Anda di halaman 1dari 116

HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN PENINGKATAN GULA DARAH

SEWAKTU PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RUANG


ANYELIR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar


Sarjana Keperawatan

Disusun Oleh :
Defina Sri Rahayu
020319709

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


INSTITUT MEDIKA Drg. SUHERMAN
2021
HALAMAN JUDUL

HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN PENINGKATAN GULA DARAH


SEWAKTU PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RUANG
ANYELIR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar


Sarjana Keperawatan

Disusun Oleh :
Defina Sri Rahayu
020319709

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


INSTITUT MEDIKA Drg. SUHERMAN
2021

i
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui, diperiksa dan siap untuk dipertahankan dihadapan Tim

Penguji Skripsi INSTITUT MEDIKA Drg. SUHERMAN (IMDS)

Cikarang Bekasi, April 2021

Pembimbing

Ns. Armi, S. Kep., M. Kep


NIK.50160368

Mengetahui,
Ketua Program Studi Sarjana keperawatan dan profesi Ners

Ns. Cicilia Nony Ayuningsih Bratajaya, S.Kep.,MNS

NIK.52001119

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah diperiksa dan disahkan oleh Tim Penguji Ujian Sidang Skripsi

Institut Medika Drg. Suherman (IMDS) guna melengkapi syarat-syarat untuk

mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Cikarang Bekasi, April 2021

Ketua Penguji
Ttd

Ns. Aprilina Sartika, S.Kep., M.Kes

Nik. 2.1.19.06.247

Anggota Penguji 1 Anggota Penguji 2

Ns. Armi, S. Kep., M. Kep Ns. Yana Setiawan,


S.Kp., M.Kep
NIK. 501160365 NIK.50160368

iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Defina Sri Rahayu lahir di Subang Jawa Barat pada tanggal 06 juni 1980

dari pasangan Ayah Arifin dan Ibu Rinda Rohaeni. Istri dari D Firman Munajat

(Alm) dan dikaruniai dua orang putri. Bertempat tinggal di Jl. Veteran gg. Anyelir

rt 35 rw 04 kelurahan Nagri Kaler Purwakarta.

Penulis mengenyam pendidikan pertama di SD Negeri Pamanukan Subang

dan lulus tahun 1992. Setelah itu pada tahun yang sama penulis melanjutkan

sekolah di MTs Darul Ma’arif Pamanukan Subang dan lulus pada tahun 1995.

Setelah lulus MTs penulis melanjutkan sekolah di MAN Subang dan lulus tahun

1998. Selanjutnya penulis melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi di Akademi

Keperawatan Dharma Husada Cirebon mengambil jurusan D3 Keperawatan.

Setelah lulus Perguruan Tinggi penulis bekerja di RSUD Bayu Asih Purwakarta

tahun 2002 sampai dengan sekarang.

iv
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur hanyalah milik Allah SWT yang selalu

mencurahkan kasih sayang-Nya kepada kita semua sehingga penulis masih

mempunyai kesempatan untuk menyelesaikan penyusunan Skripsi penelitian ini

dengan judul “Hubungan Kecemasan Dengan Peningkatan Gula Darah Sewaktu

Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Ruang Anyelir Rumah Sakit Umum

Daerah Bayu Asih Kabupaten Purwakarta Tahun 2021.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan

tugas akhir Program Studi Ilmu Keperawatan di Institut Medika Drg. Suherman

tahun 2021.

Penulisan Skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, arahan dan dukungan

serta do’a dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terimakasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak yang telah

berpartisipasi, terutama kepada :

1. Dr. Agung Darwis Suriaatmaja, M. Kes., Direktur Rumah Sakit Umum

Daerah Bayu Asih Purwakarta.

2. Dr. Triseu Setianingsih, SKM., MKM selaku Rektor Institut Medika Drg.

Suherman.

3. Ns. Yana Setiawan, S.Kep., M.Kep., selaku Wakil Rektor tiga sekali gus

penguji.

4. Ns. Cicilia Nony Ayuningsih Bratajaya, S.Kep.,MNS selaku Kaprodi Ilmu

Keperawatan Institut Medika Drg. Suherman.

v
5. Ns. Armi, S. Kep., M. Kep selaku pembimbing yang telah banyak

memberikan waktu dan membimbing peneliti selama proses penyusunan

proposal ini dengan masukan dan arahan yang sangat berarti.

6. Seluruh dosen dan staf Institut Medika Drg. Suherman..

7. Untuk Ayah, Ibu dan anak-anak ku tercinta serta keluarga yang tak henti-

hentinya memberikan do’a, cinta dan kasih sayangnya serta selalu

memberikan dukungan moral dan materil kepada penulis.

8. Rekan-rekan Mahasiswa Keperawatan Institut Medika Drg.

Suherman.yang telah memberikan do’a dan semangat perjuangan

kebersamaan kita di Institut Medika Drg. Suherman.

9. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini, yang pada kesempatan ini tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu.

Dalam penyusunan skripsi penelitian ini, penulis menyadari bahwa

masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan

saran yang sifatnya membangun guna penyempurnaan proposal ini. Penulis

berharap penyusunan skripsi penelitian ini dapat bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan.

Purwakartra April 2021

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................... i
Lembar Persetujuan....................................................................................... ii
Lembar Pengesahan...................................................................................... iii
Daftar Riwayat Hidup................................................................................... iv
Kata Pengantar.............................................................................................. v
Daftar Isi.............................................................................................. vii

Daftar Tabel......................................................................................... ix

Daftar Bagan usia.......................................................................................... x


Daftar Lampiran........................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang............................................................................. 1


1.2. Rumusan Masalah....................................................................... 12
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 13
1.4. Manfaat Penelitian....................................................................... 13
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1. Kecemasan..................................................................................... 15

2.2. Peningkatan Gula Darah Sewaktu................................................. 24

2.3. Diabetes Mellitus Tipe 2............................................................. 31


2.4. Kerangka Teori........................................................................ 45
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN
HIPOTESA

vii
3.1. ......................................................................Kerangka Konsep
46
3.2. Definisi Operasional................................................................. 47
3.3. Hipotesa.................................................................................... 47

BAB IV METODELOGI PENELITIAN


4.1........................................................................Jenis Penelitian
48
4.2............................................. Populasi dan Sampel Penelitian
48
4.3..................................................................Variabel Penelitian
49
4.4................................................................... Lokasi Penelitian
49
4.5................................................ Prosedur Pengumpulan Data
50
4.6.............................................................. Instrumen Penelitian
51
4.7..................................................................... Pengolahan data
52
4.8........................................................................... Analisa Data
55
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1................................................... Gambaran umum penelitian
57
5.2..............................................................................Data Umum
58
5.3........................................................................... Data Khusus
61

viii
BAB VI PEMBAHASAN
6.1............................................................................. Kecemasan
68
6.2...........................................Peningkatan Gula Darah Sewaktu
70
6.3. Hubungan kecemasan dengan peningkatan gula darah
sewaktu...................................................................................... 71

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Populasi dan Sampel Penelitian................................................. 75


7.2. Variabel Penelitian................................................................... 76

DAFTAR PUSTAKA xii

Daftar Tabel

Jumlah Penderita DM Tipe 2........................................................................ 8


Patokan Kadar GDS dan Puasa.................................................................... 25
Parameter Kadar Glukosa Darah................................................................. 26
Definisi Operasional....................................................................................... 46
Frekuensi Responden berdasarkan usia....................................................... 58
Frekuensi Responden berdasarkan jenis kelamin....................................... 59
Frekuensi Responden berdasarkan Pendidikan.......................................... 59
Frekuensi Responden berdasarkan pekerjaan............................................ 60
Frekuensi Responden berdasarkan informasi............................................. 60
Frekuensi Responden berdasarkan sumber informasi............................... 61
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan kecemasan......................... 61
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan peningkatan gula darah
sewaktu............................................................................................................. 63

ix
Hubungan kecemasan dengan peningkatan gula darah sewaktu............... 64

Daftar Bagan

2.1. Bagan Kerangka Teori.................................................................. 45

2.2. Bagai Kerangka Konsep............................................................... 46

x
Daftar Lampiran

Lampiran 1: Surat Izin Penelitian

Lampiran 2 : Surat Balasan Penelitian

Lampiran 2: Lembar Konsultasi

Lampiran 3: Informed Counsent

Lampiran 4: Persetujuan responden

Lampiran 5: Kuisioner Penelitian

Lampiran 6: Output SPSS

xi
xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Semakin berkembangnya zaman, tekhnologi, dan kehidupan sosial,

berdampak pada berbagai aspek kehidupan di antaranya adalah kesehatan.

Pada masa sekarang ini Indonesia sedang mengalami double burden

disease yaitu penyakit menular (penyakit infeksi) dan penyakit tidak

menular (penyakit degeneratif) yang semakin meningkat. Pada masa

sekarang, penyakit tidak menular mendominasi dan menjadi penyebab

kematian tertinggi yang telah menggeser penyakit infeksi. Kerugian

kesehatan terbesar di indonesia disebabkan oleh Diabetes Mellitus.

Sedangkan kasus kematian akibat penyakit tuberkolosis dan diare sudah

menurun secara signifikan sejak tahun 1990 (IHME, 2018).

DM tipe 2 merupakan penyakit kronik dengan ditandai

peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) akibat kelainan sekresi

insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Penyakit Diabetes Melitus telah

menjadi masalah kesehatan didunia. Di negaran sedang berkembang yang

memasuki industrialiasasi insiden dan prevalensi penyakit ini terus

meningkat (Arisman, 2016).

Menurut Global Report on Diabetes tahun 2016 sekitar 1,5 juta

jiwa meninggal dunia pada tahun 2012 disebabkan oleh penyakit penyakit

Diabetes Mellitus. Sebanyak 2,2 juta kematian disebabkan oleh Diabetes


2

Melitus dikarenakan terjadinya peningkatan resiko penyakit

kardiovaskuler dan lainnya dengan total 3,7 juta orang meninggal dunia

sebesar 43% meningal sebelum usia 70 tahun (WHO, 2016). Internasional

of Diabetic Federation mekaporkan bahwa dari tahun 2013 sampai dengan

2017 mengalami peningkatan kasus Diabetes Melitus di dunia. Dimana

382 kasus terjadi pada tahun 2013. Pada tahun 2015 mengalami

peningkatan menjadi 415 kasus dan pada tahun 2017 peningkatan kasus

menjadi 425 kasus Diabetes Melitus. Dari 425 kasus pada tahun 2017

8,5% diantaranya terdapat di Asia Tenggara (IDF, 2017).

Kementrian Kesehatan melakukan Riset Kesehatan Dasar tahun

2018 prevalensi Diabetes Melittus di Indonesia pada penduduk usia lebih

dari atau sama dengan 15 tahun meningkat 1,5% pada tahun 2013

menjadi 2,0% pada tahun 2018. Sedangkan prepalensi Diabetes Mellitus di

Provinsi Jawa Barat pada 2018 sebesar 1,3% yaitu 73.285 penderita, dan

jumlah penderita DM di Kabupaten Purwakarta sebesar 1436 penderita

(Riskesdas, 2018).

Diabetes Mellitus diklasifikasikan menjadi empat yaitu Diabetes

Mellitus tipe 1, Diabetes Mellitus Tipe 2, diabetes gestasional dan diabetes

mellitus yang disebabkan oleh kondisi lainnya. Tanda dan gejala pada

pasien DM yaitu meningkatnya frekuensi urin (polyuria), sering merasa

haus (polydipsia) dan mudah lapar (polyphagia) dengan menurunnya

berat badan (Smeltzer, 2015). Sedangkan komplikasi diabetes mellitus

adalah ketoasidosis diabeti, dan hipoglikemia. Diabetes Millitus yang tidak


3

terkontrol dapat mengakibatkan disfungsi atau kegagalan berbagai organ

seperti mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah serta dapat

mempengaruhi kondisi psikis (Black & Hawk, 2016).

Menurut Perhimpunan Endokrinologi Indonesia tahun 2015 ada

lima dasar pilar penanganan diabetes mellitus yaitu edukasi kesehatan,

diet, aktifitas fisik, obat-obatan dan mengontro kadar gula darah.

Penanganan Diabetes Mellitus memiliki tujuan jangka pendek yaitu untuk

menghilangkan keluhan atau gejala diabetes mellitus dan meningkatkan

rasa nyaman dan sehat, sedangkan tujuan jangka panjangnya yaitu untuk

mencegah timbulnya komplikasi baik makrovaskuler maupun neuropati

yang tujuan akhirnya ialah menurunkan angka morbiditas dan mortalitas

diabetes mellitus. Jika kelima pilar itu diterapkan dengan baik, maka

komplikasi DM akan dapat dicegah dan kualitas hidup pasien DM akan

menjadi lebih baik.

Penanganan pasien diabetes mellitus juga dipengaruhi oleh fakto-

faktor psikososial yaitu faktor individu, faktor sosial dan faktor

lingkunagan. Sebagai contoh, faktor individu misalnya efikasi diri, kontrol

koping, distres dan kecemasan. Faktor sosial misalnya dukungan keluarga,

interaksi dengan profesional kesehatan, dan faktor lingkungan misalnya

akses terhadap pusat kesehatan, hambatan dalam olah raga dan diet serta

faktor budaya (Stuart,2016). Salah satu yang faktor yang sering terjadi

yaitu faktor kecemasan yang dapat mempengaruhi peningkatan gula darah

sewaktu. Pada orang-orang yang menderita penyakit kronis atau genetik


4

akan lebih mudah mengalami kecemasan. Pada penyakit DM tipe 2

kecemasan dapat mempengaruhi pola makan pasien sehinnga tidak

terkontrolnya kadar gula darah pasien (Kurniali, 2015). Penyakit diabetes

mellitus membutuhkan pengaturan pada pola makan, aktivitas dan

pengobatan. Kurangnya pengetahuan akan diabetes mellitus dapat terjadi

peningkatan emosional penderita yang dapat memperngaruhi hubungannya

dengan orang lain. Hal ini dapat terjadi peningkatan kecemasan dan

memepengaruhi kehiudupannya (Novitasari, 2015).

Pengaturan kadar glukosa dalam darah terjadi melalui umpan balik

negatif untuk mempertahankan keseimbangan di dalam tubuh. Kadar

glukosa darah di atur oleh pankreas, bila konsentrasi gula menurun karena

digunakan untuk memenuhi energi tubuh, maka pankreas melepaskan

glukogen, organ yang menargetkan sel-sel dihati. Kemudian sel ini

merubah glikogen menjadi glukosa. Glukosa di lepaskan ke dalam aliran

darah, hingga meningkatkan kadar gula. Kadar glukosa darah yang normal

cenderung meningkat secara ringan tetapi bertahap setelah usia 50 tahun,

terutama pada orang yang tidak aktif bergerak. Peningkatan kadar gula

darah setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk

menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang

lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan

(PARKENI, 2015).

Pada keadaan normal glukosa darah diatur oleh insulin, sehingga

kadarnya selalu dalam batas normal. Kadar gula darah rendah bila nilai
5

GDS < 70 mg/dl, kadar gula darah normal bila nilai GDS 70-199 mg/dl,

dan kadar gula darah tinggi bila nilai GDS ≥ 200 mg/dl. Pada keadaan DM

tubuh relatif kekurangan insulin sehingga pengaturan kadar gula darah

menjadi kacau. Walaupun kadar gula darah tinggi, glukoneogenesis di hati

tidak dapat dihambat sehingga menyebabkan kadar gula darah semakin

meningkat (PARKENI,2015).

Glukosa darah sewaktu merupakan pemeriksaan glukosa darah

yang dilakukan setiap waktu sepanjang hari tanpa memperhatikan

makanan terakhir yang dimakan dan kondisi tubuh orang tersebut (Black

& Hawk, 2016). Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar gula darah

adalah konsumsi karbohidrat, aktifitas fisik, penggunaan obat, keadaan

sakit, stres psikologis, siklus menstruasi, dehidrasi, konsumsi alkohol.

Pasien diabetes mellitus memiliki tingkat stres yang tinggi dan kecemasan

dikarenakan penyakit yang dideritanya sehingga dapat mempengaruhi

peningkatan kadar gula dalam darah, kondisi dimana kadar gula plasma

pada waktu puasa >140 mg/dl, sedangkan kadar gula darah sewaktu ≥ 200

mg/dl (Black & Hawk, 2016).

