Anda di halaman 1dari 63

i

ASUHAN KEPERAWATAN KERUSAKAN INTEGRITAS JARINGAN


NY. S DENGAN ULKUS DIABETES DI RUANG EDELWEIS
RSUD R GOETENG TAROENADIBRATA
PURBALINGGA

PROPOSAL
KTI

Diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan pendidikan


Keperawatan Program Diploma Tiga Fakultas Kesehatan
Universitas Harapan Bangsa

Oleh :
YUSI AMELIA
NIM. 180102061

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA TIGA


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2021

i
ii

LEMBAR PERSETUJUAN

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN KERUSAKAN INTEGRITAS JARINGAN


NY. S DENGAN ULKUS DIABETES DI RUANG EDELWEIS
RSUD R GOETENG TAROENADIBRATA
PURBALINGGA

KTI

Disusun Oleh:

YUSI AMELIA
NIM. 18010206109

Telah Disetujui untuk dilakukan Ujian Proposal KTI

Pada tanggal ..................................

Purwokerto, Februari 2021

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Prasanti Adriani, S.SiT., S.Kep., Ns. M.Kes) (Suci Khasanah., S.Kep.,Ns. M. Kep)
NIK. 108602120687 NIK. 107709100276

ii
iii

LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL KTI

ASUHAN KEPERAWATAN KERUSAKAN INTEGRITAS JARINGAN


NY. S DENGAN ULKUS DIABETES DI RUANG EDELWEIS
RSUD R GOETENG TAROENADIBRATA
PURBALINGGA

Disusun Oleh:
YUSI AMELIA
NIM. 180102061

Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji dan Diterima Untuk Memperoleh


Gelar Ahli Madya (A. Md Kep) pada Program Studi Keperawatan
Program Diploma Tiga Kesehatan Universitas Harapan Bangsa
Pada hari :..........................

Tanggal :..........................

Dewan Penguji:

1. Penguji I : Tri Sumarni, S.Kep., Ns. M. Kep. ( )


2. Penguji II : Prasanti Adriani, S.SiT., S.Kep., Ns. M.Kes. ( )
3. Penguji III : Suci Khasanah., S.Kep., Ns., M. Kep. ( )

Mengesahkan
Ka.Prodi Keperawatan Program Diploma Tiga
Fakultas Kesehatan
Universitas Harapan Bangsa

Ns. Arni Nur Rahmawati., S.Kep., M.Kep


NIK. 10870112088

iii
iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala atas rahmat dan hidayah-

Nya yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, dan kemudahan dalam berpikir

sehingga penulis dapat menyelesaian proposal karya tulis ilmiah ini dengan judul

“Asuhan Keperawatan Kerusakan Integritas Jaringan pada Ny. S dengan Ulkus

Diabetes Di Ruang Edelweis RSUD R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga”

sebagai syarat untuk menyelesaikan program pendidikan DIII Keperawatan

Universitas Harapan Bangsa.

Penulis menyadari banyak pihak yang turut membantu dalam memberikan

bimbingan terhadap penyusunan proposal karya tulis ilmiah ini. Oleh karena itu,

penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Iis Setiawan Mangkunegara, S.Kom., M.Ti., selaku Ketua Yayasan Dwi

Puspita Universitas Harapan Bangsa

2. dr. Pramesti Dewi, M.Kes selaku Rektor Universitas Harapan Bangsa yang

telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan

menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keperawatan DIII.

3. Ns., Murniati, S.Kep., M.Kep., Selaku Wakil Rektor I Universitas Harapan

Bangsa

4. dr Nonot Mulyono, M.Kes., Selaku direktur RSUD Dr R Goeteng

Taroenadibrata Purbalingga

5. Dwi Novitasari, S.Kep., Ns., M.Sc., Selaku Dekan fakultas Kesehatan

Universitas Harapan Bangsa yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas.

iv
v

6. Ns. Arni Nur Rahmawati., S.Kep., M.Kep selaku Ketua Program Studi DIII

Keperawatan Universitas Harapan Bangsayang telah memberikan kesempatan

dan fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi

Keperawatan DIII.

7. Prasanti Adriani, SSIT., S.Kep., Ns. M.Kes. selaku Pembimbing 1 dalam

penyusunan proposal Karya Tulis Ilmiah

8. Suci Khasanah., S.Kep., Ns., M. Kep. selaku pembimbing 2 yang memberikan

motivasi, arahan dan bimbingan dalam penyusunan proposal Karya Tulis

Ilmiah ini

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal karya tulis ilmiah

ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala bimbingan,

petunjuk saran dan kritik sifatnya membangun dan menuju perbaikan sangat

penulis harapkan.

Purwokerto, Februari 2021

Penulis

v
vi

DAFTAR ISI

Halaman Judul.......................................................................................i
Halaman Persetujuan Proposal..............................................................ii
Halaman Pengesahan ..........................................................................iii
Kata Pengantar.....................................................................................iv
Daftar Isi...............................................................................................vi
Daftar Tabel........................................................................................vii
Daftar Gambar....................................................................................viii
Daftar Lampiran................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG..................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................4
C. TUJUAN.......................................................................................5
D. MANFAAT...................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. KONSEP DASAR DIABETES MELITUS ................................7
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
KERUSAKAN INTEGRITAS JARINGAN ............................28
C. KONSEP KEBUTUHAN DASAR KERUSAKAN
INTEGRITAS JARINGAN ......................................................38

BAB III METODE STUDI KASUS


A. RANCANGAN STUDI KASUS...............................................30
B. SUBJEK STUDI KASUS..........................................................30
C. FOKUS STUDI..........................................................................31
D. TEMPAT DAN WAKTU..........................................................31
E. PENGUMPULAN DATA.........................................................31
F. ETIKA PENELITIAN...............................................................33

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Diagnosa Keperawatan............................................................26


Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan...........................................................27

vii
viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pathway................................................................................14

viii
ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Bimbingan

ix
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Diabetes mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai

hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi

insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya yang menyebabkan

komplikasi kronis mikrovaskuler dan neuropati (PERKENI, 2015). DM

dikenal sebagai silent killer karena sering tidak disadari oleh penyandangnya

dan saat diketahui sudah terjadi komplikasi. Diabetes mellitus dapat

menyerang hampir seluruh sistem tubuh manusia, mulai dari kulit sampai

jantung yang menimbulkan komplikasi (Kemenkes RI, 2014).

Internasional Diabetes Federation (IDM) pada tahun 2017, sekitar 425

juta orang di seluruh dunia menderita DM. Jumlah terbesar orang dengan DM

yaitu berada di wilayah Pasifik Barat 159 juta dan Asia Tenggara 82 juta.

China menjadi negara dengan penderita DM terbanyak di dunia dengan 114

juta penderita, kemudian diikuti oleh India 72,9 juta, lalu Amerika serikat

30,1 juta, kemudian Brazil 12,5 juta dan Mexico 12 juta penderita, indonesia

menduduki peringkat ke tujuh untuk penderita DM terbanyak di dunia dengan

jumlah 10,3 juta penderita (IDF, 2017).

Berdasarkan hasil Riskesdas (2018) dari 24.417 responden berusia > 15

tahun, 10,2% mengalami toleransi glukosa terganggu (kadar glukosa) 140-


2

200 mg/dl setelah puasa selama 4 jam. Jumlah penderita diabetes di Jawa

Tengah juga mengalami peningkatan. Data dari Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Tengah tahun 2018 menunjukkan bahwa diabetes menduduki peringkat

ke-2 penyakit tidak menular setelah hipertensi, dan mengalami peningkatan

dari 15,77% di tahun 2017 menjadi 22,1% di tahun 2018. Kejadian paling

besar terjadi di kota Surakarta sebesar 22.534 kasus. Kabupaten Purbalingga

pada tahun 2019 memiliki prevalensi pelayanan kesehatan penderita DM

tertinggi (> 100 persen) yaitu ditunjukan dengan hasil 134,5% dalam

pelayanan pada penderita DM (Dinkes Jateng, 2019).

Faktor risiko pada pasien DM seperti obesitas, hipertensi, kurangnya

aktivitas fisik dan rendahnya konsumsi sayur dan buah, sehingga perlu

mendapatkan penanganan agar komplikasi tidak terjadi. Diabetes mellitus

tidak dapat disembuhkan tetapi glukosa darah dapat dikendalikan melalui 5

pilar penatalaksanaan DM seperti edukasi, diet, olahraga, obat-obatan dan

follow up. Selain itu, untuk menjaga kadar gula darah agar tetap terkontrol

sebaiknya penderita DM selalu menjaga asupan gula, selalu rutin berolahraga,

tidak merokok,dan selalu menjalani pengobatan sehingga komplikasi yang

ditimbulkan dapat diminimalisir (Ahmad, 2014).

