Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

HT EMERGENCY

OLEH :

STEVEN DJENDRIK SANPARDI

NIM : PO7120422081

Preseptor Institusi Preseptor Klinik

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI PROFESI NERS

T.A 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN
HT EMERGENCY

A. PENGERTIAN
Hipertensi emergensi adalah keadaan gawat medis ditandai dengan tekanan darah
sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 120 mmHg, disertai kerusakan organ target akut
(Aronow, 2017).
Hipertensi emergensi juga didefinisikan sebagai peningkatan berat pada tekanan darah
(> 180/120 mmHg) yang terkait dengan bukti kerusakan organ target yang baru atau memburuk
(Whelton et al., 2017).
Hipertensi emergensi ditandai oleh peningkatan tekanan darah sistolik atau diastolik
atau keduanya, yang terkait dengan tanda atau gejala kerusakan organ akut (yaitu sistem saraf,
kardiovaskular, ginjal). Kondisi ini memerlukan pengurangan tekanan darah segera (tidak harus
normalisasi), untuk melindungi fungsi organ vital dengan pemberian obat antihipertensi secara
intravena (Cuspidi and Pessina, 2014). Hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah
utama dan sering mendadak, terkait dengan disfungsi organ target progresif dan akut. Hal ini
dapat terjadi sebagai kejadian serebrovaskular akut atau fungsi serebral yang tidak teratur,
sindrom koroner akut dengan iskemia atau infark, edema paru akut, atau disfungsi ginjal akut.
Tekanan darah sangat tinggi pada pasien dengan kerusakan organ target akut yang sedang
berlangsung, dan merupakan keadaan gawat medis yang sebenarnya, yang memerlukan
penurunan tekanan darah segera (walaupun jarang
ke kisaran normal) (Elliott et al., 2013).
Hipertensi emergensi merupakan kenaikan tekanan darah mendadak yang disertai
kerusakan organ target akut yang progresif. Pada keadaan ini diperlukan tindakan penurunan
tekanan darah yang segera dalam kurun waktu menit-jam. (Turana et al., 2017).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hipertensi darurat (emergency hypertension) yaitu
kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolic
≥120 mm Hg) dengan kerusakan organ target yang bersifat progresif, sehingga
tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit sampai jam.

B. ETIOLOGI
Berikut ini adalah penyebab hipertensi emergensi (Alwi et al., 2016):

1. Kondisi serebrovaskular: ensefalopati hipertensi, infark otak aterotrombotik dengan


hipertensi berat, pendarahan intraserebral, pendarahan subaranoid, dan trauma kepala.
2. Kondisi jantung: diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut infark miokard akut, pasca
operasi bypass koroner.
3. Kondisi ginjal: Glomerulonefritis akut, hipertensi renovaskular, krisis renal karena
penyakit kolagen-vaskular, hipertensi berat pasca transplantasi ginjal.
4. Akibat ketokolamin di sirkulasi: krisis feokromositoma, interaksi makanan atau obat
dengan MAO inhibitor, penggunaan obat simpatomimetik, mekanisme rebound akibat
penghentian mendadak obat antihipertensi, hiperrefleksi otomatis pasca cedera korda
spinalis.
5. Eklampsia
6. Kondisi bedah: hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi segera, hipertensi
pasca operasi, pendarahan pasca operasi dari garis jahitan vaskular.
7. Luka bakar berat.

8. Epistaksis berat.

9. Thrombotic thrombocytopenic purpura.


Hipertensi emergensi juga bisa terjadi pada keadaan-keadaan sebagai
berikut (Turana et al., 2017):
1. Penderita hipertensi yang tidak meminum obat atau minum obat antihipertensi tidak
teratur.
2. Kehamilan.
3. Penggunaan NAPZA.
4. Penderita dengan rangsangan simpatis yang tinggi seperti luka bakar berat,
phaeochromocytoma, penyakit kolagen, penyakit vaskular, trauma kepala.
5. Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.

C. KLASIFIKASI
Hipertensi emergensi termasuk salah satu kelompok krisis hipertensi.
Sindroma klinis krisis hipertensi meliputi (Alwi et al., 2016):

1. Hipertensi gawat (hypertensive emergency): peningkatan tekanan darah yang disertai


kerusakan organ akut.
2. Hipertensi mendesak (hypertensive urgency): peningkatan tekanan darah tanpa disertai
kerusakan organ akut.
3. Hipertensi akselerasi (accelerated hypertension): peningkatan tekanan darah yang
berhubungan dengan pendarahan retina atau eksudat.
4. Hipertensi maligna (malignant hypertension): peningkatan tekanan darah yang berkaitan
dengan edema papil.
Dari klasifikasi di atas, jelas terlihat bahwa tidak ada batasan yang tajam antara
hipertensi gawat dan mendesak, selain tergantung penilaian klinis. Hipertensi gawat (hypertensive
emergency) selalu berkaitan dengan kerusakan organ, tidak dengan level spesifik tekanan darah.
Manifestasi klinisnya berupa peningkatan tekanan darah mendadak sistolik > 180 mmHg atau
diastolik > 120 mmHg dengan adanya atau berlangsungnya kerusakan target organ yang bersifat
progresif seperti perubahan status neurologis, hipertensif ensefalopati, infark serebri,
pendarahan intrakranial, iskemi miokard atau infark, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru
akut, diseksi aorta, insufisiensi renal, atau eklampsia. Istilah hipertensi akselerasi dan hipertensi
maligna sering dipakai pada hipertensi mendesak (Alwi et al., 2016).
Beratnya hipertensi emergensi bukan hanya tergantung tingginya tekanan darah tetapi
juga kecepatan peningkatan tekanan darah karena system autoregulasinya tidak berjalan. Seperti
pada peningkatan tekanan darah yang berkaitan dengan glomerulonefritis pada anak atau pre-
eklamsia/eklamsia wanita muda sudah terjadi gangguan mental walaupun tekanan diastoliknya
baru 110 mmHg (Sowers, 2001).
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi yang tepat dari krisis hipertensi masih belum jelas (Singh, 2011;
Varounis et al., 2017). Kecepatan onset menunjukkan faktor pemicunya adalah hipertensi
yang sudah ada sebelumnya (Singh, 2011).
Dua mekanisme yang berbeda namun saling terkait mungkin memainkan peran sentral
dalam patofisiologi krisis hipertensi. Mekanisme pertama adalah gangguan mekanisme
autoregulasi di vascular bed (Varounis et al., 2017). Sistem autoregulasi merupakan faktor kunci
dalam patofisiologi hipertensi dan krisis hipertensi. Autoregulasi didefinisikan sebagai
kemampuan organ (otak, jantung, dan ginjal) untuk menjaga aliran darah yang stabil terlepas
dari perubahan tekanan perfusi (Taylor, 2015). Jika tekanan perfusi turun, aliran darah yang
sesuai akan menurun sementara, namun kembali ke nilai normal setelah beberapa menit
berikutnya. Dalam krisis hipertensi, ada kekurangan autoregulasi di vascular bed dan aliran
darah sehingga tekanan darah meningkat secara mendadak dan resistensi vaskular sistemik dapat
terjadi, yang sering menyebabkan stres mekanis dan cedera endotelial (Taylor, 2015; Varounis
et al., 2017).
Mekanisme kedua adalah aktivasi sistem renin-angiotensin, yang menyebabkan
vasokonstriksi lebih lanjut dan dengan demikian menghasilkan lingkaran setan dari cedera terus-
menerus dan kemudian iskemia (Varounis et al., 2017). Over produksi renin oleh ginjal
merangsang pembentukan angiotensin II, vasokonstriktor yang kuat. Akibatnya, terjadi
peningkatan resistansi pembuluh darah perifer dan tekanan darah. Krisis hipertensi diprakarsai
oleh peningkatan resistensi vaskular sistemik yang tiba-tiba yang mungkin terkait dengan
vasokonstriktor humoral. Dalam keadaan krisis hipertensi, penguatan aktivitas sistem renin
terjadi, menyebabkan cedera vaskular, iskemia jaringan, dan overproduksi reninangiotensin
lebih lanjut. Siklus berulang ini berkontribusi pada patogenesis krisis hipertensi (Singh, 2011
E. PATHWAY HIPERTENSI EMERGENCY
F. MANIFESTASI KLINIS

