Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGIK


DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN

I. KONSEP PENYAKIT
A. Definisi STROKE NON HEMORAGIK
Stroke adalah gangguan pada fungsi sistem saraf dikarenakan adanya gangguan pada
peredaran darah di dalam otak akibat pecahnya pembuluh darah atau karena
tersumbatnya pembuluh darah dalam otak. Otak seharusnya mendapatkan pasokan
berupa oksigen dan nutrisi akan mengalami gangguan dikarenakan kurangnya
pasokan oksigen ke otak sehingga terjadi kematian pada sel saraf otak (Maria, 2021).

Stroke Non Hemoragik adalah tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan


aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti (Nurarif, 2016). Stroke Non
Hemoragik terjadi ketika pembuluh darah arteri yang membawa darah dan oksigen
ke otak mengalami penyempitan, sehingga menyebabkan aliran darah ke otak sangat
berkurang. Kondisi ini disebut juga dengan iskemia, stroke non hemoragik dapat
disebabkan oleh trombosis dan emboli (Maria, 2021).

B. Etiologi STROKE NON HEMORAGIK


Menurut Haryono, (2019) etiologi stroke non hemoragik antara lain:
a. Timbulnya trombosis
Trombosis merupakan pembentukan plak pada pembuluh darah yang disebabkan
karena tingginya kadar lemak dalam darah.
b. Timbulnya emboli
Emboli merupakan plak yang lepas dari perlekatan dinding pembuluh darah
mengalir mengikuti aliran darah. Emboli ini biasanya menyebabkan sumbatan di
pembuluh darah yang menyebabkan hambatan aliran darah.
c. Akibat adanya kerusakan arteri yaitu: usia, hipertensi, DM
Pembuluh darah mengalami degeneratif seiring bertambahnya usia seseorang.
Hipertensi dan DM menyebabkan dinding pembuluh darah mengalami
pengerasan sehingga tidak elastis lagi ketika harus berkompensasi terhadap
perubahan tekanan darah.

C. Patofisiologi / Pathway
Menurut Haryono, (2019) patofisiologi Stroke Non Hemoragik adalah sebagai
berikut: Stroke iskemik atau stroke penyumbatan disebabkan oleh oklusi cepat dan
mendadak pada pembuluh darah otak sehingga aliran darah terganggu. Jaringan otak
yang kekurangan oksigen selama lebih dari 60-90 detik akan menurun fungsinya.
Trombus atau penyumbatan seperti aterosklerosis menyebabkan iskemia pada
jaringan otak dan membuat kerusakan jaringan neuron sekitarnya akibat proses
hipoksia dan anoksia. Sumbatan emboli yang terbentuk di daerah sirkulasi lain dalam
sistem peredaran darah yang bisa terjadi di dalam jantung. Oklusi akut pada
pembuluh darah otak membuat daerah otak terbagi menjadi dua daerah keparahan
derajat otak, yaitu
daerah inti dan daerah penumbra. Daerah inti adalah daerah atau bagian otak yang
memiliki aliran darah kurang dari 10 cc/100 g jaringan otak tiap menit. Daerah ini
berisiko menjadi nekrosis dalam hitungan menit. Sedangkan daerah penumbra adalah
daerah otak yang aliran darahnya terganggu tetapi masih lebih baik daripada daerah
inti karena daerah ini masih mendapat suplai perfusi dari pembuluh darah lainnya.
Daerah penumbra memiliki aliran darah 10-25 cc/100 g jaringan otak tiap menit.
Defisit neurologis dari stroke iskemik tidak hanya bergantung pada luas daerah inti
dan penumbra, tetapi juga pada kemampuan sumbatan menyebabkan kekakuan
pembuluh darah atau vasopasme.

Kerusakan jaringan otak akibat oklusi atau tersumbatnya aliran darah adalah suatu
proses biomolekular yang bersifat cepat dan progresif pada tingkat selular, proses ini
disebut dengan kaskade iskemia (ischemic cascade). Jaringan menjadi kekurangan
oksigen dan glukosa yang menjadi sumber utama energi untuk menjalankan proses
potensi membran. Kekukarangan energi ini membuat daerah yang kekurangan
oksigen dan gula darah tersebut menjalankan metabolisme anaerob.

Metabolisme anaerob ini merangsang pelepasan senyawa glutamat. Glutamat bekerja


pada reseptor di sel-sel saraf (terutama reseptor NMDA/N-methyl-D-aspartame),
menghasilakan influks natrium dan kalsium. Influks natrium membuat jumlah cairan
intraseluler meningkat dan pada akhirnya edema pada jaringan. Influks kalsium
merangsang pelepasan enszim protolisis (prototese, lipase, nuklease) yang memecah
protein, lemak dan struktur sel. Influks kalsium dapat menyebabkan kegagalan
mitokondria, suatu organel membran yang berfungsi mengatur metabolisme sel.
Kegagalan tersebut yang membuat sel otak pada akhirnya mati atau nekrosis.

