Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1, 4, 8, 9 Hipertensi terjadi pada 50 juta orang di Amerika dan berkontribusi lebih dari 250.000 kematian di tahun 2000 karena kerusakan organ target.1 Tekanan darah normal didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik kurang dari 120 mmHg dan diastolik kurang dari 80 mmHg. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg atau diastolik lebih dari 90 mmHg. Kenaikan tekanan darah meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler.9 Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita HT ringan, 20% HT sedang dan 10% HT berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis hipertensi yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat sehingga mencegah kemungkinan kematian atau kecacatan.4 Angka kejadian krisis HT menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 7% dari populasi HT, terutama pada usia 40 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 10 tahun.4 Di Indonesia, angka kejadian hipertensi berkisar 6-15% dan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan, terutama di daerah pedesaan. Sementara itu, di Amerika Serikat, memperlihatkan bahwa kurang lebih 76,4 juta orang berusia 20 tahun adalah penderita hipertensi, berarti 1 dari 3 orang dewasa menderita hipertensi.8

B. Tujuan Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, dan prognosis dari krisis hipertensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi (tekanan darah sistolik 180 mmHg dan atau diastolik 120 mm Hg yang membutuhkan penanganan segera.2 Berdasarkan keterlibatan organ target, krisis hipertensi dibagi menjadi dua kelompok yaitu: 4, 11 1. Hipertensi darurat (emergency hypertension) : kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik 180 mm Hg dan / atau diastolik 120 mm Hg) dengan kerusakan organ target yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit sampai jam. 2. Hipertensi mendesak (urgency hypertension) : kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik 180 mm Hg dan / atau diastolik 120 mm Hg) tanpa kerusakan organ target yang progresif atau minimal. Sehingga penurunan tekanan darah bisa dilaksanakan lebih lambat, dalam hitung jam sampai hari. Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain:4 1. Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien. 2. Hipertensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai dengan kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna. 3. Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik > 120 130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema, peninggian tekanan intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi 2

essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita yang sebelumnya mempunyai TD normal. Menurut Van den Born et al. istilah hipertensi maligna diganti dengan krisis hipertensi dengan retinopati.11 4. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversible bila TD diturunkan. Tabel 1. Hipertensi Emergensi (darurat) 4 TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut. Pendarahan intra pranial, trombotik CVA atau pendarahan subarakhnoid. Hipertensi ensefalopati. Aorta diseksi akut. Edema paru akut. Eklampsi. Feokhromositoma. Funduskopi KW III atau IV. Insufisiensi ginjal akut. Infark miokard akut, angina unstable. Sindroma kelebihan Katekholamin yang lain : Sindrome withdrawal obat anti hipertensi. Cedera kepala. Luka bakar. Interaksi obat.

Tabel 2. Hipertensi Urgensi (mendesak) 4 Hipertensi berat dengan TD Diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel I. KW I atau II pada funduskopi. Hipertensi post operasi. Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif. 3

B. Etiologi Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu:1, 10 1. Hipertensi primer (esensial), penyebab hipertensi tidak diketahui (95% pasien). 2. Hipertensi sekunder, disebabkan oleh: a. Gangguan Ginjal b. Gangguan endokrin c. Obat d. Kehamilan e. Co-arctation of the aorta f. Gangguan neurologi g. Faktor psikososial h. Intravascular volume overload i. Hipertensi sistolik C. Patofisiologi 4 Arteri normal pada individu normotensi akan mengalami dilatasi atau kontriksi dalam merespon terhadap perubahan tekanan darah untuk mempertahankan aliran (mekanisme autoregulasi) yang tetap terhadap vascular beeds sehingga kerusakan arteriol tidak terjadi. Pada krisis hipertensi terjadi perubahan mekanisme autoregulasi pada vascular beeds (terutama jantung, SSP, dan ginjal) yang mengakibatkan terjadinya perfusi. Akibat perubahan ini akan terjadi efek lokal dengan berpengaruhnya prostaglandin, radikal bebas dan lain-lain yang mengakibatkan nekrosis fibrinoid arteriol, disfungsi endotel, deposit platelet, proliferasi miointimal, dan efek siskemik akan mempengaruhi renin-angiotensin, katekolamin, vasopresin,

