Anda di halaman 1dari 96

SKRIPSI

PERBEDAAN LAMA WAKTU PENCAPAIAN SKALA


BROMAGE 2 PASCA SPINAL ANESTESI DENGAN POSISI
DUDUK DAN POSISI MIRING PADA PASIEN SECTIO
CAESARIA DI RS TK.II UDAYANA DENPASAR

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Terapan Kesehatan ( S.Tr.Kes )


Pada Institut Teknologi dan Kesehatan Bali

Diajukan oleh :

I KETUT GUNARJA
NIM : 2014301185

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2021

ii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul “ Perbedaan Lama Waktu Pencapaian Skala Bromage 2 Pasca
Spinal Anestesi Dengan Posisi Duduk Dan Posisi Miring Pada Pasien Sectio Caesaria
Di RS Tk. II Udayana Denpasar ”, telah mendapatkan persetujuan pembimbing
dan disetujui untuk diajukan ke hadapan Tim Penguji Skripsi pada Program Studi D
IV Keperawatan Anestesiologi Institut Teknologi dan Kesehatan Bali.

Denpasar , 12 Juli 2021

Pembimbing I Pembimbing II

Ns.I Kadek Nuryanto,S.Kep.,MNS Ns.I Made Mertha harianto,S.Kep.,M.M.


NIDN : 0823077901 NIDNK : 8811360019

iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi ini telah Diuji dan Dinilai oleh Panitia Penguji pada Program Studi D IV
Keperawatan Anestesiologi Institut Teknologi dan Kesehatan Bali
pada Tanggal 12 Juli 2021

Panitia Penguji Skripsi Berdasarkan SK Rektor ITEKES Bali

Nomor : DL.02.02.1925.TU.X.20

Ketua : Ns. Made Rismawan, S.Kep., MNS


NIDN. 0820018101
Anggota :
1. Ns. I Kadek Nuryanto, S.Kep., MNS
NIDN. 0823077901
2. Ns I Made Mertha harianto, S Kep., MM
NIDK. 8811360019

iv
LEMBAR PERNYATAAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul “Perbedaan Lama Waktu Pencapaian Skala Bromage 2 Pasca
Spinal Anestesi Dengan Posisi Duduk Dan Posisi Miring Pada Pasien Sectio Caesaria
Di RS Tk. II Udayana Denpasar ”, telah disajikan di depan dewan penguji pada
tanggal 12 Juli 2021, telah diterima serta disahkan oleh Dewan Penguji Skripsi dan
Rektor Institut Teknologi dan Kesehatan Bali.
Denpasar, 12 Juli 2021
Disahkan oleh :
Dewan Penguji Skripsi
1. Ns. Made Rismawan, S.Kep., MNS
NIDN. 0820018101

2. Ns. I Kadek Nuryanto, S.Kep., MNS


NIDN. 0823077901

3. Ns. I Made Mertha harianto, S.Kep., MM


NIDK. 8811360019

Mengetahui
Institut Teknologi dan Kesehatan Bali Program Studi
D4 Keperawatan Anestesiologi
Rektor Ketua

I Gede Pu Su a, S.K M.N Ph.D dr. Gede Agus Shuarsedana, Sp.An


NIDN. 0823067802 NIR. 17131

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbedaan
Lama Waktu Pencapaian Skala Bromage 2 Pasca Spinal Anestesi Dengan Posisi
Duduk Dan Posisi Miring Pada Pasien Sectio Caesaria Di RS Tk.II Udayana
Denpasar ”
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan, arahan dan
bantuan dari semua pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sesuai rencana.
Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak I Gede Putu Darma Suyasa, S.Kp., M.Ng., Ph.D. selaku rektor Institut
Teknologi dan Kesehatan Bali, yang telah memberikan ijin dan kesempatan
kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Ns. NLP. Dina Susanti, S.Kep., M.Kep selaku Wakil Rektor (Warek) I
3. Bapak Ns. I Ketut Alit Adianta, S.Kep., MNS selaku Wakil Rektor (Warek) II.
4. Bapak Ns. I Kadek Nuryanto, S.Kep., MNS selaku Dekan Fakultas Kesehatan
sekaligus pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak dr. Gede Agus Shuarsedana, Sp.An selaku Ketua Program Studi D IV
Keperawatan Anestesiologi yang memberikan dukungan moral kepada penulis.
6. Bapak Ns. I Made Mertha harianto, S.Kep., MM., selaku Dosen sekaligus
pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dalam menyelesaikan
skripsi ini.
7. Seluruh keluarga terutama orang tua, istri dan anak-anak saya yang telah
memberikan semangat dan dukungan moral sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.

vi
8. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah
membantu penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih belum sempurna dan
banyak kekurangan, untuk itu penulis menerima kritik dan saran terbuka, yang
sifatnya konstruktif untuk kesempurnaan skripsi ini.

Denpasar, 12 Juli 2021

Penulis

vii
PERBEDAAN LAMA WAKTU PENCAPAIAN SKALA BROMAGE 2 PASCA
SPINAL ANESTESI DENGAN POSISI DUDUK DAN POSISI MIRING PADA
PASIEN SECTIO CAESARIA DI RS TK. II UDAYANA DENPASAR

I Ketut Gunarja
Fakultas Kesehatan
Program Studi D IV Keperawatan Anestesiologi
Institut Teknologi dan Kesehatan Bali
Gmail : gunarjaketut@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang. Spinal anastesi adalah metode anestesi dengan cara menyuntikkan
obat analgetik lokal kedalam ruang subarachnoid di daerah lumbal. Tindakan
pembedahan yang banyak dilakukan dengan menggunakan spinal anestesi adalah
sectio caesaria. Tindakan spinal anestesi bisa dilakukan dengan posisi miring (lateral
decubitus) dan posisi duduk (sitting). Kriteria pasien dapat dipindahkan dari ruang
pemulihan bila pasien telah mencapai skala Bromage kurang dari atau sama dengan
skala Bromage 2. Tujuan. Untuk mengetahui perbedaan lama waktu pencapaian
skala Bromage 2 antara posisi duduk dengan posisi miring pasca spinal anestesi pada
pasien sectio caesaria.
Metode. Desain penelitian ini adalah non eksperimental (komparatif). Sampel
diambil secara consecutive sampling sebanyak 40 yang dibagi dalam 2 kelompok.
Satu kelompok diberikan tindakan posisi miring dan kelompok lainnya diberikan
posisi duduk. Alat pengumpulan data berupa lembar observasi. Data dianalisis
menggunakan uji statistik independen T-test
Hasil. Sebagian besar waktu pencapaian skala Bromage 2 pada posisi duduk adalah
menit ke 90-105 (75 %), sedangkan pencapaian skala Bromage 2 pada posisi miring
sebagian besar pada menit ke 122-137 (50 %). Berdasarkan uji independent T-test di
dapatkan p-value 0,000 ( < 0,05 ), yang berarti ada perbedaan waktu pencapaian skala
Bromage 2 antara pasien posisi duduk dengan posisi miring.
Kesimpulan. Ada perbedaan waktu pencapaian skala Bromage 2 antara pasien posisi
duduk dengan pasien posisi miring pasca spinal anestesi.

Kata Kunci. Spinal anestesi, sectio caesaria, posisi , skala Bromage 2

viii
THE DIFFERENCE LENGTH ACHIEVEMENT OF BROMAGE SCALE 2 IN
POST SPINAL ANESTHESIA WITH SITTING POSITION AND LATERAL
DECUBITUS AMONG SECTIO CAESAREA PATIENTS AT UDAYANA
TK.II HOSPITAL DENPASAR

I Ketut Gunarja
Faculty of Health
Diploma IV Nursing Anesthesiology Program
Institute of Technology and Health Bali
Email : gunarjaketut@gmail.com

ABSTRACT

Background : Spinal anesthesia is an anesthesia method by injecting local analgetic


into subarachnoid chamber in the lumbar area. Sectio caesarea is the most surgical
procedure that using spinal anesthesia. Spinal anesthesia could be performed by
lateral decubitus and sitting position. A patient could be relocated to recovery room
when the patient could gain a Bromage scale less than or equal to the Bromage 2
scale
Aim : To determine the difference length achievement of bromage scale 2 on post
spinal anesthesia with sitting position and lateral decubitus among sectio caesarea
patients at Udayana Tk. II Hospital Denpasar.
Method : This study employed non-experimental (comparative) design. There were
40 respondents recruited in this study which were selected by using consecutive
samplig. The sample were divided into 2 groups. One group provided action of lateral
decubitus and other group provided sitting position. The data were collected by using
observation sheet. The data were anlyzed through independent T-test statistical tests.
Result : The finding showed that the majority of length achievement of Bromage 2
scale in sitting position mostly in 90th – 105th minutes (75%), while the achievement
of the Bromage 2 scale in lateral decubitus mostly in 122 nd – 137th minutes (50%).
The independent T-test showed that p-value 0.000 ( < 0.05 ), which means there was
a difference length achievement of Bromage scale 2 between patients with sitting
position and lateral decubitus position.
Conclusion : There is a difference length achievement of Bromage scale 2 between
patients with sitting position and lateral decubitus position in to post spinal anesthesia
patients.

Keywords : spinal anesthesia, sectio caesaria, position , Bromage 2 scale

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN …………………………………………….. i

HALAMAN SAMPUL DENGAN SPESIFIKASI ………………………….. ii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …………….. iii

LEMBAR PENETAPAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ……………………… iv

LEMBAR PERNYATAAN PENGESAHAN ……………………………….. v

KATA PENGANTAR ……………………………………………………….. vi

ABSTRAK …………………………………………………………………… viii

ABSTRACT ………………………………………………………………….. ix

DAFTAR ISI …………………………………………………………………. x

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… xiii

DAFTAR TABEL ……………………………………………………………. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………. xv

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………… 1

A. Latar Belakang ………………………………………………………… 1


B. Rumusan Masalah …………………………………………………….. 5
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………………... 5
D. Manfaat Penelitian ……………………………………………………. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………... 7

A. Konsep Anestesi ………………………………………………………. 7


B. Konsep Anestesi Regional ……………………………………………. 8
C. Konsep Anestesi Spinal ………………………………………………. 9
D. Konsep Sectio Caesaria ………………………………………………. 17

x
E. Konsep Posisi Duduk dan Posisi Miring …………………………….. 20
F. Konsep Skala Bromage ………………………………………………. 22
G. Kerangka Teori ………………………………………………………. 24

BAB III KERANGKA KONSEP,HIPOTESIS DAN VARIABEL ………... 25

A. Kerangka konsep …………………………………………………….. 25


B. Hipotesis ……………………………………………………………... 26
C. Variabel ……………………………………………………………... 27
D. Difinisi Operasional ………………………………………………… 27

BAB IV METODE PENELITIAN ………………………………………… 29

A. Desain Penelitian ……………………………………………………. 29


B. Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………………. 30
C. Populasi,Sampel,Sampling …………………………………………. 30
D. Pengumpulan Data …………………………………………………. 32
E. Instrument Penelitian ……………………………………………….. 33
F. Pelaksanaan Penelitian ……………………………………………… 33
G. Pengolahan dan Analisa Data ………………………………………. 35
H. Etika Penelitian …………………………………………………….. 38

BAB V HASIL PENELITIAN ……………………………………………… 41

A. Gambaran Umum Tempat penelitian ………………………………… 41


B. Hasil Penelitian ………………………………………………………. 42

BAB VI PEMBAHASAN ………………………………………………….. 47

A. Interpretasi Penelitian ……………………………………………….. 47


B. Keterbatasan Penelitian ……………………………………………… 52

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ………………………………………. 53

xi
A. Simpulan …………………………………………………………….. 53
B. Saran ………………………………………………………………… 53

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………... 55

xii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Posisi Pasien Duduk Saat Dilakukan Spinal Anestesi ……… 21
Gambar 2.2 Posisi Pasien Miring/Lateral Decubitus Saat Dilakukan
Spina Anestesi ……………………………………………… 21
Gambar 2.3 Kerangka Teori ……………………………………………... 24
Gambar 3.1 Kerangka Konsep …………………………………………... 25
Gambar 4.1 Desain Penelitian …………………………………………… 30

xiii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Penilaian Skala Bromage …………………………………… 22


Tabel 3.1 Definisi Operasional ………………………………………… 27
Tabel 5.1 Distribusi Frekwensi Karakteristik Responden ……………… 42
Tabel 5.2 Distribusi Frekwensi Waktu Pencapaian Skala Bromage 2 …. 44
Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas Data …………………………………… 45
Tabel 5.4 Hasil Uji Independent T- Test ……………………………….. 46

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Jadwal Penelitian …………………………………………… 57


Lampiran 2 Lembar Permohonan Menjadi Rensponden ………………... 58
Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Rensponden …………………. 59
Lampiran 4 Lembar Observasi ………………………………………….. 60
Lampiran 5 Standar Operasional Prosedur Tentang Posisi Pasien
Duduk (Sitting) Saat Dilakukan Spinal Anestesi …………. 61
Lampiran 6 Standar Operasional Prosedur Tentang Posisi Pasien Miring
(Lateral Decubitus) Saat Dilakukan Spinal Anestesi ……… 63
Lampiran 7 Surat Rekomendasi Penelitian dari Rektor ITEKES Bali …... 65
Lampiran 8 Surat Ijin Penelitian dari Badan Penanaman Modal dan
Perijinan Provinsi Bali ………………………………………. 66
Lampiran 9 Surat Ijin Penelitian dari Kesbangpolinmas Kota Denpasar … 67
Lampiran 10 Surat Ijin Penelitian dari Komite Etik ……………………….. 69
Lampiran 11 Surat Ijin Penelitian dari RS Tk.II Udayana Denpasar ……… 70
Lampiran 12 Data Primer Penelitian ……………………………………….. 71
Lampiran 13 Hasil Analisa Data …………………………………………… 73
Lampiran 14 Biaya Penelitian ……………………………………………… 81
Lampiran 15 Surat Keterangan Translate …………………………………. 82

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit atau nyeri
ketika melakukan tindakan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang
menimbulkan sakit pada tubuh (Amarta, 2012). Ada 3 jenis anestesi yaitu
anestesi lokal, anestesi umum, dan Regional anestesi. Salah satu tehnik
anestesi yang sering digunakan adalah spinal anastesi. Spinal
anestesi/anastesi tulang belakang adalah injeksi obat anetesi lokal ke dalam
ruang subarachnoid di daerah antara vertebra lumbalis L2-L3 atau L3-L4 atau
L4-L5 (Majid, 2011). Spinal anestesi menyebabkan blok pada akar saraf
melalui ruang subarachnoid. Blok yang dihasilkan ruang subarachnoid
meluas dari foramen magnum ke Sacral 2 pada orang dewasa dan Sacral 3
pada anak-anak. Suntikan anestesi lokal di bawah L1 pada orang dewasa dan
L3 pada anak-anak membantu menghindari trauma langsung di jaringan saraf
dalam tulang punggung. Anestesi tulang belakang disebut suatu blok
subarachnoid atau suntikan intratekal. Spinal anestesi akan menghasilkan
blok simpatis, blok sensoris dan blok motoris (Morgan, 2013).
Spinal anestesi bisa memberikan kepuasan tersendiri bagi pasien, baik
dari segi teknik, kecepatan pemulihan dan efek samping yang minimal serta
pengaruh minimal pada sistem pernafasan selama blok anestesi tidak
mencapai blok yang tinggi. Keuntungan penggunaan spinal anestesi adalah
murah, sederhana, dan penggunaan alat minimal, non eksplosif karena tidak
menggunakan obat-obatan yang mudah terbakar, pasien sadar saat
pembedahan, setelah pembedahan pasien lebih segar atau tenang
dibandingkan pada pasien dengan anestesi umum. Disamping memiliki

