Anda di halaman 1dari 83

PERBEDAAN TEKANAN INTRACUFF ENDOTRACHEAL TUBE ANTARA

POSISI KEPALA-LEHER NETRAL DAN LATERAL ROTASI PADA PASIEN

TERINTUBASI

TESIS

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Dokter Spesialis

Anestesiologi dan Terapi Intensif

Peneliti :

dr. Resa Putra Adipurna

NIM 188071501011002

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS-1)

ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2022
HALAMAN PERSETUJUAN

TESIS

PERBEDAAN TEKANAN INTRACUFF ENDOTRACHEAL TUBE ANTARA


POSISI KEPALA-LEHER NETRAL DAN LATERAL ROTASI PADA PASIEN
TERINTUBASI

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Oleh :
dr. Resa Putra Adipurna
NIM. 188071501011002

Menyetujui Untuk Diuji,

Pembimbing I, Pembimbing II,

dr. Buyung Hartiyo Laksono, Sp.An., KNA., FIP dr. Arie Zainul Fatoni, Sp.An., KIC
NIP. 198006202014101001 NIP. 198501232019031004

i
HALAMAN PENGESAHAN

TESIS

PERBEDAAN TEKANAN INTRACUFF ENDOTRACHEAL TUBE ANTARA POSISI


KEPALA-LEHER NETRAL DAN LATERAL ROTASI PADA PASIEN TERINTUBASI

Oleh :

dr. Resa Putra Adipurna


NIM. 188071501011002

Telah diuji pada,


Hari : Selasa
Tanggal : 9 Agustus 2022

Dan dinyatakan lulus oleh :

Penguji-I

Dr. dr. Aswoco Andyk Asmoro, Sp.An., FIPM


NIP. 196308101998031002

Pembimbing I/ Penguji II Pembimbing II/ Penguji III

dr. Buyung Hartiyo Laksono, Sp.An., KNA., FIP dr. Arie Zainul Fatoni, Sp.An., KIC
NIP. 198006202014101001 NIP. 198501232019031004

Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis
Anestesiologi dan Terapi Intensif

Dr. dr. Aswoco Andyk Asmoro, Sp.An., FIPM


NIP. 196308101998031002

ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : dr. Resa Putra Adipurna

NIM : 188071501011002

Program Studi : Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi

dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas

Brawijaya

menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tesis yang saya tulis ini benar-benar

hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil-alihan tulisan atau pikiran

orang lain yang saya aku sebagai tulisan atau pikiran saya. Apabila di kemudian

hari dapat dibuktikan bahwa Tesis ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia

menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Malang, 9 Agustus 2022


Mahasiswa,

dr. Resa Putra Adipurna


NIM. 188071501011002

iii
KETERANGAN ANTI PLAGIASI

iv
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberi petunjuk dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul

“PERBEDAAN TEKANAN INTRACUFF ENDOTRACHEAL TUBE ANTARA

POSISI KEPALA-LEHER NETRAL DAN LATERAL ROTASI PADA PASIEN

TERINTUBASI”. Penelitian ini merupakan salah satu tugas ilmiah selama

mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I Anestesiologi dan Terapi Intensif

di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya / RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

• Kedua orang tua saya, Bapak Drs. Sunaryo SH., MBA., dan Ibu Yani

Hartiningsih serta Bapak Mertua almarhum Chaerani dan Ibu Mertua Kartini

atas segala cinta, kasih sayang, doa, dukungan, semangat, dan kepercayaan

yang diberikan kepada saya.

• Istriku tercinta dr. Kharina Febrianti yang senantiasa sabar menemani dan

mengingatkan, memberikan dukungan dan doa yang tulus kepada saya.

• Kakak-kakakku tercinta dr. Cholid R. Riskianto SpOG. dan dr. Devi Putri

Swadayani SpM. atas doa dan motivasinya kepada saya.

• Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya atas kesempatan dan

kepercayaannya bagi penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter

Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif di Fakultas Kedokteran Universitas

Brawijaya Malang.

• Direktur RSUD dr. Saiful Anwar Malang atas kesempatan dan kepercayaannya

untuk mengikuti Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan

Terapi Intensif di lingkungan RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

v
• Dr. dr. Aswoco Andyk Asmoro, Sp.An., FIPM, selaku Guru, Penguji Tesis,

Ketua Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUB, serta Kepala

Instalasi Anestesi RSUD Dr. Saiful Anwar Malang atas segala ilmu, bimbingan,

nasihat, dukungan, kepercayaan dan pendampingannya selama penulis

menempuh pendidikan.

• dr. Buyung Hartiyo Laksono SpAn., KNA., FIP, selaku Guru, Pembimbing I dan

Penguji Tesis atas segala ilmu, bimbingan, nasihat, dukungan, kepercayaan

dan pendampingannya selama penulis menempuh pendidikan.

• dr. Arie Zainul Fatoni, Sp.An., KIC, selaku Guru, Pembimbing II dan Penguji

Tesis, atas segala ilmu, bimbingan, nasihat, dukungan, kepercayaan dan

pendampingannya selama penulis menempuh pendidikan.

• Seluruh Guru dan Staf Pengajar Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis

Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Malang, dr. Karmini Yupono Sp.An., KAP; dr. Djudjuk Rahmad Basuki Sp.An.,

KAKV., KAR; dr. Wiwi Jaya, Sp.An., KIC; dr. Isngadi M,Kes., SpAn., KAO; dr.

Ristiawan Muji Laksono, Sp.An., KMN., FIPP; dr. Ruddi Hartono, Sp.An., KAO.,

FCTA; dr. Taufiq Agus Siswagama, Sp.An., KMN; dr. Rudy Vitraludyono,

Sp.An., KAP; dr. Ahmad Feza F, Sp.An; dr. Ayu Yesi Agustina, Sp.An; dr. Eko

Nofiyanto, MMRS., Sp.An; dr M. Akbar Shidiq, Sp.An; dan dr. Fanniyah,

Sp.An., atas segala ilmu, bimbingan, nasihat, dukungan, kepercayaan dan

pendampingannya selama penulis menempuh pendidikan.

• Rekan – rekan residen satu angkatan dr. Arum, dr. Slamet, dr. Kuswiyono, dr.

Farlyzhar, dr. Vicky, dan dr. Nugroho, teman seperjuangan yang saling

membantu dalam menempuh Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan

Terapi Intensif di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.

vi
• Seluruh rekan – rekan residen Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUB atas

segala bantuan, dukungan, semangat, dan kerjasamanya selama menempuh

penulis menempuh pendidikan.

• Mbak Yanti, mas Redit, mbak Rinda, mbak Eno serta segenap staf SMF

Anestesiologi dan Terapi Intensif atas bantuan dan kerjasamanya selama

penulis menempuh pendidikan.

• Sejawat perawat dan paramedis di Instalasi Anestesiologi dan Terapi Intensif,

IGD, Kamar Operasi, ICU dan semua bagian RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

atas segala bimbingannya selama penulis menempuh pendidikan.

• Seluruh pasien – pasien kami yang merupakan Guru terbaik. Terima kasih

banyak atas ilmu dan kesempatan belajar yang diberikan kepada kami.

• Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Tesis ini yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga

penulis menerima segala saran dan kritik yang membangun. Akhirnya,

perkenankan penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar – besarnya

atas segala kesalahan yang kami perbuat baik sengaja maupun tidak disengaja

selama penulis menempuh pendidikan dan menyelesaikan tesis ini. Kami berharap

dengan segala keterbatasan, tesis ini dapat memberikan manfaat kepada banyak

pihak.

Malang, 9 Agustus 2022

Penulis

vii
ABSTRAK

Adipurna, Resa, Putra. 2022. Perbedaan Tekanan Intracuff Endotracheal Tube


Antara Posisi Kepala-Leher Netral Dan Lateral Rotasi Pada Pasien
Terintubasi. Tesis, Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis-1
Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas
Brawijaya. Pembimbing: (1) dr. Buyung Hartiyo Laksono, SpAn., KNA., FIP,
(2) dr. Arie Zainul Fatoni, SpAN., KIC.

Cuff Endotracheal Tube (ETT) berfungsi menyegel jalan napas sehingga


dapat memfasilitasi ventilasi tekanan positif dan mencegah aspirasi akibat sekret
subglotis. Perubahan posisi kepala-leher dapat mempengaruhi tekanan intracuff
ETT. Peningkatan ataupun penurunan tekanan intracuff ETT dapat menyebabkan
banyak morbiditas. Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh
lateral rotasi kepala-leher terhadap tekanan intracuff ETT. Empat puluh (40) pasien
berusia 18-64 tahun yang menjalani operasi elektif dengan anestesi umum dipilih
dalam penelitian ini. Setelah intubasi endotrakeal, cuff ETT dikembangkan dengan
teknik minimal occlusive volume. ETT ditempatkan di sisi kanan mulut. Perubahan
tekanan intracuff ETT dinilai sebelum dan sesudah perubahan posisi. Tekanan
intracuff ETT diukur dengan cuff inflator pada posisi kepala netral. Setelah lateral
rotasi kepala-leher (60 derajat), tekanan intracuff diukur kembali. Nilai rata-rata
tekanan intracuff meningkat dari 25,5+1,64 menjadi 29,4+1,71 cmH2O setelah
lateral rotasi kepala-leher (p=0,000). Terdapat perbedaan yang signifikan antara
posisi netral dan lateral rotasi kepala (p<0,05). Penggunaan teknik minimal
occlusive volume dengan volume pengembangan 4 hingga 7 cc mampu
menghasilkan tekanan intracuff ETT antara 22 hingga 28 cmH2O (rentang normal
20-30 cmH2O). Perbedaan tekanan intracuff ETT setelah lateral rotasi kepala-leher
adalah 3,9+1,31 cmH2O. Tekanan intracuff ETT secara signifikan lebih tinggi
setelah perubahan posisi kepala-leher dari posisi netral ke lateral rotasi.
Pengukuran tekanan intracuff paska lateral rotasi kepala bermanfaat untuk
menghindari kemungkinan efek samping dari perubahan tekanan terkait posisi.
Kami juga merekomendasikan untuk menggunakan teknik minimal occlusive
volume dengan volume pengembangan 4 sampai 7 cc untuk mengembang cuff
ETT jika perangkat cuff inflator tidak tersedia.
Kata kunci : cuff, pipa endotrakeal, lateral rotasi, tekanan

viii
ABSTRACT

Adipurna, Resa, Putra. 2022. The Differences of Endotracheal Tube Intracuff


Pressure Between Neutral Head-Neck Position And Lateral Rotation
In Intubated Patients. Thesis, Anesthesiology and Intensive Care
Specialist Program, Faculty of Medicine, Brawijaya University. Supervisors:
(1) dr. Buyung Hartiyo Laksono, SpAn., KNA., FIP, (2) dr. Arie Zainul
Fatoni, SpAN., KIC.