Diagnosis diabetes mellitus akan meningkatkan stresor pada

seseorang dimana stresor ini dapat menimbulkan kecemasan sehingga

dapat menyebabkan kadar gula darah meningkat. Resiko terjadinya

kecemasan cenderung lebih tinggi pada orang yang menderita diabetes

mellitus (Smeltzer & Bare, 2015). Penderita diabetes mellitus jika


6

mengalami kecemasan, akan mempengaruhi proses kesembuhan dan

menghambat kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari (Stuarth, 2016).

Gejala fisik yang sering dialami jika seseorang mengalami

kecemasan berat atau tinggi adalah penurunan tenaga, rasa cepat lelah dan

sulit tidur yang dapat mempengaruhi perubahan pola makan. Sebagian

besar orang mengeluh tidak nafsu makan, namun ada yang mengeluh

bahwa makannya semakin tidak terkendali. Pada pasien diabetes mellitus,

keadaan ini ternyata akan mempengaruhi pola diet atau pola makan yang

sudah ditetapkan. Pasien diabetes melitus yang kecemasan memiliki

kontrol gula darah yang buruk dan meningkatnya gejala-gejala penyakit

(Black & Hawk, 2015).

Kecemasan adalah kebigungan, kekhawatiran pada sesuatu yang

akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dihubungkan dengan

perasaan tidak menentu dan tidak berdaya. Gangguan kecemasan pada

pasien diabetes melitus yang terjadi biasanya adalah timbulnya perasaan

yang tidak menyenangkan yang meliputi perasaan khawatir, takut, was-

was yang ditimbulkan oleh pengaruh ancaman atau gangguan terhadap

sesuatu yang belum terjadi dan dapat mempengaruhi aktivitas. Tingkat

kecemasan yang terus meningkat maka dapat meningkatkan kandungan

glukosa darah karena stress menstimulus organ endokrin untuk

mengeluarkan ephinefrin, yang mempunyai efek sangat kuat dalam

menyebabkan timbulnya proses glukoneogenesis didalam hati sehingga


7

akan melepaskan sejumlah besar glukosa ke dalam darah beberapa menit

(Putra, 2009; Stuart, dkk. 2002 dan Suliswati, 2005).

Kecemasan merupakan hal yang tidak mudah untuk dihadapi oleh

penderita diabetes mellitus. Oleh karena itu, penderita diabetes mellitus

terus sangat membutuhkan dukungan dari lingkungan sosialnya (Black &

Hawk, 2016). Jika terjadinya stres psikologis pada pasien diabetes

mellitus, maka terjadi respon sistem saraf otonom sehingga menimbulkan

aktivitas involunter pada tubuh yang termasuk dengan mekanisme

pertahanan diri. Kelenjar adrenal melepas adrenalin (epineprin) yang

menyebabkan tubuh mengambil lebih banyak oksigen, mendilatasi pupil,

dan meningkatkan tekanan arteri serta frekuensi jantung, terjadi kontriksi

pembuluh darah perifer dan memicu darah dari sistem gastrointestinal dan

reproduksi serta meningkatkan glikogenolisis menjadi glukosa bebas guna

menyokong jantung, otot dan sistem saraf pusat (PARKENI, 2015).

Glukosa yang telah didapat dari proses glikogenesis selanjutnya

akan diubah menjadi karbohidrat. Karbohidrat ini dapat masuk sirkulasi

darah, sehingga menyebabkan kadar gula meningkat. Ketika bahaya telah

berakhir, serabut saraf parasimpatis membalik proses ini dan

mengembalikan tubuh ke kondisi normal sampai tanda ancaman

berikutnya mengaktifkan kembali respon simpatis. Pasien diabetes

mellitus yang mengalami kecemasan memiliki kontrol gula darah yang

buruk dan meningkatkan gejala-gelaja penyakit (PARKENI, 2015).


8

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan agustus

sampai dengan Oktober 2020 di Ruang Anyelir RSUD Bayu Asih

Purwakarta di dapatkan data pasien penderita Diabettes Mellitus tipe 2

sebagai berikut:

No. Bulan Jumlah

1. Agustus 11

2. September 14

3. Oktober 10

Jumlah 35

1.1. Tabel Jumlah Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di ruang Anyerlir

Dari jumlah kasus diabetes mellitus yang di rawat di Ruang Anyelir

pada Bulan Agustus sampai dengan Oktober rata-rata mengalami

peningkatan nilai gula darah antara 200-400 mg/dl. Sedangkan studi

pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 17 Oktober 2020 dengan

tekhnik wawancara pada sepuluh orang pasien Diabetes Mellitus tipe 2

yang di rawat di ruang anyelir RSUD Bayu Asih Purwakarta. Hasil dari

wawancara tersebut di dapatkan bahwa dua pasien mengalami kecemasan

tinggi ketika di rawat di rumah sakit dan nilai Gula Darah Sewaktu kedua

pasien tersebut sebesar 438 mg/dl dan 383 mg/dl, ini disebabkan karena

rasa ketakutan pada pasien dikarenakan beberapa faktor seperti karena

takut akan terpapar virus covid-19 dikarenakan Rumah Sakit Umum


9

Daerah Bayu Asih Purwakarta menjadi rumah sakit rujukan covid-19 di

tingkat kabupaten. Selain itu kecemasan juga terjadi diakibatkan karena

kurangnya perhatian dari keluarga terhadap penyakit pasien,

ketidaknyamanan pasien karena banyak nya pasien yang dirawat.

Selain dua pasien yang mengalami kecemasan ringan terdapat empat

pasien mengalami kecemasan sedang yang berasal dari ketidaktahuan

pasien terhadap penyakit yang di deritanya serta kurangnya dukungan

keluarga terhadap penyakit yang dideritanya, dan keempat pasien rata-rata

mengalami peningkatan gula darah sewaktu antara 345-415 mg/dL.

Sedangkan empat pasien lain yang mengalami kecemasan mengatakan

bahwa mereka baru menyadari bahwa dirinya menderita penyakit

Diabettes Mellitus Tipe 2 yang telah didiagnosa dokter, dan keempatnya

mengalami kecemasann ringan dengan rata-rata nilai gula darah antara 250

mg/Dl sampai dengan 350 mg/Dl.

Penelitian Litae dan Maria Magdalena Purba tahun 2019 tentang

Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Peningkatan Kadar Gula Darah

Klien Diabetes Mellitus. Penelitian dilakukan di Puskesmas Bukit Hindu

Kota Palangkaraya dengan sampel penelitian yaitu masyarakat pada

wilayah kerja Puskesmas Bukit Hindu yang berjumlah 65 orang,

menggunakan kuisioner menggunakan kuisioner Zung Self-Rating Anxiety

Scale (ZSAS) oleh wiliam Willian W.K Zung (1997) dalam riadi,

sukarmin tahun 2008.


10

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Uji chi square menunjukkan

nilai signifikan sebesar 0,002. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh ,

terlihat bahwa nilai signifikan (0,0002)< α (0.005) H0 di tolak. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan

peningkatan kadar gula darah pada klien diabetese mellitus di wilayah

kerja puskesmas Bukit Hindu . Dari analisis diperoleh nilai OR 5,787

artinya penigkatan kadar gula darah >200 responden dengan kecemasan

sedang mempunyai peluang 5,787 kali beresiko dari tingkat kecemasan

ringan.

Penelitian Erika Utari Dewi tentang Hubungan Tingkat Kecemasan

Terhadap Terkendalinya Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus di

Puskesmas Pakis Surabaya dengan pemilihan sampel pada penelitian ini

dilakukan dengan tekhinik consecutive sampling dengan pada pasien yang

berkunjung yaitu 40 orang. Penelitian ini hanya menyajikan hasil bahwa

responden yang terkendali gula darahnya baik 80% tingkat kecemasan

ringan, terkendali gula darahnya buruk 23,3% tingkat kecemasannya

ringan.

Penelitian Riska Rohmawati dan Arif Helmi yang dipublikasikan

dalam jurnal keperawatan jiwa volume 8 No. 2 FIKKes Universitas

Muhammadiyah Semarang tahun 2020 yang berjudul Penurunan Tingkat

Kecemasan dan Gula Darah pada Penderita DM Tipe 2 Melalui Spiritual

Mindfulness Based on Benson Relaxation. Penelitian ini berbeda dengan

penelitian Litae dan maria, Erika Utari Dewi dan penelitian yang akan
11

peneliti lakukan karena penelitian ini bertujan untuk mengetahui pengaruh

dari intervensi Spiritual Mindfulness Based on Benson Relaxation terhadap

kecemasan dan kadar gula darah pasien DM Tipe 2 yang menggunakan

jenis penelitian quasi eksperimental dengan rancangan pre test- dan post

test control group design.

Spiritual Mindfulness merupakan terapi yang mengadopsi teori

keperawatan adaptasi Callista Roy, dimana berfokus pada fisiologis

dengan pemberian nafas disertai pemberian motivasi yang disisipi dengan

kalimat-kalimat dzikir, sehigga kesadaran dan penerimaan akan

kondisinya. Selama pasien melakukan Based on Benson Relaxation di

perdengarkan rekaman suara yang berisikan kalimat-kalimat motivasi,

kesyukuran dan kesabaran. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

kelompok kontrol (pembading) yang memungkinkan peneliti melihat

perubahan kecemasan dan kadar gula darah penderita Diabetes Mellitus

Tipe 2 sebelum dan sesudah dilakukan terapi Spiritual Mindfulness Based

on Benson Relaxation.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner

SRAS-Zung untuk kecemasan dan glukometer untuk mengukur GDP dan

GDPP. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui karakteristik

responden. Hasil dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa sebagian besar

kelompok intervensi (63,3%) mengalami tingkat kecemasan yang sedang

sebelum dilakukan Spiritual Mindfulness Based on Benson Relaxation dan

sesudah dilakukan terapi sebagian besar (66,7%) mengalami tingkat


12

kecemasan yang sedang juga. Analisa bivariat dilakukan dengan uji

statistik dengan wicoxon signed rank test diperoleh hasil p=0,000 pada

kelompok intervensi, berarti terdapat perbedaan tingkat kecemasan

sebelum dan sesudah di lakukan intervensi Spiritual Mindfulness Based on

Benson Relaxation.

Pada kelompok kontrol diperoleh p=1,000 yang menunjukkan tidak

ada perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberi terapi. Pada

uji statistik dengan man-whitney pre test diperoleh p=0,797 > α 0,005

yang artinya tidak ada perbedaan tingkat kecemasan antara kelompok

intervensi dan kelompok kontrol. Pada kelompok intervensi 83,3%

memiliki kadar gula >160 mg/Dl sebelum dilakukan Spiritual Mindfulness

Based on Benson Relaxation dan sesudah dilakukan terapi sebagian kecil

63,3% memiliki kadar gula darah 81-159 mg/dL. Pada kelompok kontrol

yang dilakukan latihan standar rumah sakit didapatkan hampir seluruhnya

(90%) memiliki kadar gula >160 mg/dL sebelumnya dan sesudahnya

hampir seluruhnya 86,7% memiliki kadar gula >160.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “Hubungan Kecemasan dengan Peningkatan

Gula Darah Sewaktu Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Ruang

Anyelir Rsud Bayu Asih Purwakarta Tahun 2021”

1.2. Rumusan Masalah


13

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang di atas, maka

dapat dirumuskan permasalahan yaitu, “Apakah ada Hubungan Antara

Kecemasan dengan Peningkatan Gula Darah Sewaktu Pada Pasien

Diabetes Millitus Tipe 2 Di Ruang Anyelir Rumah Sakit Umum Daerah

Bayu Asih Kabupaten Purwakarta Tahun 2021?.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Antara Kecemasan dengan

Peningkatan Gula Darah Sewaktu Pada Pasien Diabetes Millitus Tipe 2

Di Ruang Anyelir Rumah Sakit Umum Daerah Bayu Asih Kabupaten

Purwakarta Tahun 2021.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui kecemasan pasien Diabetes Millitus Tipe 2 di Ruang

Anyelir RSUD Bayu Asih Purwakarta tahun 2021.

b. Mengetahui nilai gula darah sewaktu pada pasien Diabetes Millitus

tipe 2 di Ruang Anyelir RSUD Bayu Asih Purwakarta tahun 2021.

c. Mengetahui Hubungan Antara Kecemasan dengan Peningkatan Gula

Darah Sewaktu Pada Pasien Diabete Millitus Tipe 2 Di Ruang

Anyelir Rumah Sakit Umum Daerah Bayu Asih Kabupaten

Purwakarta Tahun 2021.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi RSUD Bayu Asih Purwakarta


14

Sebagai bahan informasi dalam upaya menurunkan

kecemasan pasien Diabetes Millitus tipe 2 terhadap peningkatan

gula darah sewaktu.

2. Manfaat bagi Institut Medika Drg. Suherman

Bagi institusi diharapkan dapat menjadi bahan masukan

untuk peningkatan dan memperluas wawasan mahasiswa

khususnya Program Studi ilmu keperawatan mengenai kecemasan

pasien Diabetes Millitus Tipe 2 dengan peningkatan gula darah

sewaktu.

3. Manfaat bagi Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan ilmiah bagi ilmu keperawatan dalam pemberian

asuhan keperawatan pada pasien Diabetes Millitus Tipe 2 yang

mengalami peningkatam gula darah sewaktu akibat kecemasan.

4. Manfaat bagi peneliti lainnya

Dapat dijadikan sebagai bahan penelitian untuk penelitian


selanjutnya.
15

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Kecemasan

2.1.1.. Pengertian Kecemasan

Kecemasan merupakan suatu rasa takut akibat adanya bahaya

yang menjadi sinyal untuk membatu individu untuk mengambil

tindakan dalam menghadapi ancaman. Pengaruh tuntutan, persaingan,

serta bencana yang terjadi dalam kehidupan dapat membawa dampak

terhadap kesehatan fisik dan psikologi. Kecemasan menjadi Salah satu

dampak psikologi (Sutejo, 2018).

Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik dan aktivitas

saraf otonom dalam berespon terhadap ketidakjelasan, ancaman tidak

spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi

yang normal (Donsu, 2017).

Kecemasan merupakan suatu keadaan yang menimbulkan emosi

yang tidak menyenangkan yang di sebabkan oleh sebuah ancaman baik

nyata ataupun tidak nyata sehingga terjadi konflik di dalam batn

seseorang.
16

Kecemasan dapat terjadi pada orang orang yang menderita penyakit

kronis atau genetik. Pada penyakit DM tipe 2 kecemasan dapat

mempengaruhi pola makan pasien sehinnga kadar gula darah pasien

tidak terkontrol (Kurniali, 2015). Penyakit diabetes mellitus

membutuhkan pengaturan terhadap pola makan, aktivitas dan

pengobatannya. Ketidaktahuan akan diabetes mellitus akan semakin

meningkatkan emosional penderita yang berkaitan dengan hubungan

dengan orang lain. Hal ini akan meningkatkan kecemasan dan

mengubah segalanya dalam kehiudupannya (Novitasari, 2015).

2.1.2. Faktor penyebab kecemasan pasien diabetes mellitus

Menurut Novitasari tahun 2015, faktor-faktor penyebab

kecemasan pada pasien DM tipe 2, antara lain :

1. Faktor-faktor intrinsik antara lain : usia, pengalaman menjalani

pengobatan, konsep diri dan peran.

2. Faktor-faktor ekstrinsik antara lain : kondisi medis (diagnosa

penyakit), tingkat pendidikan, akses informasi, proses adaptasi,

tingkat sosial ekonomi, jenis tindakan pengobatan, komunikasi

terapeutik.

2.1.3. Gejala kecemasan pasien diabetes melliitus

Menurut Stuart tahun 2016, gejala kecemasan dapat dilihat

dari tiga kategori yaitu :

2.1.3.1. Respon Fisiologis


17

1. Kardiovaskuler : jantung berdebar, tekanan darah

meninggi, rasa mau pinsan, denyut jantung menurun.

2. Pernafasan : napas cepat, napas pendek, tekanan pada

dada, nafas dangkal, tenggorokan membengkak,

perasaan tercekik, napas terengah-engah.

3. Neuromuskular : reflek meningkat, reaksi kejutan, mata

berkedip-kedip, insomnia, tremor, gelisah, wajah

tegang, kaki goyah, badan lemah, gerakan yang ganjal.

