OLEH :
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN HIPERTENSI BERAT
yang terkait dengan bukti kerusakan organ target yang baru atau memburuk
(Whelton et al.2017, dalam Haidar Alatas, 2018).
Hipertensi krisis ditandai oleh peningkatan tekanan darah sistolik atau
diastolik atau keduanya, yang terkait dengan tanda atau gejala kerusakan organ
akut (yaitu sistem saraf, kardiovaskular, ginjal). Kondisi ini memerlukan
pengurangan tekanan darah segera (tidak harus normalisasi), untuk melindungi
fungsi organ vital dengan pemberian obat antihipertensi secara intravena
(Cuspidi and Pessina, 2014, dalam Haidar Alatas, 2018).
2. Klasifikasi Krisis Hipertensi
Klasifikasi hipertensi menurut (Khatib.2005)
a. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan
140 mmHg dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg
b. Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-149
mmHg dan diastolik 91-94 mmHg
c. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau
sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan
95mmHg.
2) Hipertensi urgenri
Situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna
tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target
progresif bermakna tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan
organ target progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam
beberapa jam. Penurunan TD harus dilaksanakan dalam kurun waktu
24-48 jam (penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat
(dalam hitungan jam sampai hari).
Krisis hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi 2 (Tanto, 2014), yaitu :
1) Hipertensi urgensi, yaitu naiknya tekanan darah secara mendadak
(tekanan darah sistolik > 180 mmHg, dan atau diastolic >120
mmHg) tanpa disertai kerusakan organ target. Penurunan tekanan
darah pada keadaan ini harus dilaksanakan dalam kurun waktu 24
— 48 jam.
2) Hipertensi emergensi, yaitu naiknya tekanan darah secara
mendadak (tekanan darah sistolik sistolik > 180 mmHg, dan atau
diastolic >120 mmHg) disertai kerusakan organ target yang
progresif. Pada keadaan ini memerlukan penurunan tekanan darah
yang segera dalam kurun waktu menit atau jam.
Beberapa kerusakan target organ yang bersifat progresif yang harus
diwaspadai, antara lain :
a. Perubahan status neurologis
b. Hipertensi ensefalopati
c. Infark serebri
d. Perdarahan intracranial
e. Iskemi atau infark miokard
f. Disfungsi paru akut
g. Diseksi aorta
h. Insufisiensi renal
i. Eklampsia
Kedua krisis hipertensi ini perlu dibedakan dengan cara anamnesa
maupun pemeriksaan fisik. Karena baik factor risiko dan
penanggulangannya berbeda.
esensial (tersering)
c. Hipertensi renovaskular
d. Glomerulonefritis akut
e. Eklampsia
f. Sindroma putus obat antihipertensi
g. Trauma kepala berat
paru — paru juga akan terjadi peningkatan volume darah paru yang
menyababkan penurunan ekspansi paru, sehingga terjadi dipsnea dan
penurunan oksigenasi yang menyebabkan kelemahan. Pada mata akan terjadi
peningkatan tekanan vaskuler retina sehingga terjadi diplopia yang bisa
menyebabkan injuri.(Haidar Alatas, 2018)
6. Pathway Krisis Hipertensi
Riwayat Hipertensi
minum alkohol
Krisis Hipertensi
Vasokonstriksi
Gangguan sirkulasi
Ruptur pembuluh
darah otak Vasokonstriksi
Afterload Penyempitan
pembuluh darah
ventrikel kiri ↖ arteri kroner
Edema cerebral,
ginjal
peningkatan TIK
Hipertropi Suplai O2 ke
Suplai O2 ke ginjal jantung menurun
ventrikel kiri
Iskemia — hipoksia
menurun
jaringan cerebral Akut Miokard
Gagal jantung kiri
Infark
Risiko perfusi renal
Resiko perfusi serebral
tidak efektif
tidak efektif Cardiac output Penurunan
menurun curah jantung
Metabolisme anaerob ↖
mengetahui efek terapi dan juga kemungkinan timbulnya orthotatis. Bila gejala
penderita yang diobati tidak berkurang, maka sebaiknya penderita dirawat inap.