1
2

keuntungan, spinal anestesi juga memberikan beberapa dampak kerugian


antara lain waktu pemulihan motorik inferior lebih lama, adanya resiko
kurang efektif blok saraf, ketidakstabilan hemodinamik dan pasien mendengar
berbagai bunyi kegiatan operasi dalam ruangan operasi (Morgan, 2013).
Penilaian status fisik pra anestesi sangatlah penting dilakukan oleh
seorang anestetis termasuk penata anestesi. Tindakan anestesi tidak dibedakan
berdasarkan besar kecilnya suatu pembedahan namun pertimbangan terhadap
pilihan teknik anestesi yang akan diberikan kepada pasien sangatlah kompleks
dan komprehensif mengingat semua jenis anestesi memiliki faktor resiko
komplikasi yang dapat mengancam jiwa pasien (Latief,2002). Beberapa faktor
yang menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan pilihan anestesi yang
akan diberikan kepada pasien yang akan menjalani tindakan pembedahan
yaitu : umur, jenis kelamin, status fisik, jenis operasi (lokasi operasi, posisi
operasi, manipulasi operasi, dan durasi operasi), ketrampilan operator dan
peralatan yang dipakai, ketrampilan/kemampuan pelaksana anestesi dan
sarananya, status rumah sakit, dan permintaan pasien (Mangku, 2010).
Pemberian spinal anestesi dapat dilakukan melalui beberapa cara,
diantaranya dengan posisi duduk maupun posisi miring. Pemberian spinal
anestesi dengan posisi duduk atau posisi lateral decubitus dilakukan dengan
melakukan tusukan pada garis tengah pada tulang belakang merupakan posisi
yang paling sering digunakan dalam spinal anestesi. Jarum ditusukan tepat
pada titik tengah pertemuan dari tulang iliaca (Morgan, 2013).
Salah satu hal yang menjadi perhatian khusus bagi penata anestesi
untuk dilakukan observasi yang sangat ketat pasca pembedahan adalah
menilai skala Bromage dari pasien. Skala Bromage merupakan salah satu
indikator respon motorik pasca spinal anestesi. Skala Bromage berkaitan
dengan lama tindakan operasi, yakni akan membutuhkan perawatan yang
lebih lama di ruang pemulihan (Lolo & Aminuddin, 2020). Bromage score
merupakan kriteria yang dipakai untuk menilai dan menentukan kesiapan
3

pasien spinal anestesi dikeluarkan dari ruang anestesi care unit. Nilai Bromage
menentukan lamanya waktu yang dihabiskan pasien untuk dirawat dan di
observasi setelah tindakan pembedahan di ruang pemulihan. Kriteria pasien
dapat dipindahkan dari ruang pemulihan bila pasien telah mencapai bromage
kurang dari sama dengan skala Bromage 2. Pada pasien dengan pencapaian
Bromage score 2 ( skala Bromage 2 ) maka pasien dinyatakan pulih dari
anestesi (Fitria, 2018). Pencapaian skala Bromage yang baik tergantung pada
berbagai factor, diantaranya durasi dan jenis pembedahan, teknik anastesi
yang digunakan, dan timbulnya komplikasi saat pembedahan (Fitria et al.,
2019).

Perawatan post anestesi diperlukan untuk memulihkan kondisi pasien


setelah menjalani operasi, baik pemulihan fisik maupun psikis. Terhambatnya
pemulihan post anestesi dapat menyebabkan terjadinya komplikasi pasca
bedah, sehingga pasien memerlukan perawatan lebih lama di ruang
pemulihan. Dampak dari lamanya pemulihan dapat mengakibatkan beberapa
kerugian yaitu terganggunya psikologis pasien karena tidak mampu
menggerakkan ekstremitas bawah. Dampak lain bisa menyebabkan terjadinya
gangguan parastesi, kelemahan motorik, hilangnya kontrol spinkter. Beberapa
kasus juga pernah dilaporkan mengakibatkan terjadinya gangguan bersifat
permanen pada pasien (Triyono, 2017). Abraham (2004), melaporkan bahwa
kejadian paraplegi pernah terjadi di Royal Hospital London tanggal 13
Oktober 1947 akibat dilakukan tindakan spinal anestesi pada pasien sebelum
dilakukan tindakan pembedahan. Walaupun tidak diungkap secara nyata apa
yang menjadi penyebab paraplegi pada pasien tersebut, namun pengawasan
intensif terhadap pasien pasca spinal anestesi tetap harus dilakukan agar
kejadian komplikasi dapat terdeteksi secara lebih dini.
Tindakan pembedahan yang banyak dilakukan dengan menggunakan
spinal anestesi adalah operasi Sectio Caesaria. Sectio Caesaria adalah
4

pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan


dinding uterus. Sectio Caesaria (SC) adalah operasi terbanyak dibidang
obstetric. WHO menunjukan rata-rata persalinan SC sekitar 5-15% per 1000
kelahiran di Dunia. Menurut data kelahiran di Indonesia sepanjang 2010-
2013, Kejadian operasi SC sebesar 9,8% dari total 49.000 kelahiran. Indikasi
medis dilakukannya operasi sectio caesaria ada dua faktor yang
mempengaruhi yaitu faktor janin dan faktor ibu. faktor janin meliputi sebagai
berikut: bayi terlalu besar, ancaman gawat janin, janin abnormal, faktor
plasenta, kelainan tali pusat, dan bayi kembar. sedangkan faktor ibu terdiri
dari usia, jumlah anak yang dilahirkan, keadaan panggul, penghambat jalan
lahir, kelainan kontraksi lahir ketuban pecah dini (KPD), dan pre-eklmsia
(Hutabalian, 2011).
Rumah Sakit Tk.II Udayana merupakan salah satu rumah sakit umum
yang ada di Denpasar yang memiiki kamar operasi untuk melakukan tindakan
pembedahan. Salah satu tindakan pembedahan yang banyak dilakukan di RS
Tk.II Udayana adalah tindakan Sectio Caesaria. Berdasarkan laporan IBS RS
Tk.II Udayana sepanjang tahun 2020, dari bulan Januari sampai dengan
Oktober 2020 terdapat 1262 .tindakan operasi dan 429 diantaranya adalah
tindakan operasi Sectio Caesaria. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan
bahwa setelah dilakukan tindakan pembedahan pencapaian skala Bromage 2
pada pasien bervariasi yang menyebabkan penata anestesi tidak mampu untuk
memprediksi kapan pasien akan dikembalikan perawatan lanjutanya ke ruang
perawatan. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Nuryati
(2011), yang meneliti tentang perbedaan lama waktu pencapaian skala
Bromage 2 antara spinal anestesi bupivacaine 0,5% 20 mg dan bupivacaine
0,5% 15 mg pada pasien sectio caesaria di RSUD Muntilan. Hasil penelitian
ini menunjukan bahwa pada pasien yang dilakukan spinal anestesi
bupivacaine 0,5% 20 mg lebih lama pencapaian skala Bromage 2
dibandingkan bupivacaine 0,5% 15 mg.
5

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk


meneliti perbedaan lama waktu pencapaian skala bromage 2 pasca spinal
anestesi dengan posisi duduk dan posisi miring pada pasien sectio caesaria di
RS Tk. II Udayana Denpasar.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah perbedaan lama waktu
pencapaian skala Bromage 2 pasca spinal anestesi dengan posisi duduk dan
posisi miring pada pasien sectio caesaria di RS Tk..II Udayana Denpasar ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui lama waktu pencapaian skala Bromage 2 pasca spinal
anestesi dengan posisi duduk dan posisi miring pada pasien sectio
caesaria di RS Tk. II Udayana Denpasar.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengidentifikasi waktu pencapaian skala bromage 2 pasca
spinal anestesi dengan posisi duduk pada pasien sectio caesaria di RS
Tk. II Udayana Denpasar.
b. Untuk mengidentifikasi waktu pencapaian skala bromage 2 pasca
spinal anestesi dengan posisi miring pada pasien sectio caesaria di RS
Tk. II Udayana Denpasar.
c. Untuk mengetahui perbedaan lama waktu pencapaian skala Bromage 2
pasca spinal anestesi dengan posisi duduk dan posisi miring pada
pasien sectio caesaria di RS Tk. II Udayana Denpasar
6

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Ciri suatu kegiatan profesional antara lain, memiliki body of
knowledge yang kokoh, mempunyai kompetensi dengan landasan
keilmuan yang jelas serta memiliki keterampilan yang terstandarisasi.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu informasi bagi
pelayanan kesehatan sehingga mampu dijadikan bahan referensi untuk
mengetahui berapa lama pencapaian waktu skala bromage 2 pasca spinal
anestesi dengan posisi duduk dan posisi miring pada pasien sectio
caesaria.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai sumber informasi dalam
memberikan asuhan yang komperehensif dalam hal pemantauan waktu
pencapaian skala bromage 2 yang timbul akibat spinal anestesi yang
diberikan. Sedangkan bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat
memotivasi peneliti lain untuk meneliti tentang apa saja yang
mempengaruhi perbedaan lama waktu pencapaian skala bromage 2 pasca
spinal anestesi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Anestesi

Anestesi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari


penatalaksaan pada pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan untuk
mematikan rasa,seperti rasa nyeri, rasa takut dan rasa yang tidak nyaman yang
dialami pasien, sehingga pasien dapat merasa nyaman dan menjaga
keselamatan atau kehidupan pasien akibat obat dari anestesia. Pertimbangan
anestesi perlu memperhatikan beberapa faktor seperti, umur, jenis kelamin,
status fisik American Society of Anesthesiologist (ASA), dan jenis operasi.
(Mangku, 2018).
Menurut Mangku,(2018) jenis – jenis anestesi yaitu :
1. Anestesi Umum.
Suatu kondisi pasien tidak sadarkan diri untuk sementara yang
diikuti dengan pasien tidak merasakan adanya rasa nyeri yang diakibatkan
dari obat anestesia. Adapun Teknik anestesia umum yaitu, anestesia
umum intravena, anestesi umum inhalasi, anestesi umum imbang
(Mangku 2018).
2. Anestesi Lokal.
Anestesi yan dilakukan dengan cara pemberian obat lokal pada
daerah sekitar yang akan dilakukan pembedahan. Adapun jenis – jenis
anestesi lokal yaitu, analgesia topikal, analgesia infiltrasi lokal, blok
lapangan (Mangku, 2018)
3. Anestesi Regional
Anestesi spinal adalah pemberian anestesi melalui subarachnoid
pada lumbal (biasanya pada L3-L4 dan L4-L5) yang mana pemberian
anestesi ini tipe blok kondusif saraf yang meluas, tipe blok kondusif saraf

7
8

yang luas. Cara spinal anestesi ini akan menghasilkan anestesi pada
ekstermitas bawah, perinium dan abdomen pasien (Fitria et al., 2019) .
Jenis – jenis analgesia regional yaitu, anestesi spinal, anestesi epidural,
anestesi kaudal (Latief, 2015)

B. Konsep Anestesi Regional

Anestesia regional adalah tindakan pemberian analgesia dengan cara


menyuntikkan obat anestetika lokal pada lokasi serat saraf yang menginvasi
regio tertentu, yang dapat menghambat konduksi impuls aferen yang bersifat
temporer (Mangku, 2018).
1. Jenis – jenis anestesia regional.
Jenis – jenis anestesia regional ( Latief ,2015 ) adalah :
a. Anestesia Spinal.
Analgesia spinal (intratekal, intradural, subdural, subarachnoid)
adalah pemberian lokal dengan cara memasukkan obat ke dalam ruang
subarachnoid. Anestesia spinal merupakan Teknik yang sederhana,
cukup efekif, dan mudah dikerjakan. Untuk mencapai cairan
serebrospinalis, maka jarum suntik akan menembus kulit subkutis,
ligamett supraspinosum, ligament interspinosum, ligament flavum,
ruang epidural, duramater, ruang subarachnoid.
b. Anestesia Epidural.
Anestesi Epidural adalah menempatkan obat pada ruang
epidural yang berguna untuk memblockade saraf (peridural,
ekstradural). Ruang ini berada diantara ligamentum flavum dan
duramater. Bagian atas berbatasan dengan foramen magnum didasar
tengkorak dan dibawah dengan selaput sakrokogsigeal. Kedalaman
ruang ini rata – rata 5 mm dan dibagian posterion kedalaman maksimal
pada daerah lumbal. Obat anestetik pada jenis epidural ini bekerja
langsung pada akar saraf spinal yang terletak dibagian lateral. Awal
9

kerja anestesia epidral lebih lambat dibandingkan anestesia spinal,


sedangkan kualitas blockade sensorik dan motorik juga lebih lemah.
c. Anestesia Kaudal.
Anestesia kaudal memiliki kesamaan dengan anestesia epidural,
karena kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat
ditempatkan di ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis
ditutup oleh ligamentum sakrokogsigeal tanpa tulang yang analog
dengan gabungan antara ligamentum supraspinosum, ligamentum
spinosum dan ligamentum plavum. Ruang kaudal berisi saraf sacral,
pleksus venosus, felum terminale, dan kantong dura.

C. Konsep Anestesi spinal

Anestesi spinal adalah pemberian anestesi melalui subarachnoid pada


lumbal (biasanya pada L3-L4, L4-L5) yang mana pemberian anestesi ini tipe
blok kondusif saraf yang meluas tipe blok kondusif saraf yang luas. Cara
spinal anestesi ini akan menghasilkan anestesi pada ekstermitas bawah,
perinium dan abdomen pasien (Fitria et al., 2019).
Teknik anestesi ini popular karena sederhana, efektif, aman terhadap
sistem saraf, konsentrasi obat dalam plasma yang tidak berbahaya serta
mempunyai analgesi yang kuat namun pasien masih tetap sadar, relaksasi otot
cukup, perdarahan luka operasi lebih sedikit, aspirasi dengan lambung penuh
lebih kecil, pemulihan saluran cerna lebih cepat (Longdong, 2011).

1. Indikasi Spinal Anestesi


Menurut Latief (2015) indikasi dari tindakan spinal anestesi sebagai
berikut:
a. Pembedahan pada ektermitas bawah.
b. Pembedahan pada daerah panggul.
10

c. Tindakan sekitar rektum-perineum.


d. Pembedahan obstetri-ginekologi.
e. Pembedahan urologi.
f. Pembedahan perut bagian bawah.
g. Pada bedah abdomen bagian atas dan bedah pediatrik, dikombinasikan
dengan anestesi umum ringan.