antinatriuretik kerusakan vaskular sehingga terjadi iskemia organ target. Jantung, SSP, ginjal dan mata mempunyai mekanisme autoregulasi yang dapat melindungi organ tersebut dari iskemia yang akut, bila tekanan darah mendadak turun atau naik. Misalkan individu normotensi, mempunyai

autoregulasi untuk mempertahankan perfusi ke SSP pada tekanan arteri ratarata. Mean Arterial Pressure (MAP) = Diastole + 1/3 (Sistole - Diastole) Pada individu hipertensi kronis autoregulasi bergeser kekanan pada tekanan arteri rata-rata (110-180mmHg). Mekanisme adaptasi ini tidak terjadi pada tekanan darah yang mendadak naik (krisis hipertensi), akibatnya pada SSP akan terjadi endema dan ensefalopati, demikian juga halnya dengan jantung, ginjal dan mata

D. Manifestasi Klinis Krisis Hipertensi Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi aorta; mata kabur dan edema papilla mata; sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah umumnya.6
Tabel 3. Gambaran Klinik Hipertensi Darurat 6 Tekanan darah > 220/140 mmHg Funduskopi Perdarahan, eksudat, edema papilla Status neurologi Sakit kepala, kacau, gangguan kesadaran, kejang. Jantung Denyut jelas, membesar, dekompensasi, oliguria Ginjal Uremia, proteinuria Gastrointestinal Mual, muntah

E. Diagnosis 3, 7, 10 Diagnosis krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosis suatu krisis hipertensi.

1.

Anamnesis Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting ditanyakan : a. Riwayat hipertensi, lama dan beratnya. b. Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya. c. Usia, sering pada usia 30 70 tahun. d. Gejala sistem saraf (sakit kepala, pusing, perubahan mental, ansietas). e. Gejala sistem ginjal (gross hematuri, jumlah urine berkurang) f. Gejala sistem kardiovascular (adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri dada). g. Riwayat penyakit glomerulonefrosis, pyelonefritis. h. Riwayat kehamilan, tanda- tanda eklampsi.

2.

Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dikedua lengan, mencari kerusakan organ sasaran (retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif, diseksi aorta). Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas. Auskultasi untuk mendengar ada atau tidak bruit pembuluh darah besar, bising jantung dan ronki paru. Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner.

F. Pemeriksaan Penunjang 10 1. Pemeriksaan laboratorium awal : urinalisis, Hb, Ht, ureum, kreatinin, gula darah dan elektrolit. 2. Pemeriksaan penunjang: elektrokardiografi, foto thorak 3. Pemeriksaan penunjang lain bila memungkinkan: CT scan kepala, ekokardiogram, ultrasonogram.

G. Diagnosis Banding Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi seperti: 4 1. 2. 3. 4. Hipertensi berat Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan. Ansietas dengan hipertensi labil. Edema paru dengan payah jantung kiri.

H. Tatalaksana 1, 2, 4, 6, 11 1. Dasar-Dasar Penanggulangan Krisis Hipertensi 4 Seperti keadaan klinik gawat yang lain, penderita dengan krisis hipertensi sebaiknya dirawat di ruang perawatan intensif. Pengobatan krisis hipertensi dapat dibagi: a. Penurunan tekanan darah Pada dasarnya penurunan tekanan darah harus dilakukan secepat mungkin tapi seaman mungkin. Tingkat tekanan darah yang akan dicapai tidak boleh terlalu rendah, karena akan menyebabkan hipoperfusi target organ. Untuk menentukan tingkat tekanan darah yang diinginkan, perlu ditinjau kasus demi kasus. Dalam pengobatan krisis hipertensi, pengurangan Mean Arterial Pressure (MAP) sebanyak 2025% dalam beberapa menit/jam, tergantung dari apakah emergensi atau urgensi. Penurunan TD pada penderita aorta diseksi akut ataupun oedema paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 1530 menit dan bisa lebih rendah lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainnya. Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan TD 25% dalam 23 jam. Untuk pasien dengan infark cerebri akut ataupun pendarahan intrakranial, pengurangan TD dilakukan lebih lambat (6 12 jam) dan harus dijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170 180/100 mmHg.

b.

Pengobatan target organ Meskipun penurunan tekanan darah yang tepat sudah

memperbaiki fungsi target organ, pada umumnya masih diperlukan pengobatan dan pengelolaan khusus untuk mengatasi kelainan target organ yang terganggu. Misalnya pada krisis hipertensi dengan gagal jantung kiri akut diperlukan pengelolaan khusus termasuk pemberian diuretik, pemakaian obat-obat yang menurunkan preload dan afterload. Pada krisis hipertensi yang disertai gagal ginjal akut, diperlukan pengelolaan khusus untuk ginjalnya, yang kadang-kadang memerlukan hemodialisis. c. Pengelolaan khusus Beberapa bentuk krisis hipertensi memerlukan pengelolaan khusus, terutama yang berhubungan dengan etiloginya, misalnya eklampsia gravidarum. 2. Penanggulangan Hipertensi Emergensi 4 Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka TD perlu segera diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah : a. Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial catether (bila ada indikasi). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume intravaskuler. b. Anamnesis singkat dan pemeriksaan fisik. 1) Tentukan penyebab krisis hipertensi 2) Singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis HT 3) Tentukan adanya kerusakan organ sasaran c. Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang menyertai dan usia pasien. 1) Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu (misal: disecting aortic aneurysm). 8

Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP ataupun TD yang didapat. 2) Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusi ke otak, jantung dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari permulaan, kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting anneurysma aorta. 3) TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua minggu. Tabel 4: Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi 6
Parameter Hipertensi Mendesak Biasa Tekanan darah (mmHg) Gejala Sakit kepala, kecemasan; sering kali tanpa gejala Sakit kepala hebat, sesak napas Sesak napas, nyeri dada, nokturia, dysarthria, kelemahan, kesadaran menurun Pemeriksaan Tidak ada kerusakan organ target, tidak ada penyakit kardiovaskular Terapi Awasi 1-3 jam; memulai/teruskan obat oral, naikkan dosis Rencana Periksa ulang dalam 3 hari Periksa ulang dalam 24 jam Rawat ruangan/ICU Awasi 3-6 jam; obat oral berjangka kerja pendek Pasang jalur IV, periksa laboratorium standar, terapi obat IV Kerusakan organ target; muncul klinis penyakit kardiovaskuler, stabil Ensefalopati, edema paru, insufisiensi ginjal, iskemia jantung > 180/110 Mendesak > 180/110 > 220/140 Hipertensi Darurat

d.

Pemakaian obat-obat untuk krisis hipertensi 4 Perawatan diruangan intensive (ICU) dan pemberian salah satu dari obat anti hipertensi intravena (IV) dipilih pada pasien hipertensi emergensi yang disertai kerusakan target organ.

Tabel 5: Obat hipertensi parenteral 2 Obat Sodium nitroprusside Mekanisme Arteri, vena vasodilator Dosis 0,25-10 mg / kg / menit sebagai infus IV Efek / langsung/2 -3 menit setelah infuse Nitrogliserin Venodilator 500-100 mg sebagai infus IV Nicardipine Dihidropirimid in calcium antagonist Labetalol -- blocker (not cardioselective ) Bolus 20 mg diulang tiap 10 menit (2080mg) Infus IV 12mg/min Esmolol - blocker (cardioselectiv e) Enalapril ACEI Bolus 0,5mg/kg Infuse 25300g/kg/min Bolus sampai 1mg Fenoldopam Dopamine agonist Urapidilo Selective adregenic antagonist Phentolamine -adregenic blocker Bolus 1-5 mg 1-2 min 10-30 min Pheochromocytoma Infuse 0,1g/kg/min Bolus 25-100 mg tiap 5 menit 3-5 min 4-6 jam < 5min 15-60 min 4-6 jam 30 min Hipertensi ensefalopati Hipertensi emergensi Perioperative hypertension 1-2 min 10-20 min ACS 5-15 mg / jam sebagai infus IV 2-5 min /510 min 1-5 min/15-30 min 5-10 min 3-6 jam Hipertensi Emergensi, Stroke 5-10 min 4-6 jam Hiperadregenic crisis ACS Durasi Spesifik Indikasi < 2min Edema paru akut

