DISUSUN:
18021321
UNIVERSITAS AN-NUUR
PURWODADI
2021/2022
I. LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP DASAR PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK ( PPOK )
1. Pengertian
Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh bronkitis
kronis atau empisema. Obstruksi aliran udara pada umumnya progresif kadang
diikuti oleh hiperaktivitas jalan nafas dan kadangkala parsial reversibel, sekalipun
empisema dan bronkitis kronis harus didiagnosa dan dirawat sebagai penyakit
khusus, sebagian besar pasien PPOK mempunyai tanda dan gejala kedua penyakit
tersebut.( Amin, Hardhi, 2013).
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang bisa di
cegah dan diatasi yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang menetap,
biasanya bersifat progresif dan terkait dengan adanya proses inflamasi kronis
saluran nafas dan paru-paru terhadap gas atau partikel berbahaya (Ikawati, 2016).
Kumar, dkk tahun 2007 menjelaskan bahwa penyakit paru obstruktif kronis
adalah penyakit yang ditandai dengan berdasarkan uji fungsi paru terdapat bukti
objektif hambatan aliran udara yang menetap dan ireversibel.
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan suatu kelainan dengan
ciri-ciri adanya keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible Pada
klien PPOK paru-paru klien tidak dapat mengembang sepenuhnya dikarenakan
adanya sumbatan dikarenakan sekret yang menumpuk pada paru-paru. (Lyndon
Saputra, 2010). PPOK adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan di tandai oleh
peningkatan retensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya. ( Manurung, 2016).
2. Etiologi
Beberapa faktor penyebab PPOK menurut Mansjoer (2008) dan Ovedoff (2006):
a) Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu, asap dan gas
kimiawi.
b) Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga menyebabkan semakin
menurunnya fungsi paru-paru.
c) Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asma
orang dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK.
d) Keadaan menurunnya alfa anti tripsin. Enzim ini dapat melindungiparu-
paru dari proses peradangan. Menurunnya enzim ini menyebabkan
seseorang menderita empisema pada saat masih muda meskipun tidak ada
riwayat merokok.
3. Patofisiologi
Faktor resiko dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap
rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mucus bronkus. Selain itu,
silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau difungsional serta
metaplasia . perubahan pada sel-sel penghasil mucus dan silia ini mengganggu
system escalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mucus kental dalam
jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mucus berfungsi sebagai
tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat
purulent. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat
darai ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mucus yang kental dan
adanya peradangan.
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan
kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progesif merusak struktur
penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya
alveolus, maka ventilasi berkurang, saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi
karena ekspirasi normal terjadi akaibat pengempisan recoil paru secara pasif
setelah inspirasi. Dengan demikian apabila terjadi recoil pasif, maka udara akan
terperanagkap di dalam paru dan saluran udara kolaps . Rahmadi Yasir (2015).
4. Manifestasi klinis
Menurut Putra (2013) manifetasi klinis pasien Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) adalah :adalah seperti susah bernapas, kelemahan badan, batuk
kronik, nafas berbunyi, mengi atau wheezing dan terbentuknya sputum dalam
saluran nafas dalam waktu yang lama. Salah satu gejala yang paling umum dari
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah sesak nafas atau dyosnea. Pada
tahap lanjutan dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), dypsnea dapat
memburuk bahkan dapat dirasakan ketika penderita sedang istirahat atau tidur.
Manifestasi klinis utama yang pasti dapat diamati dari penyakit ini adalah sesak
nafas yang berlangsung terus menerus.
Tanda dan gejala penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah sebagai
berikut Dianasari, (2014):
a. Kelemahan Badan.
b. Batuk.
c. Sesak nafas.
d. Sesak nafas saat aktivitas dan nafas berbunyi.
e. Mengi atau wheeze.
f. Ekspirasi yang memanjang.
i. Suara nafas melemah.
k. Edema kaki, asites dan jari tabuh.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan radiologi
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-
garis yang parallel, kelua dari hilus menuju apeks paru.Bayangan tersebut
adalah bayangan bronkus yang menebal.
b. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis.
Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga
menimbulkan polisitemia.
c. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung, Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada
hantaran II, III, dan aVF.
d. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi. Laboratorium
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang
dari 55 mmHg,
6. Penatalaksanaan
a) Non Farmakologis.