Pathway Stroke Non Hemoragik


Sumber: (Tim Pokja SDKI, 2016; Haryono, 2019; Maria,
2021).
D. Manifestasi Klinik/ Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis Stroke Non Hemoragik menurut Munir,
(2015): Pembagian stroke menurut manifestasi klinisnya:
a. Transient Ischemic Attack (TIA) : Serangan akut defisit neurologis fokal yang
berlangsung singkat, kurang dari 24 jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa
pengobatan. Serangan bisa muncul lagi
b. ResidualI schemic Neurological Defisit (RIND): Sama dengan TIA tetapi
berlangsung lebih dari 24 jam dan sembuh sempurna dalam waktu kurang dari 3
minggu.
c. Completed stroke: Stroke dengan defisit neurologis berat dan menetap dalam
waktu 6 jam, dengan penyembuhan tidak sempurna dalam waktu lebih dari 3
minggu.
d. Progressive stroke: Stroke dengan defisit neurologi fokal yang terjadi bertahap
dan mencapai puncaknya dalam waktu 24-48 jam (system karotis) atau 96 jam
(system VB) dengan penyembuhan tidak sempurna dalam waktu 3 minggu.

Tanda dan Gejala Stroke Non Hemoragik berdasarkan pada berat ringannya
gangguan pembuluh darah dan lokasi gangguan peredaran darah sebagai berikut:
a. Arteri Cerebri Anterior:
- Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan yang lebih ringan.
- Gangguanmental.
- Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
- Ketidakmampuandalammengendalikanbuangair.
- Bisa terjadi kejang-kejang.
b. Arteri Cerebri Media:
- Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan.
- Gangguan saraf perasa. Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
c. Aretri Karotis Interna:
- Buta mendadak (amaurosis fugaks).
- Ketidakmampuan untuk berbicara
- Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral)
d. Arteri Cerebri Posterior:
- Koma.
- Hemiparesis kontra lateral.
- Ketidakmampuan membaca (aleksia).
- Kelumpuhansarafkranialisketiga.
e. Sistem Vertebrobasiler:
- Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstermitas.
- Meningkatnyareflekstendon.
- Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
- Gejala-gejala serebelum seperti gemetar pada tangan (tremor), vertigo.
- Kehilangan kesadaran sepintas atau pingsan (syncop), penurunan kesadaran
- Gangguan penglihatan
- Gangguan pendengaran, Rasa kaku diwajah, mulut atau lidah.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien Stroke Non Hemoragik
menurut Haryono, (2019) yaitu sebagai berikut:
a. Computer Tomografi Scan (CT Scan)
Pemeriksaan CT Scan menggunakan serangkaian sinar-X untuk membuat gambar
detail dari otak. CT Scan dapat menunjukkan perdarahan, tumor, stroke dan
kondisi lainnya. Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Pada
stroke non hemoragik terlihat adanya infark.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI menggunakan gelombang radio dan magnet yang kuat untuk menciptakan
tampilan rinci otak. MRI dapat mendeteksi jaringan otak yang rusak oleh stroke
iskemik dan perdarahan otak. Pemeriksaan ini lebih canggih dibanding CT Scan.
c. Ultrasonografi Dopler (USG Dopler)
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis /aliran darah
/muncul plaque/arterosklerosis).
d. Angiografi serebral
Prosedur ini memberikan gambaran secara rinci tentang arteri di otak dan leher.
Serta membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan
seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
e. Elektro encephalo Graphy (EEG)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
f. Pemeriksaan foto thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran vertrikel
kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke,
menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari
massa yang meluas.
g. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal dilakukan dengan memasukkan jarum ke dalam ruang
subarakhnoid untuk mengeluarkan CSS yang bertujuan untuk diagnostik atau
pengobatan. Pemeriksaan pungsi lumbal menunjukan adanya tekanan normal.
Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya
perdarahan.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke non hemoragik menurut Harsono, (2016) adalah sebagai
berikut:
a. Penatalaksanaan keperawatan
- Bedrest total dengan posisi kepala head up15-30 derajat.
- Berikan terapi oksigen 2-3L/menit dengan nassal kanul.
- Pasang infus IV sesuai kebutuhan.
- Monitor ketat kelainan-kelainan neurologis yang timbul.
- Berikan posisi miring kanan dan kiri per 2 jam dan observasi
- Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG.

b. Penatalaksanaan medis
1. Pemberian alteplase dengan dosis 0.6-0.9,g/kkBB dengan onset<6 jam
sebagai trombosis intravena.
2. Trombektomi mekanik dengan oklusikarotis interna atau pembuluh darah
intracranial dengan onset <8 jam sebagai terapi endovasculer.
3. Pemberian obat-obatan seperti nicardipin, ACE inhibitor, Beta blocker,
Diuretik, calcium antagonist sebagai manajemen hipertensi.
4. Pemberian obat-obatan seperti anti diabetik oral maupun insulin sebagai
manajemen gula darah.
5. Trombolitik merupakan penggunaan obat-obatan untuk melarutkan
gumpalan darah yang merupakan penyebab utama serangan SNH.
6. Pemberian obat-obatan anti koagulan, terapi anti koagulan ini untuk
mengurangi pembentukkan bekuan darah dan mengurangi emboli seperti
dabigatran, warfarin, dll.
7. Anti platelet Golongan obat ini sering digunakan pada pasien stroke untuk
pencegahan stroke ulangan dengan mencegah terjadinya agregasi platelet.
Aspirin merupakan salah satu antiplatelet yang direkomendasikan
penggunaannya untuk pasien stroke.
8. Pemberian obat-obatan neuroprotektor seperti citicholin, piracetam, dll.