Salah satu komplikasi yang sering terjadi adalah gangren, dimana kulit

dan jaringan sekitar luka akan mati atau nekrotik dan mengalami

pembusukan. Buruknya sirkulasi di kaki mengakibatkan terhambatnya proses

penyembuhan pada luka dan meningkatkan resiko terjadinya infeksi

(Nabhani, 2017). Menurut Chadwick (2012) ada lima hal yang menjadi
3

prinsip dalam pengelolaan kaki diabetik adalah pengelolaan yang holistik,

menurunkan tekanan, kontrol infeksi, revaskularisasi, dan debridement.

Perawat memiliki peranan penting dalam memberikan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat. Salah satu peran penting seorang perawat

adalah sebagai educator, dimana pembelajaran merupakan dasar dari Health

Education yang berhubungan dengan semua tahap kesehatan dan tingkat

pencegahan. Perawat memberikan pelayanan kesehatan kepada keluarga,

perawat dapat menekankan pada tindakan keperawatan yang berorientasi

pada upaya promotif dan preventif. Maka dari itu, peranan perawat dalam

melaksanakan proses asuhan keperawatan dalam penanggulangan DM yaitu

perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga

dalam hal pencegahan penyakit, pemulihan dari penyakit, memberikan

informasi yang tepat tentang kesehatan seperti diet untuk penderita DM

(Sutrisno, 2013).

Proses keperawatan merupakan suatu metode pendekatan sistemis

untuk mengenal masalah dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pasien, atau

suatu proses keperawatan yang didasarkan pada metode ilmiah pengamatan,

pengukuran, pengumpulan data, dan penganalisaan temuan. Proses mencakup

lima langkah yang konkret meliputi pengkajian, identifikasi masalah,

perencanaan, implementasi dan evaluasi yang memberikan metode efisien

tentang pengorganisasian proses berpikir untuk pembuatan keputusan klinis

(Bararah & Jauhar, 2013).


4

Ulkus diabetes disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu neuropati,

trauma, deformitas kaki, tekanan tinggi pada telapak kaki dan penyakit

vaskuler perifer. Penyebab neuropati perifer pada diabetes adalah

multifaktorial dan diperkirakan merupakan akibat penyakit vaskuler yang

menutupi vasa nervorum, disfungsi endotel, defisiensi mioinositol perubahan

sintesis mielin dan menurunnya aktivitas Na-K ATPase, hiperosmolaritas

kronis, menyebabkan edema pada saraf tubuh serta pengaruh peningkatan

sorbitol dan fruktosa. Kadar glukosa yang tidak teregulasi meningkatkan

kadar advanced glycosylated end product (AGE) yang terlihat pada molekul

kolagen yang mengeraskan ruangan-ruangan yang sempit pada ekstremitas

superior dan inferior (carpal, cubital, dan tarsal tunnel). Perubahan neuropati

yang telah diamati pada kaki diabetik merupakan akibat langsung dari

kelainan pada sistem persarafan motorik, sensorik dan autonomik. Hilangnya

fungsi sudomotor pada neuropati otonomik menyebabkan anhidrosis dan

hiperkeratosis. Kulit yang terbuka akan mengakibatkan masuknya bakteri dan

menimbulkan infeksi dan berkurangnya sensibilitas kulit (Ningsih, 2019).

Asuhan keperawatan pada diabetes melitus yang umum dilakukan

adalah memperbaiki kondisi luka. Fokus pengkajian yang dilakukan yaitu

pengkajian pada kondisi integritas jaringan luka (Herdman, 2018).

Berdasarkan data tersebut sehingga penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang asuhan keperawatan kerusakan integritas jaringan pada

Ny. S dengan diabetes melitus di Ruang Edelwais RSUD Prof R Goeteng

Taroenadibrata Purbalingga.
5

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan banyaknya kasus Diabetes Melitus yang masih banyak

terjadi di Indonesia maka penulisan akan menguraikan rumusan masalah

dalam penelitian “Bagaimana asuhan keperawatan kerusakan integritas

jaringan pada Ny. S dengan diabetes melitus di Ruang Edelwais RSUD Prof

R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga?”

C. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Menggambarkan asuhan keperawatan kerusakan integritas jaringan

pada Ny. S dengan diabetes melitus dengan menggunakan pendekatan

melalui proses keperawatan secara komprehensif.

2. Tujuan Khusus

a. Menggambarkan pengkajian asuhan keperawatan kerusakan integritas

jaringan pada Ny.S dengan diabetes melitus di Ruang Edelwais RSUD

Prof R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

b. Menganalisa data dari hasil pengkajian kerusakan integritas jaringan

pada Ny.S dengan diabetes melitus di Ruang Edelwais RSUD Prof R

Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

c. Menggambarkan diagnosa keperawatan kerusakan integritas jaringan

pada Ny.S dengan diabetes melitus di Ruang Edelwais RSUD Prof R

Goeteng Taroenadibrata Purbalingga


6

d. Menggambarkan intervensi keperawatan kerusakan integritas jaringan

pada Ny.S dengan diabetes melitus di Ruang Edelwais RSUD Prof R

Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

e. Menggambarkan implementasi keperawatan pada Ny.S dengan

diagnosa Diabetes Melitus di Ruang Edelwais RSUD Prof R Goeteng

Taroenadibrata Purbalingga

f. Menggambarkan evaluasi asuhan keperawatan kerusakan integritas

jaringan pada Ny.S dengan diabetes melitus di Ruang Edelwais RSUD

Prof R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

D. MANFAAT

1. Masyarakat (Khususnya responden dan keluarga)

Memberikan gambaran dalam penanganan masalah kerusakan

integritas jaringan pada pasien dengan diabetes melitus.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil karya tulis ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan

tentang asuhan keperawatan kerusakan integritas jaringan terhadap

peningkatan proses epitelisasi pada penyembuhan luka ulkus diabetes

mellitus.

3. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Menambah wawasan ilmu dan teknologi terapan bidang

keperawatan, dalam mengatasi kerusakan integritas jaringan pada diabetes

melitus.
7

4. Penulis

Memperoleh ilmu dan pengalaman dalam menerapkan hasil riset

keperawatan, khususnya studi, kasus tentang pelaksanaan asuhan risiko

kerusakan integritas jaringan pada pasien dengan diabetes melitus.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR DIABETES MELLITUS (DM)

1. Definisi

Diabetes melitus adalah penyakit yang ditandai dengan

kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat

tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Kadar

glukosa darah dapat menentukan apakah seseorang menderita

diabetes melitus atau tidak. Diabetes melitus adalah suatu penyakit

dimana tubuh tidak dapat menghasilkan insulin (hormon pengatur

glukosa darah) atau insulin yang dihasilkan tidak mencukupi atau

insulin tidak bekerja dengan baik. Oleh karena itu akan

menyebabkan glukosa darah meningkat saat diperiksa (Hasdianah,

2012).

Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang ditandai

dengan kadar glukosa di dalam darah tinggi karena tubuh tidak

dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat. Kadar

glukosa darah setiap hari bervariasi, kadar gula darah akan

meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam

(Kowalak, 2011). PERKENI (2015) mengklasifikasikan diabetes

melitus menjadi 3 (tiga), yaitu:


9

a. Diabetes melitus tipe 1 (tergantung insulin) penyakit diabetes

melitus ini disebabkan oleh destruksi sel beta yang menjurus ke

defisiensi insulin absolut seperti auto imun dan idiopatik

b. Diabetes melitus tipe 2 bervariasi, mulai yang dominan

resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang

dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin

c. Diabetes tipe lain pada diabetes tipe ini dapat disebabkan karena

defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin,

penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat alkohol

atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, dan

sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

d. Diabetes melitus pada saat kehamilan adalah diabetes yang

terjadi selama kehamilan. Diabetes melitus jenis ini akan

berdampak pada pertumbuhan janin yang kurang baik. Diabetes

melitus ini benar-benar timbul akibat kehamilan dan baru

terdeteksi saat penderita mengalami kehamilan.

2. Penyebab

Hasdianah (2012), faktor risiko penyakit diabetes mellitus

adalah:

a. Kelainan genetik

Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orangtua kepada anak.

Gen penyebab Diabetes mellitus akan dibawa oleh anak jika

orangtuanya menderita diabetes melitus.


10

b. Usia

Pada usia >40 tahun, manusia mengalami penurunan fisiologis.

Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi

endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.

c. Pola hidup dan pola makan

Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang

dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes. Pola

hidup juga sangat mempengaruhi, jika orang malas berolahraga

memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena diabetes, karena

olahraga berfungsi untuk membakar kalori yang berlebihan di

dalam tubuh.

d. Obesitas

Seseorang dengan berat badan >90 kg cenderung memiliki

peluang lebih besar untuk terkena penyakit diabetes melitus.

e. Gaya hidup stress

Stress akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan

kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan

kerja pankreas sehingga pankreas mudah rusak dan berdampak

pada penurunan insulin.

f. Penyakit dan infeksi pada pankreas

Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi

pankreas sehingga menimbulkan radang pankreas. Hal itu


11

menyebabkan sel β pada pankreas tidak bekerja secara optimal

dalam mensekresi insulin.

g. Obat-obatan yang dapat merusak pankreas

Bahan kimiawi tertentu dapat mengiritasi pankreas yang

menyebabkan radang pankreas. Peradangan pada pankreas dapat

menyebabkan pankreas tidak berfungsi secara optimal dalam

mensekresikan hormon yang diperlukan untuk metabolism

dalam tubuh, termasuk hormon insulin.

3. Manifestasi Klinis

Bararah & Jauhar (2013) manifestasi klinis yang sering

dijumpai pada pasien diabetes melitus yaitu sebagai berikut:

a. Poliuria (peningkatan pengeluaran urine)

Merupakan gejala yang paling utama yang dirasakan oleh setiap

pasien. Jika konsentrasi glukosa dalam darah tinggi, ginjal tidak

mampu menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,

akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria).

Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin,

eksresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang

berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmosis sebagai

akibat dari kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan,

pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria).


12

b. Polidipsia

Peningkatan rasa haus akibat volume urine yang besar dan

keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi

intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan

derdisfusi keluar mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke

plasma hipertonik. Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran

antideuretik hormone (ADH) dan menimbulkan rasa haus.

c. Polifagia (peningkatan rasa lapar) diakibatkan habisnya

cadangan gula didalam tubuh meskipun kadar gula darah tinggi

d. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan darah pada

pasien diabetes lama, katabolisme protein diotot dan

ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan

glukosa sebagai energi.

e. Peningkatan infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan

pembentukan antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa

disekresi mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran

darah pada penderita diabetes kronik.

f. Kelainan kulit

Kelainan kulit gatal-gatal di ketiak dan di bawah payudara,

biasanya akibat tumbuhnya jamur.

g. Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati

Pada penderita diabetes miletus regenerasi sel persyarafan

mengalami gangguan akibat kurangnya bahan dasar utama yang


13

berasal dari unsur protein. Akibat banyak persyarafan terutama

perifer mengalami kerusakan.

h. Luka yang tidak sembuh-sembuh

Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari

protein dan unsur makanan yang lain. Penderita diabetes melitus

bahan protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel

sehingga bahan dipergunakan untuk pergantian jaringan yang

rusak mengalami gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh

juga dapat diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang

cepat pada penderita diabetes mellitus.

i. Mata kabur yang disebabkan gangguan refraksi akibat

perubahan pada lensa oleh hiperglikemia. Dapat disebabkan

juga kelainan pada korpus itreum.

4. Patofisiologi

Sebagian besar patologi diabetes melitus dapat dihubungkan

dengan efek utama kekurangan insulin. Pengurangan penggunaan

glukosa oleh sel-sel tubuh, yang mengkibatkan peningkatan

konsentrasi glukosa darah sampai setinggi 300-1200 mg per 100

ml. Lemak yang meningkat sehingga menyebabkan kelainan

metabolisme lemak dan pengendapan lipid pada dinding vaskuler

(Bararah & Jauhar, 2013).

Keadaan tersebut dapat menyebabkan berbagai kondisi pada

penderita diabetes melitus seperti hiperglikemia, hipermolaritas,


14

starvasi selluler. Hiperglikemia yang merupakan peningkatan

glukosa darah sekitar 140-160 mg/ 100ml darah. Hiperglikemia

kronis dalam waktu yang lama akan menyebabkan neuropatik

diabetika, keadaan ini disebabkan oleh kerusakan mikrovaskuler

yang disebabkan oleh diabetes melitus yang meliputi pembuluh

darah kecil yang memperdarahi syaraf (vasa nervorum). Neuropati

diabetika bisa timbul dalam berbagai bentuk gejala sensorik,

motorik dan otonom (Suhartono, 2011).

Hiperosmolaritas adalah peningkatan tekanan osmotik pada

plasma sel karena peningkatan konsentrasi zat. Sedangkan tekanan

osmotik merupakan tekanan yang dihasilkan karena peningkatan

konsentrasi larutan pada zat cair. Pada diabetes melitus terjadinya

hiperosmolaritas karena meningkatnya konsentrasi glukosa dalam

darah. Starvasi selluler merupakan kondisi lapar yang dialami oleh

sel karena glukosa sulit masuk padahal di sekeliling sel banyak

glukosa. Adanya starvasi selluler meningkatkan munculnya rasa

ingin makan terus-menerus (polifagia). Adanya starvasi selluler

dapat menyebabkan kelemahan tubuh karena penurunan produksi

energi dan kerusakan organ reproduksi salah satunya timbul

impotensi dan organ persarafan perifer dapat mengakibatkan mata

yang salah satunya akan mengalami rasa baal dan mata kabur

(Bararah & Jauhar, 2013).


15

5. Pathways

Kelainan Gaya hidup Malnutrisi Obesitas Infeksi


genetik stres

Penyampaian kelainan pankreas


Meningkatkan
ke individu
beban
turuan
metabolik pankreas
PenurunanPeningkatan kebutuhanMerusak
insulin pankreas
produksi
insulin

Penurunan insulin (berakibat Diabetes Mellitus)


Risiko ketidakstabilan
Penurunan fasilitas glukosa dalam sel Glukosa darah

Sel tidak memperoleh


Glukosa menumpuk di dalam darah nutrisi

Starvasi selluler
Peningkatan tekanan osmolitas plasma
Pembongkaran protein dan asam amino
Pembongkaran glikogen, asam lemak, keton untuk energi

Kelebihan ambang glukosa pada ginjal

Penurunan anti bodi


Penurunan perbaikan jaringan
Diuresia osmotik
Penurunan massa otot Penumpukan benda keton
Risiko tinggi infeksi

Poliuria
asidosis Risiko perlukaan
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Kekurangan Kerusakan
Volume cairan Integritas
Ketidakefektifan Jaringan
Pola napas Kecemasan

Intoleransi Gangguan pola tidur Hambatan Gangguan


aktifitas mobilitas citra tubuh
fisik

Gambar 2.1 Pathway Diabetes Mellitus


Sumber: Bararah & Jauhar (2013), Hasdianah (2012)
16

6. Pemeriksaan penunjang

PERKENI (2015), menjelaskan bahwa pemeriksaan

penunjang atau diagnosis klinis Diabetes mellitus ditegakkan bila

ada gejala khas Diabetes mellitus berupa polyuria (peningkatan

pengeluaran urine), polydipsia (eningkatan rasa haus), polifagia

(peningkatan rasa lapar) dan penurunan berat badan yang tidak

dapat dijelaskan penyebabnya. Jika terdapat gejala khas, maka

pemeriksaan dapat dilakukan, yaitu:

a. Pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dl

diagnosis Diabetes mellitus sudah dapat ditegakkan.

b. Pemeriksaan Glukosa Darah Puasa (GDP) ≥ 126 mg/dl juga

dapat digunakan untuk pedoman diagnosis Diabetes mellitus.

c. Pemeriksaan Hemoglobin A1c (HbA1C) merupakan

pemeriksaan tunggal yang sangat akurat untuk menilai status

glikemik jangka panjang dan berguna pada semua tipe

penyandang diabetes mellitus. Pemeriksaan ini bermanfaat

bagi pasien yang membutuhkan kendali glikemik. Pemeriksaan

HbA1c dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada pasien

diabetes mellitus Pemeriksaan pertama untuk mengetahui

keadaan glikemik pada tahap awal penanganan, penanganan

yang dapat dilakukan yaitu dengan Terapi berupa suntikan

insulin dan obat hipoglikemik oral, diantaranya adalah


17

metformin dan gibenklamid. Pemeriksaan selanjutnya

merupakan pemantauan terhadap keberhasilan pengendalian.