The cuff of an endotracheal tube seals the airway to facilitate positive


pressure ventilation and prevent subglottic secretion aspiration. Positional change
of the head can affects intracuff pressure of an ETT. An increase or decrease in
endotracheal tube (ETT) intracuff pressure can lead to many morbidities. The main
purpose of this study is to investigate the effect of head and neck lateral rotation
on endotracheal tube intracuff pressure. Forty (40) patients aged 18–64 years
underwent an elective surgery under general anaesthesia were selected in this
study. After endotracheal intubation, the ETT cuff inflated with minimal occlusive
volume technique. ETT securely placed and fixed in the right-side of the mouth.
The change of ETT intracuff pressure was assessed before and after the positional
change. Intracuff pressure of ETT was measured with cuff inflator in the neutral
position of head. After lateral rotation of head (60 degrees), the intracuff pressure
was measured again. The intracuff pressure mean values were increased from
25,5+1,64 to 29,4+1,71 cmH2O after head lateral rotation (p=0.000). There were
significant different between the neutral position and head lateral rotation (p<0.05).
By using minimal occlusive volume technique with inflating volume 4 to 7 cc, we
achieve ETT intracuff pressure between 22 to 28 cmH2O (normal range 20-30
cmH2O). Overall differences of ETT intracuff pressure after lateral rotation of head
was 3,9+1,31 cmH2O. The ETT intra cuff pressure was significantly higher after
positional change of head from neutral to lateral rotation. Assessing the intracuff
pressure value after head lateral rotation is beneficial to avoid possible adverse
effects of position-related pressure changes. We also recommend to use minimal
occlusive volume technique with inflating volume 4 to 7 cc to inflate the ETT cuff if
cuff inflator device is unavailable.
Keywords : cuff, endotracheal tube, lateral rotation, pressure

ix
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................................iii
KETERANGAN ANTI PLAGIASI ....................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
ABSTRAK ......................................................................................................... viii
ABSTRACT ........................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
DAFTAR SINGKATAN .......................................................................................xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv

BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................. 4
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 4
1.4.1 Manfaat Akademis .......................................................................... 4
1.4.2 Manfaat Praktis............................................................................... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5


2.1 Endotracheal Tube (ETT) ...................................................................... 5
2.2 Sistem Cuff Pada ETT ........................................................................... 7
2.3 Metode Pengukuran Tekanan Intracuff ................................................ 11
2.3.1 Palpasi Manual Pada Pilot Baloon ................................................ 11
2.3.2 Teknik Kebocoran Minimum (Minimum Leak) ............................... 12
2.3.3 Predetermined Volume Technique................................................ 12
2.3.4 Minimal Occlusive Volume Technique .......................................... 13

x
2.3.5 Direct Intracuff Pressure Measurement Technique ....................... 14
2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Intracuff .................................... 15
2.5 Posisi Kepala-Leher dan Tekanan Intracuff ......................................... 18

BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ....................... 20


3.1 Kerangka Konsep ................................................................................ 20
3.2 Hipotesis Penelitian ............................................................................. 21

BAB 4. METODE PENELITIAN ........................................................................ 22


4.1. Rancangan Penelitian.......................................................................... 22
4.2. Populasi dan Sampel ........................................................................... 22
4.2.1 Populasi Penelitian ....................................................................... 22
4.2.2 Sampel ......................................................................................... 22
4.2.2.1 Kriteria Inklusi ....................................................................... 24
4.2.2.2 Kriteria Eksklusi .................................................................... 24
4.3. Variabel Penelitian ............................................................................... 24
4.3.1 Variabel Bebas ............................................................................. 24
4.3.2 Variabel Tergantung ..................................................................... 24
4.4. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................ 24
4.5. Alat dan Bahan Penelitian ................................................................... 25
4.5.1 Alat Penelitian .............................................................................. 25
4.5.2 Bahan Penelitian .......................................................................... 25
4.6. Definisi Operasional............................................................................. 25
4.7. Prosedur dan Alur Penelitian ............................................................... 28
4.7.1 Prosedur Penelitian ...................................................................... 28
4.7.2 Alur Penelitian .............................................................................. 31
4.8. Analisis Data ....................................................................................... 32

BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA ....................................... 33


BAB 6. PEMBAHASAN ................................................................................... 40
BAB 7. PENUTUP ............................................................................................ 50

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 52


LAMPIRAN........................................................................................................ 55

xi
DAFTAR SINGKATAN

ASA = American Society of Anesthesiologist


BMI = Body Mass Index
CPB = Cardiopulmonary Bypass
ETCO2 = End Tidal Carbon Dioxide
ETT = Endotracheal Tube
IBS = Instalasi Bedah Sentral
ID = Internal Diameter
N2O = Nitrous Oxide
PEEP = Positive End Expiratory Pressure
PPOK = Penyakit Paru Obstruktif Kronis
PPV = Positive Pressure Ventilation
RSUD = Rumah Sakit Umum Daerah
SGA = Supraglottic Airway

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tekanan Intracuff ETT ........................................................... 8


Tabel 2.2 Faktor yang mempengaruhi tekanan Intracuff ETT................. 17
Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Demografi, Antropometri, dan Status Fisik
Subyek ................................................................................ 34
Tabel 5.2 Distribusi Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Operasi ....... 35
Tabel 5.3 Distribusi Subyek Penelitian Berdasarkan Ukuran ETT dan Volume
Pengisian Cuff ..................................................................... 36
Tabel 5.4 Distribusi Volume Pengisian Cuff ETT dan Tekanan Awal Cuff
............................................................................................ 36
Tabel 5.5 Distribusi Tekanan Cuff ETT Berdasarkan Posisi Kepala-Leher
............................................................................................ 37
Tabel 5.6 Distribusi Tekanan Cuff ETT Berdasarkan Posisi Kepala-Leher pada
masing masing ukuran ETT yang digunakan pada sampel penelitian
............................................................................................... 39
Tabel 5.7 Selisih Tekanan Cuff ETT Anatara Posisi Kepala-Leher Netral dan
Lateral Rotasi ...................................................................... 39

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Konfigurasi Endotracheal Tube .......................................... 6


Gambar 2.2 Mekanisme Cedera Mukosa Trakea Akibat Inflasi Berlebihan Pada
Cuff Pipa Endotrakeal .......................................................... 9
Gambar 2.3 Skema Cuff Inflator ............................................................. 15
Gambar 4.1 Posisi Kepala-Leher Netral 0 Derajat Pada Sumbu Tengah 25
Gambar 4.2 Lateral Rotasi Kepala-Leher ................................................ 26
Gambar 6.1 Pengukuran Sudut Lateral Rotasi Kepala-Leher Menggunakan
Goniometri ........................................................................... 45
Gambar 6.2 Peningkatan Tekanan Cuff ETT Saat Perubahan Posisi Kepala
Leher Netral (28 cmH2O) Menjadi Posisi Kepala-Leher Lateral
Rotasi (32 cmH2O) Pada Salah Satu Sampel. .................... 46
Gambar 6.2 Gambaran Stenosis Trakea Paska Intubasi Endotrakeal..... 47

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Penjelasan Untuk Mengikuti Penelitian ............................... 55


Lampiran 2 Pernyataan Persetujuan Untuk Berpartisipasi Dalam
Penelitian ............................................................................ 56
Lampiran 3 Surat Keterangan Lolos Kaji Etik ......................................... 57
Lampiran 4 Data Penelitian .................................................................... 58
Lampiran 5 Hasil Analisis Statistik SPSS for Windows version 26 ........ 61

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Endotracheal Tube (ETT) merupakan salah satu alat yang digunakan

dalam pengelolaan jalan nafas. ETT biasa digunakan untuk memfasilitasi

manajemen ventilasi pada pemeliharaan anestesia umum. ETT dirancang untuk

dimasukkan melalui hidung atau mulut, dengan ujung distal berada di mid-

trachea, untuk menjaga jalan napas dalam keadaan paten. Secara umum ETT

terbagi menjadi 2 jenis, yaitu jenis kink dan non-kink. ETT jenis non-kink memliki

wire internal yang berbentuk sirkuler berfungsi untuk mencegah ETT tertekuk.

ETT jenis ini biasa dipergunakan untuk operasi pada area kepala leher dan

posisi operasi yang rawan mengakibatkan tertekuknya ETT. Standar ETT yang

digunakan adalah berbahan plastik, sekali pakai, dan memiliki cuff (Butterworth

et al., 2018).

Konfigurasi ETT terdiri dari banyak bagian. Diantaranya adalah katub,

pilot balloon, inflating tube, cuff, murphy eye, beveled tip dan konektor ETT

menuju sirkuit. Salah satu bagian penting dari ETT adalah cuff. Cuff adalah

balon yang dapat dikembangkan di ujung distal dari ETT. Bagian ini berfungsi

sebagai segel pada dinding trakea sehingga mampu mencegah isi lambung

memasuki trakea dan memfasilitasi pelaksanaan ventilasi tekanan positif tanpa

adanya kebocoran aliran udara sehingga memungkinkan ventilasi paru-paru

(Miller et al., 2020).

1
Ada dua jenis cuff ETT yang tersedia, yaitu cuff dengan tekanan tinggi

(volume rendah) dan tekanan rendah (volume tinggi). Cuff tekanan tinggi dapat

mengakibatkan iskemia pada mukosa trakea dan kurang cocok untuk operasi

dengan durasi panjang. Sedangkan cuff tekanan rendah dapat meningkatkan

kejadian nyeri tenggorokan (area kontak lebih luas), aspirasi, ekstubasi

spontan, dan insersi yang sulit. Meskipun demikian, karena insiden kerusakan

mukosa yang lebih rendah, ETT dengan cuff tekanan rendah umumnya

digunakan pada anestesi umum dan pengelolaan pasien kritis yang

membutuhkan tatalaksana jalan nafas definitif (Butterworth et al., 2018; Barash,

2017).

