Anda di halaman 1dari 9

TUGAS SKILL LAB BLOK 16

NEUROLOGI

STROKE HEMORAGIK: PERDARAHAN INTRASEREBRAL

Disusun Oleh:

Kelompok 2B

Kelompok 3A

Kelompok 3B

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

2020
Kelompok 2B:
1. Erina Octavio (1761050002)
2. Clara Vidya Larasati (1761050058)
3. Debora Chara Lizki (1761050068)
4. Tri Wahyuningsih (1761050081)
5. Martin (1761050093)
6. Charafy Muhammad Wicaksono (1761050098)
7. Viviatma Mariani Molo Mona (1761050136)
8. Naomi Dolly Refasi (1761050145)

Kelompok 3A:
1. Anissya Paramitha (1761050009)
2. Leonita Kathrin (1761050053)
3. Ribka Liliana Zebua (1761050100)
4. Junitasima Sakti Putri (1761050113)
5. Benselina Christina Baho (1761050135)
6. David Panahatan (1761050139)
7. Muhammad Miqbel (1761050184)
8. Sinuang Hanly Salipadang (1561050098)

Kelompok 3B:
1. Nadya Christin Danela Manurung (1761050035)
2. Wisnu Satrio Erangga Luhulima (1761050050)
3. Muhammad Taufik Yuki Inzaghi (1761050054)
4. Virencia Junita Cen (1761050065)
5. Maria Angela Lumaksono (1761050125)
6. Rizki Imanuel (1761050127)
7. Shinta Rouly Febrianty (1761050151)
8. Melia Ruth Dolok Saribu (1761050185)
Stroke Hemoragik: Perdarahan Intraserebral

Abstrak
Perdarahan Intraserebral adalah suatu keadaan yang membahayakan, dapat
menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang sangat tinggi. Hipertensi, angiopati
amiloid terkait usia merupakan faktor risiko utama terjadinya perdarahan intracerebral.
Namun, merokok, konsumsi antikoagulan (warfarin), konsumsi alkohol berlebihan, dan
kokain juga meningkatkan risiko penyakit ini.

Pengantar
Hemoragik intraserebral bertanggung jawab pada 10 – 15% seluruh kasus stroke,
dan memiliki tingkat kesakitan dan kematian yang sangat tinggi, yang tidak berubah
dalam kurun waktu 30 tahun terakhir. Tingginya angka kematian tergantung pada lokasi
hemoragik. Insidensi hemoragik meningkat seiring dengan peningkatan usia dan lebih
tinggi kasusnya pada laki – laki.

Presentasi Klinis dan Patogenesis


Gambaran utama dari ICH adanya serangan mendadak dari defisit neurologis
fokal yang berlangsung selama beberapa menit sampai jam. Asal defisit mencerminkan
lokasi perdarahan awal dan edema sesudahnya. Selain itu terdapat keluhan kejang,
muntah, sakit kepala, dan tingkat kesadaran menurun (khas pada stroke hemoragik).
Hematoma dapat bermigrasi melalui white matter dan masuk ke ventrikel sehingga
meningkatkan tekanan intrakranial (TIK). Hematoma akan memicu edema lokal dan
kerusakan neuron di parenkim otak yang berdekatan. Peningkatan edema tertinggi terjadi
dalam 72 jam pertama. Heme dan Fe merupakan produk poten yang dapat menyebabkan
kematian sel.
Diagnosis dan Penilaian
Penurunan fungsi neurologis dan ketidakstabilan kardiopulmoner merupakan
risiko awal yang tinggi pada perdarahan intraserebral, penting untuk membuat diagnosis
dan penatalaksanaan sedini mungkin. Riwayat pasien harus didapatkan secepat mungkin.
Penting untuk mengetahui apakah ada riwayat trauma, hipertensi, konsumsi alkohol
berlebih, segala jenis penggunaan obat baik diresepkan maupun untuk rekreasi yang
dapat menyebabkan kelainan hematologis.
Prioritas utama pada pemeriksaan fisik adalah menilai tanda – tanda vital, apakah
dibutuhkan intubasi atau tidak untuk keamanan selama pencitraan. Untuk pasien dengan
peningkatan tekanan darah kronis perlu dilihat apakah ada cedera miokard akut atau
tidak. Setelah kondisi pasien stabil, lakukan pemeriksaan lab, diantaranya Prothrombin
Time (PT) / International Normalized Ratio (INR), hitung darah lengkap dan hitung
jumlah trombosit, D-dimer, fibrinogen, elektrolit, Blood Urea Nitrogen (BUN) /
kreatinin, glukosa, fungsi hepar dan golongan darah dan secepatnya bawa pasien untuk
melakukan pencitraan.