4. Gastrointestinal : nafsu makan menurun, adanya

penolakan terhadap makanan, abdomen merasa tidak

nyaman abdomen, mual, jantung merasa seperti

terbakar, diare.

5. Traktus Urinarius : kencing tidak dapat di tahan, dan

sering berkemih.

6. Kulit : kemerahan pada wajah, telapak tangan

berkeringat, gatal, kulit kadang teraba panas atau

dingin, pucat pada wajah, seluruh tubuh berkeringat.

2.1.3.2. Respon perilaku : gelisah, ketegangan pada badan, tremor,

gugup, cepat dalam berbicara, kurang koordinasi,

cenderung mendapat cidera, menarik diri dari masalah,

menghindar, hiperventilasi.
18

2.1.3.3. Respon kognitif : perhatian terganggu, susah konsentrasi,

pelupa, salah dalam memberikan penilaian, hambatan

berpikir, bidang persepsi menurun, kreativitas menurun,

produktivitas menurun, sangat waspada, bingung,

kesadaran diri meningkat, kehilangan objektivitas, takut

kehilangan kontrol, takut pada gambaran visual, takut

cidera atau kematian.

2.1.3.4. Respon efektif : mudah terganggu, tidak sabar, gelisah,

tegang, nevrus, ketakutan, gugup.

Menurut Novitasari tahun 2015, gejala kecemasan pada pasien

DM tipe 2 antara lain :

1. Kehilangan minat dan kegembiraan.

2. Mudah lelah.

3. Konsentrasi dan perhatian berkurang.

4. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang.

5. Merasa bersalah dan tidak berguna.

6. Pandangan masa depan ysng suram dan pesimis.

7. Sering berbuat membahayakan diri.

8. Tidur terganggu.

9. Nafsu makan berkurang.

2.1.4. Penilaian Kecemasan

Menurut Stuart tahun 2016 perasaan yang tidak pasti

dan tidak berdaya sangat berpotensi menimbulkan cemas.


19

Keadaan cemas ini tidak memiliki objek spesifik dan

merupakan pengalaman subjektif serta komunikasi dalam

hubungan antar sesama. Kecemasan mempunyai tanda dan

gejala yang berbeda satu sama lain, gejala yang terjadi

tergantung pada kematangan pribadi, paham menghadapi

ketegangan, harga diri dan mekanisme yang digunakannya.

Kecemasan digolongkan menjadi empat tingkat yaitu :

1. Kecemasan ringan

Pada kecemasan ringan terjadi ketegangan sehari-hari

dan menyebabkan pasien menjadi waspada dan lapangan

persepsi menjadi meningkat. Pada kecemasan ringan ini

dapat memotivasi dan menghasilkan kreativitas. Cemas

ringan atau cemas yang normal menjadi bagian dari

kehidupan sehari-hari dan menyebabkan waspada dan

meningkatkan persepsinya terhadap penyakit diabetes

melliitus dengan komplikasi dan lama perawatannya

(Stuarth, 2016).

2. Cemas sedang

Pada kecemasan sedang memungkinkan

individu lebuh memusatkan pada hal yang lain sehingga

individu mengalami perhatian yang selektif yang lebih

terara.. Menurut Novitasari tahun 2015 penyakit DM tipe

2 membutuhkan perhatian terhadap pola makan,


20

aktiivitas dan pengobatannya sehingga penyakit diabetes

mellitus harus diutamakan dan diperhatikan.

3. Cemas berat

Pada kecemasan berat lapangan resepsi

menjadi sangat sempit, individu tidak mampu berfikir

beratb lagi, sehingga membutuhkan banyak pengarahan,

cenderung memikirkan hal kecil saja dan mengabaikan

yang lain (Stuart, 2016). Pada penyakit diabetes mellitus

yang sudah komplikasi yang membutuhkan tidakan

pembedahan, sehingga terjadi keluhan fisik dan individu

terus menerus merasa takut dan mengalami kesulitan

untuk berkonsentrasi dalam mengambil keputusan

(Novitasari, 2015).

4. Panik

Pada tahap ini lapangan persepsi yang sudak

terganggu, sehingga individu tidak mampu

mengendalikan diri dan tidak dapat melakukan apa-

apa walaupun sudah diberi tuntutan (Stuart, 2016).

Penilaian kecemasan dapat dilakukan dengan

memberikan pertanyaan langsung, mendengarkan

cerita, serta mengobservasi terutama perilaku dan

verbal. Perilaku non verbal dapat digunakan sebagai


21

tanda bahwa seseorang mengalami kecemasan.

Dalam Hawari tahun 2016 dijelaskan bahwa untuk

menilai tingkat kecemasan seseorang digunakan

suatu skala penilaian buku yaitu HRS-A yang

meliputi :

1.Perasaan cemas yang terdiri dari cemas, firasat

buruk, pikiran sendiri merasa ketakutan, dan mudah

tersinggung.

2.Ketegangan terdiri dari merasa tegang, lesu,

istirahat tidak tenang, sering terkejut, cepat

menangis, gelisah dan gemetar.

3.Ketakutan dibagi atas ketakutan terhadap gelap,

ketakutan pada orang asing, ditinggal sendiri, pada

binatang besar, pada keramaian arus lalu lintas, dan

pada kerumunan banyak orang.

4.Gangguan tidur terdiri dari sukar memulai tidur,

terbangun pada malam hari, tidur tidak nyenyak,

bangun dengan lesu, banyak bermimpi, mimpi buruk

dan mimpi menakutkan.

5.Gangguan kecerdasan terdiri dari sukar untuk

berkonsentrasi, daya ingat menurun.

6.Perasaan depresi (murung) terdiri dari hilangnya

minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih,


22

bangun dini hari, dan perasaan berubah-ubah

sepanjang hari.

7.Gejala somatik/fisik (otot) terdiri nyeri di otot-otot,

kaku, kejutan otot, gigi menggerentak dan suara

tidak stabil.

8.Gejala sensorik terdiri dari telingan berdenging,

penglihatan kabur, muka pucat, merasa lemas, dan

perasaan ditusuk- tusuk.

9.Gejala Kardiovaskuler terdiri dari takikardi, denyut

jantung cepat, berdebar, nyeri dada, denyut jantung

mengeras, lesu, lemas seperti mau pingsan.

10. Gejala Respiratorik (pernafasan) terdiri dari

rasa tertekan di dada, rasa tercekik, sering menarik

napas, dan napas pendek atau cepat.

11. Gejala Gastrointestinal (pencernaan) terdiri dari

sulit menelan, perut melilit, gangguan

pencernaan, sebelum dan sesudah makan nyeri,

perasaan terbakar di perut, rasa penuh atau

kembung, mual, muntah, buang air besar lembek,

sukar buang ari besar (konstipasi) dan kehilangan

berat badan.

12. Gejala Urogenital terdiri dari buang air kecil

sering dan kencing tidak dapat ditahan. Tidak


23

menstruasi, darah haid berlebihan, darah haid

sangat sedikit, waktu menstruasi panjang, waktu

menstruasi sangat pendek, haid beberapa kali

dalam sebulan, menjadi dingin (frigid), ejakulasi

dini dan ereksi hilang.

13. Gejala vegetatif/otonom terdiri dari mulut kering,

muka merah, mudah berkeringat, kepala pusing,

kepala terasa berat, kepala terasa sakit, dan bulu-

bulu berdiri.

14. Sikap pada ditanya terdiri dari gelisah, tidak

tenang, jari gemetar, kening mengkerut, muka

tegang, otot tegang, napas pendek dan cepat,

muka merah

Dalam Hawari (2016) pemberian skor masing-masing item

tersebut dilakukan dengan ketentuan :

Skor 0 : bila tidak ditemukan gejala sama sekali.

Skor 1 : bila terdapat satu gejala dari pilihan yang ada.

Skor 2 : bila terdapat separuh dari gejala yang ada.

Skor 3 : bila terdapat lebih dari separuh gejala yang ada

Skor 4 : bila terdapat semua gejala

Setelah dilakukan skoring terhadap masing-masing item

pernyataan tersebut, kecemasan dapat digolongkan kedalam

beberapa kategori yaitu :


24

1) Skor <14 : tidak ada kecemasan.

2) Skor 14-20 : kecemasan ringan.

3) Skor 21-27 : kecemasan sedang.

4) Skor 28-41 : kecemasan berat.

5) Skor 42-56 : panik.

2.1.5. Dampak kecemasan pasien diabetes mellitus

Dampak kecemasan menurut Novitasari tahun 2015

terhadap sistem saraf terjadi peningkatan sekresi kelenjar

norepinefrin, sero tonin, dan gama aminobuyric acid sehingga

mengakibatkan terjadinya gangguan :

1. Fisik (fisiologis), antara lain denyut jantung berubah , suhu tubuh,

pernafasan, mual, muntah, diare, kepala sakit, nafsu makan

hilang, penurunan berat badan ekstrim, merasa sangat lelah.

2. Gejala gangguan tingkah laku, antara lain aktifitas psikomotorik

bertambah atau berkurang, sikap menolak, sukar tidur, berbicara

kasar, gerakan yang aneh-aneh.

3. Gejala gangguan menta, antara lain kekurangan konsentrasi,

pikiran meloncat-loncat, kehilangan kemampuan persepsi,

kehilangan ingatan, phobia, ilusi, dan halusinasi.

2.1.6. Penanganan gangguan kecemasan


25

Jika kecemasan itu sudah sangat mengganggu dalam

kehidupan sehari-hari maka diperlukan tindakan untuk

mengatasinya, meliputi :

1. Terapi Humanistika

Terapi yang berfokus pada membantu klien

mengidentifkasi dan menerima dirinya yang sejati dan bukan

dengan bereaksi pada kecemasan setiap kali perasaan-perasaan

dan kebutuhan-kebutuhannya yang sejati mulai muncul ke

permukaan (Susilawati, 2015).

2. Terapi Psikofarmaka

Terapi psikofarmaka menggunakan obat anti cemas

(anxiolytic) dan obat-obat anti depresan seperti Diazepam,

Clobazam, Bromazepam, Lorazepam, Meprobamate, Alprazolam,

Oxazolam, chlordiazepoxide HCL, Hidroxyzine HCL (Hawari,

2016).

3. Terapi Somatik

Terapi somatik dilakukan dengan memberikan obat-obatan

untuk mengurangi keluhan-keluhan fisik tubuh yang bersangkutan

yang timbul sebagai akibat dari stres, kecemasan dan depresi yang

berkepanjangan (Hawari, 2016).

4. Psikoterapi
26

Terapi dilakukan dalam sebuah grup dan biasanya dipilih

group terapi dengan kondisi anggota yang satu tidak jauh beda

dengan anggota yang lain sehingga proses penyembuhan dapat

berjalan lebih efektif. Dalam psikoterapi ini dilakukan terapi

pernafasan dan tekhnik relaksasi ketika menghadapi kecemasan

serta sugesti bahwa kecemasan yang munculn adalah tidak

realistis (Hawari, 2016).

5. Terapi Psikososial

Terapi Psikososial adalah untuk memulihkan kembali

kemampuan adaptasi agar yang bersangkutan dapat kembali

berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari baik di

rumah, sekolah, di tempat kerja maupun di lingkungan pergaulan

sosialnya (Hawari, 2016).

6. Terapi Psikoreligius

Pendekatan agama akan memberikan rasa nyaman terhadap

pikiran, kedekatan kepada Allah, dzikir dan doa-doa yang

disampaikan akan memberikan harapan positif (Hawari, 2016).

7. Pendekatan Keluarga

Dukungan (support) keluarga cukup efektif dalam

mengurangi kecemasan (Hawari, 2016).

8. Koseling

Konseling dapat dilakukan secara efisien dan efektif bila

ada motivasi dari kedua belah pihak, antara klien (orang yang
27

mendapat konsultasi) dan konselor (orang yang memberikan

konsultasi) (Hawari, 2016).

2.2. Peningkatan Kadar Gula Darah Sewaktu

2.2.1. Definisi Kadar Gula Darah Sewaktu

Kadar gula darah sewaktu adalah jumlah kandungan

glukosa dalam plasma darah yang di periksa kapanpun. Glukosa darah

sewaktu merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasikan

diabetes mellitus pada seseorang. Pada penyakit ini, gula belum siap

ditransfer ke dalam sel, sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah

akibat glukosa tetap berada di dalam pembuluh darah (Sherwood,

2016).

Kadar GDS merupakan gula yang terdapat didalam darah

yang berasal dari karbohidrat dalam makanan dan dapat disimpan

dalam bentuk glikogen didalam hati dan otot rangka, serta

pengambilan sampel darah dilakukan kapan saja (Tandara, 2015).

2.2.2. Pemeriksaan gula darah

Macam kadar gula darah dibedakan berdasarkan waktu

pemeriksaan. Gula darah sewaktu (GDS), jika pengambilan sampel

darah dilakukan puasa sebelumnya. Gula Darah Puasa (GDP), jika

pengambilan sampel darah dilakukan setelah klien puasa selama 8-10

jam, Gula Darah 2 jam Setelah Pradial (Soegondo, 2015).

2.2.3. Macam-macam Pemeriksaan Gula Darah


28

Berdasarkan Soegondo dan Sidartawan tahun 2015, ada

beberapa macam pemeriksaan kadar gula darah yang dapat

dilakukan yaitu:

1. Glukosa Darah Sewaktu (GDS)

Pemeriksaan kadar gula darah yang dilakukan kapanpun

sepanjang hari tanpa memperhatikan makan terakhir yang

dimakan dan kondisi tubuh orang tersebut.

2. Gula Darah Puasa (GDP)

Glukosa darah puasa adalah pemeriksaan glukosa darah

yang dilakukan setelah pasien melakukan puasa 8-10 jam.

3. Glukosa Darah 2 Jam Post Pradial

Pemeriksaan glukosa ini adalah pemeriksaan glukosa yang

dihitung 2 jam setelah pasien menyelesaikan makan.

Bukan Belum Pasti Pasti

Kadar Glukosa Darah Plasma Vena < 100 100-199 ≥ 200

Sewaktu (mg/dL)

Darah Kapiler < 90 90-199 ≥ 200

Kadar Glukosa Darah Plasma Vena < 100 100-125 ≥ 126

Puasa (mg/Dl)
Darah Kapiler < 90 90-99 ≥ 100
29

Tabel 2.1. Patokan Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa untuk menyaring

dan Mendiagnosis DM

2.2.4. Manfaat Pemeriksaan Gula Darah.

Pemantauan kadar gula darah adalah cara yang lazim untuk

menilai pengendalian DM. Disamping indikator yang lainnya, hasil

pemantauan gula darah tersebut digunakan untuk menilai manfaat

pengobatan dan sebagai pegangan penyesuaian diet, olahraga dan

obat-obatan untuk mencapai kadar gula darah senormal mungkin

serta terhindar dari keadaan hiperglikemia dan hipoglikemia

(Soegondo & Sidartawan, 2015). Parameter yang dapat digunakan

untuk pemantaun kadar gula darah pada pasien DM menurut

Soegondo dan Sidartawan tahun 2015 adalah sebagai berikut.


30

Tabel 2.2. Parameter Pemantauan Kadar Glukosa Darah

Parameter Baik Sedang Buruk

Glukosa darah puasa (mg/DL) 80-109 110-125 ≥126

Glukosa Darah 2 Jam (mg/Dl) 110-144 145-179 ≥180

AIC (%) <6,5 6,5-8 >8

Kolesterol total (mg/Dl) <200 200-239 ≥240

Kolesterol LDL (mg/dl) <100 100-129 ≥130

Koleserol HDL (mg/dl) >45

Trigliserida (mg/dl) <150 150-199 ≥200

IMT (kg/m) 18,5-22,9 23-25 >25

Tekanan Darah (mmHg) <130/80 130-140/80- >140/90

90

Sumber : Soegondo dan Sidartawan tahun 2015

2.2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kadar Gula Darah

a. Stres

Stres yang disebabkan oleh faktor fisiologik seperti infeksi

dan pembedahan turut menimbulkan hiperglikemia dan dapat

memicu diabetes ketoasidosis. Stres emosional dapat memberi


31

dampak negatif terhadap pengendalian diabetes. Peningkatan

hormon stres akan meningkatkan kadar gula darah, khususnya bila

asupan makanan dan pemberian insulin tidak berubah. Disamping

itu, pada saat terjadi stres emosional, penderita DM dapat

mengubah pola makan, latihan dan penggunaan obat yang

biasanya dipatuhi. Keadaan ini turut menimbulkan hiperglikemia

bahkan hipoglikemia (Nugroho dan Purwati, 2016).

Penderita DM harus menyadari kemungkinan kemnduran

pengendalian diabetes yang disertai stres emosional. Mereka

memerlukan motivasi agar sedapat mungkin memenuhi rencana

terapi diabetes mellitus pada saat stres. Di samping itu, strategi

untuk memperkecil pengaruh stres dan mengatasinya ketika hal itu

terjadi merupakan aspek yang penting dalam pendidikan diabetes

(Nasriati, 2016).

Stres menyebabkan produksi berlebih pada kortisol.

Kortisol adalah suatu hormon yang melawan efek insulin dan

menyebabkan kadar gula darah tinggi, jika seseorang mengalami

stres berat yang dihasilkan dalam tubuhnya, maka kortisol yang

dihasilkan akan semakin banyak, ini akan mengurangi sensitivitas

tubuh terhadap insulin. Kortisol merupakan musuh dari insulin

sehingga membuat glukosa lebih sulit untuk memasuki sel dan

meningkatkan kadar gula darah (Nasriati, 2016).

b. Olahraga
32

Olahraga sangat penting dalam pengontrolan kadar gula

darah yaitu akan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler.

Olahraga akan menurunkan kadar gula darah dengan meningkatkan

pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian

insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan cara

berolahraga. Olahraga dengan cara melawan tanahan (resistance

training) dapat meningkatkan lean body mass dan dengan

demikian menambah laju metabolisme istirahat (resting metabolic

rate). Semua efek ini sangat bermanfaat pada diabetes karena dapat

menurunkan berat badan, mengurangi rasa stres, dan

mempertahankan kesegaran tubuh. Olahraga juga akan mengubah

kadar lemak darah yaitu, meninghkatkan kadar HDL kolesterol dan

menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida. Semua

manfaat ini sangat penting bagi penyandang diabetes mengingat

adanya peningkatan resiko untuk kerkena penyakit kardiovaskuler

pada diabetes (Nasriati, 2016).

c. Obat

Obat adalah bahan atau campuran yang digunakan untuk

melakukan pengobatan yang berfungsi untuk mencegah,

menghilangkan, mengurangi atau menyembuhkan suatu penyakit,

luka, kelainan badaniah, rohaniah serta memperoleh badan atau

anggota badan. Berasal dari produk kimiawi atau sintetik yang


33

berkhasiat dan keamanannya telah terbukti secara ilmiah (Nasriati,

2016).

Jika pasien telah menerapkan pengaturan makan dan

kegiatan jasmani yang teratur namun pengendalian kadar

glukoasadarahnya belum tercapai, dipertimbangkan pemakaian

obat berkhasiat hipoglikemik oral atau suntikan (Suyono, 2015).

1.Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Fungsi obat oral hipoglikemik adalah menurunka kadar

gula darah dengan mekanisme meningkatkan sekresi hormon

insulin, menigkatkan efek hormon insulin. Obat oral hipoglikemik

seperti Sulfonilurea, Biguanid, Inhibitor Glukosidase Alfa

(Acarbose) dan lain-lain.

2.Obat Insulin

Indikasi penggunaan insulin pada DM tipe-2, yaitu :

a. Ketoasidosis, koma hiperosmolar dan asidosis laktat.

b. Stres berat (infeksi sistemik, operasi berat).

c. Berat badan yang menurun dengan cepat.

d. Kehamilan atau DM gestasional yang tidak terkendali

dengan perencanaan makan.

e. Tidak berhasil dikelola dengan OHO dosis maksimal

atau ada kontra indikasi dengan OHO.

3. Diet
34

Menurut Almatsier tahun 2016, jenis makanan yang

dianjurkan dan tidak dianjurkan untuk diet DM adalah :

a. Jenis makanan yang dianjurkan:

1. Sumber karbohidrat kompleks seperti nasi, roti, mie,

kentang, singkong ubi, dan sagu. Sumber protein rendah

lemak seperti ikan, ayam tanpa kulit, susu skim, tempe,

tahu dan kacang-kacangan.

2. Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk

makanan yang mudah dicerna seperti daging tanpa

lemak, ayam tanpa kulit dan lain-lain. Makanan terutama

diolah dengan cara dipanggang, dikukus, diserup, direbus

dan dibakar.

3. Buah-buahan segar seperti pepaya, apel, tomat, salak dan

semangka.

4. Sayuran berserat jenis A (bayam, buncis, kacang

panjang, jagung muda, labu siam, wortel, pare, nangka

muda) ditambah sayuran jenis B (kembang kol, jamur

segar, seledri, tauge, ketimun, gambas, cabai hijau, lanu

air, terong, tomatdan sawi) akan menekan kenaikan

kadar glukosa dan kolesterol darah.

b. Jenis makanan yang tidak dianjurkan (dibatasi/dihindari).

1. Jenis karbohidrat sederhana seperti gula pasir, gula jawa,

sirup jeli, buah-buahan yang diawetkan dengan gula,


35

susu kental manis, kue-kue manis, dodol dan es krim,

lamgsung masuk ke dalam aliran darah.

2. Buah-buahany yang terlalu manis seperti sawo, jeruk,

nanas, rambutan, durian, nangka, anggur.

3. Makanan yang banyak mengandung lemak seperto cake,

makanan siap saji (fats food), gorengan, daging

berlemak, jeroan dan kuning telor.

4. Makanan yang banyak mengandung natriu,, seperti ikan

asinnnn, telur asin, makanan yanh diawetkan.

2.3. Diabetes Mellitus Tipe 2

2.3.1. Definisi Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes Mellitus atau yang sering disebut kencing manis

adalah suatu penyakit kronik yang terjadi ketika tubuh tidak dapat

memproduksi cukup insulinn atau tidak dapat menggunakan insulin

(resistensi insulin) dan di diagnosa melalui pemantauan kadar gula

darah di dalam darah. Insulin merupakan hormon yang produksi oleh

kelenjar pankreas yang berfungsi untuk memasukkan gula darah dari

aliran darah ke sel-sel tubuh untuk digunakan sebagai sumber energi

(IDF, 2017).

Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan salah satu jenis

diabetes mellitus yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan

gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang


36

dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari

kerja dan atau sekresi insulin. Pada pasien DM gejala yang timbul

yaitu polidipsia, poliuria, polifagia, penurunan berat badan,

kesemutan ( Restyana, 2015).

DM tipe 2 adalah kondisi dimana gula darah dalam tubuh

tidak terkontrol akibat gangguan sensitivitas sel beta pankreas untuk

menghasilkan hormon insulin yang berfungsi sebagai pengontrol

kadar gula dalam tubuh (Dewi, 2016).

2.3.2. Etiologi DM Tipe 2

Menurut Soelistijo, dkk (2015) secara garis besar

patogenesis Diabetes Mellitus Tipe 2 disebabkan oleh delapan hal

(omnius octet) berikut:

1. Kegagalan sel beta pakreas

Pada saat didiagnosis DM tipe 2 ditegakkan, fungsi sel beta

sudah sangat berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui

jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid, GLP-Iagnosis dan DPP-

4 Inhibitor.

2. Liver

Pada penderita DM Tipe-2 terjadi resistensi insulin yang

berat dan memicu gluconeogenesisn sehingga produksi glukosa


37

dalam keadaal basal oleh liver (HGP=hepatic

glucoseproduction) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur

ini adalah metformin, yanag menekan proses gluconeogenesis.

3. Otot

Pada penderita Diabetes Melltius Tipe-2 didapatkan

gangguan kinerja insulin yang multiple di intramioseluler, akibat

gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transport

glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan

penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah

metformin dan tiazolidindion.

4. Sel Lemak

Sel lemak yang resisten teradap efek antilipolisis dari

insulin, menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar

asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma.

Peningkatan FFA akan merangsang proses glukogenesis, dan

mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga akan

mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh

FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur

ini adalah tiazolidindin.

5. Usus

Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih

besar dibanding kalau diberikan secara intravena. Efek yang

dikenal sebagai efek increatin ini diperankan oleh 2 hormon


38

GLP-1 (Glucagon-like polypeptide-I) dan GIP (Glucose-

dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastrik

inhibitory popypeptide). Pada penderita Diabetes Mellitus Tipe-2

didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP.

Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan

ensim DPP-4 sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit.

Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok

DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga mempunyai peran

dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-

glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida

yang kemudian diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan

glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk

menghambat kinerja ensim alfa-glukosidase adalah akarbosa.

6. Sel Alpha Pankreas

Sel-a pankreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam

hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-a berfungsi

dalam sintesis glukogan yang dalam keadaan puasa kadarnya

didalam plasma akan meningkat. Peningkatanini menyebabkan

HGP dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding

individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi glukogan

atau menghambat reseptor glucogan GLP-1 agnosis, DPP-4

inhibitor dan amylin.

7. Ginjal
39

Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam

pathogenesis Diabetes Mellitus Tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar

163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa

terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2

(Sodium Glucose co Transporter) pada bagian convulated

tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan di absorbsi melalui

peran SGLT-1 pada tabulus desenden dan asenden, sehingga

akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM

terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang

menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan

kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan

dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah

SGLT-2 inhhibitor. Dipaglifozin adalah salah satu contoh

obatnya.

8. Otak

Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada

individu yang obesitas baik yang Diabetes Mellitus maupun non

Diabetes Mellitus, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan

mekanisme kompensasi dan resistensi insulin. Pada golongan ini

asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi

insulin yang terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur ini adalah

GLP-1 agonis, amylin, dan bromokriptin.


40

2.3.3. Patofisiologi

Patofisiologis Diabetes Mellitus (DM) dikaitkan dengan

ketidakmampuan tubuh untuk merombak glukosa menjadi energi

karena tidak ada atau kurangnya produksi insulin di dalam tubuh.

Insulin adalah suatu hormon pencernaan yang dihasilkan oleh

pankreas dan berfungsi untuk memasukkan gula ke dalam sel tubuh

untuk digunakan sebagai sumber energi. Pada penderita Diabetes

Mellitus, insulin yang dihasilkan tidak mencukupi sehingga gula

menumpuk dalam darah (Agoes,dkk, 2016).

Patofisiologi pada Diabetes Mellitus Tipe-1 terdiri atas auto

imun dan non-imun. Pada autoimun-mediated Diabetes Mellitus,

faktor lingkungan dan genetik diperkirakan menjadi faktor pemicu

kerusakan sel beta pankreas. Tipe ini disebut tipe 1-A. Sedangkan

tipe non imun, lebih umum dari pada auto imun. Tipe non-imun

terjadi sebagai akibat sekunder dari penyakit lain seperti

pankreatitis atau gangguan idiopatik (Brashers dkk, 2015).

Diabetes Mellitus tipe-2 adalah hasil dari gabungan

resistensi insulin dan sekresi insulin yang tidak adekut, hal tersebut

menyebabkan predominan resistensi insulin sampai dengan

predominan kerusakan sel beta. Kerusakan sel beta yang ada bukan

suatu autoimun mediated. Pada Diabetes Mellitus tipe-2 tidak

ditemukan pertanda auto antibody. Pada resistensi insulin,

konsentrasi insulin yang beredar mungkin tinggi tetapi pada


41

keadaan gangguan fungsi sel beta yang berat kondisinya dapat

rendah. Pada dasarnya resistensi insulin dapat terjadi akibat

perubahan-perubahan yang mencegah insulin untuk mencapai

reseptor (prareseptor), perubahan dalam pengikatan insulin atau

transduksi sinyak reseptor, atau perubahan dalam salah satu tahap

kerja insulin pescareseptor. Semua kelainan yang menyebabkan

gangguan transport glukosa dan resisensi insulin akan

menyebabkan hiperglikemia sehingga menimbulkan manifestasi

Diabetes Mellitus (Rustama dkk, 2016).

2.3.4. Klasifikasi

Menurt American Diabetes Mellitus Association (ADA)

tahun (2015), klasifikasi Diabetes Mellitus yaitu DM tipe-1, Dm tipe-

2, DM Gestasional,dan DM tipen lain. Namun jenis DM yang paling

umum yaitu DM tipe 1 dan DM tipe-2

1. Diabetes Mellitus Tipe-1

Diabetes Mellitus tipe-1 merupakan kelainan sistemik

akibat terjadinya gangguan metabolik glukosa yang ditandai

dengan hiperglikemia kronik. Keadaan ini disebabkan oleh

kerusakan sel beta pakreas baik oleh proses autoimun maupun

idiopatik. Proses autoimun ini menyebabkan tubuh kehilangan

kemampuan untuk memproduksi insulin karena sistem kekebalan

tubuh mengahncurkan sel yang bertugas memproduksi insulin


42

sehingga produksi insulin berkurang atau terhenti (Rustama,

2016).

Diabetes Mellitus Tipe-2 dapat menyerang orang semua

golongan umur, namun lebih sering terjadi pada anak-anak.

Penderita DM tipe 1 membutuhkan suntikan insulin setiap hari

untuk mengontrol glukosa darahnya (IDF, 2015). Diabetes

Mellitus tipe ini sering disebut juga Insuin Dependent Diabetes

Mellitus (IDDM), yang berhubungan dengan antibody berypa Islet

Cell Antibodies (ICA), Isulin Autoantibodies (IAA) dan Glutamic

Acid Decarboxylase Antibodies (GADA). 90% anak-anak

penderita IDDM mempunyai jenis antibodi ini.

2. Diabetes Mellitus Tipe-2

Diabetes Mellitus tipe-2 atau yang sering disebut dengan

Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) adalah jenis

Diabetes Mellitus yang paling sering terjadi, mancakup sekitar

85% pasien DM. Keadaan ini ditandai oleh resistensi insulin

disertain defisiensi insulin relatif. Diabetes Mellitus tipe ini lebih

sering terjadi pada usia diatas 40 tahun, tetapi dapat pula terjadi

pada orang dewasa muda dan anak-anak (Greenstein dan Wod,

2015).

Pada tipe ini awalnya kelainan terletak pada jaringan perifer

(resistensi insulin) dan kemudian disusul dengan disfungsi sel beta

pankreas (defek sekresi insulin) yaitu sebagai berikut :


43

a. Sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup atau kurang,

sehingga glukosa yang sudah di absorbsi masuk kedalam darah

tetapi jumlah insulin yang efektif belum memadai.

b. Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang (antara 20.000-

30.000) pada obesitas jumlah reseptor bukan hanya 20.000.

c. Kadang-kadang jumlah reseptor cukup, tetapi kualitas reseptor

jelek, sehingga kerja insulin tidak efektif (insulin binding atau

afinitas atau sensitifitas insulin terganggu).

d. Terdapat kelainan di pasca reseptor sehingga proses glikolisis

intraseluller terganggu.

e. Adanya kelainan campuran diantara nomor 1,2,3 dan 4

(Tjokroprawiro, 2016). DM tipe-2 ini biasanya terjadi di usia

dewasa. Kebanyakan orang tidak menyadari telah menderita

Diabetes Mellitus tipe-2, walaupun keadaannya sudah menjadi

sangatb serius. Diabetes Mellitus tipe-2 sudah menjdai umum

di indonesia, dan angkanya terus bertambah akibat gaya hidup

yang tidak sehat, kegemukan dan malas berolahraga

(Riskesdas, 2018).

Diabetes Mellitus tipe-2 bisa menimbulka komplikasi.

Komplikasi menahun Diabetes Mellitus merajalela kemana-

mana pada bagian tubuh. Selain rambut rontok, telinga

berdenging atau tuli, sering berganti kacamata (dalam setahun

beberapa kali ganti), katarak pada usia dini, dan terserang


44

glaucoma (tekanan bola mata meninggi, dan bisa berakhir

dengan kebutaan), kebutaan akibat retinopathy, melumpuhnya

saraf mata terjadi setelah 10-15 tahun. Terjadi serangan jantung

koroner, payah ginjal neuphropathy, saraf-saraf lumpuh, atau

muncul ganggren pada tungkai dan kaki, serta serangan stroke

(Riskesdas, 2018).

10 pasien DM tipe-2 mempunyai resiko terjadinya

penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak 2

kali lebih besar, kematian akibat penyakit jantung 16,5% dan

kejadian komplikasi ini terus meningkat. Kualitas pembuluh

darah yang tidak baik ini pada penderita Diabetes Mellitus

diakibatkan 20 faktor diantarnya stres, stres dapat merangsang

hipotalamus dan hipofisis untuk peningkatan sekresi hormon-

hormon kontra insulin seperti keokelamin, ACTH, HG,

kortisol, dan lain-lain (Riskesdas, 2018).

2.3.5. Manifestasi Klinis

Gejala Diabetes Mellitus seperti rasa haus yang berlebihan,

sering kencing terutama pada malam hari, banyak makan atau mudah

lapar, dan berat badan turun dengan cepat. Kadang terjadi keluhan

lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal,

penglihatan kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan

pada ibu-ibu sering melahirkan bayi diatas 4 kg (Suyono, 2015).


45

Karakteristik diabetes mellitus atau kencing manis menurut

Mirza tahun 2016 diantaranya sebagai berikut :

1. Buang air kecil yang berlebihan.

2. Rasa haus yang berlebihan.

3. Selalu merasa lelah.

4. Infeksi di kulit penglihatan menjadi kabur.

5. Turunnya berat bada.

Diabetes Mellitus sering muncul dan berlangsung tanpa

timbulnya tanda dan gejala klinis yang mencurigakan, bahkan

kebanyakan orang tidak merasakan adanya gejala. Akibatnya,

penderita baru mengetahui menderita Diabetes Mellitus setelah

timbulnya komplikasi. Diabetes Tipe-1 yang dimulai pada usia

muda memberikan tanda-tanda yang mencolok seperti tubuh

kurus, hambatan pertumbuhan, retardasi mental, dan sebagainya

(Agus dkk, 2015). Berbeda dengan Diabetes Mellitus Tipe-1

yang kebanyakan mengalami penurunan berat badan, penderita

Diabetes Mellitus tipe-2 seringkali mengalami peningkatan berat

badan. Hal ini disebabkan terganggunya metabolisme

karbohidrat karena hormon lainnya juga terganggu (Mahendra

dkk, 2016).

Tiga serangkai yang klasik tentang gejala Diabetes Mellitus

adalah poliuria (sering kencing), polidipsia (sering kehausan),

dan polifagia (sering merasa lapar). Gejala awal tersebut


46

berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang

tinggi. Jika kadar gula darah lebih tinggi dari normal, ginjal akan

membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar

glukosa yang hilang. Oleh karena ginjal menghasilkan air kemih

dalam jumlah yang berlebihan, penderita sering berkemih dalam

jumlah yang banyak (poliuria). Akibat lebih lanjut adalah

penderita merasa haus yang berlebihan sehingga banyak minum

(polidifsia). lain itu, penderita sering kali merasakan lapar yang

luar biasa sehingga banyak makan atau polifagia (Krisnatuti,

2015).

2.3.6. Faktor Resiko Diabetes Mellitus

Menurut Powers tahun 2017 faktor resiko Diabetes Mellitus yaitu:

1. Riwayat keluarga menderita Diabetes Mellitus (contoh

orang tua atau saudara kandung dengan DM tipe-2).

2. Obesitas (Index Masa Tubuh).

3. Aktifitas Fisik.

4. Ras atau etnis.

5. Gangguan toleransi glukosa.

6. Riwayat diabetes gestasional atau melahirkan dengan berat

lahir> 4 kg.

7. Hipertensi (tekanan darah ≥140/90)/

8. Kadar kolesterol HDL ≤35 mg/Dl (0,90 mmol/L) dan atau

kadar trigliserida ≥250 mg/Dl (2,82 mmol/L)


47

9. POLYCYSTIC Ovary Syndrome atau Acantosis Nigriucans.

Menurut Hendrawan tahun 2017, seseorang terkena Diabetes

Mellitus jika :

1. Kedua orang tua atau salah satu saja mengidap DM.

2. Memiliki saudra kandung DM.

3. Salah satu anggota keluarga mengidap DN.

4. Gula darah tinggi 126-200 mg/dl.

5. Pengidap penyakit hati berat.

6. Sering mengonsumsi obat golongan corticosteroid (pasien asma,

eksim, encok).

7. Wanita dengan riwayat melahirkan lebih dari 4 kg.

2.3.7. Komplikasi

Komplikasi akut terjadi apabila kadar glukosa darah

seseorang meningkat atau menurun tajam dalam waktu yangb singkat.

Komplikasi kronik terjadi apabila kadar glukosa darah secara

berkepanjangan tidak terkendali dengan baik sehingga menimbulkan

berbagai komplikasi kronik diabetes mellitus (Parkeni, 2015).

1. Komplikasi Akut

Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan Hyperglycemic

Hyperosmolar State (HHS) adalah komplikasi akut diabetes

mellitus (Powers, 2015). Pada Ketoasidosi Diabetik (KAD),

kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar hormon kontra


48

regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif

pada jaringan lemak. Akibatnya liposis meningkat, sehingga

terjadi peningkatan produksi badan keton dan asam lemak secara

berlebihan. Akumulasi produksi badan keton utama adalah asam

asetoasetat (AcAc) dan 3-beta-hidroksibutirat (3HB). Pada

Hyperglycemic HyperosmolarState (HHS), hilangnya air lebih

banyak dibanding natrium menyebabkan keadaan hiperosmolar.

Seperti hipoglikemia dan hiperglikemia (Saewondo, 2016).

2. Komplikasi Kronik

Jika dibiarkan dan tidak dikelola dengan baik, DM akan

menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik, baik

mikroangiopati maupun makroangiopati (Waspaji, 2015).

Komplikasi kronik DM bisa berefek pada banyak sistem organ.

Komplikasi kronik bisa dibagi menjadi dua bagian, yaitu

komplikasi vaskular dan non vaskular. Komplikasi vaskular

terbagi lagi menjadi mikrovaskular (retinopati,neuropati, dan

nefropati) dan makrovaskular (penyakit arteri koroner, penyakit

arteri perifer, penyakit serebrovaskuler). Sedangkan komplikasi

non vaskuler dari DM yaitu gastroparesis dan perubahan kulit

(Powers, 2015). Komplikasi seperti makroangiopati

(makrovaskuler) yaitu penyakit jantung koroner, penyakit

pembuluh darah kaki, dan penyakit pembuluh darah di otak

(Waspaji, 2015).
49

2.3.8. Pengobatan dan terapi

Menurut Soelistijo dkk tahun 2015 penatalaksanaan

diabetes mellitus terdiri dari :

1. Edukasi Diabetes tipe-2 umumnya terjadi pada saat piola hidup

dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan

penyandang diabetes mellitus memerlukan partisipasi aktif

pasien, keluarga, masyarakat. Tim kesehatan mendampingi

pasien dalam menuju perubahan perilaku. Edukasi kesehatan

meliputi :

a. Edukasi untuk pencegahan primer yaitu edukasi yang

ditunjukkan untuk kelompok resiko tinggi.

b. Edukasi untuk pencegahan sekunder yaitu edukasi yang

ditunjukkan untuk pasien baru. Meteri edukasi berupa

pengertian DM, gejala, penatalaksanaan, mengenal dan

mencegah komplikasi akut dan kronik.

c. Edukasi untuk pencegahan tersier yaitu edukasi yang

ditunjukkan pada pasien tingkat lanjut, dan materi yang

diberikan meliputi: cara pencegahan, komplikasi dan

perawatan, upaya untuk rehabilitasi, dll.

2. Terapi gizi atau Perencanaan Makan.

Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari

penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM

adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter,


50

ahli gizi, petugas kesehatan lain dan pasien itu sendiri). Menrut

Smeltzer et al tahun 2015, bahwa perencanaan makan pada

diabetes mellitus meliputi :

a. Memenuhi kebutuhan energi pada pasien diabetes mellitus.

b. Terpenuhi nutrisi yang optimal pada makanan yang

disajikan seperti vitamin dan mineral.

c. Mencapai dan memelihara berat badan stabil.

d. Menghindari makan-makanan yang mengandung lemak,

karena pada pasien diabetes mellitus jika serum lipid

menurun maka resiko komplikasi penyakit makrovaskule

akan menurun.

e. Mencegah kevel glukosa darah naik, karena dapat

mengurangi kolmplikasi yang dapat ditimbulkan dari

diabetes mellitus.

3. Latihan Jasmani

Latihan jasmani sangat penting dalam pelaksanaan diabetes

mellitus karena dapat menurunkan kadar glukosa darah dan

mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Latihan menurunkan

kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa

oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Latihan juga dapat

meningkatkan kadar HDL kolesterol dan menurunkan kadar

kolesterol total serta trigliserida (American Diabetes Association


51

(ADA), 2016). Ada beberapa pedoman umum untuk melakukan

latihan jasmani pada pasien diabetes mellitus yaitu :

a. Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu alat pelindung

kaki lainnya.

b. Hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin.

c. Periksa kaki setelah melakukan tindakan.

4. Terapi Farmakologi

Pengobatan DM secara menyeluruh mencakup diet yang

benar, olahraga yang teratur, dan obat-obatan yang diminum atau

suntikan insulin. Pasien Diabetes Mellitus Tipe-1 mutlak

diperlukan setiap hari sedangkan pasien diabetes mellitus tipe-2

harus mengkonsusi obat anti diabetes secara oral atau tablet,

Pasien diabetes dapat menggunakan suntikan insulin pada

kondisi tertentu atau bahkan kombinasi suntikan insulin dan

teblet.

5. Monitoring Keton Gula Darah

Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara

mandiri penderita DM dapat mengatur terapinya untuk

mengendalikan kadar glukosa darah secar optimal. Monitoring

glukosa darah merupakan pilar kelima dianjurkan kepada pasien

diabetes mellitus. Pemantauan gula darah sendiri dapat

mencegah dan mendeteksi kemungkinan terjadi hipoglikemia

dan hiperglikemia dan pasien dapat melakukan keempat pilar


52

diatas untuk menurunkan resiko komplikasi dari diabetes

mellitus (Smelzer et al, 2015).

2.4. Kerangka Teori

Bagan 2.1. Hubungan Kecemasan Dengan Peningkatan GDS Pada

Pasien DM Tipe 2

Faktor-faktor penyebab kecemasan pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2:

1. Faktor Intrinsik: usia,pengalaman menjalani pengobatan,kosep diri dan peran.


2. Faktor Ekstrisik: kondisi medis, tingakat pendidikan, akses informasi,proses adaptasi, tingkat
sosial ekonomi, jenis tindakan pengobatan, komunikasi terapeutik.
53

Gejala Kecemasan Pada Pasien Diabetes Mellitu Tipe 2:

1.Kehilangan minaT dan kegembiraan 2. Mudah lelah 3. Konsentrasi dan perhatian


berkurang 4. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang 5. Gagasan tentang rasa
bersalah dan tidak berguna 6. Pandangan masa depan ysng suram dan pesimis 7.
Gagasan atau perbuatan membahayakan diri 8. Tidur terganggu 9. Nafsu makan
berkurang.

KECEMASAN

Peningkatan Kadar Gula


Darah Sewaktu

Sumber: Novitasari, 2015, Stuarth, 2016.


BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL, DEFINISI OPERASIONAL dan HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konseptual


Variabel Variabel Dependen:
Independen :
Kecemasan Peningkatan Gula
Darah Sewaktu
1. tidak ada Diabetes Mellitus
kecemasan. Buruk : ≥ 180 mg/dl
Tipe 2
2. kecemasan
Sedang: 145-179 mg/dl
ringan.
3. kecemasan Baik : 80-144 mg/dl
sedang.
4. kecemasan
berat.
5. panik.

Bagan 3.1. Hubungan Kecemasan dengan Peningkatan Gula


Darah Sewaktu di Ruang Anyelir RSUD Bayu Asih
Purwakarta

3.2. Definisi Operasional Tabel 3.1. Definisi Operasional hubungan kecemasan


dengan peningkatan gula darah sewaktu pada pasien Diabetes Mellitus
Tipe-2 di Ruang Anyelir RSUD Bayu Asih Purwakarta

Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala Skor


Operasional Data
Kecemas Kecemasan Tingkat Kuisioner dengan Ordinal Skor <14 : tidak
an merupakan kecemasan menggunakan ada kecemasan.
suatu keadaan instrumen Skor 14-20 :
yang Hamilton Rating kecemasan
menimbulkan Scale for Anxiety ringan.
emosi yang (HRS-A) yang Skor 21-27 :
tidak terdiri dari 14 kecemasan
menyenangka pertanyaan sedang.
n yang di kecemasan. Skor 28-41 :
sebabkan oleh kecemasan berat.
sebuah Skor 42-56 :

54
55

ancaman baik panik.


nyata ataupun
tidak nyata
sehingga
terjadi konflik
di dalam batn
seseorang.

Peningka Kadar gula Kadar gula Glukometer easy Ordinal Buruk : ≥ 180
tan darah darah touch GCU mg/dl
Kadar sewaktuyang sewaktu Sedang: 145-179
Gula di ambil mg/dl
Darah melalui Baik : 80-144
Seawakt pembuluh mg/dl
u darah kapiler
yang Sumber:
diperiksa Soegondo dan
menggunaka Sidartawan 2015
n alat
glukometer
yang
dilakukan
kapanpun

3.3. Hipotesis

Dalam penelitian ini rumusan hipotesanya adalah sebagai berikut :

Ho : Ada hubungan antara kecemasan dengan peningkatan gula darah sewaktu

pada pasien diabetes mellitus tipe-2 di ruang Anyelir.

Ha : Tidak ada hubungan antara kecemasan dengan peningkatan gula darah

sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe-2 di ruang Anyelir.


BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah korelasi yang bersifat

menjelaskan hubungan antar variabel. Sedangkan desain penelitian dengan

pendekatan cross sectional yaitu penelitian yang menekankan waktu

pengukuran atau observasi data veriabel dependent dan independent hanya

sekali pada saat itu juga. Pengukuran data penelitian (variabel bebas dan

terikat) dilakukan satu kali dan secara bersamaan (Notoatmodjo, 2018). Pada

penenlitian akan menganalisis hubungan kecemasan dengan peningkatan gula

darah sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum

Daerah Bayu Asih Purwakarta.

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah seluruh objek penelitian yang akan diteliti tersebut

(Notoatmodjo, 2018). Populasi dalam penelitisn ini adalah seluruh pasien

diabetes mellitus tipe 2 di ruang anyelir Rumah Sakit Umum Daerah

Bayu Asih Kabupaten Purwakarta dalam kurun waktu 1 bulan yang rata-

ratanya 35 pasien.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang di ambil dari keseluruhan objek yang

akan diteliti dan dapat dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo,

56
57

2018). Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu total sampling

yaitu seluruh pasien Diabetes Mellitus Tipe-2 di Ruang Anyelir Rumah

Sakit Umum Daerah Bayu Asih Kabupaten Purwakarta dalam kurun

waktu 3 bulan yang 35 pasien.

4.3. Variabel Penelitian.

1. Variabel Independen (Bebas)

Variabel independen atau variabel bebas merupakan variabel

yang mempengaruhi atau menjadi sebab timbulnya variabel terikat

(dependen) (Notoatmodjo, 2018). Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah Kecemasan pada pasien Diabetes Mellitus Tipe-2 di Ruang

Anyelir Rumah Sakit Umum Daerah Bayu Asih Kabupaten Purwakarta.

2. Variabel Dependen (Terikat).

Variabel dependen adalah veriabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Independen)

(Notoatmodjo, 2018). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah

peningkatan gula darah sewaktu pasien diabetes mellitu tipe 2 di RSUD

Bayu Asih Purwakarta.

4.4. Lokasi Penelitian.

Penelitian ini akan dilakukan di Ruang Anyelir RSUD Bayu Asih

Kabupaten Purwakarta.
58

4.5. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini prosedur pengumpulan data yang ditetapkan adalah

sebagai berikut:

1. Mengurus surat perizinan dan persetujuan penelitian kepada

Institut Medika Drg. Suherman, koordinasi dengan Direktur

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Purwakarta.

2. Kemudian untuk melakukan penelitian, peneliti meminta perijinan

kembali kepada Ketua Institut Medika Drg. Suherman, lalu ke

KESBANGPOL Kabupaten Purwakarta. Setelah mendapat surat

perizinan dari KESBANGPOL, selanjutnyan mengurus perijinan

kepada Direkktur Rumah Sakit Umum Daerah Bayu Asih

Kabupaten Purwakarta.

3. Setelah semua surat izin penelitian sudah didapatkan, peneliti

datang secara langsung ke Rumah Sakit Umum Daerah Bayu Asih

Kabuparen Purwakarta.

4. Selanjutnya peneliti memilih responden sesuai kriteria inklusi dan

kriteria eksklusi.

5. Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan

penelitian, manfaat dan prosedur peneliti.

6. Bila bersedia menjadi responden dipersilahkan untuk

menandatangani lembar persetujuan (lembar inform Consent).

7. Peneliti memberikan kuisioner kepada responnden, menjelaskan

tentang pengisian kuisioner yang sudah disediakan, untuk di isi


59

oleh responden dengan cara mengisi pertanyaan dan memberikan

tanda (v) pada jawaban yang dianggap benar, kemudian setelah

selesai kuisioner dikumpulkan kembali kepada peneliti.

8. Setelah kuisioner sudah dikumpulkan, peneliti memberikan

kodepada setiap lembar jawaban (kuisioner) dan yang terakhir

peneliti memberikan skor pada tiap masing-masing lembar jawaban

(kuisioner).

4.6. Instrumen Penelitian.

1. Uji Validitas

Uji validitas adalah alat ukur yang bertujuan untuk mengetahui

sejauh mana skala yang digunakan mampu menghasilkan data yang akurat

sesuai dengan tujuan ukurannya. Validitas berasal dari kata velididty yang

mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur

dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukuran

dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut

menjalankan ukurnya atau memeberikan hasil ukur yang sesuai dengan

maksud dilaakukannnya pengukuran (Azwar, 2014).

2. Uji Realiabilitas

Uji Realibilitas mengacu kepada kepercayaan atau konsistensi hasil

ukur, yang mengandung makna seberapa tinggi kecermatan pengukuran.

Koefisiensi reliabilitas (rxy) berada dalam rentangb angka dari 0 sampai


60

dengan 1,00. Sekalipun bila koefisiensi reliabilitas semakin tinggi

mendekati angka 1,00 berarti pengukuran semakin reliabel (Azwar, 2014).

Dalam penelitian ini uji realibilitas menggunakan tekhnik Alpha

Croncbach dengan menggunakan komputer program SPSS 16.

4.7. Pengolahan Data

Menurut Hidayat (2014) setelah angketb dari responden terkumpul,

selanjutnya dilakukan pengoalahan data dengan cara sebagai beritkut:

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data

yang diperoleh dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numeric (angka)

terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini

sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunkan komputer.

Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam

satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat dan arti suatu

variabel. Pemberian kode pada penelitian yang akan dilakukan antara lain:

a. Responden

Responden 1 = R1

Responden 2 = R2

Responden 3 = R3
61

b. Umur

Umur < 20 = U1

Umur 21-35 = U2

Umur > 35 = U3

c. Tingkat Pendidikan

Pendidikan dasar (SD-SMP) = T1

Pendidikan Menengah (SMA) = T2

Pendidikan Tinggi (Perguruan Tinggi) = T3

d. Pekerjaan

Bekerja = P1

Tidak Bekerja = P2

e. Pernah mendapatkan informasi tentangn gula darah

Pernah = I1

Tidak Pernah = I2

f. Sumber Informasi

Petugas Kesehatan = Si 1

Majalah = Si 2

Radio/Tv = Si 3

Internet = Si 4

g. Kecemasan

Tidak Ada Kecemasan = C1

Kecemasan Ringan = C2
62

Kecemasan Sedang = C3

Kecemasan Berat = C4

Panik = C5

h. Gula darah sewaktu

Buruk = GDS1

Sedang = GDS2

Baik = GDS3

3. Scoring

Skoring adalah melakukan penelitian untuk jawaban dari

responden untuk mengukur kecemasan dengan kuisioner yang terdiri dari

14 item pertanyaan dengan skala Hamilton Ratting Scale for Anxiety

(HRS-A).

4. Tabulating

Tabulating adalah mengelompokkan data ke dalam satu tabel

tertentu menurut sifat-sifat yang diimiliki. Pada data ini dianggap bahwa

data telah diproses sehingga harus segera disusun dalam suatu pola format

yang telah dirancang.

Adapun hasil pengolahan data tersebut diinterprestasikan

menggunakan skala kumulatif :

a. 100 % = seluruhnya.

b. 76%-99% = hampir seluruhnya.

c. 51 %-75 % = sebagian besar dari responden.

d. 50 % = setengah responden.
63

e. 26 %-49 % = hampir dari setengahnya.

f. 1 %-25 % =Sebagian kecil dari responden.

g. 0 % - Tidak ada satupun dari responden.

(Arikunto, 2010).

4.8. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi

dan presentasi dari tiap variabel (Notoatmmodjo, 2018). Yaitu variabel

kecemasan dan peningkatan kadar gula darah sewaktu pada penderita

diabetes mellitus tipe-2.

Untuk mengukur kecemasan dengan menggunakan kusioner skala

Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) :

Skor 0 : bila tidak ditemukan gejala sama sekali.

Skor 1 : bila terdapat satu gejala dari pilihan yang ada.

Skor 2 : bila terdapat separuh dari gejala yang ada.

Skor 3 : bila terdapat lebih dari separuh gejala yang ada

Skor 4 : bila terdapat semua gejala.

Skor penilaian kecemasan berdasarkan skala Hamilton Rating

Scale for Anxiety (HRS-A) yaitu :

1. Skor <14 : tidak ada kecemasan.

2. Skor 14-20 : kecemasan ringan.

3. Skor 21-27 : kecemasan sedang.


64

4. Skor 28-41 : kecemasan berat.

5. Skor 42-56 : panik.

(Hawari, 2016).

Regulasi gula darah sewaktu menurut Soegondo dan

Sidartawan tahun 2015:

1. Buruk : ≥ 180 mg/dl.\

2. Sedang: 145-179 mg/dl

3. Baik : 80-144 mg/dl.

2. Analisa Bivariat

Analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2018), yaitu kreteria variabel

kecemasan dan peningkatan kadar gula darah sewaktu pada penderita

Diabetes Mellitus Tipe-2.

Untuk mengetahui hubungan antara dua variabel apakah signifikan

atau tidak dengan kemaknaan 0,05 dengan menggunakan uji chi-square

dengan software SPSS 16, dimana nilai p < α = 0,05 maka ada hubungan

antara kecemasan dengan peningkatan kadar gula darah sewaktu pada

pasien diabetes mellitus tipe 2 di ruang anyelir Rumah Sakit Umum

Daerah Bayu Asih Kabupaten Purwakarta, sedangkkan p > α = 0,05, tidak

ada hubungan antara kecemasan dengan peningkatan kadar gula darah

sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di ruang anyelir Rumah Sakit

Umum Daerah Bayu Asih Kabupaten Purwakarta.


BAB V

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian yang dilaksanakan di

Ruang Anyelir RSUD Bayu Asih Purwakarta pada tanggal 1 Maret 2021

sampai dengan 1 April 2021 dengan responden sebanyak 35 orang. Hasil

penelitian dibagi menjadi dua bagian yaitu data umum dan data khusus. Data

umum terdiri dari karakteristik, umur, pendidikan, pekerjaan, informasi dan

sumber informasi. Sedangkan data khusus terdiri dari kecemasan dan

peningkatan gula darah sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe 2 serta tabel

silang yang menggambarkan ada atau tidak adanya hubungan kecemasan

dengan peningkatan gula darah sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di

Ruang Anyelir Rumah Sakit Umum Daerah Purwakarta.

5.1. Gambaran Umum tempat penelitian.

Rumah Sakit Umum Daerah Bayu Asih Purwakarta terletak di jalan

veteran no. 39 Purwakarta Jawa Barat. RSUD Bayu Asih di resmikan pada

tanggal 18 oktober 1930 oleh Gubernur Jendral Mr. Andries Cornelis Dirk

Van de Graeff yang berdiri diatas tanah 5 hektar dan luas bangunan 5.000 km.

RSUD Bayu Asih Purwakarta merupakan salah satu perangkat daerah

Kabupaten Purwakarta yang menjalankan tugas fungsi utama sebagai

fasilitas pemberi pelayanan kesehatan khususnya upaya Kesehatan

65
66

Perorangan (UKP) milik Pemerintah Kabupaten Purwakarta. RSUD Bayu

Asih Purwakarta menjadi satu-satunya rumah sakit milik pemerintah dan

telah menerapkan pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah

(PPK-BLUD) sejak tahun 2010 dan pada tahun 2015 telah ditetapkan kelas

rumah sakit sebagai Rumah Sakit kelas B non pendidikan oleh Kementrian

Kesehatan tidak lepas dari kebijakan-kebijakan yang telah digariskan oleh

pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. RSUD Bayu Asih

Purwakarta sejak bulan Juli 2012 sampai dengan sekarang dipimpin oleh dr.H

Agung Darwis Suriaatmadja, M.Kes.

5.2. Data Umum

1. Karakteristik responden berdasarkan umur

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di


Ruang Anyelir RSUD Bayu Asih Purwakarta tgl 1
Maret-1 April 2021
No Umur Frekuensi Prosentase (%)
1 21 - 35 tahun 7 20,0
2 >35 tahun 27 77,1
3 < 20 tahun 1 3,9
Total 35 100
Sumber: Data primer RSUD Bayu Asih Purwakarta 2021.

Berdasarkan tabel 5.1. menunjukkan bahwa 35 orang responden

berumur lebih dari 35 tahun atau sekitar 77,1%.


67

2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis


kelamin di Ruang Anyelir RSUD Bayu Asih
Purwakarta tgl 1 Maret-1 April 2021
No Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase (%)
1 Laki-laki 14 40,0
2 Perempuan 21 60,0
Total 35 100
Sumber: Data Primer 2021.

Berdasarkan tabel 5.2. menunjukkan bahwa 60% responden

berjenis kelamin perempuan.

3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan

di Ruang Anyelir RSUD Bayu Asih Purwakarta tgl 1 Maret-1

April 2021

No Pendidikan Frekuensi Prosentase (%)


1 SD s/d SMP 28 80,0
2 SMA 5 14,3
3 Perguruan Tinggi 2 5,7
Total 35 100
Sumber: Data Primer 2021.

Berdasarkan tabel 5.2. menunjukkan bahwa dari 35 responden 80N

% responden berpendidikan Sekolah Dasar (SD) sampai dengan

Sekolah Menengah Pertama (SMP) .


68

4. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan

Tabel 5.4. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaa

di Ruang Anyelir RSUD Bayu Asih Purwakarta tgl 1 Maret-1

April 2021.

No Pendidikan Frekuensi Prosentase (%)


1 Bekerja 12 34,3
2 Tidak bekerja 23 65,7
Total 35 100
Sumber: Data Primier

Berdasarkan tabel 5.2. menunjukkan bahwa dari 35 responden yaitu

65,7 % responden bekerja.

5. Karakteristik responden berdasarkan Informasi

Tabel 5.5. Distribusi frekuensi responden berdasarkan informasi

di Ruang Anyelir RSUD Bayu Asih Purwakarta tgl 1 Maret-1

April 2021

No Informasi Frekuensi Prosentase (%)


1 Pernah 35 100
2 Tidak pernah 0 0
Total 35 100
Sumber: Data Primier

Berdasarkan tabel 5.2. menunjukkan bahwa seluruh responden

yang berjumah 35 responden yaitu 100% responden pernah

mendapatkan infromasi tentang diabetes mellitus tipe 2.


69

6. Karakteristik responden berdasarkan Sumber Informasi

Tabel 5.6. Distribusi frekuensi responden berdasarkan sumber informasi

di Ruang Anyelir RSUD Bayu Asih Purwakarta tgl 1 Maret-1 April 2021

No Informasi Frekuensi Prosentase (%)


1 Petugas kesehatan 33 94,3
2 Internet 2 5,7
Total 35 100
Sumber: Data Primier

Berdasarkan tabel 5.6. menunjukkan bahwa 33 dari 35 responden

yaitu 94,3, % responden mendapatkan infomasi tentang diabetes

mellitus tipe 2 dari petugas kesehatan.

5.3. Data Khusus

5.3.1.1. UNIVARIAT

1) Kecemasan

Distribusi frekuensi responden berdasarkan Kecemasan,

selanjutnya disajikan pada tabel 5.7 di bawah ini.

Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kecemasan

No Kriteria Frekuensi Prosentase (%)


1 Tidak Ada Kecemasan 8 22,9
2 KecemasanRendah 16 45,7
3 KecemasanSedang 10 28,
6
4 KecemasanBerat 1 2,9
5 Panik 0 0
Total 35 100
70

Berdasarkan table diatas dapat dilihat bahwa dari 35

responden terdapat sebanyak 8 responden yang tidak ada

Kecemasan atau sebesar 22,9%, terdapat sebanyak 16 responden

yang memiliki Kecemasan rendah atau sebesar 45,7%, sebanyak

10 responden yang memiliki Kecemasan sedang atau sebesar 28,6

terdapat sebanyak 1 responden yang memiliki Kecemasan berat

atau sebesar 2,9%, dan sebanyak 0% responden atau sama sekali

tidak ada responden yang mengalami panik.

2) Peningkatan gula darah sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe 2

Distribusi frekuensi responden berdasarkan peningkatan gula

darah sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe 2, selanjutnya disajikan

pada tabel 5.8 dibawah ini.

Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peningkatan Gula Darah
Sewaktu Pada Pasien Diabetes Millitus Tipe 2

No Kriteria Frekuensi Prosentase (%)


1 Rendah 8 22,9
2 Sedang 8 22,9
3 Buruk 19 54,3
Total 35 100

Berdasarkan table diatas dapat dilihat bahwa dari 35 responden

terdapat sebanyak 2 responden yang mengalami peningkatan gula darah

sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang rendah atau sebesar

22,9%, terdapat sebanyak 8 responden yang mengalami peningkatan

gula darah sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang sedang
71

atau sebesar 22,9 %, dan sebanyak 19 responden yang mengalami

peningkatan gula darah sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe 2

yang Buruk atau sebesar 54,3%.

5.3.1.2. BIVARIAT

Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui kemaknaan

hubungan secara statistik antara antara kecemasan dengan

peningkatan gula darah sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe 2.

Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji statistic Square

pada komputer dengan program SPSS.

1. Hubungan kecemasan dengan peningkatan gula darah sewaktu pada

pasien diabetes mellitus tipe 2.

Hubungan kecemasan dengan peningkatan gula darah sewaktu

pada pasien diabetes mellitus tipe 2, dapat diketahui dari beberapa nilai

hasil penyebaran kuisioner kecemasan dan nilai peningkatan gula

darah sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Data tersebut

selanjutnya dianalisis dengan uji crosstab dan chi square menggunakan

SPSS, berikut hasil analisisnya:


72

Tabel 5.9
Hubungan antara Kecemasan dengan Peningkatan Gula Darah
Sewaktu Pada Pasien Diabetes Millitus Tipe 2

Peningkatan Gula Darah Sewaktu Pada


Pasien Diabetes Millitus Tipe 2 Nilai
Jumlah
P
Kecemasan
Baik Sedang Buruk

F % F % F % F %

Tidak Ada
4 11,4 1 2,9 3 7,1 8 22,9
Kecemasan

Kecemasan
3 8,6 5 14,3 8 0 16 45,7
Rendah

Kecemasan 0,051
1 2,9 2 5,7 7 42,9 10 28,6
Sedang

Kecemasan
0 0 0 0 1 7,1 1 2,9
Berat

Panik 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 8 22,9 8 22,9 8 54,3 35 100

Berdasarkan analisis crosstab diatas hubungan antara

kecemasan dan peningkatan gula darah sewaktu pada pasien diabetes

mellitus tipe 2 diperoleh berdasarkan Kecemasan, responden yang tidak

ada Kecemasan terdapat sebanyak 4 responden yang mengalami

peningkatan gula darah sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe 2

yang baik atau sebesar 11,4%, terdapat sebanyak 1 responden yang

mengalami peningkatan gula darah sewaktu pada pasien diabetes

mellitus tipe 2 yang sedang atau sebesar 2,9%,dan terdapat sebanyak 3


73

responden yang mengalami peningkatan gula darah sewaktu pada

pasien diabetes mellitus tipe 2 yang buruk atau sebesar 8,6%.

Untuk responden yang memiliki Kecemasan rendah

terdapat 3 responden yang mengalami peningkatan gula darah sewaktu

pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang baik atau sebesar 8,6%, 5

responden yang mengalami peningkatan gula darah sewaktu pada

pasien diabetes mellitus tipe 2 yang sedang atau sebesar 14,3%, dan

terdapat 8 responden yang mengalami peningkatan gula darah sewaktu

pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang Buruk atau sebesar 22,9%.

Selanjutnya untuk responden yang memiliki Kecemasan

Sedang terdapat 1 responden yang mengalami peningkatan gula darah

sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang baik atau sebesar

2,9%, sebanyak 2 responden yang mengalami peningkatan gula darah

sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang sedang atau sebesar

5,7%, dan terdapat sebanyak 7 responden yang mengalami peningkatan

gula darah sewaktu pada pasien diabetes mellitus yang Buruk atau

sebesar 20%.

Sedangkan pada responden yang memiliki Kecemasan Berat

tidak terdapat responden yang mengalami peningkatan gula dara

sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang baik atau sebesar 0%,

dan tidak terdapat responden yang mengalami peningkatan gula darah

sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang sedang atau sebesar
74

0%, dan terdapat sebanyak 1 responden yang mengalami peningkatan

gula darah sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang buruk atau

sebesar 2,9 %.

Jika dilihat dari jumlah total responden mengenai

Kecemasan terdapat sebanyak 8 responden mengalami peningkatan

gula darah sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang Baik,

terdapat sebanyak 8 responden mengalami peningkatan gula darah

sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang sedang, dan terdapat

sebanyak 19 responden mengalami peningkatan gula darah sewaktu

pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang buruk.

Untuk mengetahui hubungan antara kecemasan dengan

peningkatan gula darah sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe 2

dapat dilakukan analisis menggunakan uji Chi Square, P-value yang

diperoleh adalah 0,413.

Ketentuan Interpretasinya adalah :

Jika P-value >0,05, makaHo : diterima

JikaP-value < 0,05, maka Ha : ditolak

Hipotesis :

Ho : Tidak ada hubungan antara kecemasan dengan peningkatan gula darah

sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di ruang anyelir.


75

Ha : Ada hubungan antara kecemasan dengan peningkatan gula darah

sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di ruang anyelir.

Analisis juga dapat dilihat dari Asymtop Signifikansinya (Asymp.

Sig) atau nilai probabilitas (P-value). Jika Asymp.Sig (P-value)

dibawah atau sama dengan 0,05 maka Ha diterima sedangkan bila

diatas 0,05 maka Ho diterima. Bila kita lihat pada hasil analisis SPSS,

didapatkan Asymp.Sig (2 sided) atau P-value diketahui sebesar 0,413.

Maka kesimpulannya adalah hipotesis nol diterima (Hoditerima).

Dengan demikian disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara

kecemasan dengan peningkatan gula darah sewaktu pada pasien

diabetes mellitus tipe 2 di ruang Anyelir.


BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Kecemasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 35 responden sebagian

besar responden mengalami kecemasan rendah atau sebesar 45,7%.

Menurut Stuart tahun 2016 membagi kecemasan menjadi lima jenis yaitu

tidak ada kecemasan, kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan

berat dan panik.

Kecemasan merupakan suatu rasa takut akibat adanya bahaya yang

menjadi sinyal untuk membatu individu untuk mengambil tindakan dalam

menghadapi ancaman. Pengaruh tuntutan, persaingan, serta bencana yang

terjadi dalam kehidupan dapat membawa dampak terhadap kesehatan fisik

dan psikologi. Kecemasan menjadi Salah satu dampak psikologi (Sutejo,

2018).

Menurut Novitasari tahun 2015, faktor-faktor penyebab

kecemasan pada pasien DM tipe 2, antara lain :

a. Faktor-faktor intrinsik antara lain : usia, pengalaman menjalani

pengobatan, konsep diri dan peran.

b. Faktor-faktor ekstrinsik antara lain : kondisi medis (diagnosa

penyakit), tingkat pendidikan, akses informasi, proses adaptasi,

76
77

tingkat sosial ekonomi, jenis tindakan pengobatan, komunikasi

terapeutik.

Penelitian yang dilakukan Wiyadi tahun 2013 di Ruang

Flamboyan RS Abdul Wahab Syaranie Samarinda terhadap 30 responden

tentang hubungan tingkat kecemasan dengan kadar gula darah pada pasien

diabetes mellitus didapatkan hasil sebagian besar 50% responden mengalami

kecemasan berat.

Peneliti berpendapat bahwa sebagian besar pasien diabetes mellitus

tipe 2 di RSUD Bayu Asih Purwakarta mengalami kecemasan ringan atau

rendah disebabkan antara lain dikarenakan beberapa faktor antara lain faktor

usia dikarenakan hampir 77,1% responden berumur lebih dari 35 tahun dan

kebanyakan dalam kategori lansia di mana usia lansia lebih rentan

mengalami peningkatan emosional sehingga mudah sekali mengalami

kecemasan. Selain itu rendahnya tingkat pendidikan dapat memicu

kecemasan di karenakan sulit nya menerima informasi tentang penyakit

diabetes mellitus dari manapun.

6.2. Peningkatan Gula Darah Sewaktu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 35 responden bahwa

peling banyak responden memiliki Gula Darah Sewaktu yang Buruk atau

sebesar 54,3%. Menurut Tandara tahun 2015 glukosa darah merupakan gula

yang terdapat didalam darah yang berasal dari karbohidrat dalam makanan

dan dapat disimpan dalam bentuk glikogen didalam hati dan otot rangka,
78

serta pengambilan sampel darah dilakukan kapan saja (Tandara, 2015).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar gula darah adalah konsumsi

karbohidrat, aktifitas fisik, penggunaan obat, keadaan sakit, stres psikologis,

siklus menstruasi, dehidrasi, konsumsi alkohol. Pasien diabetes mellitus

memiliki tingkat stres yang tinggi dan kecemasan dikarenakan penyakit

yang dideritanya sehingga dapat mempengaruhi peningkatan kadar gula

dalam darah, kondisi dimana kadar gula plasma pada waktu puasa >140

mg/dl, sedangkan kadar gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dl (Black & Hawk,

2016).

Diagnosis diabetes mellitus akan meningkatkan stresor pada

seseorang dimana stresor ini dapat menimbulkan kecemasan sehingga dapat

menyebabkan kadar gula darah meningkat. Resiko terjadinya kecemasan

cenderung lebih tinggi pada orang yang menderita diabetes mellitus

(Smeltzer & Bare, 2015). Penderita diabetes mellitus jika mengalami

kecemasan, akan mempengaruhi proses kesembuhan dan menghambat

kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari (Stuarth, 2016).

Penelitian Ati, Suci dan Widaryati tahun 2014 di Rumah Sakit

DKT Yogyakarta tentang hubungan antara kecemasan dengan kadar gula

darah pada pasien diabetes mellitus terhadap 51 responden diperoleh bahwa

sebagian besar memiliki kadar gula darah ≥200 mg/dL sejumlah 41 (80,4%)

responden.
79

Peneliti berpendapat bahwa pada pasien di diabetes mellitus

dianjurkan dapat mengontrol gula darahnya dengan cara mengatur pola

makan dan tidak terlalu banyak beban pikiran sehinga dapat meningkatkan

kadar gula darah. Serta dapat melaksanakan lima pilar dasar penanganan

diabetes mellitus yang di anjurkan olehcPerhimpunan Endokrinologi

Indonesia tahun 2015 yaitu edukasi kesehatan, diet, aktifitas fisik, obat-

obatan dan monitor kadar gula darah. Tujuan jangka pendek penanganan

DM yaitu untuk menghilangkan keluhan atau gejala diabetes mellitus dan

mempertahankan rasa nyaman dan sehat, sedangkan tujuan jangka

panjangnya adalah untuk mencegah timbulnya komplikasi baik

makrovaskuler maupun neuropati yang tujuan akhirnya ialah menurunkan

angka morbiditas dan mortalitas diabetes mellitus. Jika kelima pilar itu

diterapkan dengan baik, maka komplikasi DM akan dapat dicegah dan

kualitas hidup pasien DM akan menjadi lebih baik.

6.3. Hubungan Kecemasan dengan Peningkatan Kadar Gula Darah Sewaktu

Untuk mengetahui hubungan antara Kecemasan denga Peningkatan

Gula Darah Sewaktu Pada Pasien Diabetes Millitus Tipe 2 dapat dilakukan

analisis menggunakan uji Chi Square, P-value yang diperoleh adalah

0,413. Analisis juga dapat dilihat dari Asymtop Signifikansinya (Asymp.

Sig) atau nilai probabilitas (P-value). Jika Asymp.Sig (P-value) dibawah

atau sama dengan 0,05 maka Ha diterima sedangkan bila diatas 0,05 maka

Ho diterima. Bila kita lihat pada hasil analisis SPSS, didapatkan


80

Asymp.Sig (2 sided) atau P-value diketahui sebesar 0,413. Maka

kesimpulannya adalah hipotesis nol diterima (Hoditerima). Dengan

demikian disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara Kecemasan

dengan Peningkatan Gula Darah Sewaktu Pada Pasien Diabetes Millitus

Tipe 2 di ruang Anyelir.

Penelitian ini tidak sama dengan penelitian Penelitian Litae dan

Maria Magdalena Purba tahun 2019 tentang Hubungan Tingkat

Kecemasan dengan Peningkatan Kadar Gula Darah Klien Diabetes

Mellitus. Penelitian dilakukan di Puskesmas Bukit Hindu Kota

Palangkaraya dengan sampel penelitian yaitu masyarakat pada wilayah

kerja Puskesmas Bukit Hindu yang berjumlah 65 orang, menggunakan

kuisioner menggunakan kuisioner Zung Self-Rating Anxiety Scale (ZSAS)

oleh wiliam Willian W.K Zung (1997) dalam riadi, sukarmin tahun 2008.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Uji chi square menunjukkan

nilai signifikan sebesar 0,002. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh ,

terlihat bahwa nilai signifikan (0,0002)< α (0.005) H0 di tolak. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan

peningkatan kadar gula darah pada klien diabetese mellitus di wilayah

kerja puskesmas Bukit Hindu . Dari analisis diperoleh nilai OR 5,787

artinya penigkatan kadar gula darah >200 responden dengan kecemasan

sedang mempunyai peluang 5,787 kali beresiko dari tingkat kecemasan

ringan
81

Diagnosis diabetes mellitus akan meningkatkan stresor pada

seseorang dimana stresor ini dapat menimbulkan kecemasan sehingga

dapat menyebabkan kadar gula darah meningkat. Resiko terjadinya

kecemasan cenderung lebih tinggi pada orang yang menderita diabetes

mellitus (Smeltzer & Bare, 2015). Penderita diabetes mellitus jika

mengalami kecemasan, akan mempengaruhi proses kesembuhan dan

menghambat kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari (Stuarth, 2016).

Gejala fisik yang sering dialami jika seseorang mengalami

kecemasan berat atau tinggi adalah penurunan tenaga, rasa cepat lelah dan

sulit tidur yang dapat mempengaruhi perubahan pola makan. Sebagian

besar orang mengeluh tidak nafsu makan, namun ada yang mengeluh

bahwa makannya semakin tidak terkendali. Pada pasien diabetes mellitus,

keadaan ini ternyata akan mempengaruhi pola diet atau pola makan yang

sudah ditetapkan. Pasien diabetes melitus yang kecemasan memiliki

kontrol gula darah yang buruk dan meningkatnya gejala-gejala penyakit

(Black & Hawk, 2015).

Peneliti berpendapat bahwa peningkatan gula darah pada pasien

diabetes melittus tipe 2 tidak hanya di pengaruhi oleh kecemasan yang

dialami pasien melainkan dengan oleh beberapa faktor lain seperti

pengobatan yang dijalani (minum obat diabetikum, olah raga, diet,

monitoring kada gula darah) dan kemungkinan komplikasi serius yang

akan terjadi akibat penyakit tersebut.


82

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan disajikan kesimpulan dan saran dari hasil

penelitian dalam penelitian yang berjudul Hubungan Kecemasan dengan

Peningkatan Gula Darah Sewaktu pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di

Ruang Anyelir Rumah Sakit Umum Daerah Purwakarta yang telah

dilakukan pada tangal 1 Maret 2021 sampai dengan 1 April 2021.

7.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dari 35 responden

terdapat sebanyak 8 responden yang tidak ada Kecemasan atau sebesar

22,9%, terdapat sebanyak 16 responden yang memiliki Kecemasan

rendah atau sebesar 45,7%, sebanyak 10 responden yang memiliki

Kecemasan sedang atau sebesar 28,6 terdapat sebanyak 1 responden

yang memiliki Kecemasan berat atau sebesar 2,9%, dan tidak terdapat

responden mengalami panik atau sebesar 0%.

2. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dari 35 responden

terdapat sebanyak 2 responden yang mengalami peningkatan gula darah

sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang rendah atau sebesar

22,9%, terdapat sebanyak 8 responden yang mengalami Peningkatan

gula darah sewaktu pada pasien diabetes millitus tipe 2 yang sedang

atau sebesar 22,9 %, dan sebanyak 19 responden yang mengalami


83

peningkatan gula darah sewaktu pada pasien diabetes millitus tipe 2

yang buruk atau sebesar 54,3%.

3. Berdasarkan hasi penelitian didapatkan hubungan antara kecemasan

dengan peningkatan gula darah sewaktu pada pasien diabetes mellitus

tipe 2 dilakukan analisis menggunakan uji Chi Square, P-value yang

diperoleh adalah 0,413. Analisis juga dapat dilihat dari Asymtop

Signifikansinya (Asymp. Sig) atau nilai probabilitas (P-value). Jika

Asymp.Sig (P-value) dibawah atau sama dengan 0,05 maka Ha diterima

sedangkan bila diatas 0,05 maka Ho diterima. Bila kita lihat pada hasil

analisis SPSS, didapatkan Asymp.Sig (2 sided) atau P-value

diketahuisebesar 0,413. Maka kesimpulannya adalah hipotesis nol

diterima (Hoditerima). Dengan demikian disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan antara kecemasan dengan peningkatan gula darah sewaktu

pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di ruang Anyelir.

7.2. Saran

1. Bagi Pasien dan Keluarga

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pasien dan

keluarga dalam meningkatkan kenyamanan pada pasien agar tidak

terjadi kecemasan dan membantu pasien dalam mengontrol kadar gula

darahnya.
84

2. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Purwakarta

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan kepada

Rumah Sakit untuk menyediakan tempat perawatan yang nyaman agar

terciptanya kenyamanan pada pasien sehingga dapat mengurangi |

kecemasan ketika di rawat, serta diharapkan Rumah Sakit dapat lebih

giat dalam memberikan edukasi kesehatan oleh perawat dan petugas

kesehatan lainnya tentang cara mengontol gula darah pasien diabetes

mellitus tipe 2.

3. Bagi Institut Medika drg. Suherman.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan

masukan dan informasi ilmiah bagi pengembangan ilmu kesehatan

khususnya bidang ilmu keperawatan tentang kecemasan dan

peningkatan gula darah sewaktu serta tidak ada hubungan antara

kecemasan dengan peningkatan gula darah sewaktu pada pasien

diabetes mellitus tipe 2, serta dapat dijadikan sebagai bahan bacaan

atau literatur di perpustakaan.

4. Bagi Penelitian Selanjutnya

Diharapkan kepada para peneliti selanjutnya untuk

dapatmelakukan penelitian yang lebih mendalam tentang kecemasan

dengan peningkatan gula darah sewaktu dan dikembangkan dengan

menggunakan sampel yang lebih luas sehingga diperoleh hasil yang

lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, A., Achdiat, A., Arizal, A. 2016. Penyakit di Usia Tua.


EGC. Jakarta
American Diabetes Association (ADA). 2015. Diagnosis and
Classification of Diabetes Mellitus. American Care, Vol. 38, pp:8-16
Arikunto. 2015. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Arisman, 2016. Obesitas, Diabetes Mellitus dan Dislipedemia.
Jakarta; Buku Kedokteran EGC.
Black, J & Hawsk, J. 2016. Keperawatan Medical Bedah Edisin 8 Vol. 41.
Halaman S1-S156
Brashers, V.L., Robert, EJ., Sue, E.H. 2015. Alteration of
Hormonal Regulation. Dalam: Kathryn L. Mc. Cance, Sue E. Hueter,
Fatophysiology:The Biologic Basis For Disease in Adults and Children,
ELSEVIER
Dewi, R.K. 2016. Diabetes Bukan Untuk Ditakuti. Jakarta: Fmedia
Dinkes Provinsi Jawa Barat. 2018. Laporan Riset Kesehatan Dasar
Provinsi Jawa Barat 2018. Bandung
Donsu, T.D.J. 2017. Psikologi Keperawatan, Aspek-aspek
psikologi, Konsep Dasar Psikologi, Teori Perilaku Manusia. Yogyakarta :
Pustaka Baru Press
Dorland W.A. 2015. Kamus Kedokteran Dorland, edisi 31. Jakarta:
EGC
Hawari, D. 2016. Manajemen Stres Cemas dan Depresi Edisi II.
Jakarta:FKUI

Hidayat, A.A. 2016. Metodelogi Penelitian Keperawatan dan


Teknis Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika.
Internasional Diabetes Federation. 2017. Diabetes Atlas Fifth
Edition.
IHME, 2018. Indonesia Faces a “Double Burden” of Persistens
Communicable Disease and Increasing Non Communicable Disease.
IHME

xii
Kemenkes. 2018. Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta
Kurniali, P. C. 2013. Hidup Bersama Diabetes Mengaktifkan
Kekuatan Kecerdasan Ragawi Untuk Mengontrol Diabetes dan
Komplikasinya. Jakarta: PT. Gramedia
Mahendra K, D. Tobbing A & Alting. 2016. Care Your self
Diabetes Mellitus. Jakarta. Penebar Plus.
Maulana, Mirza. 2015. Mengenal Diabetes Mellitus: Panduan
Praktis Menangani Penyakit Kencing Manis. Yogyakarta: KataHati
Nasriati, R. 2016. Stres dan Perilaku Pasien DM dalam Mengontrol
Kadar Gula Darah.Skripsi. Ponorogo: Fakultas Ilmu Kesehatan.
Universitas Muhammadiyah Pomorogo
Novitasari. 2015. Diabetes Mellitus (Dilengkapi dengan senam
DM). Yogyakarta. Nuha Medika
Notoatmodjo, S. 2018. Metodologi Penelitian Kesehatan.Cetakan
Ketiga. Jakarta: Pt. Rineka Cipta
Nugroho, S.A.2016. Hubungan antara Tingkat Stres dan Kadar
Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Wilayah Kerja Puskesmas
Sukoharjo I Kabupaten Sukohharjo, Jurnal Penelitian. Surakarta:
eprint.ums.ac
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2015. Konsesus
Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia.
Jakarta: PARKENI
Powers, M.A., Bardsley, J., Cypress, M., Duker, P, Funnell, M.M.
Fischl, A. H., Vivian, E. 2017. Diabetes Self-Management Education And
Support in Type-2 Diabetes Melittus. The Diabetes Educator, 43 (1) 40-53
Restyana, N.R. 2015. Diabetes Mellitus Tipe-2. Artikel. Medical
Faculty. Lampung University
Rustama, D.S., Dedi S., M.Connie O., Niken P. Y., Satriono., Netty
H., 2010. Diabetes Mellitus. Dalam: Jose RL. Batubara, Bambang T. AAP,
Aman B.P, Endokrinologi Anak, edisi 1. IDAI. Jakarta
RSUD Bayu Asih. 2020. Laporan Angka Kejadian DM Tipe 2 di
Ruang Anyelir. Purwakarta. Rsud Bayu Asih
Smeltzer S.C., 2015. Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddart (ed. 12). Jakarta : EGC
Sherwood, L. 2011. Organ endokrin Perifer dalam Fisiologi
Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta:EGC
Soegondo, S. 2015. Panduan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Bagi Dookter dan Edukator Diabetes: Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Terpadu. Jakarta: Balai Pustaka FKUI
Soelistijo, SA. 2015. Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Mellitus Tipe-2 di Indonesia tahun 2015. Jakarta
Stuart & Sudden. 2016. Prinsip dan Praktek Kesehatan Jiwa
Stuart.Indonesia. Jakarta:EGC
Susilawati, D. 2015. Konsep Dasar Keperawatan Jiwa I.
Jakarta:EGC
Sutejo. 2018. Keperawatan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka
Baru Press
Suyono, S. 2015.Patofisiologi Diabetes Mellitus dalam : Soegondo,
S., Soewondo, P., Subekti, I., Editor. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Terpadu Bagi Dokter maupun Edukator. Jakarta : FKUI
Tandra, H. 2014. Strategi Mengalahkan Komplikasi Diabetes dari
Kepala sampai Kaki. Jakarta: Pt. Gramedia.
Tjokroprawiro Askandar, 2016. Garis Besar Pola Makan dan Pola
Hidup Sehat Sebagai Pendeukng Terapi Diabetes Mellitus. Surabaya: FK
UNAIR
WHO. 2016. Global Report on Diabetes. WHO Library
Cataloguing In Publication Data.Paris
Lampiran 3. Lembar Konsul

Lembar Konsultasi Bimbingan Skripsi Mahasiswa

Nama: Defina Sri Rahayu

Npm : 020319709

Program Studi : S1 Keperawatan

Pembimbing : Ns. Armi, S. Kep., M. Kep

No. Tanggal Materin Konsultasi Paraf Pembimbing Keterangan


1 2
Konsultasi
1. 21-11-2020 Pengajuan Judul
2. 27-01-2021 Pembahasan bab 1
3. 11-02-2021 Pembahasan bab 2
4. 13-02-2021 Pembahasan bab 3

dan 4
5. 16-02-2021 Seminar Proposal
6. 16-04-2021 Pembahasan bab 5

dan 6
7. 20-04-2021 Bab 7 kesimpulan

dan saran
8. 05-05-2021 Kelengkapan

sidang skripsi
Lampiran 3. Informed Consent

INFORMED CONSENT

Saya Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Institut Medika Drg.

Suherman :
Nama : Defina Sri Rahayu

NIM : 020319709

Bernaksud akan melakukan penelitian dengan judul “ Hubungan Kecemasan

dengan Peningkatan Gula Darah Sewaktu di Ruang Anyelir Rumah Sakit Umum

Daerah Bayu Asih Kabupaten Purwakarta Tahun 2021” penelitian ini tidak

menimbulkan kerugian bagi responden. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

adakah hubungan kecemasan dengan peningkatan kadar glukosa darah sewaktu.

Penelitian ini bermanfaat bagi anda untuk mengetahui tingkat kecemasan gunu

mengetahui dampak pada peningkatan kadar gula darah pada pasien diabetes

mellitus tipe 2. Kerahasian semua informasi akan dijaga dan dipergunakan untuk

kepentingan penelitian. Jika anda tidak mau menjadi responden, tidak ada

ancaman bagi anda dan keluarga. Jika anda bersedia menjadi responden saya

mohon untuk menandatangani lembar persetujuan yang saya lampirkan.

Atas perhatian dan kesediaanya saya ucapkan terima kasih.

Hormat Saya

Peneliti

Lampiran 4. Persetujuan Respoden

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Umur :

Menyatakan setuju untuk ikut serta dalam penelitian yang berjudul

“Hubungan Kecemasan dengan Peningkatan Kadar Gula Darah Sewaktu

Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Ruang Anyelir Rumah Sakit

Umum Daerah Bayu Asih Purwakarta Tahun 2021”

Saya memberikan persetujuan atas kehendak sendiri dan tanpa

paksaan dari pihak lain. Sebagai bahan pertimbangan dalam membuat

persetujuan, saya telah mendapatkan informasi dan penjelasan dari peneliti

tentang prosedur dan manfaat penelitian serta resiko yang mungkin terjadi

saat penelitian. Maka saya menyatakan sudah memahami informasi dan

penjelasan yang diberikan oleh peneliti.

Purwakarta, Maret 2021

Responden

Lembar 5. Kuisioner Penelitian

Kuisioner Penelitian
Tanggal Penelitian :

Nomor :

Petunjuk Pengisian :

1. Bacalah petunjuk pengisian dengan baik sebelum menjawab pertanyaan.

2. Pilih salah satu jawaban yang menurut bapak/ibu paling sesuain dengan

kondisi yang dialami dengan memberikan tanda ceklis (v) pada pilihan

yang dipilih.

3. Isilah titik-titik yang tersedia dengan jawaban yang benar.

A. Karakteristik Responden

Nama (Inisial)

:.....................................................................................................

Alamat :...............................................................................................

......

...............................................................................................

.....

...............................................................................................

....

Umur :..........................Tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan

Pendidikan : 1. Tidak sekolah

2. SD
3. SMP

4. SMA

5. Perguruan Tinggi

Pekerjaan : 1. Bekerja

2. Belum Bekerja

Pernah mendapatkan informasi tentang gula darah: Pernah Tidak

Pernah

Sumber Informasi: Petugas Kesehatan

Majalah

Radio/Tv

Internet

B. Kuisioner Kecemasan

Pilihlah salah satu jawaban yang menurut bapak/ibu paling sesuai dengan

kondisi yang dialami 1 bulan terakhir dengan memberi tanda (v) pada

pilihan yang dipilih.

Keterangan:

0 : bila tidak ditemukan gejala sama sekali.


1 : bila terdapat satu gejala dari pilihan yang ada.

2 : bila terdapat separuh dari gejala yang ada.

3 : bila terdapat lebih dari separuh gejala yang ada.

No. Pertanyaan 0 1 2 3 4 5 Score


1. Saya merasa cemas yang terdiri dari cemas,

firasat buruk, pikiran sendiri merasa ketakutan,

dan mudah tersinggung.

2. Saya merasa tegang, lesu, istirahat tidak tenang,

sering terkejut, cepat menangis, gelisah dan

gemetar.

3. Saya merasa sukar memulai tidur, terbangun

pada malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun

dengan lesu, banyak bermimpi, mimpi buruk dan

mimpi menakutkan.

4. Saya sukar untuk berkonsentrasi, daya ingat

menurun.

5. Saya merasa takut terhadap gelap, ketakutan

pada orang asing, ditinggal sendiri, pada

binatang besar, pada keramaian arus lalu lintas,

dan pada kerumunan banyak orang.

6. Saya merasa depresi (murung) terdiri dari


hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada

hobi, sedih, bangun dini hari, dan perasaan

berubah-ubah sepanjang hari.

7. Saya merasa terdiri nyeri di otot-otot, kaku,

kejutan otot, gigi menggerentak dan suara tidak

stabil.

8. Saya merasa telinga berdenging, penglihatan

kabur, muka pucat, merasa lemas, dan perasaan

ditusuk- tusuk.
9. Saya merasa denyut jantung cepat, berdebar,

nyeri dada, denyut jantung mengeras, lesu, lemas

seperti mau pingsan.


10. Saya merasa tertekan di dada, rasa tercekik,

sering menarik napas, dan napas pendek atau

cepat.

11. Saya merasa sulit menelan, perut melilit,

gangguan pencernaan, sebelum dan sesudah

makan nyeri, perasaan terbakar di perut, rasa

penuh atau kembung, mual, muntah, buang air

besar lembek, sukar buang ari besar (konstipasi)

dan kehilangan berat badan


12. Saya merasa buang air kecil sering dan kencing

tidak dapat ditahan. Tidak menstruasi, darah haid


berlebihan, darah haid sangat sedikit, waktu

menstruasi panjang, waktu menstruasi sangat

pendek, haid beberapa kali dalam sebulan,

menjadi dingin (frigid), ejakulasi dini dan ereksi

hilang.

13. Saya merasa mulut kering, muka merah, mudah

berkeringat, kepala pusing, kepala terasa berat,

kepala terasa sakit, dan bulu-bulu berdiri.


14. Sikap pada ditanya terdiri dari gelisah, tidak

tenang, jari gemetar, kening mengkerut, muka

tegang, otot tegang, napas pendek dan cepat,

muka merah

JUMLAH SCORE
4 : bila terdapat semua gejala.

C. Peningkatan Kadar Gula Darah Sewaktu

Tulislah nilai gula darah sewaktu Bapak/ibu yang di hasilkan dari

pemeriksaan menggunakan easy touch kemudian beri tanda (v) pada skor

nilai gula darah sewaktu

Keterangan:

1. Buruk : ≥ 180 mg/dl.\

2. Sedang: 145-179 mg/dl


3. Baik : 80-144 mg/dl

No. Nilai GDS Scoring Nilai GDS


Buruk Sedang Baik
≥ 180 mg/dl. 145-179 mg/dl 80-144 mg/dl

Lampiran 6. Output SPSS

OUTPUT SPSS

Umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

21 - 35 tahun 7 20,0 20,6 20,6

Valid => 35 tahun 27 77,1 79,4 100,0

Total 34 97,1 100,0


Missing System 1 2,9
Total 35 100,0

jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent
laki-laki 14 40,0 40,0 40,0

Valid perempuan 21 60,0 60,0 100,0

Total 35 100,0 100,0

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

SD - SMP 28 80,0 80,0 80,0

SMA 5 14,3 14,3 94,3


Valid
Perguruan Tinggi 2 5,7 5,7 100,0

Total 35 100,0 100,0

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

bekerja 12 34,3 34,3 34,3

Valid tidak bekerja 23 65,7 65,7 100,0

Total 35 100,0 100,0

Informasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Valid pernah 35 100,0 100,0 100,0

S.I

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Petugas Kesehatan 33 94,3 94,3 94,3

Valid internet 2 5,7 5,7 100,0

Total 35 100,0 100,0


Frequencies

Statistics

Kecemasan Peningkatan Gula


Darah Sewaktu

Valid 35 35
N
Missing 0 0
Percentiles 100 4,0000 3,0000

Frequency Table

Kecemasan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

tidak ada kecemasan 8 22,9 22,9 22,9

kecemasan rendah 16 45,7 45,7 68,6

Valid kecemasan sedang 10 28,6 28,6 97,1

kecemasan berat 1 2,9 2,9 100,0

Total 35 100,0 100,0

Peningkatan Gula Darah Sewaktu

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

baik 8 22,9 22,9 22,9

sedang 8 22,9 22,9 45,7


Valid
buruk 19 54,3 54,3 100,0

Total 35 100,0 100,0


Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Kecemasan * Peningkatan Gula 35 100,0% 0 0,0% 35 100,0%


Darah Sewaktu

Kecemasan * Peningkatan Gula Darah Sewaktu Crosstabulation

Peningkatan Gula Darah Total


Sewaktu

baik sedang buruk

Kecemasa Count 4 1 3 8
n Expected Count 1,8 1,8 4,3 8,0

tidak ada % within Kecemasan 50,0% 12,5% 37,5% 100,0%


kecemasan % within Peningkatan 50,0% 12,5% 15,8% 22,9%
Gula Darah Sewaktu

% of Total 11,4% 2,9% 8,6% 22,9%

Count 3 5 8 16

Expected Count 3,7 3,7 8,7 16,0

kecemasan % within Kecemasan 18,8% 31,3% 50,0% 100,0%


rendah % within Peningkatan 37,5% 62,5% 42,1% 45,7%
Gula Darah Sewaktu

% of Total 8,6% 14,3% 22,9% 45,7%

kecemasan Count 1 2 7 10
sedang Expected Count 2,3 2,3 5,4 10,0

% within Kecemasan 10,0% 20,0% 70,0% 100,0%

% within Peningkatan 12,5% 25,0% 36,8% 28,6%


Gula Darah Sewaktu
% of Total 2,9% 5,7% 20,0% 28,6%

Count 0 0 1 1

Expected Count ,2 ,2 ,5 1,0

% within Kecemasan 0,0% 0,0% 100,0% 100,0%


kecemasan berat
% within Peningkatan 0,0% 0,0% 5,3% 2,9%
Gula Darah Sewaktu

% of Total 0,0% 0,0% 2,9% 2,9%


Count 8 8 19 35

Expected Count 8,0 8,0 19,0 35,0

% within Kecemasan 22,9% 22,9% 54,3% 100,0%


Total
% within Peningkatan 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
Gula Darah Sewaktu

% of Total 22,9% 22,9% 54,3% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-


sided)

Pearson Chi-Square 6,090a 6 ,413


Likelihood Ratio 6,052 6 ,417
Linear-by-Linear Association 4,019 1 ,045
N of Valid Cases 35

Risk Estimate

Value
a
Odds Ratio for Kecemasan
(tidak ada kecemasan /
kecemasan rendah)

Anda mungkin juga menyukai