Anda di halaman 1dari 103

PROPOSAL PENELITIAN

Untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Keperawatan

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA DIABETES MELITUS


TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN KEGAWATDARURATAN
DIABETES MELITUS TIDAK TERKONTROL (KETOASIDOSIS
DIABETIKUM) DI WILAYAH PUSKESMAS PURWODADI 1

Oleh
WAHYU ISNAINI
NIM : 2019021478

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS AN NUUR
Purwodadi, 2023
ii

PROPOSAL PENELITIAN
Untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Keperawatan

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA DIABETES MELITUS


TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN KEGAWATDARURATAN
DIABETES MELITUS TIDAK TERKONTROL (KETOASIDOSIS
DIABETIKUM) DI WILAYAH PUSKESMAS PURWODADI 1

Oleh
WAHYU ISNAINI
NIM : 2019021478

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS AN NUUR
Purwodadi, 2023

ii
iii

HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal ini telah disetujui, diperiksa dan siap dipertahankan di hadapan


tim penguji Proposal Penelitian pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Sains dan Kesehatan Universitas An Nuur.

Purwodadi,

Pembimbing I Pembimbing II

Sutrisno S .Kep., Ns.,M.Kep Ns. Christina N.W., M.H


NIDN.0621127501 NIDN.0630068301

Mengetahui,
Dekan Fk Sains dan Kesehatan Ka.Prodi S1 Keperawatan

Suryani,S.Kep.,Ns.,M.Kep Sutrisno S .Kep., Ns.,M.Kep


NIDN.0629107901 NIDN.0621127501

iii
iv

HALAMAN PENGESAHAN

Proposal oleh Wahyu Isnaini, NIM 2019021478 dengan judul “Hubungan


Tingkat Pengetahuan Penderita Diabetes Melitus Terhadap Perilaku Pencegahan
Kegawatdaruratan Diabetes Melitus Tidak Terkontrol (Ketoasidosis
Diabetikum)”, telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal

Purwodadi,

Penguji I Tanda Tangan

Suryani,S.Kep.,Ns.,M.Kep ……………………………
NIDN.0629107901
Penguji II Tanda Tangan

Sutrisno S .Kep., Ns.,M.Kep ………………………….


NIDN.0621127501
Penguji III Tanda Tangan

Ns. Christina N.W., M.H ……………………….


NIDN.0630068301

Mengetahui,
Dekan Fk Sains dan Kesehatan Ka.Prodi S1 Keperawatan

Suryani,S.Kep.,Ns.,M.Kep Sutrisno S .Kep., Ns.,M.Kep


NIDN.0629107901 NIDN.0621127501

iv
v

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur Alhamdulillah peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT
atas segala petunjuk, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Proposal Penelitian dengan Judul, “Hubungan Tingkat
Pengetahuan Penderita Diabetes Melitus Terhadap Perilaku Pencegahan
Kegawatdaruratan Diabetes Melitus Tidak Terkontrol (Ketoasidosis Diabetikum)”
sehingga Proposal Penelitian ini dapat diujikan. Proposal disusun sebagai salah
satu syarat untuk mendapatkan ijin untuk melakukan penelitian.
Dalam penyusunan Proposal Penelitian ini tentunya peneliti menemukan
banyak kendala sehingga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
memberikan bimbingan, semangat, motivasi, dan petunjuk kepada peneliti,
sehingga dengan bantuan beberapa pihak Propoposal ini dapat di selesaikan. Pada
kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada :
1. Ns. Purhadi, M.Kep selaku Plt. Rektor Universitas AN-Nuur Purwodadi.
2. Ns. Sutrisno., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Sains dan Kesehatan Universitas An Nuur Purwodadi.
3. Ns. Sutrisno., M.Kep selaku Pembimbing I yang telah bersedia memberikan
bimbingan sejak awal sampai akhir penyusunan proposal ini.
4. Ns. Christina N.W., M.H selaku Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan kepada penulis dengan baik.
5. Seluruh Dosen Program Studi SI Keperawatan beserta staff yang telah
membantu selama proses pendidikan.
6. Kedua orang tua tercinta atas semua motivasi, kasih sayang, dukungan;
perhatian dan doa dalam penyusunan proposal ini. Semoga Allah SWT
seriantiasa melimpahkan hidayah dan karunja-Nya.
7. Sahabat dan teman seperjuangan terimakasih atas kerja sama dan bantuannya
selama penyususnan proposal ini.
8. Kepada kakak alumni terimakasih atas bantuan, saran, masukan serta
motivasinya selama penyusunan proposal penelitian ini.

v
vi

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis
mengucapkan banyak terima kasih atas partisipasi, dukungan, doa, dan
bantuannya.

Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan isi maupun bahasan dari


Proposal penelitian ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu apabila ada
kesalahan dan kekeliruan dalam penulisan Proposal penelitian ini, peneliti mohon
maaf dan sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
berbagai pihak manapun. Akhir kata, semoga skripsi penelitian ini dapat
bermanfaat. Aamiin.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Purwodadi,

Wahyu Isnaini
NIM.2019021478

vi
vii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM.................................................................. ii


HALAMAN PERSETUJUAN..................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... iv
KATA PENGANTAR...................................................................................v
DAFTAR ISI.................................................................................................vii
DAFTAR TABEL..........................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Perumusan Masalah............................................................................5
C. Tujuan Penelitian ...............................................................................5
D. Manfaat Penelitian..............................................................................6
E. Sistematika Penulisan.........................................................................8
F. Penelitian Terkait ...............................................................................9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................10


A. Tinjauan Teori ..................................................................................10
1. Diabetus Melitus..........................................................................10
2. Ketoasidosis diabetikum..............................................................29
3. Pencegahan diabetus melitus menjadi ketoasidosis diabetikum..29
4. Perilaku........................................................................................45
5. Pengetahuan.................................................................................52
B. Kerangka Teori..................................................................................60
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...................................................61
A. Variabel Penelitian............................................................................61
B. Kerangka Konsep..............................................................................62

vii
viii

C. Hipotesis ...........................................................................................63
D. Jenis, Desain Penelitian, dan Rancangan Penelitian..........................63
E. Populasi dan Sampel .........................................................................64
F. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................66
G. Definisi Operasional..........................................................................66
H. Metode Pengumpulan Data...............................................................69
I. Instrumen atau Alat Pengumpulan Data............................................73
J. Analisa Data......................................................................................78
K. Etika Penulisan..................................................................................82
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................91

DAFTAR TABEL

viii
ix

Tabel 1.1 Sistematika Penulisan Proposal Penelitian......................................7


Tabel 2.1 Kategori status gula darah .............................................................20
Tabel 2.2 Kriteria diagnostik KAD................................................................36
Tabel 3.1 Definisi Operasional.......................................................................67
Tabel 3.2 Kisi-kisi kuesioner identitas responden..........................................74
Tabel 3.3 kisi-kisi soal tingkat pengetahuan...................................................75
Tabel 3.4 kisi-kisi perilaku pencegahan kegawatdaruratan DM tidak
terkontrol (KAD) ...........................................................................................76
Tabel 3.5 pedoman interpretasi terhadap koefisien korelasi...........................77

DAFTAR GAMBAR

ix
x

Gambar 2.1 Rumus IMT.................................................................................26


Gambar 3.1 Kerangka Konsep........................................................................63
Gambar 3.2 Rancangan Penelitian cross sectional.........................................67
Gambar 3.3 product moment person..............................................................68
Gambar 3.4 koefisien alpha............................................................................70

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) atau sering dikenal dengan penyakit kencing

manis merupakan salah satu penyakit tidak menular yang jumlahnya semakin

meningkat. DM adalah penyakit gangguan metabolik menahun yang bisa

disebut sebagai penyakit pembunuh manusia secara diam-diam atau Silent

Killer. Seringkali manusia tidak menyadari kalau dirinya telah menyandang

diabetes, dan begitu mengetahui sudah terlambat karena sudah komplikasi.

Diabetes dikenal juga sebagai Mother Disease yang merupakan induk/ibu dari

penyakit-penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung dan pembuluh

darah, stroke, gagal ginjal, dan kebutaan (Laudya et al., 2020).

Menurut data dari World Health Organization (WHO) pada tahun

2014 diperkirakan ada 422 juta orang dewasa menderita diabetes melitus dan

sekitar 2,2 juta kasus kematian dikarenakan penyakit diabetes melitus (WHO,

2019). Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada tahun

2019 menyatakan sedikitnya 463 juta orang dengan usia 20-79 tahun

menderita diabetes melitus dengan prevalensi 9,3% pada total penduduk pada

usia yang sama. IDF menyatakan penderita diabetes dapat diperkirakan

meningkat hingga 578 juta di tahun 2030 dan 700 juta ditahun 2040 (IDF,

2019).

1
2

Indonesia merupakan negara dengan peringkat ke 7 di dunia dengan

jumlah penderita 10,7 juta jiwa (IDF, 2019). Tiga negara dengan angka

penderita diabetes melitus tertinggi yaitu China, India, dan Amerika Serikat

dengan jumlah penderita 116,4 juta, 77 juta, dan 31 juta (IDF, 2019).

Berdasarkan data American Diabetes Association (ADA) di Indonesia diabetes

melitus menjadi sebab kematian terbesar nomor 3 dengan jumlah kasus 6,7jt

(ADA, 2019). Pada tahun 2012 terdapat 2,2 juta jiwa kematian yang

diakibatkan oleh kadar gula darah melebihi batas maximum. Angka kematian

akibat hiperglikemia kebanyakan berada di negara dengan penghasilan

menengah kebawah dengan persentase 60.5% berjenis kelamin laki-laki dan

46% berjenis kelamin perempuan (Infodatin KEMENKES RI, 2020).

Penderita diabetes melitus di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2019

sebanyak 652.822 orang (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2019).

Sedangkan di Kabupaten Grobogan pada tahun 2022 kasus diabetes melitus

sebanyak 21.017 penderita DM. Di Puskesmas Purwodadi 1 tercatat 1.119

penderita DM, dan dapat terealisasikan 1.159 penderita DM (96,52%) (Dinas

Kesehatan Kabupaten Grobogan, 2022).

Diabetes melitus jika tidak dikelola dengan baik dapat mengakibatkan

berbagai komplikasi penyakit. Salah satu komplikasi yang dapat terjadi yaitu

Ketoasidosis Diabetikum. Ketoasidosis diabetikum (KAD) merupakan salah

satu kegawatdaruratan pada diabetes melitus yang perlu diwaspadai karena

dapat menyebabkan syok bahkan kematian (Nur Alamsyah et al., 2021).

Ketoasidosis diabetikum didefinisikan sebagai trias hiperglikemia, ketonemia,


3

dan asidosis (Febrianto & Hindariati, 2021). Angka kejadian KAD sebesar 15-

70% di Eropa dan Amerika Utara dan lebih tinggi di negara berkembang

(IDAI, 2015). Berbagai keadaan dapat mencetuskan terjadinya KAD, mulai

dari infeksi (46,5%), ketidakpatuhan berobat (30,5%), tampilan klinis pertama

dari DM (18,5%), dan sisanya (19%) meliputi stres, diet, kehamilan dan

faktor-faktor yang belum teridentifikasi (Nur Alamsyah et al., 2021).

Mortalitas KAD di beberapa negara cukup konstan, di Amerika Serikat

0,15%, Kanada 0,18% dan Inggris 0,31% (IDAI, 2015). Di USA, setiap

tahunnya KAD terjadi >110.000 pasien ranap, dengan mortalitas 2-10%

(Askandar et al, 2015).

Kegawatdaruratan diabetes tidak terkontrol sebenarnya dapat dicegah

apabila penderita DM melakukan pengelolaan DM dengan baik. Salah satu

pengelolaan diabetes melitus yang dapat dilakukan yaitu penatalaksanaan lima

pilar diabetes. Lima pilar penting ini terdiri dari edukasi, program diet,

aktivitas fisik, farmakologi, dan pemeriksaan gula darah (Ubaidillah et al.,

2021). Namun pada kenyataannya tidak semua penderita diabetes menjalankan

lima pilar diabetes dengan baik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Husna (2022) bahwa sebagian besar pasien memiliki kepatuhan minum obat

rendah yaitu sebanyak 61,2% serta mayoritas penderita DM tipe II di

Puskesmas Tamalanrea memiliki gula darah yang tidak terkontrol yaitu

sebanyak 77,6%. Perilaku negatif pada penderita diabetes bisa disebabkan

karena beberapa faktor, seperti tingkat pengetahuan (Ubaidillah et al., 2021).

Pengetahuan penting dalam membentuk perilku seseorang, seseorang yang


4

memiliki pengetahuan yang tinggi ditemukan kejadian diabetes tidak

terkontrol yang lebih rendah (Arimbi et al., 2020).

Berdasarkan hasil penelitian (Laudya et al., 2020)diketahui bahwa

responden di Puskesmas Cilacap Selatan I tahun 2020 paling banyak

mempunyai pengetahuan yang kurang tentang pencegahan komplikasi DM

yaitu sebanyak 36 orang (48,0%), sedangkan pasien DM tipe 2 yang

mempunyai pengetahuan cukup ada sebanyak 21 orang (28,0%) dan

pengetahuan baik ada sebanyak 18 orang (24,0%). Pengetahuan penderita

diabetes mengenai pencegahan terjadinya diabetes tidak terkontrol menjadi hal

penting (Laudya et al., 2020). Penderita diabetes harus mengetahui serta

memahami berbagai aspek dari pernyakit diabetes melitus termasuk tanda dan

gejala, penyebab, pencetus, pengobatannya, serta tanda kegawatdaruratan dari

penyakit diabetes melitus. Selain itu, pengetahuan juga berpengaruh besar

terhadap sikap dan motivasi penderita untuk mencegah terjadinya diabetes

tidak terkontrol (Ketoasidosis Diabetikum).

Dari survey yang dilakukan oleh peneliti dengan responden pada

Selasa, 7 Maret 2023 di Puskesmas Purwodadi 1, dari wawancara dengan 4

penderita DM pada saat prolanis didapatkan bahwa 3 responden mengatakan

terkadang tidak menjaga pola makan (masih mengonsumsi makanan manis), 1

responden melakukan diet DM, 2 responden mengatakan melakukan senam

seminggu sekali, 2 responden mengatakan senam 2 dalam sebulan tetapi 4

responden tersebut mengatakan rutin melakukan pemeriksaan rutin dengan

mengikuti kegiatan prolanis di Puskesmas Purwodadi 1.