Pencitraan
CT scan kepala dapat menunjukan perjalan penyakit ICH dan dapat menjadi
pemeriksaan utama untuk membedakan ICH, SAH dan stroke iskemik. CT scan sangat
sensitif untuk mendeteksi ICH dan SAH serta untuk menilai lokasi dan ukuran hemoragik
yang terjadi. CT scan juga dapat mendeteksi perluasan hematoma, yang terjadi pada 3
jam pertama pada 40% pasien dimana keadaan ini biasanya berujung pada prognosis
yang buruk.
Lokasi tersering ICH hipertensi yaitu di putamen, dapat juga di lokasi subkortikal.
Lesi pada parenkim otak perifer sering dihubungkan dengan amyloid angiopati pada
orang tua, namun dapat juga terjadi pada pasien hipertensi. Perdarahan dapat memotong
dari parenkim otak menuju ruang ventrikular terdekat, atau terkurung menuju ruangan
intraventrikular. Keduanya memiliki prognosis buruk.
Perdarahan hipertensi Perdarahan lobar Perdarahan
putamen (parenkim otak perifer) intraventrikular

CT dengan kontras dan CT angiografi dapat mengidentifikasi aneurisma, tumor,


dan AVM (arteriovenous malformation). MRI dapat dijadikan alternatif. Angiografi
substraksi digital (DSA) menjadi gold standard pemeriksaan aneurimsa dan AVM.
Banyak kasus dengan penyebab hipertensi dan amiloid angiopati tidak memerlukan
angiografi. Penelusuran penyebab sekunder disarankan ketika:

 Usia <45 tahun


 Tidak ada riwayat atau tanda sedang mengalami hipertensi
 Lokasi yang tidak biasa, contoh; lobus temporalis
 Edema yang memburuk setelah pemeriksaan CT Scan
 Perdarahan multipel
 Bentuk perdarahan yang ireguler

Tatalaksana
Terapi Primer
Sampai saat ini belum ada bukti hasil terapi yang baik untuk stroke hemoragik akut.
Namun terdapat beberapa uji klinis yang menunjukkan hasil terbaik adalah dengan terapi
rekombinan faktor VIIa, dimana terapi ini sangat baik untuk mencegah perluasan stroke
hemoragik secara dini, namun gambaran klinis tidak berubah.
Tatalaksana Medis
Tekanan Darah
Penangana medis harus memperhatikan airway, oksigenisasi, hidrasi, gula darah
<180, suhu tubuh 37,5oC, nutrisi dan mobilisasi awal, dan profilaksis untuk thrombosis
vena dalam. Posisi kepaladi tempat tidur sebaiknya pada sudut 30o. Pasien juga
diperhatikan dalam pengaturan ICU.
Target penurunan tekanan darah tergantung tiap individu dan memperhatikan
riwayat hipertensi, tekanan intracranial, usia, dugaan awal perdarahan, dan interval sejak
terjadi serangan. Guideline dari ASA menyarankan pendekatan untuk peningkatan
tekanan darah pada ICH spontan:
 Jika tekanan darah sistolik >200, lakukan pengurangan tekanan darah secara
agresif dengan infus intravena secara kontinu, dan pantau tiap 5 menit
 Jika tekanan darah sistolik >180 dan ada bukti peningkatan tekanan intrakranial,
pantau TIK dan penurunan tekanan darah dengan pengobatan intravena secara
berselang atau kontinu, untuk menjaga tekanan perfusi serebral >60 – 80 mmHg
 Jika tekanan darah sistolik >160 dan tidak ada bukti peningktan TIK, maka
pertimbangkan penurunan tekanan darah sederhana menjadi 150/90 dengan
pemberian berselang atau kontinu.
Pantau tekanan darah tiap 15 menit.
Pengobatan dengan beta blockers , ACE inhibitor, calcium channel blocker, atau
hidralazin.

Tekanan Intrakranial
Pengobatan awal seperti menaruh kepala pasien pada sudut 30o digabung dengan
manajemen sakit dan sedasi dilakukan untuk menjaga tekanan perfusi serebral pada
angka >70 mmHg.

