SSNB
A. Pengertian
PPOK merupakan penyakit paru bersifat kronik dan menjadi salah satu factor
yang menyebabkan sesak napas bagi penderita karena ditandai oleh hambatan
aliran udara yang bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya (Rumampuk & Thalib,
2020).
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit yang umum,
dapa dicegah dan dapat diobati yang ditandai dengan gejala berupa respirasi yang
menetap dan keterbatasan aliran udara yang disebabkan oleh abnormalitas
saluran udara
dan/atau alveolar yang biasanya disebabkan oleh pajanan partikel atau gas-gas
berbahaya (Susanto, 2021).
B. Etiologi
Faktor resiko PPOK digolongkan menjadi paparan lingkungan dan faktor host.
Paparan dengan rokok merupakan penyebab terbesar dari PPOK, baik perokok aktif
maupun pasif. Paparan lingkungan lain yang merupakan faktor resiko PPOK adalah
debu pekerjaan, polusi dalam dan luar ruangan yang secara langsung terhirup dan
masuk ke saluran pernafasan. Faktor lain yang berasalh dari diri sendiri adalah
defisiensi antitrypsin alfa, yaitu berupa enzim pelingdung bagi paru saat terkena
trauma (Nies, 2018).
C. Patofisiologi
PPOK dicirikan dengan adanya hambatan aliran udara kronis yang tidak
sepenuhnya reversibel, serta adanya respon inflamasi yang tidak normal di paru.
Perubahan patologis pada paru pasien PPOK ditemukan pada saluran udara proksimal
dan perifer, parenkim paru dan pembuluh darah pernapasan. Pada pasien PPOK,
respon perlindungan normal terhadap zat asing yang masuk ke dalam paru mengalami
amplifikasi dan menyebabkan kerusakan jaringan. Secara umum, perubahan
inflamatif dan struktural yang terjadi meningkat seiring dengan memburuknya
kondisi penyakit dan bersifat persisten bahkan setelah pasien berhenti terpapar zat
asing. Beberapa mekanisme yang terlibat dalam memperburuk respon inflamasi
pada pasien PPOK diantaranya: respon imun bawaan dan respon imun adaptif, sel
dan mediator inflamasi, ketidakseimbangan protease dan antiprotease, serta stres
oksidatif. Seluruh mekanisme tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Rosyid et al (2020) Tanda dan gejala PPOK antara lain :
1. Sesak Nafas
2. Batuk dengan produksi sputum
3. Dada terasa berat
4. Wheezing
5. Tampak lelah
6. Penurunan Berat Badan
7. Anoreksia
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Thorax
2. Kultur sputum
3. Laboratorium darah lengkap
4. Elektrokardiografi
5. Pemeriksaan Fall Paru
F. Komplikasi
1. Hipoksemia
2. Asidosis respiratori
3. Gagal jantung
4. Cardiac Distritmia
5. Infeksi Respiratori
G. Penatalaksanaan
Terapi non-farmakologi pada pasien ini berupa coughing eKxcercise. Pasien
diintruksikan untuk tarik napas melalui hidung, kaki dan tangan dideplesikan,
mengatur diafragma untuk inspirasi dan kemudian tahan pernapasan untuk
beberapa detik, kontraksikan otot diafragma untuk menghasilkan batuk 2 kali
(batuk pertama untuk melepaskan dahak, batuk kedua untuk mengeluarkan dahak
dari paru).
Secara umum, pemberian obatan- obatan pada PPOK ialah bronkodilator,
antimuskarinik, anti inflamasi, mukolitik, antitusif, antibiotik, kombinasi long acting
beta agonis dan kortikosteroid inhalasi.18 Pada pasien ini diberikan salbutamol
(golongan bronkodilator) tablet 2 mg 3x1 dan ambroxol (golongan mukolitik) 30 mg
3x1 (Hulaima et al., 2019).
FF. Bnjsap Iosor Baparowotoj
A. Pengkajian
Menurut Rohmah & Walid (2019) Pengkajian adalah proses melakukan
pemeriksaan atau penyelidikan oleh seorang perawat untuk mempelajari kondisi pasien
sebagai langkah awal yang akan dijadikan pengambilan keputusan klinik keperawatan.
Oleh karena itu pengakjian harus dilakukan dengan teliti dan cermat sehingga seluruh
kebutuhan keperawatan dapat teridentifikasi. Pada pasien OMSK pengkajian meliputi :
1. Anamnesa
a. Identitas diri pasien dan penanggung jawab
Yang terdiri dari nama pasien, umur, jenis kelamin, agama dan lain-lain
b. Keluhan utama
Termasuk dalam keluhan utama pada sistem pernapasan, yaitu batuk, batuk
berdarah, produksi sputum berlebih, sesak napas, dan nyeri dada.
1) Proboking insiden : apa ada peristiwa faktor nyeri
2) Quality of pain : bagaimana rasanya nyeri saat dirasakan pasien. Apakah
panas, berdenyut / menusuk
3) Region Radiation of pain : apakah sakitbisa reda dalam sekejap, apa terasa
sakit menjalar, dan dimana posisi sakitnya.
4) Severity/scale of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien
berdasarkan skala nyeri
5) Time : berapakah waktu nyeri berlangsung, apa bertambah buruk pada waktu
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan yang sering muncul
pada kasus pneumonia menurut PPNI (2017) sebagai berikut
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan (D.0001)
2. Pola nafas tidak efektif b.d Hambatan upaya napas (mis. nyeri saat
bernapas, kelemahan otot pernapasan) (D.0005)
3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (D.0003)
4. Gangguan Pola Tidur b.d kurang control tidur, sesak nafas (D.0055)
5. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme. (D0019)
6. Intoleran aktivitas b.d tirah baring, kelemahan, ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen (D.0056)
C. Intervensi
Edukasi
10. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari
11. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian obat
Setelah dilakukan Observasi
2. D0005 intervensi
keperawatan 1. Monitor pola nafas (frekuensi,
Pola nafas tidak efektif kedalaman, usaha nafas)
b.d. Kelemahan otot d i h ar a p k an
pernafasan me m b a i k
Dibuktikan pola 2. Monitor bunyi nafas
dengan : dennagfaans tambahan (Gurgling, mengi,
kriteria hasil : wheezing, ronki)
1. Penggunaan otot bantu 1. Kapasitas vital
pernapasan membaik 3. Auskultasi bunyi nafas
2. Tekanan ekpirasi
2. Fase ekspirasi 4. Monitor saturasi oksigen
meningkat
memanjang 3. Tekanan inspirasi
meningkat
3. Dispnea
4. Dyspnea menurun Teraupetik
4. Pola nafas abnormal 5. Penggunaan otot
bantu nafas 5. Posisikan semi fowler
(takipnea, bradipnea,
hipoventilasi) menurun
6. Lakukan fisioterapi dada
6. Frekuensi nafas
5. Pernafaan cuping membaik 7. Berikan oksigen, jika perlu
hidung
6. Tekanan ekspirasi
menurun Kolaborasi
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian obat
tidur agar tidak terjaga
5. D.0019 Observasi
Setelah dilakukan
Defisit nutrisi b.d intervensi
keperawatan
peningkatan kebutuhan
diharapkan status 1. Identifikasi status nutrisi
Qetabolism. Dibuktikan
nutrisi membaik
dengan : 2. Identifikasi makanan yang
dengan kriteria hasil :
1. Berat badan disukai
1. Nafsu makan menurut
membaik
3. Identifikasi kebutuhan kalori
2. Berat badan menurun 2. Indeks masa tubuh
dan jenis makanan
membaik (IMT)
3. Bising usus hiperaktif 3. Frekuensi makan 4. Monitor asupan makanan
membaik
4. Membrane mukosa
4. Nafsu makan 5. Monitor mual & muntah
pucat
membaik
5. Membrane mukosa 6. Monitor berat badan
5. Sariawan
membaik
Teraupetik
Edukasi
Kolaborasi
11. Kolaborasikan pemberian
medikasi sebelum makan
D. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana asuhan keperawatan yang
telah disusun selama fase perencanaan. Hal ini terdiri dari aktivvitas perawat dalam
membantu pasien mengatasi masalah kesehatannya dan juga untuk mencapai hasil
yang diharapkan dari pasien (Pangkey et al., 2021).
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, di mana pada
dokumentasi ini akan membandingnkan secara sistematis dan terencana tentang
kesehatan pada pasien dengan tujuan yang telah diformulasikan dengan kenyataan
yang dialami oleh pasien dengan melibatkan pasien dan tenaga Kesehatan lainnya
(Pangkey et al., 2021).
PATHWAY
Gangguan pergerakan
dari dalam ke luar
paru
Ketidakeektifan
Bersihan Jalan Nafas Kelemahan
Otot
pernafasan
Peningkatan kerja
Susah tidur Peningkatan
usaha dan
frekuensi nafas,
Kurang Kontrol Tidur penggunaan
otot bantu
Respon
sistematis dan
psikologis
Keluhan sistematis :
DA@TAR PQSTAKA
Hulaima, I. S., Utami, N., Sibuea, S., Studi, P., Dokter, P., Kedokteran, F., Lampung, U.,
Anatomi, B., Anatomi, P., Kedokteran, F., Lampung, U., Ilmu, B., Masyarakat, K.,
Kedokteran, F., & Lampung, U. (2019). Penatalaksanaan Osteoartritis , Hipertensi dan
Penyakit Paru Obstruktif Kronis ( PPOK ) dengan Prinsip Pelayanan Dokter Keluarga
Management Osteoarthritis , Hypertension and Chronic Obstructive Pulmonary Disease
( COPD ) with Family Physician Principles. Jurnal Agromedicine, 6(2), 455—463.
Nies, M. A. (2018). Keperawatan Kesehatan Komunitas dan Keluarga (Edisi pert). ELSEVIER.
Rohmah, N., & Walid, S. (2019). Proses Keperawatan Berbasis KKNI (Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia) (Edisi I). AR-RUZZ Media.
https://www.google.co.id/books/edition/Proses_Keperawatan_Berbasis_KKNI_Kerangk/2U
XbDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=0
Rosyid, A. N., Marhana, I. A., & Hasan, H. (2020). Kedokteran Respirasi 2020. Airlangga
University Press.
Rumampuk, E., & Thalib, A. H. (2020). Efektifitas terapi nebulizer terhadap bersihan jalan
napas tidak efektif pada pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Jurnal
Mitrasehar, l0(2),
250—259.
Sulis ti o w a t i , S ., S it or u s , R . , & H e r a w at i, T .
P e n y a k i t P ar u O b s t ru k s i Kr o n i k (P P O K )
( 2J0u2r1n)a.lAIlsmuihaahnKKeespeheraatwanatKanerPisadHausPsaadsaie n5 D e n g an
. , ( 1 ), 3 0 —
38. http://repository.ump.ac.id/1077/5/ENDAH RETNO HAPSARI BAB II.pdf
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.Jakarta Selatan.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta Selatan