Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYAKIT PARU


OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)
DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RSUP DR. SARDJITO

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Tugas Individu


Stase Praktik Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh:

RIZKY AYU PANUNTUN

16/406369/KU/19375

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2017
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)

A. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh
hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel
parsial yang disertai dengan peningkatan respon inflamasi kronis pada saluran nafas dan paru
terhadap partikel berbahaya. PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati
(Soeroto & Suryadinata, 2014).
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI, 2003), PPOK terdiri dari bronkitis
kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik merupakan kelainan saluran
napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-
kurangnya dua tahun berturut-turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Emfisema adalah
suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Pada praktiknya cukup banyak penderita
bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma
persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi
kriteria PPOK.

B. Faktor Risiko
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI, 2003), terdapat beberapa faktor risiko
PPOK, antara lain:
1. Kebiasaan merokok atau terpajan asap rokok
Merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting daripada faktor
penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan:
a. Riwayat merokok : Perokok aktif, perokok pasif, bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata
batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
1.) Ringan : 0-200
2.) Sedang : 200-600
3.) Berat : >600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja, seperti bahan biomass
untuk memasak dan memanaskan
3. Hiperaktivitas bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang, masalah pada paru yang terjadi pada masa
gestasi atau saat kanak-kanak (berat badan lahir rendah, infeksi pernafasan)
5. Genetik diketahui berperan dalam terjadinya PPOK, yaitu defisiensi antitripsin alfa - 1,
umumnya jarang terdapat di Indonesia
6. Pekerjaan yang berkaitan dengan paparan bahan kimia dan partikel yang lama dan terus
menerus.

C. Patogenesis dan Patofisiologi


Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel
goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema
ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding
alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis emfisema, antara lain:
1. Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer,
terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama
2. Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan
terbanyak pada paru bagian bawah
3. Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus
dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura.

Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan
struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan
hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.
D. Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat.
Seseorang dengan PPOK biasanya menunjukkan beberapa gejala seperti sesak nafas kronik,
batuk produktif kronik, dan mudah lelah. Selain itu, pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan
kelainan jelas dan tanda inflamasi paru. Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Jika pasien mengalami gejala sesak nafas, batuk kronis, produksi sputum kronis, dan
terdapat paparan faktor risiko, diagnosis klinis PPOK dapat dipertimbangkan. Sesak nafas
pada pasien PPOK bersifat progresif, menetap, dan memburuk dengan olahraga/aktivitas,
sedangkan batuk kronis bersifat intermiten dan mungkin unproductive (Tanto, 2014).
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisis PPOK dini umumnya tidak ada kelainan.
a. Inspeksi: Pada pemeriksaan inspeksi, dapat ditemukan pursed-lips breathing (mulut
setengah terkatup mencucu), barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal
sebanding), penggunaan otot bantu napas, hipertropi otot bantu napas, pelebaran sela
iga. Selain itu, bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
leher dan edema tungkai.
b. Palpasi: Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
c. Perkusi: Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah
d. Auskultasi: suara napas vesikuler normal atau melemah, terdapat ronkhi dan atau
mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa, ekspirasi memanjang,
bunyi jantung terdengar jauh.

Gambaran yang khas pada emfisema yaitu penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed-lips breathing. Pursed - lips breathing adalah sikap seseorang yang
bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai
dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto thorax
Terdapat gambaran hiperinflasi, hiperlusen, diafragma mendatar, corakan
bronkovaskuler meningkat, jantung pendulum.
b. Spirometri
Alat ini dibutuhkan untuk memastikam diagnosis klinis dari PPOK. Jika tidak
memiliki fasilitas spirometri di tempat praktik, diagnosis PPOK dapat ditegakkan
secara klinis. Pada pasien berusia >40 tahun dengan gejala yang mengarah ke PPOK
sangat dianjurkan untuk dilakukan tes spirometri. Selain itu, pada pasien setelah
menggunakan bronkodilator, hasil VEP1 atau KVP <70% menjelaskan bahwa pasien
tersebut mengalami PPOK. Namun jika hasil ≥70, maka bukan PPOK.
c. Pemeriksaan laboratorium
d. Elektrokardiografi (EKG)
EKG dilakukan untuk mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh
Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
e. Ekokardiografi
Dilakukan untuk menilai fungsi jantung kanan
f. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan
untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi
saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita
PPOK di Indonesia.
g. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda),
defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia

E. Diagnosis Banding
Asma, Sindrom Obstruksi Pasca TB (SOPT), gagal jantung kongestif, bronklektasis, TB,
bronkiolitis obliteratif, panbronkolitis difus. Pada umumnya, SOPT berbeda dengan PPOK
karena tidak memiliki riwayat merokok lama, usia muda, dan muncul tidak lama setelah
dinyatakan sembuh dari tuberculosis paru.