Berhenti Merokok: satu-satunya intervensi yang paling efektif
dalam mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat
progresivitas penyakit. Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok
adalah 5A (PDPI /Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2015): 1) Ask
(Tanyakan): mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan 2)
Advise (Nasihati): dorongan kuat pada semua perokok untuk berhenti
merokok. 3) Assess (Nilai): Keinginan untuk usaha berhenti merokok
(misal: dalam 30 hari ke depan). 4) Assist (Bimbing): bantu pasien dengan
rencana berhenti merokok, menyediakan konseling praktis,
merekomendasikan penggunaan farmakoterapi. 5) Arrange (Atur): buat
jadwal kontak lebih lanjut.
b) Farmakologis
Berikut adalah obat-obatan yang sering digunakan untuk
penatalaksanaan PPOK sebagaimana tercantum dalam PDPI (2015).
Bronkodilator: Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit.
Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan
pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan
pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang
(long acting).
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Kaji identitas pasien dan penanggung jawab dengan meliputi nama, umur,
alamat, agama, pendidikan, pekerjaan , tanggal masuk, No. Register, dan
diagnosa masuk.
2. Diagnosa
Proses keperawatan yang merupakan bagian dari penilaian klinis tentang
pengalaman / tanggapan individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah
kesehatan actual / potensial / proses kehidupan’
B. Pengkajian Primary Survey (A-H)
1. Airway (Jalan Napas)
2. Breathing (Pernapasan)
3. Circulation (Sirkulasi)
4. Disability (Kesadaran)
5. Exposure (Paparan)
6. Foley Catheter
7. Gastric Tube
8. Heart Monitor
C. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Keluham yamh paling dirasakan oleh klien pada saat di lakukan pengkajian
secara objektif.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat yang diulai dari awal timbulnya gejala yang dirasakan sehingga
membuat klien mencari bantuan pelayanan baik medis maupun perawat.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan yang pernah di derita oleh klien baik penyakit maupun
perilaku yang berhubungan dengan yang dapat menyebabkan kesehatan
sekarang.
Bersihan
Jalan Nafas Obstruksi bronkiolus
awal fase ekspirasi
Tidak Efektif
Udara
terperangkap
di alveolus
PaO2 Rendah PaCO2 Tinggi Sesak Nafas
Metabolisme anaerob
Gangguan
Pertukaran Gas
Defisit Energi
Intoleransi
Aktifitas
Lemah, Lelah
G. Diagnosa Keperawatan
(SDKI,2017)
1. Pola nafas tidak efektif
2. Gangguan pertukaran gas
3. Kebersihan jalan nafas
H. Perencanaan/ Intervensi keperawatan
No. Diagnosa Standart Luaran Keperawatan Standart Intervensi Keperawatan
Keperawatan Indonesia (SLKI) Indonesia (SIKI)
1. 1. Pola nafas Respirasi Respirasi
tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas
keperawatan selama 1 x 24 jam , maka 1. Observasi
pola nafas tidak efektif meningkat a. Monitor pola
dengan kriteria hasil: nafas( frekuensi,kedaam
1. Penggunaan otot bantu nafas an, usaha nafas)
menurun b. Monitor bunyi nafas
2. Dspnea menurun tambahan
3. Pemanjjangan fase ekspirasi (mis.gurgling,wheezing,
menurun ronkhi, mengi)
4. Frekuensi nafas membaik 2. Terapeutik
5. Kedalaman nafas membaik a. Posisikan semi fowler
b. Berikan minuman hangat
c. Berikan oksigen
3. Edukasi
a. Anjurkan asupan cairan
200ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
b. Ajarkan teknik batuk
efektif
4. Kolaborasi
Pemberian bronkodilator ,
ekspektoran, mukolitik
PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). 2010. Jurnal Respirologi. Majalah Resmi
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Vol. 3. No. 2: April 2010: Hal.75.
Dianasari, Nur, 2014, Pemberian Tindakan Batuk Efektif terhadap Pengeluaran Dahak
pada Asuhan Keperawatan Tn. W dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) di IGD RSUD DR. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. (Skripsi).
Surakarta: Sekolah Tinggi Ilmu kesehatan Kusuma Husada.