10

Walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-obat oral yang cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral adalah lebih aman. Dengan Sodium nitrotprusside, Nitroglycirine, TD dapat diturunkan baik secara perlahan maupun cepat sesuai keinginan dengan cara mengatur tetesan infus. Bila terjadi penurunan TD berlebihan, infus distop dan TD dapat naik kembali dalam beberapa menit. Perlu diingat bila digunakan obat parenteral yang long acting ataupun obat oral, penurunan TD yang berlebihan sulit untuk dinaikkan kembali. 4, 11 e. Pilihan obat-obatan pada hipertensi emergensi Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia, Sodium nitroprusside merupakan drug of choice pada kebanyakan hipertensi emergensi. Karena pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena dan harus dengan monitoring ketat, penderita harus dirawat di ICU karena dapat menimbulkan hipotensi berat. Nicardipine suatu calsium channel antagonist merupakan obat baru yang diberikan secara intravena tampaknya memberikan harapan yang baik. Dari berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan maupun yang sebaiknya dihindari adalah:
Tabel 6: Obat yang dipilih untuk Hipertensi darurat dengan komplikasi 1,2 Komplikasi Obat Pilihan Target Tekanan Darah Diseksi aorta Obat yang Dihindari

Nitroprusside/Fenoldopam SBP 110-120 sesegera Hydralazine, + esmolol/Labetalol mungkin

Diaozoxide, Minoxidil

AMI, iskemia

Nitrogliserin+labetalol/ esmolol//ACEI

Sekunder untuk bantuan iskemia 10% -15% dalam 1-2

Nitroprusside Labetalol 11

Edema paru

Nitroprusside/

nitrogliserin + loop diuretic Gangguan Ginjal Hipertensi ensefalopati Subarachnoid hemorrhage Stroke Iskemik Labetalol/ Fenoldopam Labetalol/ Fenoldopam Bolus labetalol/ fenoldopam infuse ACEI and/ or labetalol

jam

20% -25% dalam 2-3 jam 20% -25% dalam 2-3 jam 20% -25% dalam 2-3 jam 0% -20% dalam 6-12 jam

Nitroprusside Nitroprusside Nitroprusside Nitroprusside ACEI

Eklampsi

Magnesium sulfate + Labetalol/Methyldopa/ Hydralazine

0-25% dalam 2-3 jam

KW III-IV

Bolus labetalol+infuse fenoldopam

<25% TD atau Diastolik 100-105 mmHg

ACEI

Kelebihan Katekolamin

Nitrogliserin, nicardipin/ verapamil + benzodiazepine iv, fenoldopam, nitroprusside dan phentolamine

0% -20% dalam 6-12 jam

Labetalol

AMI, infark miokard akut; SBP, tekanan sistolik bood.

f.

Obat oral untuk hipertensi emergensi Dari berbagai penelitian akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk menggunakan obat oral seperti Nifedipine (Ca antagonist), Captopril dalam penanganan hipertensi emergensi. Captopril 25mg atau Nifedipine 10mg digerus dan diberikan secara sublingual kepada pasien. TD dan tanda Vital dicatat tiap lima menit sampai 60 menit dan juga dicatat tanda-tanda efek samping yang timbul. Pasien digolongkan non-respon bila penurunan TD 12

diastolik <10mmHg setelah 20 menit pemberian obat. Respon bila TD diastolik mencapai <120mmHg atau MAP <150mmHg dan adanya perbaikan simptom dan sign dari gangguan organ sasaran yang dinilai secara klinis setelah 60 menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60 menit pemberian TD masih >120mmHg atau MAP masih >150mmHg, tetapi jelas terjadi perbaikan dari simptom dan sign dari organ sasaran. 3. Penanggulangan Hipertensi Urgensi Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang dan TD diukur kembali dalam 30 menit. Bila TD tetap masih sangat meningkat, maka dapat dimulai pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral anti hipertensi dalam menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup memuaskan.
Tabel 7: Obat hipertensi urgensi oral 2,4

Obat

Dosis

Efek / Lama Kerja

Perhatian khusus

Captopril

12,5 - 25 mg PO; ulangi per 30 min ; SL, 25 mg

15-30 min/6-8 jam ; SL 10-20

Hipotensi, gagal ginjal, stenosis arteri renalis

min/2-6 jam 30-60 min/8-16 jam 15-30 min/3-6 jam Hipotensi, mengantuk, mulut kering Bronkokonstriksi, blok jantung, hipotensi ortostatik 5 -15 min/4-6 jam Takikardi, hipotensi, gangguan koroner

Clonidine

PO 75 - 150 ug, ulangi per jam

Propanolol 10 - 40 mg PO; ulangi setiap 30 min Nifedipine 5 - 10 mg PO; ulangi setiap 15 menit SL, Sublingual. PO, Peroral

13

Pemberian nifedipine sublingual mulai ditinggalkan karena dapat menyebabkan hipotensif. 2,11 Obat yang dianjurkan adalah obat long halflife, karena tujuan penurunan tekanan darah dicapai dalam 48-72 jam. (Angiotensin II receptor antagonist) mulai sering digunakan juga. 2
1,2

Captopril adalah obat yang sering digunakan. Akhir-akhir ini Losartan

I.

Prognosis Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita hanyalah 20% dalam 1 tahun. Kematian sebabkan oleh uremia (19%), gagal jantung kongestif (13%), cerebro vascular accident (20%), gagal jantung kongestif disertai uremia (48%), infrak Miokard (1%), diseksi aorta (1%). Prognosis menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang efektif dan penanggulangan penderita gagal ginjal dengan analisis dan transplantasi ginjal. 4

14

BAB III KESIMPULAN

Krisis hipertensi merupakan keadaan klinis yang perlu penanganan segera dan tepat. Perlu dibedakan antara hipertensi emergensi dan urgensi. Hipertensi emergensi disertai dengan kerusakan target organ. Penurunan tekanan darahnya harus dilakukan dalam waktu menit hingga jam. Namun untuk hipertensi urgensi tidak terdapat kerusakan target organ/kerusakan minimal. Penurunannya perlahan dalam hitungan hari. Penurunan terlalu cepat dapat menyebabkan hipoperfusi target organ. Besarnya penurunan tekanan darah 20-25% dari nilai MAP. Obat antihipertensi parenteral yang bekerja cepat, dapat dikontrol penurunan tekanan darahnya dan minimal efek sampingnya merupakan obat pilihan. Pemakaian obat parenteral untuk hipertensi emergensi lebih aman karena TD dapat diatur sesuai dengan keinginan, sedangkan dengan obat oral kemungkinan penurunan TD melebihi diingini sehingga dapat terjadi hipoperfusi organ. Drug of choice untuk hipertensi emergensi adalah Sodium Nitroprusside, sedangkan Nifedipine, Clinidine, merupakan oral anti hipertensi yang terpilih untuk hipertensi urgensi.

15

DAFTAR PUSTAKA

1. 2.

Aggarwal M., Khan I. A., 2006. Hypertensive Crisis: Hypertensive Emergencies and Urgencies., Cardio Clin. 24 pp: 135-46 Angelats E. G., Baur E. B., 2010. Hypertension, Hypertensive Crisis, and Hypertensive Emergency: Approaches to Emergency Department Care. Emergencias; 22 pp 209-19 Ashley E. A., Niebauer, J., 2004. Hypertension. In Ashley E. A., Niebauer, J. Cardiology Explained. United Stated of America: Remedica pp 77-91 Majid A., 2004. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. Avaiable from: http://repository.usu.ac.id. [Accessed 2 Juni 2013] Fisher N. D. L., Williams G. H., 2005. Hypertensive Vascular Disease. In Kasper, D. L., Braunwald, E., Fauci, A. S., Hauser, S. L., Longo, D. L., Jameson, J. L. Harrisons Principles Internal Medicine. 16th Edition. United State of America: McGraw-Hill pp: 1463-80 Roesma, J. 2009. Krisis Hipertensi. Dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Cetakan 2. Jakarta: FKUI pp 616-7 Rosendorff C., 2005. Hypertension. In Rosendorff, C. Essential Cardiology: Principles and Practice. Second Edition. New Jersey: Humana Press pp 595600 Tedjasukmana P., 2012. Tata Laksana Hipertensi. CDK-192. Vol. 39. No. 4 pp 251-5 The Seventh Report of the Joint National Committee. 2004. Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. United States: Departement of Health and Human Service

3. 4. 5.

6.

7.

8. 9.

10. Tjokroprawiro A., Setiawan P. B., Santoso D., Soegiarto G., 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya: Airlangga University Press. pp: 129-36 11. Van den Born B. J. H., Beutler J. J., Gaillard C. A. J. M., De Gooijer A., Van den Meiracker A. H., Kroon A.A., 2011. Dutch guideline for the management of hypertensive crisis 2010 revision. Netherlands The Journal of Medicine Vol. 69, No. 5 pp 248-55

16

Anda mungkin juga menyukai