Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

Laporan disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Dosen Pengampu: Ns. I Made Rai Mahardika, S.Kep

Oleh

NI KADEK MULIASTRI (P101150013)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PANCA ATMA JAYA
KLUNGKUNG
2018
LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

A. Definisi
Penyakit paru-paru obstrutif kronis/PPOK (COPD) merupakan
suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru
yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap
aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya menurut (Irman
dalam Lina Candra Dewi, 2016).
Menurut Grace & Borlay dalam Yasir Rahmadi (2015) Penyakit
paru-paru obstrutif kronis (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama
yang ditandai oleh adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau
gas yang berbahaya.
Penyakit Paru Obstruksi Kronik merupakan sejumlah gangguan
yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan keluar paru. Gangguan
yang penting adalah bronkhitis obstruktif, emfisema,dan asma bronchial
menurut (Arif Muttaqin dalam Lina Candra Dewi, 2016).
B. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
menurut Mansjoer dan Ovedoff dalam Yasir Rahmadi (2015) adalah:
1. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu,asap dangas-gas
kimiawi.
2. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya
fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
3. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan
asmaorang dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK.
4. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim
yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang
yang kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang
relatif muda, walau pun tidak merokok.

C. Manifestasi Klinis
Menurut Smaltzer dan Bare dalam Lina Candra Dewi (2016). Tanda dan
gejala akan mengarah pada dua tipe perokok:
1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue
bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:
1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak napas
4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
5. Mengi atau wheeze
6. Ekspirasi yang memanjang
7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
8. Penggunaan otot bantu pernapasan
9. Suara napas melemah
10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
11. Edema kaki, asites dan jari tabuh
D. Klasifikasi
Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Jackson
dalam Yasir Rahmadi (2015):
a. Asma
b. Bronkotos kronic
c. Emfisema
Klasifikasi derajat PPOK menurut Global initiative for chronic Obstritif
Lung Disiase (GOLD) dalam Endah Retno Hapsari (2016).
1. Derajat I (PPOK Ringan): Gejala batuk kronik dan produksi sputum
ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari
bahwa menderita PPOK.
2. Derajat II (PPOK Sedang) : Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas
dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat
ini biasanya pasien mulai memeriksakan kesehatannya.
3. Derajat III (PPOK Berat): Gejala sesak lebih berat, penurunan
aktivitas, rasa lelah dan serangan eksasernasi semakin sering dan
berdampak pada kualitas hidup pasien.
4. Derajat IV (PPOK Sangat Berat): Gejala di atas ditambah tanda-tanda
gagal napas atau gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen.
Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi
dapat mengancam jiwa biasanya disertai gagal napas kronik.
E. Patofisiologi
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil
mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami
kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan pada sel-sel
penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris
dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat
persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen.
Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat
dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang
kental dan adanya peradangan menurut Jackson dalam Yasir Rahmadi
(2015).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya
peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara
progresif merusak strukturstruktur penunjang di paru. Akibat hilangnya
elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang.
Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal
terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi.
Dengan demikian apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan
terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps menurut (Grece &
Borley dalam Yasir Rahmadi (2015).

F. Pathway
G. Komplikasi
Komplikasi PPOK/ COPD: Menurut Arif Muttaqin Lina Candra Dewi
(2016) komplikasi dari penyakit paru obstruksi kronik adalah :
a. Gagal pernafasan.
b. Atelektasis
c. Pneumonia (proses peradangan pada jaringan paru).
d. Pneumothorax

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
a) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang
parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut
adalah bayangan bronkus yang menebal
b) Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary
oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada
emfisema panlobular dan pink puffer
b. Corakan paru yang bertambah
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR
yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat
penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi
maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF
dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih
jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya
pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas
difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul
sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan
eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-
60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih
berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal
pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S
lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB
inkomplet.
5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
6. Laboratorium darah lengkap
I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Menurut Davey dalam Endah Retno Hapsari (2016) penatalaksanaan
medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
a. Berhenti merokok harus menjadi prioritas.
b. Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik) bermanfaat pada 20-
40% kasus.
c. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam
memperpanjang usia pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien
dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan FEV 1 sebesar 1,5 L).
d. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat
simtomatik yang signifikan pada pasien dengan pnyakit sedang-
berat.
e. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan
dengan meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan
patensi jalan nafas.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik
menurut (Doenges dalam Endah Retno Hapsari, 2016) adalah:
a. Mempertahankan patensi jalan nafas
b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
c. Meningkatkan masukan nutrisi
d. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
e. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan
program pengobatan.
KOSNEP DASAR TEORI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRKTIF KRONIK (PPOK)
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data
yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1. Identitas
Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis kelamin,
umur, alamat, suku bangsa, agama, No.registrasi, pendidikan, pekerjaan,
tinggi badan, berat badan, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada
pasien dengan Penyakit Paru Obstriksi Kronik(PPOK) didapatkan
keluhan berupa sesak nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-
tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada,
berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai
kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan
keluhan yang sama
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang sama
3. Pemeriksaan Fisik
1. Paru-paru
Adanya sesak, retraksi dada, auskultasi adanya bunyi ronchi, atau
bunyi tambahan lain. tetapi pada kasus berat bisa didapatkan
komplikasi yaitu adanya pneumonia.
2. Kardiovaskuler
TD menurun, diaforesis terjadi pada minggu pertama, kulit pucat, akral
dingin, penurunan curah jantung dengan adanya bradikardi, kadang
terjadi anemia, nyeri dada.
3. Neuromuskular
Perlu diwaspadai kesadaran dari composmentis ke apatis,somnolen
hingga koma pada pemeriksaan GCS, adanya kelemahan anggota
badan dan terganggunya aktivitas.
4. Perkemihan
Pada pasien dengan bronkhitis kaji adanya gangguan eliminasi seperti
retensi urine ataupun inkontinensia urine.
5. Pencernaan
- Inspeksi
kaji adanya mual,muntah,kembung,adanya distensi abdomen dan
nyeri abdomen,diare atau konstipasi.
- Auskultasi
kaji adanya peningkatan bunyi usus.
- Perkusi
kaji adanya bunyi tympani abdomen akibat adanya kembung.
- Palpasi
adanya hepatomegali, splenomegali, mengidentifikasi adanya
infeksi pada minggu kedua,adanya nyeri tekan pada abdomen.
6. Bone
Adanya respon sistemik yang menyebabkan malaise, adanya sianosis.
Integumen turgor kulit menurun, kulit kering.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan Bersihan jalan napas
2. Gangguan pertukaran gas
3. Intoleransi Aktivitas
4. Gangguan pola tidur
C. Intervensi