Tekanan pada cuff ETT seharusnya dipantau seacara berkala. Cuff

harus diisi dengan volume minimum di mana tidak ada kebocoran udara pada

saat inspirasi tekanan positif. Tekanan ideal pengembangan cuff bernilai 20

hingga 30 cmH2O (Lee et al., 2019). Tekanan cuff yang berlebihan dapat

menyebabkan cedera pada mukosa trakea. Sedangkan tekanan cuff dibawah

nilai ideal mengakibatkan kebocoran aliran udara pada ventilasi tekanan positif

dan aspirasi. Oleh karena itu, tekanan cuff diluar rentang nilai ideal (< 20 cmH2O

dan > 30 cmH2O) berpotensi membahayakan pasien (Miller et al., 2020).

Pada pembedahan area kepala-leher sering memerlukan posisi kepala-

leher lateral rotasi agar visualisasi lapangan operasi lebih baik (Tailleur et al.,

2016). Mekanisme perubahan tekanan intracuff ini diakibatkan oleh perubahan

posisi kepala dan leher menyebabkan migrasi tube dan terjadi perubahan

bentuk struktur anatomi yang berdekatan (Kim S., 2018; Kumar et al., 2020;

Kim, H. J. et al., 2021). Kim et al. (2021) mengamati adanya pergeseran ujung

ETT ke cefalad dengan posisi kepala-leher lateral rotasi. Hal tersebut

2
mengakibatkan peningkatan tekanan intracuff dari ETT meningkat lebih banyak

dengan lateral rotasi kepala-leher ke arah sisi yang sama dari fiksasi tube

dibandingkan dengan rotasi kepala ke sisi yang berlawanan. Sedangkan Jordi

Ritz et al., (2008) menyebutkan adanya inkonsistensi perubahan tekanan

intracuff pada saat posisi kepala-leher lateral rotasi. Adanya peningkatan

tekanan intracuff yang terjadi pada saat perubahan posisi kepala-leher lateral

rotasi berpotensi mengakibatkan kerusakan pada mukosa jalan nafas. Tekanan

cuff lebih dari 25-30 cmH2O dapat menyebabkan cedera mukosa trakea,

disfungsi pita suara akibat parese saraf laring, dan nyeri tenggorokan (Sultan et

al., 2019). Inkonsitensi perubahan tekanan intracuff dari beberapa penelitian

terdahulu menginisiasi penulis untuk meneliti perbedaan tekanan intracuff ETT

antara posisi kepala-leher netral dan posisi kepala leher lateral rotasi pada

pasien yang telah terintubasi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas timbul permasalahan

sebagai berikut : "Apakah terdapat perbedaan tekanan intracuff ETT antara

posisi kepala-leher netral dan posisi kepala leher lateral rotasi pada pasien

terintubasi?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan tekanan intracuff ETT antara posisi kepala-

leher netral dan posisi kepala-leher lateral rotasi pada pasien yang telah

terintubasi.

3
1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui tekanan di dalam cuff ETT pada posisi kepala-leher

netral.

2. Mengetahui tekanan di dalam cuff ETT pada posisi kepala-leher

lateral rotasi.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu sumber

informasi mengenai perbedaan tekanan intracuff ETT antara posisi

kepala-leher netral dan posisi lateral rotasi, sehingga ahli anestesi

diharapkan melakukan monitoring ketat terhadap tekanan intracuff

selama pemeliharaan anestesi terutama setelah perubahan posisi

kepala-leher agar komplikasi dari perubahan tekanan intracuff dapat

dicegah.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk peningkatan

pelayanan pada pasien yang menjalani prosedur anestesi umum

dengan menggunakan metode intubasi endotrakeal.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Endotracheal Tube (ETT)

Intubasi trakea adalah baku standar emas untuk manajemen jalan napas.

Insersi ETT memberikan perlindungan maksimal terhadap aspirasi isi lambung,

dan memungkinkan Positive Pressure Ventilation (PPV) dengan tekanan jalan

napas yang lebih tinggi dibandingkan dengan masker wajah atau Supraglottic

Airway Device (SGA). ETT standar yang modern adalah tube yang terbuat dari

plastik sekali pakai (disposable), single-use, tipe cuffed, yang dirancang untuk

dimasukkan melalui hidung atau mulut dan diletakkan dengan ujung distal di

tengah trakea, memberikan jalan napas paten untuk memungkinkan ventilasi paru-

paru. (Miller et al., 2020).

Berbagai jenis ETT yang berbeda tersedia untuk digunakan dalam situasi

khusus. Beberapa fitur yang dimilki diantaranya, adaptor 15 mm universal yang

memungkinkan pemasangan ujung proksimal ke sirkuit dan perangkat ventilasi

yang berbeda, cuff bervolume tinggi dan bertekanan rendah, ujung lengkung

(beveled tip) untuk memfasilitasi perjalanan melalui pita suara; dan lubang

tambahan distal di dinding samping ETT yang dikenal sebagai Murphy Eye, yang

berfungsi untuk menyediakan portal tambahan untuk ventilasi jika ujung distal

lumen tersumbat oleh jaringan lunak atau sekret (Butterworth et al., 2018; Miller et

al., 2020).

ETT dengan cuff secara rutin digunakan untuk intubasi trakea pada

sebagian besar pasien. ETT tanpa cuff digunakan pada neonatus dan bayi. Cuff

5
bervolume tinggi dan bertekanan rendah dipompa dengan udara untuk

memberikan segel pada dinding trakea untuk melindungi paru-paru dari aspirasi

paru dan untuk memastikan bahwa volume tidal yang diberikan mengalirkan udara

ke paru-paru daripada keluar ke saluran napas bagian atas (Miller et al., 2020).

Adanya sebuah pilot balon dengan katup satu arah memungkinkan

pengembangan cuff dan penilaian tekanan cuff. Cuff harus dipompa ke volume

minimum di mana tidak ada kebocoran udara saat inspirasi tekanan positif.

Tekanan cuff yang berlebihan dapat menyebabkan cedera mukosa trakea,

disfungsi pita suara akibat kelumpuhan saraf laring berulang, dan nyeri

tenggorokan. Pemantauan tekanan cuff dengan pengukur tekanan dianjurkan.

Ketika N2O digunakan sebagai bagian dari anestesi, tekanan cuff harus diukur

secara berkala selama operasi. Difusi N2O ke dalam cuff dapat mengakibatkan

peningkatan tekanan cuff ke tingkat yang berpotensi berbahaya (Sultan et al.,

2019).

Gambar 2.1 Konfigurasi Endotracheal Tube (Butterworth et al., 2018).

6
Ukuran ETT biasanya dijelaskan berdasarkan Internal Diameter (ID).

Ukuran ID dengan diameter luar bervariasi antara desain dan pabrikan yang

berbeda. Pemilihan ukuran ETT tergantung pada alasan penempatan dan faktor

spesifik pasien seperti jenis kelamin dan kondisi patologis jalan napas. ETT yang

lebih kecil menghasilkan peningkatan resistensi jalan napas dan kerja pernapasan,

dan ETT dengan ID yang lebih kecil dapat menghalangi bronkoskopi serat optik.

ETT yang lebih besar lebih mungkin dikaitkan dengan trauma mukosa laring atau

trakea dan memiliki insiden sakit tenggorokan yang lebih tinggi setelah anestesi

umum. Umumnya, pada pasien yang diintubasi hanya untuk tujuan anestesi

umum, ETT yang lebih kecil dapat digunakan daripada pasien yang akan tetap

diintubasi dalam jangka menengah hingga panjang sebagai akibat dari gagal

napas; biasanya ETT 7 mm digunakan untuk wanita dan ETT 7,5 atau 8 mm

digunakan untuk pria (Butterworth et al., 2018; Miller et al., 2020).

2.2 Sistem Cuff Pada ETT

Fungsi penting dari cuff pipa endotrakeal (ETT) adalah untuk menutup

celah antara jalan napas dan tepi luar ETT sehingga mencegah kebocoran dan

aspirasi isi faring ke dalam trakea selama ventilasi. ETT dengan cuff umumnya

digunakan untuk pasien dengan ventilasi mekanis untuk mencegah kebocoran gas

dan aspirasi paru. Tekanan cuff ETT harus dalam kisaran yang memastikan

pengiriman volume tidal ventilasi mekanis yang ditentukan, mengurangi risiko

aspirasi sekret yang menumpuk di atas cuff tanpa mengurangi perfusi trakea

(Khan et al., 2016).

7
Tekanan yang diberikan pada dinding trakea adalah salah satu penentu

utama cedera trakea. Tekanan intracuff pada pasien yang diintubasi harus cukup

tinggi untuk mencegah aspirasi makroskopik dan kebocoran udara untuk

memastikan ventilasi yang memadai. Tekanan cuff harus cukup memadai untuk

tidak mengganggu aliran darah mukosa. Telah ditunjukkan bahwa tekanan cuff

dinding lateral yang terus menerus di atas 30 cm H2O mengganggu aliran darah,

dan tekanan cuff di atas 50 cm H2O sepenuhnya menghalangi aliran darah dinding

trakea. Telah ditunjukkan bahwa gangguan aliran darah selama 15 menit

mengakibatkan kerusakan superfisial pada mukosa trakea. Dilaporkan bahwa

tekanan cuff ETT tinggi yang berlangsung lebih dari 15 menit mengakibatkan aliran

darah mukosa terhambat, epitel kolumnar hancur, dan membran basal terbuka

(Khan et al., 2016).

Tabel 2.1 Tekanan Intracuff ETT (Lee et al., 2019).

Tekanan cmH2O mm Hg

Ideal 20 - 30 15 - 22

Tinggi >40 >30

Rendah <20 < 15

Beberapa penulis menganggap tekanan maksimum pengembangan cuff

bernilai 25 cmH2O (18,40 mmHg) sehingga perfusi kapiler dapat memadai. Jika

tekanan lebih besar dari 25-30 mmHg dipertahankan untuk waktu tertentu,

kerusakan dapat terjadi. Jika tekanan terus menerus sama dengan atau lebih tinggi

8
dari 67,5 cmH2O (50 mmHg) diterapkan pada trakea selama 15 menit, epitel,

membran trakea dan tulang rawan dapat dihancurkan. Jadi, harus ada kontrol yang

ketat dan sering dari tekanan ini dengan pengukuran yang konstan dan terus

menerus melalui manometer (Negro et al., 2014).

