Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III


TENTANG PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

Dosen pembimbing:
Ns. Tri Mochartini, S.kep,. M.Kep
Ns. Seven Sitorus, M.Kep., Sp.KMB
Ilah Muhafilah, S.Kp., M.Kes

Disusun Oleh:
Nurkholis Wadud (1032161045)

FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MOHAMMAD HUSNI THAMRIN
TAHUN AJARAN 2019-2020 M, 1441 H
LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP PENYAKIT PARU OBSTUKSI KRONIK (PPOK)

A. Pengertian

Global initiative for chronic obstructive lung disease (GOLD) mengartikan PPOK adalah
suatu penyakit yang bisa dilakukan pencegahan dan pengobatan. PPOK memiliki tanda
gejala terdapatnya hambatan aliran udara dalam saluran pernafasan yang bersifat
progresif. PPOK juga terdapat peradangan atau inflamasi pada saluran pernafasan dan
paru-paru yang diakibatkan oleh adanya partikel dan gas yang berbahaya (GOLD, 2017).
PPOK merupakan keadaan irreversible yang ditandai adanya sesak nafas pada saat
melakukan aktivitas dan terganggunya aliran udara masuk dan keluar dari paru-paru
(Smeltzer et al, 2013). PPOK merupakan penyakit kronis ditandai dengan terhambatnya
aliran udara karena obstruksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh paparan yang
lama terhadap polusi dan asap rokok. PPOK merupakan istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama (Grace et al, 2011).

B. Etiologi

Etiologi penyakit ini belum diketahui, Menurut Muttaqin Arif (2008), penyebab dari
PPOK adalah :

1. Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronchitis dan emfisema.

2. Adanya infeksi: Haemophilus influenza dan streptococcus pneumonia.

3. Polusi oleh zat-zat pereduksi.

4. Faktor keturunan.

5. Faktor sosial-ekonomi: keadaan lingkungan dan ekonomi yang memburuk.

Pengaruh dari masing – masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah
saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.
C. Patoflow
D. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe perokok (Smaltzer & Bare, 2007):

1. Mempunyai gambaran klinik dominan kearah bronchitis kronis (blue bloater).

2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).

Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:

1. Kelemahan badan

2. Batuk

3. Sesak nafas

4. Sesak nafas saat aktivitas dan nafas berbunyi

5. Mengi atau wheezing

6. Ekspirasi yang memanjang

7. Batuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut

8. Penggunaan obat bantu pernafasan

9. Suara nafas melemah

10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal

11. Edema kaki, asietas dan jari tabuh.

Klasifikasi derajat PPOK menurut Global initiative for chronic Obstruktif Lung
Disiase (GOLD) 2011 ada 4 derajat antara lain :

a. Derajat I (Ringan) : Gejala batuk kronis dan ada produksi sputum tapi
tidak sering. Pada derajat ini pasien tidak menyadari bahwa menderita
PPOK.

b. Derajat II (Sedang): Sesak nafas mulai terasa pada saat beraktifitas


terkadang terdapat gejala batuk dan produksi sputum. Biasanya pasien
mulai memeriksakan kesehatannya pada derajat ini.
c. Derajat III (Berat): Sesak nafas terasa lebih berat, terdapat penurunan
aktifitas, mudah lelah, serangan eksaserbasi bertambah sering dan mulai
memberikan dampak terhadap kualitas hidup.
d. Derajat IV (PPOK Sangat Berat): Terdapat gejala pada derajat I, II dan
III serta adanya tanda-tanda gagal nafas atau gagal jantung kanan. Pasien
mulai tergantung pada oksigen. Kualitas hidup mulai memburuk dan
dapat terjadi gagal nafas kronis pada saat terjadi eksaserbasi sehingga
dapat mengancam jiwa pasien.

E. Komplikasi

Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Grace et al (2011) dan
Jackson (2014) : Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal nafas kronik,
gagal nafas akut, infeksi berulang, dan kor pulmonal. Gagal nafas kronis ditunjukkan
oleh hasil analisis gas darah berupa PaO 250 mmHg, serta Ph dapat normal. Gagal nafas
akut pada gagal nafas kronis ditandai oleh sesak nafas dengan atau tanpa sianosis,
volume sputum bertambah dan purulen, demam, dan kesadaran menurun. Pada pasien
PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini
memudahkan terjadi infeksi berulang. Selain itu, pada kondisi kronis ini imunitas tubuh
menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah. Adanya kor
pulmonal ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit>50 %, dan dapat disertai
gagal jantung kanan (PDPI, 2016).

F. Pemeriksaan Diagnostic

1. Uji Faal Paru dengan Spirometri dan Bronkodilator (post-bronchodilator)

2. Foto Torak PA dan Lateral

3. Analisa Gas Darah (AGD)

4. Pemeriksaan sputum

5. Pemeriksaan Darah rutin


6. Pemeriksaan penunjang lainnya

Pemeriksaan Electrocardiogram (EKG) digunakan untuk mengetahui komplikasi


pada jantung yang ditandai oleh kor pulmonale atau hipertensi pulmonal.
Pemeriksaan lain yang dapat namun jarang dilakukan antara lain uji latih
kardiopulmoner, uji provokasi bronkus, CT-scan resolusi tinggi, ekokardiografi,
dan pemeriksaan kadar alpha-1 antitryipsin.

G. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:

a. Berhenti merokok harus menjadi prioritas.

b. Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik) bermanfaat pada 20- 40%


kasus.

c. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam memperpanjang


usia pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien dengan PaO2 sebesar 7,3
kPa dan FEV 1 sebesar 1,5 L).

d. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat


simtomatik yang signifikan pada pasien dengan pnyakit sedang-berat.

e. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan dengan


meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan potensi jalan nafas
(Davey, 2002).

2. Penatalaksanaan keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:

a. Mempertahankan patensi jalan nafas

b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas

c. Meningkatkan masukan nutrisi


d. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi

e. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program


pengobatan

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

a. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada


fase akut, tetapi juga fase kronik.

b. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas


harian

c. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat


dideteksi lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

1) Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan


merokok, menghindari polusi udara.

2) Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

3) Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi


antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat
sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas
atau pengobatan empirik.

4) Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan


kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
controversial.

a) Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri


penderita dengan penyakit yang dideritanya.

5) Pengobatan simtomatik.

6) Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.


7) Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.

8) Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

a) Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran


secret bronkus.

b) Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan


pernapasan yang paling efektif.

c) Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk


memulihkan kesegaran jasmani.

d) Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap


penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.

H. Pengkajian

Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang


dikumpulkan atau dikaji meliputi :

1. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi,
pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab.

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan
Penyakit Paru Obstriksi Kronik (PPOK) didapatkan keluhan berupa sesak
nafas.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan
keluhan yang sama.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang sama.
e. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.

3. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a. Bernafas Kaji pernafasan pasien.
Keluhan yang dialami pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik ialah
batuk produktif/non produktif, dan sesak nafas.
b. Makan dan Minum
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS
pasien dengan PPOK akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari
sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan
metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit.
c. Eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang
lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
d. Gerak dan Aktivitas
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Pasien
akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
e. Istirahat dan Tidur
Akibat sesak yang dialami dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat
perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke
lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik
dan lain sebagainya.
f. Kebersihan Diri
Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau harus
dibantu oleh orang lain.
g. Pengaturan suhu tubuh
Cek suhu tubuh pasien, normal(36°-37°C), pireksia/demam(38°-40°C),
hiperpireksia=40°C< ataupun hipertermi <35,5°C.
h. Rasa Nyaman
Observasi adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan pasien. Nyeri
dada meningkat karena batuk berulang (skala 5)
i. Rasa Aman
Kaji pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakit yang dialaminya
j. Sosialisasi dan Komunikasi
Observasi apakan pasien dapat berkomunikasi dengan perawat dan keluarga
atau temannya.
k. Bekerja Tanyakan pada pasien, apakan sakit yang dialaminya menyebabkan
terganggunya pekerjaan yang dijalaninya.
l. Ibadah Ketahui agama apa yang dianut pasien, kaji berapa kali pasien
sembahyang, dll.
m. Rekreasi
Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja
meluangkan waktunya untuk rekreasi. Tujuannya untuk mengetahui teknik
yang tepat saat depresi.
n. Pengetahuan atau Belajar
Seberapa besar keingintahuan pasien untuk mengatasi sesak yang dirasakan.
Disinilah peran kita untuk memberikan HE yang tepat dan membantu pasien
untuk mengalihkan sesaknya dengan metode pemberian nafas dalam.

I. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,


peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,


bronkokontriksi dan iritan jalan napas.

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi


perfusi
J. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa NOC NIC


Keperwatan

1. Bersihan jalan napas Respiratory 1. Beri pasien 6 sampai 8 gelas


tidak efektif status : cairan/hari kecuali terdapat kor
berhubungan dengan Ventilation pulmonal.
bronkokontriksi, Respiratory status : 2. Ajarkan dan berikan dorongan
peningkatan produksi Airway patency penggunaan teknik pernapasan
sputum, batuk tidak Aspiration Control diafragmatik dan batuk.
efektif, kelelahan/ 3. Bantu dalam pemberian
Kriteria Hasil :
berkurangnya tenaga tindakan nebuliser, inhaler
1. Mendemonstrasikan dosis terukur
dan infeksi
batuk efektif dan
bronkopulmonal. 4. Lakukan drainage postural
suara nafas yang
dengan perkusi dan vibrasi
bersih, tidak ada pada pagi hari dan malam hari
sianosis dan dyspneu sesuai yang diharuskan.
(mampu
5. Instruksikan pasien untuk
mengeluarkan sputum, menghindari iritan seperti asap
mampu bernafas rokok, aerosol, suhu yang
dengan mudah, tidak ekstrim, dan asap.
ada pursed lips) 6. Ajarkan tentang tanda-tanda
2. Menunjukkan jalan dini infeksi yang harus
nafas yang paten dilaporkan pada dokter dengan
(klien tidak merasa segera: peningkatan sputum,
tercekik, irama nafas, perubahan warna sputum,
kekentalan sputum,
frekuensi pernafasan
peningkatan napas pendek,
dalam rentang normal, rasa sesak didada, keletihan.
tidak ada suara nafas
abnormal)
3. Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah factor
yang dapat
menghambat jalan
nafas
2. Pola napas tidak NOC :
Respiratory status : 1. Ajarkan klien latihan bernapas
efektif berhubungan diafragmatik dan pernapasan
dengan napas Ventilation NOC
Respiratory status : Airway bibir dirapatkan.
pendek, mucus,
bronkokontriksi dan patency 2. Berikan dorongan untuk
iritan jalan napas. Vital sign Status menyelingi aktivitas dengan
Kriteria Hasil : periode istirahat.
1. Mendemonstrasikan
3. Biarkan pasien membuat
batuk efektif dan suara
keputusan tentang
nafas yang bersih, tidak
perawatannya berdasarkan
ada sianosis dan
tingkat toleransi pasien.
dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, 4. Berikan dorongan penggunaan
mampu bernafas latihan otot- otot pernapasan
dengan mudah, tidak jika diharuskan.
ada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan
nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal, tidak
ada suara nafas
abnormal)
3. Tanda Tanda vital
dalam rentang normal
(tekanan darah (sistole
110- 130mmHg dan
diastole 70-90mmHg),
nad (60- 100x/menit)i,
pernafasan (18-
24x/menit))
3. Gangguan pertukaran Respiratory status : 1. Deteksi bronkospasme
Ventilation saatauskultasi
gas berhubungan
dengan 2. Pantau klien terhadap dispnea
Kriteria Hasil :
ketidaksamaan dan hipoksia.
1. Frkuensi nafas normal
ventilasi perfusi
(16-24x/menit) 3. Berikan obat-obatan
2. Itmia bronkodialtor dan
3. Tidak terdapat kortikosteroid dengan tepat
disritmia dan waspada kemungkinan
4. Melaporkan penurunan efek sampingnya.
dispnea 4. Berikan terapi aerosol
5. Menunjukkan sebelum waktu makan, untuk
perbaikan dalam laju membantu mengencerkan
aliran ekspirasi sekresi sehingga ventilasi paru
mengalami perbaikan.

5. Pantau pemberian oksigen


K. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi


adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien,
perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.

Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang
(US. Midar H, dkk, 2012).

Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :


DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanna C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan
Suddarth Edisi 8 Volume 2. Jakarta : EGC.

Lozano R, Naghavi M, Foreman K, dkk. Global and regional mortality from 235 causes of
death for 20 age groups in 1990 and 2010: a systematic analysis for the Global Burden of
Disease Study 2010. Lancet 2012; 380(9859): 2095-128.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. PPOK Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di


Indonesia. Jakarta: Tim Kelompok Kerja PPOK; 2004.

GOLD. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention: A Guide for
Healthcare Professionals. 2017 ed. Sydney: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease Inc.; 2017.

Anda mungkin juga menyukai