.
Dosis : penggunaan aspirin dengan loading dose 325mg dan dilanjutkan dengan dosis 75-
100mg/hari dalam 24-48 jam setelah gejala stroke.
Efek samping : rasa tidak enak pada gastrointestinal, perdarahan dan alergi.
b. Dipiridamol
Digunakan sebagai terapi tambahan atau kombinasi dengan aspirin dalam bentuk
extended release
Dipiridamol bekerja dengan menghambat agregasi platelet pada dosis tinggi, dengan
menghambat fosfodiesterase yang menyebabkan akumulasi cyclic adenosine
monophosphate (cAMP) dan cyclic guanosine monophosphate (cGMP) intrasel, yang
mencegah aktivasi platelet.
Dosis : oral 300-600mg sehari dalam 3-4 dosis terbagi sebelum makan.
Efek samping : yang kadang menyebabkan obat harus dihentikan adalah efek pada
gastrointestinal dan sakit kepala (AHFS, 2005; Fagan et al., 2005).
10
c. Tiklopidin
Tiklopidin adalah produk tienopiridin, Cara kerjanya menghambat jalan adenosin difosfat
(ADP) pada agregasi platelet dan menghambat faktor-faktor yang diketahui merupakan
stimuli agregasi platelet, Efek ini menyebabkan perubahan membran platelet dan
interaksi membran-fibrinogenik menyebabkan penghambatan reseptor platelet
glikoprotein IIb/IIIa.
Dosis : 250mg 2 x sehari dapat digunakan sebagai alternatif antiplatelet pada pasien yang
mengalami intoleransi aspirin.
Efek samping :menekan sumsum tulang yang menyebabkan neutropenia, rash, diare, dan
kenaikan serum kolesterol.
d. Clopidogrel
Merupakan obat yang berfungsi untuk mencegah trombosit (platelet) saling menempel
yang beresiko membentuk gumpalan darah.
Efek samping : mimisan, sakit kepala, batuk darah, konstipasi atau diare dan rash
Mekanisme kerja obat : clopidogrel bekerja secara selektif menghambat adenosin difosfat
(ADP) untuk mengikat reseptor platelet P2Y12 yang berperan penting dalam agregasi
platelet dan pengikatan oleh protein fibrin. Senyawa ini juga mengaktivasi glikoprotein
komplek GPIIb/IIIa yang merupakan reseptor besar dari fibrinogen sehingga agregasi
trombosit dapat dikurangi.
11
3. Trombolitik
Pemberian trombolitik merupakan terapi pilihan pada pasien dengan stroke iskemik akut.
Terapi ini hanya boleh diberikan dalam waktu 3 jam dari awal munculnya gejala stroke,
jika lebih dari itu dapat menyebabkan perdarahan otak. Obat trombolitik yang digunakan
adalah rt-PA (recombinant tisue plasminogen activator) seperti alteplase.
Obat yang termasuk golongan ini adalah streptokinase, alteplase, urokinase, dan reteplase.
a. Alteplase
Indikasi : terapi trombolitik pada infark miokard akut, embolisme paru, dan stroke
iskemik akut. Terapi harus dilakukan selama 3 jam setelah terjadinya onset gejala dan
dipastikan tidak mengalami perdarahan intrakranial dengan CT-Scan.
Kontraindikasi : Pasien yang mengalami resiko tinggi perdarahan, pasien yang
menerima antikoagulan oral (warfarin), perdarahan retinopati, neoplasma intrakranial.
12
Dosis : Alteplase diberikan dengan dosis 0,9mg/kgbb (dosis maksimal 90 mg), 10%
pertama diberikan secara bolus IV, sisanya diberikan melalui infus selama 1 jam.
Pemasukan dosis 0,09mg/kgbb (10% dari dosis 0,9mg/kgbb) secara bolus intravena
selama 1 menit diikuti dengan 0,81mg/kgbb (90% dari dosis 0,9mg/kgbb) sebagai
lanjutan infus selama 60 menit.
b. Reteplase
Indikasi : infark miokard akut
Dosis : injeksi intravena 10 unit diberikan selama maksimal 2 menit, diikuti dengan
dosis 10 unit setelah 30 menit.
c. Streptokinase
Indikasi : trombosis vena dalam, embolisme paru, tromboemboli arterial akut, infark
miokard akut.
Dosis : pada trombosis vena dalam, embolisme paru, tromboemboli arterial akut
diberikan infus intravena 250.000 unit selama 30 menit kemudian 100.000 unit setiap
jam selama sampai dengan 24-72 jam. Pada kondisi infark miokard 1.500.000 unit
selama 60 menit.
d. Urokinase
Indikasi : trombosis lintas srteri-vena dan kanula intravena, trombolisis pada mata,
trombosis vena dalam, embolisme paru, oklusi vaskular perifer.
Dosis : infus intravena 4400 unit/kgbb selama 10 menit,, kemudian 4400 unit/kgbb/jam
selama 12 jam pada embolisme paru atau 12-24 jam pada trombosis vena dalam.
13
BAB III
KESIMPULAN
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang
oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat
berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan kecacatan atau kematian.
Stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli ekstrakranial atau trombosis
intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran
serebral.
Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik yang
diperlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 3-6 jam.
Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil
akhir pengobatan.
Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas yang adekuat
sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman dan jaga pasien agar tetap
mendapat hidrasi dan nutrisi.Menelan harus dinilai (perhatikan saat pasien mencoba untuk
minum) dan jika terdapat kesulitan, cairan harus di berikan melalui selang lambung (NGT) atau
intravena.
Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik antara lain memulihkan iskemik akut yang
sedang berlangsung (3-6 jam pertama) menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan
tissue-plasminogen activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil
CT scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di rumah sakit yang
fasilitasnya lengkap, mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam dan
mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke terapi dengan heparin.
14
DAFTAR PUSTAKA
2. Sutrisno, Alfred. Stroke? You Must Know Before you Get It!. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2007; hal: 1-13
15