Kerusakan trakea selama intubasi tidak dapat dihindari sebagai akibat dari

kontak antara ETT dan trakea. Palpasi balon tidak sesuai dengan tekanan cuff

endotrakeal yang diukur, dan pengalaman ahli anestesi tidak sesuai dengan

tekanan cuff yang diukur. Pengukuran instrumental dan penyesuaian tekanan cuff

menghasilkan insiden sakit tenggorokan pascaprosedur yang jauh lebih rendah,

suara serak, dan ekspektoran berlumuran darah. Tekanan yang diberikan pada

dinding trakea tergantung pada kepatuhan trakea dan tekanan yang diukur pada

pilot baloon dari cuff ETT. Tekanan cuff ETT dapat dianggap sebagai perkiraan

yang baik dari tekanan yang diberikan pada mukosa trakea (Khan et al., 2014; Lee

et al., 2019).

Gambar 2.2 Mekanisme Cedera Mukosa Trakea Akibat Inflasi Berlebih


Pada Cuff Pipa Endotrakeal (Sultan et al., 2019).

9
Tekanan intracuff tidak selalu konstan selama operasi dan menjadi bervariasi

karena beberapa faktor seperti suhu tubuh pasien, tekanan jalan napas, waktu

intubasi endotrakeal, dan anestesi dengan nitrous oxide. Selain itu, posisi kepala

yang berada di bawah (Head-down) dan pneumoperitoneum yang disebabkan oleh

insuflasi karbon dioksida dapat menyebabkan peningkatan tekanan jalan napas

dan intracuff. Sebuah manometer tekanan cuff manual dapat digunakan untuk

mengatur tekanan intracuff awal dan disesuaikan relatif terhadap perubahan

berikutnya dalam tekanan intracuff. Namun, metode ini berisiko mengalami

penurunan tekanan pada setiap pengukuran, yang berpotensi mengakibatkan

inflasi cuff yang kurang. Oleh karena itu, pengaturan tekanan cuff kontinyu lebih

disukai daripada pengukuran tekanan intracuff secara intermiten menggunakan

manometer manual (Kim et al., 2021).

Dalam operasi kepala dan leher, kepala dan leher pasien diposisikan untuk

memfasilitasi operasi dengan mengekspos bidang pembedahan. Selain itu,

perubahan posisi kepala dan leher intraoperatif diperlukan dalam kasus

pembedahan di beberapa area. Posisi kepala dan leher dapat mengubah tekanan

intracuff tube orotrakeal karena panjang dan dimensi jalan napas berubah dengan

fleksi, ekstensi, dan rotasi leher. Hal ini dapat menyebabkan perpindahan tube dan

kompresi atau pelepasan cuff. Dengan demikian, perlu untuk menyesuaikan

tekanan intracuff setelah intubasi trakea dan reposisi (Kim S., 2018; Komasawa et

al., 2015).

10
2.3 Metode Pengukuran Tekanan Intracuff

Pengukuran tekanan cuff sangat rumit, karena pada kenyataannya tekanan

di dalam cuff tidak mewakili tekanan dinding lateral terutama pada low volume high

pressure tube. Dimana sebagian besar tekanan di dalam cuff diperlukan untuk

regangan cuff ETT. Disamping itu pengukuran tekanan di dalam cuff secara klinis

berguna menghindari kerusakan mukosa secara berlebihan. Hal ini terjadi jika

tekanan cuff melebihi tekanan dinding lateral sehingga menyebabkan gangguan

aliran darah kapiler pada mukosa jalan nafas (Kumar et al., 2020).

Tekanan intracuff bervariasi berdasar siklus respirasi. Pada pasien dengan

pernafasan spontan, tekanan jalan nafas dan tekanan cuff menjadi negatif pada

saat inspirasi. Selama kontrol pernafasan buatan, terjadi tekanan positif pada cuff

selama inspirasi. Selama penggunaan ventilasi mekanik, terjadi tekanan positif

pada bagian bawah cuff selama inspirasi dan udara di dalam cuff tertekan

sedemikian sehingga tekanan di dalam cuff setara dengan tekanan jalan nafas.

Oleh karena itu pengukuran tekanan intracuff ETT idealnya dilakukan saat siklus

akhir ekspirasi (Kumar et al., 2020).

Banyak teknik yang biasa digunakan untuk menilai kecukupan tekanan cuff

ETT pasca intubasi, dimana semuanya termasuk dalam kelompok besar inflation

methods. Pada metode ini cuff dikembangkan dengan memberikan udara atau

cairan ke dalamnya, untuk selanjutnya dilakukan penilaian kecukupan tekanan

dengan banyak cara yang hingga saat ini belum terdapat suatu konsensus

tertentu. Beberapa teknik tersebut diantaranya adalah :

2.3.1 Palpasi Manual Pada Pilot Baloon

Penjabaran dari teknik ini adalah dikembangkannya cuff dengan

sejumlah tertentu udara dan setelah itu pilot balloon dipalpasi untuk

11
mengetahui atau mengestimasi kecukupan tekanan di dalam cuff. Dan

seperti halnya teknik-teknik yang lain, metode ini juga dilaporkan tidak

sepenuhnya dapat dipercaya dan bahkan ditolak oleh beberapa ahli untuk

digunakan sebagai metode pengukuran kecukupan tekanan cuff

(Butterworth et al., 2018). Metode ini, dalam praktek klinis di lapangan,

merupakan metode yang paling sering digunakan bersama-sama dengan

minimal occlusive technique. Pada studi yang dilakukan pada total 9 pasien,

ditemukan 2 orang dalam resiko terjadi aspirasi; 4 orang dengan resiko

terjadi iskemi akibat tekanan cuff yang terlalu tinggi; dan 3 orang dengan

tekanan cuff yang ideal. Dinyatakan juga bahwa ketidak-akuratan metode

ini antara lain dipengaruhi oleh faktor perbedaan fisik antar tiap ETT yang

digunakan, serta variasi antar pengamat (Harm et al., 2013).

2.3.2 Teknik Kebocoran Minimum (Minimum Leak)

Dalam pelaksanaan menggunakan teknik ini, udara diinjeksikan ke

dalam cuff sedemikian sehingga tersisa hanya ‘sedikit’ kebocoran suara

nafas pada fase end inspiratory. Definisi ‘sedikit’ ini sebenarnya tidak terlalu

jelas, sehingga dalam kenyataannya terdapat banyak variasi hasil yang

diperoleh. Namun, bila dibandingkan dengan minimal occlusive volume

technique, metode ini memiliki lebih banyak resiko untuk terjadinya silent

aspiration (Kumar et al., 2020).

2.3.3 Predetermined Volume Technique

Pada teknik ini dipilih secara random volume udara tertentu yang

akan digunakan untuk mengembangkan cuff ETT, tanpa memperhitungkan

diameter trakea, tekanan intra thorakal, maupun agent anestesi yang

dipakai. Dalam studi yang menggunakan teknik ini ditemukan bahwa 5

12
orang (25%) memiliki resiko terjadinya aspirasi, 12 pasien (60%) dengan

resiko terjadinya kerusakan iskemia trakea, dan hanya 3 orang (15%) yang

berada dalam rentang tekanan ideal. Metode ini dikritisi karena memiliki

banyak kelemahan apabila digunakan sebagai metode standar untuk

mengembangkan cuff ETT. Selain itu volume udara yang dibutuhkan untuk

mengembangkan cuff bergantung dari ukuran dan jenis ETT. Namun dalam

penelitian lain, didapatkan fakta bahwa volume udara yang diperlukan untuk

mencapai tekanan cuff 20 cmH2O tidak berbeda secara nyata sebagai

fungsi dari ukuran ETT. Bahkan mereka menyatakan bahwa dengan

menginjeksikan volume udara antara 2-4 ml, melalui perhitungan regresi,

biasanya sudah akan menghasilkan tekanan cuff dalam rentang 20-30

cmH2O dan tidak tergantung pada ukuran ETT (Kumar et al., 2020).

2.3.4 Minimal Occlusive Volume Technique

Prinsip yang digunakan pada metode ini adalah mengisikan

sejumlah volume udara ke dalam cuff sehingga tidak terdengar lagi

kebocoran suara nafas pada fase end-inspiratory saat diberikan ventilasi

tekanan positif. Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa sesungguhnya

teknik cukup adekuat untuk melindungi dari bahaya aspirasi. Pada studi itu

dinyatakan bahwa 5 dari 15 pasien yang digunakan teknik ini pasca intubasi,

diduga memiliki resiko terjadinya aspirasi dikarenakan tekanan cuff yang

terlalu rendah, 1 pasien beresiko mengalami iskemi mukosa trakea akibat

tekanan cuff yang terlalu tinggi, dan 9 pasien sisanya berada dalam rentang

ideal tekanan cuff, setelah dilakukan pengukuran dengan menggunakan alat

khusus pengukur tekanan cuff. Apabila dibandingkan dengan teknik tanpa

alat lainnya, teknik ini adalah teknik tanpa alat terbaik yang dapat digunakan

13
untuk mengembankan balon cuff. Namun teknik ini jarang diaplikasikan oleh

sebagian besar anestesiolog karena dianggap tidak praktis (Kumar et al.,

2020).

2.3.5 Direct Intracuff Pressure Measurement Technique

Pada teknik yang dianggap paling ideal ini, sebuah manometer

mengukur secara langsung tekanan di dalam cuff ETT melalui hubungan

dengan pilot balloon. Namun, dikarenakan perlunya sebuah alat khusus

yaitu manometer, teknik ini cenderung menjadi terkesan ‘mahal’ dan tidak

nyaman untuk dilaksanakan sehari-hari. Oleh karena itu metode ini jarang

sekali digunakan oleh banyak ahli anestesi. Meskipun demikian,

penggunaan metode ini tetap dinyatakan sebagai teknik paling efektif untuk

mencegah terjadinya tekanan cuff ETT yang overinflasi dan underinflasi

(Khan et al., 2016).

Dari berbagai metode pengembangan cuff ETT yang dilakukan para

ahli anestesi di seluruh dunia, bagaimanapun, kecuali metode direct

intracuff pressure measurement technique hanyalah sekedar pengukuran

yang berdasarkan estimasi belaka. Dan tentu saja dengan demikian akan

memberikan resiko bagi pasien. Upaya mengestimasi ukuran kecukupan

tekanan intracuff bisa jadi tidak akurat karena sempitnya rentang antara

tekanan yang akan memberikan perlindungan seal sembari mencegah

terjadinya perlukaan pada trakea (Kumar et al., 2020; Khan et al., 2016).

14
Gambar 2.3 Skema Cuff Inflator (Asai et al., 2014)

2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Intracuff

ETT yang memiliki cuff biasanya digunakan selama ventilasi mekanis

invasif dengan tujuan memberikan perlindungan yang memadai pada jalan napas

agar mencegah kebocoran udara, dan mencegah cairan di sekitar ETT masuk

kedalam trachea. Ada 3 faktor yang mempengaruhi tekanan cuff ETT, yaitu faktor

yang berhubungan dengan pasien, keadaan lingkungan, dan intervensi terapeutik.

Faktor yang berhubungan dengan pasien adalah posisi pasien, rasio antara cuff

dan diameter trakea, posisi kepala-leher, dan penurunan suhu inti tubuh (core

temperature). Sedangkan faktor lingkungan adalah ketinggian (altitude) dan

hilangnya volume cuff seiring berjalannya waktu. Faktor lain adalah faktor

intervensi terapeutik yang dikerjakan pada pasien. Faktor yang mempengaruhi

diantaranya ventilasi tekanan positif, ventilasi dengan inhalasi nitrous oxide,

sedasi, blokade neuromuskular, jumlah udara yang disuntikkan ke dalam manset,

karakteristik fisik cuff dan prosedur suctioning (Khalil et al., 2018).

15
Faktor yang berhubungan dengan pasien dikatakan mempengaruhi

tekanan cuff ETT. Perubahan posisi kepala-leher pasien dapat mengakibatkan

pergeseran posisi dari ETT sehinga menyebabkan perubahan dari tekanan cuff

ETT (Khalil et al., 2018). Menurut penilitian Handayanto A. W. dkk. (2013)

perubahan posisi supine ke lateral decubitus juga dikatakan dapat menyebabkan

peningkatan tekanan cuff akibat dari penurunan volume paru dependen sehingga

berakibat pada peningkatan tekanan ventilasi dan resistensi airway. Peningkatan

tekanan ini mendesak ke semua struktur di dalam paru dan jalan nafas, termasuk

dinding cuff ETT. Kondisi tersebut diperparah dengan adanya kondisi morbid

obese. Ukuran trachea juga berpengaruh terhadap tekanan cuff ETT. Apabila

ukuran trachea lebih sempit akibat adanya adanya edema pada mukosa trakea

(kehamilan, trauma inhalasi, atau cidera pada trakea) maka tekanan intracuff ETT

akan lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pasien normal meskipun

dikembangkan dengan volume udara yang sama. Tinggi badan juga dikatakan

berkaitan dengan diameter trakea. Pada pasien dengan tinggi badan < 150 cm

diameter trakea lebih kecil, sedangkan tinggi badan >180 cm memiliki diameter

trakea yang lebih lebar. Faktor lain adalah suhu inti tubuh. Pada pasien yang

menjalani hypothermic Cardiopulmonary Bypass (CPB) tekanan cuff mengalami

penurun yang signifikan akibat dari vasokontriksi dari pembuluh darah trachea

sehingga mengakibatkan diameter trachea menjadi lebih lebar (Khalil et al., 2018).

Lingkungan juga dapat mempengaruhi tekanan cuff ETT. Ketinggian

merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi. Tekanan

udara pada ruang tertutup dapat meningkat pada ketinggian tertentu karena terjadi

penurunan ambient barometric pressure (Khalil et al., 2018). Selain itu, seiring

berjalannya waktu tekanan cuff juga dapat mengalami penurunan. Sole et al.,

16
(2011) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa pada durasi 4 hingga 5 jam pasca

pengembangan cuff ETT dapat terjadi penurunan tekanan sebesar 5 cmH2O.

Semakin lama durasi pemasangan ETT maka semakin besar pula penurunan

tekanan cuff yang mungkin terjadi.

Tabel 2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Intracuff ETT (Khalil et al., 2018).

FAKTOR PASIEN FAKTOR FAKTOR INTERVENSI


LINGKUNGAN TERAPETIK

• Posisi kepala- • Ketinggian • Suctioning


leher • Durasi • PEEP
• Posisi tubuh pemasangan • Ventilasi
• Ukuran trachea tekanan positif
(Kehamilan, • Pemberian
edema airway, sedasi
tinggi badan) • Pemberian
• Suhu tubuh inti pelumpuh otot
(Core non-
temperature) depolarized
• BMI > 40 kg/m2 • Jumlah udara
yang
disuntikkan
kedalam cuff
• Siklus respirasi

Faktor lain yang dapat menyebab penurunan tekanan cuff ETT adalah

intervensi terapetik yang dikerjakan pada pasien. Tindakan suctioning, pemberian

ventilasi tekanan positif, pemberian sedasi, pemberian obat pelumpuh otot non-

depolarized, dan jumlah udara yang disuntikkan dapat mempengaruhi tekanan cuff

ETT. Penurunan tekanan intracuff dapat terjadi pada saat tindakan suctioning,

pemberian sedasi, dan penggunaan obat pelumpuh otot non-depolarized.

Sedangkan ventilasi tekanan positif, penggunaan PEEP (Positive End Expiratory

Pressure), dan penyuntikan udara yang berlebihan kedalam cuff dapat

menyebabkan peningkatan tekanan cuff ETT. N2O juga dapat mempengaruhi

17
tekanan cuff karena kemampuannya untuk berdifusi sangat tinggi (Khalil et al.,

2018).

2.5 Posisi Kepala-Leher dan Tekanan Intracuff

Posisi kepala dan leher mempengaruhi tekanan intracuff pipa endotrakeal.

Mekanisme perubahan tekanan intracuff ini diakibatkan oleh perubahan posisi

kepala dan leher menyebabkan migrasi tube dan terjadi perubahan bentuk struktur

anatomi yang berdekatan . Panjang jalan napas berubah seiring perubahan postur

kepala atau leher dan selang ETT begeser ke arah cefalad atau ke arah caudal

sepanjang trakea (Kim S., 2018; Kumar et al., 2020; Kim, H. J. et al., 2021).

Peneliti terdahulu mengamati penarikan ujung tube endotrakeal dari carina

dengan rotasi kepala. Mereka menemukan tekanan intracuff dari tube endotrakeal

meningkat lebih banyak dengan rotasi kepala ke arah sisi yang sama dari fiksasi

tube dibandingkan dengan rotasi kepala ke sisi yang berlawanan. Dalam penilitian

tersebut menunjukkan bahwa fleksi leher memindahkan tube ke arah carina dan

ekstensi leher memindahkan tube menjauh dari carina. Sedangkan posisi lateral

rotasi menyebabkan perubahan terkanan intracuff yang inkonsisten. Selain itu,

perubahan tekanan cuff juga dapat terjadi pada posisi leher fleksi sehingga

menyebabkan pergeseran trakea ke posterior, sehingga esofagus dan tulang

belakang mengkompresi cuff ETT. Sedangkan ekstensi leher menggerakkan

trakea ke anterior, menyebabkan penurunan tekanan cuff. Oleh karena itu, dapat

disimpulkan bahwa gerakan selang endotrakeal di sepanjang jalan napas dan

perubahan gaya yang diberikan pada cuff oleh struktur sekitarnya adalah alasan

untuk perubahan tekanan intracuff pada posisi kepala dan leher yang berbeda

(Kim, H. J. et al., 2021).

18
Berdasarkan hal tersebut maka, tidak ada jaminan bahwa tekanan intracuff

akan berada dalam kisaran aman pada semua pasien ketika postur mereka

berubah. Dengan demikian, perlu untuk menyesuaikan tekanan intracuff setelah

intubasi trakea dan reposisi.

19
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

FAKTOR PASIEN :

• Posisi kepala-leher
• Posisi tubuh
• Ukuran trachea
(Kehamilan, edema airway,
tinggi badan)
• Suhu tubuh inti (Core
temperature)
• BMI > 40 kg/m2 TEKANAN
FAKTOR LINGKUNGAN : INTRACUFF ETT
• Durasi pemasangan (Endotracheal Tube)
• Ketinggian (Altitude)

FAKTOR INTERVENSI
TERAPETIK:

• Siklus respirasi
PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI
• Positive End Expiratory
YANG BERDEKATAN
Pressure (PEEP)
• Ventilasi tekanan positif MENGAKIBATKAN PENEKAN PADA
• Suctioning CUFF ETT
• Penggunaan obat sedasi
dan obat pelumpuh otot
• Jumlah udara yang
disuntikkan kedalam cuff. PERGESERAN POSISI ETT

PERUBAHAN POSISI
KEPALA LEHER

: Tidak diteliti

: Diteliti

20
3.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep diatas maka dapat dirumuskan suatu

hipotesis sebagai berikut: “Terdapat perbedaan tekanan intracuff ETT antara posisi

kepala-leher netral dan posisi kepala-leher lateral rotasi pada pasien terintubasi.”

21
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian eksperimental

analitik untuk mengetahui perbedaan tekanan di dalam cuff ETT antara posisi

kepala-leher netral dan lateral rotasi pada pasien yang telah terintubasi.

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi Penelitian

Populasi target adalah pasien operasi elektif yang menggunakan metode

anestesi umum dengan intubasi di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. Saiful

Anwar Malang.

4.2.2 Sampel

Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria

inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Sampel diambil dengan cara

consecutive sampling yaitu setiap subyek yang memenuhi kriteria inklusi penelitian

dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah

subyek yang diperlukan terpenuhi. Besar subyek pada penelitian ini dihitung

berdasarkan rumus besar sampel penelitian analitik untuk data numerik

berpasangan (Sastroasmoro, S. & Ismael, S., 2002).

22
N1 = N2 =

N1 = N2 = jumlah subyek,

Zα = deviat baku alpha

Zβ = deviat baku beta

S = simpangan baku tekanan di dalam cuff ETT posisi kepala-leher

netral ditetapkan berdasarkan penelitian pendahuluan

X1 - X2 = selisih rerata minimal yang dianggap bermakna

Pada penelitian ini tingkat kesalahan tipe I (nilai a) ditetapkan 0,05

sehingga Za = 1,96 (hipotesis dua arah). Tingkat kesalahan tipe II (nilai P)

ditetapkan 0,1 yang merupakan power penelitian sehingga didapatkan nilai Zp =

1,28. Simpangan baku gabungan akan ditetapkan berdasarkan penelitian

pendahuluan dan selisih rerata minimal yang dianggap bermakna adalah 5. Besar

sampel minimal yang dibutuhkan untuk penelitian pendahuluan adalah 7 orang.

Didapatkan sampel minimal adalah 12 orang. Untuk mengantisipasi kemungkinan

subyek yang terpilih drop out, dilakukan penambahan subyek sebesar 20% dari

besar sampel minimal. Sehingga jumlah sampel minimal adalah 15 orang. Pada

penelitian ini kami putuskan jumlah sampel adalah sebesar 40 orang.

4.2.2.1 Kriteria inklusi

1. Pasien dewasa berumur diatas 18 tahun hingga usia 64 tahun;

2. Pasien dengan status fisik ASA I - II;

23
3. Tinggi badan 150 – 180 cm;

4. Bersedia mengikuti prosedur penelitian.

4.2.2.2 Kriteria Eksklusi

1. Dengan kelainan pada servikal;

2. Dengan riwayat penyakit paru obstruktif kronik;

3. Pasien hamil;

4. Pasien morbid obese (BMI > 40 kg/m2);

5. Pasien dengan kemungkinan manajemen jalan napas sulit.

4.3 Variabel Penelitian

4.3.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah posisi kepala-leher, merupakan

variabel nominal.

4.3.2 Variabel Tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah tekanan di dalam cuff

ETT, merupakan variabel numerik.

4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUD Dr.

Saiful Anwar Malang selama periode Juli 2022.

4.5 Alat dan bahan Penelitian

4.5.1 Alat Penelitian

1. Sarung tangan non steril

2. Spuit disposable 10 cc

24
3. Manometer tekanan intracuff

4. Alat tulis dan formular penelitian

5. Goniometri

4.5.2 Bahan Penelitian

1. ETT dengan cuff dengan inner diameter 6,5-8,0 mm

4.6 Definisi Operasional

4.6.1 Posisi kepala-leher netral adalah posisi kepala-leher saat ETT telah

terpasang, berada diatas meja operasi tanpa manipulasi fleksi, rotasi maupun

ekstensi dari kepala, tanpa tambahan ganjalan bantal intubasi pada kepala

ataupun bantal pada bahu (posisi 0 derajat tepat pada titik tengah kepala sejajar

dengan tragus diukur dengan goniometri);

Gambar 4.1 Posisi Kepala-Leher Netral 0 Derajat Pada Sumbu Tengah Kepala.

4.6.2 Posisi kepala-leher lateral rotasi adalah posisi kepala-leher saat ETT

terpasang, berada diatas meja operasi tanpa tambahan ganjalan bantal intubasi

ataupun bantal pada bahu, dilakukan rotasi kepala-leher ke lateral sehingga dagu

hampir sejajar dengan bahu pasien. Pada penelitian ini dilakukan lateral rotasi

25
kepala-leher ke kanan sebesar 60 derajat (pengukuran menggunakan goniometri);

Gambar 4.2 Lateral Rotasi Kepala-Leher.

4.6.3 Intubasi Endotrakeal adalah pelaksanaan pengelolaan jalan nafas

dengan cara memasukkan ETT ke dalam trakhea pasien dengan tujuan mencegah

hambatan saluran nafas atas dan meyakinkan udara bisa masuk ke dalam paru.

Pada penelitian ini digunakan standar kedalaman ETT pada wanita 18 cm dan

pada laki-laki 21 cm. Kemudian dilakukan fiksasi ETT pada ujung bibir sisi kanan.

Untuk memudahkan tindakan ini digunakan obat anestesi dan pelumpuh otot yang

disesuaikan dengan berat badan tiap penderita;

4.6.4 Endotracheal Tube (ETT) adalah tabung terbuat dari plastik Polyvinyl

Chloride yang dipergunakan untuk mempertahankan saluran nafas atas tetap

terbuka sehingga dapat diberikan nafas buatan ke dalam paru. Alat ini dilengkapi

dengan sistem cuff yang bertujuan utama sebagai seal atau menutup celah antara

tube dan trakhea, sehingga dapat mencegah terjadinya aspirasi paru. Untuk

penelitian ini dipergunakan ETT tipe kinking dengan high volume-low pressure cuff

merk Remedi®, sesuai yang rutin dipergunakan di IBS RSUD Dr. Saiful Anwar;

26
4.6.5 Tekanan cuff adalah tekanan pada dinding lateral trakea, yang diukur

pada end expiration, setelah cuff dikembangkan menggunakan sejumlah tertentu

volume udara sehingga tercapai tekanan tertentu ketika diukur dengan alat

Portex® Cuff inflator. Satuan yang digunakan adalah cmH2O;

4.6.6 Alat pengukur tekanan cuff adalah piranti khusus untuk mengisi tekanan

cuff dengan bagian utamanya adalah sebuah manometer untuk mengukur secara

langsung tekanan di dalam cuff ETT. Untuk penelitian ini digunakan alat Portex®

Cuff inflator;

4.6.7 Pasien status fisik ASA I adalah klasifikasi status fisik pasien menurut

American Society of Anesthesiologist (ASA) yang menggambarkan keadaan

umum pasien dengan kondisi tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik

selain penyakit yang akan dioperasi. Klasifikasi status fisik ASA terdiri dari ASA I

hingga ASA VI;

4.6.8 Pasien status fisik ASA II adalah klasifikasi status fisik pasien menurut

American Society of Anesthesiologist (ASA) yang menggambarkan keadaan

umum pasien dengan kondisi kelainan sistemik ringan-sedang selain penyakit

yang akan dioperasi. Klasifikasi status fisik ASA terdiri dari ASA I hingga ASA VI;

4.6.9 Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai

dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel.

Pada pasien dengan PPOK potensial terjadi internal PEEP (Positive End

Expiratory Pressure) sehingga dapat menimbulkan peningkatan tekanan intracuff;

4.6.10 Cidera servikal adalah kondisi ruda paksa pada area tulang belakang

bagian servikal sehingga menyebabkan disfungsi motoric, sensorik, maupun

otonom. Pada kondisi ini pasien diposisikan in-line agar tidak terjadi kerusakan

sekunder akibat dari malposisi kepala-leher pasien sehingga posisi lateral-rotasi

27
kepala leher tidak diperbolehkan.

4.6.11 Teknik minimal occlusive volume adalah teknik pengisian cuff ETT

dengan cara mengisikan sejumlah volume udara ke dalam cuff sampai tidak

terdengar lagi kebocoran suara nafas melalui auskultasi pada fase end-inspiratory

saat diberikan ventilasi tekanan positif. Jumlah volume udara yang digunakan

adalah volume udara yang paling minimal sedemikian rupa sehingga tidak terjadi

kebocoran suara nafas saat diberikan ventilasi tekanan positif.

4.7 Prosedur dan Alur Penelitian

4.7.1 Prosedur Penelitian

1. Semua pasien diperlakukan sebagaimana layaknya prosedur anestesi umum

standar.

2. Malam hari sebelum dilaksanakan operasi keesokan harinya dilakukan

pemeriksaan pre operative untuk menentukan status fisik sesuai klasifikasi

ASA dan menetapkan rencana anestesi umum.

4. Dilakukan pemeriksaan kelayakan masuk kriteria inklusi dan eksklusi.

5. Subyek penelitian yang terpilih diberi tahu prosedur pelaksanaan penelitian

dan diminta metandatangani persetujuan jika setuju.

6. Saat pasien masih berada di Ruang Persiapan / Premedikasi. Dilakukan

pengecekan sekali lagi formulir informed consent dan persetujuan pasien

mengikuti penelitian ini.

7. Di dalam ruang operasi, setelah pasien dipasang perlengkapan monitoring

standar, diyakinkan jalur i.v yang adekuat dan paten, pasien diberikan

preoxgenation yaitu pernafasan menggunakan fraksi oksigen 100 %.

8. Memulai melakukan prosedur anestesi umum. Endotracheal Tube yang

28
digunakan seragam, yaitu dari jenis yang bersifat kink merk Remedi®,

dengan ukuran inner diameter 6,5 - 8,0 mm, disesuaikan dengan kondisi

pasien.

9. Anestesi umum dimulai dengan memberikan obat induksi : Fentanyl 2

mcgg/kgBB, Propofol 1,5-2,5 mg/kgBB, dan Atracurium 0,5 mg/kgBB.

Setelah tercapai waktu kurang lebih 5 menit dengan pemafasan bantuan

(assisted sampai dengan controlled ventilation), dilakukan single attempt

intubation.

10. Segera setelah intubasi endotrakheal berhasil dilakukan, kepala-leher

diposisikan netral. Cuff dikembangkan menggunakan Teknik minimal

occlusive volume technique. Dilakukan pengecekan masuk tidaknya ETT ke

trakea melalui auskultasi dan evaluasi ETCO2, lalu diperiksa simetris kanan

kiri, kemudian dilakukan fiksasi pada ETT pada sudut bibir kanan. Setelah

ETT terfiksasi dengan baik, dilakukan pengukuran tekanan cuff pada posisi

kepala-leher netral dengan menggunakan Portex® Cuff inflator pada saat

end-expiration dari ventilasi manual tanpa melepas sirkuit anestesi dari ETT

dan kondisi tanpa PEEP. Selama pengukuran, oksigenasi pasien terjaga

dengan metode passive oxygenation menggunakan fraksi oksigen 100% dan

flow oksigen 5 lpm. Data yang didapat dicatat sebagai data tekanan di dalam

cuff posisi kepala-leher netral.

11. Sebelum dilakukan perubahan posisi kepala leher pasien, dilakukan ventilasi

tekanan positif dengan menggunakan oksigen fraksi 100% selama 3 menit

dengan tujuan memberikan preoksigenasi sebelum dilakukan pengukuran.

Kemudian posisi kepala-leher diposisikan pada posisi kepala-leher lateral

rotasi kanan. Diukur kembali tekanan di dalam cuff ETT dengan Portex® Cuff

29
inflator. Pengukuran tekanan cuff pada posisi kepala-leher lateral rotasi

kanan dilakukan dengan menggunakan Portex® Cuff inflator pada saat end-

expiration dari ventilasi manual tanpa melepas sirkuit anestesi dari ETT dan

kondisi tanpa PEEP. Selama pengukuran, oksigenasi pasien terjaga dengan

metode passive oxygenation menggunakan fraksi oksigen 100% dan flow

oksigen 5 lpm. Jika data telah dicatat maka posisi pasien dikembalikan ke

posisi sesuai kebutuhan operasi, dilakukan pemeriksaan ulang apakah ETT

masih berada pada kedalaman yang benar, dan kemudian cuff ETT

dikembangkan hingga 25 cmH2O dengan menggunakan cuff inflator.

13. Pemeliharaan anestesi umum dilakukan dengan agent anestesi inhalasi

Isoflurane atau Sevoflurane 0,5-1 MAC dalam oksigen (O2), menggunakan

recirculating breathing system. Tidak digunakan nitrous oxide (N2O) pada

penelitian ini. Injeksi muscle relaxant ulangan diberikan sesuai kebutuhan

relaksasi otot pasien.

14. Jika tindakan operasi telah selesai, pasien dibangunkan dan kemudian

dilakukan ekstubasi. Pasca ekstubasi dilakukan reevaluasi kondisi pasien.

Jika stabil pasien dibawa ke ruang pulih pasca anestesi untuk dilakukan

observasi.

30
4.7.2 Alur Penelitian

31
4.8 Analisis Data

Analisis data penelitian dilakukan dengan menggunakan uji statistik yang

sesuai untuk data hasil penelitian dari kedua variabel yang diteliti (posisi kepala-

leher dan perubahan tekanan di dalam ETT). Posisi kepala-leher (netral dan lateral

rotasi) berupa variabel nominal. Perubahan tekanan di dalam cuff ETT berupa

variabel numerik. Data yang dianalisis pada penelitian adalah perbedaan rerata

tekanan di dalam cuff antara posisi kepala-leher netral dan posisi kepala-leher

lateral rotasi, sehingga analisis data menggunakan uji t berpasangan. Bila syarat

uji t berpasangan tidak terpenuhi (data tidak berdistribusi normal) maka digunakan

uji Wilcoxon. Perbedaan hasil pengukuran antar kelompok diuji dengan tingkat

kemaknaan a = 0,05 dan interval kepercayaan 95%.

32
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

Pemilihan pada sampel dilakukan dengan menerapkan kriteria inklusi dan

eksklusi yang telah ditentukan. Besaran jumlah sampel dihitung berdasarkan

rumus besar sampel penelitian analitik untuk data numerik berpasangan.

Didapatkan sampel minimal adalah 12 orang. Namun dengan pertimbangan

tentang kemungkinan terjadinya drop out maupun eliminasi pada perhitungan

statistik dan keterbatasan waktu penelitian, maka diputuskan untuk mengambil

sampel sebesar 40 orang. Dari sejumlah sampel tersebut tidak didapatkan subyek

yang drop out maupun dikeluarkan dari perhitungan dan Analisa statistik.

5.1 Karakteristik Subyek

Sebelum dilakukan analisis mempergunakan metode analitik, perlu

diketahui terlebih dahulu pola sebaran data yang diperoleh sebagai hasil penelitian

ini, sehingga tidak akan terjadi kesalahan ataupun kerancuan dalam

mempergunakan uji-uji statistik. Analisis karakteristik dan sebaran data dari

beberapa variabel, yang meliputi antara lain variabel umur, jenis kelamin, berat

badan, tinggi badan dan status fisik ASA.

33
Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Demografi, Antropometri, dan Status Fisik
Subyek

Variabel Data Deskripsi P


Jenis Kelamin 0,000
Laki-laki 24 (60 %)
Perempuan 16 (40 %)
Usia (tahun) 38 (19 – 64) 0,247
BB (kg) 60 (45 – 90) 0,451
TB (cm) 160 (150 – 175) 0,189
Status Fisik ASA 0,000
ASA 1 15 (37.5)
ASA 2 25 (62.5)

Keseluruhan subjek penelitian berjumlah 40 orang. Berdasarkan jenis

kelamin, subyek penelitian berjenis kelamin laki-laki lebih besar dibandingkan

perempuan. Didapatkan subjek laki-laki sejumlah 24 orang (60 %), sedangkan

perempuan sejumlah 16 orang (40%). Median berat badan dari keseluruhan

pasien adalah 60 kg, dengan berat badan terendah 45 kg dan tertinggi 90 kg.

Median tinggi badan dari keseluruhan pasien adalah 160 cm, dengan tinggi badan

terendah 150 cm dan tertinggi 175 cm. Sedangkan berdasarkan status fisik

didapatkan 15 pasien (37,5%) ASA 1 dan 25 pasien ASA II (62,5%). Hal tersebut

sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditentukan.

Data yang telah didapatkan kemudian dilakukan perhitungan uji Shapiro-

Wilk untuk mengetahui apakah sebaran data memiliki distribusi normal. Distribusi

data normal jika p > 0,05. Dilihat dari nilai p hasil uji normalitas Shapiro-Wilk maka

data umur, berat badan dan tinggi badan mempunyai sebaran distribusi data

normal. Data jenis kelamin dan status fisik ASA mempunyai sebaran distribusi data

tidak normal. Namun demikian sebagian variabel data yang kami miliki bersifat

kualitatif yaitu data jenis kelamin dan status fisik ASA. Oleh karena hal itu pada

kedua variabel data tersebut memiliki sebaran distribusi data yang tidak normal.

34
5.2 Jenis Operasi

Untuk mengetahui jenis Tindakan operasi yang dikerjakan pada pasien

yang menjadi subyek penelitian, maka dilakukan pengelompokan jenis operasi.

Setelah dilakukan pengelompokan didapatkan jenis operasi terbanyak adalah jenis

operasi bedah digestif dengan 14 pasien (35%), diikuti dengan jenis operasi bedah

ortopedi dengan 12 pasien (30%). Sedangkan jenis operasi lain adalah jenis

operasi bedah plastik (15%), bedah onkologi (7,5%), obstetri dan ginekologi (7,5%)

dan bedah urologi (5%).

Tabel 5.2 Distribusi Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Operasi

Jenis Operasi
Bedah Digestif 14 (35 %)
Bedah Plastik 6 (15 %)
Bedah Ortopedi 12 (30 %)
Bedah Onkologi 3 (7.5 %)
Obstetri dan Ginekologi 3 (7.5 %)
Bedah Urologi 2 (5 %)

5.3 Ukuran ETT dan Volume Awal Pengisian Cuff

Data dikelompokkan berdasarkan ukuran diameter internal ETT yang

digunakan dan jumlah volume udara yang diisikan kedalam cuff berdasarkan

Teknik minimal occlusive volume. Ukuran diameter internal ETT yang paling

digunakan adalah ETT dengan internal diameter 7,5 mm yaitu sebanyak 19

(47,5%). Sedangkan volume pengisian cuff ETT dengan menggunakan Teknik

minimal occlusive volume didapatkan rentang pengisian 4 cc hingga 7 cc. Volume

pengisian terbanyak adalah 6 cc, dengan rerata volume pengisian cuff sebesar

5,37 + 0,92 cc.

35
Tabel 5.3 Distribusi Subyek Penelitian Berdasarkan Ukuran ETT dan Volume
Pengisian Cuff

Variabel Data Jumlah (%) Rerata


7,18 + 0,33
Ukuran ETT (mm) mm
6,5 4 (10%)
7,0 17 (42,5 %)
7,5 19 (47,5 %)
Volume Pengisian (cc) 5,37 + 0,92 cc
4 8 (20%)
5 13 (32,5%)
6 15 (37,5%)
7 4 (10%)

Data volume pengisian cuff ETT kemudian dikelompokkan dan dilakukan

perhitungan rerata tekanan awal intracuff ETT pasca pengisian. Didapatkan pada

rentang pengisian 4 cc sampai 7 cc menghasilkan tekanan awal yang masih dalam

rentang aman yaitu antara 20 – 30 cmH2O.

Tabel 5.4 Distribusi Volume Pengisian Cuff ETT dan Tekanan Awal Cuff

Tekanan Tekanan
Volume Minimum Maksimum
pengisian Jumlah (cmH2O) (cmH2O) Rerata (cmH2O)
4cc 8 24 27 25.8 + 1,24
5cc 13 23 28 24.5 + 1,19
6cc 15 24 28 26.3 + 1,38
7cc 4 22 25 23.8 + 1,25

5.4 Tekanan Intracuff ETT Pada Posisi Kepala-Leher Netral dan Posisi

Kepala-Leher Lateral Rotasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tekanan Intracuff ETT

pada saat posisi kepala-leher netral dibandingkan dengan posisi kepala-leher

lateral rotasi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa rerata tekanan Intracuff ETT

36
pada posisi kepala-leher netral adalah sebesar 25,5 + 1,64 cmH2O, dengan nilai

tekanan Intracuff ETT terendah 22 cmH2O dan tertinggi 29 cmH2O. Sedangkan

rerata tekanan Intracuff ETT pada posisi kepala-leher lateral rotasi adalah sebesar

29,4 + 1,71 cmH2O, dengan nilai tekanan Intracuff ETT terendah 27 cmH2O dan

tertinggi 33 cmH2O. Kedua data menunjukkan distribusi data dengan persebaran

normal dengan nilai p dari hasil uji t berpasangan adalah 0,000. Nilai p < 0,05

menunjukkan terdapat perbedaan bermakna pada tekanan Intracuff ETT antara

posisi kepala-leher netral dan lateral rotasi.

Tabel 5.5 Distribusi Tekanan Cuff ETT Berdasarkan Posisi Kepala-Leher

Tekananan Tekanan Uji t


Posisi Kepala- Minimum Maksimum Rerata Uji Berpasanga
Leher (cmH2O) (cmH2O) (cmH2O) Normalitas n
25,5 + 0,000
Netral 22 29 1,64 0,081
29,4 +
Lateral Rotasi 27 33 1,71 0,439

Data tekanan intracuff ETT juga di analisis berdasarkan ukuran ETT yang

digunakan (Tabel 5.6). Pada sampel yang menggunakan ETT dengan ID 6,5 cm

rerata tekanan cuff saat posisi kepala-leher netral sebesar 24,5 + 0,57 cmH2O,

sedangkan saat posisi kepala-leher lateral rotasi sebesar 27,7 + 0,50 cmH2O. Dari

uji Wilcoxon didapatkan p = 0,046. Uji Wilcoxon dikerjakan karena jumlah sampel

kurang dari 5 sehingga uji normalitas tidak dapat dikerjakan. Dengan p < 0,05

maka terdapat perbedaan signifikan tekanan intracuff ETT saat posisi kepala-leher

netral jika dibandingkan dengan posisi kepala-leher lateral rotasi pada sampel

yang menggunakan ETT ID 6,5 cm.