Pasien tanpa gejala khas diabetes mellitus, hasil

pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja belum cukup

kuat untuk menegakkan diagnosis Diabetes mellitus (Bararah dan

Jauhar, 2013). Diperlukan investigasi lebih lanjut yaitu:

a. Pemeriksaan GDP ≥ 126 mg/dl, GDS ≥ 200 mg/dl pada hari

yang lain

b. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥ 200 mg/dl

7. Komplikasi

Hasdianah (2012), mengungkapkan komplikasi diabetes

mellitus yang sering terjadi pada pasien adalah:

a. Komplikasi Akut

1) Ketoasidosis Diabetik

Ketoasidosis diabetik (DKA) merupakan komplikasi

akut yang serius pada pasien diabetes mellitus. Apabila

kadar insulin sangat menurun, pasien akan mengalami

hiperglikemia dan glukosuria berat penurunan lipogenesis

dan peningkatan liposis serta peningkatan oksidasi asam

lemak bebas yang akan disertai dengan pembentukan badan

keton (asetosetat, hidroksibutirat dan aseton). Peningkatan

produksi keton meningkatkan beban ion hydrogen dan

asidosis metabolik. Glikosuria dan ketouria yang jelas


18

sudah mengakibatkan diuresis osmotik dengna hasil akhir

dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi

hipotensi dan mengalami syok yang akhirnya dapat

mengakibatkan perubahan perfusi ke jaringan otak sehingga

terjadi koma.

b. Komplikasi Lain

Komplikasi lain yang sering terjadi dari diabetes mellitus

adalah hipoglikemia akibat reaksi insulin dan syok insulin,

terutama komplikasi terapi insulin. Hipoglikemia juga berakibat

fatal karena apabila terjadi dalam waktu yang lama dapat

menyebabkan kerusakan otak permanen dan menimbulkan

kematian. Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang

di bawah nilai normal (< 50 mg/dl).

Gejala umum hipoglikemia adalah lapar, gemetar,

mengeluarkan keringat, berdebar-debar, pusing, pandangan

menjadi gelap, gelisah serta bisa koma. Apabila tidak segera

ditolong akan terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian.

Kadar gula darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak

tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan

dapat mengalami kerusakan. Hipoglikemia lebih sering terjadi

pada penderita DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali per

minggu, survei yang dilakukan di Inggris diperkirakan 2-4%


19

kematian pada penderita DM tipe 1 disebabkan oleh serangan

hipoglikemia.

c. Komplikasi Vaskuler

Komplikasi vaskuler jangka panjang dari diabetes mellitus

melibatkan pembuluh-pemuluh darah kecil (mikroangioapati)

dan pembuluh darah besar (makroangiopati). Mikroangiopati

merupakan lesi spesifik diabetes mellitus yang menyerang

kapiler dan arteiola retina sehingga mengakibatkan retino

diabetik dan menyerang syaraf-syaraf perifer sehingga

mengakibatkan neurpati diabetik. Makroangiopati diabetik

mempunyai gambaran histopatologi arteriokleroasis. Gangguan

ini disebabkan oleh insufisiensi insulin. Makroangiopati diabetik

akan mengakibatkan penyumbatan vaskuler. Jika mengenai

arteri-arteri perifer maka dapat mengakibatkan insufisiensi

vaskuler dan perifer dan gangren pada ekstremitas, serta

insufisiensi serebral dan stroke. Jika mengenai arteri koronaria

dan aorta maka dapat menyebabkan angina dan infark miokard.

8. Ulkus Diabetikum

a. Pengertian

Luka adalah rusaknya atau hilangnya kontuinitas jaringan

yang dapat diakibatkan oleh faktor internal seperti obat-obatan,

perubahan sirkulasi, perubahan proses metabolisme, infeksi,

kegagalan transport oksigen dan juga oleh faktor eksternal


20

seperti suhu yang ekstrim, injury, alergen, radiasi, zat-zat kimia.

Pembagian luka yang dihubungkan dengan waktu penyembuhan

terbagi menjadi 2, yaitu sebagai berikut (Potter & Perry, 2013):

1) Luka akut yaitu luka yang proses penyembuhannya sesuai

dengan waktu pada konsep penyembuhan luka.

2) Luka kronik yaitu luka yang proses penyembuhannya gagal

dan tidak sesuai dengan waktu pada konsep penyembuhan

luka

b. Luka kaki diabetik

Luka kaki diabetik merupakan salah satu dari banyaknya

komplikasi kronik dari DM. Pengelolaannya sering tidak

berhasil dan mengakibatkan hari perawatan semakin

memanjang. Sering kali luka kaki diabetes ini berakhir pada

kecacatan dan bahkan kematian. Penyebab utama dari terjadinya

luka pada kaki diabetik adalah kondisi hiperglikemia yang

menyebabkan perubahan di level molekul dan seluler.

Perubahan di level molekul dan seluler tersebut mengakibatkan

penundaan proses penyembuhan dan penurunan kekuatan luka.

Kondisi hiperglikemia tersebut juga mengakibatkan hipoksia

jaringan dan dislipidemia yang merupakan faktor-faktor yang

berkontribusi terhadap terjadinya neuropati (Potter & Perry,

2013).
21

Neuropati merupakan faktor predisposisi terjadinya luka

kaki diabetik yang memberikan efek pada sensori, motorik dan

syaraf otonom. Kehilangan sensori akan mengakibatkan

kehilangan perlindungan tubuh terhadap trauma fisik, kimia dan

termal. Periperal arterial disease adalah salah satu contoh dari

iskemia ini. Kondisi ini mengakibatkan hampir 50 % terjadinya

luka kaki diabetik. Penyebab terakhir adalah neuroiskemia

dimana kondisi ini adalah kombinasi dari neuropati dan iskemia.

Terdapat beberapa macam klasifikasi luka diabetikum

(ulkus diabetikum) diantaranya klasifikasi Wagner dan

klasifikasi PEDIS (Black & Hawks, 2014):

1) Derajat 0, kulit utuh tetapi ada kelaianan pada kaki akibat

neuropati

2) Derajat I, yaitu terdapat ulkus superficial, terbatas pada kulit

3) Derajat II yaitu ulkus dalam, sampai tendon/ tulang

4) Derajat III ulkus dengan atau tanpa osteomilitis

5) Derajat IV gangrene pada 1-2 jari kaki atau bagian distal kaki

dengan tanpa selulitis (infeksi jaringan)

6) Derajat V yaitu gangrene pada seluruh kaki atau sebagian

tungkai bawah
22

9. Proses penyembuhan luka

Proses penyembuhan luka adalah sebuah proses yang

kompleks dan dinamis yang menghasilkan perbaikan kontuinitas

anatomi dan fisiologi (Black & Hawks, 2014). Untuk

mengembalikan fungsi tubuh yang maksimal setelah terjadinya

luka, maka tubuh sesaat setelah terjadinya luka akan memulai

proses metabolisme untuk membangun kembali jaringan yang

rusak. Proses penyembuhan luka ini terdiri dari 3 fase, yaitu (Black

& Hawks, 2014):

a. Fase inflamasi/ eksudasi

Fase inflamasi adalah fase pertama yang terjadi pada proses

penyembuhan luka dimana vaskular dan seluler berespon

terhadap terjadinya luka dengan tujuan untuk menghentikan

perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing,

mikroba, dan sel-sel mati. Fase inflamasi ini menyebabkan luka

bersiap untuk melanjutkan proses penyembuhan berikutnya.

Peningkatan permeabilitas ini juga akan mengakibatkan

terjadinya perpindahan sel leukosit ke area luka. Netrofil yang

merupakan agen sel leukosit akan melakukan fagositosis benda

asing dan bakteri selama 3 hari dan selanjutnya akan digantikan

oleh makrofag.
23

b. Fase Destruktif

Fase ini berlangsung selam 1 sampai 6 hari sejak terjadinya

luka. Fase ini leukosit polimorfonuklear dan makrofag bekerja

dalam pembersihan jaringan yang telah mati atau mengalami

devitalisasi dan bakteri. Peran polimorf sangat tinggi dalam

proses penyembuhan luka, yaitu menelan dan menghancurkan

bakteri. Waktu hidup polimorf cukup singkat, namun

penyembuhan luka tetap dapat berlangsung terus tanpa adanya

sel ini dan proses penyembuhan luka akan berhenti bila

makrofag mengalami deaktivasi.

c. Fase proliferatif

Fase ini terjadi proses untuk memperbaiki dan menyembuhkan

luka yang ditandai dengan adanya pembelahan sel. Fibroblast

memiliki peran yang sangat penting dalam proses penyembuhan

yaitu bertanggung jawab dalam persiapan untuk menghasilkan

struktur protein baru yang akan terlibat dalam proses

rekonstruksi jaringan. Fibroblast yang selama ini berada di

jaringan penunjang menjadi aktif ketika terjadi luka kemudian

fibroblast ini akan mengeluarkan beberapa substansi seperti

kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycan

dan akan berperan dalam membentuk jaringan yang baru.

Kolagen merupakan cikal bakal munculnya jaringan baru.

Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang berada di jaringan


24

baru disebut dengan jaringan granulasi, sedangkan proses

proliferasi fibroblast dengan aktifitas enzim-enzimnya disebut

fibroplasia angiogenesis adalah proses pembentukan pembuluh

darah kapiler baru di dalam luka.

d. Fase epitelisasi

Fase epitelisasi dimulai beberapa jam setelah terjadinya luka

bersama dengan proses hemostatis. Fase ini juga melengkapi

fase lain dalam proses penyembuhan luka. Kegagalan pada fas

epitelisasi mungkin dapat terjadi akibat faktor eksternal, internal

atau kelainan genetik. Hyperkeratosis adalah salah satu kondisi

yang tidak normal dari fase epitelisasi dan dapat berujung pada

pembentukan lapisan tanduk. Tahapan epitelisasi dibagi menjadi

sebagai berikut:

1) 24 jam pertama epitelisasi terjadi dengan ditandai adanya

penebalan lapisan epidermis pada tepian luka

2) 48 jam berikutnya re-epitelisasi akan dimulai dalam bentuk

migrasi keratinosit dari sisa kulit yang masih utuh pada

dermis beberapa jam setelah luka, biasanya proses ini akan

menutup luka.

3) 3-14 hari merupakan proses granulasi dengan adanya

pembentukan jaringan granulasi pada luka dengan ditandai

luka tampak merah segar dan mengkilat.


25

e. Fase maturasi

Fase ini dimulai dari minggu ke 3 sejak luka dan akan berakhir

sampai kurang lebih 1 tahun. Fase ini bertujuan agar dihasilkan

jaringan baru yang kuat dan menyerupai jaringan yang dulu

telah rusak. Fibroblast sudah mulai meninggalkan jaringan

granulasi, warna kemerahan yang ada pada jaringan akan mulai

berkurang karena pembuluh darah mulai regresi dan serat fibrin

dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan

parut. Pembentukan kolagen yang telah terbetuk sejak fase

proliferasi akan berlanjut di fase ini. Selain pembentukan

kolagen juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim

kolagenase. Pembentukan dan pemecahan ini harus seimbang

agar penyembuhan optimal terjadi. Bila pembentukan lebih

banyak maka terjadi pembentukan penebalan jaringan parut,

namun bila pemecahan yang lebih banyak maka kekuatan

jaringan parut melemah dan luka akan selalu terbuka (Black &

Hawks, 2014).

Gambar 2.1 Fase Maturasi


Sumber: (Black & Hawks, 2014)
26

10. Program Tata Laksana Diabetes melitus

Pengelolaan diabetes melitus, dimulai pemilihan penggunaan

intervensi sangat bergantung pada fase mana diagnosis diabetes

melitus ditegakkan yaitu sesuai dengan kelainan dasar yang terjadi.

Terdapat lima pilar penatalaksanaan DM, yaitu (Perkeni, 2015):

a. Edukasi

Edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi

dibutuhkan untuk memberikan pengetahuan mengenai kondisi

pasien dan untuk mencapai perubahan perilaku. Pengetahuan

tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda, dan gejala

hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada

pasien.

b. Terapi nutrisi medis

Terapi nutrisi medis merupakan bagian dari penatalaksanaan

diabetes secara total. Prinsip pengaturan makanan penyandang

diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat

umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan

kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada

pasien diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan

dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama

pada pasien yang menggunakan obat penurun glukosa darah

atau insulin. Diet pasien DM yang utama adalah pembatasan

karbohidrat kompleks dan lemak serta peningkatan asupan serat.


27

c. Latihan fisik

Latihan jasmani berupa aktivitas fisik sehari-hari dan olahraga

secara teratur 3-4 kali seminggu selama 30 menit. Latihan

jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan

berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin. Latihan

jasmani yang dianjurkan berupa latihan yang bersifat aerobik

seperti jalan kaki, bersepeda santai, joging, dan berenang.

Latihan jasmani disesuaikan dengan usia dan status kesehatan.

Senam diabetes merupakan senam low impact dan ritmis yang

telah direkomendasikan dengan intensitas sedang. Senam

diabetes ditujukan khusus kepada penderita DM dimana gerakan

menyenangan dan tidak membosankan serta dapat diikuti oleh

semua kelompok umur (Rachmawati, 2011).

d. Pemantauan Kadar Glukosa Darah

Gula merupakan bentuk karbohidrat yang paling sederhana yang

diabsorbsi ke dalam darah melalui sistem pencernaan. Kadar

gula darah ini akan meningkat setelah makan. Kadar gula darah

diatur melali umpan balik negatif untuk mempertahankan

keseimbangan di dalam tubuh. Kosentrasi gula darah sangat

penting dipertahankan pada kadar yang stabil, sekitar 70-120

mg/ dl untuk mempertahankan fungsi otak dan suplai jaringan

secara optimal. Penderita diabetes diperlukan pemantauan kadar

gula darah dan bila memungkinkan pemantauan dilakukan


28

secara mandiri dengan benar akan mengurangi komplikasi yang

ditimbulkan dari DM tipe 2.

e. Terapi farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan

makanan dan latihan jasmani. Terapi berupa suntikan insulin

dan obat hipoglikemik oral, diantaranya adalah metformin dan

gibenklamid. Metformin adalah obat golongan biguanid yang

berfungsi meningkatkan sensitivitas reseptor insulin. Selain itu,

metformin juga mencegah terjadinya glukoneogenesis sehingga

menurunkan kadar glukosa dalam darah. Masa kerja metformin

adalah 8 jam sehingga pemberiannya 3 kali sehari atau per 8

jam. Metformin digunakan untuk menjaga kadar glukosa

sewaktu tetap terkontrol. Glibenklamid adalah golongan

sulfonilurea yang mempunyai efek utama meningkatkan sekresi

insulin oleh sel beta pankreas dan merupakan pilihan utama

untuk pasien dengan berat badan normal ataupun kurang.

Penggunaan obat golongan sulfonilurea lebih efektif untuk

mengontrol kadar gula 2 jam setelah makan (Wicaksono, 2013).


29

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KERUSAKAN

INTEGRITAS JARINGAN

1. Pengkajian

Bararah dan Jauhar (2013), pengkajian pada klien adalah

proses pengumpulan data yang akurat dan sistematis yang

membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan

penderita yang dapat diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan

fisik

a. Data biografi

Nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal masuk rumah

sakit, diagnosa medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat

dihubungi.

b. Keluhan utama

Pasien mengatakan terdapat luka dibagian kaki dan terdapat

nyeri.

c. Riwayat kesehatan sekarang

Mengapa pasien masuk rumah sakit dan apa keluhan utama

pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah

keperawatan yang muncul.

d. Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang ada

kaitannya dengan diabetes melitus.


30

e. Riwayat kesehatan keluarga

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota

yang juga menderita anemia atau penyakit keturunan yang

dapat menyebabkan terjadinya diabetes melitus.

f. Riwayat psikososial

Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/

sedih)

Interpersonal : hubungan dengan orang lain.

g. Pola fungsi kesehatan

1) Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan

Bagaimana pasien menjaga kesehatannya dengan

berolahraga dan konsumsi obat-obatan suplement serta

penggunaan pusat pelayanan kesehatan terdekat apabila

terjadi keluhan atau tanda gejala tidak enak badan.

2) Pola Aktivitas Sehari-hari

Pola aktivitas sehari-hari yang dikaji yaitu kebutuhan nutrisi

dan cairan (seperti frekuensi, jumlah dan jenis makanan dan

minuman yang dikonsumsi), pola eliminasi (mengkaji

tentang frekuensi, jumlah dan konsistensinya), pola istirahat

dan pola perseptual (mengkaji tentang fungsi alat indra).

3) Pola Persepsi Kognitif

Mengkaji sejauh mana pola pikir dan intelegensia pasien

mengenai penyakit yang sedang dideritanya.


31

4) Pola Persepsi Diri

Pola ini menggambarkan tentang gambaran diri, ideal diri,

identitas diri, dan peran diri didalam keluarganya.

5) Pola Seksualitas dan Reproduksi

Pola ini menggambarkan tentang jenis kelamin pasien dan

aktivitas seksual reproduksi.

6) Pola Peran Hubungan

Interaksi yang dilakukan oleh pasien baik sebelum sakit

maupun pada saat menjalani perawatan di rumah sakit.

7) Pola Manajemen Koping-Stress

Pola ini mengkaji tentang status emosi seperti perasaan

pasien saat pengkajian, suasana yang dapat menghibur

pasien, stresor yang membuat pasien tidak nyaman. Gaya

komunikasi seperti pola komunikasi pasien dan tipe

kepribadian pasien. Pola pertahanan yang dilakukan pasien

apabila mengalami masalah.