2. Kontraindiskasi.

Menurut Latief (2015) kontraindikasi spinal anestesi digolongkan sebagai


berikut:
a. Kontraindikasi absolut.
1) Pasien menolak.
2) Infeksi pada tempat daerah penyuntikan.
3) Hipovolemia berat, syok.
4) Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan.
5) Tekanan intrakranial meninggi.
6) Resusitasi minim.
7) Kurangnya pengalaman / tanpa didampingi konsultan anestesia.
b. Kontraindikasi relative.
1) Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi).
2) Infeksi sekitar tempat suntikan.
3) Kelainan neurologis.
4) Kelainan psikis.
5) Bedah dengan waktu lama.
6) Penyakit jantung.
7) Hipovolemia ringan.
8) Nyeri punggung kronis
11

3. Hal-hal yang mempengaruhi anestesi spinal menurut Pangesti (2017)


ialah :
a. Jenis Obat dan Dosis Obat
Menurut Pangesti (2017) obat-obat spinal anestesi sebagai berikut:
1) Bupivakain
Bupivakain dikenal dengan markain. Potensi 3-4 kali dari
lidokain dan lama kerjanya 2-5 kali lidokain. Dosis umum 1-2
ml/kg BB. Durasi panjang 180 – 600 menit. Penggunaan dosisnya
untuk infiltrasi lokal dan blok saraf kecil digunakan larutan
0,25%, blok saraf labih besar digunakan larutan 0,5%, blok
epidural digunakan larutan 0,5%-0,75%, untuk subaraknoid blok
digunakan larutan 0,5%- 0,75%. Penggunaan bupivakain 0,5%
cukup untuk prosedur pembedahan hingga 120 menit.
Penambahan efinefrin, opioid, agonis reseptor akan
memperpanjang durasi analgesia (Fahruddin, 2017)
Keuntungan bupivakain dibandingkan yang lain adalah potensi
bupivakain hampir 3-4 kali lipat dari lidokain dan 8 kali lipat dari
prokain. Masa kerja bupivakain 2- 3 kali lebih lama dibandingkan
mepivakain atau lidokain. Namun, bupivakain merupakan anestesi
lokal yang toksisitasnya paling tinggi terhadap sistem
kardiovaskuler dibandingkan dengan anestesi lokal lainnya (Agus,
2013).
2) Lidokain
Nama dagang dari obat lidokain dalah xylokain. Lidokain
sangat mudah larut dalam air dan sangat stabil. Toksisitas 1,5 kali
dari prokain. Tidak iritatif terhadap
jaringan walau diberikan dalam konsentrasi 88%. Diperlukan
waktu 2 jam untuk hilang dari efek obat, bila ditambah dengan
12

adranalin akan memperpanjang waktu hilangnya efek obat sampai


4 jam. Efek kerja dua kali lebih cepat dari prokain.
Penggunaan dosis tergantung cara pemberiannya. Untuk infiltrasi
lokal diberikan larutan 0,5%. Blok saraf yang kecil diberikan
larutan 1%, blok saraf yang lebih besar diberikan larutan 1,5%,
blok epidural diberikan larutan 1,5% - 2%, untuk blok
subaraknoid diberikan larutan diberikan hiperbarik 5%. Dosis
untuk orang dewasa 50 mg – 750 mg (7-10 mg/ kgBB). Lidokain
memiliki durasi 90 – 200 menit.
3) Prokain

Nama lain dari obat ini adalah novokain atau neokain. Nama
kimia dari obat prokain adalah paraaminobenzodiac acid ester dari
diethylamino. Prokain dianggap sebagai obat standar baik dalam
potensi maupun dalam toksisitas suatu obat anestesi lokal.
Ditetapkan potensi dan toksisitas serta indeks anestesinya 1
dibanding dengan kokain maka toksisitas prokain 1/4 toksisitas
kokain. Penggunaan dosis tergantung cara pemberiannya. Infiltrasi
lokal pada orang dewasa diberikan larutan 0,5% - 1,0% dengan
dosis maksimal 1 gram (200 ml). Untuk blok saraf diberikan
larutan 1%-2% sebanyak 75 ml, sedangkan untuk blok fleksus
dipakai larutan 1% sebanyak 30 ml, untuk blok epidural diberikan
larutan 1% sebanyak 15-50 ml, dan untuk subaraknoid blok
diberikan larutan 2% sebanyak 2 ml. Memiliki onset cepat 3 – 5
menit, durasi singkat 60-90 menit. Tidak ada data yang
bertentangan bahwa durasinya tersebut diperpanjang dengan
vasokonstriksi ataupun tidak.
13

4) Prilokain
Nama dagang dari prilokain adalah propitokain, xylonest,
citanest, dan distanest. Efek iritasi lokal pada tempat penyuntikan
jauh lebih kecil daripada prokain. Toksisitasnya kira-kira 60% dari
toksisitas lidokain potensinya sama dengan lidokain. Daripada
lidokain, prilokain lebih kuat, daya penetrasinya lebih baik, mulai
kerjanya dan lama kerjanya lebih lama dan efektif pada
konsentrasi 0,5%-5,0%.
Penggunaan dosis untuk infiltrasi lokal digunakan larutan 0,5%,
blok pleksus digunakan larutan 2%-3%, bloko epidural digunakan
larutan 2%-4% untuk blok subaraknoid digunakan larutan 5%.
Dosis maksimal tanpa adrenalin 400 mg sedangkan dengan
adrenalin bisa diberikan sampai dosis 600 mg. Prilokain memiliki
durasi sedang 120-240 menit.

b. Posisi pemberian obat spinal

1) Posisi miring (lateral dekubitus)

Pada posisi tidur tusukan spinal anestesi pada interspace L3-L4


akan terjadi blok lebih tinggi dari pada posisi duduk. Pada larutan
hiperbarik posisi miring bisa mencapai level blok T4 (thorakal 4).

2) Posisi duduk (sitting)

Posisi duduk dengan tusukan yang sama pada interspace L3-


L4 maka dengan pengaruh gravitasi dan sifat obat bupivacain
0,5% hiperbarik, obat akan segera turun pada lumbosakralis
sampai dengan sakrum, sehingga nervus tersebut diatas lebih
sedikit terkena obat spinal anestesi obat akan terkonsentrasi pada
daerah sakralis mengenai nervus cutaneusfemoralis posterior S1-
14

S2, nervus pudendus S2-S3, nervus analis (rectalis) inferior S3-


S4, nervus coxigeus S4-S5 dan nervus anocoxigeus pada sakrum
5-coxigeus (S5-C6). Pada larutan hiperbarik posisi posisi duduk
hanya mencapai T8 (thorakal 8).

c. Usia

Bertambahnya usia, volume dari ruang spinal dan epidural akan


berkurang. Adapun orang yang dewasa muda lebih cepat pulih dari
efek anestesi karena fungsi organ masih optimal terhadap metabolisme
obat anestesi. Hal ini didukung pendapat puncak kekuatan otot terjadi
pada usia sekitar 35-40 tahun, dan umur 61-65 tahun menunjukkan
penurunan kekuatan otot rata- rata 50% dan untuk punggung kebawah
30%.
d. Jenis kelamin
Menurut Henny (2012) kekuatan otot dan punggung bawah
perempuan cenderung memiliki kekuatan otot yang lebih rendah (70-
80%) dibanding laki-laki. Hormon androgen dan testosteron selain
berfungsi sebagai gairah seks tetapi juga membantu gerakan otot dan
mempertahankan stamina fisik, karena laki-laki mempunyai hormon
androgen dan testosteron sekitar 20 kali lebih bayak dari pada
perempuan.
e. Berat badan
Durasi aksi obat anestesi lokal secara umum berhubungan dengan
larutan lemak. Hal ini dikarenakan obat anestetik yang larut dalam
lemak akan berakumulasi (menumpuk atau tertimbun) dalam jaringan
lemak yang akan berlanjut dilepaskan dalam periode waktu lama. Ini
biasanya terjadi pada pasien dengan obesitas.
15

f. Gravitasi: Cairan serebrospinal pada suhu 37°C mempunyai BJ 1,003-


1,008. Jika larutan hiperbarik yang diberikan kedalam cairan
serebrospinal akan bergerak oleh gaya gravitasi ke tempat yang lebih
rendah, sedangkan larutan hipobarik akan bergerak berlawanan arah
dengan gravitasi seperti menggantung dan jika larutan isobarik akan
tetap dan sesuai dengan tempat injeksi

4. Mekanisme spinal anestesi


Menurut Morgan (2013) mekanisme kerja spinal anestesi yaitu :
Tulang belakang terdiri dari tulang vertebral dan diskintervertebtalis
fibrocartilaginous. Terdiri dari 7 servikal, 12 toraks, dan 5 lumbar
vertebra. Sakrum merupakan perpaduan dari 5 vertebra sakral, dan ada
dasar kecil rudimeneter ruas coccygeal. Tulang belakang secara
keseluruhan memberikan dukungan struktural untuk tubuh dan
perlindungan bagi sumsum tulang belakang dan saraf, dan
memungkinkan tingkat mobilitas spasial di beberapa bidang. Lokasi
utama dari aksi blokade neuroaxial adalah akar nervus.
Jarum spinal menembus kulit subkutan menembus
ligamentum supraspinosum yang membentang dari vertebra servikal 7
sampai sakrum ligamen interspinosum yang menghubungkan dua
spinosus ligamentum flavum(serat elastik kuning) ke ruang
epidural durameter ruang subaraknoid. Anaestesi lokal
disuntikkan dalam LCS (liquid serebro spinal). Suntikan langsung dari
anestesi lokal pada LCS, memberikan relatif sejumlah kecil kuantitas dan
volume dari anestesi lokal untuk mencapai tingkatan tinggi dari blokade
sensorik dan motorik.
Blokade dari transmisi neural pada serat akar nervus posterior
menghalangi sensasi somatik, blokade somatik dengan menghambat
transmisi implus nyeri dan menghilangkan tonus otot (skelet) rangka.
16

Blok sensorik menghambat stimulus nyeri somatik atau viseral sementara


blok motorik menyebabkan relaksasi otot.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi lama kerja obat anestesi lokal


a. Lama kerja obat anestesi lokal tergantung pada :
1) Jenis obat anestesi lokal
2) Besarnya dosis
3) Ada tidaknya vasokonstriktor
4) Besarnya penyebaran obat anestesi local
b. Penyebaran obat anestesi lokal tergantung pada :
c. Faktor utama

1) Berat jenis anestesi lokal (barisitas)


2) Dosis dan volume anestesi local
3) Posisi pasien
d. Faktor tambahan
1) Ketinggian suntikan
2) Kecepatan suntikan/barbotase
3) Ukuran jarum
4) Keadaan fisik pasien : American Society of Anesthesioloigist
(ASA) Physical status
5) Tekanan intra abdomen

6. Komplikasi Spinal Anestesi


Menurut (Hayati et al., 2015) Komplikasi anestesi spinal dibagi menjadi 2
kategori, yaitu mayor dan minor.
a. Komplikasi mayor
1) Alergi obat anestesi local.
2) Transient neurologic syndrome.
3) Cedera Saraf.
17

4) Perdarahan Subarachnoid.
5) Hematom Subarachnoid.
6) Infeksi, Anestesi Spinal Total.
7) Gagal Napas.
8) Sindrom Kauda Equina.
9) Disfungsi Neurologis Lain.
b. Komplikasi Minor.
1) Hipotensi.
2) Post Operative Nausea And Vomiting (Ponv).
3) Nyeri Kepala Pasca Pungsi.
4) Penurunan Pendengaran.
5) Kecemasan.
6) Menggigil.
7) Nyeri Punggung.
8) Retens Urine.

D. Konsep Sectio Caesaria

1. Pengertian
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut .(Amru Sofian,2012).
Section caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina
(Siti,dkk 2013).
2. Etiologi
Menurut Amin dan Hardi (2013) etiologi sectio caesaria ada dua yaitu
sebagai berikut:
a. Etiologi yang berasal dari ibu
18

Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, disproporsi sefalo


pelvic (disproporsi janin/panggul), ada sejarah kehamilan dan
persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, plasenta previa
terutama pada primigravida, solustio plasenta tingkat I-II, komplikasi
kehamilan yaitu pre eklamsia-eklamsia, atas permintaan, kehamilan
yang disertai penyakit (jantung/DM), gangguan perjalanan persalinan
(kista ovarium, mioma uteri, dan sebaginya)
b. Etiologi yang bersal dari janin
Gawat janin, mal presentasi dan mal posisi, kedudukan janin,
prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan
vakum atau forceps extraksi.
3. Kekurangan dan Kelebihan Sectio Caesaria
Menurut Triyana (2013) mengatakan bahwa pada ibu hamil yang
memilih persalinan secara sectio caecarea ada beberapa hal yang
ketidaknyamanan yang akan dirasakan seperti : nyeri pasca persalinan,
lama rawat inap yang lebih lama dari persalinan normal, sakit saat dibius,
efek obat bius, trauma operasi/ perdarahan lebih banyak dibandingkan
persalinan normal, resiko kerusakan kandung kemih dan biaya lebih
mahal dari persalinan normal. Namun di sisi lain sectio caesaria menjadi
pilihan tenteram bagi ibu hamil karena dengan bius lokal akan dapat
melahirkan secara sadar, sehingga bisa segera untuk menyusui bayinya
setelah operasi. Disamping itu karena tidak adanya proses mengejan,
resiko meregangkan otot – otot dasar panggul dan vagina menjadi
berkurang.
4. Jenis – Jenis Sectio Caesaria
Ada dua jenis sayatan operasi yang dikenal yaitu :
a. Sayatan melintang
Sayatan pembedahan dilakukan dibagian bawah rahim (SBR). Sayatan
melintang dimulai dari ujung atau pinggir selangkangan (simphysisis)
19

diatas batas rambut kemaluan sepanjang sekitar 10-14 cm.


Keuntunganya adalah parut pada rahim kuat sehingga cukup kecil
resiko menderita rupture uteri (robek rahim) dikemudian hari. Hal ini
karena pada masa nifas, segmen bawah rahim tidak banyak mengalami
kontraksi sehingga luka operasi dapat sembuh lebih sempurna
(Prawirohardjo, 2008).
b. Sayatan memanjang (bedah caesar klasik)
Meliputi sebuah pengirisan memanjang dibagian tengah yang
memberikan suatu ruang yang lebih besar untuk mengeluarkan bayi.
Namun jenis ini kini jarang dilakukan karena jenis ini labil, rentan
terhadap komplikasi (DewiY, 2007).
5. Komplikasi Sectio Caesaria
Bagi ibu yang melahirkan dengan tindakan sectio caesaria tidak saja
menimbulkan resiko medis tapi juga resiko psikologis. Resiko sectio
caesaria menurut Kasdu (2008), antara lain :
a. Resiko medis
1) Infeksi rahim dan bekas jahitan
Infeksi luka akibat caesaria beda dengan luka pada persalinan
normal. Luka setelah caesar lebih besar dan lebih belapis-lapis.
Bila penyembuhan tidak sempurna, kuman lebih mudah
menginfeksi sehingga luka pada rahim dan jahitan bisa lebih parah.
2) Perdarahan
Perdarahan tidak bisa dihindari dalam proses persalinan. Darah
yang hilang lewat sectio caesaria dua kali lipat dibanding lewat
persalinan normal. Kehilangan darah yang cukup banyak
mengakibatkan syok secara mendadak.
3) Resiko obat bius
Pembiusan pada proses sectio caesaria bisa menyebabkan
komplikasi. Selain itu, obat bius juga bisa mempengaruhi bayi.
20

Sebagian bayi mengalami efek dari obat bius yang diberikan


dokter kepada ibunya saat caesaria. Setelah dilahirkan bayi
biasanya menjadi kurang aktif dan banyak tidur sebagai efek dari
obat bius.
b. Resiko psikologis
1) Baby blues
Bagi sebagian ibu yang menjalani caesaria ini merupakan masa
peralihan. Biasanya berlangsung selama satu atau dua minggu. Hal
ini ditandai dengan perubahan suasana hati, kecemasan, sulit tidur,
konsentrasi menurun.
2) Post Traumatic Syndrom Disorder (PTSD)
Pengalaman perempuan menjalani sectio caesaria sebagai suatu
peristiwa traumatik. Terdapat 3% perempuan memiliki gejala
klinis PTSD pada 6 minggu setelah caesarea dan 24%
menunjukkan setidaknya 1 dari 3 komponen PTSD.
3) Sulit pendekatan kepada bayi.
Perempuan yang mengalami sectio caesaria mempunyai perasaan
negatif setelah menjalani sectio caesaria tanpa memperhatikan
kepuasan terhadap hasil operasi. Sehingga Ibu yang melahirkan
secara sectio caesaria biasanya sulit dekat dengan bayinya.
Bahkan jarang bisa menyusui dibandingkan dengan melahirkan
normal. Karena rasa tidak nyaman akibat sectio caesaria.

E. Konsep Posisi Duduk dan Posisi Miring


1. Posisi duduk (sitting)
Posisi sitting diartikan bahwa pasien duduk dengan siku bertumpu di paha
atau meja samping tempat tidur, atau dapat memeluk bantal. Fleksi tulang
belakang melengkungkan punggung memaksimalkan area "target" antara
proses spinosus yang berdekatan dan membawa tulang belakang lebih
21

dekat ke permukaan kulit (Morgan, 2015)


Gambar 2.1 posisi duduk (sitting)

2. Posisi miring (latral decubitus)


Posisi Lateral Decubitus diartikan dengan pasien berbaring miring dengan
lutut ditekuk dan menarik perut atau dada yang tinggi, dengan asumsi
"posisi janin". Seorang asisten dapat membantu pasien dalam mengambil
posisi ini (Morgan, 2015).
Gambar 2.2 posisi miring (latral decubitus)
22

F. Konsep Skala Bromage

1. Pengertian Bromage Score (skala Bromage)


Bromage score (skala Bromage) adalah cara menilai tingkat
perkembangan pergerakan kaki pasca spinal anestesi. Penilaian blok
dapat dilakukan dengan meminta pasien untuk mengangkat kaki, menilai
sensasi rasa sakit setelah tusukan jarum (pin prick test), memberi sensasi
dingin dengan aerosol spray atau dengan alcohol swab (Tya, 2019).
Dampak dari lamanya pasien dalam pemulihan dapat
mengakibatkan beberapa kerugian yaitu terganggunya psikologis pasien
karena tidak mampu menggeakkan ekstermitas bawah. Dampak lain dari
lamanya pemulihan adalah gangguan neurologis seperti terjadinya
parastesi, kelemahan motorik, meskipun jarang terjadi hilangnya control
spinkter dapat terjadi pada pasien pasca spinal anestesi (Triyono, 2017).
2. Penilaian Bromage Score (Skala Bromage)
Kriteria pasien dapat dipindahkan dari ruang pemulihan bila pasien
telah mencapai bromage kurang dari sama dengan skala Bromage 2. Pada
pasien dengan pencapaian Bromage score 2 ( skala Bromage 2 )maka
pasien dinyatakan pulih dari anestesi (Fitria, 2018).Adapun penilaian
derajat blok motorik menggunakan bromage score (skala Bromage) yaitu:
Tabel. 2.1 Penilaian Bromage Score /skala Bromage

Bromage Score Keterangan


3 Tak mampu fleksi
pergelangan kaki
2 Tak mampu fleksi lutut
1 Tak mampu ekstensi tungkai
0 Mampu menggerakan tungkai
penuh
23

3. Faktor yang mempengaruhi Bromage score ( Skala Bromage )


a. Status Fisik ASA (American Society of Anesthesiologists )
Pasien dengan status fisik ASA III akan lebih lama mencapai
Bromage score daripada pasien berstatus fisik ASA II. Hal ini
berhubungan dengan penyakit sistemik pasien dan juga berkaitan
dengan lama tindakan operasi yang akan membutuhkan waktu lebih
lama perawatan di ruang pemulihan (Fitria, 2018).
b. Umur
Umur berkaitan dengan semakin tua usia pasien akan mengalami
penurunan fungsi tubuh. Hal ini berkaitan dengan semakin tua usia
semakin semakin turunya beberapa fungsi tubuh tertentu (Fitria, 2018).
c. Posisi Saat Pemberian Anestesi
1) Posisi duduk (sitting)
Posisi duduk dengan tusukan yang sama pada interspace L3-L4
maka dengan pengaruh gravitasi dan sifat obat bupivacaian 0,5%
hiperbarik,obat akan segera turun pada lumbosakralis sampai
dengan sacrum,sehingga nervus tersebut diatas lebih sedikit
terkena obat spinal anestesi
2) Posisi miring (latral decubitus)
Pada posisi miring (latral decubitus) tusukan spinal anestesi pada
interspace L3-L4 akan terjadi blok lebih tinggi dari pada posisi
duduk (sitting)
24

G. Kerangka Teori

Posisi pasien duduk (sitting)


Spinal anestesi dan posisi miring (lateral
decubitus)

Lama kerja obat anestesi


lokal Faktor-faktor yang mempengaruhi lama kerja
obat anestesi local :

1. Ada tidaknya vasokonstriktor


2. Besarnya dosis
3. Jenis obat
4. Besarnya penyebaran anestesi local , di
pengaruhi oleh faktor :
a. Factor utama :
1) Jenis obat
Lama waktu pencapaian 2) Posisi pasien
Bromage Score 2 (skala 3) Dosis dan volume obat
Bromage 2) 4) Barisitas
b. Factor tambahan :
1) Ketinggian suntikan
2) Barbotase
3) Ukuran jarum
4) Tekanan intra abdominal
5) Keadaaan fisik pasien /ASA
6) Usia
7) Berat badan

Gambar 2.3 Kerangka teori.


BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN VARIABEL

A. Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Posisi pasien Lama waktu pencapaian


duduk nilai skala Bromage 2 pada
posisi pasien duduk
Spinal
Variabel Independent anestesi Variabel Dependent

Posisi pasien Lama waktu pencapaian


miring nilai skala Bromage 2 pada
posisi pasien miring

Variabel Pengganggu

Faktor-faktor yang mempengaruhi lama kerja obat


anestesi lokal :

1. Ada tidaknya vasokonstriktor


2. Besarnya dosis obat
3. Jenis obat
4. Status fisik pasien /ASA
5. volume obat
6. Ketinggian suntikan
7. Barbotase
8. Barisitas
9. Ukuran jarum
10. Tekanan intra abdomen

25
26

Keterangan :

: di teliti : tidak diteliti

Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat


dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan
antar variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti).
Kerangka konsep akan membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan
dengan teori (Nursalam, 2011). Kerangka konsep dalam penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perbedaan lama waktu pencapaian skala Bromage
2 pasca spinal anestesi dengan posisi duduk dan posisi miring pada pasien
sectio caesaria di RS Tk. II Udayana Denpasar.

B. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara. karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang
diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai
jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik
(Sugiyono, 2017). Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah ada perbedaan lama
waktu pencapaian skala Bromage 2 antara pasien posisi duduk pasca spinal anestesi
dengan pasien posisi miring pasca spinal anestesi pada pasien operasi sectio caesaria
di Rumah Sakit Tk.II Udayana Denpasar.
27

C. Variabel

Variabel adalah ukuran atau ciri-ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu
kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain. Variabel
dalam penelitian ini hanya ada satu variabel yaitu

1. Variabel Independent:
Variabel Independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain dan
dapat menentukan nilai variable lain. Untuk mengetahui adanya hubungan
atau pengaruh variabel bebas terhadap varibel lain maka variabel bebas
dapat dimanipulasi, diobservasi, bahkan diukur (Nursalam, 2016). Variabel
independent dalam penelitian ini adalah pasien posisi duduk dan pasien
posisi miring pasca spinal anestesi pada pasien sectio caesaria.
2. Variabel Dependent:
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variable lain,
termasuk nilainya ditentukan oleh variable lain. Variabel dependent
merupakan akibat dari manipulasi variabel – variabel lain (Nursalam,
2016). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Bromage Score 2
(skala Bromage 2)

D. Difinisi Operasional
Defenisi Operasional Variabel adalah defenisi berdasarkan karakteristik yang
diamati dari sesuatu yang didefinisikan (Nursalam, 2008).
Tabel 3.1 : Definisi Opersional

No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala


1. Posisi Suatu posisi dimana Memberikan Hasil -
duduk pasien posisi duduk pengukuran/
(sitting) duduk dengan siku kepada observasi
bertumpu di paha atau pasien memperlihat
28

meja samping tempat section kan posisi


tidur atau dapat memeluk caesaria duduk yang
bantal,fleksi tulang pada saat tepat sesuai
belakang melengkung dilakukan SOP
punggung spinal
memaksimalkan area anestesi
“target”antara prosesus
spinosus yang berdekatan
dan membawa tulang
belakang lebih dekat
kepermukaan kuli
2 Posisi Suatu posisi dimana Memberikan Hasil -
miring pasien berbaring miring posisi pengukuran/
(lateral ke kiri atau kekanan miring kiri observasi
decubitus) (latral decubitus) dengan atau miring memperlihat
lutut ditekuk dan menarik kanan kan posisi
perut atau dada yang (lateral miring
tinggi dengan asumsi decubitus) (latral
“posisi janin” seorang kepada decubitus)
asisten dapat membantu pasien yang tepat
pasien dalam mengambil section sesuai SOP
posisi ini caesaria
pada saat
dilakukan
spinal
anestesi

3 Bromage Penilaian yang dilakukan Skala Waktu Nomi


score 2 pada pasien pasca Bromage 2 pencapaian
nal
(skala anestesi spinal dengan ,jam tangan, bromage 2
Bromage mengukur lama waktu lembar skor
2 pencapaian skala observasi Ya < 3 jam,
bromage 2 dengan Tidak > 3
melihat kriteria penilaian jam
mulai masuknya obat
spinal anestesi sampai
dengan pasien mampu
menggerakan sendiri
kedua pergelangan kaki/
jari kaki di hitung dalam
satuan menit di ruang
pemulihan .
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah desain
penelitian non eksperimental (komparatif) dimana penelitian ini untuk
mengetahui perbedaan lama waktu pencapaian skala Bromage 2 pasca spinal
anestesi dengan posisi duduk dan posisi miring pada pasien sectio caesaria di
RS Tk. II Udayana Denpasar. Adapun pendekatan yang digunakan pada
penelitian ini yaitu pendekatan cross-sectional. Cross-sectional adalah jenis
penelitian yang menjelaskan status fenomena atau hubungan fenomena dimana
pengukuran data variabel dilakukan hanya satu kali pada satu saat dan tidak
ada tindak lanjut (Swarjana, 2015). Dalam penelitian ini mengukur 2 (dua)
variable yaitu variable tergantung (dependent) adalah lama waktu pencapaian
skala Bromage 2 dan variable bebas (independent) adalah posisi duduk dan
posisi miring pada saat dilakukan spinal anestesi.
Penelitian mengamati perbedaan lama waktu pencapaian skala Bromage 2
(perbedaan lama waktu gerak pergelangan kaki) antara pasien posisi duduk
dengan pasien posisi miring pasca spinal anestesi. Peneliti mengidentifikasi
kedua kelompok baik pasien posisi duduk dan posisi miring pasca spinal
anestesi dengan bupivakain 0,5 % dosis 12,5 mg, lokasi penyuntikan pada
Lumbal 3-Lumbal 4,dengan jarum spinal nomor 27G, kemudian waktu
dihitung mulai dari memasukkan obat spinal anestesi,diobservasi/diikiuti
sampai pasien mampu memfleksikan pergelangan kaki atau skala Bromage
2,kemudian dicatat berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh masing-masing
respondent.

29
30

Gambar 4.1 : desain penelitian:

X1 W1

X2 W2

Keterangan:

X1= Pasien posisi duduk (sitting)

X2= Pasien posisi miring (lateral decubitus)

W1= Lama waktu hingga Skala Bromage 2 pada kelompok X1

W2= Lama waktu hingga Skala Bromage 2 pada kelompok X2

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Tk. II Udayana. Waktu
penelitian dihitung dari pembuatan proposal sampai dengan penyusunan
laporan dan publikasi penelitian. Pengambilan data dilakukan pada bulan
Maret sampai dengan Mei 2021.

C. Populasi,Sampel,Sampling
1. Populasi
Populasi merupakan subyek atau obyek yang memenuhi kriteria yang
telah ditetapkan untuk diteliti (Nursalam, 2011). Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh pasien bumil (ibu hamil) yang dilakukan operasi sectio
caesaria dengan tindakan spinal anestesi dengan posisi duduk dan posisi
miring di RS Tk.II Udayana Denpasar, periode bulan Maret sampai
dengan Mei 2021.
31

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi yang secara nyata diteliti dan ditarik kesimpulan (Masturoh &
Anggita, 2018). Jumlah pengambilan sampel pada penelitian pasien yang
akan operasi tidak dapat diprediksi secara tepat, maka dilakukan dengan
tehnik consecutive sampling, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan
dengan cara memilih sampel yang memenuhi kriteria penelitian sampai
kurun waktu tertentu (Arifah & Trise, 2012)

a. Besar Sampel
Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh
seluruh ibu hamil yang melaksanakan operasi section caesaria dengan
tindakan spinal anestesi dengan tehnik consecutive sampling yaitu 20
orang dengan posisi duduk (sitting) dan 20 orang dengan posisi miring
(lateral decubitus). Bila diambil rata – rata perbulan terdapat 40 orang
ibu hamil yang melaksanakan operasi sectio caecaria menggunakan
spinal anestesi, sehingga masing-masing group akan berjumlah 20
orang.
b. Kriteria Sampel
Sampel pada penelitian ini sesuai kriteria inklusi dan ekslusi. Adapun
kriteria yang ditentukan oleh peneliti yaitu :
1) Kriteria inklusi :
a) Setuju menjadi responden dengan menandatangi informed
concent.
b) Pasien dapat berkomunikasi dengan baik
c) Pasien operasi sectio caesaria dengan spinal anestesi
d) Spinal lumbal 3-4
e) Jarum spinal nomor 27 G
f) Menggunakan obat anestesi hiperbarik (bupivacaine 0,5 % )
32

g) Dosis obat 12,5 mg


h) Tidak mengalami gangguan neurologis dan kelainan anatomi
pada ekstremitas bawah

2) Kriteria eksklusi
a) Pasien dengan gangguan psikiatri
b) Pasien sectio caesaria dengan spinal anestesi yang kemudian
menjadi general anestesi

3. Sampling
Sampling adalah cara pengambilan sampel agar memperoleh sampel
yang benar- benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam,
2013). Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Non-
Probability Sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 40 orang
ibu hamil pre operasi sectio caesaria, dimana 20 responden unuk kelompok
dengan posisi dukduk dan 20 responden untuk kelompok dengan posisi
miring. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan non
probality sampling yaitu consecutive sampling. Menurut Arikunto (2010)
consecutive sampling yaitu pengambilan sampel dengan mengambil semua
objek yang datang dan memenuhi kriteria diambil sebagai sampel

D. Teknik Pengumpulan Data


Sebelum dilakukan pengumpulan data, telah dilakukan permintaan
persetujuan penelitian pada pasien dan keluarganya. Data didapatkan dengan
melakukan observasi pada pasien sectio caesaria pasca spinal anestesi
dikamar operasi RS Tk.II Udayana Denpasar, sejak dimasukkan obat spinal
anestesi di kamar operasi kemudian diikuti sampai dengan pasien mampu
memflexikan pergelangan kaki (Skala Bromage 2) dan dihitung berapa lama
waktu yang diperlukan, dicatat pada lembar observasi.
33

E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah jam
tangan, parameter skala Bromage, lembar observasi dan alat tulis.