b. Untuk Hipertensi Emergensi
1) Rawat pasien (jika memungkinkan di ICU) untuk pemberian obat intravena
dan tatalaksana kerusakan organ target
2) Pada kebanyakan pasien, TD diturunkan dalam hitungan menit atau jam
sebagai berikut :
a) 5 s/d 120 menit pertama TD diturunkan 25%
b) 2 — 6 jam kemudian TD diturunkan sampai 160/100 mmHg
f) Sodium nitroprusside
1. Dosis 0.25 — 10 µg/kgBB/IV
2. Onset segera
3. Durasi 1-2 menit
4) Manajemen Spesifik
timbul biasanya adalah nyeri dada tidak khas yang menjalar ke punggung
perut dan anggota bawah. Auskultasi : didapatkan bising kelainan katup
aorta atau cabangnya dan perbedaan tekanan darah pada kedua lengan.
Pengobatan dengan pembedahan, dimana sebelumnya tekanan darah
diturunkan terlebih dulu dengan obat pilihan : Trimetapan atau Sodium
Nitroprusid.
f) Toksemia Gravidarum
Gejala yang muncul adalah kejang-kejang dan kebingungan. Obat
pilihan: Hidralazin kemudian dilanjutkan dengan klonidin.
Pada hipertensi urgensi terjadi pelonjakan tekanan darah secara tiba-tiba, tetapi
tidak ada kerusakan pada organ-organ tubuh dan tekanan darah dapat diturunkan
dengan aman dalam waktu beberapa jam dengan obat anti-hipertensi. Sementara pada
hipertensi emergensi terjadi kerusakan organ akibat dari tekanan darah yang sangat
tinggi, ini dianggap sebagai darurat hipertensi. Ketika hal tersebut terjadi, tekanan darah
harus dikurangi segera untuk mencegah terjadinya kerusakan organ. Komplikasi organ
berhubungan dengan hipertensi darurat dapat meliputi :
a. Ensefalopati Hipertensif
Pada hipertensi emergensi, kenaikan tekanan darah sudah melampaui batas
autoregulasi otak dengan mekanisme sebagai berikut
Edema serebri
Ensefalopati hipertensif
Batas rendah autoregulasi otak pada normotensi adalah 60-70 mmHg, pada
hipertensi adalah 120 mmHg. Batas tertinggi autoregulasi otak pada normotensi
adalah 150 mmHg. Sedangkan pada hipertensi adalah 200 mmHg. Dengan
mengetahui batas tersebut maka penurunan tekanan darah secara drastis harus
dihindari agar perfusi di otak tetap baik. Dari segi patologi anatomi dijumpai adanya
edema, bercak perdarahan maupun infark kecil dan nekrosis arterioler.
b. Perdarahan intra serebral
Terjadi karena pecahnya sistem vaskularisasi intra serebral yang disebabkan
terjadinya perubahan degeneratif pembuluh darah, berlanjut menjadi aneurisma oleh
sebab lain misalnya arterosklerosis. Mekanisme lain dapat terjadi oleh karena
nekrosis pembuluh darah otak, trombosis multipel atau spasme pembuluh darah
sebagai reaksi meningkatnya tekanan darah secara tiba — tiba. Gejala klinis berupa
sakit kepala hebat mendadak disertai penurunan kesadaran. Dengan pemeriksaan CT
scan dapat diketahui dengan pasti lokasi dan luas jaringan otak yang terkena.
c. Gagal jantung kiri akut
Mekanisme terjadinya berupa :
1) Peningkatan tahanan vaskular perifer akibat tekanan darah yang tinggi
sehingga terjadi kenaikan afterload diventrikel kiri
2) Terjadi hipertrofi vetrikel kiri yang berakibat disfungsi ventrikel kiri
3) Terjadi retensi air dan garam pada seluruh sistem sirkulasi sehingga
menimbulkan pertambahan preload
4) Bila disertai infark miokardium maupu iskemik pembuluh darah koroner
dapat berakibat payah jantung kongestif.
Gejala klinis yang timbul merupakan akibat edema paru akut yaitu sesak nafas
yang hebat, ortopnoe, batuk, air hunger, panik, sianotik, kadang — kadang batuk
berdarah, ronki basah di kedua paru. Foto toraks menunjukkan adanya
hipervaskularisasi pembuluh darah paru sampai dengan gambaran edema paru. Pada
kasus berat ditemukan kardiomegali terutama pembesaran ventrikel kiri, dari EKG
ditemukan LVH (left ventrikel hipertrofi) dan LV strain.
d. Feokromositoma
Merupakan tumor medula adrenal atau tempat — tempat lain yang banyak
mengeluarkan katekolamin seperti pada bifurkatio aorta, paraganglion simpatik di
abdomen atau dada. Gejala klinis berupa sakit kepala hebat, palpitasi, tremor, banyak
berkeringat, gelisah yang timbul mendadak dan diperngaruhi oleh stress, emosi
maupun trauma. Diagnosis pasti ditemukan dengan pemeriksaan kadar katekolamin
atau metaboliknya diurin, serta pengukuran kadar Vanilil Mandelic Acid (VMA) dari
urin.
e. Disseksi aorta
Terjadinya robekan tunika intima, hematom di sekitar tuniaka media yang
lambat laun mengakibatkan pecahnya aorta secara mendadak. Biasanya terjadi pada
kelainan di tunika media seperti penyakit marfan, arterosklerosis, kuarktasio aorta.
Gejala klinis biasanya berupa nyeri dada yang menyerupai angina pektoris atau
infark miokard dengan penjalaran ke punggung, perut, sampai tungkai bawah serta
adanya tanda — tanda insufisiensi aorta. Pemeriksaan radiologis foto thoraks
dijumpai adanya pelebaran mediastinum.
f. Eklamsia
Merupakan salah satu penyulit kehamilan yang ditandai dengan edema tungkai,
hipertensi berat, kesadaran menurun, kejang, proteinuria. Lebih sering dijumpai
pada primipara muda. Patogenesis belum jelas, hipotesis kearah terjadinya pelepasan
renin dari uterus dan meningkatnya sensitifitas terhadap angiotensin.
B Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, agama, bangsa.
b. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji :
3) Circulation
Kaji :
a) Denyut nadi karotis
b) Tekanan darah
c) Warna kulit, kelembapan kulit
d) Tanda — tanda perdarahan eksternal dan internal
e) Suhu akral perifer dan CRT
4) Disability
Kaji :
a) Tingkat kesadaran
b) Gerakan ekstremitas
c) GCS (Glasgow Coma Scale)
d) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
e) Refleks fisiologis dan patologis
f) Kekuatan otot
5) Eksposure
Kaji : Tanda-tanda trauma jika ada
c. Pengkajian Sekunder
1) Identitas pasien
2) Riwayat kesehatan
Kaji apakah ada riwayat penyakit serupa sebelumnya baik dari pasien
maupun keluarga. Kaji juga riwayat penyakit yang menjadi pencetus krisis
hipertensi pada pasien
3) Pengkajian nyeri secara komprehensif
4) Pemeriksaan fisik
Lakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh (head to toe) dengan focus
pengkajian pada :
a) Mata : lihat adanya pupil edema, pendarahan dan eksudat, penyempitan
yang hebat arteriol.
b) Jantung : palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya bunyi
thril jantung dan distensi vena jugularis. Pada perkusi biasanya tetap
Pada auskultasi didapatkan bunyi kuat dan keras pada katup aorta
terhadap adanya massa oval dan diperkusi adanya tanda pekak yang