1. Tekanan darah > 220/140 mmHg

2. Pendarahan, exudates, papiledema

3. Sakit kepala, bingung, mengantuk, pingsan, penglihatan kabur, kejang, gangguan


neurologi fokal, koma
4. Pulsasi apex kordis prominent, kardiomegali, gagal jantung kongestif

5. Azotemia, proteinuria, oliguria

6. Mual, muntah
(Vidt, 2014; Alwi et al., 2016)

2.1.1 Komplikasi

1. Ensefalopati hipertensi

2. Infark serebral

3. Pendarahan intraserebral

4. Retinopati

5. Sindrom koroner akut

6. Gagal jantung akut

7. Diseksi aorta

8. Gagal ginjal akut

9. Eklampsia
(Cuspidi and Pessina, 2014; Turana et al., 2017)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium awal dan penunjang yang dilakukan disesuaikan dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang ditemukan serta ketersediaan fasilitas. Berikut
pemeriksaan penunjang bagi pasien hipertensi emergency (Alwi et al., 2016):
1. Pemeriksaan Laboratorium

1) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan(viskositas) dan
dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
2) BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.

3) Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapatdiakibatkan oleh


pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada DM.

2. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati


3. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah
salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
4. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,perbaikan ginjal.

5. Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,pembesaran jantung.

H. PENTALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan hipertensi emergensi tergantung pada jenis kerusakan organ. Pada stroke
iskemik akut tekanan darah diturunkan secara perlahan, namun pada kasus edema paru akut atau
diseksi aorta dan sindroma koroner akut maka penurunan tekanan darah dilakukan dengan
agresif. Penurunan tekanan darah bertujuan menurunkan hingga < 25% MAP pada jam pertama,
dan menurun perlahan setelah itu. Obat yang akan digunakan awalnya intravena dan selanjutnya
secara oral, merupakan pengobatan yang direkomendasikan (Turana et al., 2017). Secara umum,
penggunaan terapi oral tidak disarankan untuk hipertensi emergensi (Whelton et al., 2017),
sebaiknya menggunakan parenteral (Whelton et al., 2017; Elliott et al., 2013). Obat yang cukup
sering digunakan adalah Nitroprusid IV dengan dosis 0,25 ug/kg/menit. Bila tidak ada,
pengobatan oral dapat diberikan sambil merujuk penderita ke Rumah Sakit. Pengobatan oral
yang dapat diberikan meliputi Nifedipinde 5-10 mg, Captorpil 12,5-25 mg, Clonidin 75-100 ug,
Propanolol 10-40 mg. Penderita harus dirawat inap.
Pada orang dewasa dengan hipertensi emergensi, disarankan masuk ke unit perawatan
intensif (ICU), dilakukan pemantauan secara terus-menerus terhadap tekanan darah dan
kerusakan organ target dengan pemberian obat parenteral yang tepat. Tekanan darah sistolik
harus dikurangi menjadi < 140 mmHg selama satu jam pertama dan < 120 mmHg pada diseksi
aorta.

I. Pengkajian skunder

1. Identitas pasien
Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan

2. Riwayat kesehatan

1) Riwayat penyakit keluarga hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, penyakit jantung


koroner, stroke atau penyakit ginjal.
2) Lama dan tingkat tekanan darah tinggi sebelumnya dan hasil serta efek sampinng obat
antihipertensi sebelumnya.
3) Riwayat atau gejala sekarang penyakit jantung koroner dan gagal jantung, penyakit
serebrovaskuler, penyakit vaskuler perifer, diabetes mellitus, pirai, dislipidemia, asma
bronkhiale, disfungsi seksual, penyakit ginjal, penyakit nyata yang lain dan informasi
obat yang diminum.
4) Penilaian faktor risiko termasuk diet lemak, natrium, dan alcohol, jumlah rokok,
tingkat aktifitas fisik, dan peningkatan berat badan sejak awal dewasa.
5) Riwayat obat-obatan atau bahan lain yang dapat meningkatkan tekanan darah termasuk
kontrasepsi oral, obat anti keradangan nonsteroid, liquorice, kokain dan amfetamin.
Perhatian juga untuk pemakaian eritropoetin, siklosporin atau steroid untuk penyakit
yang bersamaan.
6) Faktor pribadi, psikososial, dan lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil
pengobatan antihipertensi termasuk situasi keluarga, lingkungan kerja, dan latar
belakang pendidikan.

3. Pola fungsional

1. Aktivitas/ Istirahat
1) Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.

2) Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.


2. Sirkulasi
1) Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan
penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.

2) Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,radialis, tikikardi,
murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu dingin
(vasokontriksi perifer) pengisiankapiler mungkin lambat/ bertunda.

3. Integritas Ego
1) Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple(hubungan,
keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.

2) Tanda :Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,tangisan


meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.

4. Eliminasi
1) Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayatpenyakit
ginjal pada masa yang lalu).

5. Makanan/cairan
1) Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak
serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir
ini(meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic
2) Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.

6. Neurosensori
1) Genjala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,subojksipital
(terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontansetelah beberapa jam)
Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,epistakis).
2) Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,efek,
proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
7. Nyeri/ ketidaknyaman
1) Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakitkepala.

8. Pernafasan
1) Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,ortopnea,dispnea,
batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
2) Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyinafas
tambahan (krakties/mengi), sianosis.

9. Keamanan
1) Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.

4. Pemeriksaan Fisik

1. Pengukuran tinggi dan berat serta kalkulasi BMI (Body Mass Index) yaitu berat dalam
kg dibagi tinggi dalam m².

2. Pengukuran tekanan darah

3. Pemeriksaan system kardiovaskuler terutama ukuran jantung, bukti adanya gagal


jntung, penyakit arteri karotis, renal, dan perifer lain serta koarktasio aorta.

4. Pemeriksaan paru adanya ronkhi dan bronkhospasme serta bising abdomen,


pembesaran ginjal serta tumor yang lain.

5. Pemeriksaan fundus optikus dan system syaraf untuk mengetahui kemungkinan


adanya kerusakan serebrovaskuler.

5. Diagnosa Keperawatan

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,


vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular

2. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler


serebral

3. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan


dengan adanya tahanan pembuluh darah

4. Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output 5; Gangguan


pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala

5. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan fisik

6. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya


hipertensi yang diderita pasien
7. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit.

6. Intervensi
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam.
Kriteria hasil :
1) Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
2) Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima
3) Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
Intervensi :
1) Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer c; Auskultasi tonus jantung dan
bunyi napas
3) Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
4) Catat edema umum
5) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah pengunjung
6) Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi
7) Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
8) Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan
leher, meninggikan kepala tempat tidur
9) Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
10) Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
11) Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
12) Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi
2. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral

Tujuan : Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah


dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
1) Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala
2) Pasien tampak nyaman
3) TTV dalam batas normal
Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
2) Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
3) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
4) Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
5) Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala seperti
kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, posisi nyaman, tehnik
relaksasi, bimbingan imajinasi dan distraksi
6) Hilangkan / minimalkan vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit
kepala misalnya mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk
7) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgesik, antiansietas
(lorazepam, ativan, diazepam, valium )
3. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung
berhubungan dengan adanya tahanan pembuluh darah
Tujuan : Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal,
jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam.
Kriteria hasil :
1) Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti
ditunjukkan dengan TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada
keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas
normal.

2) Haluaran urin 30 ml/ menit

3) Tanda-tanda vital stabil

Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring
2) Tinggikan kepala tempat tidur
3) Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan
pemantau tekanan arteri jika tersedia
4) Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan
5) Amati adanya hipotensi mendadak f; Ukur masukan dan pengeluaran
6) Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program h; Pantau elektrolit,
BUN, kreatinin sesuai program
4. Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output

Tujuan : Tidak terjadi intoleransi aktifitas


setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x
24 jam
Kriteria hasil :
1) Meningkatkan energi untuk melakukan aktifitas sehari – hari
2) Menunjukkan penurunan gejala – gejala intoleransi aktifitas
Intervensi :
1) Berikan dorongan untuk aktifitas / perawatan diri bertahap jika
dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
2) Instruksikan pasien tentang penghematan energy
3) Kaji respon pasien terhadap aktifitas
4) Monitor adanya diaforesis, pusing
5) Observasi TTV tiap 4 jam
6) Berikan jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk
memungkinkan waktu istirahat yang tidak terganggu, berikan waktu
istirahat sepanjang siang atau sore

5. Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala

Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 2x 24 jam
Kriteria hasil :
1) Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat 6 – 8 jam per hari
2) Tampak dapat istirahat dengan cukup
3) TTV dalam batas normal
Intervensi :
1) Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman
2) Beri kesempatan klien untuk istirahat / tidur
3) Evaluasi tingkat stress
4) Monitor keluhan nyeri kepala
5) Lengkapi jadwal tidur secara teratur
6) Berikan makanan kecil sore hari dan / susu hangat
7) Lakukan masase punggung
8) Putarkan musik yang lembut
9) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
6. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan fisik
Tujuan : Perawatan diri klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 24 jam.
Kriteria hasil :
1) Mampu melakukan aktifitas perawatan diri sesuai kemampuan
2) Dapat mendemonstrasikan tehnik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
Intervensi :
1) Kaji kemampuan klien untuk melakukan kebutuhan perawatan diri
2) Beri pasien waktu untuk mengerjakan tugas
3) Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
4) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan klien
/ atas keberhasilannya
7. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya
hipertensi yang diderita klien
Tujuan: Kecemasan hilang atau berkurang
setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x 24 jam
Kriteria hasil
1) Klien mengatakan sudah tidak cemas lagi / cemas berkurang
2) Ekspresi wajah rileks
3) TTV dalam batas normal
Intervensi
1) Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku
misalnya kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian,
keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan

2) Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan


konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi sakit kepala,
ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah.

3) Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan


kemungkinan strategi untuk mengatasinya.

4) Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan


partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan.

5) Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas atau tujuan hidup.

6) Kaji tingkat kecemasan klien baik secara verbal maupun non verbal

7) Observasi TTV tiap 4 jam

8) Dengarkan dan beri kesempatan pada klien untuk


mengungkapkan perasaanya

9) Berikan support mental pada klien.

10) Anjurkan pada keluarga untuk memberikan dukungan pada klien

8. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi


tentang proses penyakit
Tujuan : Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
Kriteria hasil:
1) Pasien mengungkapkan pengetahuan akan hipertensi
2) Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai program
Intervensi
1) Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur
2) Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stress
3) Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan
efek samping atau efek toksik
4) Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa pemeriksaan
dokter
5) Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan
dokter : sakit kepala, pusing, pingsan, mual dan muntah
6) Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil
7) Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat
8) Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai program
9) Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat, jumlah
yang diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung kafein, teh
serta alcohol.
10) Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan.
11) Berikan support mental, konseling dan penyuluhan pada keluarga klien

7. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).

8. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan perawat untuk


menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi klien (Potter,
Perry, 2013). Tahap penilaian atau evaluasi
adalah perbandingan yang sistematis dan terencaan tentang kesehatan klien dengan

tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan

melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya (Setiadi, 2012).

Evaluasi ini difokuskan kepada bertambahnya klien dalam melaksanakan


tugas-tugas kesehatan. Hasil dari keperawatan pasien dapat diukur melalui 3 bidang:
1. Keadaan fisik
Pada keadaan fisik dapat diobservasi melalui suhu tubuh turun, berat badan
naik , perubahan tanda klinik.
2. Psikologik-sikap
Seperti perasaan cemas berkurang, keluarga bersikap positif terhadap
patugas kesehatan.

3. Pengetahuan-perilaku
Misalnya keluarga dapat menjalankan petunjuk yang diberikankeluarga
dapat menjelaskan manfaat dari tindakan keperawat

Anda mungkin juga menyukai