Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK DI RSUD AM PARIKESIT TENGGARONG

Disusun Oleh :

Hamdan Jaelani

Dosen Pembimbing :

Ns.Ulfatul Mufliha, MNS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PRODI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR


1. FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian

Stroke adalah gangguan fungsional yang terjadi secara mendadak berupa tanda-tanda klinis baik
lokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian yang
disebabkan gangguan peredaran darah ke otak, antara lain peredaran darah sub arakhnoid, peredaran
intra serebral dan infark serebral (Nur’aeni Y R, 2017)Stroke merupakan gangguan mendadak pada
sirkulasi serebral di satu pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak.Stroke menginterupsi atau
mengurangi suplai oksigen dan umumnya menyebabkan kerusakan serius atau nekrosis di jaringan
otak (Williams, 2014).Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik (primary
hemorrhagic strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic strokes) .
Stroke non hemoragik terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah ke otak.
Sumbatan ini disebabkan karena adanya penebalan dinding pembuluh darah yang disebut dengan
Antheroscherosis dan tersumbatnya darah dalam otak oleh emboli yaitu bekuan darah yang berasal
dari Thrombus di jantung. Stroke non hemoragik mengakibatkan beberapa masalah yang muncul,
seperti gangguan menelan, nyeri akut, hambatan mobilitas fisik, hambatan komunikasi verbal, defisit
perawatan diri, ketidakseimbangan nutrisi, dan salah satunya yang menjadi masalah yang
menyebabkan kematian adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral (Nur’aeni Y R, 2017).
Sedangkan menurut Padila, (2014) Stroke Non Haemoragik adalah cedera otak yang berkaitan
dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau
embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral
biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi
perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. (Arif Muttaqin, 2015).

B. Etiologi
1. Trombosit (bekuan darah di dalam pembulu darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran darah ke
jaringanotak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan kongesti dan radang.
Trombosis initerjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemia jaringanotak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.
Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.Hal ini dapat
terjadi karena penurunanaktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemiaserebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48
jam setelah thrombosis.
2. Eembolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian
tubuhyang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak
dan udara.Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistemarteri serebral.Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik.
3. Iskemik
Suplaidarahke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau penyumbatan
pembuluh darah.

C. Tnda dan gejala

a)      Dystensia ( gangguan fungsi motorik ) berupa :


1)      Kelumpuhan ( hemiplegi atau paraplegi )
2)      Paralisis ( kehilangan total dari gangguan kekuatan motoriknya )
3)      Paresis ( kehilangan sebagian kekuatan otot motoriknya )
b)      Disnestasia ( gangguan fungsi sensorik ) berupa :
1)      Hipoarasthesia dan Arasthesia.
2)      Gangguan penciuman, penglihatan dan gangguan rasa pada lidah.
c)      Dyspasia ( gangguan berbicara )
d)     Dymentia ( gangguan mental ) dengan manifestasi :
1)      Gangguan neurologis.
2)      Gangguan psikologis.
3)      Keadaan kebingungan.
4)      Reaksi depresif.
D. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.Luasnya infark hergantung
pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.Luasnya infark hergantung
pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor
penyebab infark pad-a otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada
area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah.Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang
sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.Oleh karena
trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif.Oklusi pada pembuluh darah serebral
oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas
pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada
pembuluh darah yang tersumbat .menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2015).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan perdarahan batang otak
sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada
sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2015).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan yang disebabkan oleh
anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10
menit.Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung
(Muttaqin, 2014).
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakihatkan
peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak.
Elernen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin, 2014).
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60 cc maka risiko
kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan jika terjadi
perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%,
namun volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal (Misbach, 1999 dalam Muttaqin,
2008).
E. PATHWAY
F. PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGIS DAN NON FARMAKOLOGIS
1. Penatalaksanaan farmakologis
1) Bantuan kepatenan jalan nafas, ventilasi dengan bantuan oksigen
2) Penatalaksanaan cairan dan nutrisi
3) Obat-obatan seperti anti Hipertensi, Kortikosteroid, analgesic
4) EKG dan pemantauan jantung
5) Pantau Tekanan Intra Kranial ( TIK ).
2. Penatalaksanaan non farmakologis
1) Pembatasan aktifitas/tirah baring
2) Penatalaksanaan cairan dan nutrisi
3) Melakukan (ROM)

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian
psikososial.

a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan adalah kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat
kesadaran.

c. Riwayat penyakit sekarang


Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai
tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam
intrakranial.Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit,
dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.Pengkajian pemakaian obat-
obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya.Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral.Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.

e. Riwayat penyakit keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya
riwayat stroke dari generasi terdahulu.

f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku
klien.Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya,
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien.

1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi
napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan
penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang
kanan dan kiri.Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik)
yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan
dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan
aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang.Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril.Inkontinensia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut.Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi
asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.Adanya inkontinensia alvi
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter
terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol
motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah
hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit,
jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama
pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan
istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.Tingkat keterjagaan
klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi
sistem persarafan.Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan
dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.Jika klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi
untuk pemantauan pemberian asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,
lobus frontal, dan hemisfer.
9) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
10) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun
jangka panjang.Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.Pada beberapa kasus
klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan
perbedaan yang tidak begitu nyata.
11) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi
dari serebral.Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus
temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.Sedangkan lesi pada bagian posterior dari
girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.Disartria
(kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti
terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.

h. Pengkajian Saraf Kranial


Menurut Muttaqin, (2016) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata
dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua
atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri.
Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan
untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah
ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.
i. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol
motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi ng
berlawanan dari otak.
1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada
sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda
yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat

3. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Penurunan Kekuatan Otot (D.005)
2. Defisit Nutrisi b.d Ketidakmampuan mengabsorsi Nutrein (D.0019)
3.Gangguan Integritas Kulit b.d Kelembapan (D.0129)

NO SDKI SLKI SIKI


1. Gangguan Mobilitas Fisik Mobilitas Fisik (I.05042) Dukungan Mobilisasi (I.05173)
b.d Penurunan Kekuatan Setelah dilakukan tindakan Observasi
Otot (D.005) keperswatan selama …x24 jam 1.1 identifikasi adanya nyaeri atau
diharapkan membaik dengan keluhan fisik lainnya
kriteria hasil sebagai berikut.. 1.2 Identifikasi toleransi fisik
1. Pergerakan ekstermitas melakukan pergerakan
membaik dari skala (..)menjadi 1.3 identifikas frekuensi jantung dan
(..) tekanan darah sebelum memulai
2. Kekuatan Otot membaik dari mobilisasi
skala (…) menjadi (..) 1.4 Monitor kondisi umum selama
3. Rentang Gerak (ROM) melakukan pergerakan
membaik dari skla (..) menjadi Trapeutik
(..) 1.5 Fasilitasi aktifitas mobi;isasi
Ket : dengan alat bantu (mis,pagar tempat
1. Menurun tidur)
2. Cukup Menurun 1.6 Fasilitasi melakukan pergerakan
3. Sedang jika perlu.
4. Cukup Meningkat 1.7 Libtakan keluarga untuk
5. Meningkat membantu pasien dalam
1. meningkatkan pergerakan.
Edukasi
1.8 Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
1.9 Anjurkan melakukan mobilisasi
dini
1.10 Anjurkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (Mis, duduk di
tempat tidur)
2. Defisit Nutrisi b.d Status Nutrisi (L.03030) Manajemen nutrisi (I.03119)
Ketidakmampuan Setelah dilakukan tindakan 2.1 Identifikasi status nutrisi
mengabsorsi Nutrein keperawatan selama …x24 jam 2.2 Identifikasi alergi dan intoleransi
(D.0019) diharapkan membaik dengan makanan
kriteria hasil sebagai berikut… 2.3 Indentifikasi makanan yang
1. Kekuatan Otot Pengunyah disukai
membaik dari skala (…) 2.4 Identifikasi kebutuhan kalori
menjadi (…) dan jenis nutrisi
2. Kekuatan Otot menelan 2.5 Identifikasi perlunnya
membaik dari skala (..) menjadi penggunaan selang nasogatrik
(..) 2,6 Monitor asupan mkan
Ket : 2.7 Monitor berat badan
1. Menurun 2.8 Monitor hasil pemeriksaan
2. Cukup menurun laboratorium
3. Sedang Trapiotik :
4. Cukup membaik 2.9 Lakukan oral hygine sebelum
5. Membaik makan, jika perlu
2.10 Fasilitasi melakukan pedoman
3. Nafsu makan membaik dari diet (mis,piramida makan)
skla (..) menjadi (…) 2.11 Sajikan makanan secara
Ket : menarik dan suhu yang sesuai
1. Memburuk 2.12 Berikan makanan tinggi serat
2. Cukup memburuk untuk mencegah konstipasi
3. sedang 2.13 Berikan makanan tinggi kalori
4.Cukup membaik dan tinggi protein
5. Membaik 2.14 Berikan suplemen makanan,jika
perlu
Edukasi ;
2.15 Anjurkan posisi duduk, jika
perlu
2.16 Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
2.17 Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis,pereda nyeri)
2.18 Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumblah kalori
dan jenis nutrient yang
dibutuhkan,jika perlu
3. Gangguan Integritas Kulit Integritas kulit dan jaringan Perawatan integritas kulit (I.11353)
b.d Kelembapan (D.0129) (L.14125) Observasi :
Setelah dilakukan tindakan 3.1 Identifikasi penyebab gangguan
keperawatan selama(…)x24 jam integritas kulit (mis , perubahan
diharapkan membaik dengan status nutrisi, perubahan mobilitas )
kriteria hasil sebgai berikut… Trapiotik :
1. Kerukan jaringan memnurun 3.2 Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
dari skala (..) menjadi (..) baring
2. Kerusakan lapisan kulit 3.3 Lakukan pemijatan pada area
menurun dari skala (…) menjadi penonjolan tulang,jika perlu
(..) 3.4 Bersihkan perineal dengan air
3. Nyeri menurun dari skala (…) hangat, terutama selama priode diare
menjadi (…) 3.5 Gunakan produk berbahan
4. Kemerahan menurun dari petroleum atau minyak pada kulit
skala (…) menjadi (..) kering
3.6 Hindari produk berbahan dasar
Ket : alcohol jika kulit kering
1. Meningkat Edukasi :
2. Cukup meningkat 3.7 Anjurkan penggunaan pelembab
3. Sedang (mis, lution,serum)
4. Cukup menurun 3.8 Anjurkan minum air yang cukup
5. Menurun 3.9 Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
3.10Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
3.11 Anjurkan terpapar suhu ekstrem
3.12 Anjurkan menggunakan tabir
surya spf minimal 30 saat berada
diluar rumah
3.13 Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun secukupnya

DAFTAR PUSTAKA

(Indonesia, 2018; Ratnasari, 2020; Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2017; Standar Luaran
Keperawatan Indonesia, 2019)Indonesia, S. I. K. (2018). No Title.

Ratnasari. (2020). Laporan Pendahuluan Stroke Non Hemoragik. In Analysis of Micro-Earthquakes in the
San Gabriel Mountains Foothills Region and the Greater Pomona Area As Recorded By a
Temporary Seismic Deployment (Vol. 1, Issue hal 140, p. 43).
http://www.springer.com/series/15440%0Apapers://ae99785b-2213-416d-aa7e-3a12880cc9b9/
Paper/p18311

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. (2017). No Title.

Standar Luaran Keperawatan Indonesia. (2019). No Title.

Anda mungkin juga menyukai