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


1 Ketidakefektifan Bersihan Setelah diberikan asuhan keperawatan…x24 1. Observasi TTV
2. Monitor status oksigen pasien
jalan napas jam diharapkan
3. Atur posisis pasien untuk
 NOC:
- Respiration status: Ventilation memaksimalkan ventiasi
- Respiratory status: Airway patency 4. Ajarkan pasien teknik batuk efektif
 Kriteria Hasil: 5. Lakukan fisioterapi dada
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan 6. Kolaborasi
suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspnea (mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
- Menunjukkan jalan nafas yang paten
(klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam
rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
- Mampu mengidentifikasikan dan
mencegah faktor yang dapat
menghambat jalan nafas
2 Gangguan pertukaran gas Setelah diberikan asuhan keperawatan…x24 1. Observasi TTV
2. Atur posisi pasien untuk memaksimalkan
jam diharapkan
 NOC: ventilasi
- Respiration status: Gas exchange 3. monitor rata-rata kedalaman, irama dan
- Respiratory status: ventilation
usaha respirasi
- Vital Sign status
4. Tentukan kebutuhan suction dengan
 Kriteria Hasil:
- Mendemonstrasikan peningkatan mengauskultasi crakles dan ronchi pada
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat jalan nafas
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan 5. kolaborasi
suara nafas yang bersih tidak ada
sianosis dan dyspnea (mampu
mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah)
- Tanda-tanda vital dalam rentang
normal
3 Intoleransi aktivitas Setelah diberikan asuhan keperawatan…x24 1. Observasi TTV
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi
jam diharapkan
 NOC: aktivitas yang mampu dilakukan
- Energi Conservation 3. Bantu klien untuk memilih aktivitas
- Activity tolerance
konsisten yang sesuai dengan
- Self Care: ADLs
 Kriteria Hasil: kemampuan fisik, psikologis dan social
- Mampu melakukan aktivitas sehari- 4. monitor respon fisik, emosi, social dan
hari (ADLs) secara mandiri spiritual
- Tanda-tanda vital dalam batas normal 5. Kolaborasi dengan tenaga rhabilitasi
- Mampu berpindah dengan atau tanpa
medik dalam rencana program yang tepat
alat bantuan
- Sirkulasi status baik
4 Gangguan pola tidur Setelah diberikan asuhan keperawatan…x24 1. Ciptakan lingkungan yang nyaman
2. Monitor/catat kebutuhan tidur pasien
jam diharapkan
 NOC: setiap hari dan jam
- Comfort level 3. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
- anxiety reduction 4. Diskusikan dengan pasien dan keluarga
- Rest: Extent and pattern
tentang teknik tidur pasien
 Kriteria Hasil:
5. Kolaborasi dengan dokter dalam
- Jumlah jam tidur dalam batas normal
pemberian obat tidur
6-8 jam/hari
- Pola tidur, kualitas dalam batas normal
- Perasaan segar sesudah tidur atau
istirahat
D. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
rencana keperawatan diantaranya :Intervensi dilaksanakan sesuai dengan
rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan interpersonal, teknikal dan
intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat,
keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi
dan respon pasien. Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara
kongkrit dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah
kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Tujuan dari
evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang

DAFTAR PUSTAKA

Dewi Lina Candra. 2016. Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan


Oksigenasi Pada Tn.T Di Ruang Inayah RS PKU Muhammadiyah
Gombong Retreived 20 Mei 2018. From:
http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/162/1/LINA%20CANDRA%20DEWI
%20NIM.%20A01201662.pdf
Hapsari Endah Retno. 2016. Asuhan Keperawatan pada Tn. S Dengan Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Di Ruang Flamboyan RSUD dr. R.
Goenteng Taroenadibrata Purbalingga. Retreived 20 Mei 2018. From:
http://repository.ump.ac.id/1077/5/ENDAH%20RETNO%20HAPSARI
%20BAB%20II.pdf
Herdman T.H & S.Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi&
Klasifikasi 2015-2017 edisi 10. Jakarta: EGC
Nurarif Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta:
MediAction
Rahmadi Yasir. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Tn. W Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan: Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Di Ruang
Anggrek Bougenvile Rsud Pandan Arang Boyolali. Retreived 20 Mei
2018.
From: http://eprints.ums.ac.id/34292/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf

Anda mungkin juga menyukai