8) Sistem Nilai dan Keyakinan

Pemenuhan kebutuhan beribadah dan cara pandang pasien

tentang penyakit yang dialaminya dan keyakinan jika

penyakitnya pasti akan sembuh.


32

h. Pemeriksaan fisik

1) Kesadaran dan keadaan umum pasien

Kesadaran pasien perlu dikaji dari sadar-tidak sadar

(composmentis-coma) untuk mengetahui berat ringannya

prognosis penyakit pasien.

2) Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik kepala sampai kaki

Tekanan darah, nadi, respirasi, temperatur yang merupakan

tolak ukur dari keadaan umum pasien atau kondisi pasien

dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan

menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi,

perkusi. Di samping itu juga penimbangan berat badan

untuk mengetahui adanya penurunan berat badan karena

peningkatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat

dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan. Pemeriksaan

pada mulut didapakan nafas yang berbau tidak sedap serta

bibir kering dan pecah-pecah (ragaden), lidah sementara

ujung dan tepinya bewarna kemerahan, dan jarang disertai

tremor.

i. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pameriksaan darah lengkap untuk mengetahui

kadar HbA1c
33

2. Diagnosa keperawatan

Wilkinson dan Ahern (2012), diagnosa keperawatan yang

mungkin muncul pada DM adalah sebagai berikut:

1) Risiko ketidakstabilan glukosa darah

2) Kekurangan volume cairan

3) Nutrisi kurang dari kebutuhan

4) Kerusakan integritas jaringan

5) Perubahan pola eliminasi urin

6) Intoleransi aktivitas

7) Gangguan citra tubuh

8) Kurang pengetahuan

9) Gangguan perfusi jaringan

10) Risiko infeksi


34

1. Diagnosa Keperawatan

Tabel 2.1 Analisa Data

No Diagnosa Definisi Batasan Karakteristik Faktor Yang Berhubungan


1 Kerusakan integritas Cidera pada membrane 1) Cidera jaringan 1) Gangguan sirkulasi
Jaringan mukosa, kornea, 2) Kerusakan jaringan 2) Iritan zat kimia
sistem intgumentum, (misal kornea, 3) Defisit cairan
fascia muscular, otot, membrane mukosa, 4) Kelebihan cairan
tendon, tulang, kornea, 5) Hambatan mobilitas fisik
kartilago, kapsul sendi integumentum atau 6) Kurang pengetahuan
dan atau ligament subkutan) 7) Faktor mekanik (mis.,
tekanan, koyakan/robekan,
friksal)
8) Faktor nutrisi (mis.,
kekurangan atau kelebihan)
9) Radiasi
10)  Suhu ekstrem
Sumber: Herdman & Kamitsuru, (2018)
35

2. Intervensi

Tabel 2.2 Fokus Intervensi

Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


Keperawatan
Kerusakan Kriteria hasil: Yang disarankan Perawatan luka (3660)
integritas 1) Monitor karakteristik luka, termasuk
Jaringan jaringan integritas: Kulit & selaput lendir drainase, warna, ukuran, dan bau
(1101) 2) Berikan rawatan insisi pada luka yang
Penyembuhan luka: Perhatian Utama diperlukan
(1102) 3) Berikan balutan yang sesuai dengan jenis
Penyembuhan luka: Perhatian Kedua luka
(1103) 4) Anjurkan pasien atau anggota keluarga pada
prosedur perawatan luka
5) Anjurkan pasien dan keluarga untuk
mengenal tanda dan gejala infeksi
6) Rujuk pada praktisi ostomy dengan tepat
7) Rujuk pada ahli diet yang tepat

Posisi (0840)
1) Atur posisi pada posisi yang nyaman sesuai
dengan posisi tubuh
2) Gunakan tempat tidur yang nyaman
3) Monitor saturasu oksigen sebelum dan
setelah perubahan posisi
4) Hindari pengaturan posisi pada bagian
36

posisi tubuh yang nyeri


5) Atur posisi kaki naik 20 derajat untuk
meningkatkan venous return

Pengawasan kulit (3590)


1) Monitor karakteristik luka termasuk
drainase, warna ukuran dan bau
2) Ukur luas luka yang sesuai
3) Bersihkan dengan normal saline atau
pembersih yang tidak beracun dan tepat
4) Berikan perawatan pada ulkus pada kulit/
jaringan yang diberikan
5) Ganti balutan
6) Oleskan salep yang sesuai dengan lesi
7) Pertahankan tekhnik balutan steril ketika
melakukan perawatan luka dengan tepat
8) Ganti balutan sesuai dengan jumlah eksudat
dan darinase
9) Anjurkan pasien dan keluarga pada
prosedur perawatan
10) Dokumentasi ukuran luka, lokasi dan
tampilan
Sumber: Herdman & Kamitsuru, (2018)
37

3. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan yang akan dilakukan didasarkan

pada intervensi yang sudah ditetntukan, sebagai berikut:

No Implementasi Rasional
1 Memonitor karakteristik luka Untuk mengetahui kondisi
termasuk drainase, warna luka terkini pada pasien
ukuran dan bau
2 Mengukur luas luka yang Dilakukan untuk
sesuai mengetahui perbedaan
luka sebelum dan sesudah
dilakukan perawatan luka
3 Memberikan perawatan pada Dilakukan untuk
ulkus pada kulit/ jaringan yang memperbaiki dan
diberikan membersihkan ulkus pada
jaringan kulit maupun
jaringan di bawah kulit.
4 Mempertahankan tekhnik Dilakukan untuk luka dari
balutan steril ketika melakukan agen penyebab infeksi
perawatan luka dengan tepat
5 Mengoleskan salep yang sesuai Untuk memperbaiki
dengan lesi kondisi luka yang sedang
dilakukan perawatan luka
6 Mendokumentasi ukuran luka, Memberikan gambaran
lokasi dan tampilan catatan perkembangan
pada luka apakah
mengalami perbaikan
selama dilakukan
perawatan luka

4. Evaluasi Keperawatan

Mubarak dkk, (2015), evaluasi keperawatan terdiri dari dua

jenis yaitu:

a. Evaluasi formatif.

Evaluasi yang dilakukan segera setelah melakukan tindakan

keperawatan. evaluasi formatif berorientasi pada aktivitas proses


38

keperawatan dan hasil tindakan keperawatan yang disebut

sebagai evaluasi proses.

b. Evaluasi sumatif

Evaluasi yang dilakukan setelah perawat melakukan serangkan

tindakan keperawatan. evalauasi ini berfungsi menilai dan

memonitor kualitas asuhan keperawatan yang diberikan.

Evaluasi ini berorientasi pada masalah keperawatan yang sudah

ditegakan, menjelaskan keberhasilan/ ketidakberhasilan,

rekapitulasi, dan atau kesimpulan status kesehatan klien sesuai

dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan. Untuk lebih

mudah melakukan pemantauan dalam kegiatan evaluasi

keperawatan maka menggunakan komponen SOAP, yaitu:

1) Subjektif: menggambarkan pendokumentasian hanya

pengumpulan data klien melalui anamnesa.

2) Objektif: menggambarkan pendokumentasian hasil analisa

dan fisik klien, hasil lab, dan tes diagnosa lain yang

dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung assesment.

3) Assesment: masalah atau diagnosa yang ditegakkan

berdasarkan data atau informasi.

4) Planning: menggambarkan pendokumentasian dari

perencanaan dan evaluasi berdasarkan assessment


39

C. KONSEP KEBUTUHAN DASAR KERUSAKAN INTEGRITAS

JARINGAN

1. Pengertian

Gangguan integritas jaringan adalah dimana keadaan

individu berisiko mengalami kerusakan jaringan sub lapisan kulit

(Carpenito, 2012). Salah satu gangguan integritas jaringan yang

terjadi pada pasien diabetes mellitus adalah ganggren dan ulkus

diabetik. Ulkus diabetik adalah gangguan sebagian atau

keseluruhan pada kulit yang meluas ke jaringan bawah kulit,

tendon, otot, tulang atau persendian yang terjadi pada seseorang

yang menderita penyakit DM, kondisi ini timbul sebagai akibat

terjadinya peningkatan kadar gula darah yang tinggi (Tarwoto,

2012). Ulkus kaki atau gangren didefinisikan sebagi jaringan

nekrosis atau jaringan mati yang disebabkan oleh adanya emboli

pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai

darah terhenti (Maryunani, 2013)

2. Tanda gejala kerusakan integritas jaringan

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SDKI

DPP PPNI, 2017), tanda dan gejala gangguan integritas kulit

sebagai berikut:

a. Nyeri

Nyeri adalah keadaan yang subjektif dimana seseorang

memperlihatkan rasa tidak nyaman secara verbal maupun


40

nonverbal ataupun keduanya. Nyeri dibagi menjadi dua yaitu

nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut adalah pengalaman

sensorik yang berkaitan dengan gangguan jaringan, dengan

berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari

tiga bulan. Sedangkan nyeri kronis adalah pengalaman sensorik

yang berkaitan dengan gangguan jaringan fungsional,

berintensitas ringan hingga berat, yang berlangsung lebih dari

tiga bulan.

b. Perdarahan

Perdarahan adalah suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan

darah baik internal maupun eksternal.

c. Kemerahan

Sebuah kondisi kulit yang ditandai dengan kemerahan atau

ruam.

d. Hematoma

Kumpulan darah yang terlokalisasi di bawah jaringan.

Hematoma menunjukkan pembengkakan, perubahan warna,

sensasi, serta kehangatan atau massa yang tampak kebiru-biruan

3. Faktor yang memengaruhi gangguan integritas jaringan

Faktor-faktor yang memengaruhi integritas jaringan menurut

Tarwoto & Wartonah (2012) yaitu sebagai berikut:


41

a. Perubahan sirkulasi

Pada kondisi kelemahan fisik, maka bagian tubuh akan

tertekan lama. Keadaan ini menyebabkan aliran darah tidak

adekuat sehingga terjadinya hipoksia jaringan sampai menjadi

iskemia dan nekrosis jaringan.

b. Neuropati perifer

Keadaan neuropati menyebabkan penurunan sensasi rasa,

apabila terjadi trauma maka penderita tidak menyadarinya.

Trauma berulang dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan

kulit, baik trauma yang disengaja seperti pembedahan, maupun

trauma yang tidak disengaja seperti trauma tumpul, trauma

tajam, luka bakar, terpapar listrik, dan zat kimia.

c. Usia

Semakin bertambahnya usia secara biologi akan memengaruhi

proses penyembuhan luka. Menurunnya fungsi makrofag

menyebabkan terhambatnya respon inflamasi, terlambatnya

sintesis kolagen, dan melambatnya epitalisasi. Biasanya terjadi

pada usia di atas 40 tahun.

4. Pengaturan kerusakan integritas jaringan pada pasien diabetes

melitus

Penanganan yang dapat dilakukan pada pasien dengan

gangguan integritas jaringan yaitu dengan pengobatan dan

perawatan luka:
42

a. Pengobatan

Pengobatan dari diabetic foot sangat dipengaruhi oleh derajat

dan dalamnya ulkus. Pengobatan diabetic foot bertujuan untuk

mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab, optimalisasi

suasana lingkungan luka dalam kondisi lembab, dukungan

kondisi pasien atau host (nutrisi, kontrol Diabetes Melitus dan

kontrol faktor penyerta), serta meningkatkan edukasi pasien dan

keluarga (Wijaya & Putri, 2013).

b. Perawatan luka diabetik

1) Mengangkat jaringan mati

Selama masih ada ada jaringan mati (nekrotik), upaya apapun

yang dikerjakan tidak akan berhasil. Bagian jaringan yang

membusuk merupakan media pertumbuhan bakteri yang baik.

Mengakibatkan koloni bakteri akan semakin berkembang,

nanah semakin banyak dan kerusakan jaringan semakin lama

semakin meluas, sehingga jaringan yang rusak ini akan

menjadi mati dan membusuk. Upaya untuk membersihkan

luka semacam ini disebut dengan debridement. Selain

menghilangkan jaringan mati, proses debridement juga

membersihkan luka dari kotoran yang berasal dari luar tubuh

termasuk benda asing (Wijaya & Putri, 2013).


43

2) Menghilangkan nanah

Luka bernanah kebanyakan disebabkan karena bakteri. Ada

bakteri yang menghasilkan banyak nanah, ada bakteri yang

menimbulkan nanah serta bau khas, menghasilkan gas

gangren dan bau busuk yang menyengat dan ada yang

dominan menyebabkan jaringan menjadi mati/ nekrosis.

Dengan pembedahan, membuka serta mengalirkan nanah

yang terperangkap di dalam tubuh merupakan cara terbaik

untuk mengurangi pembentukan nanah. Salah satu indikator

perbaikan luka adalah banyaknya produksi nanah. Masa

penyembuhan akan semakin cepat jika produksi nanah oleh

luka ini belum sampai menimbulkan jaringan nekrotik yang

luas (Wijaya & Putri, 2013).

3) Melakukan pembersihan luka

Jika terdapat sinus (luka dalam sampai berlubang), ada

baiknya disemprot (irigasi) dengan NaCl sampai pada

kedalaman luka karena dalam sinus terdapat banyak bakteri

(Wijaya & Putri, 2013).

4) Menjaga kelembaban luka

Setelah jaringan mati berhasil dibersihkan dan pengeluaran

nanah oleh luka dapat diminimalisir, fase berikutnya adalah

keluarnya cairan bening yang merupakan cairan tubuh

sebagai pertanda tahap penyembuhan luka akan segera


44

dimulai. Dibutuhkan usaha untuk mengurangi atau

mengeringkan luka apabila produksi cairan masih berlebih.

Material yang digunakan bisa sama dengan yang digunakan

untuk mengurangi nanah, namun harus tetap dijaga

kelembaban luka. Makin kering kondisi luka, basahnya kasa

penutup luka juga semakin diperas. Seperti prinsip dalam

menangani luka, basah dilawan dengan basah, kering

diimbangi dengan penutup luka yang semakin kering juga

(Wijaya & Putri, 2013).

5) Menunjang masa penyembuhan

Masa granulasi atau penyembuhan luka dimulai apabila dasar

luka sudah tampak kemerahan. Selain tetap menjaga

kelembaban, luka harus tetap dijaga kebersihannya serta

hindari dari trauma sebab dengan pembentukan jaringan yang

baru tumbuh ini, rawan sekali akan terjadinya perdarahan

(Wijaya & Putri, 2013).


45

BAB III

METODE STUDI KASUS

A. RANCANGAN STUDI KASUS

Karya tulis menggunakan Studi Kasus. Desain studi Kasus Deskriptif

dipilih untuk studi kasus yang dilaksanakan. Penelitian deskriptif bertujuan

mendapatkan gambaran yang akurat darai sejumlah karakteristik masalah

yang diteliti. Oleh karena itu, data dapat dikumpulkan menggunakan

interview, observasi, atau kuisioner. Pendekatan Studi Kasus dilakukan pada

pasien dengan diabetes melitus.

B. SUBYEK STUDI KASUS

Hidayat (2014) subjek penelitian adalah otang, benda, hal atau

organisasi tempat data atau variabel penelitian yang dipermasalahkan

melekat. Tidak ada satu pun penelitian yang dapat dilakukan tanpa adanya

subjek penelitian, karena seperti yang telah diketahui bahwa dilaksanakannya

penelitian dikarenakan adanya masalah yang harus dipecahkan, maksud dan

tujuan penelitian adalah untuk memecahkan persoalan yang timbul tersebut.

Hal ini dilakukan dengan jalan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari

subjek penelitian atau informan. Subyek studi kasus adalah pasien yang

menderita diabetes melitus di RSUD R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.


46

C. FOKUS STUDI

Fokus studi adalah spesifikasi kasus dalam suatu kejadian baik itu

yang mencakup individu, kelompok budaya ataupun potret kehidupa

(Nursalam, 2013). Asuhan keperawatan risiko kerusakan integritas jaringan

pada Ny. S dengan diabetes melitus RSUD R Goeteng Taroenadibrata

Purbalingga.

D. DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional merupakan definisi operasional dibuat untuk

memudahkan pengumpulan data dan menghindarkan perbedaan interprestasi

serta membatasi ruang lingkup variabel. Definisi operasional dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

a. Kerusakan Integritas Jaringan

Salah satu gangguan integritas jaringan yang terjadi pada pasien diabetes

mellitus adalah ganggren dan ulkus diabetik. Ulkus diabetik adalah

gangguan sebagian atau keseluruhan pada kulit yang meluas ke jaringan

bawah kulit, tendon, otot, tulang atau persendian yang terjadi pada

seseorang yang menderita penyakit DM, kondisi ini timbul sebagai akibat

terjadinya peningkatan kadar gula darah yang tinggi pasien yang

digunakan adalah pasien dengan ulkus diabetik derajat III.


47

b. Pasien Diabetes Melitus

Pasien diabetes melitus tipe II merupakan penyakit yang ditandai dengan

kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat tubuh

kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.

E. TEMPAT DAN WAKTU

Lokasi penelitian adalah ruang lingkup tempat peneliti melakukan

penelitian (Notoatmodjo, 2010). Studi kasus dilaksanakan di Ruang Edelweis

RSUD R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Waktu penelitian dilakukan

pada Januari 2021 dan waktu pengambilan data pada tanggal 8 sampai 11

Januari 2021.

F. PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data dalam studi kasus ini dilakukan dengan observasi,

wawancara, dan studi dokumentasi.

1. Nursalam, (2013) menjelaskan observasi adalah kemampuan seseorang

untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata

serta dibantu dengan pancaindra lainnya. Dalam melaksanakan

pengamatan ini sebelumnya peneliti akan mengadakan pendekatan dengan

subjek penelitian sehingga terjadi keakraban antara peneliti dengan subjek

penelitian. Observasi dan pemeriksaan fisik (dengan pendekatan IPPA:

inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)


48

2. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang

mengajukan pertanyaan dan pewawancara (interviewer) yang memberikan

jawaban atas pertanyaan itu. Wawancara dipergunakan untuk mengadakan

komunikasi dengan subjek penelitian sehingga diperoleh data-data yang

diperlukan. Teknik wawancara mendalam ini diperoleh langsung dari

subyek penelitian melalui serangkaian tanya jawab dengan pihak-pihak

yang terkait langsung dengan pokok permasalahan (Notoatmodjo, 2010).

Wawanacara (hasil anamnesis tentang identitas pasien, keluhan utama,

riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit

keluarga). Data pemeriksaan fisik tambahan menggunakan pola Gordon

yaitu pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, pola nutrisi dan

metabolisme, pola persepsi dan konsep diri, pola persepsi kognitif, pola

hubungan dan peran, pola reproduksi seksual, pola penanggulangan stres,

pola tata nilai dan kepercayaan. Sumber data didapat dari pasien, keluarga,

dan perawat.

3. Studi dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif

dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh

subjek sendiri atau orang lain tentang subjek. Studi dokumentasi

merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan peneliti untuk

mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media

tertulis dan dokumen lainnya (Nursalam, 2013). Studi dokumentasi dalam


49

penelitian ini akan dilakukan pada rekam medis pasien (hasil dari

pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan diagnostik yang mendukung).

G. PENYAJIAN DATA

Penyajian data merupakan salah satu kegiatan dalam pembuatan

laporan hasil penelitian yang telah dilakukan agar data yang telah

dikumpulkan dapat dipahami dan dianalisis sesuai dengan tujuan yang

diinginkan (Nursalam, 2013). Studi kasus disajikan secara tekstual/ narasi

dan dapat disertai cuplikan ungkapan verbal dari subyek studi kasus yang

merupakan data pendukungnya.

H. ETIKA STUDI KASUS

Menurut Hidayat (2014), dalam melaksanakan penelitian harus

memperhatikan prinsip-prinsip etika penelitian dan masalah etika penelitian

sebagai berikut:

1. Prinsip-prinsip etika penelitian

a. Prinsip manfaat (Beneficience)

Dengan berprinsip pada aspek manfaat, maka segala bentuk

penelitian yang dilakukan memiliki harapan dapat dimanfaatkan untuk

kepentingan manusia. Prinsip ini dapat ditegakkan dengan

membebaskan, tidak memberikan atau menimbulkan kekerasan pada

manusia, tidak menjadikan manusia untuk dieksploitasi. Penelitian yang

dihasilkan dapat memberikan manfaat dan mempertimbangkan antar


50

aspek risiko dengan aspek manfaat, bila penelitian yang dilakukan dapat

mengalami dilema dalam etik.

b. Prinsip menghormati manusia (Respect for human dignitiy)

Manusia memiliki hak dan mahluk yang mulia yang harus

dihormati, karena manusia memiliki hak dalam menentukan pilihan

antara mau dan tidak mau untuk diikut sertakan menjadi subjek

penelitian

2. Masalah Etika Penelitian

a. Informed consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.

Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan

dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.

Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan

tujuan penelitian. Jika subjek bersedia, maka mereka harus

menandatangani lembar persetujuan. Saat dilakukan pengambilan data

penulis tidak meminta lembar persetujuan yang dilengkapi dengan

tanda tangan saat akan melakukan pemeriksaan.

b. Anonimity (tanpa nama)

Masalah ini merupakan masalah etika yang memberikan jaminan

dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan

atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
51

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian

yang akan disajikan.

c. Confidentiality (kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan

jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-

masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan pada hasil penelitian.


52

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. W., Djafar. H., Indriasari. R., (2014). Gambaran Skor Kualitas Makanan,
Aktifitas Dengan Kadar Gula Darah Penyakit DM Tipe 2. Diakses
pada tanggal 15 Desember 2020 jam 13.00 WIB.

Bararah, T & Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan : Panduan Lengkap


Menjadi Perawat Professional Jilid 1. Jakarta : Prestasi pustaka

Black, M. J. & Hawks, H.J., (2014). Medical Surgical Nursing: Clinical


Management For Continuity Of Care, 8th ed. Philadephia: W.B.
Saunders Company

Chadwick, H, S. (2012). Debridement of diabetic foot wounds. Nursing standard


lRCN Publishing. 26 (24). 51-58 PMID: 22443014

Carpenito, L.J.(2012). Diagnosis keperawatan : Buku saku/ Lynda juall


Carpenitomoyet; alihbahasa, Fruriolina Ariani, EstuTiar; editor
edisibahasa Indonesia, Ekaanisa Mardela– Edisi 13. Jakarta : EGC

Dinkes, Jateng. (2019). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018.


Semarang: Dinkes Jateng. Diakses pada tanggal 15 Desember 2020
jam 13.30 WIB.

Hammad, S. (2012). 77 Resep Sehat dengan Minyak Zaitun. Indonesia: Aqwam

Hasdianah. (2012). Mengenal Diabetes Mellitus. Yogyakarta: Nuha Medika.

Herdman, T . H., & Kamitsuru, S. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi &


Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.

Hidayat, A. A. (2014). Metode penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.


Jakarta: Salemba Medika

International Diabetes Federation. (2017). One adult in ten will have diabetes by
2030. 5th edition. IDF: Diabetes Atlas. Diakses pada tanggal 12
Desember 2020 jam 20.00 WIB.

Kemenkes RI. (2014). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014.


Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Keputusan.

Mihardja, L. (2009). Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula


Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di Perkotaan Indonesia.
53

Majalah Kedokteran Indonesia. Vol.59. Diakses pada tanggal 04


Januari 2021 jam 21.00 WIB.

Mubarak, I., Chayatin, N., & Susanto, J. (2015). Standar Asuhan Keperawatan
dan Prosedur Tetap dalam Praktik Keperawatan. Jakarta: salemba
Medika.

Nabhani. (2017). Pengaruh Madu Terhadap Proses Penyembuhan Luka Gangrene


Pada Pasien Diabetes Mellitus. Media Publikasi Penelitian; 2017;
Volume 15; No 1. Diakses pada tanggal 04 Januari 2021 jam 21.00
WIB.

Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi10


editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Ningsih, A. (2019). Terapi Madu Pada Penderita Ulkus Diabetikum. Medula,


Volume 9 Nomor 1

Nursalam. (2013). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu.


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

PERKENI. (2015). Konsensus pengelolaan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia


2015. Semarang: PB PERKENI.

Potter, P.A. dan Perry A.G. (2013). Basic Nursing Seventh Edition. St. Louis
Missouri: Mosby Elsevier. Jakarta: EGC

Rahmawati. (2011). Hubungan Pola Makan Dan Aktivitas Dengan Kadar Gula
Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Rawat Jalan Di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar. Skripsi : Makassar. Fakultas Ilmu
Kesehatan Sam Ratulang

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian RI tahun 2018. Jakarta Diakses pada tanggal
12 Desember 2020 jam 20.00 WIB.

Sudoyo. A.W. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi 4. Jakarta:
FK Universitas Indonesia

Suhartono T. (2011). Diabetik Neuropati: Manajemen Terapi Fokus Cinula.


Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Diakses pada
tanggal 21 Desember 2020 jam 16.00 WIB.
54

Sutrisno, E. O. (2013). Studi Penggunaan Antidiabetes Pada Pasien Diabetes


Melitus Tipe 2 Dengan Penyakit Jantung Koroner R Doctoral
Dissertation: University Of Muhammadiyah Malang. Diakses pada
tanggal 15 Desember 2020 jam 14.00 WIB.

Tarwoto dan Wartonah. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem


Endokrin. Jakarta: Trans Info Medikal

Wicaksono. (2013). Diabetes Melitus Tipe 2 Gula Darah Tidak Terkontrol


dengan Komplikasi Neuropati Diabetikum. Jurnal Medula. 1(3): 10-
17. Diakses pada tanggal 04 Januari 2021 jam 21.00 WIB.

Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2,


Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha
Medika

Wilkinson, M. Dan Ahern, R, Nancy (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan.


Nanda Edisi 9. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai