Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut WHO (1997) stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak lokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.

Stroke merupakan suatu penyakit yang lama dikenal dan dewasa ini
banyak diderita oleh masyarakat Indonesia. penyakit yang disebabkan oleh
gangguan perederan darah otak ini manisfestasinya adalah hemiparese.
penyakit ini akan menimbulkan problem kapasitas fisik berupa kelemahan
anggota gerak sesisis kanan atau kiri, gangguan sensorik, potensial ulkus tekan,
potensial kontraktur juga mengakibatkan permasalahan kemampuan fungsional
yaitu gangguan gerak fungsional yang meliputi miring kekanan atau kekiri,
bangun keduduk dan berdiri.
Stroke adalah kehilangan kesadaran mendadak dan sering kali disertai
kelumpuhan sebagian tubuh yang disebabkan karena terbendungnya
pembuluh darah. Hemiparese Dextra adalah kelemahan sebelah kanan.
Hemiparese Dextra ini ditandai dengan adanya tonus yang abnormal,
timbulnya pola sinergis, terlepasnya beberapa refleks tonus, dan gangguan
sensoris. Penatalaksanaan pada kondisi hemiparese dextra ini dengan
menggunakan metode studi kasus. Pada kasus ini akan menimbulkan
kapasitas fisik diantaranya timbulnya spastisitas dan potensial terjadinya
kontraktur dan decubitus, dan juga penurunan kemampuan fungsional
B. TUJUAN
- Untuk mengetahui apa itu penyakit Hemiparese Dextra Ecausa Stroke
Non Hemoragic
- Untuk mengetahui gejala maupun penyebab dari penyakit Hemiparese
Dextra Ecausa Stroke Non Hemoragic
- Untuk mengetahui penataklasanaan pengobatan.
- Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik/penunjang.
- Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit Hemiparese Dextra Ecausa
Stroke Non Hemoragic
- Untuk mengetahui tindakan apa yang diperlukan untuk
menangani/mengobati pasien yang mengalami stroke.
BAB II
KONSEP DASAR TEORI
A. DEFINISI
Menurut WHO (1997) stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak lokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Stroke merupakan suatu penyakit yang lama dikenal dan dewasa ini
banyak diderita oleh masyarakat Indonesia. penyakit yang disebabkan oleh
gangguan perederan darah otak ini manisfestasinya adalah hemiparese.
penyakit ini akan menimbulkan problem kapasitas fisik berupa kelemahan
anggota gerak sesisis kanan atau kiri, gangguan sensorik, potensial ulkus
tekan, potensial kontraktur juga mengakibatkan permasalahan kemampuan
fungsional yaitu gangguan gerak fungsional yang meliputi miring kekanan
atau kekiri, bangun keduduk dan berdiri.

B. ETIOLOGI
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian
(Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144

a.Trombosis
Trombosis ialah proses pembentukan bekuan darah atau
koagulan dalam sistem vascular (yaitu,pembuluh darah atau jantung)
selama manusia masih hidup, serta bekuan darah didalam pembuluh
darah otak atau leher. Koagulan darah dinamakan trombus. Akumulasi
darah yang membeku diluar sistem vaskular, tidak disebut sebagai
trombus. Trombosis ini menyebabkan iskemia jaringan otak yang
dapat menimbulkan edema disekitarnya.

b. Embolisme serebral
Embolisme serebral adalah bekuan darah dan material lain yang
dibawa ke otak dari bagian tubuh lain. Merupakan penyumbatan
pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada
umumnya emboli berasal dari trombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebri.

  c.Iskemia serebri
Iskemia adalah penurunan aliran darah ke area otak. Otak
normalnya menerima sekitar 60-80 ml darah per 100 g jaringan otak
per menit. Jika alirah darah aliran darah serebri 20 ml/menit timbul
gejala iskemia dan infark. Yang disebabkan oleh banyak faktor yaitu
hemoragi, emboli, trombosis dan penyakit lain.

d.Hemoragi serebral
Hemoragi serebral adalah pecahnya pembuluh darah serebral
dengan pendarahan ke dalam jaringan otak atau ruangan sekitar otak.
Pendarahan intraserebral dan intrakranial meliputi pendarahan didalam
ruang subarakhnoid atau didalam jaringan otak sendiri. Pendarahan ini
dapat terjadi karena arterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh
darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak.
Pecahnya pembuluh darah otak sebagian besar diakibatkan oleh
rendahnya kualitas pembuluh darah otak.Sehingga dengan adanya
tekanan darah yang tinggi pembuluh darah mudah pecah.