F. Pelaksanaan Penelitian
1. Tahap persiapan
a. Diawali dengan peneliti mengajukan ijin studi pendahuluan berupa
surat pengantar yang di tanda tangani oleh Rektor ITIKES Bali yang
ditujukan kepada Kepala Rumah Sakit Tk.II Udayana denpasar
dengan nomer surat : DL.02.02.2110.TU.XI.2020
b. Peneliti mengajukan ijin berupa surat pengantar yang ditanda tangani
oleh Rektor Itekes Bali yang yang ditujukan kepada Kepala
Penanaman Modal dan Perijinan Provinsi Bali dengan nomor surat :
DL.02.02.1071.TU.III.2021 dan Kesbangpolinmas Kota Denpasar
dengan nomor surat : 070/1849/IZIN-C/DISPMPT.
c. Peneliti mengajukan ijin pengurusan etik ke komisi etik Itekes Bali
dengan nomor surat DL.02.02.0607.TU.II.21
d. Kemudian memberikan surat pengantar penelitian dari BPMP dengan
nomor surat : 070/1849/IZIN-C/DISPMPT, Kesbangpolinmas dengan
nomor surat : 070/459/BKBP dan Komisi Etik Itekes Bali dengan
nomor surat : 04.0186/KEPITEKES-BALI/III/2021 kepada Kepala
Rumah Sakit Tk. II Udayana Denpasar.
e. Setelah mendapatkan persetujuan dari Kepala Rumah Sakit Tk.II
Udayana denpasar dengan nomer surat : B/596/III/2021, peneliti
melakukan sosialisasi rencana penelitian kepada Kepala Ruangan dan
staf Bedah Sentral Rumah Sakit Tk.II Udayana Denpasar.
f. Surat permohonan untuk menjadi respondent.
g. Surat persetujuan untuk menjadi responden (informed consent).
34

h. Alat penelitian
a) Parameter skala Bromage
b) Arloji
c) Lembar observasi dan alat tulis
2. Tahap pelaksanaan
a. Setelah mendapatkan persetujuan dari Kepala Rumah Sakit Tk.II
Udayana Denpasar dan melakukan sosialisasi rencana penelitian
kepada Kepala instalasi bedah dan anestesi dan Kepala Ruangan bedah
sentral Rumah Sakit Tk.II Udayana Denpasar maka peneliti melakukan
pengumpulan data yang dimulai di Ruangan preoperasi sebagai
ruangan tempat persiapan operasi sectio caesaria di ruang bedah
sentral RS Tk.II Udayana Denpasar. Penelitian dilakukan mulai
tanggal 10 Maret 2021 sampai dengan tanggal 10 Mei 2021.
b. Peneliti menentukan populasi yaitu semua pasien pre operasi sectio
caecaria yang dilakukan operasi sectio caesaria di kamar operasi
Rumah Sakit Tk. II Udayana Denpasar. Kemudian peneliti
menentukan sampel sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Selama kontak
dengan pasien, peneliti menggunakan protokol kesehatan yaitu Alat
Pelindung Diri (APD) level 2 diantaranya : penutup kepala, face
shield, masker KN 95, handschoen, apron/gown dan alas kaki.
Sebelum dan setelah kontak dengan pasien melaksanakan prosedur
cuci tangan dan selalu menjaga jarak minimal 1 meter. Sedangkan
pasien menggunakan masker.
c. Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan manfaat
penelitian.
d. Peneliti menyerahkan surat permohonan untuk menjadi responden
kepada setiap calon responden. Peneliti menjelaskan pengertian dari
skala Bromage 2 kepada responden. Apabila bersedia, maka peneliti
35

meminta responden untuk menandatangani atau cap jempol dilembar


persetujuan menjadi responden (informed consent).
e. Setelah responden menyatakan setuju, peneliti meminta responden
untuk mencoba menggerakkan pergelangan kakinya sebagai contoh
penilaian skala bromage 2 ,dan akan ditanyakan oleh peneliti kepada
responden di ruang pemulihan setelah selesai operasi. Peneliti
memberi kesempatan bertanya kepada responden apabila ada yang
tidak dimengerti oleh responden. Peneliti juga mengingatkan kepada
responden untuk menjawab pertanyaan dengan apa yang dirasakan dan
dialami oleh responden.
f. Setelah persiapan alat dan team operasi siap, pasien disiapkan ke ruang
operasi untuk dilakukan spinal anestesi oleh Dokter Anestesi baik itu
dengan posisi duduk (sitting) maupun posisi miring (lateral decubitus).
Penilaian skala Bromage 2 dimulai dari dimasukkannya obat spinal
anestesi oleh Dokter Anestesi sampai dengan pasien mampu
menggerakkan pergelangan kaki.
g. Setelah pasien tiba di ruang pemulihan, peneliti mengobservasi dan
mengamati penilaian skala Bromage. Penilaian skala Bromage
dilakukan setiap 15 menit, apabila waktu skala Bromage 2 sudah
tercapai, dicatat pada lembar observasi. Dan lembar observasi yang
sudah terisi ,dikumpulkan oleh peneliti untuk dilakukan pengolahan
data.
G. Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan data
Tahapan pengolahan data dengan komputer :
a. Editing
Editing (pemeriksaan data) adalah meneliti data-data yang sudah
diperoleh. Dalam penelitian ini editing dilakukan untuk memastikan
data yang diambil telah sesuai dengan variabel dan tujuan penelitian.
36

Formulir pengumpulan data telah terisi semua secara konsisten dan


relevan. Editing juga dilakukan pada data softcopy untuk menghindari
terjadinya kesalahan saat analisis data.
b. Coding
Coding adalah pemberian kode pada setiap data yang diperoleh untuk
mempermudah proses data dan digunakan untuk keperluan analisis
statistik serta menghindari kemungkinan kesalahan. Pemberian kode
diberikan pada setiap indikator sebagai berikut :
1) Data Umum :
a) Usia : 1 = < 17 tahun, 2 = 18-35 tahun, 3 = 35-50 tahun
b) Pendidikan : 1 = tidak sekolah, 2 = SD, 3 = SMP, 4 = SMA,
5 = Diploma, 6 = Sarjana
c) Pekerjaan : 1 = tidak berkeja, 2 = pegawai swasta,3 = PNS,4
=TNI/POLRI
d) Tinggi badan : 1 = < 145 cm, 2 = 146-160 cm, 3 = 161-175
cm, 4 = > 176 cm
e) Berat badan : 1 = < 51 kg, 2 = 51-60 kg, 3 = 61-70 kg, 4 = 71-
80 kg, 5 = > 81 kg
2) Variabel dependent parameter skala Bromage :
Skala 0 = gerakan penuh dari tungkai
Skala 1 = tidak mampu mengekstensi tungkai
Skala 2 = tidak mampu memfleksikan lutut
Skala 3 = tidak mampu memfleksikan pergelangan kaki
c. Tabulating, menyusun data yang telah terkumpul ke dalam bentuk
tabel.
d. Data entry, memasukan data ke dalam program atau soft ware
Computer dengan program SPSS For window.
37

e. Cleaning, pembersihan data, mengecek kembali data yang telah


dimasukan untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode,
ketidaklengkapan, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.
2. Analisa data
Analisa data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai
tujuan pokok penelitian yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian
yang mengungkapkan fenomena (Nursalam, 2011). Setelah data terkumpul
selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan bantuan computer yaitu
program SPSS versi 20 for windows dan diiterpresentasikan lebih lanjut.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian dibedakan menjadi dua :
a. Analisis uni variat
Analisa ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan dari
masing-masing variabel bebas. Analisis univariat yang dilakukan
terhadap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis
ini hanya menghasilkan distribusi dan prosentase dari tiap variabel
(Noto Atmodjo, 2010). Analisa univariat dalam penelitian ini yaitu
karakteristik responden yang meliputi usia, tinggi badan,berat
badan,pendidikan dan pekerjaan .
b. Analisis bi variat
Analisis bi variat dilakukan terhadap tiap dua variabel yang diduga ada
perbedaan yang signifikan. Analisis ini digunakan untuk
menggambarkan dua variabel yang diduga ada hubungan keeratan
(Sugiyono, 2008). Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah
metode komparatif sehingga uji analisa yang dipakai pada penelitian
ini dilakukan melalui pengujian statistik parametric dengan analisa uji
independent t-test, hal ini dikarenakan variabel yang akan
dibandingkan berskala numerik tidak berpasangan, dan data
berdistribusi normal. Bila data tidak berdistribusi normal maka
dihitung menggunakan uji Mann- whitney U-test.
38

3. Pengujian hipotesis
Pengujian hipotesis dengan melihat nilai p yaitu :
a. Nilai p < alpha (0,05) maka ada perbedaan.
b. Nilai p > alpha (0,05) maka tidak ada perbedaan.
(Aritonang, 2011).

H. Etika Penelitian
Etika penelitian merupakan pedoman etika yang berlaku pada subjek
kegiatan penelitian yang melibatkan baik pihak peneliti, subjek peneliti dan
masyarakat yang mendapatkan hasil dari penelitian tersebut. Etika terhadap
penelitian juga mencakup perlakuan peneliti terhadap subjek penelitian dan
sesuatau yang dihasilkan oleh penliti bagi masyarakat (Noto Atmodjo, 2012).
1. Lembar persetujuan (Informed Concent)
Lembar persetujuan (Informed Concent) adalah sebagi perwujudan
hak – hak responden dalam pesetujuan saat pengambilan data atau saat
wawancara (Noto Atmodjo, 2012). Peneliti memberikan lembar informed
concent kepada responden sebelum dilakukannya penelitian. Peneliti
menjelaskan tujuan, manfaat dan prosedur dalam penelitian ini, bahwa
tidak melibatkan tindakan khusus sehingga tidak menimbulkan kerugian
dan resiko. Peneliti menjelaskan bahwa responden berhak menolak dalam
mengikuti penelitian. Selain itu peneliti juga mnjelaskan bahwa hasil dari
penelitian hanya akan digunakan dalam keperluan pendidikan. Peneliti
meminta renponden untuk menadatangani lembar inform concent apabila
responden setuju untuk mengkuti penelitian.
2. Justice (keadilan)
Keadilan merupakan kewajiban etis untuk memperlakukan setiap
orang sesuai dengan apa yang benar. Dalam penelitian ini harus ada
pemerataan pembagian beban dan manfaat dari responden penelitian
untuk menjadikan lebih baik atau lebih buruk lagi (health professions
39

council of source Africa, 2008). Responden harus diperlakukan secara


adil selama keikutsertaanya dalam penelitian baik sebelum, selama dan
sesudah tanpa adanya diskriminasi apabila ternyata mereka dikeluarkan
atau tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian (Nursalam,
2016). Peneliti tidak membeda-bedakan responden dan memberikan
perlakuan yang sama terhadap responden dengan cara tidak membedakan
seperti domisili, pekerjaan dan status sosial.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Responden mempunyai hak atas data yang diberikan harus
dirahasiakan, semua informasi yang didapatkan dari renponden dijamin
karahasiaannya. Peneliti tidak mencantumkan nama responden
(Unonimity) pada lembar kuisioner penelitian, tetapi menggunakan kode
responden (Nursalam, 2016). Peneliti harus memastikan bahwa informasi
pribadi tentang responden dikumpulkan, disimpan, digunakan atau di
hancurkan, hal ini dilakukan untuk menghormati privasi atau kerahasiaan
responden dan kesepakatan yang dibuat dengan responden. Peneliti
memperbolehkan responden pada saat penelitian identitas dengan
menggunakan inisial nama responden. Peneliti akan menyimpan lembar
observasi yang telah diisi di dalam map dan akan dibuka jika ada
keperluan dalam penelitian. Informasi mengenai responden hanya
diketahui oleh pihak yang berkentingan seperti peneliti, pembimbing dan
pihak rumah sakit untuk menindaklanjuti intervensi yang dapat
digunakan.
4. Asas kemanfaatan (Beneficiency)
Penelitian yang dilakukan memperoleh manfaat semaksimal
mungkin bagi masyarakat dan khususnya pada subjek penelitian.
Penelitian hendaknya meminimalisasi dampak, resiko atau bahaya yang
merugikan bagi responden (health professions council of source Africa,
2008). Manfaat dalam penelitian dapat dijadikan sebagai sumber
40

informasi dalam memberikan asuhan yang komperehensif dalam hal


pemantauan waktu pencapaian skala bromage 2 yang timbul akibat spinal
anestesi yang diberikan. Sedangkan bagi peneliti selanjutnya, hasil
penelitian ini dapat memotivasi peneliti lain untuk meneliti tentang apa
saja yang mempengaruhi perbedaan lama waktu pencapaian skala
bromage 2 pasca spinal anestesi.
BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian


Rumah Sakit Tk. II Udayana merupakan Rumah Sakit Militer yang
menjadi Rumah Sakit rujukan tertinggi di lingkungan Kodam IX/Udayana
yang bertugas memberikan pelayanan kesehatan bagi personil TNI-AD, PNS
beserta keluarga di jajaran Kodam IX/Udayana dan merupakan Rumah Sakit
rujukan dari personil TNI AU/TNI AL dan keluarganya (Rumah Sakit
Integrasi).
Selama kurun waktu perjalanan sejarah dari tahun 1950 sampai dengan
sekarang Rumah Sakit Tk. II Udayana Denpasar mengalami pergantian nama
Rumah Sakit, pergantian pejabat-pejabat Kepala Rumah Sakit dan disertai
dengan perbaikan/penambahan bangunan baik bangunan utama / perkantoran,
sarana penunjang maupun bangsal perawatan.
Perubahan nama dari Rumah Sakit Kodam IX Udayana menjadi Rumah
Sakit Tk.II Udayana Denpasar sampai sekarang sesuai keputusan Menteri
Kesehatan RI nomor YM.02.04.3.1.3471 tanggal 1 Agustus 2006 tentang
pemberian ijin penyelenggaraan kepada Mabes TNI AD Jl.Merdeka Utara No.
2 Jakarta Pusat untuk menyelenggarakan Rumah Sakit Umum dengan nama
“Rumah Sakit Tk. II Udayana” Jl. PB. Sudirman No. 1 Denpasar, Propinsi
Bali dengan luas tanah 22.300 m2, serta luas bangunan 7.979 m2.
Rumah Sakit Tk.II Udayana mempunyai Ruang Rawat Inap dan Rawat
Jalan dimana terdiri : Ruang VIP Kartika, Ruang Ratna, Ruang Sandat, Ruang
Anggrek, Ruang Ngurah Rai, Ruang Dahlia, Ruang VK, Ruang Perinatal dan
Ruang HCU. Ruang rawat jalan terdiri dari : Poliklinik Bedah, Poliklinik
Anestesi, Poliklinik Anak, Poliklinik Kebidanan, Poliklinik Jantung,

41
42

Poliklinik Paru, Poliklinik Ortopedi, Poliklinik Onkologi, Poliklinik Kulit


Kelamin, Poliklinik Penyakit Dalam dan Poliklinik Jiwa. Rumah Sakit Tk.II
Udayana mempunyai sarana penunjang seperti Laboratorium, OK Sentral,
Radiologi, Instalansi Farmasi dan Medical Check Up.
Penelitian tentang “Perbedaan Lama Waktu Pencapaian Skala Bromage 2
Pasca Spinal Anestesi Dengan Posisi Duduk Dan Posisi Miring Pada Pasien
Sectio Caesaria Di RS Tk.II Udayana Denpasar” dilakukan mulai dari Dokter
Anestesi memasukan obat spinal anestesi di kamar operasi sampai dengan
pasien bisa menggerakan pergelangan kaki di ruang pemulihan (recovery
room) di Instalansi Kamar Bedah Rumah Sakit Tk. II Udayana Denpasar.
Instalasi Kamar bedah dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi Bedah dan
Anestesi. Tenaga pelaksana yang memberikan pelayanan kepada pasien di
Instalasi Kamar Bedah berjumlah 25 yang dipimpin oleh seorang Kepala
Ruangan. Ruang Bedah sentral RS Tk.II Udayana Denpasar terdiri dari satu
ruangan persiapan (pre operasi), 4 kamar operasi dan satu ruangan pemulihan.

B. Hasil Penelitian
1. Karakteristik responden
Gambaran karakteristik responden dapat diperlihatkan pada tabel berikut :
Tabel 5.1 Distribusi Frekwensi Karakteristik Responden Pasien
Dengan Posisi Duduk Dan Pasien Posisi Miring Pasca Spinal
Anestesi Pada Pasien Sectio Caesaria Di RS Tk.II Udayana
Denpasar ( n = 20 )

No Karakteristik Pasien posisi Pasien posisi


duduk miring
f % f %
1 Umur
a. < 17 tahun 0 0 0 0
b. 18-35 tahun 14 70 17 85
c. 36-50 tahun 6 30 3 15
43

2 Pendidikan
a. Tidak sekolah 0 0 0 0
b. SD 0 0 0 0
c. SMP 2 10 1 5
d. SMA 15 75 15 75
e. Diploma 1 5 4 20
f. Sarjana 2 10 0 0

3 Pekerjaan
a. Tidak bekerja 13 65 12 60
b. Pegawai swasta 7 35 7 35
c. PNS 0 0 1 5
d. TNI/POLRI 0 0 0 0

4 Tinggi badan
a. < 145 cm 0 0 1 5
b. 146-160 cm 16 80 14 70
c. 161-175 cm 4 20 5 25
d. > 176 cm 0 0 0 0

5 Berat badan
a. < 50 kg 0 0 0 0
b.51 – 60 kg 3 15 6 30
c.61 – 70 kg 6 30 8 40
d.71 – 80 kg 7 35 2 10
f.> 81 kg 4 20 4 20

Tabel 5.1. Memperlihatkan bahwa berdasarkan umur, sebagian


besar responden posisi pasien duduk berada pada rentang umur 18-35
tahun yaitu 14 orang (70 %) dan umur 36-50 tahun sebanyak 6 orang (30
%),sedangkan responden posisi pasien miring sebagian besar juga
berumur antara 18-35 tahun yaitu 17 orang (85 %), dan berumur 36-50
tahun 3 orang (15 %).
44

Berdasarkan pendidikan ,sebagian besar responden baik posisi


duduk dan posisi miring berpendidikan SMA (Sekolah Menengah Atas)
berjumlah 15 orang (75 %).
Berdasarkan jenis pekerjaan, sebagian besar responden tidak
bekerja, responden posisi duduk tidak bekerja jumlah 13 orang (65%),
sedangkan responden posisi miring jumlah 12 orang (60 %)
Berdasarkan tinggi badan, sebagian besar memiliki tinggi badan
antara 146-160 cm yaitu 16 orang (80 %) responden posisi pasien duduk
sedangkan untuk responden posisi pasien miring sebanyak 14 orang (70
%).
Berdasarkan berat badan, sebagian besar responden memiliki berat
badan antara 71-80 kg yaitu 7 orang (35%) pada posisi pasien
duduk,sedangkan responden posisi pasien miring sebagian besar memiliki
berat badan antara 61-70 kg yaitu 8 0rang (40%).
2. Waktu Pencapaian Skala Bromage 2 Pada Pasien Posisi Duduk Dan Posisi
Miring Pasca Spinal Anestesi Pada Pasien Sectio Caesaria.

Tabel 5.2 Distribusi Frekwensi Waktiu Pencapaian Skala Bromage 2


Pada Pasien Posisis Duduk Dan Posisi Miring ( n = 20 )

No. Waktu pencapaian skala Pasien posisi Pasien posisi


Bromage 2 duduk miring
f % f %
1. 90 - 105 menit 15 75 3 15
2. 106 - 121 menit 5 25 3 15
3. 122 - 137 menit 0 0 10 50
4. 138 - 153 menit 0 0 2 10
5. 154 - 169 menit 0 0 1 5
6. 170 - 185 menit 0 0 1 5
45

Berdasarkan tabel 5.2. sebagian besar waktu pencapaian skala


Bromage 2 pada pasien posisi duduk pasca spinal anestesi adalah pada
menit ke 90-105 yaitu sebanyak 15 pasien (75 %), sedangkan pencapaian
skala Bromage 2 pada pasien posisi miring terbanyak pada menit ke 122-
137 yaitu sebanyak 10 pasien (50 %).

3. Perbedaan Waktu Pencapaian Skala Bromage 2 Antara Pasien Posisi


Duduk Dan Posisi Pasien Miring Pasca Spinal Anestesi Pada Pasien Sectio
Caesaria Di RS Tk. II Udayana Denpasar.
Selanjutnya untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan waktu
pencapaian skala Bromage 2 antara pasien posisi duduk dengan pasien
posisi miring pasca spinal anestesi di RS Tk.II Udayana Denpasar
dilakukan uji statistik menggunakan uji independent t-test. Sebelum
dilakukan uji statistik independent t-test terlebih dahulu dilakukan uji
normalitas data untuk mengetahui normal atau tidaknya data tersebut
dengan menggunakan rumus kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk.
Jika data telah terdistribusi normal maka rumus yang digunakan uji
statistik independent T-test. Jika data yang ditemukan tidak terdistribusi
normal, maka dihitung menggunakan uji statistik Mann-Whitney U-Test.
Hasil uji normalitas data adalah sebagai berikut:
Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas Data ( n = 20 )

Kolmogorov- Shapiro-Wilk
Smirnov
Variabel
statistik Sig statistik Sig
Lama Waktu Pencapaian Skala 0,151 0,200 0,925 0,125
Bromage 2 posisi duduk (menit)
Lama Waktu Pencapaian Skala 0,160 0,196 0,939 0,233
Bromage 2 posisi miring (menit)
46

Tabel 5.3. menujukkan hasil nilai siginifikansi uji normalitas data


Shapiro-Wilk sebesar 0,125 untuk variabel pasien posisi duduk dan 0,233
untuk variabel pasien posisi miring. Karena nilai signifikasi > 0,05 maka
data dalam penelitian ini disebut berdistribusi normal
Data yang telah terdistribusi secara normal, mengharuskan pengujian
statistik menggunakan independent T-test.
Hasil uji independent T-test adalah sebagai berikut:

Tabel 5.4 Hasil Uji Bi Variate dengan Independent T-test (n=20)

Variable Mean Independent df Sig.


different T-test
Waktu pencapaian - 30,25 - 6,622 38 0,000
skala Bromage 2

Tabel 5.4 Menunjukkan hasil uji independent T-test


memperlihatkan nilai signifikansi 2-tailed 0,000. Hasil uji statistik
menunjukan nilai p lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05) sehingga dapat
dinyatakan ada perbedaan waktu pencapaian skala Bromage 2 antara
pasien posisi duduk dengan posisi miring pasca spinal anestesi pada
pasien sectio caesaria di RS Tk.II Udayana, Denpasar.
BAB VI

PEMBAHASAN

A. Interpretasi Penelitian
1. Waktu pencapaian skala Bromage 2 pada pasien posisi duduk pasca spinal
anestesi
Posisi duduk (sitting) diartikan bahwa pasien duduk dengan siku
bertumpu di paha atau meja samping tempat tidur, atau dapat memeluk
bantal. Fleksi tulang belakang melengkungkan punggung memaksimalkan
area "target" antara proses spinosus yang berdekatan dan membawa tulang
belakang lebih dekat ke permukaan kulit (Morgan, 2015)
Anestesi spinal adalah pemberian anestesi melalui subarachnoid pada
lumbal (biasanya pada L3-L4, L4-L5) yang mana pemberian anestesi ini
tipe blok kondusif saraf yang meluas tipe blok kondusif saraf yang luas.
Cara spinal anestesi ini akan menghasilkan anestesi pada ekstermitas
bawah, perinium dan abdomen pasien (Fitria et al., 2019).
Sectio caesaria adalah suatu cara untuk melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Nurarif
& Kusuma, 2015. Salah satu posisi yang diberikan saat spinal anestesi pada
operasi sectio caesaria adalah posisi duduk.
Pengaturan posisi pasien selama atau setelah penyuntikan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap blokade saraf. Pemeliharaan posisi
duduk (sitting) setelah penyuntikan akan menimbulkan blokade lumbal
bagian bawah dan saraf-saraf di daerah sakral (Gwinnutt, 2011).
Pada penelitian ini jumlah sampel 20 dengan pasien posisi duduk
(sitting) sebagian besar lama waktu pencapaian skala bromage 2 pada
menit ke 90 – 105 ( 75 % ). Hal ini di dukung oleh hasil observasi

47
48

penelitian dimana 15 orang pasien lama waktu pencapaian skala bromage 2


pada menit ke 90 – 105, dan 5 orang pasien lama waktu pencapaian skala
bromage 2 pada menit ke 106 – 121 (25%). Hasil penelitian ini sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi lama kerja obat lokal anestesi (bupivacain 0,5 %) adalah
posisi pasien saat dilakukan spinal anestesi oleh karena faktor gaya
gravitasi (Butterworth, 2004).
Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Rozi Fadhori (2017)
tentang perbandingan antara levobupikain dengan bupivakain intratekal
terhadap onset dan durasi blok sensorik dan motorik serta waktu rescue
analgetik pada operasi ekstremitas bawah. Dalam penelitiannya bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi ketinggian blok adalah posisi duduk saat
dilakukan spinal anestesi. Jika pasien duduk selama 3 - 4 menit setelah
penyuntikan cairan hiperbarik ke dalam regio lumbal, hanya saraf lumbal
dan sakral yang terblok. Memindahkan pasien dari posisi duduk ke posisi
supine segera setelah penyuntikan maka penyebaran larutan akan lebih ke
arah cephalad (cairan hiperbarik akan pindah ke posisi operasi jika pasien
diposisikan secara tepat).
Dalam penelitian yang dilakukan Raditya Fauzan dkk (2016)
mengungkapkan bahwa mempertahankan posisi duduk selama 5 menit
setelah injeksi spinal anestesi dengan 10 mg bupivakain 0,5 hiperbarik
terjadi penghambatan penyebaran obat ke titik rendah pada saat tubuh
dibaringkan. Pada posisi duduk, bupivakain hiperbarik akan lebih banyak
menetap dibawah lokasi penusukan sehingga pada saat pasien dibaringkan
terjadi penghambatan regresi ke titik rendah yang menyebabkan blokade
simpatis rendah, penurunan tahanan vascular akan lebih kecil yang
menghasilkan penurunan tekanan arteri rata-rata menjadi lebih kecil.
49

2. Waktu pencapaian skala Bromage 2 pada pasien posisi miring (latreral


decubitus ) pasca spinal anestesi
Posisi miring (lateral decubitus) diartikan dengan pasien berbaring
miring dengan lutut ditekuk dan menarik perut atau dada yang tinggi,
dengan asumsi "posisi janin". Seorang asisten dapat membantu pasien
dalam mengambil posisi ini (Morgan, 2015).
Salah satu prosedur pemberian spinal anestesi pada operasi sectio
caesaria adalah posisi pasien miring (lateral decubitus). Pada posisi miring
(latral decubitus) tusukan spinal anestesi pada interspace L3-L4 akan
terjadi blok lebih tinggi dari pada posisi duduk (sitting). Pada larutan
hiperbarik posisi miring bisa mencapai level blok T4 (thorakal 4).
Larutan bupivakain hidroklorida hiperbarik bupivakain adalah
larutan anestesi lokal bupivakain yang mempunyai berat jenis lebih besar
dari berat jenis cairan serebrospinal (1,003-1,008). Cara kerja larutan
hiperbarik bupivakain adalah melalui mekanisme hukum gravitasi, yaitu
suatu zat/larutan yang mempunyai berat jenis yang lebih besar dari larutan
sekitarnya akan bergerak ke suatu tempat yang lebih rendah. Dengan
demikian larutan bupivakain hiperbarik yang mempunyai barisitas lebih
besar akan cepat ke daerah yang lebih rendah dibandingkan dengan larutan
bupivakain yang isobarik, sehingga mempercepat penyebaran larutan
bupivakain hiperbarik tersebut. (Butterworth, 2004)
Pada penelitian ini jumlah sampel 20 dengan pasien posisi miring
(lateral decubitus) sebagian besar lama waktu pencapaian skala bromage 2
pada menit ke 122 – 137 ( 50 % ). Hal ini di dukung oleh hasil observasi
penelitian dimana 10 orang pasien lama waktu pencapaian skala bromage 2
pada menit ke 122 – 137 (50%), 3 orang pasien lama waktu pencapaian
skala bromage 2 pada menit ke 90-105 (15%), 3 orang pasien lama waktu
pencapaian skala bromage 2 pada menit ke 106-121 (15%), 2 orang pasien
lama waktu pencapaian skala bromage 2 pada menit 138-153 (10%), satu
50

orang pasien lama waktu pencapaian skala bromage 2 pada menit ke 154-
169 (5%), dan satu orang pasien lama waktu pencapaian skala bromage 2
pada menit ke 170-185 (5%).
Hal ini sesuai dengan teori bahwa faktor faktor yang mempengaruhi
penyebaran larutan bupivakain hiperbarik pada Anestesi spinal adalah :
gravitasi, postur tubuh, tekanan intra abdomen, anatomi columna
vertebralis, tempat penusukan,barbotase, manuver valsava,kosentrasi
obat,dan posisi tubuh .(Butterworth,2004)
Barisitas anestesi lokal mempengaruhi penyebaran obat tergantung
dari posisi pasien. Larutan hiperbarik disebar oleh gravitasi, larutan
hipobarik menyebar berlawanan arah dengan gravitasi dan isobarik
menyebar lokal pada tempat injeksi. Setelah disuntikkan ke dalam ruang
intratekal, penyebaran zat anestesi lokal akan dipengaruhi oleh berbagai
faktor terutama yang berhubungan dengan hukum fisika dinamika dari zat
yang disuntikkan, antara lain barbotase (tindakan menyuntikkan sebagian
zat anestesi lokal ke dalam cairan serebrospinal, kemudian dilakukan
aspirasi bersama cairan serebrospinal dan penyuntikan kembali zat anestesi
lokal yang telah bercampur dengan cairan serebrospinal), volume, berat
jenis, dosis, tempat penyuntikan, posisi penderita saat atau sesudah
penyuntikan. (Butterworth, 2004)
Pada penelitian Farilsah Hakin (2020) tentang perbandingan
efektifitas bupivacaine hiperbarik dengan levobupivacaine isobarik untuk
anestesi spinal operasi abdomen dan ekstremitas bawah di RSUP Haji
Adam Malik Medan ,didapatkan hasil penelitian bahwa tindakan anestesi
spinal menggunakan levobupivacaine isobarik menghasilkan mula kerja
yang lebih lambat, durasi analgesia lebih lama dan efek samping lebih
sedikit dibandingkan dengan bupivacaine hiperbarik pada pembedahan
abdomen dan ekstremitas bawah.
51

