PENDAHULUAN
2.1 DEFINISI
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang
ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi
insulin absolut atau relatif (Soewondo, 2009).
2.2 EPIDEMIOLOGI
Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester, menunjukkan bahwa insiden ketoasidosis
diabetik sebesar 8 per 1000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok umur, sedangkan untuk
kelompok umur kurang dari 30 tahun sebesar 13,4 per 1000 pasien DM per tahun (Soewondo,
2009). Sumber lain menyebutkan insiden ketoasidosis diabetik sebesar 4,6-8/1000 pasien DM
per tahun (Chiasson, 2003). Ketoasidosis diabetik dilaporkan bertanggung jawab untuk lebih dari
100.000 pasien yang dirawat per tahun di Amerika Serikat (Umpierrez, 2002).
Walaupun data komunitas di Indonesia belum ada, agaknya insiden ketoasidosis diabetik
di Indonesia tidak sebanyak di negara barat, mengingat prevalensi DM tipe 1 yang rendah.
Laporan insiden ketoasidosis diabetik di Indonesia umumnya berasal dari data rumah sakit dan
terutama pada pasien DM tipe 2 (Soewondo, 2009). Angka kematian pasien dengan ketoasidosis
diabetik di negara maju kurang dari 5% pada banyak senter, beberapa sumber lain menyebutkan
5-10%, 2-10%, atau 9-10% (Soewondo, 2009).
2.3 ETIOLOGI
Semua kelainan pada ketoasidosis diabetik disebabkan oleh kekurangan insulin baik
absolut maupun relatif yang berkembang dalam beberapa jam atau hari. Pada pasien DM yang
telah diketahui sebelumnya disebabkan oleh kekurangan pemberian kebutuhan insulin eksogen
atau karena peningkatan kebutuhan insulin akibat keadaan atau stres tertentu.
Stress tersebut dapat berupa :
a. Infeksi
b. Kelainan vaskuler (infark miokard akut)
c. Kelainan endokrin (hipertyroidisme, sindroma chusing)
d. Trauma
e. Kehamilan
f. Stres emosional
g. Peningkatan hormone kontrainsulin (epinefrin, kortisol, glukagon)
(Guntur, 2010).
2.4 PATOFISOLOGI
Pada hepar, asam lemak bebas dioksidasi menjadi benda keton yang prosesnya
distimulasi terutama oleh glukagon. Peningkatan konsentrasi glukagon menurunkan ketoasidosis
diabetikar malonyl coenzyme A (CoA) dengan cara menghambat konversi piruvat menjadi acetyl
Co A melalui inhibisi acetyl Co A carboxylase, enzim pertama yang dihambat pada sintesis asam
lemak bebas. Malonyl Co A menghambat camitine palmitoyl-transferase I (CPT I), enzim untuk
transesterifikasi dari fatty acyl Co A menjadi fatty acyl camitine, yang mengakibatkan oksidasi
asam lemak menjadi benda keton. CPT I diperlukan untuk perpindahan asam lemak bebas ke
mitokondria tempat dimana asam lemak teroksidasi. Peningkatan aktivitas fatty acyl CoA dan
CPT I pada ketoasidosis diabetik mengakibatkan peningkatan ketongenesis (Gotara & Budiyasa,
2010).
Sekitar 80% pasien ketoasidosis diabetik adalah pasien DM yang sudah dikenal.
Kenyataan ini tentunya sangat membantu untuk mengenali ketoasidosis diabetik sebagai
komplikasi akut DM dan segera mengatasinya. Sesuai dengan patofisiologi ketoasidosis diabetik,
maka pada pasien ketoasidosis diabetik dijumpai pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul),
berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering), ketoasidosis diabetic
yang disertai hipovolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa napas tidak terlalu mudah tercium
(Soewondo, 2009).
Areateus menjelaskan gambaran klinis ketoasidosis diabetik sebagai keluhan poliuri dan
polidipsi sering kali mendahului ketoasidosis diabetik serta didapatkan riwayat berhenti
menyuntik insulin, demam, atau infeksi. Muntah-muntah merupakan gejala yang sering dijumpai
pada ketoasidosis diabetik anak. Dapat pula dijumpai nyeri perut dan berhubungan dengan
gastroparesis-dilatasi lambung (Soewondo, 2009).
Derajat kesadaran pasien dapat dijumpai mulai compos mentis, delirium, depresi sampai
koma. Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan penyebab penurunan kesadaran lain
(misalnya uremia, trauma, infeksi, minum alkohol). Infeksi merupakan factor pencetus yang
paling sering. Infeksi yang paling sering ditemukan ialah infeksi saluran kemih dan pneumonia.
Walaupun faktor pencetusnya adalah infeksi, kebanyakan pasien tak mengalami demam. Bila
dijumpai adanya nyeri abdomen, perlu dipikirkan kemungkinan kolesistitis, iskemia usus,
appendicitis, diverticulitis, ayau perforasi usus. Bila pasien tidak menunjukkan respon yang baik
terhadap pengobatan ketoasidosis diabetik, maka perlu dicari kemungkinan infeksi tersembunyi
(sinusitis, abses gigi, abses perirectal) (Soewondo, 2009).
2.6 DIAGNOSIS
Langkah pertama yang harus diambil pada pasien ketoasidosis diabetik terdiri dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti terutama memperhatikan patensi jalan
napas, status mental, status ginjal dan kardiovaskular, dan status hidrasi. Langkah-langkah ini
harus dapat menentukan jenis pemeriksaan laboratorium yang harus segera dilakukan, sehingga
penatalaksanaan dapat segera dimulai tanpa adanya penundaan (Gotara & Budiyasa, 2010).
Meskipun gejala DM yang tidak terkontrol mungkin tampak dalam beberapa hari,
perubahan metabolik yang khas untuk ketoasidosis diabetik biasanya tampak dalam jangka
waktu pendek (< 24 jam). Umumnya penampakan seluruh gejala dapat tampak atau berkembang
lebih akut dan pasien dapat tampak menjadi ketoasidosis diabetik tanpa gejala atau tanda
ketoasidosis diabetik sebelumnya (Soewondo, 2009).
Gambaran klinis klasik termasuk riwayat poliuria, polidipsia, dan polifagia, penurunan
berat badan, muntah, sakit perut, dehidrasi, lemah, clouding of sensoria, dan akhirnya koma.
Pemeriksaan klinis termasuk turgor kulit yang menurun, respirasi Kussmaul, takikardia,
hipotensi, perubahan status mental, syok, dan koma. Lebih dari 25% pasien ketoasidosis diabetik
menjadi muntah-muntah yang tampak seperti kopi. Perhatian lebih harus diberikan untuk pasien
dengan hipotermia karena menunjukkan prognosis yang lebih buruk. Demikian pula pasien
dengan abdominal pain, karena gejala ini dapat merupakan akibat atau sebuah indikasi dari
pencetusnya, khususnya pada pasien muda. Evaluasi lebih lanjut diperlukan jika gejala ini tidak
membaik dengan koreksi dehidrasi dan asidosis metabolic (Gotara & Budiyasa, 2010).
2.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan ketoasidosis diabetik bersifat multifaktorial sehingga memerlukan
pendekatan terstruktur oleh dokter dan paramedis yang bertugas.
Prinsip-prinsip pengelolaan ketoasidosis diabetik yaitu :
1. Penggantian cairan dan garam yang hilang
2. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoeogenesis sel hati dengan pemberian
insulin
3. Mengatasi stres sebagai pncetus ketoasidosis diabetik
4. Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauan serta
penyesuaian pengobatan.