F. Penilaian PPOK
Tujuan dari assessment pasien PPOK adalah untuk menentukan derajat keparahan penyakit
sehingga mempengaruhi status kesehatan pasien dan berisiko terjadinya kejadian ke
depannya (eksaserbasi, rawat inap, hingga kematian) dalam rangka untuk pemilihan terapi
yang sesuai. Hal ini dapat dinilai melalui beberapa aspek, yaitu:
1. Penilaian Gejala, dengan menggunakan kuesioner tervalidasi, seperti CAT (COPD
Assessment Test) atau mMRC (modified British Medical Research Council)
2. Penilaian Spirometri
Pemeriksaan dilakukan ketika tidak dalam eksaserbasi akut. Klasifikasi derajat
keterbatasan aliran udara pada PPOK (berdasarkan VEP1, setelah penggunaan
bronkodilator) terbagi menjadi 4, antara lain:
a. GOLD 1: Ringan (VEP1 ≥80% prediksi)
b. GOLD 2 : Sedang (50% ≤ VEP1, <80% prediksi)
c. GOLD 3 : Berat (30% ≤ VEP1, <50% prediksi)
d. GOLD 4 : Sangat berat ( VEP1 <30% prediksi)
Keterangan:
Pada pasien dengan VEP1/KVP <70%, VEP : volume ekspirasi paksa detik pertama;
KVP : kapasitas vital paksa.

3. Penilaian Risiko Eksaserbasi


Eksaserbasi pada PPOK diartikan sebagai kejadian akut akibat gejala pernafasan yang
memburuk dibandingkan biasanya sehingga menyebabkan perubahan tata laksana.
Eksaserbasi dikatakan sering jika terjadi ≥2x/tahun. Berikut ini merupakan kombinasi
penilaian pasien PPOK (GOLD, 2014):
Pasien Karakteristik Klasifikasi Eksaserbasi CAT mMRC
spirometri per tahun
A Risiko rendah, gejala sedikit GOLD 1-2 ≤1 <10 0-1
B Risiko rendah, gejala banyak GOLD 1-2 ≤1 ≥10 ≥2
C Risiko tinggi, gejala sedikit GOLD 3-4 ≥2 <10 0-1
D Risiko tinggi, gejala banyak GOLD 3-4 ≥2 ≥10 ≥

4. Komorbiditas
Penyakit komorbid seperti penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, depresi dan cemas,
sindrom metabolic, kanker paru, dan disfungsi otot skeletal.

G. Penatalaksanaan PPOK Stabil


Penatalaksanaan PPOK dibagi menjadi terapi non-farmakologi dan farmakologi.
Penatalaksanaan non-farmakologi pada pasien PPOK berdasarkan penilaian risiko
eksaserbasi dan gejala, yaitu:
1. Pasien kelompok A: smoking cessation (konseling, terapi pengganti nikotin), aktivitas
fisik.
2. Pasien kelompok B,C,D : smoking cessation, rehabilitasi pulmonal, aktovitas fisik.

Berikut ini adalah terapi farmakologi untuk pasien PPOK stabil (GOLD, 2014):

Grup Terapi lain yang


Rekomendasi pilihan pertama Pilihan alternatif
pasien memungkinkan
A a. Antikolinergik kerja cepat a. Antikolinergik kerja Teofilin
b. atau β2 agonis kerja cepat lama
b. atau β2 agonis kerja
lama
c. atau β2 agonis kerja
cepat + antikolinergik
kerja cepat
B Antikolinergik kerja lama atau Antikolinergik kerja lama + β2 agonis kerja
β2 agonis kerja lama β2 agonis kerja lama cepat dan/atau
antikolinergik
kerja cepat