3. Perbedaan waktu pencapaian skala Bromage 2 antara pasien posisi duduk


dengan pasien posisi miring pasca spinal anestesi pada pasien sectio
caesaria di RS Tk.II Udayana Denpasar
Waktu pencapaian skala Bromage 2 pada pasien posisi duduk
(sitting) pasca spinal anestesi pada operasi sectio caesaria adalah sebagian
besar pada menit ke 90 – 105, sedangkan waktu pencapaian skala Bromage
2 pada pasien posisi miring (lateral decubitus) pasca spinal pada operasi
sectio caesaria anestesi adalah sebagian besar pada menit ke 122 – 137.
Hasil uji independent T-test memperlihatkan nilai signifikansi 0,000 lebih
kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05) sehingga dapat dinyatakan ada perbedaan
waktu pencapaian skala Bromage 2 antara pasien posisi duduk dengan
pasien posisi miring pasca spinal anestesi di RS Tk.II Udayana Denpasar.
Ada perbedaan lama waktu pencapaian skala Bromage 2 antara
pasien dengan posisi duduk (sitting) dengan pasien posisi miring (lateral
decubitus) pasca spinal anestesi pada pasien sectio caesaria selama 30,25
menit. Hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi penyebaran larutan bupivakain hiperbarik adalah gaya
gravitasi. Mekanisme hukum gravitasi, yaitu suatu zat/larutan yang
mempunyai berat jenis yang lebih besar dari larutan sekitarnya akan
bergerak ke suatu tempat yang lebih rendah. Dengan demikian larutan
bupivakain hiperbarik yang mempunyai barisitas lebih besar akan cepat ke
daerah yang lebih rendah dibandingkan dengan larutan bupivakain yang
isobarik, sehingga mempercepat penyebaran larutan bupivakain hiperbarik
tersebut. (Butterworth, 2004)
Dalam suatu percobaan oleh J.A.W. Wildsmith dikatakan tidak ada
pengaruh penyebaran obat jenis obat larutan isobarik pada posisi tubuh,
sedangkan pada jenis larutan hiperbarik akan dipengaruhi posisi tubuh.
Pada larutan hiperbarik posisi terlentang/miring bisa mencapai level blok
T4 (thorakal 4) pada posisi duduk hanya mencapai T8 (thorakal 8).
52

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Muhamad


Rokim (2010), yang meneliti tentang perbedaan lama gerak kaki pada
pasien pasca sectio caesaria dengan tindakan spinal anestesi posisi miring
dan duduk di RSUD kota Yogyakarta. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa pasien post sectio caesaria dengan tindakan spinal anestesi posisi
miring/lateral decubitus lebih lama gerak kakinya dibandingkan spinal
anestesi posisi duduk.
Penelitian yang dilakukan oleh Nuryati (2011), yang meneliti tentang
perbedaan lama waktu pencapaian skala Bromage 2 antara spinal anestesi
bupivacaine 0,5% 20 mg dan bupivacaine 0,5% 15 mg pada pasien sectio
caesaria di RSUD Muntilan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pada
pasien yang dilakukan spinal anestesi bupivacaine 0,5% 20 mg lebih lama
pencapaian skala Bromage 2 dibandingkan bupivacaine 0,5% 15 mg.

B. Keterbatasan Penelitian
Barbotase pada saat spinal anestesi tidak bisa dikontrol seberapa besar
pengaruhnya terhadap ketinggian level blok, sehingga ada kemungkinan
lambatnya waktu pencapaian skala Bromage 2 akibat dari barbotase yang
berulang-ulang.
BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Waktu pencapaian skala Bromage 2 pada pasien posisi duduk (sitting)
pasca spinal anestesi pada operasi sectio caesaria adalah sebagian besar
pada menit ke 90 - 105.
2. Waktu pencapaian skala Bromage 2 pada pasien posisi miring (lateral
decubitus) pasca spinal anestesi pada operasi sectio caesaria adalah
sebagian besar pada menit ke 122 - 137 .
3. Bahwa waktu pencapaian skala Bromage 2 pasca spinal anestesi pada
pasien posisi duduk lebih cepat rata-rata 30,25 menit dibandingkan dengan
pasien posisi miring (hasil uji t-test - 6.622 ; p = 0,000 < 0,05).

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka peneliti


memberikan saran kepada:

1. Rumah Sakit Tk.II Udayana Denpasar


a. Agar menyusun standar operasional prosedur penatalaksanaan pasien
pasca spinal anestesi, dengan observasi di ruang pulih sadar / Recovery
Room minimal 2 jam pasca spinal anestesi.
b. Agar dalam melakukan prosedur spinal anestesi,posisi yang diberikan
pada pasien sectio caesaria dengan spinal anestesi adalah posisi
duduk.

53
54

2. Perawat anestesi di RS Tk.II Udayana Denpasar


Agar melakukan observasi terhadap vital sign dan skala Bromage
pada pasien pasca spinal anestesi di ruang pulih sadar/ Recovery room
minimal 2 jam pasca spinal anestesi, serta memberikan informasi terkait
durasi waktu pencapaian gerak ekstremitas bawah kepada pasien di ruang
pulih sadar.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya


Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data untuk
melaksanakan penelitian selanjutnya. Karena banyak faktor yang
berpengaruh terhadap lama waktu pencapaian skala Bromage, diharapkan
peneliti selanjutnya meneliti pengaruh barbotase terhadap lama waktu
pencapaian skala Bromage 2.
DAFTAR PUSTAKA

Apriliana, H. D. (2013). Ruang Pemulihan RSUP DR Kariadi Semarang Pada Bulan


Maret ± Mei 2013. Jurnal Media Medika Muda.
ASA. (2019). ASA Physical Status Classification System Committee. 2, 2014–2015.
http://repositorio.unan.edu.ni/2986/1/5624.pdf
Betrán, A. P., Ye, J., Moller, A. B., Zhang, J., Gülmezoglu, A. M., & Torloni, M. R.
(2016). The increasing trend in caesarean section rates: Global, regional and
national estimates: 1990-2014. PLoS ONE.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0148343
Dimas Agung Trisliatanto, (2020). Metodelogi Penelitian, Edisi I Yogyakarta,
CV.Andi Offset.
Fitria, W. E., Fatonah, S., & Purwati. (2019). Faktor Yang Berhubungan Dengan
Bromage Score Pada Pasien Spinal Anastesi Di Ruang Pemulihan. Jurnal Ilmiah
Keperawatan Sai Betik, 14(2), 182. https://doi.org/10.26630/jkep.v14i2.1304
Grace Pierce A.& Borley Neil R.,(2006),Surgery at a Glance, third edition, Penerbit
Erlangga
Harvina, Widya & Akhmad. (2013). Rerata Waktu Pasien Pasca Operasi Tinggal
DI ruang Pemulihan RSUP Dr Kariadi Semarang Pada Bulan Maret-Mei 2013.
Porta Garuda.
Instalasi Bedah Sentral RS Tk.II Udayana Denpasar, (2019),Register Anestesi Kamar
Operasi, RS Tk. II Udayana Denpasar.
Klienman. W, (2002), Spinal Epidural dan Caudal Blocks. In Morgan, G.E. Mikhail,
M.S.Clinical Anesthesilogy 4 ed, Lange Medical Book
Latief.A, dkk, (2002) Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua, Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.
Latief, S. A.,Suryadi, K. A., & Dachlan, M. R. (2015). Petunjuk Praktis
Anestesiologi. (Edisi 2). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Lolo, L. L., & Aminuddin, A. (2020). Hubungan Status Fisik American Society Of
Anestesiologist ( Asa ) Dengan Bromage Score Pada Pasien Pasca Anastesi
Spinal Physical Status With Bromage Score In Patient After Spinal.
03(September 2019), 378–383.

55
56

Mangku, Gde., & Senapathi, T. G. A. (2018). Buku Ajar Ilmu Anestesia dan
Reanimasi (Edisi 3). Jakarta: Indeks.
Mangku Gde, dkk, (2010), Ilmu Anestesi dan Reaminasi, Indeks Permata Puri Media,
Jakarta.
Morgan, (2007). Anestesi For patien With Neuromuskuler Disease, Clinical
Anesthesiology, USA, Churcill Livingstone.
Mochtar, R. (2012). Sinopsis Obstetri Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi Jilid 1.
Jakarta: EGC
Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan (Edisi 4). Jakarta:
Selemba Medika.
Notoatmodjo, S. (2010), Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo . (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Prawirohardjo, Sarwono. (2008). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta:


PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Siyoto, Sandu., & Sodik, Ali. (2015). Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta:
Literasi Media Publishing.
Swarjana, I. K. (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi). Yogyakarta:
And
Triyono, dan Titik, Endarwati dan Ana, Ratnawati. (2017). Hubungan Status Fisik
(Asa) Dengan Waktu Pencapaian Bromage Score 2 Pada Pasien Spinal Anestesi
Di Ruang Pemulihan Rsud Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang. Skripsi
Thesis, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. Diakses pada 15 November 2020.
http://keperawatan.poltekkesjogja.ac.id/
Yonathan, N. M. (2014). Perbedaan Perubahan Hemodinamik Teknik Anestesi Spinal
Posisi Duduk Dan Posisi Miring Kiri Pada Pasien Seksio Sesarea Di Rsud
Merauke (Doctoral Dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).
57

Lampiran 1.
JADWAL PENELITIAN

BULAN
N KEGIAT O Nopemb Desemb Janua Februa Ma Ap M J J
O AN kt er er ri ri ret ril ei u u
2020 2021 ni l
i
IV I I II I I I II I I I II I I I II I I I III I I I II I I I III IV I I III IV I I III IV
I I V I I V I I V I I V I V I I V I I I
1 Penyusunan
Proposal
2 ACC
Proposal
3 Penyebaran
Proposal
4 Ujian
Proposal
5 Ujian Ulang
Proposal
6 Pengumpula
n
Data
7 Penyusunan
Hasil
Penelitian
8 Penyebaran
Skripsi
9 Ujian
Skripsi
1 Ujian Ulang
0 Skripsi
1 Perbaikan
1 dan
Pengumpula
n
58

Lampiran 2

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN


Kepada:
Yth.................................
di.....................

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : I Ketut Gunarja
NIM : 2014301185
Pekerjaan : Mahasiswa semester II Program Alih Jenjang
D 4 Keperawatan Anestesi, ITEKES Bali
Alamat : Jalan Tukad Balian No. 180 Renon, Denpasar-Bali
Bersama ini saya mengajukan permohonan kepada Saudara untuk
bersedia menjadi responden dalam penelitian saya yang berjudul “Perbedaan
Lama Waktu Pencapaian Skala Bromage 2 Pasca Spinal Anestesi Dengan
Posisi Duduk Dan Posisi Miring Pada Pasien Sectio Caesaria Di RS TK.II
Udayana Denpasar ” yang pengumpulan datanya akan dilaksanakan pada
tanggal 10 Maret s.d 10 Mei 2021. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui perbedaan lama waktu pencapaian skala Bromage 2 pasca
spinal anestesi dengan posisi duduk dan posisi miring pada pasien sectio
caesaria di RS Tk. II Udayana Denpasar.Saya akan tetap menjaga segala
kerahasiaan data maupun informasi yang diberikan.
Demikian surat permohonan ini disampaikan, atas perhatian, kerjasama dari
kesediaannya saya mengucapkan terimakasih.
Denpasar, Juni 2021
Peneliti
I Ketut Gunarja
NIM 2014301185
59

Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Alamat :

Setelah membaca lembar permohonan menjadi responden yang diajukan oleh


Saudara I Ketut Gunarja, Mahasiswa semester VIII Program Studi Sarjana
Keperawatan Anestesi ITEKES Bali, yang penelitiannya berjudul “Perbedaan
Lama Waktu Pencapaian Skala Bromage 2 Pasca Spinal Anestesi Dengan
Posisi Duduk Dan Posisi Miring Pada Pasien Sectio Caesaria Di RS Tk.II
Udayana Denpasar , ”maka dengan ini saya menyatakan bersedia menjadi
responden dalam penelitian tersebut, secara sukarela dan tanpa ada unsur
paksaan dari siapapun. Demikian persetujuan ini saya berikan agar
dapatdigunakan. Sebagaimana mestinya.

Denpasar , ……………2021
Responden

....................................
60

Lampiran 4

LEMBAR OBSERVASI

Perbedaan lama waktu pencapaian skala Bromage 2 pasca spinal anestesi


dengan posisi duduk (sitting) dan posisi miring (lateral decubitus) pada pasien sectio
caesaria di RS Tk.II Udayana Denpasar
Identitas pasien
Nama pasien : Umur :
No RM : BB :
TB : Pekerjaan :
Pendidikan : Dosis obat :
Jenis obat : Ukuran jarum :
Lokasi suntikan : Posisi spinal :
Tanggal operasi : Diagnosa :

Skala Bromage 2 (di RR)


T total waktu ( menit )
Obat Spinal Anestesi 15 15 15 dst.
Waktu
dimasukkan
mnt mnt mnt
I II III

Jam

Keterangan Skala Bromage:


a. Skala Bromage 3 : Tidak mampu mempleksi pergelangan.
b. Skala Bromage 2 : Tidak mampu memplexi lutut.
c. Skala Bromage 1 : Tidak mampu mengekstensi tungkai.
d. Skala Bromage 0 : Gerakan penuh dari tungkai.
61

Lampiran 5.

SOP SPINAL ANESTESI DENGAN POSISI DUDUK ( SITTING)

STANDAR PROSEDUR
PENATALAKSANAAN REGIONAL ANESTESI
OPERASIONAL
/SPINAL ANESTES DENGAN POSISI DUDUK
(SITTING)

Pengertian 1. Regional anestesi/spinal anestesi adalah


memberikan obat anestesi lokal melalui suntikan
untuk menghasilkan analgesia / blok sensorik dan
relaksasi / blok motoric
2. Posisi duduk (sitting) pada spinal anestesi diartikan
bahwa pasien duduk dengan siku bertumpu di paha
atau meja samping tempat tidur, atau dapat
memeluk bantal. Fleksi tulang belakang
melengkungkan punggung memaksimalkan area
"target" antara proses spinosus yang berdekatan dan
membawa tulang belakang lebih dekat ke
permukaan kulit
Tujuan Memberikan pedoman tentang persiapan pelaksanaan
regional secara jelas kepada petugas yang akan
melakukan tindakan anestesi regional
Prosedur Persiapan pelaksanaan tindakan regional anestesi
/spinal anestesi meliputi :
1. Persiapan pasien
a. Informed consent.
b. Puasa
c. Ukur tanda - tanda vital.
d. Pasang infus.
e. Loading dengan cairan kristaloid sebanyak 500
cc
62

2. Persiapan dokter Spesialis Anestesi


a. Cuci tangan secara aseptik.
b. Pakai APD dan jas steril.
c. Pakai sarung tangan steril.
3. Persiapan alat dan obat
a. Persiapan alat untuk regional anestesi.
b. Persiapan alat-alat monitoring, alat bantu
oksigen.
c. Persiapan obat anestesi regional/spinal anestesi,
obat untuk mengatasi komplikasi spinal anestesi,
persiapan alat dan obat anestesi umum.
4. Pelaksanaan
a. Pasang monitor standar berupa, tekanan darah,
EKG, saturasi oksigen.
b. Posisikan pasien duduk (sitting)
c. Identifikasi tempat insersi jarum spinal dan
berikan penanda.
d. Desinfeksi daerah insersi jarum spinal, injeksi
anestesi lokal lidokain 2% 40 mg.
e. Insersi jarum spinal ditempat yang telah di tandai
yaitu L3-L4
f. Pastikan LCS keluar.
g. Barbotage cairan LCS yang keluar.
h. Injeksikan Bupivacain 0,5% 12,5 mg intratecal
oleh dokter anestesi
i. Kembalikan posisi pasien ke posisi pembedahan
j. Observasi tanda tanda vital sampai akhir
pembedahan.
63

Lampiran 6

SOP SPINAL ANESTESI DENGAN POSISI MIRING (LATERAL DECUBITUS)

STANDAR PROSEDUR
PENATALAKSANAAN REGIONAL ANESTESI
OPERASIONAL
/SPINAL ANESTES DENGAN POSISI MIRING
(LATERAL DECUBITUS)

Pengertian 1. Regional anestesi /spinal anestesi adalah


memberikan obat anestesi lokal melalui suntikan
untuk menghasilkan analgesia / blok sensorik dan
relaksasi / blok motoric
2. Posisi miring (lateral decubitus) pada spinal anestesi
diartikan dengan pasien berbaring miring dengan
lutut ditekuk dan menarik perut atau dada yang
tinggi, dengan asumsi "posisi janin". Seorang asisten
dapat membantu pasien dalam mengambil posisi ini.
Tujuan Memberikan pedoman tentang persiapan pelaksanaan
regional secara jelas kepada petugas yang akan
melakukan tindakan anestesi regional
Prosedur Persiapan pelaksanaan tindakan regional anestesi /spinal
anestesi meliputi :
1. Persiapan pasien
a. Informed consent.
b. Puasa
c. Ukur tanda - tanda vital.
d. Pasang infus.
e. Loading dengan cairan kristaloid sebanyak 500
cc
2. Persiapan dokter Spesialis Anestesi
a. Cuci tangan secara aseptik.
b. Pakai APD dan jas steril.
64

c. Pakai sarung tangan steril.


3. Persiapan alat dan obat
a. Persiapan alat untuk regional anestesi.
b. Persiapan alat-alat monitoring, alat bantu
oksigen.
c. Persiapan obat anestesi regional/spinal anestesi,
obat untuk mengatasi komplikasi spinal anestesi,
persiapan alat dan obat anestesi umum.
4. Pelaksanaan
a. Pasang monitor standar berupa, tekanan darah,
EKG, saturasi oksigen.
b. Posisikan pasien miring (lateral decubitus)
c. Identifikasi tempat insersi jarum spinal dan
berikan penanda.
d. Desinfeksi daerah insersi jarum spinal, injeksi
anestesi lokal lidokain 2% 40 mg.
e. Insersi jarum spinal ditempat yang telah di
tandai yaitu L3-L4
f. Pastikan LCS keluar.
g. Barbotage cairan LCS yang keluar.
h. Injeksikan Bupivacain 0,5% 12,5 mg
intratecal,oleh dokter anestesi
i. Kembalikan posisi pasien keposisi pembedahan.
j. Observasi tanda tanda vital sampai akhir
pembedahan.
65

Lampiran 7

Surat Rekomendasi Penelitian dari Rektor Itekes Bali


66

Lampiran 8

Surat Ijin Penelitian dari Badan Penanaman Modal dan Perijinan Provinsi Bali
67

Lampiran 9

Surat Ijin Penelitian dari Kesbangpolinmas Kabupaten/Kota


68
69

Lampiran 10

Surat Ijin Penelitian dari Komite Etik


70

Lampiran 11

Surat Ijin Penelitian dari Institusi Lokasi Penelitian


71

Lampiran 12

Data Primer

No No RM Umur TB BB pekerjaan pendidikan Posisi Lama waktu pencapaian


(thn) (cm) (kg) duduk/miring skala bromage 2 (menit)
1 198917 28 165 84 Swasta Diploma duduk 92
2 198977 21 164 80 Swasta SMK duduk 97
3 162176 28 157 75 Tdk bekerja SMA duduk 90
4 060357 24 160 78 Tdk bekerja SMA duduk 115
5 060345 39 158 78 Swasta Sarjana duduk 111
6 200052 37 160 75 Tdk bekerja SMA duduk 106
7 199271 44 152 62 Swasta SMA duduk 91
8 135758 23 162 70 Swasta SMA duduk 90
9 199642 25 165 82 Tdk bekerja SMA duduk 98
10 030100 29 150 52 Tdk bekerja SMA duduk 92
11 199880 28 160 60 Swasta SMA duduk 101
12 199550 34 148 58 Tdk bekerja SMP duduk 96
13 194114 27 156 65 Swasta Sarjana duduk 97
14 197993 36 150 82 Tdk bekerja SMA duduk 97
15 200286 31 152 98 Tdk bekerja SMP duduk 108
16 198954 30 155 75 Tdk bekerja SMA duduk 95
17 199801 42 159 65 Tdk bekerja SMA duduk 99
18 199217 33 154 74 Tdk bekerja SMA duduk 96
19 198575 38 160 64 Tdk bekerja SMA duduk 105
20 184065 33 158 70 Tdk bekerja SMA duduk 100
21 198930 20 150 60 Tdk bekerja SMA miring 105
22 197780 33 155 78 Tdk bekerja SMA miring 104
23 033630 38 163 86 Tdk bekerja SMA miring 120
24 198147 29 149 81 Tdk bekerja SMA miring 137
72

25 199051 28 155 71 Swasta Diploma miring 157


26 125702 24 155 58 Tdk bekerja SMA miring 101
27 142873 27 160 61 Swasta SMA miring 115
28 127454 35 155 52 Swasta SMA miring 126
29 197090 26 144 55 Swasta SMA miring 170
30 038661 30 155 62 Tdk bekerja SMP miring 162
31 102197 33 158 69 Tdk bekerja SMA miring 146
32 125191 36 150 62 Tdk bekerja SMA miring 131
33 041831 34 153 63 Swasta SMA miring 128
34 186150 31 165 52 Swasta Diploma miring 102
35 199315 35 160 98 Tdk bekerja SMA miring 123
36 199321 27 163 63 Tdk bekerja SMA miring 135
37 073206 38 160 86 Tdk bekerja SMA miring 131
38 150791 28 159 69 PNS Diploma miring 130
39 056676 34 165 60 Tdk bekerja SMA miring 129
40 158031 27 163 63 Swasta Diploma miring 129
73

Lampiran 13

Hasil analisa data

Frequency Table pasien posisi duduk (sitting)

Usia Responden Posisi Duduk


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 18-35 th 14 70.0 70.0 70.0
36-50 th 6 30.0 30.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Pendidikan Posisi Duduk


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SMP 2 10.0 10.0 10.0
SMA 15 75.0 75.0 85.0
Diploma 1 5.0 5.0 90.0
Sarjana 2 10.0 10.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Pekerjaan Posisi Duduk


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Bekerja 13 65.0 65.0 65.0
Swasta 7 35.0 35.0 100.0
Total 20 100.0 100.0
74

Tinggi Badan Posisi Duduk


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 146-160 cm 16 80.0 80.0 80.0
161 - 175 cm 4 20.0 20.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Berat Badan Posisi Duduk


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 51-60 kg 3 15.0 15.0 15.0
61-70 kg 6 30.0 30.0 45.0
71-80 kg 7 35.0 35.0 80.0
>81 kg 4 20.0 20.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Lama Waktu Pencapaian Skala Bromage 2 posisi duduk (menit)


Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 90.00 2 10.0 10.0 10.0
91.00 1 5.0 5.0 15.0
92.00 2 10.0 10.0 25.0
95.00 1 5.0 5.0 30.0
96.00 2 10.0 10.0 40.0
97.00 3 15.0 15.0 55.0
98.00 1 5.0 5.0 60.0
99.00 1 5.0 5.0 65.0
100.00 1 5.0 5.0 70.0
101.00 1 5.0 5.0 75.0
105.00 1 5.0 5.0 80.0
106.00 1 5.0 5.0 85.0
108.00 1 5.0 5.0 90.0
75

111.00 1 5.0 5.0 95.0


115.00 1 5.0 5.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Kategori Lama Waktu pencapaian skala bromage 2 Posisi Duduk


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 90-105 menit 16 80.0 80.0 80.0
106-121 menit 4 20.0 20.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Frequency Table pasien posisi miring (lateral decubitus)

Usia responden posisi miring


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 18-35 th 17 85.0 85.0 85.0
36-50 th 3 15.0 15.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Pendidikan Posisi Miring


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SMP 1 5.0 5.0 5.0
SMA 15 75.0 75.0 80.0
Diploma 4 20.0 20.0 100.0
Total 20 100.0 100.0
76

Pekerjaan Posisi Miring


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Bekerja 12 60.0 60.0 60.0
Swasta 7 35.0 35.0 95.0
Pegawai Negeri 1 5.0 5.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Tinggi Badan Posisi Miring


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 145 cm 1 5.0 5.0 5.0
146-160 cm 14 70.0 70.0 75.0
161-175 cm 5 25.0 25.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Berat Badan Posisi Miring


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 51-60 kg 6 30.0 30.0 30.0
61-70 kg 8 40.0 40.0 70.0
71-80 kg 2 10.0 10.0 80.0
> 81 kg 4 20.0 20.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Lama Waktu Pencapaian skala Bromage 2 pada Posisi Miring (menit)


Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 101.00 1 5.0 5.0 5.0
102.00 1 5.0 5.0 10.0
104.00 1 5.0 5.0 15.0
77

105.00 1 5.0 5.0 20.0


115.00 1 5.0 5.0 25.0
120.00 1 5.0 5.0 30.0
123.00 1 5.0 5.0 35.0
126.00 1 5.0 5.0 40.0
128.00 1 5.0 5.0 45.0
129.00 2 10.0 10.0 55.0
130.00 1 5.0 5.0 60.0
131.00 2 10.0 10.0 70.0
135.00 1 5.0 5.0 75.0
137.00 1 5.0 5.0 80.0
146.00 1 5.0 5.0 85.0
157.00 1 5.0 5.0 90.0
162.00 1 5.0 5.0 95.0
170.00 1 5.0 5.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Kategori Lama Waktu Posisi Miring


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 90-105 menit 4 20.0 20.0 20.0
106-121 menit 2 10.0 10.0 30.0
122-137 menit 10 50.0 50.0 80.0
138-153 menit 1 5.0 5.0 85.0
154-169 menit 2 10.0 10.0 95.0
170-185 menit 1 5.0 5.0 100.0
Total 20 100.0 100.0
78

Descriptives

Descriptives
Std.
Statistic Error
Lama Waktu Pencapaian Mean 98.8000 1.57380
Skala Bromage 2 pada posisi 95% Confidence Interval for Lower Bound 95.5060
duduk (menit) Mean Upper Bound 102.0940
5% Trimmed Mean 98.3889
Median 97.0000
Variance 49.537
Std. Deviation 7.03824
Minimum 90.00
Maximum 115.00
Range 25.00
Interquartile Range 11.25
Skewness .820 .512
Kurtosis .073 .992
Lama Waktu Pencapaian Mean 129.0500 4.28859
Skala Bromage 2 pada 95% Confidence Interval for Lower Bound 120.0739
Posisi Miring (menit) Mean Upper Bound 138.0261
5% Trimmed Mean 128.3333
Median 129.0000
Variance 367.839
Std. Deviation 19.17914
Minimum 101.00
Maximum 170.00
Range 69.00
Interquartile Range 20.25
Skewness .469 .512
Kurtosis -.006 .992
79

Hasil Uji Normalitas Data

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
Lama Waktu Pencapaian .151 20 .200 .925 20 .125
Skala Bromage 2 posisi
duduk (menit)
Lama Waktu Pencapaian .160 20 .196 .939 20 .233
Skala Bromage 2 Posisi
Miring (menit)

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

T – Test

Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Skala_Bromage 2 Posisi Duduk 20 98.8000 7.03824 1.57380
Posisi Miring 20 129.0500 19.17914 4.28859

Independent Samples Test


Levene's Test for t-test for Equality of
Equality of Variances Means

F Sig. t df
Skala_Bromage 2 Equal variances assumed 7.365 .010 -6.622 38
Equal variances not -6.622 24.026
assumed
80

Independent Samples Test


t-test for Equality of Means
Mean Std. Error
Sig. (2-tailed) Difference Difference
Skala_Bromage Equal variances assumed .000 -30.25000 4.56824
2 Equal variances not .000 -30.25000 4.56824
assumed

Independent Samples Test


t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Skala_Bromage 2 Equal variances assumed -39.49792 -21.00208
Equal variances not assumed -39.67784 -20.82216
81

Lampiran 14

Biaya Penelitian

No Kegiatan Rencana Realisasi

1 Menyusun proposal
Penelusuran literature Rp 300.000 Rp 300.000
Transportasi Rp 200.000 Rp 200.000
Pengadaan dan persiapan ujian Rp 200.000 Rp 200.000
proposal
2 Perbaikan proposal Rp 200.000 Rp 200.000
3 Pelaksanaan penelitian
Alat dan bahan Rp 500.000 Rp 500.000
Transportasi Rp 200.000 Rp 200.000
Analisa data Rp 300.000 Rp 300.000
4 Penggaandaan dan ujian skripsi Rp 400.000 Rp 400.000
5 Perbaikan skripsi dan Rp 600.000 Rp 600.000
penggandaan skripsi
6 Biaya tidak terduga Rp 300.000 Rp 200.000
jumlah Rp 3.200.000 Rp 3.100.000

Denpasar, 12 Juli 2021

Peneliti
82

Lampiran 15

LEMBAR PERNYATAAN ABSTRACT TRANSLATION

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Kadek Maya Cyntia Dewi, SS.,M.Pd

NIDN : 0807068803

Menyatakan bahwa mahasiswa yang disebutkan sebagi berikut :

Nama : I Ketut Gunarja

NIM : 2014301185

Judul Skripsi : Perbedaan Lama Waktu Pencapaian Skala Bromage 2 Pasca


Spinal Anestesi Dengan Posisi Duduk Dan Posisi Miring
Pada Pasien Sectio Caesaria Di RS Tk. II Udayana
Denpasar

Menyatakan bahwa dengan ini bahwa telah selesai melakukan penerjemahan abstract
dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Inggris terhadap skripsi yang bersangkutan.

Demikian surat ini dibuat agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Denpasar, 28 Juli 2021


Abstract Translator

Kadek Maya Cyntia Dewi, SS.,M.Pd.


NIDN 0807068803

Anda mungkin juga menyukai