Anda di halaman 1dari 125

SKRIPSI

GAMBARAN KEJADIAN
POST OPERATIVE NAUSEA AND VOMITING (PONV)
PADA PASIEN PEROKOK DENGAN GENERAL ANESTESI
DI RSAD TINGKAT II UDAYANA

I MADE OKTAVIAN DWI CHANDRA

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2022
SKRIPSI

GAMBARAN KEJADIAN
POST OPERATIVE NAUSEA AND VOMITING (PONV)
PADA PASIEN PEROKOK DENGAN GENERAL ANESTESI
DI RSAD TINGKAT II UDAYANA

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Terapan Kesehatan (S.Tr.Kes)

Pada Institut Teknologi dan Kesehatan Bali

Diajukan Oleh:
I MADE OKTAVIAN DWI CHANDRA
NIM. 18D10016

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2022

ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul “Gambaran Kejadian Post Operative Nausea And Vomiting
(PONV) pada Pasien Perokok dengan General Anestesi RSAD Tingkat II
Udayana” telah mendapatkan persetujuan pembimbing dan disetujui untuk
diajukan ke hadapan Tim Penguji Skripsi pada Program Studi DIV Keperawatan
Anestesiologi Institut Teknologi dan Kesehatan Bali.

Denpasar, 1 Juni 2022


Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Made Rismawan, S.Kep., MNS Ns. I Nengah Adiana, S.Kep.,M.Kep., Sp.KMB
NIDN. 0820018101 NIDN. 0820058504

iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi ini telah Diuji dan Dinilai oleh Panitia Penguji pada Program Studi D IV
Keperawatan Anestesiologi Institut Teknologi Dan Kesehatan Bali
pada Tanggal 1 Juni 2022

Panitia Penguji Skripsi Berdasarkan SK Rektor ITEKES Bali

Nomor : DL.02.02.1820.TU.IX.20

Ketua : I Gede Putu Darma Suyasa, S.Kp.,M.Ng.,Ph.D

NIDN. 0823067802

Anggota I : Ns. Made Rismawan, S.Kep., MNS

NIDN. 0820018101

Anggota II : Ns. I Nengah Adiana, S.Kep.,M.Kep., Sp.KMB

NIDN. 0820058504

iv
LEMBAR PERNYATAAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul “Gambaran Kejadian Post Operative Nausea and Vomiting
(PONV) Pada Pasien Perokok Dengan General Anestesi di Rsad Tingkat II
Udayana”, telah disajikan di depan dewan penguji pada tanggal 1 Juni 2022 telah
diterima serta disahkan oleh Dewan Penguji Skripsi dan Rektor Institut Teknologi
Dan Kesehatan Bali.

Denpasar, 1 Juni 2022


Disahkan Oleh:
Dewan Penguji Skripsi

1. I Gede Putu Darma Suyasa, S.Kp.,M.Ng.,Ph.D


NIDN. 0823067802

2. Ns. Made Rismawan, S.Kep., MNS


NIDN. 0820018101

3. Ns. I Nengah Adiana, S.Kep.,M.Kep., Sp.KMB


NIDN. 0820058504

Mengetahui

Institut Teknologi dan Kesehatan Bali Studi D4 keperawatan Anestesiologi


Rektor Ketua

I Gede Putu Darma Suyasa, S.Kp.,M.Ng.,Ph.D dr. I Gede Agus Shuarsedana, Sp. An.
NIDN. 0823067802 NIDN. 892164002

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat – Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“Gambaran Kejadian Post Operative Nausea and Vomiting (PONV) Pada Pasien
Perokok Dengan General Anestesi di RSAD Tingkat II Udayana”. Dalam
penyusunan Skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan, pengarahan dan
bantuan dari semua pihak sehingga Skripsi ini bisa diselesaikan tepat pada
waktunya. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar – besarnya kepada:

1. Bapak I Gede Putu Darma Suyasa, S.Kp., M.Ng., Ph.D. selaku Rektor
Institut Teknologi dan Kesehatan Bali yang telah memberikan ijin dan
kesempatan kepada penulis menyelesaikan Skripsi ini.
2. Ibu Dr. Ns Ni Luh Dina Susanti, S.Kep., MNS selaku Wakil Rektor I
Institut Teknologi dan Kesahatan Bali yang telah memberikan ijin dan
kesempatan kepada penulis menyelesaikan Skripsi ini.
3. Bapak Ns. I Ketut Alit Adianta, S.Kep., MNS selaku Wakil Rektor II
Institut Teknologi dan Kesehatan Bali yang telah memberikan ijin dan
kesempatan kepada penulis menyelesaikan Skripsi ini.
4. Bapak Ns. I Kadek Nuryanto, S.Kep., MNS selaku Dekan Fakultas
Kesehatan yang memberikan dukungan kepada penulis.
5. Bapak dr. I Gede Agus Shuarsedana, Sp. An selaku Ketua Program Studi
D IV Keperawatan Anestesiologi yang memberikan dukungan kepada
penulis.
6. Bapak Ns. Made Rismawan, S.Kep., MNS. Selaku pembimbing I yang
telah banyak memberikan bimbingan dalam menyelesaikan Skripsi ini.

vi
7. Bapak Ns. I Nengah Adiana, S.Kep., M.Kep., Sp.KMB. Selaku
pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dalam
menyelesaikan Skripsi ini.
8. Ibu Putu Rusanti, S.Pd., M.Pd. selaku wali kelas yang memberikan
motivasi dan dukungan moral kepada penulis.
9. Seluruh keluarga terutama Ibu, Bapak, kakak dan adik yang banyak
memberikan dukungan serta dorongan moral dan materil hingga selesainya
Skripsi ini.
10. Teman – teman penulis (Indah Sari, Kresna Saputra dan Made Laksmana)
yang selalu memberikan dukungan dan semangat baik itu dalam bentuk
pengetahuan maupun moril hingga selesainya Skripsi ini.
11. Teman – teman D-IV Keperawatan Anestesiologi angkatan tahun 2018
yang selalu memberikan dukungan hingga selesainya Skripsi ini.
12. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah membantu penyusunan Skripsi ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan Skripsi ini masih belum sempurna untuk itu
dengan hati terbuka penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya konstruktif
untuk kesempurnaan Skripsi ini

Denpasar, 1 Juni 2022

vii
Gambaran Kejadian Post Operative Nausea and Vomiting (PONV)
Pada Pasien Perokok Dengan General Anestesi
di RSAD Tingkat II Udayana

I Made Oktavian Dwi Chandra


Fakultas Kesehatan
Program Studi D IV Keperawatan Anestesiologi
Institut Teknologi dan Kesehatan Bali
Email : oktaviand45@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang: kejadian PONV merupakan suatu komplikasi yang


menyebabkan ketidak nyamanan kepada pasien post operatif yang dapat
memperburuk keadaan pasien sehingga mengganggu atau memperpanjang masa
pemulihan pasien di ruang Recovery. Belakangan ini ditemukan penelitian yang
menyebutkan bahwa pasien perokok resisten terhadap kejadian PONV akan tetapi
ditemukan satu penelitian yang menyatakan bahwa pasien perokok tidak memiliki
perbedaan signifikan terhadap kejadian PONV dibanding pasien non perokok.
Maka dari itu peneliti ingin membuktikan apakah status perokok mempengaruhi
dalam kejadian PONV atau tidak.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian Post
Operative Nausea and Vomiting pada pasien perokok dengan General Anestesi di
RSAD Tingkat II Udayana.
Metode: penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan Cross-
sectional dengan jumlah sample berjumlah 80 responden dengan tehnik
pengumpulan data menggunakan Consecutive Sampling. Alat pengumpulan data
yang digunakan adalah kuesioner, lembar observasi dan rekam medik.
Hasil: Ditemukan hasil bahwa dari 80 Responden perokok yang diobservasi, 66
Responden (82,5%) tidak mengalami PONV dan hanya 14 Responden (17,5%)
yang mengalami PONV.
Kesimpulan: Hal ini membuktikan bahwa pasien sebagian besar pasien perokok
resisten terhadap mual Muntah Pasca operasi atau PONV.
Kata Kunci: PONV, General Anestesi, Perokok

viii
POSTOPERATIVE NAUSEA AND VOMITING (PONV) INCIDENCE
IN SMOKERS WITH GENERAL ANESTHESIA
IN RSAD TK. II UDAYANA HOSPITAL

I Made OktavianDwi Chandra


Faculty of Health
Diploma IV of Nursing Anesthesiology
Institute of Technology and Health Bali
Email: oktaviand45@gmail.com

ABSTRACT

Background: PONV is a complication that causes postoperative discomfort to


patients which can worsen the patient's condition, and interferes with or prolongs
the patient's recovery period in the recovery room. Recently, a study found that
smokers were resistant to the incidence of PONV, however, one study found that
there was no significant difference in the incidence of PONV between smokers
and non-smokers. Therefore, this research was carried out to prove whether or not
smoking status affects the incidence of PONV.
Aim: This study aimed to describe the incidence of Post Operative Nausea and
Vomiting in smokers with General Anesthesia at RSAD Level II Udayana
Hospital.
Methods: This study employed a descriptive study with a cross-sectional
approach, involving a total sample of 80 respondents, which were selected
through consecutive sampling. Data collection instruments were questionnaires,
observation sheets, and medical records.
Results: It was found that among the 80 smoker respondents, 66 respondents
(82.5%) did not experience PONV and only 14 respondents (17.5%) experienced
PONV.
Conclusion: This proves that the majority of smokers are resistant to
postoperative nausea and vomiting (PONV).
Keywords: PONV, General Anesthesia, Smokers

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN .................................................................................. i


HALAMAN SAMPUL DALAM ................................................................................ ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ............................................ iiv
LEMBAR PERNYATAAN PENGESAHAN ............................................................. v
KATA PENGANTAR ................................................................................................ vi
ABSTRAK ................................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiv
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 4
D. Manfaat Penelitian........................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 6
A. General Anestesi ............................................................................................. 6
B. Post Operative Nausea and Vomiting ............................................................ 12
C. Kebiasaan Merokok....................................................................................... 29
D. Penelitian Terkait .......................................................................................... 37
BAB III KERANGKA KONSEP, VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI
OPERASIONAL ....................................................................................................... 41
A. Kerangka Konsep Penelitian .......................................................................... 41
B. Variabel Penelitian ........................................................................................ 42
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ....................................................... 43
BAB IV METODE PENELITIAN ........................................................................... 45
A. Desain penelitian ........................................................................................... 45
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ......................................................................... 45
C. Populasi, Sample dan Sampling ..................................................................... 46
x
D. Pengumpulan Data ........................................................................................ 48
E. Analisa Data .................................................................................................. 55
F. Etika Penelitian ............................................................................................. 58
BAB V HASIL PENELITIAN .................................................................................. 61
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ............................................................. 61
B. Karakteristik Responden................................................................................ 62
C. Karakteristik Responden dengan Kebiasaan Merokok yang diberikan general
Anestesi ........................................................................................................ 63
D. Gambaran Kejadian PONV Pada Pasien Perokok dengan General Anestesi ... 64
E. Crosstabulation Kejadian PONV Pada Pasien Perokok Berdasarkan Kebiasaan
Merokok........................................................................................................ 65
BAB VI PEMBAHASAN .......................................................................................... 67
A. Karakteristik Responden................................................................................ 67
B. Karakteristik Responden dengan Kebiasaan Merokok yang diberikan general
Anestesi ........................................................................................................ 68
C. Gambaran Karakteristik Kejadian PONV Pada Pasien Perokok ..................... 69
D. Gambaran Kejadian PONV Pada Pasien Perokok dengan General Anestesi ... 72
E. Keterbatasan Penelitian ................................................................................. 74
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 75
A. Simpulan ....................................................................................................... 75
B. Saran ............................................................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 77
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. 84

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian……………………………........ 43


Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Umur, dan Jenis Kelamin.………………………………………
62
Tabel 5.2 Karakteristik Pasien dengan Kebiasaan merokok yang diberikan
General Anestesi …………………………………….
63
Tabel 5.3 Frekuensi dan persentase Kejadian PONV ………………….... 64
Tabel 5.4 Tingkat Keparahan Post Operative Nausea And Vomiting pada
pasien perokok dengan General Anestesi ………………... 64
Tabel 5.5 Crosstabulation kejadian PONV pada pasien perokok
berdasarkan kebiasaan merokok……………………………….. 65

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Konsep ...........................................................................41

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Penelitian

Lampiran 2. Instrumen Penelitian

Lampiran 3. Surat Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 4. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 5. Bukti Izin Menggunakan Kuesioner

Lampiran 6. Bukti Uji Validasi

Lampiran 7. Bukti Etik Penelitian

Lampiran 8. Bukti Surat Ijin Penelitian Provinsi

Lampiran 9. Bukti Surat Ijin Penelitian Kabupaten

Lampiran 10. Bukti Surat Ijin Penelitian Rumah Sakit

Lampiran 11. Output Hasil Analisa Data

xiv
DAFTAR SINGKATAN

ARDS : Acute Respiratory distress syndrome


Apr : acupressure
APu : Acupuncture
EAPu : electroacupuncture
cAMP : cyclase Adenosia monofosfate
CSF : Cerebrospinal Fluid
CTZ : Chemoreceptor Trigger Zone
CVC : Central Vomiting Centre
DIC : Disseminated Intravascular Coagulation
FDA : Food and Drug Administration
GABA : Gama-aminobutric acid
GI : Gastrointestinal
LES :Lower Esophageal Spincter
MAP : Mean Arterial Pressure
PACU : Post-anesthesia Care Unit
POA : Planing of Action
PON : Post Operative Nausea
POV : Post Operative Vomiting
PONV : Post Operative Nausea and Vomiting
RSAD : Rumah Sakit Angkatan Darat
SSP : Sistem Saraf Pusat
SVR : Systemic Vascular Resistence
TIVA : Total Intravenous Anesthesia

xv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anestesia adalah tindakan pemberian obat anestetikum yang menimbulkan
efek trias anesthesia (hipnotik, analgesia, relaksasi) sehingga pasien
mengalami penurunan kesadaran, reflex proteksi diri menghilang akibat mati
rasa dan kelumpuhan otot rangka termasuk otot pernafasan (Mangku dan
Senapathi, 2017). Anestesi umum merupakan faktor risiko penting terhadap
perkembangan PONV dibandingkan dengan anestesi lokal, dan terjadinya
PONV tersebut dipengaruhi oleh durasi anestesi umum. Sekitar 75 juta
tindakan operasi dilakukan setiap tahun di seluruh dunia terutama pasien di
bawah anestesi umum dengan anestesi inhalasi, dan setiap tiga dari empat
pasien menderita postoperative nausea and vomiting (PONV) akibat anestesi
umum berupa anestesi inhalasi (Ikhsan dan Yunafri, 2020).
Pada General Anestesi salah satu resiko komplikasi yaitu Post Operative
Nausea and Vomiting (PONV). PONV merupakan suatu komplikasi yang
menyebabkan ketidak nyamanan kepada pasien post operatif. PONV mungkin
terlihat sebagai masalah ringan dan jarang berakibat fatal apabila terjadi
dalam jangka pendek sedangkan dalam jangka panjang masalah ini bisa
berakibat dehidrasi dan keseimbangan elektrolit terganggu. Post Operatif
Nausea (PON) dapat menyebabkan atau memperburuk Ansietas, sedangkan
pada Post Operative Vomiting (POV) dapat menyebabkan komplikasi serius
seperti hematoma, dehidrasi, aspirasi dan cedera pada esophageal (Stoicea
dkk, 2015).
PONV menjadi salah satu faktor yang membuat pemulihan di ruang
Recovery menjadi panjang (Farhat, Waheed, Pasha, Iqbal dan Mansoor,
2019). Pernyataan dari Ikhsan dan Yunafri (2020) bahwa ada beberapa faktor
yang mempengaruhi PONV yaitu faktor anestesi, faktor pasien, dan faktor
prosedural. Menurut Murakami dkk. (2017) kejadian PONV dipengaruhi oleh

1
2

multifaktor yang lebih menjurus ke pasien, diantaranya jenis kelamin wanita,


perokok pasif/bukan perokok, riwayat PONV sebelumnya atau riwayat
mabuk perjalanan (motion sickness), dan Pemberian Opioid post operatif.
Kejadian mual muntah pasca operasi sekitar 30-50% terjadi pada pasien yang
melakukan pembedahan dengan general anestesi, hingga 70-80% pada pasien
yang memiliki risiko PONV tinggi (Murakami dkk, 2017).
Perilaku merokok adalah suatu aktivitas membakar dan menghisap
tembakau kemudian mengeluarkan asapnya yang dapat terhisap oleh orang di
sekitarnya (Sanjiwani dan Budisetyani, 2014). Perilaku merokok seseorang
secara keseluruhan dapat dilihat dari jumlah rokok yang dihisapnya. Seberapa
banyak seseorang merokok dapat diketahui melalui intensi merokoknya.
Intensi merokok dapat diartikan sebagai besaran atau kekuatan untuk suatu
tingkah laku. Berdasarkan hal tersebut perilaku merokok seseorang dapat
dikatakan tinggi maupun rendah yang dapat diketahui dari intensi
merokoknya yaitu banyaknya seseorang dalam merokok (Kartono dalam
Giyati, 2017).
McConachie (2014) menyatakan bahwa perokok memiliki risiko mual
muntah pasca operasi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan orang
yang tidak merokok. Pernyataan Sprung (2013) menyatakan tentang perilaku
merokok dengan kejadian PONV bahwa zat yang ada didalam tembakau
dapat mempengaruhi penurunan PONV diakibatkan oleh zat-zat yang ada
pada tembakau bersifat emetogenik untuk saluran pernapasan, perokok aktif
akan terbiasa akan hal tersebut karena sudah terbiasa terpapar zat emetogenik.
Obat – obatan yang digunakan dalam general anestesi bersifat emetogenik.
Perokok aktif cenderung lebih toleran terhadap zat emetogenik akibat dari zat
yang terkandung dalam rokok, akibatnya perokok aktif lebih toleran terhadap
emetogenik yang terkandung dalam obat-obatan anestesi sehingga dapat
menyebabkan penurunan respon PONV (Vacanti dan Charles, 2011).
Seharusnya kejadian mual muntah pasca operasi dapat diminimalisir untuk
mengurangi ketidaknyamanan dan komplikasi yang muncul. Namun
sayangnya dalam beberapa kasus masih terjadi kejadian mual muntah pasca
3

operasi. Dalam penelitian Farhat, Waheed, Pasha, Iqbal, dan Mansoor (2014)
menemukan hasil bahwa diantara 72 pasien perokok yang menjalani operasi,
20 orang diantaranya mengalami PONV, sedangkan pada pasien non-perokok
yang berjumlah 75 orang sebanyak 59 orang yang mengalami PONV. Dalam
penelitian David (2016) yang menemukan hasil bahwa pasien yang
mengalami PONV berjumlah 25 orang, 10 (40%) diantaranya adalah pasien
dengan riwayat merokok, dan 15 (60%) sisanya dengan riwayat tidak
merokok. Perbedaan hasil didapatkan dari penelitian Czarnetzki dkk (2011)
mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap kejadian
PONV pada pasien perokok maupun non-perokok dengan hasil dari 55 orang
yang mengalami PONV, 31 orang dari kelompok perlakuan nicotel (zat dalam
rokok) mengalami PONV sedangkan 24 orang kelompok perlakuan placebo
mengalami PONV. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, sebagian besar
pasien perokok jarang mengalami PONV akan tetapi ditemukan satu jurnal
yang mengatakan sebaliknya yakni pada penelitian Czarnetzki dkk (2011)
sehingga terdapat perbedaan hasil yang ditemukan dari jurnal – jurnal
sebelumnya.
Penanganan yang dapat dilakukan terhadap pasien PONV adalah dengan
pemberian antiemetik. Antiemetik secara luas digunakan untuk mengatasi
PONV dan umunya menjadikannya penanganan dan profilaksis untuk pasien
beresiko. Beberapa kelas anti-emetik tersedia diantaranya histamine
antagonists, muscarinic acetylcholine antagonists, dopamine antagonists,
corticosteroids, 5-HT3antagonists, dan tachykinin 1 antagonists. 5-HT3
receptor antagonists adalah tipe antiemetik yang umum digunakan dengan
ondansetron yang paling sering diresepkan.
RSAD Tingkat II Udayana merupakan salah satu rumah sakit yang berada
di Kota Denpasar. Peneliti memilih lokasi ini karena RSAD Tingkat II
Udayana mewakili masyarakat Denpasar yang akan melakukan tindakan
operasi karena banyak masyarakat Denpasar yang pergi ke RSAD Tingkat II
Udayana untuk melakukan pengobatan baik itu berupa tindakan pembedahan
atau hal lainnya. Setelah penulis melakukan studi pendahuluan pada tanggal
4

28 Desember 2021 didapatkan data rata – rata pasien yang dilakukan tindakan
dengan general anestesi berkisar 94 pasien perbulan. Penulis juga melakukan
wawancara dengan penata mengenai kejadian PONV dan ditemukan sekitar
tiga sampai lima kali kejadian PONV pada pasien yang dilakukan general
anestesi.
Berdasarkan uraian diatas, kejadian PONV merupakan suatu komplikasi
yang menyebabkan ketidak nyamanan kepada pasien post operatif yang
terlihat sepele namun apabila tidak ditangani dengan tepat maka dapat
memperburuk keadaan pasien sehingga mengganggu atau memperpanjang
masa pemulihan pasien di ruang PACU (Post Anestesi Care Unit).
Belakangan ini ditemukan penelitian yang menyebutkan bahwa pasien
perokok resisten terhadap kejadian PONV, maka dari itu peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai Gambaran Kejadian Post Operative
Nausea and Vomiting pada pasien perokok dengan General Anestesi di
RSAD Tingkat II Udayana.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang sudah dipaparkan
sebelumnya maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu, sebagai berikut:
“Bagaimana Gambaran Kejadian Post Operative Nausea And Vomiting
(PONV) Pada Pasien Perokok dengan general anestesi di RSAD Tingkat II
Udayana?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kejadian Post
Operative Nausea and Vomiting (PONV) pada pasien dengan kebiasaan
merokok yang diberikan general anestesi di RSAD Tingkat II Udayana.
2. Tujuan Khusus dari penelitian ini adalah untuk :
a. Mengetahui Karakteristik Responden dengan Kebiasaan Merokok
yang akan diberikan general Anestesi
b. Mengetahui Karakteristik PONV Pada Pasien Perokok dengan
General Anestesi
5

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Memberikan gambaran mengenai masalah yang terkait pada pasien
dengan status perokok dengan kejadian mual dan muntah pasca operasi
di RSAD Tingkat II Udayana, sehingga dapat digunakan sebagai sumber
informasi penelitian lanjutan, dan juga dapat bermanfaat di bidang
pendidikan khususnya di mata kuliah Asuhan Keperawatan Anestesi
pada bagian Pasca Operasi
2. Manfaat praktis ditunjukan kepada
a. Masyarakat
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan pembaca
terkait dampak Positif dan Negatif dari merokok pada pasca operasi
sehingga masyarakat dapat menyikapi dampak merokok terhadap
pemberian Anestesi
b. Pasien
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat membantu
mengedukasi pasien terhadap pengaruh merokok baik itu dalam segi
positif maupun negatif dari merokok sehingga pasien dapat
menyikapi dan mengetahui apa saja dampak merokok terhadap
tindakan anestesi
c. Penata anestesi
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber
informasi dan menambah pengetahuan dibidang ilmu keperawatan
anestesiologi tentang kejadian PONV pada pasien perokok sehingga
profesi penata anestesi bisa membeikan tindakan yang optimal pada
pasien perokok.
d. Manajemen Rumah Sakit
Diharapkan hasil penelitian ini digunakan sebagai data tambahan
terkait dengan kejadian PONV pada pasien perokok.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. General Anestesi
1. Pengertian general anestesi
General anestesi merupakan pemberian obat yang mengakibatkan
penurunan kesadaran, amnesia, antinocicepsi, dan immobilitas, dengan
maintenance stabilitas fisiologis. Ansetesi umum imbang, manajemen
yang paling umum digunakan dalam perawatan anestesi, dengan
memberikan kombinasi dari agen anestesi yang berbeda untuk
menciptakan keadaan anestesi (Anestesic State) (Brown, Pavone dan
Naranjo, 2018).
Anestetik umum bekerja di dalam sistem saraf pusat dengan
memberikan efek analgesia (hilangnya sensasi nyeri) atau efek anestesia
(analgesia yang disertai hilangnya kesadaran), sedangkan anestetik lokal
bekerja di sistem saraf perifer dengan memberikan efek analgesia saja
(Zunilda dalam Ratnasari, 2016).
2. Tehnik anestesi umum
Pada anestesi umum terdapat beberapa tehnik yang digunakan
diantaranya anestesi umum dengan intravena, anestesi umum dengan
sungkup muka, dan gabungan keduanya (Pramono dalam Ananda, 2020).
a. Anestesi umum intravena
Anestesi intravena total merupakan salah satu bagian dari teknik
anestesi umum. Pada penelitian tentang cost anestesi didapatkan
anestesi intravena total lebih rendah dibandingkan teknik anestesi
umum inhalasi isoflurane dengan kelebihan lain yaitu onset yang
cepat, angka insiden PONV yang lebih rendah, dan waktu pemulihan
yang lebih cepat (Okta, Subagiartha, dan Wiryana, 2017).
b. Anestesi umum inhalasi

6
7

Merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan


jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas
dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat/ mesin anestesi
langsung ke udara inspirasi.
c. Anestesi imbang
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obat-
obatan baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi
atau kombinasi teknik general anestesi dengan analgesia regional
untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang, yaitu:
(Hanifa, 2016)
1) Efek hypnosis, diperoleh dengan mempergunakan obat
hipnotikum atau obat anestesi umum yang lain.
2) Efek analgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat
analgetik opiat atau obat general anestesi atau dengan cara
analgesia regional.
3) Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat
pelumpuh otot atau general anestesi, atau dengan cara analgesia
regional
3. Stadium anestesi
Stadium anestesi merupakan penggolongan kedalaman anestesi pada
pasien dimana penggolongan atau klasifikasi stadium ini digunakan
untuk dapat mengetahui saat yang tepat untuk dilakukan pembedahan
(Mangku dan Senaphati, 2017).
a. Stadium I disebut sebagai Stadium analgesia
b. Stadium II disebut sebagai stadium eksitasi
c. Stadium III disebut sebagai stadium Pembedahan dibagi menjadi
1) Plana 1 (P1)
2) Plana 2 (P2)
3) Plana 3 (P3) Optimal untuk operasi
4) Plana 4 (P4)
8

d. Stadium IV, disebut stadium paralisis (kelebihan obat dan dapat


menyebabkan kematian)
4. Indikasi dilakukannya general anestesi
Indikasi dilakukannya general anestesi adalah pemberian anesthesia
umum pada pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan dan
diagnostic dengan memberikan obat – obatan yang memenuhi trias
anestesi yaitu Hipnotik, analgesia dan relaksasi (Mangku dan Senapathi,
2017).
5. Komplikasi general anestesi
Sebagian besar pasien mengalami pemulihan dari anestesi dan bedah
tanpa kejadian – kejadian khusus, akan tetapi, beberapa pasien dengan
jumlah yang tidak dapat diperkirakan mengalami komplikasi (Gwinnut,
2011). Komplikasi General Anestesi sebagai berikut: (Lin, Smith dan
Pinnock, 2017)
a. Reaksi Alergi
Pada saat pasien dianestesi, pasien diberikan berbagai macam obat –
obatan yang seringkali diberikan secara cepat. Obat – obatan ini
dapat menjadi ancaman yang serius bagi nyawa pasien. Riwayat
alergi pasien harus diketahui pada saat pre operatif. Anafilaksis dan
anafilaktoid merupakan reaksi yang tidak dapat diprediksi yang
berhubungan dengan pelepasan histamin dari sel mast. Anafilaksis
merupakan reaksi hipersensitifitas yang mengancam nyawa yang
merupakan reaksi hipersensitifitas tipe I yang timbul karena pasien
yang ter-ekspose suatu antigen. Salah satu gejala klinis anafilaksis
adalah Cardiovascular Collapse, diikuti gejala respiratorik dan
kutaneus (gejala pada kulit). Reaksi anafilaktoid merupakan reaksi
alergi yang lebih ringan dari anafilaksis dan tidak dimediasi oleh
pengikatan IgE. Mekanismenya berhubungan dengan aktivasi sel
mast dan basofil, dan aktivasi komplemen dan koagulasi yang cepat.
Agen yang biasa mencetus anafilaktoid antara lain opioid dan
benzylisoqioinolium muscle relaxant.
9

b. Aspirasi
Asipirasi pulmonal muncul ketika isi lambung memasuki cabang
pulmonal, diperkirakan kejadian ini muncul 2 – 5 per 10.000
anestetik dan biasanya pada operasi emergensi. Keparahan aspirasi
tergantung dari sifat cairan lambung, pH, dan volumenya. Sindrom
dari aspirasi pulmonal bisa bervariasi mulai dari iritasi ringan sampai
ke Acute Respiratory distress syndrome (ARDS) yang mengancam
nyawa.
c. Awaeness
Merupakan prioritas absolute dalam general anestesi, awareness saat
anestesi bisa sangat berbahaya untuk pasien yang masih dalam
proses pembedahan. Terdapat dua jenis awareness, yaitu:
1) explicit awareness
kesadaran dengan ingatan. reaksi spontan atau pada respon
ketika pasien dibangunkan.
2) implicit awareness
persepsi tanpa kesadaran dan ingatan yang akan mempengaruhi
sikap individual nantinya.
Awareness mungkin muncul pada stage manapun saat
pemberian anestesi mulai dari induksi hingga emergensi. Resiko
terjadinya awareness atau terbangunnya pasien saat di operasi
berhubungan dengan kedalaman anestesi saat di meja operasi.
d. Gangguan Respirasi
1) Hipoksia
Hipoksia dalam anestesi merupakan scenario yang umum dan
kemungkinan timbul kapan saja mulai dari induksi hingga
emergensi. Hipoksia merupakan penurunan kadar O2 perifer
hingga 93%. Hipoksia merupakan masalah yang fatal dan dapat
mengancam nyawa apabila tidak ditindak lanjuti segera. Faktor
penyebab terjadinya Hipoksia beragam diantaranya bisa karena
obstruksi, hipoventilasi, bronkospasme, penurunan curah
10

jantung, emboli, depresi nafas, maupun kesalahan dalam


monitor.
2) Bronkospasme
Manifestasi Bronkospasme intraoperatif: peningkatan tekanan
sirkuit, desaturasi, wheezing, penurunan volume tidal dan
hipoventilasi, fase ekspiratori yang panjang dengan kenaikan
pada capnography. Penyebab dari brongkospasme antara lain
reaksi alergi, iritasi jalan nafas, salah pemasangan endotracheal
tube, pneumothorak, kedalaman anestesi yang tidak adekuat.
Pasien yang beresiko antara lain pasien perokok, pasien dengan
asma, pasien dengan jalan nafas reaktif di ikuti dengan infeksi
saluran nafas bagian atas.
e. Gangguan Kardiovaskuler
1) Emboli
Emboli intraoperatif merupakan kejadian yang umum terjadi
diakibatkan oleh thrombus, adapun hal lain yang mengakibatkan
emboli adalah gas, lemak dan tumor langka atau cairan
amniotic. Resiko terjadinya thrombosis meningkat karena
beberapa faktor, antara lain merokok, lumpuh, keganasan,
menkonsumsi pill kontrasepsi, sebelumnya pernah menjalani
pembedahan, pembedahan pelvic atau ekstremitas bawah.
Thrombosis umumnya muncul di dalam vena pada ekstremitas
bawah dan pelvis. Melepasnya thrombus kedalam sirkulasi
menyebabkan tromboembolisme vena dimana bergejala seperti
syndrome embolisme paru. Embolisme lemak umumnya terjadi
setelah cedera tulang, bisa dari trauma atau instrumentasi
ortopedik dengan embolisasi dari globules atau butiran lemak
yang masuk kedalam sirkulasi sistemik. Gejala klinisnya mulai
dari Hipoksia ringan hingga fulminant cor pulmonale dengan
respon inflamasi dan disseminated intravascular coagulation.
Embolisme cairan amniotic biasanya muncul setelah diagnose
11

post mortem diikuti dengan kolapsnya sirkulasi pada kehamilan


dan melahirkan. Embolisme gas dihasilkan karena masuknya
gas kedalam sirkulasi vena yang diakibatkan tekanan
subatmospheric pada vena yang besar, dalam pembedahan
ketika vena terbuka dan diatas level atrium kanan. Embolisme
udara (gas) juga bisa terjadi diakibatkan oleh venous catheters.
2) Hipotensi
Hipotensi dalam anestesi didefinisikan ketika mean arterial
pressure (MAP) kurang dai 20% pada nilai preoperative, atau
bisa dilihat dibawah 60 mmHg. Jika terjadi hipotensi terlalu
lama dapat menyebabkan gagal organ atau cedera iskemik.
Penyebab hipotensi beragam mulai dari pemberian obat,
penurunan systemic vascular resistence (SVR) akibat dari
regional block, hipovolemi, hemorrhage akibat dari
pembedahan, reflex vagal dan aritmia.
f. Malignan hyperthermia
Malignan hyperthermia merupakan gangguan yang terjadi pada
otot rangka diikuti oleh pola autosomal dominan, dipicu oleh
terpaparnya suxamethonium dan semua volatile agent. Tanda dan
gejala dari hipertermia malignan ini adalah peningkatan suhu 1 – 2
0
C per jam, asidosis respiratorik, asidosis metabolik, aritmia,
hipoxaemia dan sianosis. Tanda dan gejala yang timbul pada otot
rangka antara lain spasme masseter diikuti presistensi terhadap
suxamethonium selama 2 menit, kekakuan beberapa grup otot,
hiperkalemia, myoglobinuria dan cedera ginjal akut, peningkatan
creatinine kinase. Tanda lain yang bisa muncul adalah disseminated
intravascular coagulation (DIC), odema serebral dan pulmonal.
12

B. Post Operative Nausea and Vomiting


1. Pengertian dari PONV
PONV (Post Operative Nausea and Vomiting) merupakan masalah
yang umum muncul pada pasca operasi. PONV merupakan mual dan
muntah yang terjadi setelah dilakukannya tindakan operasi. Mual dan
muntah merupakan respon umum yang muncul karena dipicu oleh
beragam stimulus mual yang melalui sistem saraf pusat maupun sistem
saraf perifer (Zhong dkk, 2021). Post Operative Nausea and Vomiting
merupakan masalah yang sering dijumpai 2 - 24 jam setelah operasi.
Mual (Nausea) merupakan suatu perasaan yang tidak nyaman pada
epigastrik. Kejadian ini biasanya disertai dengan menurunnya tonus otot
lambung, kontraksi, sekresi, meningkatnya aliran darah ke mukosa
intestinal, hipersalivasi, keringat dingin, detak jantung meningkat dan
perubahan ritme pernafasan. (Ariff, 2016).
Muntah didefinisikan sebagai keluarnya isi lambung melalui mulut. Hal
ini dapat terjadi sebagai refleks protektif untuk mengeluarkan bahan toksik
dari dalam tubuh atau untuk mengurangi tekanan dalam organ intestinal
yang bagian distalnya mengalami obstruksi. Kejadian ini biasanya
didahului nausea dan retching (Fithrah, 2014).
Retching merupakan upaya kuat involunter untuk muntah, tampak
sebagai gejala awal sebelum muntah. Upaya ini terdiri dari kontraksi
spasmodic otot diafragma dan dinding perut serta dalam waktu yang sama
terjadi relaksasi LES (lower esophageal spincter). Sfingter ini tertarik ke
atas oleh kontraksi otot longitudinal dari bagian atas esophagus. Selama
retching, isi lambung didorong masuk ke esophagus oleh tekanan
intraabdominal dan adanya peningkatan tekanan negative intratorakal,
bahan muntahan di esophagus akan kembali lagi ke lambung karena
adanya peristaltic esophagus (Fithrah, 2014).
Berbagai rangsangan merangsang pusat emetik yang terletak di
medulla. Pusat ini menerima berbagai sinyal dari saraf visceral afferent
yang berada dalam saluran pencernaan, chemoreceptor trigger zone
13

(CTZ), Cerebral cortex bagian atas, Cerebellum dan Vestibular Apparatus


(Moon, 2014). Apabila terjadi rangsangan atau gangguan pada saraf yang
dijelaskan tadi maka akan menimbulkan reflek mual muntah. Menurut
Suryani (2019) Pergerakan yang cepat pada pasien yang memiliki
gangguan vestibular bisa memicu muntah dan menjadi masalah serius
dalam pengaturan PACU (Post-anesthesia Care Unit), terutama pada
rawat jalan.
2. Patofisiologi mual muntah pasca bedah
Refleks muntah terjadi akibat koordinasi banyak jalur sensorik dari
reseptor di perifer dan di sistem saraf pusat. Impuls sensorik disampaikan
oleh saraf aferen menuju pusat muntah (Central Vomiting Center) atau
CVC. Di CVC, impuls tersebut diintegrasikan dan dihantarkan ke jalur
motorik dan autonom untuk mencetuskan rasa mual, retching, ataupun
muntah (Fithrah, 2014). Pada sistem saraf pusat, terdapat tiga struktur
yang dianggap sebagai pusat koordinasi refleks muntah, yaitu CTZ, pusat
muntah, dan nukleus traktus solitarius. Ketiga struktur tersebut terletak
pada daerah batang otak (Fithrah, 2014). Ada dua daerah anatomis di
medula yang berperan dalam refleks muntah, yaitu CTZ dan CVC.
a. Chemoreceptor trigger zone
CTZ terletak di area postrema pada dasar ujung kaudal ventrikel IV di
luar sawar darah otak. Reseptor di daerah ini diaktifkan oleh zat-zat
proemetik di dalam sirkulasi darah atau di cairan serebrospinal
(cerebrospinal fluid) atau CSF. Sinyal eferen dari CTZ dikirim ke
CVC dan selanjutnya melalui nervus vagus sebagai jalur eferen,
terjadilah serangkaian reaksi simpatisparasimpatis yang diakhiri
dengan refleks muntah. CVC terletak dekat nukleus traktus solitarius
dan di sekitar formasio retikularis medula tepat di bawah CTZ.
Chemoreceptor trigger zone mengandung reseptor-reseptor untuk
bermacam-macam senyawa neuroaktif yang dapat menyebabkan
refleks muntah (Fithrah, 2014)
14

b. Sistem Vestibuler (motion sickness dan mual akibat gangguan pada


telinga tengah)
Sistem vestibuler ini menyebabkan terjadinya mual dan muntah
sebagai akibat dari pembedahan yang melibatkan telinga bagian
tengah atau pergerakan setelah pembedahan (Ariff, 2016).
c. Higher cortial center pada sistem saraf pusat
Higher cortial center (sistem limbic) terlibat dalam terjadinya PONV
terutama hubungannya dalam timbulnya perasaan tidak
menyenangkan, penglihatan, bau, ingatan, dan ketakutan (Ariff,
2016).
d. Nervus vagus (membawa sinyal dari traktus gastrointestinal)
Nervus vagus mendapat asupan dari usus dapat mengaktivasi pusat
muntah dan juga aksi aferen dari CTZ. Di dalam saluran
Gastrointestinal (GI), saraf vagus terdapat pemicu mual dan muntah,
seperti iritasi lambung, dan membentuk sinapsis di dalam nucleus
tractus solitarius batang otak, daerah lain yang penting dalam muntah
(Suryani, 2020).
Sensor utama stimulus somatik berlokasi di usus dan CTZ.
Stimulus emetik dari usus berasal dari Kemoreseptor dan
mekanoreseptor yang merupakan dua tipe serat saraf afferent vagus
(Islam dan Jain dalam Ariff, 2016).
1) Mekano reseptor : berlokasi pada dinding usus dan diaktifkan
oleh kontraksi dan distensi usus, kerusakan fisik dan manipulasi
selama operasi.
2) Kemoreseptor : berlokasi pada mukosa usus bagian atas dan
sensitive terhadap stimulus kimia.
3. Etiologi PONV
Menurut Zhong dkk (2021) PONV dapat dipicu oleh beberapa
mekanisme. pertama, masuknya zat asing seperti racun, obat, bakteri, virus
ataupun fungi kedalam lumen Gastrointestinal tract yang memberikan
stimulus ke nucleus batang otak yang berada pada dorsal vagal complex
15

dengan melepas neurotransmitter lokal di gastrointestinal tract bagian atas


yang selanjutnya menyebabkan aktivasi reseptor yang ada pada saraf
vagus atau saraf splanich. Mekanisme yang kedua zat beracun, obat
ataupun organisme infeksius yang memasuki tubuh secara sistemik yang
kemudian menstimulasi nucleus dorsal vagal complex di dalam batang
otak. Ketiga, respon patologis yang terjadi di gastrointestinal tract yang
menstimulasi vagal afferent atau organ dalam lainnya (contohnya jantung)
yang menstimulasi saraf visceral. Keempat, stimulasi emosional dan
kognitif pada sistem saraf pusat (SSP), termasuk Cerebral Cortex dan
sistem limbic. Kelima, akibat terjadinya gangguan pada sistem vestibuler
dan serebelum menyebabkan terjadinya motion sicknes. Proses terjadinya
mual dan muntah diakibatkan oleh interaksi terus menerus diantara
gastrointestinal tract termasuk sistem saraf enteric, SSP dan sistem saraf
otonom.
4. Faktor – faktor pencetus PONV

Faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya PONV beragam,


Menurut Elvir-Lazo (2020) menyatakan ada tiga faktor yang
mempengaruhi PONV, yaitu faktor pasien, faktor anestesi, dan faktor
prosedural.
a. Faktor pasien
Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan pasien antara lain :
1) Usia
Usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan
suatu makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Menurut
Depkes, secara biologis di bagi menjadi (Depkes RI, 2009, dalam
Ananda, 2020):
a) Balita (0 – 5 tahun)
b) Anak (5 – 11 tahun)
c) Remaja awal (12 – 16 tahun)
d) Remaja akhir (17 – 25 tahun)
e) Dewasa awal (26 – 35 tahun)
16

f) Dewasa akhir (36 – 45 tahun)


g) Lansia awal (46 – 55 tahun)
h) Lansia akhir (56 – 65 tahun)
i) Manula (>65 tahun)
Usia adalah salah satu faktor yang menyebabkan mual dan
muntah pada pasien pasca operasi. Insiden PONV meningkat
pada usia anak hingga remaja, konstan pada usia dewasa, dan
akan menurun pada lansia, yaitu pada bayi sebesar 5%, pada usia
dibawah 5 tahun sebesar 25%, pada usia 6 – 16 tahun sebesar 42
– 51% dan pada dewasa sebesar 14 – 40% serta PONV
biasanya menurun setelah usia 60 tahun (Chatterjee, Rudra,
dan Sangupta dalam Ananda, 2020).
2) jenis kelamin
jenis kelamin wanita secara umum dikatakan sebagai salah satu
faktor resiko post operative Nausea (PON), tetapi tidak pada post
operative vomiting, wanita mengalami tiga sampai empat kali
frekuensi lebih banyak daripada laki – laki (Stoicea dkk, 2015).
Menurut Ikshan dan Yunafri (2020) Wanita dewasa lebih kurang
tiga kali lebih sering mengalami PONV daripada pria. Frekuensi
yang tinggi pada wanita diakibatkan adanya pengaruh hormonal
yang berkontribusi dalam sesitivitas terhadap PONV. Penelitian
Iliana et al dalam Ikhsan dan Yunafri (2020) tingginya insidensi
PONV pada wanita dipengaruhi oleh peningkatan kadar hormon
dengan risiko tertinggi terjadi pada minggu ketiga dan keempat
dari siklus menstruasi. Selama fase menstruasi paparan follicle
stimulating hormone (FSH), progesteron, dan estrogen pada CTZ
dapat mengakibatkan terjadinya PONV (Ikhsan dan Yunafri,
2020).
3) Riwayat PONV sebelumnya atau motion sickness
17

pasien yang memiliki riwayat PONV atau motion sickness


sebelumnya bereiko empat kali dalam mengalami PONV lagi,
jika diberikan opioid setelah prosedur (Stoicea dkk, 2015).
4) Status perokok/non-perokok
pasien non-perokok mempunyai risiko PONV dua kali lipat
jika dibandingkan pasien perokok, ini disebabkan karena nikotin
meningkatkan konsentrasi synaps dari dopamine dengan
menghambat jalur GABAergik (Fakhrunnisa, 2017). Vacanti dan
Charles (2011) menjelaskan bahwa obat – obatan yang
digunakan dalam general anestesi bersifat emetogenik. Perokok
aktif cenderung lebih toleran terhadap zat emetogenik akibat dari
zat yang terkandung dalam rokok, akibatnya perokok aktif lebih
toleran terhadap emetogenik yang terkandung dalam obat-obatan
anestesi sehingga dapat menyebabkan penurunan respon PONV.
5) pemberian analgesic Opioid
Opioid yang diberikan sebagai obat premedikasi pada pasien
dapat meningkatkan kejadian PONV karena opioid sendiri
mempunyai reseptor di CTZ, namun berbeda dengan efek obat
golongan benzodiazepine sebagai anti cemas, obat ini juga dapat
meningkatkan efek hambatan dari GABA dan menurunkan
aktifitas dari dopaminergik, dan pelepasan 5 HT3 di otak
(Ananda, 2020).
a. Faktor Anestesi :
1) Tehnik Anetesi
Pasien yang dilakukan tindakan general anestesi lebih
beresiko mengalami PONV daripada yang menggunakan
tehnik regional anestesi. Pasien yang diberikan tindakan
regional anestesi memiliki resiko Sembilan kali lebih
kecil daripada pasien yang diberikan general anestesi.
Emesis pada sentral neuraksial blok lebih kuat daripada
blok saraf perifer karena berhubungan dengan blok
18

sistem saraf simpatetik, yang berkontribusi hipotensi


postural yang menyebabkan mual dan muntah (Shaikh,
Nagarekha, Hegade, dan Marutheesh, 2016).
2) volatile agent
Penggunaan volatile agent meningkatkan resiko
PONV 13,35 kali dibandingkan induksi anestesi
intravena menggunakan propofol. Volatile agent
merupakan pencetus utama terjadinya PONV 2 jam
setelah operasi, tidak ada perbandingan signifikan dalam
penggunaan tipe volatile agent seperti sevoflurant atau
desfluran (Hasegawa, Abe, Hayashi, Furuta dan
Ishihama, 2021).
3) penggunaan Nitrous oxide (>50%)
Penggunaan nitrous oksida (N2O) dapat
meningkatkan risiko PONV sebesar 20% (Peyton dan
Wu, 2014). Waktu sangat berperan penting dalam
timbulnya PONV yang dipengaruhi oleh Nitrous oxide,
semakin lama waktu operasi semakin besar resiko terjadi
PONV.
4) durasi anestesi yang lama
Durasi anestesi yang lama berhubungan dengan
penggunaan nitrous oksida dimana Pada penelitian
Myles dkk (2016) mengungkapkan bahwa risiko PONV
yang lebih tinggi terjadi karena waktu paparan terhadap
nitrous oksida lebih dari 2 jam ketika pembedahan.
5) penggunaan analgesi opioid pada intraoperative dan
postoperative
menurut Elvir-Lazo, White, Yumul, dan Eng (2020)
penggunaan Opioid berhubungan dengan jumlah
kejadian efek samping perioperatif, salah satunya adalah
PONV, dan ini dapat menyebabkan melambatnya
19

pemulangan pasien dan kembalinya pasien ke aktifitas


normal sehari – hari. Li et al dalam Elvir-Lazo, White,
Yumul, dan Eng (2020) mendemonstrasikan bahwa
pasien wanita non-perokok yang mengalami ketika
diberikan induksi-fentanyl, kemungkinan akan
mengalami PONV.
6) Penambahan dosis neostigmine (>3 mg)
Neostigmin merupakan salah satu faktor pencetus
terjadinya PONV dimana pada penelitian Elvir-Lazo,
White, Yumul, dan Eng (2020) menyatakan bahwa
penurunan dosis Neostigmin masih belum bisa
mengurangi resiko dasar terjadinya PONV. Pada
penelitian Yağan et al. melaporkan bahwa pemberian
sugammadex 2 mg/kg (dibandingkan Neostigmin 50
µg/kg ditambah atropine 0.2 mg/kg) menurunkan
insidensi PONV pada jam pertama setelah operasi dan
membutuhkan sedikit terapi antiemetic pada 24 jam
pertama setelah operasi payudara, strabismus, dan
operasi telinga tengah.
b. Faktor prosedural:
1) Waktu prosedur pembedahan yang diperpanjang
Waktu pembedahan yang lama bisa menjadi predictor
terjadinya PONV, setiap 30 menit resiko Ponv
bertambah hingga 60%. (Elvir-Lazo, White, Yumul, dan
Eng , 2020).
2) kategori pembedahan
Beberapa tipe pembedahan (contohnya: ophthalmic,
oral, dan pembedahan maxillofacial, pembedahan THT,
bedah saraf, laparascopy, abdominal, cholecystectomy,
dan pembedahan gynecological) memiliki resiko tinggi
terjadinya PONV kemungkinan karena lama terpapar
20

oleh general anestesi dan penggunaan dosis besar


medikasi opioid. (Elvir-Lazo, White, Yumul, dan Eng ,
2020)
5. Klasifikasi PONV
Menurut Wang dkk. (2015) PONV dapat dikelompokkan menjadi tiga
kategori, sebagai berikut:
a. Early PONV, yaitu mual dan/atau muntah yang timbul dalam waktu
2-6 jam pascaoperasi.
b. Late PONV, yaitu mual dan/atau muntah yang timbul dalam waktu 6-
24 jam pascaoperasi.
c. Delayed PONV, yaitu mual dan/atau muntah yang timbul setelah 24
jam pascaoperasi.
6. Tanda dan gejala
Gejala terjadinya mual sampai dengan muntah, sebagai berikut:
(Pujamukti dalam Sekaryani 2021).
a. Gejala mual meliputi keringat dingin, salivasi, takikardi, bernafas
dalam, pylorus membuka, kontraksi duodenum/yeyenum, dan dapat
terjadi regurgitasi dari usus halus ke lambung.
b. Gejala muntah meliputi inspirasi dalam dengan kontraksi diafragma,
otot dengan perut berkontraksi, kontraksi otot faring menutup glottis
dan naresposterior, anti peristaltic pada lambung, pylorus menutup,
sfinkter esophagus atas dan bawah membuka.
c. Gejala retching meliputi lambung berkontraksi, sfinkter esophagus
bawah membuka sedangkan sfinkter esophagus atas masih menutup,
inspirasi dalam dengan kontraksi diafragma diikuti dengan relaksasi
otot dengan perut dan lambung.
7. Komplikasi PONV
Walaupun masalah ini terlihat tidak berbahaya, pada kenyataanya
PONV bisa berdampak fatal apabila tidak ditangani dengan segera. Mual
muntah pasca operasi dapat menyebabkan terbukanya luka, rupture
esophagus, aspirasi, dehidrasi, peningkatan tekanan intrakranial dan
21

pneumothorax (Ikhsan dan Yunafri, 2020). PONV juga dapat


menyebabkan perpanjangan masa pengawasan di Post-Anesthesia Care
(PACU) dan meningkatkan kejadian rawat kembali ke rumah yang tidak
diduga (readmission).
8. Penatalaksanaan medis
Terdapat dua terapi dalam menangani PONV, yaitu dengan terapi
farmakologi dan terapi non-farmakologi (Stoicea dkk, 2015).
a. Terapi farmakologi
Antiemetik secara luas digunakan untuk mengatasi PONV dan
umunya menjadikannya penanganan dan propilaksis untuk pasien
beresiko. Beberapa kelas anti-emetik tersedia diantaranya histamine
antagonists, muscarinic acetylcholine antagonists, dopamine
antagonists, corticosteroids, 5-HT3antagonists, dan tachykinin 1
antagonists. 5-HT3receptor antagonists adalah tipe antiemetik yang
umum digunakan dengan ondansetron yang paling sering diresepkan.
Droperidol yaitu obat yang merupakan selektif dopamine receptor
antagonist, dexamethasone yaitu merupakan corticosteroid,
transdermal scopolamine merupakan a non-selective, muscarinic
acetylcholine receptor antagonist, dan yang terbaru adalah 5-
HT3antagonist yaitu palonosetron, semua sudah digunakan untuk
menangani PONV.
1) Cholinergic Receptor Antagonists
Cholinergic receptor antagonists merupakan salah satu obat
tertua diantara obat antiemetic. Obat ini memblok receptor
muscarinic di Cerebral Cortex dan pons yang menginduksi efek
antiemetic. Obat yang paling efektif di kelasnya adalah
Scopolamine. merupakan competitive inhibitor pada
postganglionic muscarinic receptors di sistem saraf
parasympathetic dan bereaksi langsung pada sistem saraf pusat
dengan mengantagoniskan transmisi kolinergik di Nukleus
Verstibular. Obat ini diberikan melalui transdermal patch karena
22

paruh-waktu yang singkat dan dosis sebanyak 1,5 mg disekresi


selama 72 jam. Dalam meta-analisis sekala besar, profilaksis
transdermal scopolamine dilaporkan secara signifikan
menurunkan PONV. Efek samping dari scopolamine antara lain:
mulut kering, dan gangguan pengelihatan. Pasien tidak
diperbolehkan menyentuh matanya dengan tangan setelah
memegang patch, untuk mencegah terjadinya midriasis.
2) Histamine receptor antagonists
H1 histamine reseptor antagonists sudah ditunjukan dapat
mencegah PONV. Obat ini memblok reseptor asetilkolin di
vestibular apparatus dan reseptor histamine di nukleus traktus
solitaritus dengan sifat antikolinergik. Agen ini walaupun relatif
tidak spesifik dibandingkan obat – obatan pada kelas yang lain
yang mempunyai sifat antikolinergik. Studi pada reseptor H1
antagonis terbatas, dibandingkan dengan antiemetic lainnya,
tetapi studi itu hanya menunjukan bahwa obat – obatan ini
kurang efektif daripada 5-HT3 antagonist. Efek samping dari
histamin reseptor antagonist adalah mengantuk, retensi urin,
mulut kering dan pengelihatan yang kabur.
3) Antagonis serotonin
5-HT3 antagonis adalah antiemetik yang umum digunakan
dalam pengaturan perioperatif. Obat-obatan ini secara perifer
memblokir vagal afferent usus dan bekerja secara sentral di area
postrema. Yang paling umum digunakan 5-HT3 antagonist di
Barat adalah ondansetron, dan ini juga yang paling baik dalam
studi dari kelas obat ini. Banyak studi skala besar dan tinjauan
sistematis Cochrane telah menunjukkan dan menyatakan bahwa
pemberian pencegahan ondansetron mengurangi PONV sebesar
25%. Investigasi terbaru dari ondansetron mengarah pada
peringatan baru FDA (Food and Drug Administration)
mengenai penggunaan obat tersebut kepada pasien dengan
23

Prolonged QT (gelombang Q dan T) Interval. 5-HT3 lainnya


antara lain: granisetron, tropisetron, ramosetron, dan
palonosetron.
4) Dopamin Antagonis
Reseptor Dopamine, kususnya D2 and D3, terbukti memegang
peran penting dalam terjadinya mual dan muntah.
Mekanismenya melibatkan pemblokiran adenilat siklase untuk
mengurangi jumlah cyclase Adenosia monofosfate (cAMP) di
neuron pada nucleus traktus solitaritus dan area postrema.
5) Metoclopramide
Merupakan reseptor antagonis D2 yang kuat dan memblok
reseptor H1 dan 5-HT3 dan juga memblok reseptor D2. Obat ini
juga memblok reseptor D2 di saluran pencernaan dan
meningkatkan reseptor 5-HT4, meningkatkan sifat prokinetik
yang menyebabkan efek antiemetic. Metoclopramid
meningkatkan motilitas pada saluran pencernaan atas untuk
mengosongkan lambung tanpa mempengaruhi sekresi
pencernaan, bilier, atau pancreas. Peristaltic duodenal juga
meningkat, dimana menurunkan waktu transit usus. Obat ini
meningkatkan kekuatan sfingter gastroesophageal dan
menurunkan kekuatan sfingter pyloric dan juga membantu
mencegah pengosongan lambung yang terjeda berhubungan
dengan penggunaan opioid. Dosis metoclopramid pada
umumnya diberikan sebanyak 10 mg, meta-analisis terbaru
menunjukan bahwa tidak ada efek samping dari
metoclopramide, seperti gejala ekstrapiramidal, dizziness, sakit
kepala, dan sedasi, pada dosis pada level ini.
6) Droperidol
Droperidol merupakan reseptor Dopamin D2 antagonis yang
relatif selektif dalam mengikat reseptor D2 yang terletak di area
postrema. Obat ini terbukti dapat mencegah efek PONV, dan
24

efektif seperti ondansetron atau dexametason. Meta-analisis


terbaru menunjukan droperidol dosis rendah (<1 mg atau <0.15
μg/kg) efektif dan tidak ada perbedaan signifikan diantara dosis
0.25, 0.625, 1, and 1.25 mg. efek samping yang umum terjadi
dari droperidol adalah gelombang QT yang panjang dan
malignant ventricular arytmia.
7) Phenothiazines
Sifat antiemetic pada phenothiazine derivatives berada pada
reseptor D2 antagonis yang beraksi pada CTZ. Dengan kata lain,
obat ini memiliki efek histamine-blocking. Walau begitu agen
ini tidak umum digunakan sebagai pencegahan PONV karena
paruh-waktu yang singkat dan dapat menyebabkan sedasi berat.
8) NK1 antagonist (aprepitant)
Reseptor NK1 antagonis merupakan zat yang tergolong baru
yang dikembangkan pada awal 2000-an. Aktivitas obat ini
muncul terutama pada nucleus traktus solitaritus dan
kemungkinan pada area formasi reticular, dimana berpotensi
berikatan pada reseptor NK1 yang berimplikasi pada reflek
emetik. NK1 antagonis diketahui lebih efektif untuk mencegah
emesis (muntah) daripada nausea (mual). Aprepitant merupakan
oral reseptor NK1 yang paling banyak digunakan. Obat ini
diberikan dengan cara melalui oral 1-2 jam sebelum operasi.
Satu komparatif studi menunjukan frekuensi post operative
vomiting yang rendah pada pasien yang diberikan aprepitant,
dibandingkan dengan pasien yang diberikan ondansetron, tetapi
tidak ada perbedaan kejadian mual pada masing – masing grup.
Aprepitant efektif ketika digunakan pada pendekatan
multimodal untuk pencegahan PONV, kususnya pada
pencegahan muntah.
9) Dexametason
25

Karena mekanisme yang rumit yang mendasari pathogenesis


PONV, dua atau lebih obat dengan mekanisme aksi yang
berbeda haus digunakan bersamaan untuk pencegahan.
Kombinasi yang umum digunakan tanpa efek samping adalah
kombinasi dexametason dan reseptor 5-HT3 antagonis. Pada
keadaan tertentu, dexametason lebih efektif ketika diberikan saat
awal pembedahan, karena onset yang relatif singkat. Teori
terbaru menunjukan bahwa obat ini memiliki efek antiinflamasi
yang bisa digunakan untuk mengurangi inflamasi dan edema.
b. Terapi non-farmakologi
Terapi non-farmakologi menurut Stoicea dkk (2015), selama lebih
dari dua ratus tahun, hypnosis, relaxation imagery, music therapy,
aromaterapi, akupressure (Apr), akupuncture (APu), and
electroacupuncture (EAPu) sudah diteliti dan biasanya digunakan
untuk anestesi dan analgesi di prosedur medis dan bedah. Studi dan
publikasi terbaru memberikan pencerahan penggunaan perawatan
alternative untuk PONV, melalui modulasi dari endogen opioid
neuropeptida dan neurokinin ligands.
1) Terapi hypnosis
Hypnosis sudah digunakan pada perioperatif klinis untuk
meredakan nyeri postoperative dan PONV. Pada saat terapi
hypnosis, perawat yang sudah terlatih tehnik hypnotic memberikan
strategi konsentrasi ke pasien pada fase induksi. Strategi ini
mempermudah pasien memasuki keadaan penurunan kesadaran.
Pada stage berikutnya, yang biasa disebut deepening, hypnosis
berupaya memperdalam pencarian hayalan dan ingatan yang
berfokus pada relaksasi. Pada stage ini yang diketahui sebagai
disosiasi, pasien mengalami pemisahan komponen prilaku, ketika
pada keadaan seperti bermimpi, pasien mengingat memorinya
sendiri pada keadaan ini, penghipnotis memberikan sugesti yang
26

memperkuat perasaan rileks dan sejahtera, yang berlawanan dengan


nyeri atau muntah.
2) Relaxation Imagery
hayalan terpandu merupakan bentuk terapi personal dimana
pasien menciptakan scenario hayalan yang merelaksasi untuk
meredakan ansietas dan nyeri.
3) Terapi musik
Selain terapi hipnotik, terapi musik digunakan untuk
memperdalam level sedasi dan menurunkan ansietas, antiemetic
dan kebutuhan analgesic, waktu perawatan rumah sakit dan
keletihan. Studi randomized control pada 35 pasien yang akan
dilakukan tindakan pembedahan dengan spinal anestesi dan TIVA
(Total intravenous anesthesia) dengan propofol menunjukan
penurunan signifikan penggunaan propofol pada kelompok pasien
yang diberikan terapi music dibandingkan dengan kelompok
control.
4) Aromaterapi
Salah satu Adjuvant PONV adalah aromaterapi, diadopsi dari
penggunaan obat herbal tradisional untuk menyembuhkan berbagai
penyakit ringan. Isopropyl alcohol dan minyak peppermint
keduanya dipakai pada studi sebelumnya untuk mengurangi PONV.
5) Akupresur
Acupressure dipercaya bekerja dengan meningkatkan pelepasan
β-endorphins dari hypothalamus menuju cairan serebrospinal.
Transduksi sinyal dari dermis hingga ke hypotalamus terjadi karena
serat saraf Aβ dan Aδafferent menuju ke spinal dorsal horn. β-
endorphins dipercaya memiliki efek antiemetic, terdapat dasar
neurobiological yang jelas untuk efek antiemetik APu. Majholm et
al dalam Stoicea dkk (2015) mempelajari penggunaan akupresur di
titik akupoint P6, terletak 2 cuns (4 cm) kira – kira di lipatan
melintang diantara tendon carpi radialis dan Palmaris longus.
27

Studi menemukan wristbands tidak memiliki efek antiemetic


terhadap placebo. Studi melaporkan efek samping ringan pada
sampel studi ke tiga, yaitu kemerahan dan bengkak.
6) Akupuntur
Pada penelitian Stoicea dkk (2015), penerapan akupuntur pada
akupoint P6 terbukti berguna dalam mencegah early PONV,
Postdischarge nausea, dan muntah. Korinenko et.al. dalam Stoicea
dkk (2015) melakukan studi randomized controlled study pada
pasien bedah jantung dimana kejadian Post Operative Nausea
(PON) berkurang secara signifikan setelah diberikan akupuntur saat
pre-operatif.
7) Elektro-akupuntur
Elektro-Akupuntur memberikan efek analgesi dan antiemetic
dengan melepas neuropeptida opioid dan modulasi dari
serotonergic, norephrinergic, tachykininergic, dan sistem endorphin
endogen (Stoicea dkk, 2015).
9. Penilaian PONV
PONV dapat berlangsung dalam beberapa menit, jam dan hari. Hal ini
tergantung dari kondisi pasien. Adapun tahapannya sebagai berikut: Wang
dkk (2015)
a. Early PONV, yaitu mual dan / atau muntah yang timbul dalam waktu 2-
6 jam pascaoperasi.
b. Late PONV, yaitu mual dan / atau muntah yang timbul dalam waktu 6-
24 jam pascaoperasi.
c. Delayed PONV, yaitu mual dan/atau muntah yang timbul setelah 24
jam pascaoperasi.
Apfel score merupakan penilaian terhadap resiko PONV pasien yang
menunjukan apakah pasien beresiko tinggi dalam mengalami PONV
atau rendah. Apfel skor yang di sederhanakan memasukkan data pasien
antara lain jenis kelamin, riwayat PONV dan/atau Motion Sickness,
status perokok, dan penggunaan opioid post operatif. (Hasegawa dkk,
28

2021). Satu point diberikan pada item yang diaplikasikan dengan skor
maksimum 4 point. Sesuai dengan guidlinenya, skor apfel dibagi
menjadi:
a. Low/rendah (0 – 1)
b. Mild/sedang (2)
c. High/tinggi (3 – 4)
Myles dan Wengritzky (2012) membuat rancangan tentang skala
mual muntah yang disederhanakan berdasarkan penilaian yang
dilakukan oleh pasien terhadap dampak dari mual pasca operasi dan
berapa kali mereka mengalami muntah pada pemulihan pasca operasi.
Berikut scoring yang ditetapkan oleh Myles dan Wengritzky (2012):
Mengenai frekuensi muntah dan dry retching/upaya untuk muntah
0 = tidak ada
1 = Satu kali
2 = Dua kali
3 = Tiga kali atau lebih
Mengenai rasa mual
0 = Tidak sama sekali
1 = Kadang-kadang
2 = Sering,
3 = Selalu
Kedua jawaban dijumlahkan, apabila jumlah skor 0 – 4 = pasien tidak
mengalami PONV, jika skor 5 – 6 = pasien mengalami PONV.
Penelitian Pang, Wu, Lin, Chang, dan Huang (2002) memiliki drajat
penilaian PONV dengan 5 skala yaitu :
0 = tidak ada mual muntah.
1 = mual kurang dari 10 menit dan muntah hanya sekali, tidak
memerlukan terapi.
2 = mual menetap lebih 10 menit, muntah 2 kali, tidak memerlukan
terapi. „
29

3 = mual menetap lebih 10 menit, muntah lebih 2 kali, serta


memerlukan terapi.
4 = mual muntah yang tidak berespons terhadap terapi.
Jika PONV dengan nilai 3 atau lebih, diberi antiemetik tambahan
golongan lain, yaitu droperidol 0,625 mg intravena.6,20 (Pang dkk,
2002)

C. Kebiasaan Merokok
1. Definisi
Rokok merupakan produk tembakau yang dikonsumsi dengan cara
dibakar dan dihisap atau dihirup asapnya, produk yang terbuat dari
tembakau antara lain cerutu, rokok kretek, rokok putih, atau produk
lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana
rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung
nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan (PP RI NOMOR 109,
2012).
Perilaku merokok adalah suatu aktivitas membakar dan menghisap
tembakau kemudian mengeluarkan asapnya yang dapat terhisap oleh orang
di sekitarnya (Sanjiwani dan Budisetyani, 2014). Perilaku merokok
seseorang secara keseluruhan dapat dilihat dari jumlah rokok yang
dihisapnya. Seberapa banyak seseorang merokok dapat diketahui melalui
intensi merokoknya. Intensi merokok dapat diartikan sebagai besaran atau
kekuatan untuk suatu tingkah laku. Berdasarkan hal tersebut perilaku
merokok seseorang dapat dikatakan tinggi maupun rendah yang dapat
diketahui dari intensi merokoknya yaitu banyaknya seseorang dalam
merokok (Kartono, 2003 dalam Giyati, 2017). Perilaku merokok adalah
suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok, kemudian menghisap dan
menghembuskannya keluar, serta dapat menimbulkan asap yang dapat
terhisap oleh diri sendiri maupun orang-orang di sekitarnya, dan apabila
dilihat dari berat sampai ringannya perilaku merokok dapat diukur dengan
melihat intensi merokok, tempat merokok, situasi merokok, dan fungsi
30

merokok dalam kehidupan sehari – hari (Giyati, 2017). Perilaku merokok


merupakan perilaku yang menyenangkan dan bergeser menjadi aktivitas
yang bersifat obsesif. Hal ini disebabkan sifat nikotin adalah adiktif, jika
dihentikan secara tiba – tiba akan menimbulkan stress (Febriantoro, 2016).
Perokok laki-laki jauh lebih tinggi dibandingkan perempuan dimana jika
diuraikan menurut umur, prevalensi perokok laki-laki paling tinggi pada
umur 15-19 tahun. Remaja laki-laki pada umumnya mengkonsumsi 11-20
batang/hari (49,8%) dan yang mengkonsumsi lebih dari 20 batang/hari
sebesar 5,6% (Nasution, 2007).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa
perilaku merokok adalah aktivitas menghirup dan menghembuskan asap
rokok yang dapat terhisap oleh diri sendiri maupun orang-orang di
sekitarnya yang bersifat adiktif dimana perilakunya dapat dilihat
berdasarkan intensi merokok, tempat merokok, situasi merokok, dan
fungsi merokok dalam kehidupan sehari – hari.
1. Tipe Perilaku Merokok
Merokok tidak terjadi dalam sekali waktu, hal ini karena adanya
proses yang dilalui, yaitu: periode eksperimen awal (mencoba-coba),
tekanan teman sebaya dan akhirnya mengembangkan sikap mengenai
seperti apa seorang perokok. Ada empat tahapan yang merupakan
proses menjadi perokok (Leventhal dan Clearly, dalam Giyati, 2017),
yaitu:
a. Tahap preparatory (persiapan). Seseorang mendapatkan
gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara
mendengar, melihat, atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini
menimbulkan minat untuk merokok.
b. Tahap initiation (inisiasi). Tahap perintisan merokok yaitu tahap
apakah seseorang akan meneruskan ataukah tidak terhadap
perilaku merokok.
31

c. Tahap becoming a smoker (menjadi perokok). Apabila seseorang


telah mengkonsumsi rokok sebanyak empat batang per hari maka
mempunyai kecenderungan menjadi perokok.
d. Tahap maintenance of smoking (pemeliharaan). Tahap ini
merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan
diri (self-regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek
fisiologis yang menyenangkan.

Menurut Komalasari dan Helmi (2000) perilaku merokok


merupakan aktivitas seseorang yang berhubungan dengan perilaku
merokoknya yang dapat diukur menggunakan alat bantu empat (4)
faktor yaitu: intensi merokok, tempat merokok, situasi merokok, dan
fungsi merokok. Intensi merokok yaitu seberapa sering individu
melakukan aktivitas merokok.

a. Intensi merokok dapat diukur dengan menggunakan tipe perokok


adalah :
1) perokok ringan (1-10 batang sehari)
2) perokok sedang (11-20 batang sehari)
3) perokok berat (lebih dari 24 batang sehari) (Sitepoe, 2000),

Sedangkan menurut Smet (1994), ada tiga tipe yaitu :


1) perokok berat (lebih dari 15 batas rokok dalam sehari),
2) perokok sedang (5-14 batang rokok dalam sehari), dan
3) perokok ringan (1-4 batang rokok dalam sehari).
b. Tempat merokok juga mencerminkan pola perilaku merokok.
Berdasarkan tempat-tempat dimana seseorang menghisap rokok,
maka Mu’tadin (2002) dalam Nasution (2007) menggolongkan
tipe perilaku merokok menjadi:
1) Merokok di tempat-tempat umum / ruang publik
a) Kelompok homogen (sama – sama perokok), secara
bergerombol mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya
32

mereka masih menghargai orang lain, karena itumereka


menempatkan diri di smoking area.
b) Kelompok yang heterogen (merokok ditengah orang-
orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo,
orang sakit, dll).
2) Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi
a) Kantor atau di kamar tidur pribadi. Perokok memilih
tempat-tempat seperti ini yang sebagai tempat merokok
digolongkan kepada individu yang kurang menjaga
kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang mencekam.
b) Toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang
yang suka berfantasi.
c. Situasi merokok yaitu kapan individu merokok. Menurut
Mu’tadin (2002), situasi merokok adalah perilaku merokok yang
dipengaruhi oleh keadaan yang dialaminya pada saat itu,
misalnya ketika sedang berkumpul dengan teman, cuaca dingin,
setelah dimarahi orangtua dan lain sebagainya.
d. Fungsi merokok yaitu seberapa penting aktivitas merokok bagi
seorang individu dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Nasution
(2007), fungsi merokok ditunjukkan dengan perasaan yang
dialami perokok, seperti perasaan positif maupun perasaan
negatif.
Smet dalam Nasution (2007) menyatakan bahwa usia pertama kali
merokok pada umumnya berkisar antara 11 – 13 tahun dan pada
umumnya individu pada usia tersebut merokok sebelum berusia 18
tahun.
2. Jenis Rokok
Jenis Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Jenis rokok
berdasarkan bahan pembungkus rokok, bahan baku / isi rokok, proses
pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok (Lutfiana, M.
2021).
33

a. Rokok berdasarkan bahan pembungkus.


1) Klobot: bahan pembungkusnya dari daun jagung.
2) Kawung: bahan pembungkusnya dari daun aren.
3) Sigaret: bahan pembungkusnya dari kertas.
4) Cerutu: bahan pembungkusnya dari daun tembakau.
b. Rokok berdasarkan bahan baku atau isi.
1) Rokok Putih: bahan baku atau isinya tembakau yang diberi
saus supaya memberikan aroma tertentu dan efek rasa.
2) Rokok Kretek: bahan baku atau isinya dari cengkeh dan
tembakau, cengkeh diberi saus untuk mendapatkan efek rasa
dan aroma tertentu.
3) Rokok Klembak: bahan baku atau isinya dari daun tembakau,
cengkeh, dan kemenyan yang ditambah saus untuk
mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
c. Rokok berdasarkan proses pembuatannya.
1) Sigaret Kretek Tangan : rokok ini pembuatannya dengan cara
dilinting atau digiling menggunakan tangan atau alat bantu
sederhana.
2) Sigaret Kretek Mesin : pembuatan rokok ini prosesnya
menggunakan mesin dengan cara material rokoknya
dimasukkan ke dalam mesin pembuat rokok. Hasilnya berupa
rokok batangan.
d. Rokok berdasarkan penggunaan filter.
1) Rokok Filter Rokok yang pangkalnya terdapat gabus.
2) Rokok Non Filter Rokok yang pangkalnya tidak terdapat
gabus.
e. Rokok dilihat dari komposisinya :
1) Bidis: Tembakau digulung dengan daun temburni kering lalu
diikat dengan benang. Kandungan karbon monoksida dan tar
lebih tinggi daripada rokok buatan pabrik. Dapat ditemukan
di Asia Tenggara dan India.
34

2) Cigar: Terbuat dari fermentasi tembakau yang diasapi lalu


digulung dengan daun tembakau. Terdapat berbagai jenis
yang berbeda di setiap negara, yang terkenal dari Havana,
Kuba.
3) Kretek: Terbuat dari cengkeh dengan campuran tembakau
yang aroma cengkehnya mempunyai efek mati rasa dan sakit
saluran pernapasan. Rokok ini paling berkembang dan
banyak di Indonesia.
4) Tembakau kunyah atau langsung ke mulut biasa digunakan di
Asia Tenggara dan India. Terdapat beberapa jenis, yaitu
tembakau kering yang dihisap dengan hidung atau mulut dan
diletakkan antara pipi dengan gusi.
5) Hubbly bubbly atau shisha: Tembakau ini termasuk jenis dari
buah-buahan atau dari rasa buah-buahan yang dapat disedot
menggunakan pipa dari tabung. Jenis ini biasa digunakan di
Afrika Utara, Timur Tengah, dan beberapa tempat di Asia. Di
Indonesia sedang menjamur seperti di kafe – kafe (Lianzi dan
pitaloka, 2014).
3. Kandungan pada asap rokok
Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun dan bahan -
bahan yang dapat menimbulkan kanker (karsinogen). Bahan
berbahaya dan racun dalam rokok tidak hanya mengakibatkan
gangguan kesehatan pada orang yang merokok (perokok aktif), namun
juga pada orang-orang disekitarnya yang tidak merokok (perokok
pasif). Perokok pasif mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita
kanker paru - paru dan penyakit jantung (Talumewo dkk, 2012).
Berikut kandungan dari asap rokok: (Aji dkk, 2017)
a. Karbon Monoksida
Gas karbon monoksida dihasilkan dari pembakaran yang tidak
sempurna, yang tidak berbau. Karbon monoksida memiliki
kecenderungan yang kuat untuk berikatan dengan hemoglobin
35

dalam sel-sel darah merah. Gas karbon monoksida (CO) apabila


berikatan pada hemoglobin dapat menggantikan O2 didalam
peredaran darah. Kadar gas CO dalam darah bukan perokok
kurang dari 1 persen, sementara dalam darah perokok mencapai
4–15 persen.
b. Timah Hitam
Kandungan timah hitam yang dihasilkan oleh sebatang rokok
sebesar 0,5 μg, sementara ambang batas bahaya timah hitam yang
masuk ke dalam tubuh adalah 20 μg per hari. Jika seorang
perokok aktif mengisap rokok rata-rata 10 batang perhari, berarti
orang tersebut sudah menghisap timah lebih diatas ambang batas,
diluar kandungan timah lain seperti udara yang dihisap setiap
hari, makanan dan lain sebagainya.
c. Tar
Tar adalah zat yang bersifat karsinogen, sehingga dapat
menyebabkan iritasi dan kanker pada saluran pernapasan bagi
seorang perokok. Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke dalam
rongga mulut sebagai uap padat. Setelah dingin, akan menjadi
padat dan membentuk endapan berwarna cokelat pada permukaan
gigi, saluran pernapasan, dan paru – paru. Pengendapan ini
bervariasi antara 3-40 mg per-batang rokok, sementara kadar tar
dalam rokok berkisar 24–45 mg. Tar ini terdiri dari lebih dari
4000 bahan kimia yang mana 60 bahan kimia di antaranya
bersifat karsinogenik.
d. Nikotin
Nikotin merupakan alkaloid utama dalam daun tembakau yang
aktif sebagai insektisida dan kadar nikotin 2–8 % tergantung pada
spesies tembakau. Nikotin merupakan salah satu obat-obatan yang
sangat beracun bagi manusia. Dosis 60 mg akan menyebabkan
kematian dalam beberapa menit, diperkirakan hanya 10% dari
jumlah tersebut yang terhisap oleh perokok, dan dosis ini terserap
36

kedalam tubuh dalam waktu yang sangat lama. Merokok tidak


membahayakan secara langsung, disebabkan adanya kemampuan
tubuh untuk mendegradasi atau metabolisme nikotin dengan cepat
dan mengeluarkannya, sehingga mencegah penumpukan zat
tersebut didalam tubuh. Keracunan nikotin akan menyebabkan
tubuh gemetar yang berubah menjadi gerakan tak beraturan atau
kejang-kejang dan sering menyebabkan kematian. Kematian
datang akibat paralysis otot yang digunakan dalam pernapasan.
Hal ini terjadi karena adanya penyumbatan pada sistem syaraf
motorik yang biasanya menggerakkan otot-otot ini. Pada
penggunaan nikotin dalam dosis yang lebih rendah terjadi
peningkatan laju pernapasan karena tubuh berusaha
memetabolisme efek dari nikotin.
4. Komplikasi yang diakibatkan dari rokok
Ada beberapa komplikasi yang diakibatkan dari kandungan yang
ada dalam asap rokok, berikut beberapa komplikasi yang muncul
akibat dari mengkonsumsi rokok dalam waktu yang lama:
a. Keracunan Nikotin
Keracunan nikotin akan menyebabkan tubuh gemetar yang
berubah menjadi gerakan tak beraturan atau kejang-kejang dan
sering menyebabkan kematian. Kematian datang akibat paralysis
otot yang digunakan dalam pernapasan. Hal ini terjadi karena
adanya penyumbatan pada sistem syaraf motorik yang biasanya
menggerakkan otot-otot ini. Pada penggunaan nikotin dalam dosis
yang lebih rendah terjadi peningkatan laju pernapasan karena
tubuh berusaha memetabolisme efek dari nikotin (Pavia dkk,
1976 dalam Aji dkk, 2017).
b. Kangker
Dampak negatif penggunaan tembakau pada kesehatan telah
lama diketahui, dan kanker paru merupakan penyebab kematian
nomor satu di dunia, di samping dapat menyebabkan serangan
37

jantung, impotensi, penyakit darah, enfisema, stroke, dan


gangguan kehamilan dan janin yang sebenarnya dapat dicegah
(PP RI NOMOR 109, 2012).
c. Iritasi pada saluran pernafasan
Kandungan tar pada rokok juga dapat menyebabkan iritasi, tar
pada saat dihirup tar masuk pada rongga pernafasan dalam bentuk
uap padat, saat sudah mendingin tar mengendap pada saluran
pernafasan dan dapat menyebabkan iritasi (Aji dkk, 2017).
d. Hipoksia
Karbon monoksida memiliki kecenderungan yang kuat untuk
berikatan dengan hemoglobin dalam sel-sel darah merah.
Seharusnya, hemoglobin ini berikatan dengan oksigen yang
sangat penting untuk pernapasan sel-sel tubuh tapi karena gas CO
lebih kuat daripada oksigen, maka gas CO ini merebut tempatnya
disisi hemoglobin sehingga gas CO menggantikan O2 dalam
sistem peredaran darah dan mencegah sel dan organ dalam tubuh
untuk menerima O2.

D. Penelitian Terkait
Sesuai hasil studi literature yang dilakukan, penulis menemukan lima
artikel yang terkait dengan penelitian ini:
1. Penelitian pertama
Penelitian yang dilakukan Farhat dkk (2014) yang berjudul Effect of
smoking on nausea, vomiting and pain in the post-operative period.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek kebiasaan
merokok pada post operative nausea and vomiting (PONV) dan juga
keparahan nyeri di periode post-op. Desain penelitian yang digunakan
adalah Randomized controlled trial. Pengumpulan data dilakukan di
Operation Theatre, Combined Military Hospitals Rawalpindi dari
Agustus 2012 – Januari 2013 dengan. Populasi dalam penelitian ini
adalah pasien yang akan menjalani operasi elektif laparaskopi
38

cholecystectomy dengan general anestesi. Hasil utama yang berkaitan


dengan penelitian adalah pada kejadian mual dan muntah, pada grup non-
perokok yang berjumlah 75 orang, mengalami mual muntah sebanyak 59
orang (78,6%), sedangkan pada pasien perokok yang berjumlah 72 orang,
yang mengalami mual muntah sebanyak 20 orang (27,6%).
2. Penelitian kedua
Pada penelitian Hasegawa dkk, (2021) yang berjudul Risk factors for
postoperative nausea and vomiting after the removal of impacted third
molars. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa faktor resiko
PONV dan onsetnya setelah pembedahan geraham dan pentingnya
mengontrol faktor yang berkaitan dengan anestesi dibandingkan faktor
yang lebih spesifik ke pasien. Disain penelitian ini merupakan cross-
sectional. Tempat dan waktu pengumpulan data dilakukan pada Januari
2017 hingga Desember 2018 di Nagoya Ekisaikai Hospital. Populasi
pada penelitian ini adalah pasien yang menjalani pembedahan
Maxillofacial. Hasil pada penelitian adalah pada kelompok perokok yang
berjumlah 15 orang, hanya 1 orang yang mengalami PONV (6,7%),
sedangkan pada kelompok yang tidak merokok yang berjumlah 167
orang, terdapat 22 orang (13,2%) yang mengalami PONV.
3. Penelitian ketiga
Penelitian David (2016) dengan judul Insidensi Terjadinya Post-
Operative Nausea and Vomitting pada pasien yang dilakukan anestesi
umum di RSUP Haji Adam Malik Medan. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui insidensi terjadinya PONV di RSUP Haji Adam Malik
Medan. Disain penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan
pendekatan cross-sectional. Waktu dan tempat mengumpulan sampel
dilaksanakan pada bulan Oktober 2016, Penelitian ini dilakukan dengan
mewawancara langsung pasien yang dilakukan tindakan anestesi umum di
RSUP Haji Adam Malik Medan. Populasi yang dipilih adalah pasien yang
menjalani bedah elektif yang menggunakan anestesi umum. Hasil yang
didapat dari penelitian ini adalah dari 65 responden, 26 orang merupakan
39

perokok dan 39 merupakan non perokok. Dari angka kejadian PONV


ditemukan bahwa 25 orang mengalami PONV yang dimana 10 (40%)
orang dari kelompok perokok dan 15 (60%) orang dari kelompok non-
perokok dimana non perokok mendominasi angka kejadian PONV.
4. Penelitian keempat
Penelitian Ikhsan dan Yunafri (2020) yang berjudul Gambaran Angka
Kejadian Post Operative Nausea and Vomiting (PONV) pada pasien yang
menjalani anestesi inhalasi dengan isofluran, dengan tujuan untuk
mengetahui angka kejadian PONV dengan metode survei rekam medis
pasien yang menjalani anestesi umum. Disain penelitian ini adalah
deskriptif kuantitatif kategorikal. Tempat dan waktu pengumpulan data
dilakukan pada bulan Januari 2019 di RSU Putri Hijau Tk II Kesdam I/BB
Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang menjalani
tindakan operasi menggunakan anestesi umum yang diketahui melalui
rekam medis pasien di RSU Putri Hijau Tk II Kesdam I/BB Medan dari
bulan Oktober -Desember 2018. Hasil yang didapat bahwa 25 orang yang
mengalami PONV 21 (77,8%) diantaranya memiliki riwayat tidak
merokok dan sebanyak 6 orang (22,2%) merupakan pasien dengan riwayat
perokok. Dari keempat penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa PONV
cenderung terjadi pada pasien yang tidak memiliki riwayat perokok.
Setelah peneliti melakukan penelitian dengan disain deskriptif
kuantitatif, menggunakan total sampling dengan jumlah resonden 80
orang, dengan satu variabel yaitu kejadian PONV (post operative nausea
and vomiting) pada pasien dengan status perokok di RSAD Tingkat II
Udayana, dan tiga instrument yaitu kuesioner, lembar observasi dan rekam
medic, dan menggunakan analisa univariat dengan hasil dari 80 responden
perokok hanya 14 (17,5%) yang mengalami PONV, hasil ini sebanding
dengan penelitian Farhat dkk (2014) dengan disain penelitian Randomized
Controlled Trial dengan jumlah responden perokok sebanyak 72 pasien,
dengan hasil dari 72 responden perokok hanya 20 (27,7%) yang
mengalami PONV yang membuktikan bahwa status perokok mampu
40

mengurangi resiko terjadinya PONV pada pasien yang diberikan General


Anestesi.
BAB III
KERANGKA KONSEP, VARIABEL PENELITIAN, DAN DEFINISI
OPERASIONAL

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai kerangka konsep, variabel dan
definisi oprasional yang digunakan dalam penelitian.

A. Kerangka Konsep Penelitian


Tahap terpenting dalam suatu penelitian adalah menyusun kerangka
konsep. Konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat
dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan
antarvariabel (baik variable yang diteliti maupun yang tidak diteliti)
(Nursalam, 2020). Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan teoritis
yang telah penulis jelaskan sebelumnya, maka kerangka konsep penelitian ini
dapat digambarkan sebagai berikut:

General Anestesi

Pra Operasi Pasca Operasi


Intra Operasi

Faktor – faktor
Kejadian PONV: PONV
Pengkajian Pre Usia/umur
Anestesi: Ya Jenis kelamin
Riwayat merokok Tidak Riwayat merokok
Riwayat pemberian
Opioid

Gambar 3. 1 Kerangka Konsep Gambaran kejadian PONV pada pasien


perokok dengan general anestesi

41
42

Keterangan:

: variable yang diteliti

: variable yang tidak diteliti

: alur penelitian

General anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara


sentral disertai hilangnya kesadaran (reversible). Pada general anestesi
terhadap tiga tahap yaitu pre operasi, intra operasi dan pasca operasi.
Komplikasi yang sering terjadi setelah dilakukannya tindakan general
anesthesia adalah PONV (Post Operative Nausea and Vomiting). Kejadian
PONV dapat dipegaruhi oleh Usia/umur, jenis kelamin, riwayat merokok,
riwayat motion sickness dan riwayat pemberian Opioid. Klasifikasi dari
PONV tersebut ada tiga yaitu Early PONV, Late PONV dan Delayed
PONV. Disini penulis ingin mengetahui gambaran kejadian PONV pada
pasien perokok untuk membuktikan apakah pasien perokok itu tahan
terhadap mual muntah pasca operasi.

B. Variabel Penelitian
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda
terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lainnya), didalam riset, variable
dikarakteristikkan sebagai derajat, jumlah dan perbedaan, variable juga
merupakan konsep dari berbagai level abstrak yang didefinisikan sebagai
suatu fasilitas untuk pengukuran dan atau manipulasi suatu penelitian
(Nursalam, 2020).
Variabel yang akan di teliti di penelitian hanya satu yaitu kejadian PONV
(post operative nausea and vomiting) pada pasien dengan status perokok di
RSAD Tingkat II Udayana, variabel perancu pada penelitian ini adalah
Usia/umur, Jenis kelamin, Riwayat merokok dan pemberian Opioid. Variabel
43

perancu ini berasosiasi dengan kejadian PONV pada pasien perokok dengan
general anestesi sebagai faktor resiko terjadinya PONV

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian


Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati
dari sesuatu yang didefinisikan tersebut, karakteristik yang dapat diamati
(diukur) itulah yang merupakan kunci definisi operasional yang
memungkinkan peneliti melakukan observasi atau pengukuran secara cermat
terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi oleh
orang lain (Nursalam, 2020). Definisi Operasional pada umunya dibuat
seperti narasi, namun ada beberapa yang dibuat berbentuk tabel.

Tabel 3.1 Definisi Operasional Gambaran kejadian PONV pada pasien


perokok dengan general anestesi di RSAD Tingkat II Udayana
No Variabel Definisi Cara Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur/
Alat ukur
1. Kejadian PONV disini Penelitian Lembar Nominal
Post Merupakan ini Observasi
Operative kejadian mengguna untuk
nausea and mual muntah kan rekam mengetahui
vomiting yang dialami medis dan PONV*
(PONV) pasien Kuesioner 1) tidak mual
pada perokok yang yang dan tidak
pasien sudah dirujuk muntah (skor
status merokok dari 0)
perokok selama 6 Kuesioner
yang bulan dan milik 2) mual
sudah merokok Sanjiwani, kurang dari
merokok minimal 10 N. L. P. 10 menit dan
selama 6 batang per Y., dan muntah hanya
bulan dan dengan Budisetya sekali, tidak
merokok general ni, I. G. memerlukan
minimal anestesi di (2014). terapi (skor 1)
10 batang RSAD yang di
per hari di Tingkat II kembangk 3) mual
RSAD Udayana an sendiri menetap lebih
Tingkat II selama pasien dan dari 10 menit
Udayana berada di lembar dan atau
yang ruang observasi muntah 2 kali
diberikan recovery yang dan tidak
tindakan dengan dirujuk membutuhkan
44

anestesi mengidentifi dari pengobatan


pada bulan kasi penelitian (skor 2)
Februari Usia/umur, Pang dkk,
hingga jenis (2002) 4) mual
Maret kelamin, yang menetap lebih
2022 riwayat dimana dari 10 menit
merokok dan instrument dan atau
riwayat penelitian muntah lebih
pemberian ini bersifat dari 2 kali dan
opioid baku membutuhkan
pengobatan
(skor 3)

5 ) mual
muntah
membandel
yang tidak
berespon
dengan
pengobatan
(skor 4)

Jika skor
responden 0 =
tidak PONV
Jika 1-4 =
PONV
dengan
kategori skor
1 = PONV
ringan
2 = PONV
Sedang
3 = PONV
Berat
4 = PONV
Sangat Berat
Sumber
Kutipan dari
Pang dkk
(2002)
BAB IV
METODE PENELITIAN

Dalam BAB ini menguraikan tentang desain penelitian, tempat dan waktu
penelitian, populasi, sampel dan sampling, metode, alat dan teknik
pengumpulan data, analisa data serta etika penelitian.

A. Desain penelitian
Desain penelitian yang telah digunakan adalah desain deksriptif dengan
pendekatan Cross-sectional. Menurut Nursalam (2020) penelitian deskriptif
adalah penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan (memaparkan)
peristiwa – peristiwa penting yang terjadi pada masa kini, dilakukan secara
sistematis dan lebih menekankan pada data faktual daripada penyimpulan.
Pendekatan Cross-sectional adalah pendekatan yang menekankan waktu
pengukuran/observasi data hanya satu kali dalam satu saat (Nursalam, 2020).
Fenomena disajikan secara apa adanya tanpa manipulasi dan peneliti tidak
mencoba menganalisis bagaimana dan mengapa fenomena tersebut bisa
terjadi, oleh karena itu penelitian jenis ini tidak memerlukan adanya suatu
hipotesis (Nursalam, 2020). Hubungan antar variabel diidentifikasi untuk
menggambakan secara keseluruhan suatu peristiwa yang sedang diteliti, tetapi
pengujian mengenai tipe dan tingkat hubungan bukan merupakan tujuan
utama dari suatu penelitian deskriptif (Nursalam, 2020). Pada saat peneliti
melaksanakan pengumpulan data peneliti mengaplikasikan disain yang telah
ditentukan sesuai dengan konsep teori, akan tetapi hasil yang didapatkan
kurang dari target sampel awal, sehingga peneliti melanjutkan penelitian ke
tahap analisa data.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
1. Waktu penelitian
Waktu penyusunan Skripsi dilakukan mulai pada bulan Oktober hingga
Desember 2021 dimana pada saat itu masih dalam tahap Proposal. Ijin dan
pengumpulan hasil penelitian telah dilakukan pada bulan Februari hingga

45
46

April 2022. Penyusunan hasil telah dilaksanakan pada tanggal April


sampai Mei 2022 (POA Terlampir).

2. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang recovery Instalasi Bedah Sentral (IBS)
hingga pasien dipindahkan ke ruang rawat inap di RSAD Tingkat II
Udayana. Alasan peneliti memilih RSAD Tingkat II Udayana sebagai
lokasi penelitian karena pasien yang menjalani pembedahan di RSAD
Tingkat II Udayana dapat mewakili populasi masyarakat Denpasar. Selain
itu berdasarkan wawancara yang dilakukan, kejadian PONV rata – rata
berikisar tiga hingga empat kali dalam sehari. Pasien yang melakukan
tindakan general anestesi yaitu mencapai 94 orang pada bulan Desember
2021 (Studi pendahuluan dan Penata anestesi melalui komunikasi pribadi).

C. Populasi, Sample dan Sampling


1. Populasi
Populasi dalam penelitian adalah subjek yang memenuhi kriteria yang
telah ditetapkan (Nursalam, 2020). Populasi dalam penelitian ini adalah
pasien perokok yang diberikan tindakan general anestesi di RSAD Tingkat
II Udayana. Jumlah populasi pada penelitian ini yaitu seluruh pasien yang
menjalani pembedahan dengan general anestesi pada bulan Februari dan
Maret tahun 2022 di RSAD Tingkat II Udayana pada saat penelitian
dilakukan. Data yang ditemukan saat studi pendahuluan mengatakan
bahwa pada bulan desember 2021, pasien yang telah menjalani
pembedahan elektif dengan general anestesi berjumlah 94 orang (data
pembedahan elektif dengan general anestesi pada Studi Pendahuluan di
RSAD Tingkat II Udayana).
2. Sample
Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan
sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sementara sampling adalah
proses menyeleksi porsi dari populasi yang mewakili populasi yang ada
(Nursalam, 2020). Sampel pada penelitian ini adalah pasien dengan
47

kebiasaan merokok yang diberikan tindakan pembedahan dengan general


anestesi di RSAD Tingkat II Udayana Denpasar.
a. Penentuan besar sampel
Penentuan besar sampel dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan populasi keseluruhan dalam sebulan yakni sebanyak 94
sample yang ditentukan berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi untuk
mendapatkan sampel yang dibutuhkan. Pada pelaksanaannya di
lapangan diperoleh responden sebanyak 80 orang yang sudah diseleksi
dengan kriteria inklusi dan ekslusi
b. Kriteria sampling
Pada penelitian ini terdapat dua kriteria yang digunakan untuk
menentukan sampling yaitu: kriteria inklusi dimana kriteria ini yang
digunakan dan kriteria ekslusi yaitu sampel yang tidak dapat
digunakan.
1) Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari
suatu populasi target yang terjangkau dan diteliti. Berikut kriteria
inklusi dalam penelitian ini:
a) Pasien dengan kebiasaan merokok
b) Pasien dalam keadaan sadar
c) Pasien dengan Usia 18 tahun hingga 65 tahun
2) Kriteria ekslusi
Kriteria ekslusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab antara
lain terdapat keadaan atau penyakit yang mengganggu
pengukuran dan interpretasi hasil, keadaan yang mengganggu
pelaksanaan, hambatan etis dan subjek menolak berpartisipasi.
Berikut kriteria ekslusi dalam penelitian ini:
a) Pasien yang mengalami mual dan muntah sebelum operasi
b) Pasien dengan kehamilan
c) Pasien dengan penyakit sistemik berat
48

d) Pasien dengan Ventilator pasca operasi

3. Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat


mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara – cara yang ditempuh
dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar – benar
sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Sastroasmoro dan Ismail,
1995 dalam Nursalam, 2020). Tehnik sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan tehnik Non-Probability
sampling dengan jenis Consecutive Sampling. Consecutive sampling
merupakan pemilihan sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi
kriteria penelitian yang dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu
tertentu sehingga jumlah klien yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro
dan Ismail dalam Nursalam 2020).

D. Pengumpulan Data
1. Metode pengumpulan data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan
proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Nursalam, 2020). Rencana pengumpulan data pada penelitian
ini dilakukan selama dua bulan. Jenis data yang dikumpulkan adalah data
primer dan sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan dari
kuesioner perokok yang diberikan penulis kepada responden untuk
mengetahui karakteristik perilaku merokok pasien. Kuesioner adalah
sederet pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan oleh peneliti yang
akan digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data penelitian
(Swarjana, 2016). Kemudian untuk pengumpulan data PONV pada pasien
perokok, peneliti menggunakan metode observasi. Metode observasi
adalah salah satu metode yang digunakan untuk mengamati suatu variabel
(Swarjana, 2016). Pada data sekunder yaitu riwayat pemberian opioid
peneliti menggunakan rekam medis untuk mengetahui apakah pasien
49

diberikan opioid. Pada saat pelaksanaan penelitian, peneliti


mengaplikasikan metode-metode yang sudah direncanakan. Hasil yang
didapat adalahh diperoleh responden sebanyak 80 orang yang sudah
ditentukan menggunakan metode – metode yang direncanakan dan
berdasarkan kriteria yang sudah di tentukan. Tindak lanjut dari hasil ini
adalah peneliti melaksanakan analisa data dari hasil yang diperoleh
2. Alat pengumpulan data
Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data ada tiga yaitu
Kuesioner, Lembar Observasi dan Rekam Medis. Pada jenis pengukuran
kuesioner, peneliti mengumpulkan data secara formal kepada subjek untuk
menjawab pertanyaan secara tertulis. Pada observasi pengukuran
dilakukan sesuai dengan fakta dan akurat dalam membuat suatu
kesimpulan, pada penelitian ini menggunakan metode observasi
tersktruktur dimana peneliti mendefinisikan apa yang akan di observasi.
Pada rekam medis, peneliti mencari data tentang riwayat pemberian
Opioid.
a. Kuesioner Perilaku Merokok
Kuesioner yang digunakan untuk mengetahui perilaku merokok pasien
dirujuk dari penelitian Sanjiwani dan Budisetiyani (2014) yang
kemudian dikembangkan sendiri dengan mengajukan pertanyaan
berupa berapa jumlah rokok yang di konsumsi, sejak kapan mulai
merokok, apa jenis rokok yang dihisap, dan dimana tempat biasa
merokok. Peneliti menggunakan kuesioner ketika calon responden
berada di ruang pre operasi sesuai dengan konsep teori, hasil yang
didapatkan adalah terdapat 80 responden yang memiliki kebiasaan
perokok yang selanjutnya data yang dikumpulkan akan di analisa.
Berikut pertanyaan dan subdomain dari kuesioner perilaku merokok :
1) Jumlah rokok yang dihisap pasien perhari
Pada pertanyaan ini peneliti menantakan jumlah rokok perhari
yang di konsumsi, kode dalam pertanyaan ini adalah:
a) Kurang dari 10 batang,
50

b) 10 sampai 20 batang perhari,


c) Lebih dari 20 batang perhari

Pada pertanyaan ini terdapat tiga pertanyaan yang digunakan


untuk mengkategorikan responden apakah responden tersebut
termasuk perokok ringan, sedang maupun berat. Responden
akan memilih salah satu dari ketiga jawaban yang disediakan.
Apabila responden memilih kurang dari 10 batang maka
responden merupakan perokok ringan, jika 10 sampai 20 batang
termasuk perokok sedang, dan jika lebih dari 20 batang
termasuk perokok berat. Pada pelaksanaan penelitian, diperoleh
data bahwa dari 80 responden mayoritas merupakan perokok
ringan dengan menjawab kurang dari 10 batang perhari.

2) Sejak kapan anda mulai merokok?


Pada pertanyaan ini peneliti bertanya kepasien sudah berapa
lama pasien meorkok? Dengan pilihan jawaban :
a) Apakah pasien sudah merokok lebih dari enam bulan
b) Apakah bapak/ibu sudah merokok kurang dari enam bulan.
Tujuan pertanyaan ini adalah untuk memastikan apakah
responden merupakan perokok aktif atau tidak berdasarkan
lamanya mengkonsumsi rokok. Apabila responden menjawab
merokok sudah lebih dari enam bulan, maka sudah dipastikan
responden merupakan perokok aktif, jika responden menjawab
kurang dari enam bulan maka pasien akan dikeluarkan dari
penelitian ini. Pada pelaksanaaan penelitian diperoleh data
bahwa seluruh responden mengaku bahwa sudah merokok lebih
dari enam bulan lamanya.
3) Apa jenis rokok yang dikonsumsi/dihisap?
Pada pertanyaan ini peneliti menanyakan jenis rokok yang
dikonsumsi yaitu apakah
a) rokok filter
51

b) rokok non-filter
tujuan dari pertanyaan ini adalah untuk mengetahui karakteristik
kebiasaan pasien dalam mengkonsumsi jenis rokok. Hasil pada
pertanyaan ini hanya digunakan sebagai salah satu karakteristik
dalam penelitian. Pada pelaksanaanya, diperoleh hasil bahwa
keseluruhan responden mengkonsumsi rokok berfilter, hal ini
kemungkinan karena rokok filter lebih ringan saat dihisap dan
banyak di perjual belikan daripada rokok non filter sehingga
menjadi salah satu pilihan banyak perokok.
4) Dimanakah tempat biasa anda menghisap rokok?
Pada pertanyaan ini responden ditanya mengenai lokasi dimana
responden menghisap rokok dengan pilihan yaitu
a) di kantor/kampus
b) kendaraan umum
c) tempat umum (restoran, stasiun, swalayan),
d) smoking area
e) toilet
tujuan dari pertanyaan ini adalah untuk mengetahui karakteristik
kebiasaan responden. Responden akan diberikan pertanyaan
mengenai lokasi biasa menghisap rokok responden dengan
disiapkan lima jawaban. Jawaban – jawaban ini tidak memiliki
scoring dan bukan merupakan pertanyaan negative maupun
positif hanya semata – mata untuk mengetahui kebiasaan
responden. Pada pelaksanaannya diperoleh hasil bahwa
kebanyakan responden mengkonsumsi rokok di tempat umum,
yang dimana dalam keterangan nasution (2007) menjelaskan
bahwa perokok yang mengkonsumsi rokok di tempat umum
merupakan perokok heterogen yang menghisap rokok dimana
ada orang lain yang tidak mengkonsumsi rokok.
Kuesioner ini dirujuk kemudian dikembangkan sendiri untuk
mendapatkan data yang diinginkan. Pada pelaksanaannya sudah
52

dilaksanakan sesuai konsep teori dan perencanaan yang sudah di


rencanakan. Kuesioner ini sudah di uji Validitas dan Reliabilitas oleh
dua dosen ekspert.
b. Lembar Observasi PONV
Lembar observasi yang digunakan merupakan lembar observasi
baku yang dirujuk dari penelitian Pang, Wu, Lin, Chang, dan Huang
(2002) yang memiliki 5 derajat penilaian yaitu
1) Tidak mual dan muntah
2) Mual kurang dari 10 menit dan muntah hanya sekali, tidak
memerlukan terapi
3) Mual menetap lebih dari 10 menit dan atau muntah dua kali dan
tidak membutuhkan pengobatan
4) Mual menetap lebih dari 10 menit dan atau muntah lebih dari 2
kali dan membutuhkan pengobatan
5) Mual muntah membandel yang tidak berespon dengan
pengobatan.

Observasi dilakukan ketika pasien sudah berada di ruang PACU


atau pada fase Post operasi. Scoring dilakukan dengan cara apabila
pasien mengalami seperti pada poin pertama berarti pasien diberi skor
0, pada poin 2 diberikan skor 1, poin 3 dengan skor 2, poin 4 dengan
skor 3 dan poin 5 diberikan skor 4. Apabila responden memiliki skor
0, maka pasien dikatakan tidak mengalami PONV, jika responden
memiliki skor lebih dari 0 maka dapat dikatakan mengalami PONV.
untuk mengkategorikan apakah responden mengalami PONV ringan,
sedang dan berat dapat digunakan berdasarkan skor yang diperoleh
semisal responden memiliki skor 1 maka termasuk PONV ringan, jika
2 PONV sedang, skor 3 PONV berat dan skor 4 PONV berat sekali.
Pembagian ini digunakan untuk mempermudah peneliti dalam
melakukan pengkategorian tingkatan keparahan PONV yang nanti
digunakan sebagai karakteristik kejadian PONV pada pasien perokok.
53

c. Rekam Medik
Pada rekam medik disini, peneliti mencari riwayat pemberian opioid
kepada pasien yang sudah selesai diberikan tindakan pembedahan.
Data ini merupakan data sekunder. Pada pelaksanaannya keseluruhan
responden merupakan pasien yang diberikan general anestesi, yang
berarti keseluruhan responden diberikan obat analgesik opioid.
3. Tehnik pengumpulan data
a. Tahap persiapan
Hal – hal yang dipersiapkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Peneliti melakukan penyusunan proposal penelitian
2) Peneliti mengurus surat pengantar permohonan izin penelitian
dari institusi pendidikan ITEKES Bali dengan Nomor surat :
DL.02.02.0694.TU.IL2022 untuk memohon ijin dilakukannya
penelitian
3) Peneliti juga mengurus legal etik penelitian di Komisi Etik
Penelitian ITEKES Bali dengan Nomor Surat :
03.0099/KEPITEKES-BALI/II/2022
4) Peneliti mengajukan surat izin penelitian di Badan Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Bali dengan
nomor surat : B.30.070/527.E/IZIN-C/DPMPTSP
5) Setelah surat izin dari Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Provinsi Bali terbit, peneliti telah
menyerahkan surat tersebut ke Kantor Kesbang Pol dan Limnas
Kabupaten Denpasar
6) Peneliti selanjutnya menyerahkan surat izin penelitian dari pihak
Kesbang Pol dan Linmas Kabupaten Denpasar kepada Direktur
RSAD Tingkat II Udayana Denpasar
7) Setelah peneliti mendapatkan surat izin melakukan penelitian dari
Direktur RSAD Tingkat II Udayana Denpasar dan Surat
Keterangan Etik Penelitian dari poin Komisi Etik Penelitian
54

ITEKES Bali peneliti sudah memproses lanjut detail waktu


pelaksanaan pengumpulan data
8) Peneliti mempersiapkan lembar permohonan untuk menjadi
responden
9) Peneliti mempersiapkan lembar informed consent untuk
persetujuan terhadap responden
10) Peneliti mempersiapkan Kuesioner dan alat tulis yang diperlukan
b. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan dilakukan setelah sudah mendapatkan izin
penelitian dan persiapan sudah terpenuhi semua, selanjutnya akan ke
tahap pelaksanaan sebagai berikut:
1) Peneliti datang ke RSAD Tingkat II Udayana Denpasar,
kemudian berkoordinasi dengan kepala ruangan Instalasi Bedah
Sentral.
2) Peneliti menentukan responden penelitian sesuai dengan kriteria
inklusi dan eksklusi dengan metode Consecutive sampling
3) Peneliti memberikan lembar permohonan kepada responden untuk
ikut serta dalam penelitian ini pada saat responden berada di
ruang Pra Anestesi.
4) Apabila responden bersedia, peneliti akan memberikan lembar
persetujuan (informed consent form) yang menyatakan bahwa
responden bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
5) Peneliti menjelaskan perihal pengisian kuesioner penelitian
setelah responden bersedia untuk berpartisipasi.
6) Peneliti memberi kesempatan kepada responden untuk
menanyakan hal-hal yang belum jelas dimengerti.
7) Peneliti memberikan atau membacakan kuesioner kepada
responden selama responden berada di ruang pra anestesi
8) Peneliti mengecek kelengkapan jawaban responden dan akan
menanyakan kepada responden jika ada pertanyaan yang belum
lengkap terjawab.
55

9) Setelah kuesioner terjawab, maka peneliti melakukan observasi


selama dua jam atau selama responden berada di ruang untuk
mengetahui apakah responden mengalami PONV dan berapa
drajat PONV yang dialami responden.
c. Tahap pengakhiran (Terminasi)
1) Peneliti mengucapkan salam dan ucapan terima kasih kepada
responden atas partisipasinya dalam penelitian ini.
2) Peneliti kemudian mengumpulkan seluruh data yang sudah di
dapat dan selanjutnya telah dilanjutkan ke tahap analisa data

E. Analisa Data
Analisa data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai tujuan
pokok penelitian, yaitu menjawab pertanyaan penelitian yang mengungkap
fenomena (Nursalam, 2020).

1. Teknik pengolahan data


Dalam melakukan analisa data, data yang diperoleh harus diolah
terlebih dahulu untuk mengubah data menjdi informasi. Informasi yang
diperoleh dapat gunakan untuk proses pengambilah keputusan dan
melakukan kesimpulan. Dalam proses pengolahan data terdapat langkah –
langkah, sebagai berikut:
a. Editing
Editing merupakan sebuah proses pemeriksaan data yang telah
diperoleh dari lapangan setelah melakukan penelitian. Pada penelitian
ini, peneliti memeriksa kembali kelengkapan pengisian data identitas
responden meliputi nama, Usia, jenis kelamin, serta mengecek
kelengkapan jawaban dari pertanyaan kuesioner. Peneliti melakukan
proses editing di lapangan sehingga apabila terjadi kesalahan pada data
maka segera dilakukan perbaikan.
b. Coding
Coding merupakan tahap pemberian kode numerik (angka) terhadap
data/jawaban yang sudah dijawab oleh responden selama penelitian
56

berlangsung. Pemberian kode dilakukan untuk memudahkan dalam


proses pengolahan data. Data yang diberikan kode pada pada penelitian
ini yaitu:
1) Penilaian PONV
a) Kode 1: PONV
b) Kode 2: Tidak PONV
2) Usia/umur
a) Kode 1: 18-25 tahun
b) Kode 2: 26-35 tahun
c) Kode 3: 36-45 tahun
d) Kode 4: 46-55 tahun
e) Kode 5: 56-65 tahun
3) Jenis kelamin
a) Kode 1: laki-laki
b) Kode 2: perempuan
4) Apakah Bapak/Ibu merokok?
a) Kode 1: Ya
b) Kode 2 : Tidak
5) Berapa Jumlah rokok yang dihisap dalam satu hari?
a) Kode 1 : kurang dari 10 batang sehari
b) Kode 2 :10 - 20 batang sehari
c) Kode 3 : lebih dari 20 batang sehari
6) Sejak kapan bapak/ibu mulai merokok?
a) Kode 1 :Kurang dari 6 bulan
b) Kode 2 :Sudah lebih dari 6 bulan
7) Apa jenis rokok yang biasa bapak/ ibu gunakan?
a) Kode 1 : Filter
b) Kode 2 : Non-Filter
8) Dimanakah tempat biasa Bapak/Ibu merokok?
a) Kode 1 : Kantor/Kampus/Sekolah
b) Kode 2 :Kendaraan umum
57

c) Kode 3 :Tempat umum


d) Kode 4 :Smoking Area
e) Kode 5 :Toilet
9) Riwayat pemberian Opioid/Obat Anti nyeri
a) Kode 1: Ya
b) Kode 2: Tidak
10) Karakteristik PONV
a) Kode 1 : Tidak mual dan tidak muntah
b) Kode 2 : Mual kurang dari 10 menit dan muntah hanya sekali,
tidak memerlukan terapi “PONV ringan”
c) Kode 3 : Mual menetap lebih dari 10 menit dan atau mual 2
kali dan tidak membutuhkan pengobatan
d) Kode 4 : Mual menetap lebih dari 10 menit dan atau mual lebih
dari 2 kali dan membutuhkan pengobatan
e) Kode 5 : Mual muntah membandel yang tidak berespon
dengan pengobatan
c. Entery data
Entery data merupakan proses dengan memasukkan atau memindahkan
jawaban responden atau kode jawaban ke dalam database computer
kemudian membuat data distribusi frekuensi. Program computer yang
digunakan dalam penelitian ini adalah SPSS 20.0 for windows.
d. Cleaning data
Cleaning merupakan proses pembersihan ulang data yang dilakukan
untuk memeriksa apakah data yang dimasukan sudah layak dianalisa.
Data yang telah dimasukan (entry) dicek kembali untuk memastikan
bahwa data telah bersih dari kesalahan dalam pembacaan kode. Untuk
itu data tersebut diharapkan benar – benar siap untuk dianalisa.
e. Tabulating
Tabulating merupakan tahap lanjutan dalam proses pengolahan data
yang sajikan dalam bentuk tabel. Dalam penelitian ini data
58

dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian selanjutnya dimasukkan


ke dalam tabel distribusi dan digunakan dalam pembahasan.
2. Analisa data
Data yang dianalisa pada penelitian ini adalah Gambaran Kejadian Post
Operative Nausea and Vomiting (PONV) pada pasien perokok dengan
general anestesi di RSAD Tingkat II Udayana Denpasar. Analisa yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu analisa deskriptif (univariat) yang
digunakan untuk memberikan gambaran atau presentase dan distribusi
frekuensi kejadian PONV pada pasien perokok. Analisis Univariat
merupakan analisis yang paling sederhana yang melakukan analisis
terhadap satu variabel. Analisa data yang digunakan adalah Descriptive
Statistik yang bertujuan untuk menganalisis seperangkat data dengan cara
meringkas, menyajikan dan memberikan penjelasan atau gambaran tentang
karakteristik dasar dari sampel berdasarkan data yang telah tersedia. Pada
besar sample ditargetkan untuk memperoleh 94 responden, kana tetapi
pada pelaksanaan penelitian, hasil yang diperoleh dari penelitian ini
berjumlah 80 responden. Tindak lanjut dari hasil ini adalah dilakukannya
analisa data

F. Etika Penelitian
Etika penelitian dalam keperawatan merupakan masalah yang sangat
penting dan perlu diperhatikan, mengingat penelitian keperawatan
berhubungan langsung dengan manusia. Peneliti mengurus legal etik
penelitian ke bagian Komisi Etik Penelitian ITEKES Bali. Etika penelitian
yang harus dilakukan yaitu, sebagai berikut:

1. Lembar persetujuan (Informed consent)


Subjek harus mendapat informasi secara lengkap tentang tujuan
penelitian yang dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi
atau menolak menjadi responden (Nursalam, 2020). Peneliti memberikan
lembar informed consent dan menjelaskan tentang penelitian kepada
responden sebelum dilakukannya penelitian. Responden yang bersedia
59

untuk diteliti menandatangani lembar persetujuan dan sebagai sebagai


bukti bahwa responden bersedia untuk memberikan informasi terkait
dengan penelitian yang dilakukan.
2. Tanpa nama (Anonymity)
Pada penelitian ini, peneliti menjelaskan kepada responden untuk tidak
mencantumkan nama tapi hanya diminta untuk menuliskan inisial nama
depan saja dengan dua huruf sehingga kerahasiaan data responden tetap
terjaga.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Dalam penelitian ini, peneliti menjelaskan bahwa data yang telah
dikumpulkan dijamin kerahasiannya oleh peneliti, hanya data tertentu yang
dilaporkan pada hasil penelitian. Peneliti bertanggung jawab atas semua
kerahasiaan data responden dengan cara menyimpan jawaban responden
dan tidak memperlihatkan kepada orang lain. Hasil pengelolaan data
dilaporkan secara umum dan hanya dapat diakses oleh peneliti dan
pembimbing analisa data.
4. Keadilan (Justice)
Peneliti harus menerapkan prinsip keadilan bagi semua responden yang
berpartisipasi dalam penelitian. Responden harus diperlakukan secara adil
dan mendapat perlakuan yang sama baik sebelum, selama dan sesudah
mereka berpartisipasi dalam penelitian. Peneliti juga tidak membedakan –
bedakan responden berdasarkan jenis kelamin, domisili, pekerjaan, agama
dan sebagainya. Responden yang tidak bersedia dalam penelitian ini
berhak untuk keluar dari penelitian ini kapan pun tanpa perlu menjelaskan
alasannya. Jika responden keluar dari penelitian tidak berdampak apa-apa
bagi responden.
5. Asas kemanfaatan (Beneficiency)
Penelitian yang dilakukan harus memberikan manfaat bagi orang lain
dan khususnya bagi subjek penelitian. Sebelum mememberikan kuesioner,
peneliti memberikan penjelasan terlebih dahulu tentang manfaat dari
penelitian tersebut. Manfaat yang dijelaskan kepada responden adalah
60

responden dapat mengetahui dampak merokok pada pasca operasi dan


tenaga kesehatan dapat melakukan intervensi untuk mengatasi PONV pada
pasien pasca operasi.
BAB V
HASIL PENELITIAN

Pada Bab ini, akan dijelaskan mengenai hasil penelitian dengan mengacu pada
tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui gambaran kejadian Post Operative
Nausea and Vomiting (PONV) pada pasien dengan general anestesi berdasarkan
kebiasaan merokok di RSAD Tingkat II Udayana.

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di RSAD Tingkat II Uayana yang merupakan
Rumah Sakit Militer yang menjadi salah satu rumah sakit rujukan tertinggi di
Denpasar tepatnya di lingkungan Kodam IX/Udayana. Saat melakukan
penelitian dilaksanakan di Instalasi Bedah Sentral (IBS), pengumpulan data
dilakukan dengan kondusif dimana pasien sangat kooperatif ketika
ditawarkan untuk menjadi responden. Sebelum pasien dipindahkan ke ruang
OK, pasien terlebih dahulu dikaji secara lengkap di ruang Pra Anestesi, di
ruang ini pasien akan diberikan kuesioner perilaku merokok dimana pasien
akan diberikan kesempatan untuk menjawab ketika pasien bersedia menjadi
responden dan mengaku seorang perokok. Ketika pasien berada di ruang OK
atau fase Intra Operatif pasien diberikan co-induksi berupa anti-Emetik, anti-
Histamin dan Analgetik Opioid. Saat pasien sudah selesai dilakukan tindakan
pembedahan, pasien akan dipindahkan ke ruang Recovey, pada fase
selanjutnya di ruang ini merupakan fase Post Operatif, dimana pasien akan di
observasi selama satu hingga dua jam atau hingga kondisi pasien dikatakan
baik untuk di pindahkan ke ruang rawat inap, Di ruangan ini pasien akan di
observasi mengenai terjadinya PONV dan karakteristik dari PONV tersebut.

61
62

B. Karakteristik Responden
Karakteristik Responden dalam penelitian ini tergolong karakteristik
demografi terbagi berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin. Karakteristik
responden yang disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur,


dan Jenis Kelamin. (n=80)
Karakteristik Responden Frekuensi (n) Persentase (%)
Umur (Tahun)
18-25 18 22,5
26-35 20 25,0
36-45 17 21,3
46-55 14 17,5
56-65 11 13,7
Jenis Kelamin
Laki – Laki 79 98,8
Perempuan 1 1,3

Berdasakan Tabel 5.1 Menunjukan mayoritas responden berumur 26 –


35 tahun berjumlah 20 responden (25%) dan paling sedikit dari rentang
umur 56 – 65 tahun yang berjumlah 11 (13,7%), pada jenis kelamin yang
terbanyak yaitu laki – laki berjumlah 79 responden (98,8%) dan
perempuan hanya 1 (1,3%).
63

C. Karakteristik Responden dengan Kebiasaan Merokok yang diberikan


general Anestesi
Hasil penelitian yang diperoleh mengenai Karakteristik pasien dengan
kebiasaan merokok yang akan diberikan general anestesi yang menggunakan
Kuesioner dengan empat pertanyaan yang menanyakan tentang jumlah rokok
yang dihisap perhari, waktu mulai merokok, jenis rokok yang dikonsumsi dan
tempat biasa menghisap rokok yang akan dijabarkan pada tabel berikut :

Tabel 5.2 Karakteristik Pasien dengan Kebiasaan merokok yang diberikan


General Anestesi (n=80)
Karakteristik Responden Dengan Kebiasaan Frekuensi Persentasi
merokok
Jumlah rokok yang dihisap dalam satu hari
Kurang dari 10 batang sehari 56 70,0
10 sampai 20 batang sehari 24 30,0
Waktu mulai merokok
Lebih dari 6 Bulan lalu 80 100,0
Jenis Rokok yang digunakan
Filter 80 100,0
Tempat Biasa Menghisap Rokok
Tempat Umum 39 48,8
Smoking Area 38 47,5
Toilet 3 3,8

Berdasarkan tabel 5.2 diperoleh hasil sebagai berikut, diantara 80


responden, 56 (70%) mengaku menghisap rokok sebanyak kurang dari 10
batang per hari dan 24 (30%) mengkonsumsi 10 sampai 20 batang perhari.
Ke-80 (100%) responden mengaku sudah merokok lebih dari 6 bulan
lamanya. Ke-80(100%) responden mengatakan menggunakan rokok filter.
Mayoritas responden memilih merokok di Tempat Umum sebanyak 39
(48,8%) dan paling sedikit di toilet sebanyak 3 (3,8%).
64

D. Gambaran Kejadian PONV Pada Pasien Perokok dengan General


Anestesi

Hasil penelitian dan karakteristik Kejadian Post Operative Nausea And


Vomiting (PONV) Pada Pasien Perokok Dengan General Anestesi yang di
tentukan menggunakan Lembar Observasi dimana ada 5 tingkat keparahan
yaitu (1) tidak mual dan tidak muntah dimana pasien dianggap tidak
mengalami PONV dengan skor 0, (2) mual kurang dari 10 menit muntah
hanya sekali dan tidak memerlukan terapi dengan skor 1, (3) mual menetap
selama lebih dari 10 menit muntah dua kali dan tidak membutuhkan
pengobatan skor 2, (4) Mual menetap selama lebih dari 10 menit muntah
lebih dari dua kali dan membutuhkan pengobatan skor 3, (5) mual muntah
membandel yang tidak berespon dengan pengobatan dengan skor 4. Dari
kelima poin diatas, responden akan dianggap mengalami PONV apabila
mendapat skor diatas 0 atau memiliki poin 2 hingga 5.

Tabel 5.3 Frekuensi dan persentase Kejadian PONV. (n=80)


Kejadian PONV Frekuensi Persentase
Ya 14 17,5
Tidak 66 82,5

Berdasarkan Tabel 5.3 ditemukan hasil bahwa dari 80 Responden yang di


observasi, 66 Responden (82,5%) tidak mengalami PONV dan hanya 14
Responden (17,5%) yang mengalami PONV.

Tabel 5.4 Tingkat Keparahan Post Operative Nausea And Vomiting pada
pasien perokok dengan General Anestesi. (n=80)
Karakteristik PONV Frekuensi Persentase Tingkat
Keparahan
Tidak Mual dan Tidak Muntah 66 82,5 Tidak
PONV
Mual kurang dari 10 menit, muntah 4 5,0 Ringan
hanya sekali dan tidak memerlukan
terapi terapi
Mual menetap selama lebih dari 10 6 7,5 Sedang
menit, muntah dua kali dan tidak
membutuhkan pengobatan
Mual menetap selama lebih dari 10 4 5,0 Berat
menit, muntah lebih dari dua kali dan
65

membutuhkan pengobatan
mual muntah membandel yang tidak 0 0,0 Sangat
berespon dengan pengobatan. Berat
Berdasarkan tabel 5.4 mengenai Karakteristik dan kejadian PONV yang
dialami Responden menunjukan Responden yang tidak mengalami Mual dan
Muntah Berjumlah 66 (82,5%) yang menunjkan tidak PONV, yang
mengalami mual selama kurang dari 10 menit muntah sekali dan tidak
memerlukan pengobatan berjumlah 4 Responden (5%) yang mengindikasikan
PONV Ringan, Responden yang mengalami Mual menetap selama lebih dari
10 menit muntah dua kali dan tidak membutuhkan pengobatan berjumlah 6
(7,5%) yang mengindikasikan PONV Sedang, Responden yang mengalami
Mual menetap selama lebih dari 10 menit muntah lebih dari dua kali dan
membutuhkan pengobatan berjumlah 4 (5%) yang mengindikasikan PONV
berat.

E. Crosstabulation Kejadian PONV Pada Pasien Perokok Berdasarkan


Kebiasaan Merokok

Tabel 5.5 Crosstabulation kejadian PONV pada pasien perokok berdasarkan


kebiasaan merokok. (n=80)
Kebiasaan merokok Kejadian PONV Jumlah
Ya Tidak
Jumlah rokok yang
dihisap sehari
> 10 batang per hari 12 44 56
10-20 batang perhari 2 22 24
Waktu lama merokok
> 6 bulan 14 66 80
< 6 bulan 0 0 0
Jenis rokok
filter 14 66 80
Non-filter 0 0 0
Tempat biasa merokok
Tempat umum 6 33 39
Smoking area 8 30 38
Toilet 0 3 3

Berdasarkan tabel 5.5 dijelaskan bahwa kejadian PONV berjumlah 12


orang pada kelompok perokok ringan yang menghisap rokok kurang dari 10
66

batang perhari dan 2 kejadian PONV pada kelompok perokok sedang yang
merokok 10 sampai 20 batang perharinya. Dari kelompok lama waktu
merokok, keseluruhan responden merokok sudah lebih dari 6 bulan lamanya,
dan ditemukan hasil dimana 14 orang mengalami PONV. Pada tempat biasa
merokok, ditemukan hasil bahwa 39 responden merupakan perokok yang
biasa merokok di tempat umum dimana 6 responden didalamnya mengalami
PONV, 38 responden mengatakan biasa merokok di smoking area yang
dimana 8 diantaranya mengalami PONV dan 3 orang biasa merokok di toilet.
BAB VI
PEMBAHASAN

Pada bab Ini akan membahas secara lebih lengkap dari hasil penelitian yang
telah di sajikan pada bab V, secara berturut – turut akan dibahas sesuai dengan
tujuan penelitian untuk mengetahui Gambaran Kejadian Post Operative
Nausea And Vomiting Pada Pasien Perokok Dengan General Anestesi di RSAD
Tingkat II Udayana, serta membahas mengenai keterbatasan penelitian.

A. Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil penelitian ini, responden terbanyak berasal dari umur 26-
35 tahun, hal ini menandakan bahwa jumlah perokok lebih banyak pada usia
produktif. Sesuai dengan pernyataan Nasution (2007), fungsi merokok
ditunjukkan dengan perasaan yang dialami perokok, seperti perasaan positif
maupun perasaan negatif. Hal ini juga sesuai dengan data Badan Pusat Statistik
yang menjelaskan persentase penduduk Indonesia berumur 15 tahun ke atas
yang merokok sebanyak 28,96% pada 2021.
Pada karakteristik berdasarkan jenis kelamin, kelompok laki – laki
mendominasi penelitian ini dengan jumlah 79 orang, sedangkan perempuan
hanya 1 orang, kemungkinan hal ini terjadi karena umunya rokok dikonsumsi
oleh laki – laki bersama dengan kawan – kawannnya ini membuktikan
pernyataan Nasution (2007) yang menjelaskan jumlah perokok laki-laki jauh
lebih tinggi dibandingkan perempuan dimana jika diuraikan menurut umur,
prevalensi perokok laki-laki paling tinggi pada umur 15-19 tahun. Remaja
laki-laki pada umumnya mengkonsumsi 11-20 batang/hari (49,8%) dan yang
mengkonsumsi lebih dari 20 batang/hari sebesar 5,6%. Kemungkinan
perilaku ini terjadi akibat situasi yang dialami oleh perokok yang dimana hal
ini didukung oleh Mu’tadin (2002) yang mengatakan situasi merokok adalah
perilaku merokok yang dipengaruhi oleh keadaan yang dialaminya pada saat
itu, misalnya ketika sedang berkumpul dengan teman, cuaca dingin, setelah
dimarahi orangtua dan lain sebagainya. Kebiasaan ini juga timbul

67
68

berdasarkan seberapa penting aktivitas merokok bagi seorang individu dalam


kehidupan sehari-hari. Menurut Nasution (2007), fungsi merokok
ditunjukkan dengan perasaan yang dialami perokok, seperti perasaan positif
maupun perasaan negatif.

B. Karakteristik Responden dengan Kebiasaan Merokok yang diberikan


general Anestesi
Sesuai dengan Tujuan Khusus Pertama yaitu untuk Mengidentifikasi
karakteristik responden dengan kebiasaan merokok yang akan diberikan
general anestesi. Penelitian ini dilakukan di RSAD Tingkat II Udayana
Denpasar yang melibatkan 80 pasien dengan kebiasaan merokok dan bersedia
menjadi responden. Karakteristik responden yang sudah peneliti dapatkan
menunjukan bahwa mayoritas Responden mengatakan per harinya dapat
mengkonsumsi rokok kurang dari 10 batang per hari, hal ini menunjukkan
bahwa kebanyakan dari responden merupakan perokok ringan seperti yang
dikutip dari Sitepoe (2000) yang mengkategorikan perokok ringan
mengkonsumsi rokok 1 hingga 10 batang per harinya.
Dari pertanyaan kedua tentang waktu mulai merokok, keseluruhan
responden menjawab lebih dari 6 bulan, hal ini menunjukan bahwa
keseluruhan responden merupakan perokok aktif yang sudah lama
mengkonsumsi rokok. Ini sesuai dengan pernyataan Rini Sundari (2015) yang
mengatakan Seseorang dikategorikan sebagai perokok aktif apabila merokok
setiap hari dalam jangka waktu minimal enam bulan selama hidupnya.
Pada pertanyaan ketiga yang menanyakan jenis rokok yang dikonsumsi,
keseluruhan responden menjawab rokok filter, dimana rokok filter sangat
umum di temukan di masyarakat dan dijual belikan secara luas. Selain itu
kemungkinan rokok filter banyak dikonsumsi masyarakat karena rokok filter
terasa ringan dan tidak terlalu sesak saat dihisap (Reyki Yudho Husodo,
Irfanuddin, R.A. Tanzila 2012).
69

Kemudian pada pertanyaan keempat dimana menanyakan tempat biasa


merokok, mayoritas responden menjawab tempat umum, responden ini
termasuk perokok yang heterogen yang merokok ditengah orang – orang yang
tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dll (Mu’tadin, 2002).
Dari keempat hasil diatas, dapat disimpulkan bahwa kebanyakan
masyarakat merupakan perokok ringan yang mengkonsumsi rokok 1 sampai
10 batang perharinya, keseluruhan responden sudah mengkonsumsi rokok 6
bulan lamanya dimana hal ini menunjukan keseluruhan responden merupakan
perokok aktif, keseluruhan responden memilih mengkonsumsi rokok filter
dan kebanyakan responden merokok di tempat umum yang dikategorikan
perokok heterogen.

C. Gambaran Karakteristik Kejadian PONV Pada Pasien Perokok


Pada bagian ini akan membahas tujuan umum penelitian yaitu untuk
menjawab tujuan khusus penelitian yang kedua yaitu untuk mengetahui
tingkat Keparahan PONV pada pasien perokok.
Berdasarkan tabel 5.4, ditemukan hasil bahwa sebagian besar responden
tidak mengalami PONV dan kejadian PONV paling banyak berada dalam
kategori sedang dengan keterangan Mual menetap selama lebih dari 10 menit,
muntah dua kali dan tidak membutuhkan pengobatan sebanyak 6 orang.
Sedangkan 4 orang mengalami PONV ringan dengan keterangan Mual kurang
dari 10 menit, muntah hanya sekali dan tidak memerlukan terapi terapi, dan 4
orang lagi mengalami PONV kategori berat dengan keterangan Mual menetap
selama lebih dari 10 menit, muntah lebih dari dua kali dan membutuhkan
pengobatan.
Berdasakan Tabel 5.5 mengenai data Crosstabulation yang diperoleh
menunjukkan bahwa pada frekuensi kejadian PONV berdasarkan jumlah
rokok yang dihisap perhari ditemukan hasil bahwa kebanyakan responden
merupakan perokok ringan dengan jumlah 56 orang, dimana 12 diantaranya
mengalami PONV dan pada kelompok perokok sedang yang berjumlah 24
orang, 2 diantaranya mengalami PONV. Ini terjadi kemungkinan karena
perokok ringan lebih jarang atau lebih sedikit terpapar zat emetogenik yang
70

terdapat pada rokok dibandingkan dengan perokok sedang yang


mengkonsumsi rokok lebih dari 10 batang perharinya. Ini didukung oleh
pernyataan
Mengenai lama waktu merokok ditemukan hasil bahwa keseluruhan
responden merokok sudah lebih dari 6 bulan lamanya dan dari kelompok ini
yang mengalami PONV sebanyak 14 orang. Pada jenis rokok yang dihisap,
keseluruhan responden menkonsumsi rokok filter dengan hasil 14 responden
mengalami PONV. pada tempat biasa merokok ditemukan hasil 39 orang
merokok di tempat umum dengan kejadian PONV sebanyak 6 orang, pada
kelompok yang merokok di smoking area berjumlah 38 orang dengan jumlah
kejadian PONV sebanyak 8 orang dan 3 orang mengatakan biasa menghisap
rokok di toilet dan tidak ada yang mengalami PONV.
Dari hasil diatas dapat disimpulkan ada beberapa faktor yang
menyebabkan PONV antara lain Faktor Anestesi, Faktor Pasien dan Faktor
Prosedural. Pada faktor pasien pada penelitian ini diakibatkan oleh umur,
riwayat merokok, dan riwayat pemberian opoid, dan jenis kelamin. Pada
faktor jenis kelamin ditemukan hanya 1 responden yang berjenis kelamin
perempuan dan mengalami PONV, hasil ini sejalan dengan pendapat Stoicea
dkk (2015) yaitu jenis kelamin wanita secara umum dikatakan sebagai salah
satu faktor resiko post operative Nausea (PON), tetapi tidak pada post
operative vomiting, wanita mengalami tiga sampai empat kali frekuensi lebih
banyak daripada laki – laki. Untuk riwayat motion sickness tidak dibahas
karena merupakan kriteria ekslusi penelitian. Pada riwayat pemberian opoid
diketahui bahwa seluruh responden dalam penelitian ini diberikan Analgetik
Opioid sebagai premedikasi atau koinduksi yang menjadi salah satu faktor
terjadinya PONV seperti teori yang dijelaskan oleh Ananda (2020) yang
mengatakan Opioid yang diberikan sebagai obat premedikasi pada pasien
dapat meningkatkan kejadian PONV karena opioid sendiri mempunyai
reseptor di CTZ.
Faktor anestesi disini diakibatkan oleh teknik anestesi yang dilakukan
misalnya pada pasien yang diberikan tehnik general anestesi lebih beresiko
71

mengalami PONV lebih besar daripada regional anestesi (Shaikh, Nagarekha,


Hegade, dan Marutheesh, 2016). Volatile agent juga merupakan pencetus
utama terjadinya PONV 2 jam setelah operasi (Hasegawa, Abe, Hayashi,
Furuta dan Ishihama, 2021). Durasi pemberian N2O dan durasi anestesi yang
lama meningkatkan resiko terjadinya PONV.
Pada faktor prosedural, waktu pembedahan yang lama bisa menjadi
predictor terjadinya PONV, setiap 30 menit resiko PONV bertambah hingga
60%. (Elvir-Lazo, White, Yumul, dan Eng , 2020). Seperti pada penelitian
Widiono (2020) yang mengatakan Lamanya operasi berlangsung juga
mempengaruhi terjadinya PONV, dimana prosedur operasi yang lebih lama
dan lebih sering dapat menyebabkan terjadinya PONV dibandingkan
dengan operasi yang lebih singkat. Pembedahan lebih dari 1 jam akan
meningkatkan resiko terjadinya PONV karena masa kerja obat anestesi yang
memiliki efek menekan mual dan muntah sudah hampir habis, kemudian
semakin banyak pula komplikasi dan manipulasi pembedahan dilakukan.
Selain itu, kategori pembedahan juga dapat meningkatkan resiko terjadinya
PONV Beberapa tipe pembedahan (contohnya: ophthalmic, oral, dan
pembedahan maxillofacial, pembedahan THT, bedah saraf, laparascopy,
abdominal, cholecystectomy, dan pembedahan gynecological) memiliki
resiko tinggi terjadinya PONV kemungkinan karena lama terpapar oleh
general anestesi dan penggunaan dosis besar medikasi opioid. (Elvir-Lazo,
White, Yumul, dan Eng , 2020)
Pada faktor usia sesuai ditemukan bahwa Insiden PONV meningkat pada
usia anak hingga remaja, konstan pada usia dewasa, dan akan menurun pada
lansia, yaitu pada bayi sebesar 5%, pada usia dibawah 5 tahun sebesar 25%,
pada usia 6 – 16 tahun sebesar 42 – 51% dan pada dewasa sebesar 14 –
40% serta PONV biasanya menurun setelah usia 60 tahun (Chatterjee,
Rudra, dan Sangupta dalam Ananda, 2020).
Sesuai dengan hasil diatas, terdapat faktor – faktor yang mempengaruhi
terjadinya PONV mulai dari faktor Pasien, Prosedural dan Faktor Anestesi
yang dimana pada penelitian di lapangan mayoritas pasien mengalami PONV
72

diakibatkan oleh faktor prosedural dimana waktu prosedural yang lama dapat
meningkatkan persentase terjadinya PONV. Hal ini didukung oleh pernyataan
Elvir-Lazo, White, Yumul, dan Eng (2020) yang menyatakan pada faktor
prosedural, waktu pembedahan yang lama bisa menjadi predictor terjadinya
PONV, setiap 30 menit resiko PONV bertambah hingga 60%. Selain itu
volatile agent juga sangat berpengaruh dimana semakin lama pasien terpapar
volatile agent maka semakin meningkat resiko terjadinya PONV sesuai
dengan pernyataan Hasegawa, Abe, Hayashi, Furuta dan Ishihama, (2021)
dengan pernyataan penggunaan volatile agent meningkatkan resiko PONV
13,35 kali dibandingkan induksi anestesi intravena menggunakan propofol.

D. Gambaran Kejadian PONV Pada Pasien Perokok dengan General


Anestesi
Pada bagian ini akan membahas tujuan umum penelitian yaitu untuk
mengetahui Gambaran kejadian Post Operative Nausea and Vomiting
(PONV) pada pasien dengan kebiasaan merokok yang diberikan general
anestesi.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh mengenai frekuensi kejadian
PONV pada tabel 5.3, sebagian besar responden tidak mengalami Mual dan
Muntah, hal ini sejalan dengan pernyataan Farhat dkk (2014) yang
mendemonstrasikan bahwa pasien dengan status perokok memiliki resiko
lebih sedikit dalam mengalami PONV karena status merokok dianggap
memiliki efek antiemetik, beliau juga menjelaskan bahwa pasien dengan
riwayat non-perokok memiliki resiko mengalami PONV dua kali lipat
dibandingkan dengan pasien perokok dengan hasil penelitiannya yang
menyebutkan pada kejadian mual dan muntah, pada grup non-perokok yang
berjumlah 75 orang, mengalami mual muntah sebanyak 59 orang (78,6%),
sedangkan pada pasien perokok yang berjumlah 72 orang, yang mengalami
mual muntah sebanyak 20 orang (27,6%). Hasil ini menjelasakan bahwa
mayoritas pasien non perokok yang lebih banyak mengalami PONV
disbanding pasien perokok. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian
Hasegawa dkk, (2021) dengan hasil pada kelompok perokok yang berjumlah
73

15 orang, hanya 1 orang yang mengalami PONV (6,7%) sedangkan pada


kelompok non perokok yang berjumlah 167 orang, terdapat 22 orang (13,2%)
yang mengalami PONV . Hasil Penelitian dari David (2016) juga mendukung
hasil dalam penelitian ini dengan hasil dari 65 responden, 26 orang
merupakan perokok dan 39 merupakan non perokok. Dari angka kejadian
PONV ditemukan bahwa 25 orang mengalami PONV yang dimana 10 (40%)
orang dari kelompok perokok dan 15 (60%) orang dari kelompok non-
perokok dimana non perokok mendominasi angka kejadian PONV. Hasil
penelitian dari Ikhsan dan Yunafri (2020) juga mendukung dengan hasil yang
didapat bahwa 25 orang yang mengalami PONV 21 (77,8%) diantaranya
memiliki riwayat tidak merokok dan sebanyak 6 orang (22,2%) merupakan
pasien dengan riwayat perokok. Dari keempat penelitian diatas dapat
disimpulkan bahwa PONV cenderung terjadi pada pasien yang tidak memiliki
riwayat perokok.
Dalam teori dikatakan bahwa pasien perokok lebih tahan terhadap PONV
diakibatkan karena nikotin meningkatkan konsentrasi synaps dari dopamine
dengan menghambat jalur GABAergik (Fakhrunnisa, 2017). Vacanti dan
Charles (2011) menjelaskan bahwa obat – obatan yang digunakan dalam
general anestesi bersifat emetogenik. Perokok aktif cenderung lebih toleran
terhadap zat emetogenik akibat dari zat yang terkandung dalam rokok,
akibatnya perokok aktif lebih toleran terhadap emetogenik yang terkandung
dalam obat-obatan anestesi sehingga dapat menyebabkan penurunan respon
PONV. Kemungkinan Faktor penyebab PONV yang paling berperan dalam
penelitian ini adalah lamanya waktu operasi.
Kesimpulannya responden dengan riwayat perokok lebih tahan terhadap
PONV dikarenakan status perokok menurunkan resiko terjadinya PONV dan
juga status perokok sebagai penangkal terjadinya PONV sesuai dengan
pernyataan Farhat dkk (2014), dan juga pasien dengan status perokok
memiliki resiko mengalami PONV lebih kecil diakibatkan karena pasien
dengan status perokok sering terpapar zat emetogenik sehingga perokok
74

cenderung lebih toleran terhadap zat emetogenik yang terkandung pada obat –
obatan anestesi (Vacanti dan Charles, 2011).
E. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat keterbatasan penelitian. Keterbatasan
penelitian ini adalah pada pengumpulan data. Keterbatasan ini akan
dijelaskan sebagai berikut:
Pengumpulan Data
Sebelum penelitian dilaksanakan peneliti berencana untuk mencari
target responden sebanyak 94 responden dalam sebulan. Namun pada
kenyataannya, peneliti menghabiskan waktu selama dua bulan untuk
mengumpulkan data, hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan jumlah
kasus Covid-19 sehingga mahasiswa diliburkan selama seminggu dan
jumlah pasien yang akan dilakukan tindakan anestesi dibatasi, untuk
mengatasi hal ini peneliti memperpanjang waktu penelitian dan ketika
data sudah terkumpul, peneliti melanjutkan proses penelitian ke tahap
analisa data dengan diperoleh hasil dari 80 responden.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian di bab sebelumnya tentang gambaran kejadian


post operative nausea and vomiting pada pasien perokok dengan general anestesi
di RSAD tingkat II udayana. Selanjutnya pada bab ini akan dijelaskan mengenai
kesimpulan dan saran sebagai tindak lanjut dari penelitian yang dijabarkan
sebagai berikut :

A. Simpulan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kejadian
post operative nausea and vomiting pada pasien perokok dengan general
anestesi di RSAD tingkat II udayana. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini
adalah 14 (17,5%) responden mengalami PONV dan 66 (82,5%).
Tujuan khusus pertama pada penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
karakteristik pasien yang memiliki kebiasaan merokok yang akan diberikan
general anestesi dengan hasil yang diperoleh 56 responden (70%) mengaku
menghisap rokok sebanyak kurang dari 10 batang per hari, Keseluruhan
responden merokok lebih dari 6 bulan lamanya, seluruh responden
mengatakan menggunakan rokok filter, dan mayoritas responden memilih
merokok di Tempat Umum sebanyak 39 (48.8%).
Tujuan khusus kedua yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik post
operative nausea and vomiting (PONV) pada pasien dengan general anestesi
berdasarkan kebiasaan merokok. Didapatkan hasil 66 (82,5%) responden
yang tidak mengalami Mual dan Muntah, 4 responden (5%) yang mengalami
mual selama kurang dari 10 menit muntah sekali dan tidak memerlukan
pengobatan, 6 responden (7,5%) yang mengalami Mual menetap selama lebih
dari 10 menit muntah dua kali dan tidak membutuhkan pengobatan, 4

75
76

responden (5%) yang mengalami Mual menetap selama lebih dari 10 menit
muntah lebih dari dua kali dan membutuhkan pengobatan.

B. Saran
Berdasarkan hasil analisis dari kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian,
penulis menyampaikan saran sebagai berikut:
1. Profesi Penata Anestesi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi penelitian
tentang keperawatan anestesiologi bahwa ada beberapa faktor resiko
yang perlu diperhatikan sebelum melakukan tindakan anestesi sehingga
dapat mengurangi komplikasi pasca anestesi terutama PONV
2. Peneliti selanjutnya
Diharapkan hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai referensi untuk
melakukan penelitian lanjutan sebagai salah satu referensi yang berkaitan
dengan perokok dan PONV. Serta diharapkan untuk merencanakan
waktu pengumpulan data dengan rentang waktu yang panjang untuk
mencegah kurangnya sample yang diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA

Aji, A., Maulinda, L., dan Amin, S. (2017). Isolasi Nikotin dari Puntung Rokok
sebagai Insektis. Jurnal Teknologi Kimia Unimal, 4(1), 100-120.
Ariff, M. N. E. B. M. (2016). Studi Penggunaan Obat Anti Mual Dan Muntah
Pada Pasien Pasca Operasi (penelitian dilakukan di gedung bedah pusat
terpadu RSUD Dr. Soetomo Surabaya) Muhammad Nazim Efendy bin Md
Ariff nim: 051211133104 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Departemen Farmasi Klinis Surabaya 2016 (Doctoral Dissertation,
Universitas Airlangga).

Ananda, F. R. (2020). Skripsi Hubungan Lama Operasi dengan Kejadian Post


Operative Nausea Vomiting (PONV) Pasca General Anestesi di RSUD
Panembahan Senopati Bantul (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta).

Anggrahini, E. (2017). Perbedaan Perokok Aktif dan Perokok Pasif terhadap


Kejadian Post Operative Nausea and Vomiting pada Pasien General
Anestesi di RSUD Sleman (Doctoral dissertation, Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Yogyakarta).

Badan Pusat Statistik. (2021). Persentase Perokok Usia di Atas 15 Tahun di

Lampung Tertinggi Nasional pada 2021.

Brown, E. N., Pavone, K. J., dan Naranjo, M. (2018). Multimodal general


anesthesia: theory and practice. Anesthesia and analgesia, 127(5), 1246.

Czarnetzki, C., Schiffer, E., Lysakowski, C., Haller, G., Bertrand, D., dan Tramèr,
M. R. (2011). Transcutaneous Nicotine Does Not Prevent Postoperative
Nausea and Vomiting: a randomized controlled trial. British journal of
clinical pharmacology, 71(3), 383-390.

77
78

David. (2016). Insidensi Terjadinya Post-Operative Nausea and Vomitting pada


Pasien yang Dilakukan Anestesi Umum di RSUP Haji Adam Malik Medan
pada Bulan Oktober 2016.

Elvir-Lazo, O. L., White, P. F., Yumul, R., dan Eng, H. C. (2020). Management
Strategies for The Treatment And Prevention Of Postoperative/
Postdischarge Nausea and Vomiting: an updated review. F1000Research, 9.

Fakhrunnisa, E., dan Istianah, U. (2017). Hubungan Kecemasan Pre Anestesi


dengan Kejadian Post Operative Nausea Vomiting di RSUD Kota
Yogyakarta (Doctoral dissertation, Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Yogyakarta)

Farhat, K., Waheed, A., Pasha, A. K., Iqbal, J., dan Mansoor, Q. (2014). Effect of
Smoking on Nausea, Vomiting and Pain in the Post-operative
Period. Journal of Postgraduate Medical Institute, 28(3).

Fithrah, B. A. (2014). Penatalaksanaan Mual Muntah Pascabedah di Layanan


Kesehatan Primer. Cermin Dunia Kedokteran, 41(6), 407-411.

Giyati, G. (2017). Hipnoterapi Dengan Part Therapy Untuk Penurunan Perilaku


Merokok (Doctoral dissertation, Universitas Mercu Buana Yogyakarta).

Gwinnut, Carl L. (2011). Anestesi Klinis : Catatan Kuliah, Ed. 3

Hasegawa, H., Abe, A., Hayashi, H., Furuta, H., dan Ishihama, T. (2021). Risk
factors for postoperative nausea and vomiting after the removal of impacted
third molars: a cross-sectional study. BMC Oral Health, 21(1), 1-5.

Hanifa, A. (2017). Hubungan Hiptermia Dengan Waktu Pulih Sadar Pasca


General Anestesi Di Ruang Pemulihan RSUD Wates (Doctoral dissertation,
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta).
79

Hukum, B. (2012). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun


2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa
produk tembakau bagi kesehatan.

Husodo, R. Y., Irfannuddin, I., & Tanzila, R. A. (2019). Perbedaan Kapasitas


Vital Paru Mahasiswa Laki-Laki Perokok dan Tidak Perokok di Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang Tahun
2012. Syifa'MEDIKA: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 3(2), 96-103.

Ikhsan, M., dan Yunafri, A. (2020). Gambaran angka kejadian post operative
nausea and vomiting (ponv) pada pasien yang menjalani anestesi inhalasi
dengan isofluran pada bulan Oktober-Desember 2018 di RSU Putri Hijau
Tingkat II Kesdam I/BB. Jurnal Ilmiah Simantek, 4(4), 35-39.

INDONESIA, P. R. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun


2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa
Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Isrom Widiono, (2020). GAMBARAN POST OPERATIVE NAUSEA AND


VOMITTING (PONV) PADA PASIEN DENGAN ANESTESI UMUM DI
INSTALASI BEDAH SENTRAL (IBS) RSUD Dr HARJONO S.
PONOROGO. Denpasar: Institut Teknologi dan Kesehatan Bali.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


HK02.02/MENKES/251. (2015). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Anestesiologi dan Terapi intensif. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia

Komalasari, D., dan Helmi, A. F. (2000). Faktor-faktor Penyebab Perilaku


Merokok Pada Remaja Jurnal Psikologi.

Lin, Smith, T., dan Pinnock. (2017). Fundamentals of Anaesthesia. Ed. 4.


Cambridge University Press
80

Lutfiana, M. (2021). HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK DENGAN HARGA


DIRI REMAJA PUTRA DI SMK MUHAMMADIYAH 1 BAMBANGLIPURO
BANTUL YOGYAKARTA (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta).

Mangku, dan Senapathi. (2017). Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta
Barat : PT Indeks Permata Puri Media

McConachie, I. (Ed.). (2014). Anesthesia and Perioperative Care of the High-risk


Patient. Cambridge University Press.

Murakami, C., Kakuta, N., Kume, K., Sakai, Y., Kasai, A., Oyama, T., ... dan
Tsutsumi, Y. M. (2017). A Comparison of Fosaprepitant and Ondansetron
for Preventing Postoperative Nausea and Vomiting in Moderate to High
Risk Patients: A Retrospective Database Analysis. BioMed research
international, 2017.

Myles, P. S., Chan, M. T., Kasza, J., Paech, M. J., Leslie, K., Peyton, P. J., ... dan
Forbes, A. (2016). Severe Nausea and Vomiting in the Evaluation of Nitrous
Oxide in the Gas Mixture For Anesthesia II Trial. Anesthesiology, 124(5),
1032-1040.

Myles, P. S., dan Wengritzky, R. (2012). Simplified Postoperative Nausea and


Vomiting Impact Scale for Audit and Post-Discharge Review. British journal
of anaesthesia, 108(3), 423-429.

Nasution, I. K. (2007). Perilaku merokok pada remaja. Medan: Universitas


Sumatra Utara: http://library. usu. ac. id.

Nursalam, (2020), Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.


Jakarta: Salemba Medika, 2020

Okta, I. B., Subagiartha, I. M., dan Wiryana, M. (2017). Perbandingan Dosis


Induksi dan Pemeliharaan Propofol Pada Operasi Onkologi Mayor yang
81

Mendapatkan Pemedikasi Gabapentin dan Tanpa Gabapentin. JAI (Jurnal


Anestesiologi Indonesia), 9(3), 136-145.

Pang, W. W., Wu, H. S., Lin, C. H., Chang, D. P., dan Huang, M. H. (2002).
Metoclopramide decreases emesis but increases sedation in tramadol
patient-controlled analgesia. Canadian Journal of Anesthesia, 49(10), 1029-
1033.

Peyton, P. J., dan Wu, C. Y. (2014). Nitrous Oxide–Related Postoperative Nausea


and Vomiting Depends on Duration of Exposure. Anesthesiology, 120(5),
1137-1145.

Ratnasari, D. D. (2016). Studi Penggunaan Propofol Kombinasi Pada Induksi


Anestesi (Penelitian dilakukan di GBPT RSUD Dr. Soetomo
Surabaya) (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).

Sundari, R., Widjaya, D. S., dan Nugraha, A. (2015). Lama Merokok dan Jumlah
Konsumsi Rokok terhadap Trombosit pada Laki-laki Perokok
Aktif. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional (National Public
Health Journal), 9(3), 257-263.

Sanjiwani, N. L. P. Y., dan Budisetyani, I. G. (2014). Pola asuh permisif ibu dan
perilaku merokok pada remaja laki-laki di SMA Negeri 1 Semarapura.
Jurnal Psikologi Udayana, 1(2), 344-352.

Sekaryani, D. (2021). Gambaran Insiden Post Operative Nausea And Vomiting


(PONV) Pada Pasien Dengan General Anestesi Di BRSU
Tabanan.(Skripsi). Denpasar: Institut Teknologi Dan Kesehatan Bali

Shaikh, S. I., Nagarekha, D., Hegade, G., dan Marutheesh, M. (2016).


Postoperative Nausea and Vomiting: A simple yet complex
problem. Anesthesia, essays and researches, 10(3), 388.
82

Sholihah, A., Sikumbang, K. M., dan Husairi, A. (2015). Gambaran Angka


Kejadian Post Operative Nausea and Vomiting (PONV) di Rsud Ulin
Banjarmasin Mei-Juli 2014. Berkala Kedokteran, 11(1), 119-129.

Sitepoe, M. (2000). Kekhususan rokok Indonesia: mempermasalahkan PP no. 81


tahun 1999 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan. Gramedia
Widiasarana Indonesia.

Siyoto, Sandhu dan Sodik, A. (2015). Dasar Metodologi Penelitian. (Edisi 1).
Literasi Media Publishing.

Sprung .J, dkk. (2013). Perilaku Merokok dan Mual Muntah Pasca Operasi.
Journal of Elsevier.

Stoicea, N., Gan, T. J., Joseph, N., Uribe, A., Pandya, J., Dalal, R., dan Bergese,
S. D. (2015). Alternative Therapies for the Prevention of Postoperative
Nausea and Vomiting. Frontiers in medicine, 2, 87.

Suryani, A. N. (2020). Gambaran Postoperative Nausea dan Vomiting (PONV)


dan Faktor Risikonya Pada Pasien Seksio Sesarea Dengan Anestesi Spinal
di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih Pada Bulan Mei–Oktober
Tahun 2019 (Doctoral dissertation, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta).

Swarjana. (2016). Statistik Kesehatan. Bali: CV Andi Offset

Syarfa, I. (2015). Gambaran Tingkat Pengetahuan, Perilaku Merokok dan Nikotin


Dependen Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Talumewo, R. F. (2012). Rancang Bangun Alat Pengkondisi Udara Pada


Ruangan Menggunakan Sensor CO dan Temperatur. Jurnal Teknik Elektro
dan Komputer, 1(2).
83

Vacanti, Charles .A. (2011). Essential Clinical Anesthesia. New York:


Cambridge University Press.

Wardhani, W. (2020). Perbandingan Sensitivitas Spesifisitas Skor Apfel dan Skor


Koivuranta Sebagai Prediktor Kejadian Post Operative Nausea and
Vomiting (Ponv) Pasca Operasi Dengan Anestesi Umum di RSUD
Cilacap (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).

Wang, X. X., Zhou, Q., Pan, D. B., Deng, H. W., Zhou, A. G., Huang, F. R., dan
Guo, H. J. (2015). Dexamethasone Versus Ondansetron in The Prevention
Of Postoperative Nausea and Vomiting in Patients Undergoing
Laparoscopic Surgery: A Meta-Analysis Of Randomized Controlled
Trials. BMC anesthesiology, 15(1), 1-9.

Zhong, W., Shahbaz, O., Teskey, G., Beever, A., Kachour, N., Venketaraman, V.,
dan Darmani, N. A. (2021). Mechanisms of Nausea and Vomiting: Current
Knowledge and Recent Advances in Intracellular Emetic Signaling
Systems. International Journal of Molecular Sciences, 22(11), 5797
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.
JADWAL PENELITIAN
GAMBARAN KEJADIAN POST OPERATIVE NAUSEA AND VOMITING PADA PASIEN PEROKOK DI RSAD
TINGKAT II UDAYANA
BULAN
N Okt Nov Des Jan Feb Maret April Mei Juni
KEGIATAN 2021 2021 2021 2022 2022 2022 2022 2022 2022
o
II I I I II I I I II I I I II I I I II I I I II I I I II I I I II I I I II IV
I V I I V I I V I I V I I V I I V I I V I I V I I
1 Penyusunan
Proposal
2 ACC proposal
3 Penyebaran
Proposal
4 Ujian Proposal
5 Ujian ulang
proposal
6 Pengumpulan data
7 Penyusunan Hasil
8 Penyebaran Skripsi
9 Ujian Skripsi
10 Ujian Ulang
Skripsi
11 Perbaikandan
Pengumpulan
Lampiran 2

INSTRUMEN GAMBARAN KEJADIAN POST OPERATIVE NAUSEA


AND VOMITING PADA PASIEN PEROKOK DI RSAD TINGKAT II
UDAYANA

Kuesioner Perilaku Merokok

A. Tujuan
Untuk Mengetahui apakah pasien memiliki kebiasaan merokok dan perilaku
merokok pasien.
Petunjuk mengisian :
1. Bacalah setiap pertanyaan dengan hati – hati sehingga dapat anda pahami
2. Pada identitas, nama responden hanya ditulis inisial saja dengan
menuliskan 2 huruf saja contoh : “Oktavian” menjadi “OK”
3. Harap mengisi seluruh pertanyaan yang ada dan pastikan tidak ada yang
terlewat
4. Dengan hormat dimohon untuk menjawab sejujur – jujurnya
5. Isilah titik – titik dan beri tanda (√) pada kolom jawaban ()
6. Jawaban bapak/ibu dijamin kerahasiaannya

Identitas Responden

No Identitas Responden

1. Inisial (beri 2 huruf saja)


…..
2. Umur
…….Tahun
3. Jenis Kelamin 1) Laki - laki 
2) Perempuan 
C. Kuesioner Perilaku Merokok
No Karakteristik Perilaku Merokok
1. 1. Apakah bapak/ibu 1) Ya

merokok ? 2) Tidak

2. Berapa jumlah rokok 1) Kurang dari 10 batang perhari

yang dihisap dalam satu 2) 10 – 20 batang perhari

hari?: 3) Lebih dari 20 batang perhari

3. Sejak kapan bapak/ibu 1) Kurang dari 6 bulan lalu



mulai merokok? 2) Lebih dari 6 bulan lalu

4. Apa jenis rokok yang 1) Filter

biasa bapak/ ibu 2) Non-Filter

gunakan?
5. Dimanakah tempat 1) di kantor/kampus/Sekolah

biasa bapak/ibu 2) kendaraan umum

menghisap rokok? 3) tempat umum (restoran, stasiun,

swalayan)

4) smoking area

5) toilet
LEMBAR OBSERVASI PONV PADA PASIEN PEROKOK

A. Tujuan
Untuk mengetahui apakah pasien perokok mengalami PONV atau tidak
Petunjuk pengisian :
1. Islah kotak dibawah ini dengan lambang centang (√)
2. Isilah identitas dan centanglah kotak jawaban dengan sejujur – jujurnya
sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan
B. Identitas Responden

No Identitas Responden

1. Inisial (beri 2 huruf saja)


…..
2. Umur
…….Tahun
3. Jenis Kelamin 1) Laki - laki 
2) Perempuan 
4. Riwayat pemberian Opioid 1) Ya 
*Di isi sendiri oleh peneliti
2) Tidak 

C. Lembar Observasi Post Operative Nausea And Vomiting

No Karakteristik PONV Skor Beri


tanda

1. tidak mual dan tidak muntah 0

2. mual kurang dari 10 menit dan muntah hanya sekali, tidak 1


memerlukan terapi
3. mual menetap lebih dari 10 menit dan atau muntah 2 kali 2
dan tidak membutuhkan pengobatan

4. mual menetap lebih dari 10 menit dan atau muntah lebih 3


dari 2 kali dan membutuhkan pengobatan
5. mual muntah membandel yang tidak berespon dengan 4
pengobatan
Pengukuran dilakukan selama pasien berada di ruang recovery atau 2 jam setelah
operasi:

Ket : Skor

Poin 1 = 0 Tidak PONV

Poin 2 = 1 PONV Ringan

Poin 3 = 2 PONV Sedang

Poin 4 = 3 PONV Berat

Poin 5 = 4 PONV Sangat Berat

Apabila skor pasien 0 maka tidak PONV

Apabila skor pasien >0 pasien mengalami PONV


Lampiran 3

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada:

Yth......................

di......................

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : I Made Oktavian Dwi Chandra
NIM : 18D10016

Pekerjaan : Mahasiswa semester VIII (Delapan) Program Studi D – IV


Keperawatan Anestesiologi, ITEKES Bali
Alamat : Jalan Tukad Ijogading, Panjer, Denpasar – Bali
Bersama ini saya mengajukan permohonan kepada Saudara untuk bersedia
menjadi responden dalam penelitian saya yang berjudul “Gambaran kejadian Post
Operative Nausea and Vomiting pada pasien perokok dengan general anestesi di
RSAD Tingkat II Udayana” yang pengumpulan datanya akan dilaksanakan pada
tanggal ....... s.d.......... Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
gambaran kejadian Post operative nausea and vomiting pada pasien riwayat
merokok.. Saya akan tetap menjaga segala kerahasiaan data maupun informasi
yang diberikan.
Demikian surat permohonan ini disampaikan, atas perhatian, kerjasama dari
kesediaannya saya mengucapkan terimakasih.
Denpasar, ..................2022
Peneliti

I Made Oktavian Dwi Chandra


18D10016
Lampiran 4

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :............................................................................................

Jenis Kelamin :............................................................................................

Pekerjaan :............................................................................................

Alamat :............................................................................................

Setelah membaca Lembar Permohonan Menjadi Responden yang diajukan oleh


Saudara I Made Oktavian Dwi Chandra semester VIII (Delapan) Program Studi
DIV Keperawatan Anestesiologi - ITEKES Bali, yang penelitiannya berjudul
“Gambaran Kejadian Post Operative Nausea and Vomiting pada pasien perokok
dengan general anestesi di RSAD Tingkat II Udayana” maka dengan ini saya
menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian tersebut, secara
sukarela dan tanpa ada unsur paksaan dari siapapun.

Demikian persetujuan ini saya berikan agar dapat digunakan sebagaimana


mestinya.

…………………………

Responden

……………
Lampiran 5

Bukti ijin menggunakan Kuesioner

Peneliti sebelumnya sudah berusaha untuk menghubungi pemilik kuesioner yang


akan peneliti gunakan untuk memperoleh hasil penelitian. Akan tetapi tidak ada
balasan dari pemilik kuesioner yang dimana pada akhirnya peneliti memutuskan
untuk tetap membuat kuesioner berdasarkan kuesioner dari Sanjiwani, N. L. P. Y.,
dan Budisetyani, I. G. (2014)
Lampiran 6

Surat pernyatataan Face Validity dan Analisa Data


Lampiran 7

Surat Etik Penelitian ITEKES Bali


Lampiran 8

Surat Ijin penelitian Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Provinsi Bali
Lampiran 9

Surat Ijin Penelitian dari Pemerintah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota
Denpasar
Lampiran 10

Bukti Surat Ijin penelitian dari RSAD Tingkat II Udayana


Lampiran 11

Output Analisa data

jenis_kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki_laki 79 98.8 98.8 98.8

perempuan 1 1.3 1.3 100.0

Total 80 100.0 100.0

umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 19.00 2 2.5 2.5 2.5

20.00 3 3.8 3.8 6.3

21.00 1 1.3 1.3 7.5

23.00 2 2.5 2.5 10.0

24.00 1 1.3 1.3 11.3

25.00 9 11.3 11.3 22.5

26.00 2 2.5 2.5 25.0

30.00 8 10.0 10.0 35.0

34.00 2 2.5 2.5 37.5

35.00 8 10.0 10.0 47.5

36.00 1 1.3 1.3 48.8

37.00 2 2.5 2.5 51.2


38.00 1 1.3 1.3 52.5

40.00 6 7.5 7.5 60.0

42.00 1 1.3 1.3 61.3

44.00 1 1.3 1.3 62.5

45.00 5 6.3 6.3 68.8

47.00 1 1.3 1.3 70.0

50.00 5 6.3 6.3 76.3

52.00 3 3.8 3.8 80.0

55.00 5 6.3 6.3 86.3

56.00 2 2.5 2.5 88.8

57.00 1 1.3 1.3 90.0

60.00 6 7.5 7.5 97.5

65.00 2 2.5 2.5 100.0

Total 80 100.0 100.0

apakah_bapak_ibu_meroko

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid ya 80 100.0 100.0 100.0

jumlah_rokok_dihisap_dalam_sehari

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kurang_dari_10_batang_sehari 56 70.0 70.0 70.0

10_20_batang_sehari 24 30.0 30.0 100.0

Total 80 100.0 100.0

sejak_kapan_bapak_ibu_meroko

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid lebih_dari_6_bulan 80 100.0 100.0 100.0

jenis_rokok_yang_digunakan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid filter 80 100.0 100.0 100.0

Dimanakah_tempat_biasa_bapak_ibu_merokok

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tempat_umum 39 48.8 48.8 48.8

smoking_area 38 47.5 47.5 96.3

toilet 3 3.8 3.8 100.0

Total 80 100.0 100.0


riwayat_pemeberian_opioid

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid ya 80 100.0 100.0 100.0

mengalami_PONV

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid ya 14 17.5 17.5 17.5

tidak 66 82.5 82.5 100.0

Total 80 100.0 100.0

karakteristik_PONV

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak_mual_dan_tidak_muntah 66 82.5 82.5 82.5

mual_kurang_dari_10_menit_m 4 5.0 5.0 87.5


untah hanya_sekali_tidaka
memerlukan_terapi

mual_menetap_lebih_dari_10_ 6 7.5 7.5 95.0


menit_mual_2_kali_tidak_mem
butuhkan_pengobatan

mual_menetap_lebih_dari_10_ 4 5.0 5.0 100.0


menit_muntah_lebih_dari_2_kal
i_dan_membutuhkan_pengobata
n
Total 80 100.0 100.0

Crosstabs

Notes

Output Created 20-MAY-2022 22:41:46

Comments

Active Dataset DataSet0

Filter <none>

Weight <none>
Input
Split File <none>

N of Rows in Working Data


80
File

User-defined missing values are


Definition of Missing
treated as missing.

Missing Value Handling Statistics for each table are


based on all the cases with valid
Cases Used
data in the specified range(s) for
all variables in each table.

CROSSTABS

/TABLES=Umur JK
Jumlahrokok Sejakkapan
Jenisrokok tempatmerokok BY
MengalamiPONV
Syntax
/FORMAT=AVALUE
TABLES

/CELLS=COUNT

/COUNT ROUND CELL.


Processor Time 00:00:00.03

Elapsed Time 00:00:00.04


Resources
Dimensions Requested 2

Cells Available 131072

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Umur * Kejadian PONV 80 100.0% 0 0.0% 80 100.0%

Jenis Kelamin * Kejadian


80 100.0% 0 0.0% 80 100.0%
PONV

Berapa jumlah rokok *


80 100.0% 0 0.0% 80 100.0%
Kejadian PONV

Sejak Kapan merokok *


80 100.0% 0 0.0% 80 100.0%
Kejadian PONV

Jenis Rokok * Kejadian PONV 80 100.0% 0 0.0% 80 100.0%

Dimana Tempat mengisap


80 100.0% 0 0.0% 80 100.0%
rokok * Kejadian PONV

Umur * Kejadian PONV Crosstabulation

Count

Kejadian PONV Total

Ya Tidak
19 0 2 2

20 1 2 3

21 0 1 1

23 0 2 2

24 1 0 1

25 3 6 9

26 1 1 2

30 0 8 8

34 0 2 2

35 1 7 8

36 0 1 1
Umur
37 0 2 2

38 0 1 1

40 1 5 6

42 0 1 1

44 0 1 1

45 2 3 5

47 0 1 1

50 1 4 5

52 0 3 3

55 1 4 5

56 0 2 2
57 0 1 1

60 2 4 6

65 0 2 2

Total 14 66 80

Jenis Kelamin * Kejadian PONV Crosstabulation

Count

Kejadian PONV Total

Ya Tidak

Laki-laki 13 66 79
Jenis Kelamin
Perempuan 1 0 1

Total 14 66 80

Berapa jumlah rokok * Kejadian PONV Crosstabulation

Count

Kejadian PONV Total

Ya Tidak

kurang dari 10 batang sehari 12 44 56


Berapa jumlah rokok
10 - 20 batang sehari 2 22 24

Total 14 66 80

Sejak Kapan merokok * Kejadian PONV Crosstabulation


Count

Kejadian PONV Total

Ya Tidak

Sejak Kapan merokok lebih dari 6 bulan 14 66 80

Total 14 66 80

Jenis Rokok * Kejadian PONV Crosstabulation

Count

Kejadian PONV Total

Ya Tidak

Jenis Rokok Filter 14 66 80

Total 14 66 80

Dimana Tempat mengisap rokok * Kejadian PONV Crosstabulation

Count

Kejadian PONV Total

Ya Tidak

Tempat Umum 6 33 39

Dimana Tempat mengisap


Smoking Area 8 30 38
rokok

Toilet 0 3 3

Total 14 66 80

Anda mungkin juga menyukai