2.9 PROGNOSIS
Pada DM yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang terlalu tinggi dan
kadar hormon insulin yang rendah, tubuh tidak dapat menggunakan glukosa sebagai
sumber energi. Sebagai gantinya tubuh akan memecah lemak untuk sumber energi.
Pemecahan lemak tersebut akan menghasilkan benda-benda keton dalam darah (ketosis).
Ketosis menyebabkan derajat keasaman (pH) darah menurun atau disebut sebagai asidosis.
Keduanya disebut sebagai ketoasidosis. Oleh karena itu prognosis pada KAD masih tergolong
dubia, tergantung pada usia, adanya infark miokard akut, sepsis, dan syok. Pasien membutuhkan
insulin dalam jangka panjang dan kematian pada penyakit ini dalam jumlah kecil sekitar 5%.
BAB III
KESIMPULAN
KAD adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias
hiperglikemia, asidosis, dan ketosis yang merupakan salah satu komplikasi akut metabolik
diabetes mellitus yang paling serius dan mengancam nyawa. Walaupun angka insidennya di
Indonesia tidak begitu tinggi dibandingkan negara barat, kematian akibat KAD masih sering
dijumpai, dimana kematian pada pasien KAD usia muda umumnya dapat dihindari dengan
diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan rasional sesuai dengan patofisiologinya.
Pada pasien KAD dijumpai pernafasan cepat dan dalam (kussmaul), berbagai derajat
dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering, mata cekung), kadang-kadang disertai
hipovolemia sampai syok dan terdapat bau aseton dari napas penderita.
2. Van Zyl DG. Diagnosis and Treatment of Diabetic Ketoacidosis. SA Fam Prac
2008;50:39-49.
3. Masharani U. Diabetic Ketoacidosis. In: McPhee SJ, Papadakis MA, editors. Lange
current medical diagnosis and treatment. 49th ed. New York: Lange; 2010. p.1111-5.
4. Chiasson JL. Diagnosis and Treatment of Diabetic Ketoacidosis and The Hyperglycemic
Hyperosmolar State. Canadian Medical Association Journal 2003;168(7): p.859-66.
5. Yehia BR, Epps KC, Golden SH. Diagnosis and Management of Diabetic Ketoacidosis
in Adults. Hospital Physician 2008. p. 21-35.
6. Umpierrez GE, Murphy MB, Kitabachi AE. Diabetic Ketoacidosis and Hyperglycemic
Hyperosmolar Syndrome. Diabetes Spectrum 2002;15(1):28-35.
8. Alberti KG. Diabetic Acidosis, Hyperosmolar Coma, and Lactic Acidosis. In: Becker KL,
editor. Principles and practice of endocrinology and metabolism. 3rd ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2004. p.1438-49.
9. Ennis ED, Kreisberg RA. Diabetic Ketoacidosis and The Hyperglycemic Hyperosmolar
Syndrome. In: LeRoith D, Taylor SI, Olefsky JM, editors. Diabetes mellitus a
fundamental and clinical text. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2000. p.336-46.
10. Wallace TM, Matthews DR. Recent Advances in The Monitoring and Management of
Diabetic Ketoacidosis. Q J Med 2004;97 (12) : 773-80.
11. Trachtenbarg DE. Diabetic Ketoacidosis. American Family Physician 2005;71 (9) :
1705-14.
12. Kitabachi AE, Wall BM. Management of Diabetic Ketoacidosis. American Family
Physician 1999;60:455-64.
13. Wolfsdore JW, Glaser N, Sperling MA. Diabetic Ketoacidosis in Infants, Children, and
Adolescents. Diabetes Care 2006;29(5):1150-6.
14. Powers AC. Diabetes Mellitus. In: Jameson JL, editor. Harrison’s endocrinology. New
York: McGraw-Hill;2006.p.283-332.
16. NN. Diabetic Ketoacidosis, Epistaxis, Sepsis, Dyspneu. The medical student forum.
Available at: http//.www.medkaau.com. Accessed on: September 23rd, 2012.