Kejang
Pada dua minggu pertama setelah ICH, 5 – 10% pasien menunjukkan kejang
nyata secara klinis, menggambarkan keterlibatan kortikal. Dengan monitor EEG, 30%
pasien menunjukkan aktivitas kejang elektris tanpa kejang klinis. Terapi antikonvulsan
diberikan pada kejang klinis dan dapat dipertimbangakan pada kasus aktivitas kejang
elektris.

Warfarin Terkait Perdarahan Intrakranial


Warfarin berkaitan dengan sebagian besar kasus perdarahan serebral yang datang
ke rumah sakit umum. Tujuan pengobatan untuk mengembalikan defek koagulasi untuk
mengurangi pertumbuhan hematoma secara cepat. Pilihan yang tersedia antara lain:
 Vitamin K1 dapat diberikan intravena dengan dosis 10 – 25 mg untuk
memperbaiki INR (International Normalized Ratio: pengukuran berapa lama
darah untuk menggumpal), tetapi butuh beberapa jam untuk menormalkan INR.
 Fresh Frozen Plasma (15 – 20 mL/kg) memperbaiki INR lebih cepat, tetapi
membutuhkan pemasukan volume yang banyak dan dapat menyebabkan
kelebihan cairan. Dapat juga berpotensi memberi reaksi alergi dan infeksi.
 Prothrombin complex concentrate membutuhkan hanya sedikit volume dan
memperbaiki koagulopati dengan cepat, tidak ada risiko infeksi, tetapi berisiko
menimbulkan tromboemboli.
 Faktor rekombinan VIIa berpotensi menormalkan INR dengan cepat. Tetapi
dengan waktu paruh yang sebentar dibutuhkan injeksi berulang, dan berisiko
menyebabkan komplikasi tromboemboli.

Penatalaksaan Bedah
Indikasi tunggal dekompresi bedah saraf adalah perdarahan cerebellar yang dapat
menyebabkan penurunan kesadaran, hidrocepalus, atau kompresi batang otak yang
membutuhkan kraniotomi dini. Prioritas pasien operasi yaitu penurunan GCS (<14) dan
hematoma >40 mL.
Percobaan operasi intervensi terbesar saat ini yaitu STICH (Surgical Trial in
Intracerebral Hemorrhages) trial. Pasien sebagai sampel akan diacak untuk operasi dan
terapi medis, dengan hasil baik dan buruk (kematian) memiliki hasil yang sama. Pada
kebanyakan kasus, operasi tidak membantu, malah membahayakan pasien koma. Bagian
pasien yang memiliki keuntungan pada evakuasi bekuan darah dini (kraniotomi) memiliki
hasil fungsional 29% lebih baik daripada terapi medis.
Prediktor Hasil
 Volume ICH dan nilai GCS: skala prediksi terkuat dalam mortalitas 30 hari.
 Lesi hemisphere >30 cc: tingkat kematian tinggi,
 Pasien GCS <9 dan hematoma >60 mL: 90% tingkat kematian.
 Keterlibatan intraventrikular dengan hidrocepalus terkait: prediksi tingkat
mortalitas 43% dalam 30 hari.
 Hemoragik batang otak, kecil sekalipun: prognosis buruk
 Usia >80 tahun: risiko kematian lebih tinggi.

Pemulihan & Pencegahan Sekunder


Mobilisasi dini dan keterlibatan tim rehabilitasi saraf dapat memaksimalkan
pemulihan. Orang dengan ICH kronis berpotensi lebih baik daripada stroke iskemik.
Dapat terjadi kekambuhan, dengan faktor perdarahan lobaris karena amiloid angiopati,
usia tua, antikoagulan, dan APOE genotip yang berkaitan dengan deposisi amiloid.
Faktor utama pencegahan yaitu mengendalikan tekanan darah. Perlu dilakukan
strategi penghentian jika pasien adalah perokok atau peminum alkohol. Kontraindikasi
pada penggunaan warfarin pada pasien yang memiliki fibrilasi atrial dengan perdarahan
intracerebral dikarenakan antikoagulan memiliki kemungkinan perdarahan intracerebral
berulang yang lebih tinggi ketika lokasi perdarahan sebelumnya adalah lobus pada
subkortikal.
Daftar Pustaka
 Rymer, Marilyn M. “Hemorrhagic stroke: intracerebral hemorrhage.” Missouri
medicine vol. 108, 1; 2011. p. 50-4.

Anda mungkin juga menyukai