C. PATOFISIOLOGI
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah
besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang
paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada
daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah. Energi yang diperlukan
untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal dari metabolisme glukosa
dan disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk
persediaan pemakaian selama 1 menit.
Bila tidak ada aliran darah lebih dari 30 detik gambaran EEG akan
mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, bila lebih
dari 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan bila lebih dari
9menitmanusiadapatmeninggal.2,3 Bila aliran darah jaringan otak berhenti
maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk pembentukan ATP akan
menurun, akan terjadi penurunan Na+ K+ ATP-ase, sehingga membran
potensial akan menurun.13 K+ berpindah ke ruang ekstraselular,
sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan
permukaan sel menjadi lebih negative sehingga terjadi membran
depolarisasi. Saat awal depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi
bila menetap terjadi perubahan struktural ruang menyebabkan kematian
jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah
ambang batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga
dibawah 10 ml / 100 gram /menit.
Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan
gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya
asidosis menimbulkan edema serebral yang ditandai pembengkakan sel,
terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi. Oleh karena
itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari
tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik.

D. TANDA DAN GEJALA


Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi
berikut:
1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku,
menurunnya fungsi sensorik
2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun
kemampuan membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial
atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu,
pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.
3. Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun,
hemineglect, kebingungan.
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam,
dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan
serangan kecil atau serangan awal stroke.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi
a. CT scan
Pada kasus stroke, CT scan dapat membedakan stroke
infark dan stroke hemoragik. Pemeriksaan CT scan
kepala merupakan gold standar untuk menegakan
diagnosis stroke. (Rahmawati, 2009).
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien yang diduga mengalami stroke perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium. Parameter yang diperiksa meliputi
kadarglukosa darah, elektrolit, analisa gas darah, hematologi lengkap,
kadar ureum, kreatinin, enzim jantung, prothrombin time(PT) dan
activated partial thromboplastin time (aPTT). Pemeriksaan kadar glukosa
darah untuk mendeteksi hipoglikemi maupun hiperglikemi, karena pada
kedua keadaan ini dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan
elektrolit ditujukan untuk mendeteksi adanya gangguan elektrolit baik
untuk natrium, kalium, kalsium, fosfat maupun magnesium
(Rahajuningsih, 2009).

F. KOMPLIKASI
Komplikasi stroke hemoragik meliputi ( Smeltzer & Bare,2001) :
1. Hipoksia Serebral.
2. Penurunan Darah Serebral.
3. Luasnya Area Cedera.

G. PENATALAKSANAAN/PENGOBATAN
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah :
1. Posisikan kepala dan badan atas 20 – 30o, posisi miring jika muntah dan
boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan oksigen sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital usahakan stabil
4. Bedrest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Kandung kemih yang penuh kosongkan, bila perlu lakukan katerisasi
7. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik
8. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK
9. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik, jika kesadaran
menurun atau gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
Penatalaksanaan medis secara spesifik berupa :
1. Mengobati penyebabnya,
2. Neuroprotektor
3. Tindakan pembedahan
4. Menurunkan TIK yang tinggi
H. PENYIMPANGAN KDM TEORI

Faktor yang tidak dapat dimodifikasi: Faktor yang dapat dimodifikasi:


Umur Hipertensi
Ras Hiperkolesterolemia
Jenis kelamin Diabetes Millitus
Genetik Riwayat penyakit jantung
Life style (obesitas, diet, stres)
Terbentuknya trombus arterial dan emboli

Penyumbatan pembuluh darah otak

Suplay O2 ke otak

Iskemik jaringan pada otak Syok Metabolisme Penumpuka TIK


neurologik anaerob n asam
Hipoksia laktat
Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak Nyeri akut
STROKE NON HEMORAGIK

Iskemik pada arteri serebral anterior Iskemik pada arteri serebral medial Iskemik pada arteri serebral posterior

Gangguan visual area


Gangguan premotor area
Gangguan Brocha’s Gangguan Refleks batuk
motorspeech area gustatory area
Kerusakan neuromuskular Gangguan pengelihatan
Diplopia atau pergerakan bola
Terjadi
Disatria, Afasia, penumpukan mata
Disfagia
Hemiplegia sputum
Hemiparesis Amourasis
fulgaks Resiko ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan
Resiko Hambatan tubuh Ketidakefektifa
kerusakan mobilitas fisik
Gangguan persepsi
integritas kulit
Hambatan n pola nafas sensori pengelihatan
komunikasi
verbal
BAB III
LAPORAN KHUSUS

A. ALASAN MASUK RS
Pasien merasakan tubuh dibagian kanannya terasa lemah, tangan kanan
terasa lemah jika pasien berdiri atau jalan pasien merasakan seperti ingin
jatuh.

B. KELUHAN UTAMA
Kelemahan tubuh bagian kanan.

C. PENYAKIT/DIAGNOSA MEDIS
Hemiparese Dextra Ecausa Stroke Non Hemoragic
D. PENYIMPANGAN KDM KASUS

Faktor yang dapat dimodifikasi:


Hipertensi
Jenis kelamin
Genetik

Terbentuknya trombus arterial dan emboli

Penyumbatan pembuluh darah otak

Suplai O2 ke otak

Iskemik jaringan pada otak

Hipoksia

STROKE NON HEMORAGIK

Iskemik pada arteri serebral anterior

Gangguan premotor area

Kerusakan neuromuskular

Hemiparesis/Hemiplegia

Hambatan
mobilitas fisik
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Photo thorax (tidak ada dokumentasi foto thorax)
2. Pemeriksaan Lab (tidak ada dokumentasi foto hasil lab)
F. PENATALAKSANAAN PENGOBATAN
 Pemberian cairan RL 20 tpm
 Injeksi Ranitidin IA/IU
 Pemberian Pirocetan 1 botol/drips
 Injeksi IV Mecobalamin IA/IM
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.
DS:
- Pasien mengatakan lemah pada bagian tubuh sebelah kanan sejak 1 hari
sebelum masuk ke RS.
- Pasien mengatakan tidak mampu untuk berdiri lama.
DO:
- Pasien tampak kesulitan saat berjalan.
- Pasien tampak tremor ketika mengangkat tubuh bagian kanannya.
- Kekuatan otot
3 5
3 5
H. TINDAKAN KEPERAWATAN
 Mengkaji kekuatan otot.
 Mengukur tanda-tanda vital.
 Membantu pasien untuk berdiri dan ambulasi pada jarak tertentu.
 Memberitahukan keluarga untuk selalu mendampingi pasien saat ingin
beraktivitas.
 Pasang pengaman brankar.
I. ANALISA TINDAKAN
NAMA : ERNI YUSNITHA
NO.AM :AM_014_21
1.Tindakan keperawatan yang dilakukan:
1. Pemberian semi fowler 45o
2. Monitor vital sign
 Tekanan Darah :150/70 mmHg
 Nadi :73x/menit
 RR :23x/menit
 Suhu :36oC
3.Melihat perkembangan dada saat melakukan pernapasan.
4.Memasang pengamanan brankar.
5.Mengunci roda brankar.
6.Pemasangan Infus.

2. Identitas Klien :
-Nama Klien : Tn. A

-Diagnosa Medis : Hemiparese Dextra Ecausa Stroke Non


Hemoragic

-Tanggal Dilakukakan : 17 Januari 2020


-Diagnosa Keperawatan : Kerusakan mobilitas fisik b.d
kerusakan musculoskeletal dan neuro
muscular, kehilangan integritas struktur
tulang, penurunan kekuatan dan
ketahanan tubuh.

3. Tujuan Tindakan : Pemberian cairan


4. Prinsip dan Rasional Tindakan:

No Prinsip Tindakan Rasional


1 Persiapkan alat yang diperlukan dalam Dengan menyiapkan alat dengan
pemasangan infus benar dapat mempermudah dan
mempercepat pemasangan infus
2 Melakukan verifikasi program Memastikan tindakan yang
pengobatan pasien diberikan sesuai dengan
program pengobatan pasien
3 Mencuci tangan Mencegah trasmisi
mikroorganisme
4 Mengidentifikasi pasien dan Mencegah terjadinya salah
menjelaskan maksud dan tujuan pasien dan mengurangi rasa
tindakan cemas
5 Mengatur posisi pasien senyaman Membuat keadaan pasien rileks
mungkin
6 Dekatkan alat didekat pasien Mempermudah melakukan
tindakan
7 Sambungkan cairan infuske infus set, Mempermudah dalam
gantung di tiang pemasangan infus
8 Pasang perlak dibawah daerah yang menjaga kebersihan daerah
akan ditusuk sekitar penusukan
9 Pasang tourniquet 5-10 cm diatas Untuk mempermudah
tempat penusukan dan kencangkan menemukan vena yang akan
ditusuk
10 Pasang sarung tangan Mencagah penyebaran
mikroorganisme
11 Tentukan vena yang akan ditusuk Vena yang sesuai akan
mengurangi nyeri pada vena
12 Desinfeksi daerah yang akan ditusuk Mencegah penyebaran
mikroorganisme
13 Lakukan penusukan pada daerah yang Cara ini dapat mengurangi
sudah di desinfeksi dengan sudut 30o trauma saat memasukkan jarum
14 Lepas tourniquet apabila berhasil Mengurangi tekanan pada vena
15 Hubungkan jarum intravena dengan Untuk memberikan pasien
infus set, buka klem dan alirkan cairan cairan sesuai kebutuhan
16 Fiksasi jarum intravena Agar jarumtidak lepas dan tetap
berada pada posisinya
17 Desinfeksi daerah tusukan dan tutup Mencegah perkembangan
dengan kasa steril dan plester mikroorganisme pada daerah
penusukan
18 Atur tetesan sesuai dengan kebutuhan Menjalankan terapi cairan sesuai
pasien anjuran
19 Melakukan evaluasi tindakan Mengetahui perasaan pasien
setelah dipasangan infus
20 Membereskan alat dan merapikan Menjaga kebersihan tempat
pasien tidur pasien
21 Berpamitan dengan pasien

5.Analisa Tindakan Yang Dilakukan:


Pada saat melakukan pemeriksaan fisik pada pasien tindakan
yang dilakukan oleh petugas sudah sesuai dengan SOP yang ada.
Karena pemeriksaan fisik pada saat di thorax dilakukan terapi dengan
cara IPPA (Inspeksi, Palpasi, Perkusi dan Auskultasi).

6. Evidence Based :
Infeksi nosokomial tejadi karena transmisi mikroba pathogen
yang bersumber dari lingkungan rumah sakit, merupakan salah satu
penyebab bermacam penyakit yang berasal dari penderita, petugas
kesehatan dan lingkungan. Kuman penyakit ini dapat hidup dan
berkembang di lingkungan rumah sakit seperti udara, rantai, dan
benda-benda medis dan non medis lainnya (Darmadi, 2008). Penularan
infeksi ini melalui tangan dari petugas kesehatan maupun personal
petugas lainnya kepada pasien. Oleh karena itu, pentingnya kita
menjaga kebersihan bahkan saat menangani pasien, seperti mencuci
tangan. Oleh karena itu pentingnya menjaga kebersihan saat
menangani pasien, contohnya seperti mencuci tangan sebelum
menangani pasien. Cuci tangan merupakan perilaku upaya pencegahan
dan pengendalian terjadinya infeksi nosokomial untuk mendukung
menuju perubahan yang lebih baik (Potter, 2009).

BAB VI
PEMBAHASAN

A. Kesenjangan dan kesamaan antara teori dan kasus berdasarkan buku sumber
jurnal
Stroke merupakan suatu penyakit yang lama dikenal dan dewasa ini
banyak diderita oleh masyarakat Indonesia. penyakit yang disebabkan oleh
gangguan perederan darah otak ini manisfestasinya adalah hemiparese.
penyakit ini akan menimbulkan problem kapasitas fisik berupa kelemahan
anggota gerak sesisis kanan atau kiri, gangguan sensorik, potensial ulkus
tekan, potensial kontraktur juga mengakibatkan permasalahan kemampuan
fungsional yaitu gangguan gerak fungsional yang meliputi miring kekanan
atau kekiri, bangun keduduk dan berdiri.
Pemenuhan kebutuhan keseimbangan cairan dan elektrolit memegang
peranan penting dalam penatalaksanaan awal pada pasien dalam kondisi sakit
karena bayi biasanya dipuasakan dari nutrisi oral maupun enteral selama lima
sampai tujuh hari terutama pada bayi dengan kondisi prematur. Hal ini
mengakibatkan pemberian terapi cairan dan elektrolit melalui intravena pada
neonates menjadi sangat penting untuk bertahan hidup (Cloherty, Eichenwald,
& Stark , 2010). Pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan cairan,kebutuhan elektrolit,kebutuhan nutrisi, dan
farmakoterapi atau substansi terapeutik lain bagi (Wong, 2008). Keberhasilan
pemberian terapi intravena dipengaruhi oleh akses yang digunakan dalam
terapi intravena yang telah diprogramkan. Oleh karena itu, pemasangan,
pemantauan keefektifan, serta pemilihan akses intravena memiliki hubungan
yang kuat dengan pemenuhan kebutuhan terapi intravena agar sesuai dengan
kebutuhan.

BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Menurut WHO (1997) stroke adalah adanya tanda-tanda klinik
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak lokal (atau global)
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler.
Stroke merupakan suatu penyakit yang lama dikenal dan dewasa ini
banyak diderita oleh masyarakat Indonesia. penyakit yang disebabkan oleh
gangguan perederan darah otak ini manisfestasinya adalah hemiparese.
penyakit ini akan menimbulkan problem kapasitas fisik berupa kelemahan
anggota gerak sesisis kanan atau kiri, gangguan sensorik, potensial ulkus
tekan, potensial kontraktur juga mengakibatkan permasalahan kemampuan
fungsional yaitu gangguan gerak fungsional yang meliputi miring kekanan
atau kekiri, bangun keduduk dan berdiri.

B. SARAN
Setelah mendapatkan hasil yang cukup bermakna, disarankan kepada
pasien untuk menghindari faktor –faktor yang memungkinkan berulangnya
serangan stroke, sehingga akan mengakibatkan kondisi yang lebih berat.Saran
bagi para fisioterapis yang akan menangani kasus stroke, hendaknya lebih
dapat memilih teknik intervensi yang sesuai dengan problematika pasien.
Untuk itu para fisioterapis diharapkan tetap terus belajar dan mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya fisioterapi, sehingga tidak
tertinggal dalam mengetahui, mengenal, dan menguasai teknologi intervensi
fisioterapi terkini.

DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/ASUS/Downloads/6694-1-11324-1-10-20131003.pdf

https://islidedocs.com/document/lp-stroke-hemiparese-dextra
https://www.academia.edu/9113259/LAPORAN_PENDAHULUAN_DAN_KONSE
P_DASAR_ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_PASIEN_DENGAN_STROKE_
HEMORAGIK_SH_I._KONSEP_DASAR_PENYAKIT

http://digilib.unila.ac.id/6513/111/BAB%20II.pdf

https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/08/Modul-Tutor-
Lemah-Separuh-Badan-Sistem-Neuropsikiatri-2016.pdf

file:///C:/Users/ASUS/Downloads/Peran%20Anamnesis%20Terhadap
%20Kesembuhan%20Pasien%20Cephalgia.pdf

Anda mungkin juga menyukai