5

Dari permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul Hubungan Tingkat Pengetahuan Penderita Diabetes

Melitus terhadap Perilaku Pencegahan Kegawatdaruratan Diabetes Melitus

Tidak Terkontrol (Ketoasidosis Diabetikum) di Puskesmas Purwodadi 1.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut maka

peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini “Apakah ada hubungan

tingkat pengetahuan penderita diabetes melitus terhadap perilaku pencegahan

kegawatdaruratan diabetes melitus tidak terkontrol (Ketoasidosis Diabetikum)

di Puskesmas Purwodadi 1?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan penderita

diabetes melitus terhadap perilaku pencegahan kegawatdaruratan diabetes

melitus tidak terkontrol (Ketoasidosis Diabetikum) di Puskesmas

Purwodadi 1.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan penderita diabetes melitus

tentang pencegahan kegawatdaruratan diabetes melitus tidak terkontrol

(Ketoasidosis Diabetikum) di Puskesmas Purwodadi 1.

b. Mengidentifikasi perilaku penderita diabetes melitus dalam

pencegahan kegawatdaruratan diabetes melitus tidak terkontrol

(Ketoasidosis Diabetikum) di Puskesmas Purwodadi 1.


6

c. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan penderita diabetes melitus

terhadap perilaku pencegahan kegawatdaruratan diabetes melitus tidak

terkontrol (Ketoasidosis Diabetikum) di Puskesmas Purwodadi 1.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Adanya penelitian ini diharapkan dapat membuat generalisasi ilmu

baru mengenai hubungan tingkat pengetahuan dan pencegahan

kegawatdaruratan diabetes melitus tidak terkontrol (Ketoasidosis

Diabetikum), serta dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Perawat

Menjadi gambaran bagi tenaga kesehatan terutama perawat

dalam memberikan edukasi yang tepat untuk masyarakat, khususnya

tentang pencegahan kegawatdaruratan diabetes melitus tidak terkontrol

(Ketoasidosis Diabetikum).

b. Bagi Masyarakat

Menambah informasi tentang penyakit diabetes melitus baik

penyebab, dan pencegahan terjadinya kegawatdaruratan diabetes

melitus tidak terkontrol sehingga bisa membantu program pemerintah

dalam meminimalkan dan memberantas diabetes melitus.


7

c. Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian dapat menjadi bahan pustaka guna menambah

wawasan mengenai pencegahan kegawatdaruratan diabetes melitus

tidak terkontrol (Ketoasidosis Diabetikum).

E. Sistematika Penulisan

Bagan ini merupakan bagan yang menjelaskan sistem penyusunan

proposal penelitian. Secara umum sistematika penulisan proposal sebagai

berikut:

Tabel 1.1 Sistematika Penulisan Proposal Penelitian

BAB Konsep Pengambilan Data


BAB I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, perumusan
masalah, tujuan penelitian, sistematika penulisan dan
penelitian terkait.
BAB II Tinjauan Pustaka, tentang landasan dan desain penelitian,
teori yang di gunakan untuk penelitian serta
menggambarkan dalam teori penelitian.
BAB III Metodologi Penelitian, berisi tentang variabel penelitian,
kerangka konsep, dan hipotesis, konsep metodologi mulai
dari jenis, design dan rancangan penelitian, populasi,
sampel, tempat dan waktu penelitian, definisi operasional,
metode pengumpulan data, instrumen penelitian, uji
instrumen, pengolahan data dan analisa data serta etika
dalam penelitian.
BAB IV Hasil, berisi tentang hasil penelitian termasuk hasil analisa
data penelitian (hasil uji statistik).
BAB V Pembahasan, berisi tentang pembahasan hasil dan
keterbatasan penelitian.
8

BAB VI Penutup, berisi tentang simpulan dan saran yang dapat


peneliti berikan dan hasil penelitian.

F. Penelitian Terkait

1. Penelitian oleh (Ubaidillah et al., 2021) yang berjudul “Analisis Faktor

Hiperglikemia Tidak Terkontrol Pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang paling

dominan dan ketertarikan antar faktor hiperglikemia tidak terkontrol pada

pasien diabetes tipe 2, dan untuk mengidentifikasi hubungan 4 pilar

diabetes, demografi, stress, pengetahuan, pekerjaan, merokok, berat badan,

lama menderita diabetes melitus, dan riwayat diabetes melitus dengan

hiperglikemia. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode deskriptif

analisis. Subjek penelitian adalah 110 responden penderita diabetes dengan

hiperglikemia. Hasil penelitian ini adalah ada beberapa faktor yang

menyebabkan terjadinya hiperglikemia, seperti pengetahuan, lamanya

menderita diabetes. Faktor yang paling signifikan adalah kepatuhan

aktivitas fisik, diet, obat, kontrol rutin dan tidak merokok.

2. Penelitian oleh (Laudya et al., 2020) yang berjudul “Hubungan Tingkat

Pengetahuan Tentang Komplikasi Diabetes Melitus Dengan Pencegahan

Komplikasi Pada Pasien Diabetes Melitus di Puskesmas Cilacap Selatan

I”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

pengetahuan tentang komplikasi diabetes melitus tipe 2 dengan

pencegahan komplikasi pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas


9

Cilacap Selatan I. Penelitian ini menggunakan desain eksplanatori dengan

rancangan cross sectional. Populasi pada penelitian adalah 75 orang yang

sesuai dengan criteria inklusi dan dipilih menggunakan teknik purposive

sampling. Hasil penelitian ini adalah terdapat hubungan yang bermakna

antara pengetahuan tentang pencegahan komplikasi dengan pencegahan

komplikasi pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Cilacap

Selatan I.

Perbedaan penelitian yang ada diatas dengan penelitian saya adalah

dari Variabel Dependen adalah Perilaku Pencegahan Kegawatdaruratan

Diabetes Melitus Tidak Terkontrol (Ketoasidosis Diabetikum) sedangkan

Variabel Independen adalah Tingkat Pengetahuan Penderita Diabetes

Melitus tentang Pencegahan Diabetes Melitus Tidak Terkontrol

(Ketoasidosis Diabetikum), desain penelitian adalah Analisis Korelasi

dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi yang saya teliti adalah

Penderita Diabetes Melitus yang mengikuti kegiatan prolanis di

Puskesmas Purwodadi 1 sebanyak 65 orang. Teknik sampling yang

digunakan adalah total sampling.


10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Diabetes Melitus

a. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronik yang terjadi

karena kegagalan pankreas memproduksi insulin yang tidak

mencukupi atau insulin yang diproduksi tidak dapat digunakan secara

efektif oleh tubuh (Kurniawaty, n.d., 2014). Diabetes melitus adalah

gangguan metabolisme yang terjadi pada organ pankreas yang ditandai

dengan peningkatan kadar gula darah atau sering disebut dengan

kondisi hiperglikemia. Hiperglikemia dapat disebabkan karena

menurunnya produksi insulin dari pankreas (Lestari et al., 2021).

Hiperglikemia atau peningkatan kadar gula darah adalah ciri

utama dari diabetes melitus tidak terkontrol dan pada jangka waktu

yang lama, kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan serius pada

syaraf dan pembuluh darah. Seseorang dikatakan mengalami

hiperglikemia apabila kadar gula darah mengalami peningkatan yaitu

kadar glukosa puasa ≥126 mg/ dL, gula darah 2 jam ≥200 mg/ dL, atau

gula darah sewaktu ≥200 mg/ dL (Lestari et al., 2021).

b. Klasifikasi Diabetes Melitus

Diabetes melitus di klasifikasikan menjadi 2 tipe, sebagai

berikut:

10
11

1) Diabetes melitus tipe 1

Diabetes yang disebabkan kenaikan kadar gula darah

karena kerusakan sel beta pankreas sehingga produksi insulin

sedikit atau sama sekali. Insulin adalah hormon yang dihasilkan

oleh pankreas untuk mencerna gula dalam darah. Penderita

diabetes tipe 1 ini membutuhkan asupan insulin dari luar tubuh

(Infodatin Kemenkes RI, 2020). Karena membutuhkan asupan

insulin dari luar tubuh sehingga disebut sebagai insulin dependent

diabetes melitus (IDDM).

2) Diabetes melitus tipe 2

Diabetes tipe 2 adalah gangguan metabolik yang ditandai

dengan kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh

beta pankreas dan atau gangguan fungsi insulin (resistensi insulin)

(Fatimah, 2015). DM tipe 2 biasanya disebabkan karna beberapa

faktor seperti obesitas dan keturunan (Ramadhan, 2022).

Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemia

akibat sensitivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin

sedikit menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin

masih diproduksi oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes tipe 2

dianggap sebagai non insulin dependent diabetes melitus (Fatimah,

2015).
12

3) Diabetes melitus tipe lain

Terjadi karena kelainan kromosom dan mitokondria DNA,

disebabkan karena infeksi dari rubella congenital dan

cytomegalovirus. Penyakit eksokrin pankreas (fibrosis kistik,

pankreatitis), disebabkan oleh obat atau zat kimia (misalnya

penggunaan glukokortikoid pada terapi HIV/AIDS atau setelah

transplantasi organ), disebabkan sindrom genetik lain yang

berkaitan dengan DM (Ramadhan, 2022).

4) Diabetes melitus gestasional

Diabetes tipe ini ditandai dengan kenaikan gula darah

selama masa kehamilan biasanya terjadi pada minggu ke-24

kehamilan dan kadar gula darah akan kembali normal setelah

persalinan (Infodatin Kemenkes RI, 2020).

Diabetes melitus gestational yaitu diabetes yang terjadi

pada kehamilan, diduga disebabkan karena resistensi insulin akibat

hormon-hormon seperti prolaktin, progesterone, estradiol, dan

hormon plasenta (Kurniawaty, n.d, 2014).

c. Faktor Resiko Diabetes Melitus

Diabetes melitus memiliki faktor resiko atau faktor pencetus

yang berkonstribusi terhadap kejadian penyakit. Upaya pengendalian

faktor resiko dapat mencegah DM dan menurunkan tingkat fatalitas.

Faktor resiko diabetes terdiri dari faktor yang dapat diubah dan faktor

yang tidak bisa diubah (Infodatin KEMENKES RI, 2020).


13

Menurut Infodatin KEMENKES RI (2020) faktor yang tidak

dapat dimodifikasi sebagai berikut :

1) Usia

Usia menjadi faktor resiko karena bertambahnya umur makan

akan terjadi penurunan fungsi-fungsi organ tubuh termasuk

reseptor pengangkutan glukosa ke jaringan. Reseptor ini semakin

lama semakin tidak peka terhadap adanya glukosa dalam darah

sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah (Ide,

2019).

2) Jenis kelamin

Pada usia kurang dari 45 tahun, pria dan wanita memiliki

resiko mengalami DM. tetapi wanita lebih beresiko dibanding laki-

laki karena pada wanita yang mengalami menopause gula darah

lebih tidak terkontrol karena terjadi penurunan produksi hormon

esterogen dan progesteron yang dapat mempengaruhi sel-sel tubuh

dalam merespon imun (Ide, 2019).

3) Riwayat keluarga dengan DM

Kepekaan reseptor terhadap glukosa dapat diturunkan ke

generasi berikutnya atau keturunannya. Sehingga bila orang tua

mengalami DM makan anaknya kemungkinan juga akan

mengalami DM (Ide, 2019).

4) Ras

5) Etnik
14

6) Riwayat melahirkan bayi >4.000 gram

7) Riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR atau <2.500

gram).

Menurut Infodatin KEMENKES RI (2020) faktor yang dapat

dimodifikasi sebagai berikut:

1) Berat badan lebih (obesitas)

Orang yang mengalami obesitas memiliki simpanan lemak

yang lebih banyak dan dapat meningkatkan jaringan adipose.

Padahal reseptor glukosa dapat ditemukan pada jaringan non-

adiposa. Jika jaringan adipose semakin lama semakin banyak maka

jaringan non adipose akan terdesak dan jumlah reseptor glukosa

akan menjadi sedikit dan terjadi peningkatan kadar glukosa dalam

darah (Ide, 2019).

2) Kurangnya aktifitas fisik

Masyarakat yang suka hidup santai tanpa melakukan

aktifitas apapun lebih beresiko mengalami DM. Membiasakan otot-

otot luriknya tidak bekerja sama dengan otot lurik tidak aktif

sehingga reseptor datang menerima glukosa tidak aktif. Akibatnya,

glukoa dalam darah menjadi tinggi kadarnya (Ide, 2019).

3) Diet tidak sehat dan tidak seimbang (tinggi kalori)

Kebiasaan banyak makan dapat meningkatkan resiko DM.

Makanan yang dapat memicu insulin dan reseptor untuk bekerja


15

lebih keras sehingga reseptor glukosa lebih cepat mengalami

kerusakan (Ide, 2019).

4) Obesitas abdominal/sentral

5) Hipertensi

6) Dislipidemia

7) Kondisi prediabetes yang ditandai dengan toleransi glukosa

terganggu (TGT 140-199 mg/dl) atau gula darah puasa terganggu /

GDPT <140mg/dl)

8) Merokok

d. Patofisiologi Diabetes Melitus

Resistensi insulin pada otot adalah kelainan yang paling awal

terdeteksi dari diabetes tipe 1. Retensi insulin biasanya disebabkan

karena obesitas/kelebihan berat badan, glukortikoid berlebih (sindrom

cushing atau terapi steroid), hormon pertumbuhan berlebih

(akromegali), kehamilan, diabetes gestasional, penyakit ovarium

polikistik, lipodistrofi (didapat atau genetik, terkait dengan akumulasi

lipid di hati), autoantibodi pada reseptor insulin, mutasi reseptor

insulin, mutasi reseptor aktivator proliferator peroksisom (PPAR γ),

mutasi yang menyebabkan obesitas genetik (misalnya: mutasi reseptor

melanokortin), dan hemochromatosis (penyakit keturunan yang

menyebabkan akumulasi besi jaringan).

Pada diabetes tipe I, sel beta pankreas telah dihancurkan oleh

proses autoimun, sehingga insulin tidak dapat diproduksi.


16

Hiperglikemia puasa terjadi karena produksi glukosa yang tidak dapat

diukur oleh hati. Meskipun glukosa dalam makanan tetap berada di

dalam darah dan menyebabkan hiperglikemia postprandial (setelah

makan), glukosa tidak dapat disimpan di hati. Jika konsentrasi glukosa

dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak akan dapat menyerap kembali

semua glukosa yang telah disaring. Oleh karena itu, ginjal tidak dapat

menyerap semua glukosa yang disaring. Akibatnya, muncul dalam urin

(kencing manis). Saat glukosa berlebih diekskresikan dalam urin,

limbah ini akan disertai dengan ekskreta dan elektrolit yang

berlebihan, kondisi ini disebut diuresis osmotik. Kehilangan cairan

yang berlebihan dapat menyebabkan peningkatan buang air kecil

(poliuria) dan haus (polidipsia).

Kekurangan insulin juga dapat mengganggu metabolisme

protein dan lemak, yang menyebabkan penurunan berat badan. Jika

terjadi kekurangan insulin, kelebihan protein dalam darah yang

bersirkulasi tidak akan disimpan di jaringan. Dengan tidak adanya

insulin, semua aspek metabolisme lemak akan meningkat drastis.

Biasanya hal ini terjadi di antara waktu makan, saat sekresi insulin

minimal, namun saat sekresi insulin mendekati, metabolisme lemak

pada DM akan meningkat secara signifikan. Untuk mengatasi

resistensi insulin dan mencegah pembentukan glukosa dalam darah,

diperlukan peningkatan jumlah insulin yang disekresikan oleh sel beta

pankreas. Pada penderita gangguan toleransi glukosa, kondisi ini


17

terjadi akibat s ekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan

tetap pada kadar normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel beta

tidak dapat memenuhi permintaan insulin yang meningkat, maka kadar

glukosa akan meningkat dan diabetes tipe II akan berkembang (Lestari

et al., 2021).

e. Tanda dan Gejala Diabetes Melitus

Tanda dan gejala umum yang biasanya muncul dari penyakit

DM sebagai berikut:

1) Poliuria (sering buang air kecil)

Poliuria merupakan kondisi dimana seseorang buang air

kecil lebih sering dari biasanya terutama pada malam hari, hal ini

dikarenakan kadar gula darah melebihi ambang ginjal (>180mg/dl),

hal ini menyebabkan gula akan keluar melalui urin. Untuk

menurunkan konsentrasi urin yang dikeluarkan, tubuh akan

menyerap air sebanyak mungkin ke dalam urin sehingga urin

dalam jumlah besar dapat dikeluarkan dan sering buang air kecil.

Dalam keadaan normal, keluaran urin harian sekitar 1,5 liter, tetapi

pada pasien DM yang tidak terkontrol, keluaran urin sampai lima

kali lipat dari jumlah urin normal (Lestari et al., 2021).

2) Polidispsia (sering haus)

Polidipsia merupakan kondisi sering merasa haus dan ingin

minum air putih sebanyak mungkin. Dengan adanya ekskresi urin,

tubuh akan mengalami dehidrasi. Hal ini mengakibatkan tubuh


18

merasa haus sehingga penderita selalu ingin minum air terutama air

dingin, manis, segar dan air dalam jumlah banyak (Lestari et al.,

2021).

3) Polifagia (cepat merasa lapar)

Polifagia merupakan keadaan dimana nafsu makan

meningkat dan merasa kurang tenaga. Insulin bermasalah pada

penderita DM sehingga pemasukan gula ke dalam sel-sel tubuh

kurang dan energi yang dibentuk pun menjadi kurang. Inilah yang

menyebabkan mengapa penderita DM merasa kurang tenaga.

Selain itu, sel juga menjadi miskin gula sehingga otak akan

mendeteksi kurang energi itu karena kurang makan, maka tubuh

kemudian berusaha meningkatkan asupan makanan dengan

memberi signal rasa lapar (Lestari et al., 2021).

4) Berat badan menurun

Ketika tubuh tidak mampu mendapatkan energi yang cukup

dari gula darah karena kekurangan insulin, tubuh akan bergegas

mengolah lemak dan protein yang ada di dalam tubuh untuk diubah

menjadi energi. Dalam sistem pembuangan urin, penderita DM

yang tidak terkendali bisa kehilangan sebanyak 500 gr glukosa

dalam urin per 24 jam (setara dengan 2000 kalori per hari hilang

dari tubuh) (Lestari et al., 2021).


19

5) Berkeringat banyak

Glukosa yang tidak terurai akan dikeluarkan oleh tubuh

melalui keringat sehingga penderita DM biasanya akan mudah

berkeringat banyak (Ide, 2019)

6) Lesu

Penderita DM mudah dirasakan lesu karena glukosa dalam

tubuh sudah banyak dibuang melalui urin dan keringat sehingga

tubuh merasa lesu dan mudah lelah (Ide, 2019).

Kemudian gejala lain atau gejala tambahan yang dapat

timbul yang umumnya ditunjukkan adalah kaki kesemutan, gatal-

gatal, atau luka yang tidak kunjung sembuh, pada wanita kadang

disertai gatal di daerah selangkangan (pruritus vulva) dan pada pria

ujung penis terasa sakit (balanitis) (Lestari et al., 2021).

f. Pemeriksaan Diagnosis Diabetes Melitus

Macam pemeriksaan diabetes melitus yang dapat dilakukan

yaitu: Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS), Pemeriksaan Gula

Darah Puasa (GDP), Pemeriksaan Gula Darah 2 Jam Prandial

(GD2PP), pemeriksaan hBa1c, Pemeriksaan Toleransi Glukosa Oral

(TTGO) berupa tes pemeriksaan penyaring. Anamnesis sering

didapatkan keluhan khas diabetes seperti poliuria, polidipsia, polifagia

dan penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya. Keluhan lain

yang sering dikeluhkan adalah lemah badan, kesemutan, gatal, mata

kabur, disfungsi ereksi dan pruritus vulvae (Lestari et al., 2021).


20

Menurut Infodatin KEMENKES RI (2020) Diagnosis

ditegakkan dengan pemeriksaan kadar gula darah sebagai berikut:

Tabel 2. 1 Kategori Status Gula Darah

Kategori Status Gula Darah


Gula darah puasa Normal < 100 mg/dl
(GDP 100 – 124 mg/dl
Terganggu DM ≥126 mg/dl
Gula darah 2 jam Normal <140 mg/dl
prandial (GD2PP) 140 – 199 mg/dl
Terganggu DM ≥ 200 mg/dl
Gula darah Terganggu DM ≥ 200 mg/dl
sewaktu (GDS)

Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya

diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang –

kurangnya Acuan ini berlaku di seluruh dunia, dan di Indonesia,

Departemen Kesehatan RI juga menyarankan untuk mengacu pada

ketentuan tersebut. diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal

untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau Tes Toleransi

Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan

pada keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik

akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat (Lestari et

al., 2021).

Kemudian cara diagnosis yang lain adalah dengan mengukur

HbA1c > 6,5% 6. Pradiabetes adalah penderita dengan kadar glukosa


21

darah puasa antara 100 mg/dl sampai dengan 125 mg/dl (IFG); atau 2

jam puasa antara 140 mg/dl sampai dengan 199 mg/dl (IGT), atau

kadar A1C antara 5,7– 6,4% (Infodatin KEMENKES RI, 2020).

Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan

penyaring. Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang menunjukkan

gejala DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk

mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tetapi punya resiko DM

(usia > 45 tahun, berat badan lebih, hipertensi, riwayat keluarga DM,

riwayat abortus berulang, melahirkan bayi > 4000 gr, kolesterol HDL

<= 35 mg/dl, atau trigliserida ≥ 250 mg/dl). Uji diagnostik dilakukan

pada mereka yang positif uji penyaring. Pemeriksaan penyaring dapat

dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau

kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi

glukosa oral (TTGO) standar (Lestari et al., 2021).

g. Komplikasi Diabetes Melitus

Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan

komplikasi. Menurut Fatimah (2015) komplikasi DM dapat dibagi

menjadi dua kategori, yaitu :

1) Komplikasi akut

a) Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah seseorang di

bawah nilai normal (< 50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering

terjadi pada penderita DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali


22

per minggu, kadar gula darah yang terlalu rendah menyebabkan

sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak

berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan.

b) Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah

meningkat secara tiba-tiba, dapat berkembang menjadi keadaan

metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik,

Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto

asidosis.

2) Komplikasi Kronis

a) Komplikasi makrovaskuler

Komplikasi makrovaskuler yang umum berkembang

pada penderita DM adalah trombosit otak (pembekuan darah

pada sebagian otak), mengalami penyakit jantung koroner

(PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke.

b) Komplikasi mikrovaskuler

Komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada

penderita DM tipe 1 seperti nefropati, diabetik retinopati

(kebutaan), neuropati, dan amputasi (Fatimah, 2015).

h. Pencegahan Diabetes Melitus

Menurut Fatimah (2015) Pencegahan penyakit diabetes

melitus dibagi menjadi empat bagian yaitu:


23

1) Pencegahan Premordial

Pencegahan premodial adalah upaya untuk memberikan

kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak

mendapat dukungan dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko

lainnya. Prakondisi ini harus diciptakan dengan multimitra.

Pencegahan premodial pada penyakit DM misalnya adalah

menciptakan prakondisi sehingga masyarakat merasa bahwa

konsumsi makan kebarat-baratan adalah suatu pola makan yang

kurang baik, pola hidup santai atau kurang aktivitas, dan obesitas

adalah kebiasaan kurang baik bagi kesehatan.

2) Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-

orang yang termasuk kelompok risiko tinggi, yaitu mereka yang

belum menderita DM, tetapi berpotensi untuk menderita DM

diantaranya :

a) Kelompok usia tua (>45tahun)

b) Kegemukan (BB(kg)>120% BB atau IMT>27 (kg/m2))

c) Tekanan darah tinggi (>140/90mmHg)

d) Riwayat keluarga DM

e) Riwayat kehamilan dengan BB bayi lahir > 4000 gr.

f) Dislipidemia (HvL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250

mg/dl).

g) Pernah TGT atau glukosa darah puasa tergangu (GDPT).


24

Untuk pencegahan primer harus dikenai faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap timbulnya DM dan upaya untuk

menghilangkan faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, sangat

penting dalam pencegahan ini. Sejak dini hendaknya telah

ditanamkan pengertian tentang pentingnya kegiatan jasmani

teratur, pola dan jenis makanan yang sehat menjaga badan agar

tidak terlalu gemuk:, dan risiko merokok bagi kesehatan.

3) Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau

menghambat timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan

memberikan pengobatan sejak awal penyakit. Dalam pengelolaan

pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan sedapat

mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Pilar

utama pengelolaan DM meliputi:

a) Penyuluhan

b) Perencanaan makanan

c) Latihan jasmani

d) Obat berkhasiat hipoglikemik.

e) Pemeriksaan gula darah.

4) Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya

kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin,

sebelum kecacatan tersebut menetap. Pelayanan kesehatan yang


25

holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat diperlukan,

terutama dirumah sakit rujukan, misalnya para ahli sesama disiplin

ilmu seperti ahli penyakit jantung, mata, rehabilitasi medis, gizi

dan lain-lain (Fatimah, 2015).

i. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Pengobatan yang dapat dilakukan untuk penderita diabetes

melitus yaitu dengan terapi insulin, mengonsumsi obat diabetes,

mencoba pengobatan alternatif, menjalani operasi dan memperbaiki

life style (pola hidup sehat) dengan memakan makanan yang bergizi

atau sehat, olahraga (Lestari et al., 2021).

Prinsip penatalaksanaan diabates melitus secara umum ada

lima sesuai dengan Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun

2006 adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien DM.

Tujuan Penatalaksanaan DM sebagai berikut:

1) Jangka pendek

Hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa

nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.

2) Jangka panjang

Tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit

mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati.

Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan

mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan

pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil


26

lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan

perawatan mandiri dan perubahan perilaku (Fatimah, 2015).

1) Diet

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes

hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu

makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan

zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu

ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,

jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang

menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Standar

yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang

dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% dan protein 10-15%.

Untuk menentukan status gizi, dihitung dengan BMI (Body Mass

Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)

merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status

gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan

dan kelebihan berat badan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat

dihitung dengan rumus berikut:

Berat Badan (Kg)


IMT = ------------------------------------------------
Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

Gambar 2.1 : Rumus IMT


27

2) Exercise (latihan fisik/olahraga)

Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama

kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous,

Rhythmical, Interval, Progresive, Endurance (CRIPE). Training

sesuai dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah olah raga

ringan jalan kaki biasa selama 30 menit.

3) Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan.

Pendidikan kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada

kelompok masyarakat resiko tinggi. Pendidikan kesehatan

sekunder diberikan kepada kelompok pasien DM. Sedangkan

pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan kepada

pasien yang sudah mengidap DM dengan penyulit menahun.

4) Obat : oral hipoglikemik, insulin

Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan

fisik tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah maka

dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemik.

Obat – Obat Diabetes Melitus, sebagai berikut:

a) Antidiabetik oral

Penatalaksanaan pasien DM dilakukan dengan

menormalkan kadar gula darah dan mencegah komplikasi.

Lebih khusus lagi dengan menghilangkan gejala, optimalisasi

parameter metabolik, dan mengontrol berat badan. Bagi


28

penderita DM tipe 1 penggunaan insulin adalah terapi utama.

Indikasi antidiabetik oral terutama ditujukan untuk penanganan

penderita DM tipe 2 ringan sampai sedang yang gagal

dikendalikan dengan pengaturan asupan energi dan karbohidrat

serta olah raga. Obat golongan ini ditambahkan bila setelah 4-8

minggu upaya diet dan olah raga dilakukan, kadar gula darah

tetap di atas 200 mg% dan HbA1c di atas 8%. Jadi obat ini

bukan menggantikan upaya diet, melainkan membantunya.

Pemilihan obat antidiabetik oral yang tepat sangat

menentukan keberhasilan terapi diabetes. Pemilihan terapi

menggunakan antidiabetik oral dapat dilakukan dengan satu

jenis obat atau kombinasi. Pemilihan dan penentuan regimen

antidiabetik oral yang digunakan harus mempertimbangkan

tingkat keparahan penyakit DM serta kondisi kesehatan

penderita secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan

komplikasi yang ada. Dalam hal ini obat hipoglikemik oral

adalah termasuk golongan sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa

glukosidase dan insulin sensitizing.

b) Insulin

Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul

5808 pada manusia. Insulin mengandung 51 asam amino yang

tersusun dalam dua rantai yang dihubungkan dengan jembatan

disulfide, terdapat perbedaan asam amino kedua rantai tersebut.


29

Untuk penderita DM yang tidak terkontrol dengan diet atau

pemberian hipoglikemik oral, kombinasi insulin dan obat-obat

lain bisa sangat efektif. Insulin terkadang dijadikan pilihan

sementara, misalnya selama kehamilan. Namun pada penderita

DM tipe 2 yang memburuk, penggantian insulin total menjadi

kebutuhan. Insulin merupakan hormon yang mempengaruhi

metabolisme karbohidrat maupun metabolisme protein dan

lemak. Fungsi insulin antara lain menaikkan pengambilan

glukosa ke dalam sel–sel sebagian besar jaringan, menaikkan

penguraian glukosa secara oksidatif, menaikkan pembentukan

glikogen dalam hati dan otot serta mencegah penguraian

glikogen, menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari

glukosa (Fatimah, 2015).

2. Ketoasidosis Diabetikum

a. Definisi Ketoasidosis Diabetikum

Ketoasidosis diabetikum (KAD) merupakan keadaan

dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia,

asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin

absolut atau relatif (Sulaiman, 2016).

KAD adalah kondisi kegawatdaruratan medis akibat

peningkatan kadar gula darah yang terlalu tinggi. Ini adalah komplikasi

diabetes melitus yang terjadi ketika tubuh tidak dapat menggunakan

gula atau glukosa sebagai sumber bahan bakar, sehingga tubuh


30

mengolah lemak dan menghasilkan zat keton sebagai sumber energi.

Kondisi ini dapat menimbulkan penumpukan zat asam yang berbahaya

di dalam darah, sehingga menyebabkan dehidrasi, koma, sesak napas,

bahkan kematian, jika tidak segera mendapat penanganan medis

(Febrianto & Hindariati, 2021).

b. Tanda dan Gejala Ketoasidosis Diabetikum

Menurut Sulaiman (2016) tanda dan gejala KAD adalah

sebagai berikut:

1) Dehidrasi

Kekeringan di mulut dan hilangnya elastisitas kulit.

2) Nafas berat,

3) Nafas beraroma aseton atau asam/ kecut,

4) Tarikan nafas meningkat,

5) Mual & muntah

6) Nyeri abdomen

7) Merasa sangat lemah dan mengantuk

Gambaran klinis KAD yang sering terjadi adalah gejala-gejala

hiperglikemia (keluhan poliruri, polidipsia, dan polifagia), didapatkan

riwayat berhenti terapi insulin, demam, atau infeksi, nyeri abdomen

juga sering terjadi berhubungan dengan gastroparesis - dilatasi

lambung. Derajat kesadaran dapat dijumpai mulai komposmentis,

derilium sampai dengan koma.


31

c. Faktor Resiko Ketoasidosis Diabetikum

Faktor risiko terjadinya KAD antara lain penderita yang baru

terdiagnosis DM, ketidakpatuhan menggunakan insulin, infeksi, infark

miokard, akut abdomen, trauma, tirotoksikosis, kokain, dan

antipsikotik (Febrianto & Hindariati, 2021).

d. Patofisiologi Ketoasidosis Diabetikum

KAD ditandai oleh adanya hiperglikemia, asidosis metabolik,

dan peningkatan konsentrasi keton yang beredar dalam sirkulasi.

Ketoasidosis merupakan akibat dari kekurangan atau inefektitas insulin

yang terjadi bersamaan dengan peningkatan hormon kontraregulator

(glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormon). Kedua hal

tersebut mengakibatkan perubahan produksi dan pengeluaran glukosa

dan meningkatkan lipolisis dan produksi benda keton. Hiperglikemia

terjadi akibat peningkatan produksi glukosa hepar dan ginjal

(glukoneogenesis dan glikogenolisis) dan penurunan utilisasi glukosa

pada jaringan perifer. Peningkatan glukoneogenesis akibat dari

tingginya kadar substrat nonkarbohidrat (alanin, laktat, dan gliserol

pada hepar, dan glutamin pada ginjal) dan dari peningkatan aktivitas

enzim glukoneogenik (fosfoenol piruvat karboksilase/ PEPCK,

fruktose 1,6 bifosfat, dan piruvat karboksilase). Peningkatan produksi

glukosa hepar menunjukkan patogenesis utama yang bertanggung

jawab terhadap keadaan hiperglikemia pada pasien dengan KAD.


32

Selanjutnya, keadaan hiperglikemia dan kadar keton yang

tinggi menyebabkan diuresis osmotik yang akan mengakibatkan

hipovolemia dan penurunan glomerular filtration rate. Keadaan yang

terakhir akan memperburuk hiperglikemia. Mekanisme yang

mendasari peningkatan produksi benda keton telah dipelajari selama

ini. Kombinasi desiensi insulin dan peningkatan konsentrasi hormon

kontra regulator menyebabkan aktivasi hormon lipase yang sensitif

pada jaringan lemak. Peningkatan aktivitas ini akan memecah

trigliserid menjadi gliserol dan asam lemak bebas (free fatty

acid/FFA). Diketahui bahwa gliserol merupakan substrat penting untuk

glukoneogenesis pada hepar, sedangkan pengeluaran asam lemak

bebas yang berlebihan diasumsikan sebagai prekursor utama dari

ketoasid.

Pada hepar, asam lemak bebas dioksidasi menjadi benda keton

yang prosesnya di stimulasi terutama oleh glukagon. Peningkatan

konsentrasi glukagon menurunkan kadar malonyl coenzyme A (Co A)

dengan cara menghambat konversi piruvat menjadi acetyl Co A

melalui inhibisi acetyl Co A carboxylase, enzim pertama yang

dihambat pada sintesis asam lemak bebas. Malonyl Co A menghambat

camitine palmitoyl transferase I (CPT I), enzim untuk transesterikasi

dari fatty acyl Co A menjadi fatty acyl camitine, yang mengakibatkan

oksidasi asam lemak menjadi benda keton. CPT I diperlukan untuk

perpindahan asam lemak bebas ke mitokondria tempat dimana asam


33

lemak teroksidasi. Peningkatan aktivitas fatty acyl Co A dan CPT I

pada KAD mengakibatkan peningkatan ketongenesis (Gotera & Agung

Budiyasa, 2010).

e. Komplikasi Ketoasidosis Diabetikum

Menurut Gotera & Agung Budiyasa (2010) komplikasi yang

sering terjadi dari KAD adalah sebagai berikut:

1) Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah kondisi dimana kadar gula darah

dibawah < 50 mg/dl. Hipoglikemia terjadi karena penanganan yang

berlebihan dengan insulin, hipokalemia yang disebabkan oleh

pemberian insulin dan terapi asidosis dengan bikarbonat.

2) Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah kondisi dimana kadar gula darah

diatas batas normal. Hiperglikemia sekunder akibat pemberian

insulin yang tidak kontinu setelah perbaikan tanpa diberikan

insulin subkutan.

3) Hiperkloremia

Hiperkloremia adalah kondisi dimana kadar klor diatas

normal > 100 mmol/L. Umumnya pasien KAD yang telah

membaik mengalami hiperkloremia yang disebabkan oleh

penggunaan cairan saline yang berlebihan untuk penggantian

cairan dan elektrolit dan non-anion gap metabolik acidosis seperti


34

klor dari cairan intravena mengganti hilangnya ketoan ion seperti

garam natrium dan kalium selama diuresis osmotik.

4) Edema serebri

Edema serebri atau pembengkakkan pada otak dikarenakan

penumpukan cairan. Gejala yang tampak berupa penurunan

kesadaran, letargi, penurunan arousal, dan sakit kepala. Kelainan

neurologis dapat terjadi cepat, dengan kejang, inkontinensia,

perubahan pupil, bradikardia, dan kegagalan respirasi. Meskipun

mekanisme edema serebri belum diketahui, tampaknya hal ini

merupakan akibat dari masuknya cairan ke susunan saraf pusat

lewat mekanisme osmosis, ketika osmolaritas plasma menurun

secara cepat saat terapi KAD. Karena terbatasnya informasi tentang

edema serebri pada orang dewasa, beberapa rekomendasi diberikan

pada penanganannya, antara lain penilaian klinis yang tepat

dibandingkan dengan bukti klinis. Pencegahan yang tepat dapat

menurunkan risiko edema serebri pada pasien risiko tinggi,

diantaranya penggantian cairan dan natrium secara bertahap pada

pasien yang hiperosmolar (penurunan maksimal pada osmolalitas 2

mOsm/kgH2O/jam), dan penambahan dextrose untuk hidrasi

ketika kadar gula darah mencapai 250 mg/dl.


35

5) Hipoksemia dan kelainan yang jarang seperti edema paru

nonkardiak

Hipoksemia dan kelainan yang jarang seperti edema paru

nonkardiak sebagai komplikasi KAD. Hipoksemia terjadi

mengikuti penurunan tekanan koloid osmotik yang merupakan

akibat peningkatan kadar cairan pada paru dan penurunan

compliance paru. Pasien dengan KAD yang mempunyai gradient

oksigen alveolo-arteriolar yang lebar yang diukur pada awal

pemeriksaan analisa gas darah atau dengan ronki pada paru pada

pemeriksaan fisik tampaknya mempunyai risiko tinggi untuk

menjadi edema paru.

f. Pemeriksaan Diagnosis Ketoasidosis Diabetikum

Langkah pertama yang harus diambil pada pasien KAD terdiri

dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti terutama

memperhatikan patensi jalan napas, statusmental, status ginjal dan

kardiovaskular, dan status hidrasi. Langkah-langkah ini harus dapat

menentukan jenis pemeriksaan laboratorium yang harus segera

dilakukan, sehingga penatalaksanaan dapat segera dimulai tanpa

adanya penundaan. Meskipun gejala DM yang tidak terkontrol

mungkin tampak dalam beberapa hari, perubahan metabolik yang khas

untuk KAD biasanya tampak dalam jangka waktu pendek (< 24 jam)

(Gotera & Agung Budiyasa, 2010).


36

Pemeriksaan laboratorium yang penting dan mudah untuk

segera dilakukan setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah

pemeriksaan kadar glukosa darah dengan glukosa sticks dan

pemeriksaan urin dengan menggunakan urin strip untuk melihat secara

kualitatif jumlah glukosa, keton, nitrat, dan leukosit dalam urin.

Pemeriksaan laboratorium lengkap untuk dapat menilai karakteristik

dan tingkat keparahan KAD meliputi kadar HCO3, anion gap, PH

darah dan juga pemeriksaan kadar AcAc dan laktat serta 3HB

(Sulaiman, 2016).

Menurut Sulaiman (2016) Kriteria diagnosis untuk ketoasidosis

diabetikum sebagai berikut:

1) Klinis: poliuria, polidipsia, mual dan/atau muntah, pernapasan

Kussmaul (dalam dan cepat), lemah, dehidrasi, hipotensi sampai

syok, kesadaran terganggu sampai koma;

2) Darah: hiperglikemia lebih dari 300 mg/ dL (biasanya melebihi

500 mg/dL), bikarbonat kurang dari 20 mEq/L, pH kurang dari

7,35, ketonemia; serta

3) Urine: glukosuria dan ketonuria.

Tabel 2.2 Kriteria diagnostik KAD

Parameter KAD
Ringan Sedang Berat
Gula darah (mg/dl) >250 >250 >250
PH arteri 7,25-7,30 7,00-7,24 <7,00
Serum bikarbonat/ HCO3 15-18 10- (<15) <10
37

((mEq/l)

Keton urin + +
Keton serum + +
Osmolalitas serum Variabel Variabel Variabel
efektif
(mOsm/kg)
Anion gap >10 >12 >12
Perubahan sensorial atau Alert Alert/ Stupor/ coma
mental obtundation drowsy
Sumber : ADA dalam jurnal Gotera & Agung Budiyasa (2010)
Catatan :

- Pengukuran keton serum dan urin memakai metode reaksi

nitroprusida

- Osmolalitas serum efektif (mOsm/kg) = 2x Na (mEq/l) +

Glukosa (mg/dl)/ 18

- Anion gap = Na+ - (Cl- + HCO3- )(mEq/l)

g. Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetikum

Menurut Sulaiman (2016) prinsip-prinsip pengelolaan KAD

ialah sebagai berikut :

1) Penggantian cairan dan garam yang hilang

2) Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukogenesis sel hati

dengan pemberian insulin

3) Mengatasi stress sebagai pencetus KAD

4) Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari

pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan.


38

Pengobatan KAD menurut Sulaiman (2016) sebagai berikut:

1) Cairan

Untuk mengatasi dehidrasi digunakan larutan garam

fisiologis. Berdasarkan perkiraan hilangnya cairan pada KAD

mencapai 100 ml per kg berat badan, maka pada jam pertama

diberikan 1 sampai 2 liter, jam kedua diberikan 1 liter dan

selanjutnya sesuai dengan protokol.

Tujuannya untuk memperbaiki perfusi jaringan dan

menurunkan hormon kontraregulator insulin. Bila kadar glukosa

<200 mg/dl maka perlu diberikan laturan yang mengandung

glukosa (dextrose 5% atau 10%).

2) Insulin

Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosa

KAD dan rehidrasi yang mencukupi. Pemberian insulin akan

menurunkan hormon glukagon sehingga dapat menekan produksi

benda keton di hati, pelepasan asam lemak bebas dan jaringan

lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot, dan meningkatkan

utilisasi glukosa oleh jaringan. Tujuan pemberian insulin ini bukan

hanya untuk mencapai kadar glukosa normal tetapi untuk

mengatasi keadaan ketonemia. Oleh karena itu, bila kadar glukosa

kurang dari 200 mg/dl insulin diteruskan dan untuk mencegah

hipoglikemia diberikan cairan yang mengandung glukosa sampai

asupan kalori oral pulih kembali.


39

3) Kalium

Pada awal KAD biasanya kadar ion K serum meningkat.

Hiperkalemia yang fatal sangat jarang dan bila terjadi harus segera

diatasi dengan pemberian bikarbonat. Bila pada elektro kardiogram

ditemukan gelombang T yang tinggi, pemberian cairan dan insulin

dapat segera mengatasi keadaan hiperkalemia tersebut.

4) Glukosa

Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya kadar

glukosa darah akan menurun. Selanjutnya dengan pemberian

insulin diharapkan terjadi penurunan kadar glukosa sekitar 60mg/dl

per jam. Bila kadar glukosa mencapai < 200mg/dl maka dapat

dimulai infus yang mengandung glukosa. Tujuan dari terapi KAD

bukan untuk menormalkan kadar glukosa tetapi untuk menekan

ketogenesis.

5) Bikarbonat

Terapi bikarbonat pada KAD hanya diberikan pada kasus

KAD berat. Hal ini karena pemberian bikarbonat dapat

menimbulkan efek samping, sebagai berikut:

a) Menurunkan PH intraseluler akibat difusi CO2 yang dilepas

bikarbonat,

b) Menimbulkan efek negatif pada disosiasi oksigen jaringan,

c) Hipertonis dan kelebihan natrium,

d) Meningkatkan insiden hipokalemia,


40

e) Gangguan fungsi serebral,

f) Terjadi alkaliemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keto.

Terapi bikarbonat diberikan apabila PH kurang 7,1 namun

komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia tetap menjadi indikasi

pemberian terapi bikarbonat.

Selain terapi diatas, menurut pengobatan umum juga perlu

diperhatikan yaitu:

1) Antibiotik yang adekuat

2) Oksigen bila tekanan O2 kurang dari 80 mmHg

3) Heparin bila ada DIC atau bila hiperosmolar (lebih dari 380

mOsm/liter).

3. Pencegahan Diabetes Melitus menjadi Ketoasidosis Diabetikum

Pencegahan dan pengendalian diabetes melitus di Indonesia

dilakukan agar individu yang sehat tetap sehat, orang yang memiliki faktor

resiko dapat mengendalikan faktor resiko agar tidak mengalami diabetes,

dan orang yang sudah menderita diabetes melitus dapat mengendalikan

penyakitnya agar tidak terjadi komplikasi dan kematian dini. Upaya

pencegahan dan pengendalian dilakukan dengan edukasi, deteksi dini

faktor resiko PTM, dan tatalaksana sesuai standar (Infodatin

Kemenkes,2020).

Menurut Kusyairi & Nusantara (2020) pencegahan dan

pengendalian terjadinya KAD dapat dilakukan dengan memperhatikan

beberapa hal, sebagai berikut:


41

a. Terapi insulin

Regimen insulin bersifat individual, yaitu menyesuaikan usia,

berat badan, lama menderita, target kontrol glikemik, pola hidup, dan

komorbiditas.

Penentuan dosis insulin kerja cepat dapat menggunakan rasio

insulin terhadap karbohidrat yang dihitung dengan menggunakan

rumus 500, yaitu 500 dibagi dosis insulin harian total. Hasil yang

didapatkan adalah berapa jumlah gram karbohidrat yang dapat

mencakup oleh 1 unit insulin. Penyesuaian dosis insulin selanjutnya

ditentukan berdasarkan pola kadar gula darah sewaktu harian. Pada

pemberian insulin kerja cepat disarankan untuk dilakukan

pemeriksaan gula darah sewaktu 1-2 jam setelah makan untuk

menentukan efikasi insulin. Peningkatan gula darah sebelum sarapan

memerlukan penyesuaian dosis insulin kerja menengah sebelum

makan malam atau sebelum tidur atau insulin kerja panjang.

Peningkatan kadar gula darah setelah makan memerlukan peningkatan

dosis insulin kerja cepat atau reguler. Jika peningkatan gula darah

terjadi sebelum makan siang atau makan malam, perlu dilakukan

penyesuaian dosis insulin basal atau insulin kerja cepat/ pendek

sebelum makan. Dosis insulin sebaiknya ditentukan berdasarkan

konsumsi makanan atau karbohidrat dan hasil pemeriksaan GDS.

Hal yang bisa dilakukan penderita DM dalam menjalankan

terapi insulin adalah membuat jadwal, mengetahui pentingnya injeksi


42

insulin teratur, mengetahui cara injeksi yang benar, meletakkan insulin

ditempat yang diketahui, serta didampingi keluarga ketika melakukan

suntik insulin.

b. Pemantauan gula darah

Pemantauan pada pasien DM tipe 1 mencakup Pemantauan

Gula Darah Mandiri (PGDM), HbA1C, keton, dan glukosa darah

berkelanjutan. PGDM sebaiknya dilakukan paling tidak 4-6 kali per

hari, yaitu pagi hari saat bangun tidur, sebelum makan, 1,5-2 jam

setelah makan, dan malam hari. Pemantauan gula darah mandiri dapat

lebih dilakukan dan bervariasi pada setiap individu.

Pemeriksaan gula darah secara teratur dilakukan sebagai bentuk

evaluasi pengobatan yang telah dilakukan, apakah mencapai target atau

belum serta bertujuan untuk penyesuaian dosis insulin. Kunjungan ke

pelayanan kesehatan secara rutin menunjang terkontrolnya kadar

glukosa darah sehingga kejadian komplikasi baik kronis dan akut

seperti ketoasidosis diabetik dapat dihambat dan dicegah. Selain itu,

penderita dapat berdiskusi atau konseling antara penderita DM dengan

dokter dan petugas kesehatan terkait.

c. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik penting dilakukan untuk meningkatkan

sensitivitas insulin dan menurunkan kebutuhan insulin. Selain itu,

aktivitas fisik dapat meningkatkan kepercayaan diri penderita DM,

mempertahankan berat badan ideal, meningkatkan kapasitas kerja


43

jantung, meminimalisasi komplikasi jangka panjang, dan

meningkatkan metabolisme tubuh.

Beberapa kondisi yang harus diperhatikan sebelum aktivitas

fisik adalah peningkatan keton, kadar keton darah ≥1,5 mmol/L atau

urin 2+ merupakan kontraindikasi aktivitas fisik, pemantauan gula

darah, anak sebaiknya mengukur gula darah sebelum, saat, dan setelah

aktivitas fisik (Kusyairi & Nusantara, 2020).

Penderita DM dianjurkan melakukan latihan secara teratur (3-4

kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai

dengan Continous, Rhythmical, Interval, Progresive, Endurance

(CRIPE). Latihan fisik sesuai dengan kemampuan penderita DM.

Sebagai contoh adalah olah raga ringan jalan kaki biasa selama 30

menit (Fatimah, 2015).

d. Nutrisi (Diet)

Nutrisi yang baik dibutuhkan untuk mencegah terjadinya

komplikasi akut dan kronik. Prinsip dari terapi nutrisi adalah makan

sehat. Penderita DM disarankan untuk mengonsumsi buah, sayur,

produk susu, gandum utuh, dan daging rendah lemak dengan jumlah

sesuai usia dan kebutuhan energi. Kebutuhan kalori per hari dapat

dihitung berdasarkan berat badan ideal dan dan kecukupan kalori yang

dianjurkan. Sebagai panduan, distribusi makronutrien adalah

karbohidrat 45-50% energi, lemak <35% energi, dan protein 15-20%

energi. Penderita DM dan keluarga harus diajarkan untuk


44

menyesuaikan dosis insulin berdasarkan konsumsi karbohidrat

sehingga penderita lebih fleksibel dalam konsumsi karbohidrat. Cara

ini diketahui meningkatkan kontrol glikemik dan kualitas hidup.

Terapi diet adalah salah satu pilar pengendalian diabetes

melitus. Petugas kesehatan meletakkan harapan yang besar atas

kepatuhan penderita dalam menjalankan diet. Namun demikian bukan

hal yang mudah bagi penderita untuk mengikuti aturan diet DM.

Menurut (Kemenkes RI, 2019) selain jenis makanan, jadwal makan

juga harus tepat dan teratur. Jum lah makanan yang dikomsumsi

diseseiakan dengan BB memadai yaitu BB yang dirasa nyaman untuk

penderita DM. Jenis makanan utama yang dapat dikonsumsi

disesuaikan dengan konsep piring makan model T, yang terdiri dari

kelompok sayuran (ketimun, labu siam, tomat, wortel, bayam,dll),

karbohidrat (nasi, kentang, jagung, ubi, singkong, dll), dan protein

(ikan,telur, tempe, tahu, kacang hijau, dll). Jadwal makan terdiri dari

3x makan utama dan 2-3x makanan selingan mengikuti prinsip porsi

kecil. Penderita DM harus menghindari makanan/minuman banyak

mengandung gula (seperti gula pasir, gula jawa, sirup/minuman

kemasan, selai, kue manis, cokelat, dll) dan makanan tinggi lemak

(makanan yang digoreng, makanan cepat saji, telur asin, ikan asin, dll)

Dukungan keluarga sangat mempengaruhi ketepatan jadwal

makan pada penderita DM. Kepatuhan untuk menepati jadwal makan

menjadi prioritas utama yang harus dilakukan karena hal ini berkaitan
45

dengan dosis dan waktu untuk melakukan injeksi insulin. Terjadinya

komplikasi pada mayoritas penderita diabetes dapat terjadi karena

ketidakpatuhan terapi diet. Tingkat kepatuhan penderita pada

tatalaksana diet dapat mempengaruhi terhadap terjadinya komplikasi.

4. Perilaku

a. Definisi Perilaku

Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas

manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak

dapat diamati dari luar (Notoatmodjo, 2012). Menurut Skinner

dalam buku Notoatmodjo (2012), perilaku adalah respon atau

reaksi seseorang terhadap suatu rangsangan dari luar.

b. Bentuk Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2012) dilihat dari bentuk respons

terhadap stimulus ini maka perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua

yaitu:

1) Perilaku tertutup (covert behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus yang bekum dapat

diamati oleh orang lain secara jelas. Respons atau reaksi terhadap

stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi

pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang

menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas

oleh orang lain. Oleh sebab itu, disebut covert behavioratau

unobservable behavior.
46

2) Perilaku terbuka ( overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk

tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut

sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik, yang dengan

mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu

disebut overt behavior.

c. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang terhadap

stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem

pelayanan kesehatan, makanan, minuman, serta lingkungan (Mahendra

et al., 2019).

Dari batasan ini, menurut Mahendra (2019) perilaku kesehatan

dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok antara lain:

1) Perilaku pemeliharaan kesehatan ( Health maintanance)

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk

memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha

untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku

pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek, yaitu :

a) Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila

sakit, serta pemulihan kesehatan bila mana telah sembuh dari

penyakit.

b) Perilaku peningkatan kesehatan


47

Apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu

dijelaskan sedini mungkin, bahwa kesehatan itu sangat dinamis

dan relatif, maka dari itu orang yang sehat pun perlu

diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal

mungkin.

c) Perilaku gizi (makanan ) dan minuman

Makanan dan minuman dapat memelihara serta

menigkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan

dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan

seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini

sangat tergantung pada perilaku seseorang terhadap makanan

dan minuman tersebut.

2) Perilaku pencarian dan menggunakan sistem atau fasilitas

pelayanan kesehatan (Health seeking behavior)

Perilaku ini adalah mencakup upaya atau tindakan

seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan.

Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self

treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri.

3) Perilaku kesehatan lingkungan

Bagimana seseorang merespon lingkungan, baik

lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga

lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan

kata lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga


48

tidak menggangu kesehatannya sendiri, keluarga, atau

masyarakatnya. Misalnya bagaimana mengelola pembuangan tinja,

air minum, tempat pembuangan sampah, pembuangan limbah, dan

sebagainya.

d. Aspek Sosio-Psikologi Perilaku Kesehatan

Didalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam diri individu

itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain : susunan saraf pusat,

persepsi, motivasi, emosi, dan belajar (Soekidjo, 2014).

e. Domain Perilaku

Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap

stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam

memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-

faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti meskipun

stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang

berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus

yang berbeda disebut determinan perilaku (Mahendra et al., 2019).

Menurut Mahendra (2019) determinan perilaku ini dapat dibedakan

menjadi dua, yakni:

1) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang

bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya : tingkat

kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.


49

2) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik

lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya.

Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang

mewarnai perilaku seseorang.

f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Clement (2010) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi perilaku yang terdiri dari:

1) Faktor internal

Tingkah laku manusia adalah corak kegiatan yang sangat

dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam dirinya. Seperti dibawah

ini:

a) Jenis Ras/Keturunan

Setiap ras yang ada didunia memperlihatkan tingkah

laku dan khas. Tingkah laku khas ini berbeda pada setiap ras,

karena memiliki ciri-ciri tersendiri. Ciri perilaku ras Negroid

antara lain bertemperanen keras, tahan menderita, menonjol

dalam kegiatan olah raga. Ras mongoloid mempunyai ciri

ramah, senang bergotong royong, dan tertutup.

b) Jenis kelamin

Perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin antara

lain cara berpakaian, melakukan pekerjaan. Perbedaan ini bisa

dimungkinkan karena faktor hormonal, struktur fisik maupun

norma pembagian tugas. Wanita seringkali berperilaku


50

berdasarkan perasaan, sedangkan orang laki-laki cenderung

berperilaku atau bertindak atas pertimbangan rasional.

c) Kepribadian

Kepribadian adalah segala corak kebiasaan manusia

yang terhimpun dalam dirinya yang digunakan untuk bereaksi

serta menyesuaikan diri terhadap rangsang baik yang datang

dalam dirinya maupun dari lingkungannya.

2) Faktor Eksternal

a) Pendidikan

Inti dari kegiatan pendidikan adalah proses belajar

mengajar. Hasil dari proses belajar mengajar adalah

seperangkat perubahan perilaku. Dengan demikian pendidikan

sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku seseorang.

Seseorang yang berpendidikan tinggi akan berbeda dengan

orang yang perpendidikan rendah.

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan

tinggi pula tingkat pengetahuan seseorang. Pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting dalam pembentukan

tindakan seseorang. Perilaku yang dilandasi dengan

pengetahuan akan berlangsung lebih lama daripada perilaku

yang tidak dilandasi dengan pengetahuan.


51

b) Agama

Agama akan menjadikan individu bertingkah sesuai

dengan norma dan nilai yang diajarkan oleh agama yang

diyakininya.

c) Kebudayaan

Kebudayaan diartikan sebagai kesenian, adat istiadat

atau peradaban manusia. Tingkah laku seseorang dalam

kebudayaan tertentu akan berbeda dengan orang yang hidup

pada kebudayaan lainnya.

d) Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar

individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun

sosial.Lingkungan berpengaruh untuk mengubah sifat dan

perilaku individu karena lingkungan itu dapat merupakan

lawan atau tantangan bagi individu untuk mengatasinya.

e) Sosial ekonomi

Status sosial ekonomi seseorang akan menentukan

tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan

tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan

mempengaruhi perilaku seseorang.


52

5. Pengetahuan

a. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk

menyatakan apabila seseorang mengenal tentang sesuatu(Notoatmodjo,

2012). Menurut Nursalam (2012) dalam buku (Notoatmodjo, 2012)

pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan hal ini terjadi setelah

seseorang mengadakan pengindraan pada suatu obyek. Pengindraan

pada objek dapat terjadi lewat panca indra manusia (pendengaran, rasa,

penciuman, penglihatan, dan perabaan) secara langsung. Pada waktu

pengindraan sampai dihasilkan suatu pengetahuan sangat dipengaruhi

oleh banyak sedikitnya perhatian persepsi terhadap obyek.

b. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2010) beberapa cara

memperoleh pengetahuan adalah sebagai berikut :

1) Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan

a) Cara coba salah (Trial and Error)

Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan

kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila

kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba dengan

kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut berhasil

dipecahkan.
53

b) Cara kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pimpinan-

pimpinan masyarakat baik formal atau informai, ahli agama

pemegang pemerintahan dan berbagai prinsip orang lain yang

memegang otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau

membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris

maupun penalaran sendiri.

c) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya

memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan

permasalahan dimasa lalu.

2) Cara modern untuk memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut dengan metode penelitian ilmiah atau lebih

populer disebut dengan metodologi penelitian. Cara ini pada

awalnya dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626) kemudian

dikembangkan oleh Deobold Van Deven, yang akhirnya penelitian

ini kita kenal dengan penelitian ilmiah.

c. Tingkat pengetahuan

Menurut Mahendra (2019) tingkat pengetahuan dibagi menjadi

6 yaitu :
54

1) Tahu (Know)

Tahu adalah mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) rerhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2) Memahami (Comprehention)

Memahami artinya suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang obyek yang diketahui dan dimana dapat

menginterprestasikan secara benar. Orang yang telah paham

terhadap objek atau materi dapat menjelaskan, menyebutkan

contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap

suatu objek yang dipelajari.

3) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan nuntuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun

kondisi riil (sebenarnya).

4) Analisis (Analysis)

Analisis merupakan kemampuan untuk menyatakan materi

ataupun objek kedalam komponen-komponen tetapi masih di

dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu

sama lain.
55

5) Sintesis (Syntesis)

Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu

kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan

bagianbagian di dalam suatu keseluruhan yang baru. Jadi sintesis

merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi yang ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi merupakan suatu kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi maupun objek.

Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan

sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

d. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan dibagi dalam beberapa kriteria. Kriteria

pengetahuan menurut Notoatmodjo (2012) diketahui dan

diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

1) Baik dengan hasil presentase 76%-100%

2) Cukup dengan hasil presentase 56%-75%

3) Kurang dengan hasil presentase < 56 %

e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012) faktor- faktor yang

mempengaruhi pengetahuan seseorang sebagai berikut:

1) Faktor Internal

a) Pendidikan
56

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita

tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi

kenidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi, misalnya

hal-hal yang menunjang ke sehatan sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup.

Menurut YB Mantra yang dikutip Notoatmodjo ( 2012),

pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga

perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam menotivasi

sikap untuk berperan serta dalam pembangunan pada umumnya

makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima

informasi.

b) Pekerjaan

Pekerjaan merupakan keburukan yang dilakukan

terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan

keluarga.

c) Umur

Usia merupakan umur individu yang terhitung mulai

saat dilahirkan sampai individu itu berulang tahun.


57

2) Faktor Eksternal

a) Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada

disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

b) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

f. Pengukuran Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012) pengukuran pengetahuan

dilakukan dapat dengan wawancara atau pengisian angket yang

menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden.

Kedalaman pengetahuan yang ingi diketahui atau diukur dapat

disesuaikan dengan tindakan pengetahuan. Pertanyaan atau tes dapat

didigunakan untuk pengukuran pengetahuan yang secara umum dapat

dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu :

1) Pertanyaan subjektif, misalnya pertanyaan uraian.

2) Pertanyaan objektif, misalnya pertanyaan pilihan ganda, betul

salah, dan pertanyaan menjodohkan.

g. Kategori Pengetahuan

Penilaian Baik dengan karakteristik adanya perilaku baik

karena adanya pengetahuan yang tinggi ataupun sumber infornasi yang

didapatkan oleh responden bukan hanya dari keluarga tetapi bisa


58

medapatkan sumber informasi dari media cetak dan media elektronik

dan tenaga kesehatan. Penilaian cukup dengan karakteristik adanya

pengetahuan sedang ataupun sumber informasi yang didapatkan hanya

dari keluarga, tenaga kesehatan ataupun dari orang sekelilingnya.

Penilaian kurang dengan karakteristik adanya prengetahuan yang

kurang,responden tidak mencari informasi dari luar, dari keluarga,

tenaga kesehatan, orang sekelilingnya ataupun media cetak dan media

elektronik (Arikunto, 2010).

h. Proses Pengetahuan menjadi Perilaku

Menurut Notoadmodjo (2007) dalam penelitian Arimbi et al.

(2020) mengatakan bahwa pengetahuan penting sebagai kunci untuk

membentuk perilaku seseorang, sebab perilaku seseorang yang didasari

dengan pengetahuan akan lebih baik dari perilaku yang tidak didasari

dengan pengetahuan.

Tingkat pengetahuan dapat merubah perilaku seseorang menuju

ke kebiasaan yang lebih baik. Menurut penelitian Rogers (1974) dalam

buku Mahendra et al (2019) terdapat proses sebelum orang

mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut yang disingkat

dengan AIETA. Proses pertama seseorang memiliki Awareness,

awareness (kesadaran), yakni proses jika seseorang menyadari dalam

arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. Setelah muncul

kesadaran akan timbul ketertarikan (Interes)t, keadaan dimana

seseorang mulai tertarik kepada stimulus. Kemudian seseorang akan


59

mengevaluasi (Evaluation), menimbang nimbang baik dan tidaknya

stimulus terhadap dirinya. Setelah itu, setelah mengevaluasi stimulus

maka seseorang akan mencoba (Trial), sehingga seseorang mulai

mencoba perilaku baru. Proses yang terakhir yaitu seseorang telah

melakukan hal baru (Adoption), subjek telah berperilaku baru sesuai

dengan pengetahuan kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.


60

B. Kerangka Teori

Faktor yang
mempengaruhi
perilaku : Diabetes Melitus
1. Faktor Internal
a. Jenis
Ras/keturunan
b. Kepribadian Perilaku pencegahan
Ketoasidosis Diabetes melitus
2. Faktor Eksternal
Diabetikum menjadi KAD:
a. Pendidikan
b. Agama 1. Terapi insulin
c. Kebudayaan 2. Pemantauan gula
d. Lingkungan Perilaku Pencegahan darah
e. Sosial Budaya KAD 3. Aktivitas fisik
dan ekonomi 4. Nutrisi (Diet)

Pengetahuan
Positif Negatif

Faktor yang
mempengaruhi tingkat
Keterangan :
pengetahuan:

1. Faktor internal : Diteliti


a. Pendidikan
: Tidak diteliti
b. Pekerjaan
c. Umur
2. Faktor eksternal
a. Lingkungan
b. Sosial budaya
c. Pengukuran
pengetahuan
d. Kategori Sumber : Kusyairi & Nusantara (2020),
pengetahuan
Notoatmodjo ( 2012)
61

BAB III

METODOLOGI

A. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang memiliki ukuran atau ciri yang dimiliki

anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh

kelompok lain (Soekidjo Notoatmodjo, 2010). Variabel juga diartikan sebagai

perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu

(benda, manusia dan lain-lain). Ciri yang dimiliki oleh anggota suatu

kelompok (orang, benda, situasi) berbeda dengan yang dimiliki oleh tersebut.

Variabel dikarakteristikan sebagai derajat, jumlah, dan perbedaan. Konsep

yang dituju dalam penelitian bersifat konkret dan secara langsung bisa diukur,

misalnya denyut jantung, hemoglobin, dan pernafasan tiap menit. Sesuatu

yang konkret tersebut dapat disebut suatu variabel dalam penelitian

(Nursalam, 2015) .

1. Variabel Independen (Bebas)

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau

nilainya menentukan variabel lain. Suatu kegiatan stimulus yang

dimanipulasi oleh peneliti menciptakan suatu dampak pada variabel

dependen. Variabel bebas biasanya dimanipulasi, diamati, dan diukur

untuk diketahui hubungannya atau pengaruhnya terhadap variabel lain.

Dalam ilmu keperawatan, variabel bebas biasanya merupakan stimulus

atau intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien untuk

memengaruhi tingkah laku klien (Nursalam, 2015). Variabel independen

61
62

dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan penderita diabetes melitus

tentang pencegahan kegawatdaruratan diabetes melitus tidak terkontrol

(Ketoasidosis Diabetikum).

2. Variabel Dependen (Terikat)

Variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan oleh variabel lain.

Variabel respons akan muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel-

variabel lain. Dalam ilmu perilaku, variabel terikat adalah aspek tingkah

laku yang diamati dari suatu organisme yang dikenai stimulus. Dengan

kata lain, variabel terikat adalah faktor yang diamati dan diukur untuk

menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas

(Nursalam, 2015). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku

pencegahan kegawatdaruratan diabetes melitus tidak terkontrol

(Ketoasidosis Diabetikum).

B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi

hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya, atau antara

variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti.

Berdasarkan kajian terhadap kerangka teori, maka dapat disusun kerangka

konsep sebagi berikut:


63

Variabel Independen Variabel Dependen

Tingkat Pengetahuan Per


Penderita Diabetes Melitus ilaku Pencegahan
Tentang Pencegahan Kegawatdaruratan Diabetes
Kegawatdaruratan Diabetes Melitus Tidak Terkontrol
Melitus Tidak Terkontrol (Ketoasidosis Diabetikum)
(Ketoasidosis Diabetikum)

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesa adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian.

Biasanya hipotesa dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua variabel,

variabel bebas dan variabel terikat. Hipotesis merupakan pernyataan yang

harus dibuktikan.

Maka dalam penelitian ini, hipotesa yang dapat dirumuskan yaitu:

1. Ha : Ada hubungan tingkat pengetahuan penderita diabetes melitus

terhadap perilaku pencegahan kegawatdaruratan diabetes melitus tidak

terkontrol (ketoasidosis diabetikum).

2. Ho : Tidak ada hubungan tingkat pengetahuan penderita diabetes

melitus terhadap perilaku pencegahan kegawatdaruratan diabetes melitus

tidak terkontrol (ketoasidosis diabetikum).

D. Jenis, Desain dan Rancangan Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan jenis penelitian

kuantitatif, dengan desain penelitian deskriptif korelasi (hubungan/asosiasi).


64

Studi korelasi adalah mengkajii hubungan antara variabel. Peneliti dapat

mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan, dan menguji

berdasarkan teori yang ada (Nursalam, 2015). Rancangan dalam penelitian ini

menggunakan pendekatan cross sectional, penelitian cross sectional atau

survei potong silang adalah suatu penelitian di mana variabel-variabel yang

termasuk faktor resiko dan variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi

sekaligus pada waktu yang sama (Soekidjo Notoatmodjo, 2010).

Populasi

Faktor resiko + Faktor resiko -

Outcome Outcome Outcome Outcome -


+ - +

Gambar 3.2 Rancangan Penelitian Cross Sectional

Sumber : Soekidjo Notoatmodjo (2010)

E. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Menurut Nursalam (2015) populasi dalam penelitian adalah subjek

(misalnya manusia; klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita diabetes melitus di

Puskusmas Purwodadi 1 yang mengikuti prolanis sebanyak 65 orang.


65

2. Sampel

Sampel adalah objek yang dianggap mewakili seluruh populasi

dalam penelitian (Soekidjo Notoatmodjo, 2010).

a. Besar sampel dan teknik sampling

Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini adalah total

sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana

jumlah sampel sama dengan jumlah populasi (Sugiyono, 2013).

Sampel dalam penelitian ini sebanyak 65 orang di Puskesmas

Purwodadi 1 dari penderita diabetes melitus yang mengikuti program

prolanis.

b. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu

dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai

sampel (Soekidjo Notoatmodjo, 2010). Kriteria inklusi dalam

penelitian ini adalah:

1) Penderita Diabetes Melitus di wilayah Puskesmas Purwodadi 1.

2) Penderita Diabetes Melitus yang bersedia menjadi responden.

3) Penderita Diabetes Melitus yang aktif mengikuti prolanis.

c. Kriteria eksklusi

Kriteria ekslusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak

dapat diambil sebagai sampel (Soekidjo Notoatmodjo, 2010). Kriteria

eksklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Responden yang tidak ditemui pada saat penelitian dilakukan


66

2) Responden yang memiliki komplikasi seperti DFU.

3) Responden yang sedang sakit.

4) Responden yang menderita DM kurang dari 1 tahun.

F. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Purwodadi 1 pada bulan

Mei 2023.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang

diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat

diamati (diukur). Dapat diamati artinya memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain (Nursalam,

2015).
67

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Instrumen Hasil Ukur Skala Ukur


Variabel Independen: Adalah segala informasi Menggunakan kuisioner Skor yang didapatkan : Rasio
Pengetahuan Penderita yang diketahui penderita menggunakan skala 1 : Benar
Diabetes Melitus tentang Diabetes Melitus mengenai guttman dengan jumlah 0 : Salah
Pencegahan pengertian KAD, tanda 20 pertanyaan. Soal Total nilai = jumlah jawaban
Kegawatdaruratan gejala KAD, faktor resiko dijawab dengan cara yang benar
Diabetes Tidak KAD, komplikasi KAD, memberikan tanda
Terkontrol (Ketoasidosis pencegahan DM menjadi centang (✓) pada
Diabetikum) KAD (terapi insulin, jawaban yang diinginkan.
pemantauan gula darah, Nilai 1 untuk jawaban
aktivitas fisik, nutrisi (diet). Benar dan nilai 0 untuk
jawaban yang Salah.
Variabel Dependen: Perilaku adalah tindakan Menggunakan kuisioner Skor yang didapatkan : Rasio
Perilaku pencegahan penderita DM dalam perilaku menggunakan 1 : Iya
kegawatdaruratan pencegahan Diabetes skala guttman dengan 0 : Tidak
Diabetes Melitus tidak Melitus tidak terkontrol jumlah 15 pertanyaan, Total nilai = jumlah jawaban
terkontrol (Ketoasidosis (Ketoasidosis Diabetikum) soal dijawab dengan cara yang benar
68

Diabetikum) meliputi terapi insulin, memberikan tanda


pemantauan gula darah, centang (✓) pada
aktivitas fisik, nutrisi (diet). jawaban yang diinginkan.
Penilaiannya skor 1 untuk
jawaban Iya, skor 0 untuk
jawaban Tidak.
69

H. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Nursalam, 2015). Adapun metode pengumpulan data yang

digunakan peneliti pada penelitian ini, yaitu:

1. Pengumpulan Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan peneliti untuk

mengetahui langsung dari sumber data. Data responden yang didapatkan

melalui pemberian angket kepada responden. Data primer penelitian ini

adalah identitas responden, pengetahuan penderita diabetes melitus dan

perilaku pencegahan kegawatdaruratan diabetes tidak terkontrol

(Ketoasidosis Diabetikum).

a. Tipe angket

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2010) ada beberapa tipe

angket, sebagai berikut:

1) Menurut sifatnya

a) Angket umum, yang berusaha sejauh mungkin untuk

memperoleh selengkap-lengkapnya tentang kehidupan

seseorang.

b) Angket khusus, hanya berusaha untuk mendapatkan data-data

mengenai sifat-sifat khusus dari pribadi seseorang.


70

2) Menurut cara penyampaiannya

a) Angket langsung, apabila disampaikan langsung kepada orang

yang dimintai informasinya tentang dirinya sendiri.

b) Angket tak langsung, apabila pribadi yang disuruh mengisi

angket adalah bukan responden langsung. Ia akan menjawab

dan memberikan informasi mengenai orang lain.

3) Menurut bentuk struktur

a) Angket berstruktur, angket yang disusun sedemikian rupa,

tegas. definitif, terbatas dan konkret, sehingga responden dapat

dengan mudah mengisi atau menjawabnya.

b) Angket tak terstruktur, angket yang dipakai bila peneliti

menghendaki suatu uraian dari informan atau responden

tentang suatu masalah dengan suatu penulisan atau penjelasan

yang panjang lebar. Jadi pertanyaan bersifat terbuka dan bebas.

b. Kelebihan angket

1) Dalam waktu singkat (serentak) dapat diperoleh data yang banyak

2) Menghemat tenafa, dan mungkin biaya

3) Responden dapat memilih waktu senggang untuk mengisinya,

sehingga tidak terlalu terganggu bila dibandingkan dengan

wawancara

4) Secara psikologis, responden tidak merasa terpaksa, dan dapat

menjawab lebih terbuka, dan sebagainya.


71

c. Kekurangan angket

1) Jawaban akan lebih banyak dibumbui dengan sikap dan harapan-

harapan pribadi, sehingga lebih bersifat subjektif

2) Dengan adanya bentuk (susunan) pertanyaan yang sama untuk

responden yang sangat heterogen, maka penafsiran pertanyaan

akan berbeda-beda sesuai dengan latar belakang sosial,

berpendidikan, dan sebagainya dari responden.

3) Tidak dapat dilakukan untuk golongan masyarakat yang buta huruf

4) Apabila responden tidak dapat memahami pertanyaan atau tidak

dapat menjawab, akan terjadi kemacetan, dan mungkin responden

tidak akan menjawab seluruh angket.

5) Sangat sulit untuk memutuskan pertanyaan-pertanyaan secara cepat

dengan menggunakan bahasa yang jelas atau bahasa yang

sederhana.

2. Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain. Data

sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari pengumpulan data yang

didapatkan dari catatan, buku, majalah, artikel, buku-buku sebagai teori

dan sebagainya. Selain itu data sekunder diperoleh dari bagian tata usaha,

data tersebut tentang jumlah penderita diabetes melitus di wilayah

Puskesmas Purwodadi 1, data penderita DM yang mengikuti prolanis.


72

3. Prosedur Pengumpulan Data

Pada penelitian ini prosedur pengumpulan data dilakukan sebagai

berikut :

a. Membuat surat persetujuan dengan tanda tangan kepada pembimbing

I dan pembimbing II, kemudian meminta tanda tangan Ketua Program

Studi S1 Keperawatan untuk meminta izin meminta data awal usulan

penelitian.

b. Meminta surat izin pencarian data penelitian kepada Dinas Kesehatan

Kabupaten Grobogan untuk memberikan rekomendasi melakukan

pencarian data di Puskesmas Purwodadi 1.

c. Menyerahkan surat permohonan pencarian data di Puskesmas

Purwodadi I

d. Melakukan studi pendahuluan pada petugas dan penderita DM di

Puskesmas Purwodadi 1.

e. Menyiapkan bahan dan alat yang akan digunakan dalam penelitian.

f. Melakukan persamaan persepsi dengan 2 rekan yang akan membantu

dalam penelitian ini seperti membantu untuk dokumentasi kegiatan dan

membantu membagikan kuesioner.

g. Peneliti membuat kontrak waktu dengan responden pada hari dan

waktu yang telah ditentukan untuk melakukan penelitian.

h. Melakukan penelitian dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Memperkenalkan diri kepada responden


73

2) Menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada responden di

Puskesmas Purwodadi 1

3) Memberikan informed consent kepada responden yang bersedia

menjadi responden yang telah digabung dalam 1 ruangan.

4) Sebelum membagikan kuesioner peneliti menjelaskan tata cara

pengisian kuesioner dan menginformasikan kepada responden agar

teliti dalam pengisian. Kemudian peneliti membagikan kuesioner

kepada penderita DM sebagai responden.

a) Kuesioner yang dibagikan pertama yaitu kuesioner identitas

responden, dan kuesioner pengetahuan penderita DM

b) Setelah selesai mengisi kuesioner pertama, selanjutkan

membagikan kuesioner perilaku perilaku pencegahan

kegawatdaruratan diabetes tidak terkontrol (Ketoasidosis

Diabetikum)

5) Peneliti mengumpulkan kuesioner yang telah terisi dan memeriksa

kelengkapannya.

6) Melakukan Editing data

7) Melakukan pengolahan dan analisis data

I. Instrumen Penelitian

1. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan

data (Soekidjo Notoatmodjo, 2010). Dalam penyusunan alat ukur/

instrumen pada penelitian ini instrumen yang akan digunakan adalah


74

kuesioner. Selanjutnya menyusun parameter/indikator yang akan

digunakan dalam penelitian yang sesuai dengan variabel yang akan

diamati. Selanjutnya, dilakukan uji validitas dan reabilitas instrumen.

Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner

merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk

dijawab (Sugiyono, 2013). Kuesioner dalam penelitian ini adalah

kuesioner identitas responden, kuesioner tingkat pengetahuan dan

kuesioner perilaku.

Lembar angket dalam penelitian ini yaitu :

a. Kuesioner A

Kuesioner A berisi data responden yang meliputi : no.

responden, nama, jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, pekerjaan,

lama menderita DM.

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Kuesioner Indentitas Responden

Aspek Pertanyaan
Indentitas Responden A1,A2,A3,A4,A5,A6,A7,A8

b. Kuesioner B

Kuesioner B digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan

responden tentang pencegahan kegawatdaruratan diabetes melitus

tidak terkontrol (Ketoasidosis Diabetikum). Kuesioner menggunakan

skala guttman dengan jumlah 20 soal, dengan penilaian dalam


75

kuesioner B apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar

maka nilai 1, apabila salah mendapat nilai 0.

Tabel 3.3 Kisi-kisi Soal Tingkat Pengetahuan

No Indikator Nomor Soal


1. Pengertian Ketoasidosis Diabetikum 1
2. Tanda Gejala Ketoasidosis Diabetikum 2, 3, 4, 5, 6
3. Faktor Resiko Ketoasidosis Diabetikum 7, 8,
4. Komplikasi Ketoasidosis Diabetikum 9, 10, 11
5. Pencegahan DM menjadi KAD 12, 13
Terapi insulin
6. Pemantauan gula darah 14,15
7. Aktifitas fisik 16, 17
8. Nutrisi (Diet) 18, 19, 20
Total 20

c. Kuesioner C

Kuesioner C digunakan untuk mengukur perilaku responden

terhadap pencegahan kegawatdaruratan diabetes melitus tidak

terkontrol (Ketoasidosis Diabetikum). Kuesioner berisi 15 pertanyaan

dengan pengisian jawaban menggunakan skala guttman dengan

penilaian dalam kuesioner B apabila responden menjawab pertanyaan

dengan iya maka nilai 1, apabila tidak mendapat nilai 0.


76

Tabel 3.4 Kisi-kisi Perilaku Pencegahan Kegawatdaruratan DM


Tidak Terkontrol (KAD)

No. Indikator Nomor soal


1. Terapi insulin 1, 2, 3, 4
2. Aktivitas fisik 5, 6
3. Pemantauan gula darah 7, 8, 9, 10, 11
4. Diet (nutrisi) 12, 13, 14, 15
Total 15

2. Uji Validasi dan Reabilitas

a. Uji Validasi

Uji validitas yang digunakan untuk mengukur relevan tidaknya

pengukuran dan pengamatan yang dilakukan pada pengamatan yang

dilakukan pada penelitian ini (Soekidjo Notoatmodjo, 2010). Suatu

instrumen yang valid atau sahih memiliki validitas tinggi. Sedangkan

instrumen yang kurang valid berarti validitas yang rendah(Arikunto,

2010). Pernyataan signifikan dengan skor totalnya dengan

menggunakan rumus Product Moment Pearson menurut Soekidjo

Notoatmodjo (2010), sebagai berikut:

N ∑ XY −( ∑ X )( ∑Y )
r xy =
√¿ ¿ ¿

Gambar 3.3 Product Moment Pearson

Keterangan :

r : koefisien setiap item dengan skor total

N : jumlah sampel
77

X : nomor pertanyaan

Y : skor total.

Untuk menilai pertanyaan kuesioner valid atau tidak ditentukan

dari signifikasi pertanyaan. Dimana nilai p <0,05, sehingga

menunjukkan bahwa item tersebut valid karena memiliki hubungan

yang signifikan antara item dengan jumlah skor item. Apabila nilai

signifikasi (p) <0,05 maka pada nilai koefisien korelasinya terdapat

tanda bintang (**), hal ini menunjukan bahwa hasil pengujian berarti

valid, apabila p > 0,05 maka menunjukan pengujian tidak valid

(Handoko, 2009). Dalam penelitian ini akan dilakukan uji validitas di

Puskesmas Brati dengan jumlah 10 responden.

b. Uji Reabilitas

Uji reliabilitas ini dilakukan setelah uji validitas, hanya item

yang valid saja yang dilibatkan dalam uji realibilitas (Soekidjo

Notoatmodjo, 2010).
2
k ∑ st
α= [1− 2 ]
k −1 st

Gambar 3.4 Koefisien Alpha (Crombach’s Alpha)

Menurut Djemari (2003) dalam buku Statistik Kesehatan

Handoko (2009) angket atau kuesioner dikatakan reabel jika memiliki

nilai alpha minimal 0,7. Sehingga untuk mengetahui sebuah angket

dikatakan reliable atau tidak dapat dilihat besarnya nilai alpha. Jika

hasil uji > 0,7 maka dapat dikatakan jika kuesioner tersebut reliable.
78

J. Rencana Analisa Data

1. Prosedur Pengelolaan Data

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2010) langkah-langkah dalam

pengelolaan data, sebagai berikut:

a. Editing (Penyuntingan data)

Setelah data terkumpul kemudian jawaban diselesaikan dengan

tujuan untuk memeriksa kelengkapan dan menghindari kesalahan.

Menyeleksi data yang sudah masuk untuk menjamin validitas data.

b. Coding (pengkodean)

Setelah semua kuesioner diedit, selanjutnya dilakukan

pengkodean atau coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau

huruf menjadi angka atau bilangan.

c. Entry data ( Memasukan data)

Entry data yaitu proses memasukan data kedalam komputer

sehingga dapat dianalisa dengan menggunakan komputer.

d. Tabulasi

Tabulasi yaitu proses membuat tabel-tabel data, sesuai dengan

tujuan penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti.

2. Teknik Analisa Data

a. Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk

analisis univariate tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik


79

digunakan nilai mean atau rata-rata, median dan standar deviasi. Pada

umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi

dan persentase dari tiap variabel. Misalnya distribusi frekuensi

responden berdasarkan: umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan

sebagainya (Soekidjo Notoatmodjo, 2010). Analisa univariat dalam

penelitian ini meliputi identitas responden, pengetahuan dan perilaku

pencegahan kegawatdaruratan diabetes tidak terkontrol (Ketoasidosis

Diabetikum).

b. Analisa Bevariat

Analisis bevariat dilakukan setelah analisis univariat

dilaksanakan, dimana dalam analisa univariat hasil akan diketahui

karakteristik atau distribusi setiap variabel, dan dapat dilanjutkan

analisis bevariat. Analisis bevariat yang dilakukan terhadap dua

variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Soekidjo

Notoatmodjo, 2010).

1) Uji Normalitas

Sebelum dilakukan uji bivariat, dilakukan terlebih dahulu

uji normalitas, yaitu uji yang dilakukan untuk mengetahui sebaran

data normal atau tidak. Apabila sampel <50 maka uji

normalitasnya menggunakan uji Shapiro- Wilk dan apabila

jumlah >50 maka menggunakan uji Kolmogorov- Smirnov. Data

dikatakan normal apabila nilai p > 0,05 dan data dikatakan tidak

normal apabila nilai p < 0,05.


80

2) Uji korelasi

Uji korelasi adalah uji statistik untuk mengetahui korelasi

atau hubungan antara suatu variabel dengan variabel lain

(Soekidjo Notoatmodjo, 2010).

Menurut Dahlan (2010) langkah langkah untuk melakukan

uji hipotesis sebagai berikut: memeriksa syarat uji parametik

(distribusi data harus normal). Bila memenuhi syarat (distribusi

data normal), maka dipilih uji korelasi Pearson. Bila tidak

memenuhi syarat (distribusi data normal), maka diupayakan untuk

melakukan transformasi data supaya sebaran menjadi normal.

Bila distribusi data hasil transformasi normal, maka dipilih uji

korelasi Pearson. Jika distribusi data hasil transformasi tidak

normal, maka dipilih uji alternatifnya yaitu uji Spearman.

a) Sebaran data normal

Untuk menguji hipotesis atau mencari hubungan antara

2 variabel dengan hasil uji normalitas bahwa sebaran data

normal (p > 0,05) maka dilakukan uji korelasi Pearson

(Dahlan, 2010).

b) Sebaran data tidak normal

Untuk menguji hipotesis atau mencari hubungan antara

2 variabel dengan hasil sebaran data tidak normal maka

dilakukan uji korelasi Spearman (Dahlan, 2010).

c) Arah dan kekuatan korelasi


81

Dalam menentukan tingkat kekuatan hubungan antar

variabel, dapat berpedoman pada nilai koefisien korelasi yang

merupakan output dari SPSS, dengan ketentuan:

Tabel 3.5 Pedoman Interpretasi terhadap Koefisien


Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan


0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat kuat
Sumber : (Sugiyono, 2013)

Arah korelasi dilihat pada angka koefisien korelasi

sebagaimana tingkat kekekuatan korelasi. Besarnya nilai

koefisien korelasi tersebut terletak antara + 1 sampai dengan

- 1. Jika koefisien korelasi bernilai positif, maka hubungan

kedua variabel dikatakan searah. Maksud dari hubungan yang

searah ini adalah jika variabel X meningkat maka variabel Y

juga akan meningkat. Sebaliknya, jika koefisien korelasi

bernilai negatif maka hubungan kedua variabel tidak searah.

Hubungan tidak searah artinya jika variabel X meningkat

maka variabel Y akan menurun.

Kekuatan dan arah korelasi (hubungan) akan

mempunyai arti jika hubungan antar variabel tersebut bernilai

signifikan. Dikatakan ada hubungan yang signifikan, jika nilai


82

Sig. (2-tailed) hasil perhitungan lebih kecil dari nilai 0,05 atau

0,01. Sementara itu, jika nilai Sig. (2-tailed) lebih besar dari

0,05 atau 0,01, maka hubungan antar variabel tersebut dapat

dikatakan tidak signifikan atau tidak berarti.

K. Etika Penelitian

Etika penelitian merupakan prinsip-prinsip etis yang diterapkan dalam

kegiatan penelitian, dari proposal penelitian sampai publikasi hasil penelitian

(Soekidjo Notoatmodjo, 2010). Menurut Nursalam (2015), pada penelitian ini

subjek yang digunakan adalah manusia, sehingga harus memahami prinsip

etika penelitian. Apabila tidak dilaksanakan, maka akan melanggar hak-hak

(otonomi) manusia. Secara umum prinsip etika penelitian / pengumpulan data

dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu :

1. Prinsip manfaat

a. Bebas dari penderitaan, yaitu penelitian dilaksanakan tanpa

mengakibatkan penderitaan kepada subjek.

b. Bebas dari eksplorasi, artinya informasi yang telah diberikan oleh

subjek tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan

subjek.

c. Resiko (benefit ratio), artinya penelitian harus mempertimbangkan

resiko dan keuntungan yang akan terjadi pada subjek setiap tindakan.
83

2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)

a. Hak untuk ikut/ tidak menjadi responden (right to self determination)

Subjek mempunyai hak untuk memutuskan apakah mereka

bersedia menjadi subjek atau tidak.

b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right

to full disclosure)

Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci

serta tanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek.

c. Informed consent

Subjek harus mendaptkan informasi yang lengkap tentang

tujuan yang akan dilaksanakn pada inform consent harus dicantumkan

bahwa data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk

pengembangan ilmu. Peneliti memberikan surat permohonan menjadi

responden yang ditanda tangani langsung oleh responden.

3. Prinsip keadilan (right to justice)

a. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil (right in fair treatment)

Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama

dan sesudah keikutsertaan dalam penelitian tanpa deskriminasi

apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari

penelitian.
84

b. Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy)

Subjek mempunyai hak untuk meminta data bahwa data yang

diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa

nama(anonymity) dan rahasia (confidiantility).


85

KUESIONER

Hubungan Tingkat Pengetahuan Penderita Diabetes Melitus terhadap


Perilaku Pencegahan Kegawatdaruratan Diabetes Melitus Tidak Terkontrol
(Ketoasidosis Diabetikum) di Puskesmas Purwodadi 1

(Diisi oleh peneliti)

Tanggal Penelitian :

No. Responden :

Identitas Responden

Nama :

Jenis Kelamin : □ Laki-laki □ Perempuan

Umur :

Pendidikan : □ SD

□ SMP

□ SMA

□ Perguruan Tinggi

□ Lain-lain …………………. (sebutkan)

Pekerjaan :

Lama menderita DM :
86

LEMBAR KUESIONER PENELITIAN

Kuesioner Tingkat Pengetahuan Penderita Diabetes Melitus Tentang


Pencegahan Kegawatdaruratan Diabetes Melitus Tidak Terkontrol
(Ketoasidosis Diabetikum)

Petunjuk Pengisian :

1. Bacalah setiap pertanyaan dengan seksama semua pertanyaan dan


tanyakan kepada peneliti apabila ada yang kurang dimengerti
2. Isilah pertanyaan dengan mengisi pada kolom yang tersedia
3. Berikan tanda centang (✓) pada kolom sesuai dengan jawaban anda.
4. Bila ingin memperbaiki jawaban beri tanda silang (x) pada jawaban yang
salah, kemudian beri tanda centang (✓) pada kolom yang sesuai dengan
jawaban.

NO Pernyataan Bena Salah


r
1. Ketoasidosis Diabetikum (KAD) merupakan salah
satu bentuk kegawatdaruratan medis akibat
peningkatan kadar gula darah terlalu tinggi pada
penderita Diabetes Melitus (DM)
2. Dehidrasi (rasa haus berlebihan) merupakan tanda
gejala KAD
3. Sering buang air kecil (kencing), sering minum
(merasa haus), sering makan (cepat merasa lapar)
adalah tanda gejala KAD
4. Nafas berat, tarikan nafas meningkat, dan nafas
beraroma kecut/ asam merupakan tanda gejala KAD
5. Mual, muntah dan nyeri perut merupakan tanda
gejala dari KAD
87

6. Sering merasa lemah dan mengantuk adalah tanda


dan gejala KAD
7. Salah satu faktor resiko terjadinya KAD yaitu
ketidakpatuhan dalam menggunakan terapi insulin
8. Faktor resiko terjadinya KAD bisa disebabkan
karena infeksi
9. Hiperglikemia (kadar gula darah diatas nilai normal
> 300 mg/dl) merupakan komplikasi dari KAD
10. Hipoglikemia ( kadar gula darah dibawah batas
normal < 50 mg/dl) merupakan komplikasi dari
KAD
11. Edema serebri (pembengkakan otak karena
penumpukan cairan) adalah komplikasi dari KAD
12. Waktu efektif untuk melakukan suntik insulin yaitu
sebelum makan
13. Pemberian dosis terapi insulin ditentukan
berdasarkan hasil pemeriksaan gula darah sewaktu
(GDS)
14. Pemantauan gula darah mandiri sebaiknya dilakukan
4-6 kali sehari
15. Gula darah sewaktu dikatakan tinggi jika lebih dari
200 mg/dl
16. Penderita DM dianjurkan melakukan olahraga
ringan seperti jalan kaki, senam selama 3-4 kali
dalam seminggu
17. Penderita DM dianjurkan melakukan olahraga
ringan seperti jalan kaki, senam selama kurang lebih
30 menit
18. Diet DM dilakukan dengan pola makan sesuai
dengan aturan 3J (Jumlah, Jadwal, dan Jenis)
88

19. Jenis makanan utama yang dapat dikonsumsi saat


diet DM disesuaikan dengan konsep piring makan
model T, yang terdiri dari sayuran, karbohidrat dan
protein.
20. Penderita DM harus menghindari
makanan/minuman banyak mengandung gula
(seperti gula pasir, gula jawa, sirup/minuman
kemasan, selai, kue manis, cokelat, dll) dan
makanan tinggi lemak (makanan yang digoreng,
makanan cepat saji, telur asin, ikan asin, dll)
89

LEMBAR KUESIONER

Kuesioner Perilaku Pencegahan Kegawatdaruratan Diabetes Tidak


Terkontrol (Ketoasidosis Diabetikum)

Petunjuk Pengisian :

1. Bacalah setiap pertanyaan dengan seksama


2. Pilihlah jawabana anda Iya atau Tidak dengan cara memberikan tanda
centang (✓) pada kolom yang tersedia dibawah ini yang menurut anda
paling sesuai dengan kondisi anda.

N Pertanyaan Iya Tidak


O
1. Apakah anda rutin melakukan terapi insulin?
2. Apakah anda menggunakan dosis terapi insulin
berdasarkan konsumsi makanan dan pola kadar gula darah
sewaktu harian?
3. Apakah anda sebelum makan melakukan suntik insulin?
4. Apakah anda rutin mengonsumsi obat pengontrol gula
darah?
5. Apakah anda melakukan olahraga ringan seperti jalan
kaki, senam 3- 4 kali dalam seminggu?
6. Apakah anda melakukan olahraga ringan tersebut selama
kurang lebih 30 menit?
7. Apakah anda melukakan pengecekan gula darah setiap
hari?
8. Apakah anda melakukan pengecekan gula darah setiap
pagi hari saat bangun tidur?
9. Apakah anda melakukan pengecekan gula darah setiap
90

sebelum makan?
10. Apakah anda melakukan pengecekan gula darah setiap 1,5
– 2 jam setelah makan?
11. Apakah anda melakukan pengecekan gula darah setiap
malam hari?
12. Apakah anda memperhatikan Jumlah, Jenis, Jadwal setiap
mau makan ?
13. Apakah anda mengonsumsi makanan/ minuman yang
manis seperti gula, sirup/minuman kemasan, selai, kue
manis, cokelat, dll) lebih dari 3 kali dalam seminggu?
14. Apakah anda mengonsumsi makanan tinggi lemak
(makanan yang digoreng, makanan cepat saji, telur asin,
ikan asin, dll) lebih dari 3 kali dalam seminggu?
15. Apakah anda makan buah dan sayuran ≥ 3 kali dalam
seminggu?
91

DAFTAR PUSTAKA

ADA. (2019). Diagnosis and classification of diabetes mellitus. ADA, 33(SUPPL.


1). https://doi.org/10.2337/dc10-S062

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktik. Rineka Cipta.

Arimbi, D. S. D., Lita, L., & Indra, R. L. (2020). Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Terhadap Motivasi Mengontrol Kadar Gula Darah Pada Pasien Dm Tipe Ii.
Jurnal Keperawatan Abdurrab, 4(1), 66–76.
https://doi.org/10.36341/jka.v4i1.1244

clement, S. (2010). Textbook Of Nursing Foundation. Jaypee Brother Medical


Publisher.

Dahlan, S. (2010). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika.

Fatimah, R. N. (2015). DIABETES MELITUS TIPE 2. 4, 93–101.

Febrianto, D., & Hindariati, E. (2021). Tata Laksana Ketoasidosis Diabetik pada
Penderita Gagal Jantung Management of Diabetic Ketoacidosis in Patient
with Heart Failure. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia , 46(1), 46–53.
http://jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id/index.php/jpdi/article/view/273/267

Gotera, W., & Agung Budiyasa, D. (2010). Penatalaksanaan Ketoasidosis


Diabetik (Kad). Journal of Internal Medicine, 11(2), 126–138.

Husna, A., Jafar, N., Hidayanti, H., Dachlan, D. M., & Salam, A. (2022).
Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Gula Darah Pasien Dm Tipe Ii
Di Puskesmas Tamalanrea Makassar. JGMI : The Journal of Indonesian
Community Nutrition, Vol 11 No.(1), 20–26.

IDAI. (2015). Konsesus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus tipe 1.


http://www.idai.or.id/wp-content/uploads/2016/06/Konsensus Endokrin DM
tipe 1 (2015).pdf

Ide Laras Sayekti. (2019). PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN


DENGAN MEDIA VIDEO TERHADAP PENGETAHUAN, SIKAP, DAN
PERILAKU PENCEGAHAN DIABETES MELLITUS DI DESA
MANGUNSOKO KECAMATAN DUKUN KABUPATEN MAGELANG.
Jurnal Keperawatan.
92

IDF. (2019). DIABETES ATLAS NINTH EDITION. Inis Communication.

Infodatin KEMENKES RI. (2020). Tetap Produktif, Cegah, dan Atasi Diabetes
Melitus.

Kemenkes RI. (2019). Buku Pintar Kader Posbindu. Buku Pintar Kader Posbindu,
1–65.
91
http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/VHcrbkVobjRzUDN3UCs4eUJ0dVBndz
09/2019/03/Buku_Pintar_Kader_POSBINDU.pdf

Kurniawaty, E. (n.d.). Diabetes Mellitus. 114–119.

Kusyairi, A., & Nusantara, A. F. (2020). Optimalisasi IMB dengan Metode Serial
Coaching sebagai Tindakan Preventif Ketoasidosis Deabetikum (Vol. 21,
Issue 1). http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/JKM/article/view/2203

Laudya, L., Prasetyo, A., & Widyoningsih. (2020). Hubungan Tingkat


Pengetahuan Tentang Komplikasi Diabetes Melitus Dengan Pencegahan
Komplikasi Pada Pasien Diabetes Melitus di Puskesmas Cilacap Selatan I.
Trends of Nursing Science, 2(1), 34–44.

Lestari, Zulkarnain, & Sijid, S. A. (2021). Diabetes Melitus: Review Etiologi,


Patofisiologi, Gejala, Penyebab, Cara Pemeriksaan, Cara Pengobatan dan
Cara Pencegahan. UIN Alauddin Makassar, November, 237–241.
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/psb

Mahendra, D., Jaya, I. M. M., & Lumban, A. M. R. (2019). Buku Ajar Promosi
Kesehatan. Program Studi Diploma Tiga Keperawatan Fakultas Vokasi UKI,
1–107.

Notoatmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. In Jakarta: Rineka


Cipta.

Nur Alamsyah, M., Prajna Suyoso, Y., & Wayan Mertha, I. (2021). Emergency
Of Hyperglycemia In Patients With Diabetic Foot, And Diabetic
Nephropathy; The Challenge Of DiagnosticAnd Therapy. Publikasi Ilmiah
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 1403–1411.

Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Keperawatan, Pendekatan Praktis


(Salemba Me).

Nursalam. (2015). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika.

Ramadhan, M. A. (2022). Pengaruh Edukasi Kesehatan Dengan Bantuan Media


Video Terhadap Praktik Pengendalian Kadar Gula Darah Pada Pasien
Diabetes Melitus Di Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya. 9–54.

Soekidjo, N. (2014). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan Edisi Revisi.


93

Jakarta: Rineka Cipta, 25.

Soekidjo Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. In Metodologi


Penelitian Kesehatan.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Alfabeta


Bandung.

Sulaiman, M. V. (2016). Ketoasidosis Diabetikum. In Buku ajar ilmu penyakit


dalam (pp. 2375–2380).

Ubaidillah, Z., Pratama, P. L., Susanto, N. A., & Ariani, T. A. (2021). Analisis
Faktor Hiperglikemia Tidak Terkontrol Pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2.
Jurnal Keperawatan, 13(1), 1–9.
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/Keperawatan%0ANURSES

WHO. (2019). Classification of Diabetes Mellitus. In Clinics in Laboratory


Medicine (Vol. 21, Issue 1). https://doi.org/10.5005/jp/books/12855_84

Anda mungkin juga menyukai