c. Fase rehabilitasi
1. Pertahankan nutrisi yang adekuat.
2. Program manajemen Bladder dan bowel.
3. Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak Range Of Motion
4. Terapi latihan genggam bola karet.
5. Pertahankan integritas kulit.
6. Pertahankan komunikasi yang efektif.
7. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
8. Persiapan pasien pulang.

G. Referensi (MINIMAL 3 BUAH)


1. Maria, I. (2021). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus dan Asuhan
Keperawatan Stoke. Yogyakarta: Deepublish.
2. Haryono, R. (2019). Keperawatan Medikal Bedah II. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.
3. Munir, B. (2015). Neurologi Dasar. Jakarta: Sagung Seto.
4. PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Fokus (Mengacu pada data Mayor dan Minor dx keperawatan SDKI)
1. Gangguan Rasa Nyaman (D.0074)
Definisi:
Perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik, psikospirtual,
lingkungan dan sosial
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif:
1. Mengeluh tidak nyaman
Objektif:
1. Gelisah
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif:
1. Mengeluh sulit tidur
2. Tidak mampu rileks
3. Mengeluh kedinginan/kepanasan
4. Merasa gatal
5. Mengeluh mual
6. Mengeluh lelah
Objektif:
1. Menunjukan gejala distres
2. Tampak merintih/menangis
3. Pola eliminasi berubah
4. Postur tubuh berubah
5. Iritabilitas

2. Nyeri Akut (D.0077)


Definisi:
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lamat dan berintensitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang 3 bulan.
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: tidak tersedia
Objektif:
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat  Orang dewasa: 60-100 kali per menit
5. Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: tidak tersedia
Objektif:
1. Tekanan darah meningkat  Tekanan darah normal: Dewasa 19-40 tahun 95-
135 mmHg 60-80 mmHg Dewasa 41-60 tahun 110-145 mmHg 70-90 mmHg
Lansia (>60 tahun) 95-145 mmHg 70-90 mmHg
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis

3. Intoleransi Aktivitas (D.0056)


Definisi:
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari hari
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif:
1. Mengeluh lelah
Objektif
1. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi sehat
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif:
1. Dispnea saat/setelah aktivitas
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3. Merasa lemah
Objektif:
1. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukan iskemia
4. Sianosis

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN KEBUTUHAN RASA AMAN NYAMAN (SDKI)


1. Gangguan Rasa Nyaman b.d. Gejala penyakit (Nyeri Dada)
2. Nyeri Akut b.d. Agen pencedera fisiologis (Inflamsi)
3. Intoleransi Aktivitas b.d. tirah baring

C. PERENCANAAN
1. Dx : Gangguan Rasa Nyaman b.d. Gejala penyakit
a. Tujuan (smart) (Standar Keluaran) Status Kenyamanan (L.08064)
Setelah dilakukan askep diharapkan status kenyamanan meningkat, dengan k.h :
- Keluhan tidak nyaman menurun
- Gelisah menurun
b. Rencana Tindakan (SIKI) Manajemen Nyeri
(I.08238) Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik, terapi pijat, aromaterapi, kompres hangat/dingin)
Edukasi
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi dalam pemberian analgetik jika perlu
2.. Dx : Nyeri Akut b.d. Agen pencedera fisiologis (Inflamsi)
a. Tujuan (smart) (Standar Keluaran) Tingkat Nyeri (L.08066)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan tingkat nyeri menurun, dengan
kriteria hasil:
- Keluhan nyeri menurun
- Meringis menurun
- Sikap protektif menurun
- Gelisah menurun
- Frekuensi nadi membaik
b. Rencana Tindakan (SIKI) Manajemen Nyeri
(I.08238) Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain
Edukasi
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi dalam pemberian analgetik jika perlu

3.. Dx : Intoleransi Aktivitas b.d. tirah baring


a. Tujuan (smart) (Standar Keluaran) Toleransi Aktivitas (L.05047)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan toleransi aktivitas meningkat,
dengan kriteria hasil:
- Frekuensi nadi meningkat
- Dispnea saat aktivitas menurun
- Dispnea setelah aktivitas menurun
- Keluhan lelah menurun
b. Rencana Tindakan (SIKI) Dukungan Ambulasi (I.
06171) Observasi
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
- Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk)
- Fasilitasi melakukan mobilisasi tisik, jika peru
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. berjalan dan tempat
tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai
toleransi)
Daftar Pustaka:
1. Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
2. Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
3. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai