FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2021
i
SKRIPSI
Diajukan Oleh:
NYOMAN SRI WAHYUNI
NIM. 17D10049
FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI KPERAWATAN ANESTESIOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2021
ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi penelitian dengan judul “Manajemen Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi
Apendiktomi Di RSAD Tk II Udayana”, telah mendapatkan persetujuan pembimbing
untuk diajukan dalam ujian skripsi penelitian.
Pembimbing I Pembimbing II
iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi ini telah Diuji dan Dinilai oleh Panitia Penguji pada Program Studi DIV
Keperawatan Anestesiologi Institut Teknologi dan Kesehatan Bali pada tanggal 12 Juli
2021
Anggota :
1. I Ketut Swarjana, S.KM., MPH., Dr.PH
NIDN. 0807087401
iv
LEMBAR PERNYATAAN PENGESAHAN
Anggota :
1. I Ketut Swarjana, S.KM., MPH., Dr.PH
NIDN. 0807087401
Mengetahui
I Gede Putu Darma Suyasa., S.Kp., M.Ng.,Ph.D dr. Agus Shuarsedana, Sp.An
NIDN. 0823067802 NIR. 17131
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Manajemen
Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi Apendiktomi di RSAD TK II Udayana Tahun
2021”.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan,
pengarahan dan bantuan dari semua pihak sehingga skripsi ini bisa diselesaikan tepat
pada waktunya. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak I Gede Putu Darma Suyasa, S.Kp., M.Ng., Ph.D. selaku Rektor Institut
Teknoogi dan Kesehatan Bali yang telah memberikan ijin dan kesempatan
kepada penulis menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Ns. Ni Luh Pt. Dina Susanti, S.Kep.,M.Kep. selaku Wakil Rektor
(Warek) I yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis
menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Ns. I Ketut Alit Adianta, S.Kep., MNS selaku Wakil Rektor II yang
telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan skripsi
ini.
4. Bapak Ns. I Kadek Nuryanto, S.Kep., MNS selaku Dekan Fakultas Kesehatan
yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan
skripsi ini.
5. Bapak I Ketut Swarjana, S.KM.,MPH., Dr.PH selaku Dosen pembimbing I
yang telah banyak memberikan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini
6. Bapak Ns. I Nyoman Arya Maha Putra, S.Kep.,M.Kep.,Sp.KMB selaku
Dosen pembimbing II yang yang dengan sabar membimbing dan memberikan
saran, dukungan serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
7. Bapak dr. Gede Agus Shuarsedana, Sp.An selaku Ketua Program Studi D IV
Keperawatan Anestesiologi yang memberikan dukungan moral kepada
penulis.
8. Bapak Ns. Emanuel Ileatan Lewar, S.Kep., MM selaku sekretaris Program
Studi D IV Keperawatan Anestesiologi yang memberikan dukungan moral
kepada penulis.
vi
9. Ibu Ni Made Nurtini, S.Si.T.,M.Kes. Selaku pembimbing akademik Program
Studi D IV Keperawatan Anestesiologi kelas A yang selalu memberikan
dukungan dan motivasi kepada penulis.
10. Semua dosen dan staf pendidikan, sekretariat dan perpustakaan serta semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
11. Seluruh keluarga terutama ibu, bapak, kakak, adik, sahabat, teman dan adik
tingkat yang telah memberikan doa, dorongan dan semangat selama
penyusunan skripsi ini.
12. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih belum sempurna, untuk
itu dengan hati terbuka, penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya konstruktif
untuk kesempurnaan skripsi ini.
Penulis
Nyoman Sri Wahyuni
vii
MANAJEMEN NYERI PADA PASIEN PASCA
OPERASI APENDIKTOMI DI RSAD TK II UDAYANA
ABSTRAK
viii
PAIN MANAGEMENT ON POST APPENDECTOMY PATIENTS
AT TK II UDAYANA HOSPITAL
ABSTRACT
ix
DAFTAR ISI
x
A. Desain Penelitian…………………………………………………………16
B. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………………16
C. Partisipan…………………………………………………………………16
D. Pengumpulan Data……………………………………………………….17
E. Analisa Data……………………………………………………………...18
F. Etika Penelitian…………………………………………………………..19
BAB IV HASIL PENELITIAN……………………………………………...21
A. Karakteristik Penata Anestesi Lama Kerja di Rumah Sakit dan Lama
Pendidikan……………………………………………………………….21
B. Karakteristik Nyeri dan Skala Nyeri Pasien Yang Menjalani Pasca
Operasi Apendiktomi…………………………………………………….21
C. Mengidentifikasi Manajemen Nyeri Secara Non Farmakolohi dan Non
Farmakologi Pada Pasien Pasca Operasi Apendiktomi…………………. 21
BAB V PEMBAHASAN……………………………………………………..23
A. Karakteristik Penata Anestesi Lama Kerja di Rumah Sakit dan Lama
Pendidikan………………………………………………………………23
B. Karakteristik Nyeri dan Skala Nyeri Pasien Yang Menjalani Pasca
Operasi Apendiktomi…………………………………………………...23
C. Manajemen Nyeri Farmakologi dan Non Farmakologi Pada Pasien
Pasca Operasi Apendiktomi……………………………………………..24
D. Keterbatasan Penelitian………………………………………………....25
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN………………………………………...26
A. Kesimpulan………………………………………………………………26
B. Saran ………………………………………………………………….....26
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...27
LAMPIRAN………………………………………………………………......29
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 6 : Surat Ijin Penelitian dan Badan Penanaman Modal dan Perizinan
Provinsi Bali
xii
DAFTAR SINGKATAN
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Data pada pasien rawat inap di RSUD Provinsi Bali tahun 2018 penyakit
apendiksitis sebanyak 2.864. Pada pasien rawat inap di RSD Mangusada Badung pada
tahun 2017 terdapat 43 orang yang mengalami apendiksitis, pada tahun 2018 terdapat
51 orang yang mengalami apendiksitis, pada tahun 2019 terdapat 121 orang yang
mengalami apendiksitis. Pada umumnya post operasi Apendiktomi mengalami nyeri
akibat bedah luka operasi. Nyeri yang paling lazim adalah nyeri insisi. Seorang yang
mengalami nyeri akan berdampak pada aktivitas sehari-hari. Dampak fisik seperti rasa
1
ketidaknyaman, dampak perilaku seperti mendengkur, sesak nafas, menangis dan
perasaan gelisah, dampak aktivitas seperti dapat membatasi pergerakan.
Manajemen untuk mengatasi nyeri yaitu, dengan cara farmakologi dan non
farmakologi. Tindakan secara farmakologi dilakukan dengan memberikan analgesik,
ialah untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri. Sedangkan tindakan secara
non farmakologis adalah terapi untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan
Teknik manajemen nyeri seperti kompres hangat dan dingin, terapi musik, imajinasi
terbimbing, Teknik relaksasi napas dalam. (Wati et al., 2020)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini adalah “ bagaimanakah manajemen nyeri pada pasien pasca
operasi apendiktomi di RSAD Tk II Udayana” ?
2
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Manajemen Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi Apendiktomi. di
RSAD Tk II Udayana.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik penata anestesi. lama kerja di rumah sakit, dan
lama Pendidikan.
b. Mengidentifikasi karakteristik nyeri, dan skala nyeri pasien pasca operasi
apendiktomi.
c. Mengidentifikasi manajemen nyeri secara farmakologi, dan secara non
farmakologi pada pasien pasca operasi apendiktomi.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara praktis dan teori sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Untuk mengetahui apakah tindakan manajemen nyeri dapat menurunkan nyeri pada
pasien pasca operasi apendiktomi.
2. Manfaat Praktis
Sebagai sumber untuk menambah wawasan atau pengetahuan bagi penata anestesi
khususnya manajemen nyeri pada pasien pasca operasi apendiktomi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Apendisitis adalah salah satu kasus bedah abdomen yang paling sering
terjadi. Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum).
Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.
Salah satu untuk tindakan pasien apendiks akut adalah dengan cara
pembedahan atau yang disebut appendiktomi yang merupakan tindakan invasif
dengan membuka bagian tubuh yang akan ditangani, pembukaan ini umumnya
dilakukan dengan sayatan, pada pembedahan appendiktomi, insisi McBurney
paling banyak dipilih oleh ahli bedah. (Wati et al., 2020)
2. Penyebab
apendisitis disebabkan oleh infeksi bakteria. Sumbatan lumen apendiks
merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping
hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris yang
dapat menyebabkan sumbatan terdapat pula penyebab yang dapat
menimbulkan apendisitis yaitu erosi mukosa apendiks karena parasit seperti
e.histolytica.
4
3. Patofisiologi
Peradangan apendiks biasanya dimulai pada mukosa dan kemudian
melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks mulai dari submucosa, lamina
muskularis, dan lamina serosa. Proses awal ini terjadinya dalam waktu 12-24
jam pertama. Obstruksi pada bagian yang lebih proksimal dari lumen
menyebabkan stasis bagian distal apendiks, sehingga mucus yang terbentuk
secara terus-menerus akan terakumulasi. Kapasitas normal lumen apendiks
hanya 0,1 ml. Sekresi cairan yang melebihi 0,5 ml akan meningkatkan tekanan
intraluminal sebesar 60 cm H2O.
Peningkatan tekanan intraluminer dan edema akibat gangguan sirkulasi
limfe akan memacu proses translokasi kuman, di dalam lumen menembus
mukosa dan menyebabkan ulserasi mukosa apendiks. Obstruksi yang
berkelanjutan menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi vaskuler. Sirkulasi
venular akan mengalami gangguan lebih dahulu daripada arterial. Keadaan ini
akan menyebabkan iskemi jaringan dan invasi bakteri semakin berat sehingga
terjadi pernanahan yang disebut apendisitis akut . (Wati et al., 2020)
5
sekitar 2 hingga 3 inci. Apendiktomi bisa dilakukan secara terbuka atau
dengan laparatomi insisi Mc Burney paling banyak dipilih ahli bedah
(LeMone,2015)
b. Laparatomi merupakan suatu prosedur pembedahan mayor dengan
melakukan penyayatan pada lapisan-lapisan dinding abdomen untuk
mendapatkan bagian organ yang mengalami masalah ada 4 cara yaitu :
1. Sayatan garis tengah
2. Paramedian, yaitu sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm),
panjang (12,5 cm).
3. Sayatan perut bagian atas melintang, misalnya pembedahan
kolesistomi dan splenektomi.
4. Sayatan perut bagian bawah melintang, insisi di bagian bawah ± 4
cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya pada operasi
apendiktomi.
B. Konsep Nyeri
1. Pengertian nyeri
Nyeri merupakan pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan. Nyeri adalah bentuk suatu rasa sensorik ketidaknyamanan yang
bersifat subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan
berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang
dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan ( International
Association For The Study Of Pain, IASP ) (Aisyah, 2017)
2. Klasifikasi Nyeri
Macam -macam nyeri menurut (Witjaksono, 2013 ) antara lain :
a. Berdasarkan waktu durasi nyeri :
1) Nyeri akut: < 3 bulan, mendadak akibat trauma atau inflamasi, tanda
respon simpatis, penderita anxietas sedangkan keluarga suportif.
2) Nyeri kronik: > 3 bulan, hilang timbul atau terus menerus, tanda
respon parasimpatis, penderita depresi sedangkan keluarga lelah.
b. Berdasarkan etiologi, ke dalam:
1) Nyeri nosiseptik; rangsang timbul oleh mediator nyeri, seperti pada
paska trauma-operasi dan luka bakar.
6
2) Nyeri neuropatik: rangsang oleh kerusakan saraf atau disfungsi saraf,
seperti pada diabetes mellitus, herpes zoster.
c. Berdasarkan intensitas nyeri, ke dalam:
1) Skala visual analog score: 1-10
2) Skala wajah Wong Baker: tanpa nyeri, nyeri ringan, sedang, berat, tak
tertahankan.
d. Berdasarkan lokasi:
1) Nyeri superfisial: nyeri pada kulit, subkutan, bersifat tajam, terlokasi
2) Nyeri somatik dalam: nyeri berasal dari otot, tendo, tumpul, kurang
terlokasi
3) Nyeri viskeral: nyeri berasal dari organ internal atau organ
pembungkusnya, seperti nyeri kolik gastrointestinal dan kolik ureter.
4) Nyeri alih/referred: masukan dari organ dalam pada tingkat spinal
disalah artikan oleh penderita sebagai masukan dari daerah kulit pada
segmen spinal yang sama.
5) Nyeri proyeksi: misalnya pada herpes zooster, kerusakan saraf
menyebabkan nyeri yang dialihkan ke sepanjang bagian tubuh yang
diinerfasi oleh saraf yang rusak tersebut.
3. Mekanisme Nyeri
a. Transduksi merupakan proses stimuli nyeri atau naxious stimuli yang
diterjemahkan atau diubah menjadi suatu aktivitas listrik pada ujung-ujung
saraf.
b. Transmisi merupakan proses penyaluran implus melalui saraf sensoris
menyusul proses transduksi.
c. Modulasi adalah proses interaksi antara sistem analgesik endogen dengan
implus nyeri yang masuk ke kornu posterior medula spinalis. Sistem
analgesik endogen meliputi, enkefalin, endorfina, serotonin dan
noradrenalin yang mempunyai efek menekan implus nyeri pada kornu
posterior medulla spinalis.
d. Persepsi adalah hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik
yang dimulai dari proses transduksi, transmisi dan modulasi yang ada
gilirannya menghasilkan suatu yang subyektif yang dikenal sebagai
persepsi nyeri. (Bahrudin, 2018)
7
4. Tanda dan Gejala Nyeri
Pasien dengan nyeri akut memiliki tanda dan gejala mayor maupun minor
sebagai berikut (PPNI,2016) :
a. Tanda dan gejala mayor :
1) Secara subjektif pasien mengeluh nyeri.
2) Secara objektif pasien tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi
meningkat dan sulit tidur.
b. Tanda dan gejala minor :
1) Secara subjektif tidak ada gejala minor dan nyeri akut
2) Secara objektif nyeri akut ditandai dengan tekanan darah meningkat,
pola napas berubah, nafsu makan menurun, proses berpikir terganggu,
menarik diri, berfokus pada diri sendiri, dan diaphoresis.
Secara spesifik tanda dan gejala nyeri akut pada pasien apendisitis
nyeri akut yang muncul data subyektif seperti nyeri daerah pusar menjalar ke
daerah perut kanan bawah, mual,muntah, kembung, tidak nafsu makan,
demam, tungkai kanan tidak dapat diluruskan , diare atau konstipasi, data
obyektif seperti nyeri tekan di titik mc.burney, spasme otot, takikardi,
takipnea, pucat, gelisah, bising usus berkurang atau tidak ada, demam 38-
38,5°c.
a. Usia
Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan
prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri. Mereka belum
dapat mengucapkan kata-kata untuk mengungkapkan secara verbal dan
mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau petugas kesehatan. Pada
sebagian anak, terkadang segan untuk mengungkapkan keberadaan nyeri
yang ia alami disebabkan mereka takut akan tindakan perawatan yang
harus mereka terima nantinya.
8
b. Jenis Kelamin
c. Kebudayaan
d. Makna Nyeri
e. Perhatian
9
f. Ansietas
g. Keletihan
h. Pengalaman Sebelumnya
i. Gaya Koping
10
j. Dukungan Keluarga dan Sosial
6. Pengkajian Nyeri
11
7. Skala dan Intensitas Nyeri
Untuk menilai skala nyeri terdapat beberapa macam skala nyeri yang
dapat digunakan untuk mengetahui tingkat nyeri seseorang menurut (Potter &
Perry, 2010 antara lain :
a. Verbal Descriptor Scale (VDS)
Verbal Descriptor Scale (VDS) adalah garis yang terdiri dari tiga
sampai lima kata pendeskripsi yang telah disusun dengan jarak yang sama
sepanjang garis. Ukuran skala ini diurutkan dari “tidak terasa nyeri” sampai
“nyeri tidak tertahan”. Perawat menunjukkan ke klien tentang skala tersebut
dan meminta klien untuk memilih skala nyeri terbaru yang dirasakan.Perawat
juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa
jauh nyeri terasa tidak menyakitkan. Alat VDS memungkinkan klien untuk
memilih dan mendeskripsikan skala nyeri yang dirasakan.
Gambar : skala pengukur nyeri VDS
12
Gambar : skala pengukur nyeri VAS
Skala nyeri pada skala 0 berarti tidak terjadi nyeri, skala nyeri pada
skala 1-3 seperti gatal, tersetrum, nyut-nyutan, melilit, terpukul, perih, mules.
Skala nyeri 4-6 digambarkan seperti kram, kaku, tertekan, sulit bergerak,
terbakar, ditusuk-tusuk.Skala 7-9 merupakan skala sangat nyeri tetapi masih
dapat dikontrol oleh klien, sedangkan skala 10 merupakan skala nyeri yang
sangat berat dan tidak dapat dikontrol. Ujung kiri pada VAS menunjukkan
“tidak ada rasa nyeri”, sedangkan ujung kanan menandakan “nyeri yang paling
berat”.
c. Numeric Rating Scale (NRS)
Gambar : Skala Pengukuran Nyeri NRS
Skala nyeri pada angka 0 berarti tidak nyeri, angka 1-2 menunjukkan
nyeri yang ringan, angka 4-6 termasuk dalam nyeri sedang, sedangkaan angka
7-10 merupakan kategori nyeri berat. Oleh karena itu, skala NRS akan
digunakan sebagai instrumen penelitian. Menurut Skala nyeri dikategorikan
sebagai berikut:
1) 0: tidak ada keluhan nyeri, tidak nyeri.
2) 1-3: mulai terasa dan dapat ditahan, nyeri ringan.
3) 4-6: rasa nyeri yang menganggu dan memerlukan usaha untuk
menahan, nyeri sedang.
4) 7-10 : rasa nyeri sangat menganggu dan tidak dapat ditahan, meringis,
menjerit bahkan teriak, nyeri berat.
13
d. Wong-Baker FACES Pain Rating Scale
Skala ini terdiri atas enam wajah dengan profil kartun yang
menggambarkan wajah yang sedang tersenyum untuk menandai tidak adanya
rasa nyeri yang dirasakan, kemudian secara bertahap meningkat menjadi
wajah kurang bahagia, wajah sangat sedih, sampai wajah yang sangat
ketakutan yang berati skala nyeri yang dirasakan sangat nyeri.
Gambar : Skala Pengukuran Nyeri FRS
8. Penanganan Nyeri
Manajemen Penatalaksanaan terapi farmakologi dan non farmakologi
dibedakan menjadi dua faktor antara lain (Rahmatun & Heru, 2020).
a. Penatalaksanaan Secara Farmakologi dengan memberikan analgesik,
golongan opioid untuk nyeri hebat dan golongan anti inflamasi non steroid
(NSAID) untuk nyeri sedang atau ringan. Metode menghilangkan nyeri
dengan cara sistematis (oral, rektal, transdermal, sublingual, subkutan,
intramuskular, intravena atau per infus.
b. Penatalaksanann terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan
pendekatan secara fisik dan perilaku kognitif yaitu teknik relaksasi napas
dalam, terapi musik, dan imajinasi terbimbing.
1. Teknik relaksasi napas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan
inspirasi secara maksimal) dan bagaimana mengembuskan nafas secara
perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi
nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan
oksigenasi darah.
14
2. Terapi musik adalah penggunaan musik untuk relaksasi, mempercepat
penyembuhan, meningkatkan fungsi mental dan menciptakan rasa
sejahtera. Musik dapat mempengaruhi fungsi fisiologis, seperti
respirasi, denyut jantung dan tekanan darah.
3. Imajinasi terbimbing merupakan salah satu teknik yang dapat
menimbulkan efek relaksasi pada penggunanya. imajinasi dari individu
secara terbimbing yang bertujuan mengembangkan relaksasi dan
meningkatkan kualitas hidup individu. Dengan membayangkan suatu
tempat atau situasi yang menyenangkan individu akan menemukan
titik rileksnya, terlebih jika ketika berimajinasi melibatkan indra yang
dimiliki seperti pengelihatan, penciuman, perabaan, pendengaran,
bahkan pengecapan.
15
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan desain
multiple case study. Metode penelitian deskriptif kualitatif adalah suatu metode yang
digunakan peneliti untuk menemukan pengetahuan atau teori terhadap penelitian pada
satu waktu tertentu (Mukthar, 2013). Salah satu jenis studi kasus adalah multiple-
kasus (multiple case study). Menurut (Sri Wahyuningsih, 2013) multiple case study
adalah penarikan generalisasi untuk lingkup yang lebih luas dan untuk
mengidentifikasi perbedaan corak khusus dengan menyelidiki persamaan dan
perbedaan antar kasus. Demikian dengan penelitian ini, peneliti menggunakan desain
penelitian multiple case study untuk mengetahui manajemen nyeri pada apsien pasca
operasi apendiktomi.
16
1. Pasien yang menjalani pasca operasi apendiktomi dengan laparatomi
2. Penata anestesi dalam manajemen nyeri farmakologi dan non farmakologi
pasca operasi apendiktomi.
b) Kriteria eksklusi
D. Pengumpulan Data
18
kemudian akan dibandingkan sehingga didapatkan sebuah kesimpulan akhir. Data
juga dibahas dan dibandingkan dengan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan
secara teoritis dengan perilaku kesehatan kemudian.
F. Etika Penelitian
Setiap melakukan penelitian yang mengikutsertakan manusia sebagai subjek
penelitian, harus diwajibkan menerapkan tiga prinsip etik atau kaidah dasar
penelitian, yaitu respect for pearsons (others), beneficence dan non maleficence serta
justice.
1. Respect for pearsons (others), peneliti selalu menjaga dan menghormati harkat
dan martabat bagi patisipan sebagai makhluk bio, psiko, sosial dan spiritual.
Peneliti memberikan kebebasan pada partisipan untuk memilih menjadi partisipan
sehingga dalam penelitian ini tidak ada unsur paksaan.
2. Beneficence dan non maleficence, prinsip ini menekankan peneliti untuk
melakukan penelitian yang memberikan manfaat bagi partisipan. Prinsip ini
memberikan keuntungan dengan cara memberikan informasi betapa pentingnya
upaya perawat anestesi dalam menurunkan kecemasan pasien dan menggali sejauh
mana kesiagaan yang dilakukan perawat anestesi di RSU Bangli.
3. Justice, peneliti tidak diskriminasi dalam memperlakukan partisipan, peneltian ini
tidak mengandung resiko yang mengancam rasa aman partisipan. Peneliti
menjamin kerahasiaan partisipan, menghentikan penelitian jika ternyata dalam
proses penelitian tidak nyaman, dan memberikan kesempatan kepada partisipan
penelitian untuk mengajukan pertanyaan tentang penelitian.
Selain harus memperhatikan ketiga prinsip diatas peneliti juga harus
memperhatikan beberapa hal yang mendasari penyusunan studi kasus, yang terdiri
dari:
1. Informed consent (persetujuan menjadi partisipan)
Informed consent merupakan bentuk peretujuan antara peneliti dengan
responden peneliti dengan memberikan lembar pesetujuan. Informed consent
tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar
persetujuan dengan menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar
subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui dampaknya. Jika
subyek bersedia maka mereka harus menandatangani hak responden.
19
2. Anonymity (tanpa nama)
Anonymity merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam subyek
penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencatumkan nama responden
pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Confidentiality merupakan kerahasiaan hasil penlitian, baik informasi maupun
masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan
pada hasil penelitian.
20
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Penata Anestesi Lama Kerja di Rumah Sakit dan Lama Pendidikan
Partisipan dalam penelitian ini adalah yakni tuan WS penata anestesi yang
sudah memiliki pengalaman kerja selama 15 tahun lulusan D III Keperawatan
Anestesi, dan sedang menjalani Pendidikan alih jenjang ke D-IV keperawatan
anestesi. Narasumber yang kedua yakni penata anestesi AD dengan pengalaman kerja
3 tahun lulusan D III Keperawatan Anestesi dan sedang menjalani pelatihan penata
anestesi di RSAD Tk II Udayana.
B. Karakteristik Nyeri dan Skala Nyeri Pasien yang Menjalani Pasca Operasi
Apendiktomi
Pada penelitian ini peneliti menggunakan lembar observasi yang dilakukan
oleh peneliti pada dua partisipan pasien pasca operasi apendiktomi yang mengalami
nyeri. Pada penelitian ini karakteristik nyeri dikaji dengan PQRST yang mana P
(Provoking) merupakan faktor yang mempengaruhi berat atau ringanya nyeri, Q
(Quality) merupakan kualitas nyeri seperti tertusuk-tusuk, tersayat atau tumpul, R
(region) merupakan daerah nyeri, S (Severity) merupakan tingkat keparahan nyeri,
dan T ( Time ) merupakan waktu timbulnya nyeri. Alat ukur yang digunakan untuk
mengkaji skala nyeri pasien menggunakan Numeric Rating Scale (NRS).
21
ketorolac pemberian intens setiap 8 jam diberikan 30 mg IV. di harapkan jika
menggunakan spinal 30 menit sebelum obat habis diberikan bolus/IV. di berikan
setiap 8 jam sekali. Adapun obat tambahan multimodal yang terbaru digunakan yaitu
dexsamethasone disamping sebagai anti nyeri dan anti mual. Sedangkan tindakan
secara non farmakologi sifatnya persepsi yaitu mengalihkan perhatian. Melakukan
distraksi, dan melakukan Teknik relaksasi napas dalam. diberikan setiap 10-15 menit
sekali.
22
BAB V
PEMBAHASAN
A. Karakteristik penata anestesi lama kerja di rumah sakit dan lama Pendidikan
Partisipan dalam penelitian ini adalah dua narasumber yaitu penata anestesi.
Narasumber pertama yakni tuan WS jenis kelamin laki-laki, umur 41 tahun, penata
anestesi yang sudah memiliki pengalaman kerja selama 15 tahun lulusan D III
Keperawatan Anestesi, dan sedang menjalani Pendidikan alih jenjang ke D-IV
keperawatan anestesi. Narasumber yang kedua yakni penata anestesi inisial AD jenis
kelamin perempuan, umur 38 tahun dengan pengalaman kerja 3 tahun. Lulusan D III
Keperawatan Anestesi dan sedang menjalani pelatihan penata anestesi di RSAD Tk II
Udayana.
B. Karakteristik nyeri dan skala nyeri pasien yang menjalani pasca operasi apendiktomi
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada kedua partisipan yaitu
partisipan 1 Tn.S, umur 32 th, Pendidikan terakhir SMA, di dapatkan tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 80x/mnt, RR 20x/mnt, SpO2 : 98% dengan skala nyeri
menggunakan PQRST P (Provoking) : nyeri bertambah saat bergerak, Q (Quality) :
seperti tertusuk-tusuk, R (region) : perut bagian bawah kanan, S (Severity) : 7 nyeri
berat , T ( Time ) : terus-menerus. Partisipan 2 yaitu Tn. A, umur 42 tahun,
Pendidikan terakhir D III, di dapatkan Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 85x/mnt,
RR 22x/mnt, SpO2 : 99% dengan skala nyeri menggunakan P (Provoking) : nyeri
bertambah saat bergerak, Q (Quality) : tertusuk benda tajam, R (region) : perut kanan
bawah, , S (Severity) : 5 nyeri sedang, T ( Time ) : hilang timbul.
“Dapat dilihat adanya perbedaan skala nyeri yang dialami pada kedua partisipan
mengalami sama-sama nyeri pasca operasi apendiktomi. Skala nyeri dari masing-
masing partisipan pada penelitian partisipan 1 mengalami skala nyeri 7 nyeri berat.
sedangkan partisipan 2 mengalami skala nyeri 5 yaitu nyeri sedang”
Berdasarkan penelitian studi kasus menyatakan bahwa nyeri timbul karena
robeknya jaringan tubuh disebabkan oleh benda tajam atau tumpul yang membuat
ujung-ujung saraf rusak atau terputus gejala pasca operasi apendiktomi adalah nyeri
visceral epigastrium pindah ke kanan bawah ke titik Mc Burney. Apabila nyeri tidak
ditangani maka dapat menimbulkan masalah seperti hambatan mobilitas fisik
(Tsamsuhidajat & Wong de jong 2010).
23
C. Manajemen nyeri farmakologi dan non farmakologi pada pasien pasca operasi
apendiktomi
Berdasarkan hasil wawancara yang didapatkan pada partisipan. Peran penata
anestesi ada dua yaitu : yang pertama peran mandiri yaitu melakukan asuhan
kepenataan anestesi pada pre, intra maupun pasca. yang kedua peran kolaborasi yaitu
berkolaborasi dengan dokter spesialis anestesi dalam tindakan anestesi. Nyeri pasca
operasi apendiktomi adalah nyeri bersifat subjektif dan emosional yang tidak
menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial. Nyeri
pasca operasi dilihat dari kriteria operasi. Operasi apendiksitis termasuk operasi
sedang, kembali lagi jika nyeri itu sifatnya subjektif. Jadi setiap orang berbeda-beda.
Tapi pada umumnya nyeri yang disebabkan oleh operasi apendiktomi tidak sampai
ditemukan nyeri berat kecuali tidak ada terapi nyeri. jika sudah diawali dengan terapi
nyeri, didapatkan nyeri sedang. skala nyeri pada pasien pasca operasi apendiktomi
antara 5-7.
Pada pasien pasca operasi apendiktomi lebih efektif menggunakan
farmakologi karena langsung bekerja ke pusat otak. Jika menggunakan non
farmakologi mungkin untuk nyeri-nyeri yang kronis, nyeri yang sifatnya derajat
rendah bisa menggunakan farmakologi. Nyeri yang sedang keatas harus
menggunakan penanganan nyeri farmakologi. Jika farmakologi langsung bekerja ke
pusat nyeri dari tranduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. Secara otomatis nyeri
tidak akan terjadi.
Tindakan farmakologi yang diberikan pada pasien operasi pasca apendiktomi
di RSAD Tk II Udayana selama ini belum pernah memakai obat narkotik. Obat-
obatan yang digunakan adalah obat golongan NSAID atau golongan yang kerjanya
sentral yaitu tramadol dan ketorolac. Dosis yang diberikan bervariasi tiap dokter di
RSAD Tk II udayana juga menggunakan obat multimodal. Diawal sudah diberikan,
misalnya operasi spinal diharapkan diawal sudah memblok nyeri dan ditambahkan
obat multimodal ketamin dan tramadol anatara 200-250 mg. ketorolac tergantung
berat badan pada umumnya di RSAD Tk II udayana dosis yang diberikan 60 mg dan
di drip dalam D5% kemudian ketorolac intens setiap 8 jam diberikan 30 mg IV bolus.
Rentang waktu yang diberikan, jika mengunakan spinal sebelum habis obat spinal 30
menit sebelum harus diberikan bolus atau lodding dose. Dengan pemberian dosis
tramadol 50 mg dan ketorolac 30 mg. diharapkan kandungan di dalam darah tinggi,
setelah itu dilanjutkan dengan pemberian drip. Sehingga tidak cepat turun konsentrasi
di tubuh pasien dan tetap stabil. Pemberian obat setiap 8 jam sekali diberikan. jam
24
pertama diberikan di pre, 8 jam kemudian di berikan RR (recovery room), 8 jam
kemudian diberikan diruang rawat. Ketorolac diberikan 3x30 mg tergantung umur,
jika dewasa sekian. di RSAD Tk II udayana juga menggunakan obat tambahan
multimodal yaitu dexsamethasone dengan dosis 5 mg diberikan 5-10 mg IV Bolus.
sebagai anti nyeri dan anti mual.
Tindakan non farmakologi yang diberikan yaitu sifatnya persepsi atau
mengalihkan perhatian. Contohnya memberikan distraksi atau pengalihan perhatian
dengan Teknik relaksasi napas dalam tujuanya menghirup oksigen lebih banyak.
Karena jaringan yang tidak sehat butuh oksigen yang lebih banyak sehingga dapat
asupan oksigen lebih banyak.
Berdasarkan hasil penelitian studi kasus menyatakan penanganan nyeri bisa
dilakukan secara farmokologis dan non farmakologis. Penanganan secara
farmakologis yaitu kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesic dan
anestesi. Sedangkan non farmakologi yaitu dengan distraksi, kompres dingin dan
panas, hypnosis, guide imagery, Teknik relaksasi napas dalam (Potter & Perry,
2010).
D. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara mendalam (indepth
interview), dilakukan di ruang RR (recovery room), yang mana terdapat orang lain
dan aktifitas lain yang dilakukan dalam satu ruangan menyebabkan bising dan kurang
fokus yang bisa menjadi bias dikarenakan wawancara mendalam mengharuskan
partisipan untuk fokus dalam menjawab pertanyaan, sehingga penelitian berikutnya
agar dapat mengkondisikan tempat penelitian agar lebih kondusif dan mengurangi
bias dalam penelitian.
25
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Manajemen nyeri pada
pasien pasca operasi apendiktomi di RSAD Tk II Udayana. partisipan yakni WS
pendidikan terakhir DIII keperawatan anestesi dan bekerja sebagai penata anestesi
selama 15 tahun sedangkan AD jenjang pendidikan DIII keperawatan anestesi dan
bekerja sebagai penata anestesi 3 tahun. Adapun nyeri pasca operasi apendiktomi
kedua partisipan sama-sama mengalami nyeri dan perbedaan skala nyeri pada
partisipan 1 nyeri bertambah saat bergerak, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri pada
perut bagian bawah kanan, skala 7 nyeri berat, terus-menerus partisipan 2 nyeri
bertambah saat bergerak, nyeri tertusuk benda tajam, nyeri perut kanan bawah, skala
nyeri 5 nyeri sedang, nyeri hilang timbul. Manajemen nyeri farmakologi
menggunakan obat golongan NSAID yaitu tramadol dan ketorolac dan obat tambahan
multimodal ketamin dan tramodal sedangkan non farmakologi tindakan yang
diberikan melakukan distraksi, dan melakukan Teknik relaksasi napas dalam.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang dikemukakan diatas
beberapa saran yang ingin peneliti sampaikan diantaranya :
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan agar pelayanan kesehatan atau rumah sakit tempat penata
anestesi bekerja dapat meningkatkan penanganan secara farmakologi maupun non
farmakologi
2. Bagi Penata Anestesi
Bagi peneliti khususnya di bidang anestesiologi, diharapkan dapat meningkatkan
pemahaman tentang manajemen nyeri pada pasien pasca operasi apendiktomi
3. Bagi Peneliti Lain
Bagi peneliti lain agar dapat mengkondisikan ruangan atau tempat penelitian agar
lebih kondusif dan tidak menyebabkan kebisingan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Amalina, A., Suchitra, A., & Saputra, D. (2018). Hubungan Jumlah Leukosit Pre
Operasi dengan Kejadian Komplikasi Pasca Operasi Apendektomi pada Pasien
Apendisitis Perforasi di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas,
7(4), 491. https://doi.org/10.25077/jka.v7i4.907
Hardono, H., Marthalena, Y., & Yusuf, J. A. (2020). Obesitas, Anemia dan Mobilitas
Dini mempengaruhi Penyembuhan Luka Post-Op Apendiktomi. Wellness and
Healthy Magazine, 2(February), 177–186.
Rahmatun, V., & Heru, W. (2020). Penerapan Tehnik Distraksi Nafas Ritmik Untuk
Menurunkan Nyeri Pada Pasien Post Apendiktomi. Jurnal Manajemen Asuhan
Keperawatan, 4(1), 43–52. https://doi.org/10.33655/mak.v4i1.81
Sulung, N., & Rani, S. D. (2017). Pengaruh teknik relaksasi genggam jari terhadap
penurunan intensitas nyeri pada pasien post operasi laparatomi di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Deli Serdang Lubuk Pakam. Jurnal Endurance, 2(3),
397–405.
Wati, R. A., Widyastuti, Y., & Istiqomah, N. (2020). Perbandingan Terapi Musik
Klasik Dan Genggam Jari Terhadap Penurunan Nyeri Post Operasi
Appendiktomy. Jurnal Surya Muda, 2(2), 97–109.
https://doi.org/10.38102/jsm.v2i2.71
27
(R. Sjamsuhidajat, 2011)Aisyah, S. (2017). Manajemen Nyeri Pada Lansia Dengan
Pendekatan Non Farmakologi. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 2(1).
https://doi.org/10.30651/jkm.v2i1.1201
Wati, R. A., Widyastuti, Y., & Istiqomah, N. (2020). Perbandingan Terapi Musik
Klasik Dan Genggam Jari Terhadap Penurunan Nyeri Post Operasi
Appendiktomy. Jurnal Surya Muda, 2(2), 97–109.
https://doi.org/10.38102/jsm.v2i2.71
Sri Wahyuningsih. (2013). Metode Penelitian Studi Kasus (1st ed.). Madura: UTM
Press.
Potter, P., & Perry, A. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
28
Lampiran 1
LEMBAR WAWANCARA
Petunjuk Pengisian
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan mengisi sesuai kondisi dan keadaan
partisipan (dimohon dengan hormat seluruh pertanyaan di jawab semua).
29
Lampiran 2
LEMBAR OBSERVASI
Berilah tanda centang ( √ ) pada kolom yang ada disebelah kanan dengan pilihan
sesuai dengan jawaban partisipan berikut :
Identitas Partisipan
Nama/inisial :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pendidikan Terakhir :
No RM :
30
mempengaruhi bergerak bergerak
berat atau ringanya
nyeri Tertusuk-
Q (Quality) : tusuk Tertusuk
Kualitas nyeri benda tajam
seperti tertusuk,
tersayat atau
tumpul. Perut Perut bawah
R (Region) : bagian kanan
Daerah nyeri kanan Skala 5
S (Severity) : bawah
Tingkat parahnya Skala 7 Hilang
nyeri timbul
T (Time) : Terus-
Waktu timbulnya menerus
nyeri, lamanya
nyeri dan frekunsi
nyeri.
31
Lampiran 3
Kepada:
Yth: Bapak/ Ibu Perawat Anestesi di RSAD Tk II Udayana
di tempat
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nyoman Sri Wahyuni
NIM : 17D10049
Pekerjaan : Mahasiswa semester VII Pogram Studi D IV Keperawatan
Anestesiologi, ITEKES BALI
Alamat : Jl Muhammad Yamin VI, No 10 Renon.
Bersama ini saya mengajukan permohonan kepada Saudara untuk bersedia
menjadi partisipan dalam penelitian saya yang berjudul “Manajemen Nyeri Pada
Pasien Pasca Operasi Apendiktomi di RSAD Tk II Udayana Denpasar”, yang
pengumpulan datanya akan dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2021. Adapun tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perawat anestesi dalam
memanajmen nyeri pada pasien pasca operasi apendiktomi. Saya akan tetap menjaga
segala kerahasiaan data maupun informasi yang diberikan pada partisipan.
Demikian surat permohonan ini disampaikan, atas perhatian, kerjasama dari
kesediaannya saya mengucapkan terimakasih.
32
Lampiran 4
Nama :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Alamat :
Denpasar, …………………2021
Partisipan
…………………………
33
Lampiran 5
34
Lampiran 6
35
Lampiran 7
36
Lampiran 8
37