Teofilin
C a. Kortikosteroid inhalasi + a. Antikolinergik kerja β2 agonis kerja
β2 agonis kerja lama lama + β2 agonis kerja cepat dan/atau
b. atau antikolinergik kerja lama antikolinergik
lama b. atau antikolinergik kerja kerja cepat
lama + inhibitor
fosfodiesterase-4 (PDE- Teofilin
4)
c. atau β2 agonis kerja
lama + inhibitor PDE-4
D Kortikosteroid inhalasi + β2 Kortikosteroid inhalasi + β2 Karbosistein
agonis kerja lama dan/atau agonis kerja lama +
antikolinergik kerja lama antikolinergik kerja lama + β2 agonis kerja
β2 agonis kerja lama + cepat dan/atau
inhibitor PED-4 atau antikolinergik
Antikolinergik kerja lama + kerja cepat
β2 agonis kerja lama
Atau antikolinergik kerja Teofilin
lama + inhibitor PED-4
H. Penalataksanaan PPOK Eksaserbasi
Kriteria eksaserbasi PPOK antara lain sputum berubah warna atau semakim banyak dan
sesak yang memberat. Gejala dapat disertai batuk semakin sering, keterbatasan aktivitas,
gagal nafas acute on chronic, hingga penurunan kesadaran. Eksaserbasi akut dapat
diklasifikasikan berdasarkan 3 gejala cardinal di atas, antara lain:
1. Eksaserbasi berat: terdapat 3 gejala cardinal
2. Eksaserbasi sedang : terdapat 2 dari 3 gejala cardinal
3. Eksaserbasi ringan: terdapat 1 dari 3 gejala cardinal ditambah salah satu dari kriteria
tambahan, antara lain infeksi saluran nafas atas >5 hari, demam tanpa sebab lainnya,
peningkatan batuk, mengi, peningkatan laju pernafasan atau frekuensi nadi >20% nilai
dasar.

Penyebab tersering adalah infeksi saluran pernafasan oleh bakteri atau virus. Penyebab
lainnya dapat berupa pneumonia, gagal jantung, aritmia,emboli paru, asupan nutrisi buruk,
polusi udara, pneumothorax, atau penyebab sistemik (DM atau gangguan elektrolit).
Penatalaksanaan yang dilakukan yaitu:

1. Penilaian awal (derajat, kesadaran)


2. Pemeriksaan penunjang, analisa gas darah, darah perifer lengkap, foto thorax, EKG.
Spirometri tidak direkomendasikan untuk dilakukan ketika kondisi akut.
3. Pemberian oksigen
4. Bronkodilator: β2 agonis kerja cepat dengan/tanpa antikolinergik kerja cepat.
a. Nebulizer: agonis β2 kerja cepat (salbutamol) + antikolinergik (2,5 + 0,5 mg), lama
kerja 4-8 jam.
b. Xantin IV (bolus dan drip)
Contoh: aminophilin (sediaan oral 200 mg, IV 240 mg, lama kerja 4-6 jam), teofilin
(oral 100-400 mg, lama kerja hingga 24 jam).
5. Kortikosteroid sistemik
Pemberian ini akan mempercepat waktu pemulihan, meningkatkan fungsi paru, dan
hipoksemia arteri, menurunkan risiko relaps, kegagalan terapi, dan durasi rawat inap.
Dianjurkan pemberian prednisone 30-40 mg selama 10-14 hari. Diberikan secara per oral
untuk eksaserbasi ringan/sedang, atau secara intravena untuk eksaserbasi berat.
Pemberian kortikosteroid sebaiknya <2 minggu untuk mencegah efek samping.

6. Antibiotik
Antibiotik diindikasikan jika terdapat salah satu gejala cardinal atau pada pasien yang
membutuhkan ventilasi mekanik. Pemilihan regimen antibiotic bergantung dari data
prevalensi bakteri setempat. Dianjurkan untuk menggunakan antibiotic spectrum sempit
jika belum memiliki riwayat penggunaan antibiotic sebelumnya (amoksisilin 500mg
3x/hari per oral selama 3-14 hari atau doksisiklin 100 mg 2x/hari per oral selama 3-14
hari) atau spectrum luas jika diketahui terdapat resistensi antibiotic
(amoksisilin/klavulanat 875 mg 2x/hari atau 500 mg 1x/hari per oral selama 5 hari atau
levofloksasin 500 mg 1x/hari per oral selama 5 hari).Dapat diberikan secara intravena
jika dirawat di rumah sakit.
7. Terapi Suportif
Tergantung dari kondisi pasien, contoh pemberian diuretic bila ada retensi cairan

I. Indikasi Rawat ICU


1. Sesak nafas berat setelah tata laksana di IGD/ruang rawat
2. Penurunan kesadaran, kelemahan otot respirasi, hemodinamik tidak stabil
3. Setelah pemberian oksigen terjadi hipoksemia atau PaO2 <50 mmHg atau PaCO2 > 50
mmHg, memerlukan ventilasi mekanik
4. Perlu ventilasi mekanik

J. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Ketidakefektifan pola nafas
3. Intoleransi aktivitas
4. Risiko infeksi
K. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA NOC NIC

Ketidakefektifan bersihan Aspiration prevention Airway management


jalan napas Setelah dilakukan tindakan Aktivitas :
Definisi : keperawatan minimal 3 x 24 a. Posisikan klien untuk
Ketidakmampuan untuk jam klien menunjukkan memaksimalkan ventilasi
membersihkan sekresi atau pencegahan asprirasi yang b. Monitor status respirasi dan
obstruksi dari saluran napas ditandai dengan indikator : oksigenasi
untuk mempertahankan No Indikator Target c. Administrasi humidifier dan
bersihan jalan napas 1 Identifikasi 3 oksigen
faktor resiko d. Bersihkan sekresi dengan
Batasan karakteristik :
2 Menghindari 3 dukungan penghisapan
a. Suara napas tambahan
faktor resiko e. Lakukan penghisapan
b. Perubahan frekuensi
Keterangan : endotracheal atau
napas
Skala 1 : tidak ditunjukkan nasotracheal
c. Perubahan irama napas
Skala 2 : jarang ditunjukkan f. Administrasi pengobatan
d. Penurunan bunyi napas
Skala 3 : kadang ditunjukkan nebulizer
e. Sputum dalam jumlah
Skala 4: sering ditunjukkan
yang berlebihan
Skala 5 : selalu dtunjukkan Airway suctioning
f. Gelisah
Aktivitas :
Respiration status: airway
a. Tentukan kebutuhan untuk
patency
penghisapan oral atau trakeal
Setelah dilakukan tindakan
b. Auskultasi suara napas
keperawatan minimal 3 x 24
sebelum dan sesudah
jam klien menunjukkan
suctioning
perbaikan status pernapasan
c. Gunakan universal
yang ditandai dengan
precaution
indikator:
d. Gunakan peralatan stertil
No Indikator Target
untuk setiap prosedur
1 Frekuensi 5
e. Pilih kateter yang tepat
napas
f. Catat jenis dan jumlah sekret
2 Ritme 4
respirasi
3 Kedalaman 4
respirasi
Keterangan :
Skala 1 : penyimpangan sangat
berat
Skala 2 : penyimpangan berat
Skala 3 : penyimpangan
sedang
Skala 4 : penyimpangan ringan
Skala 5 : tidak ada
penyimpangan

*lanjutan
No Indikator Target
4 Napas cuping 5
hidung
5 Akumulasi 3
sputum
6 Suara napas 3
tambahan
7 Penggunaan 5
otot bantu
napas
Keterangan :
Skala 1 : berat
Skala 2 : substansial
Skala 3 : sedang
Skala 4 : ringan
Skala 5 : tidak ada
Ketidakefektifan Pola Respiration Status :Airway Airway Management
Napas Patency Aktivitas :
Definisi : Selama 3x24 jam klien akan a. Pelihara kepatenan jalan
Inspirasidan/atau ekspirasi menunjukkan termoregulasi napas
yang tidak memberi ditandai dengan kriteria hasil b. Posisikan klien untuk
vwntilasi adekuat sebagai berikut : ventilasi maksimal
Batasan karakteristik : Kriteria hasil Target c. Posisikan klien untuk
a. Perubahan kedalaman Frekuensi respirasi 5 mencegah dispnea
pernapasan Keterangan : d. Monitor status respirasi dan
b. Dispnea 1 : penyimpangan berat oksigenasi
c. Pernapasan cuping 2 : penyimpangan substansial e. Auskultasi suara napas
hidung 3 : penyimpangan sedang f. Bantu perubahan posisi
d. Takipnea 4 : penyimpangan ringan
Faktor yang berhubungan : 5 : tidak ada penyimpangan Oxygen Therapy
Aktivitas :
a. Hiperventilasi
a. Bersihkan sekresi oral, nasal
b. Keletihan
dan trakeal
b. Atur pemberian oksigenasi
dan administrasi melalui
sistem penghangat dan
humidifier
c. Monitor aliran oksigen
d. Atur penggunaan oksigen
yang memfasilitasi mobilitas
e. Periksa pemberian oksigen
secara periodic untuk
memastikan konsentrasi
sesuai peresepan
Intoleransi aktivitas Energy Conservation Energy management
Definisi : Setelah dilakukan tindakan Aktivitas :
Ketidakcukupan energi minimal 3x24 jam klien a. Tentukan persepsi
fisiologis atau psikologis mampu mengatur energy klien/orang terdekat
untuk melanjutkan atau untuk memulai dan mengenai penyebab
menyelesaikan aktivitas mempertahankan aktivitas kelelahan
kehidupan sehari-hari yang dengan kriteria hasil berikut b. Monitor asupan nutrisi untuk
harus atau ingin dilakukan. ini : memastikan asupan nutrisi
Batasan karakteristik : Kriteria hasil Target adekuat
1. respon tekanan darah Keseimbangan 4 c. Konsultasi dengan ahli gizi
abnormal ethdap aktivitas dan mengenai cara untuk
aktivitas istirahat meningkatkan makanan
2. respon frekuensi jantung Tidur siang untuk 5 berenergi tinggi
abnormal terhadap memulihkan energy d. Dukung klien untuk tidur
aktivitas Mempertahankan 4 siang
3. perubahan EKG yang nutrisi yang e. Hindari aktivitas perawatan
mencerminkan aritmia adekuat selama waktu istirahat
4. Dispnea setelah Keterangan : f. Batasi jumlah pengunjung
beraktivitas 1 : tidak pernah ditunjukan dan gangguan yang
5. Menyatakan merasa 2 : jarang ditunjukan dihasilkan
letih 3 : kadang ditunjukan g. Ajarkan klien dan orang lain
6. Menyatakan merasa 4 : sering ditunjukan yang berarti teknik ADL
lelah 5 : selalu ditunjukan yang meminimalkan
konsumsi oksigen
Resiko Infeksi Risk control : Infection Infection control
Definisi : process Aktivitas :
Mengalami peningkatan Selama 3 x 24 jam klien a. Bersihkan ruang perawatan
resiko terserang organism menunjukkan pengendalian setelah digunakan pasien
patogenik resiko yang ditandai dengan sebelumnya dengan tepat
Faktor resiko : kriteria hasil sebagai berikut b. Batasi jumlah pengunjung
Imunitas yang didapat tidak ini : c. Ajarkan keluarga cara cuci
adekuat Kriteria hasil Target tangan yang benar
Prosedur invasive Mempertahankan 5 d. Anjurkan pengunjung untuk
kebersihan mencuci tangan saat
Pertahanan tubuh sekunder lingkungan memasuki dan meninggalkan
yang tidak adekuat Mempraktekkan 5 ruang perawatan
cuci tangan e. Cuci tangan sebelum dan
dengan benar sesudah melakukan tindakan
Menunjukkan 5 keperawatan pada setiap
hygiene pribadi pasien
yang adekuat f. Monitor tanda-tanda vital
Keterangan : g. Monitor tanda-tanda infeksi
1: tidak pernah menunjukkan h. Ajarkan keluarga bagaimana
2 : jarang menunjukkan cara menghindari infeksi
3 : kadang menunjukkan i. Kolaborasi pemberian terapi
4 : sering menunjukkan antibiotik
5 : selalu menunjukkan

DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., Wagner, C.M., 2013. Nursing Interventions
Classification (NIC) 6th Edition.USA : Elsevier Mosby.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes Classification
(NOC) 5th Edition. SA : Elsevier Mosby.
NANDA, 2015. Nursing Diagnosis: Definitions and classification: 2015-2017 Edisi 10,
Philadelphia, USA

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2003. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK):
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Tersedia dari
http://klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf diakses pada Senin, 28 Agustus
2017 pukul 20.08 WIB

Soeroto, A. Y. & Suryadinata, H. Penyakit Paru Obstruksi Kronik. Ina J Chest Crit and Emerg
Med Vol. 1, No. 2, June - August 2014. Tersedia dari
http://www.respirologi.com/upload/file_1455191247.pdf diakses pada Senin, 28 Agustus
2017 pukul 21.04 WIB

Tanto, C. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4 Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius.
LAPORAN PRAKTIK PROFESI

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYAKIT PARU


OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)
DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RSUP DR. SARDJITO

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Tugas Individu


Stase Praktik Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh:

RIZKY AYU PANUNTUN

16/406369/KU/19375

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2017

Anda mungkin juga menyukai