Pada sampel yang menggunakan ETT dengan ID 7,0 cm rerata tekanan

cuff saat posisi kepala-leher netral sebesar 25,8 + 1,35 cmH2O, sedangkan saat

37
posisi kepala-leher lateral rotasi sebesar 29,5 + 1,34 cmH2O. Dari anallisis data

didapatkan sebaran data normal dengan perbedaan yang signifikan (p = 0,000).

Sedangkan pada sampel yang menggunakan ETT dengan ID 7,5 cm rerata

tekanan cuff saat posisi kepala-leher netral sebesar 25,4 + 1,89 cmH2O,

sedangkan saat posisi kepala-leher lateral rotasi sebesar 29,5 + 1,94 cmH2O. Dari

anallisis data didapatkan sebaran data normal dengan perbedaan yang signifikan

(p = 0,000). Dengan demikian maka didapatkan perbedaan signifikan tekanan

intracuff ETT saat posisi kepala-leher netral jika dibandingkan dengan posisi

kepala-leher lateral rotasi pada semua ukuran ETT yang digunakan pada sampel.

Perubahan posisi kepala-leher menjadi posisi lateral rotasi dari posisi netral

mengakibatkan perbedaan tekanan Intracuff ETT. Didapatkan selisih tekanan

terendah 2 cmH2O dan selisih tekanan tertinggi 7 cmH2O. Rerata selisih tekanan

dari total 40 subyek penelitian pasca dilakukan perubahan posisi kepala-leher

lateral rotasai adalah 2,9 + 1,31 cmH2O.

Pengukuran tekanan intracuff ETT dilakukan pada akhir ekspierasi tanpa

melepas ETT dari sirkuit anestesi dengan kondisi tanpa PEEP. Prosedur in

bertujuan agar tetap menjaga oksigenasi melalui passive oxygenation dengan

aliran oksigen 5 lpm. Diantara kedua pengukuran tekanan intracuff ETT pasien

dilakukan ventilasi tekanan positif selama 3 menit dengan fraksi oksigen 100%.

Hal ini bertujuan untuk memperpanjang tolerable apnea time selama dilakukan

pengukuran. Pada penelitian ini tidak diapatkan periode desaturasi selama

pengukuran pada semua sampel. Saturasi oksigen berhasil dipertahankan 100%

selama pengukuran.

38
Tabel 5.6 Distribusi Tekanan Cuff ETT Berdasarkan Posisi Kepala-Leher pada
masing masing ukuran ETT yang digunakan pada sampel penelitian

ETT inner diameter 6,5 cm


Posisi Tekananan Tekanan
Rerata Uji Uji
Kepala- Minimum Maksimum Median
(cmH2O) Normalitas Wilcoxon
Leher (cmH2O) (cmH2O)
24,5 + Tidak dapat
Netral 24 25 dikerjakan 24,5
0,57
karena
0,046
Lateral 27,7 + sampel
27 28 kurang dari 28
Rotasi 0,50
5
ETT inner diameter 7,0 cm
Uji
Posisi Tekananan Tekanan Uji t
Rerata Normalitas
Kepala- Minimum Maksimum Median Berpasang
(cmH2O) (Shapiro-
Leher (cmH2O) (cmH2O) an
Wilk)
25,8 +
Netral 23 28 0,054 26
1,35
0,000
Lateral 29,5 +
28 32 0,117 29,5
Rotasi 1,34

ETT inner diameter 7,5 cm


Uji
Posisi Tekananan Tekanan Uji t
Rerata Normalitas
Kepala- Minimum Maksimum Median Berpasang
(cmH2O) (Shapiro-
Leher (cmH2O) (cmH2O) an
Wilk)
25,4 +
Netral 22 29 0,052 25
1,89
0,000
Lateral 29,5 +
27 33 0,076 29
Rotasi 1,94

Tabel 5.7 Selisih Tekanan Cuff ETT Antara Posisi Kepala-Leher Netral dan
Lateral Rotasi

Tekananan Tekananan
Rerata
Variabel data Minimum Maksimum
(cmH2O)
(cmH2O) (cmH2O)

Selisih Tekanan
antara posisi
kepala leher 2 7 3,9 + 1,31
Netral dan
Lateral rotasi

39
BAB VI

PEMBAHASAN

Penelitian tentang permasalahan airway merupakan penelitian yang

sangat penting di bidang anestesi karena manajemen airway merupakan

pekerjaan sehari-hari yang wajib dikuasai dan dipahami. ETT adalah salah satu

alat dalam pengelolaan jalan nafas yang biasa digunakan untuk kepentingan

pemberian anestesi umum dan perawatan pasien dengan ventilasi mekanis di

Intensive Care Unit (ICU) ataupun Instalasi Gawat Darurat (IGD). Salah satu

bagian penting pada ETT adalah sistem cuff. Cuff berfungsi untuk mencegah

kebocoran udara dan aspirasi cairan kedalam trakea saat ventilasi tekanan positif.

Namun tekanan didalam cuff wajib dipastikan tidak melebihi 30 cmH2O karena

dapat menyebabkan iskemia mukosa trakea. Sedangkan jika tekanan cuff diwabah

20 cmH2O meningkatkan resiko aspirasi kedalam trakea (Sultan et al., 2019).

Dengan banyaknya jumlah tindakan intubasi endotrakeal yang dikerjakan baik di

kamar operasi ataupun di ICU, maka penelitian tentang perubahan tekanan di

dalam cuff ETT merupakan hal yang dapat dilakukan penulis untuk membantu

meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien di bidang Anestesiologi dan

Terapi Intensif.

Tekanan di dalam cuff merupakan hal yang sering dilupakan dan kurang

diperhatikan setelah pasien terintubasi. Pada penelitian yang dilakukan oleh

Galinski et al. (2006) pada total 107 pasien yang terintubasi didapatkan sebagian

besar tekanan cuff ETT melebihi batas aman. Penelitian tersebut

merekomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan dan penyesuaian berkala

40
tekanan cuff ETT menggunakan manometer tekanan intracuff. Pemantauan

berkala dari tekanan cuff sangat penting dilakukan untuk menjaga tekanan dalam

rentang aman sehingga mampu mencegah kebocoran dan aspirasi, serta

mencegah hipoperfusi mukosa trakea akibat tekanan yang terlalu tinggi.

Sampel penelitian terdiri dari pasien-pasien yang menjalani operasi elektif

di Gedung Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. Saiful Anwar Malang yang memenuhi

kriteria inklusi. Selama rentang waktu penelitian diambil sampel sejumlah 40 orang

pasien. Dimana distribusi paling banyak berjenis kelamin laki-laki 24 orang (60%),

sedangkan perempuan 16 orang (40%). Hal ini dapat terjadi karena sampel

penelitian diambil dengan cara consecutive sampling dan rasio pasien laki-laki

lebih besar daripada perempuan pada rentang waktu penelitian yang telah

ditentukan. Dari seluruh sampel penelitian didapatkan median usia 38 tahun,

dengan rentang usia 19 – 64 tahun. Jika dibandingkan dengan penelitian serupa

oleh Choi et al. (2017), penelitian mereka melibatkan hanya 26 pasien, dengan

rentang usia 18-70 tahun, dan pengambilan sampel melalui metode random

sampling. Dengan melibatkan sampel yang lebih banyak maka hasil penelitian

kami diharapkan mampu lebih mewakili dari populasi penelitian.

Pasien pediatrik tidak masuk ke dalam sampel penelitian kami. Hal yang

mendasari hal tersebut adalah karena secara anatomis laring dan trakea pada

pasien pediatri berbeda dengan pasien dewasa. Laring dan trakea pada pasien

pediatri memiliki diameter lebih kecil sehingga memiliki resiko trauma pada

mukosa yang lebih besar. Selain itu, jenis ETT pada pasien pediatri ditentutkan

berdasarkan usia. ETT uncuffed lebih sering digunakan karena resiko trauma pada

mukosa jalan nafas lebih kecil dibandingkan dengan ETT dengan cuff (Chen L. et

al., 2018).

41
Berdasarkan prosedur penelitian yang telah disusun, pengukuran tekanan

intracuff ETT dilakukan pada saat end-expiration ventilasi manual tanpa melepas

sirkuit anestesi dari ETT dan kondisi tanpa PEEP. Hal yang mendasari kondisi ini

adalah karena tekanan intracuff yang bervariasi berdasar siklus respirasi. Pada

pasien dengan pernafasan spontan, tekanan jalan nafas dan tekanan cuff menjadi

negatif pada saat inspirasi. Selama kontrol pernafasan buatan, terjadi tekanan

positif pada cuff selama inspirasi. Selama penggunaan ventilasi mekanik, terjadi

tekanan positif pada bagian bawah cuff selama inspirasi dan udara di dalam cuff

tertekan sedemikian sehingga tekanan di dalam cuff setara dengan tekanan jalan

nafas (Kumar et al., 2020).

Tekanan intracuff dipengaruhi oleh banyak hal selain siklus respirasi, salah

satunya adalah penggunaan Nitrous Oxide (N2O). Pemakaian gas N2O

menunjukan peningkatan tekanan balon ETT akibat difusi gas N2O ke dalam balon

ETT. Proses difusi mencapai puncaknya pada fase 1 jam pertama penggunaan

gas N2O, yang selanjutnya turut mengisi dan meningkatkan tekanan intracuff

(O’Donnell J.H., 2000). Hal ini sesuai dengan penelitian Mehmet et al. (2017) yang

meneliti efek penggunaan Nitrous Oxide pada tekanan intracuff ETT. Mereka

menyimpulkan bahwa penggunaan N2O menghasilkan peningkatan tekanan

Intracuff ETT dan menyebabkan morbiditas pada trakea sehingga tekanan intracuff

harus dipantau secara rutin selama anestesi menggunakan N2O. Oleh karena itu,

dengan memperhatikan siklus respirasi dan menghindari penggunaan N2O maka

bias pada penelitian ini dapat dihindari.

42
Pengisian volume cuff ETT pada penelitian ini menggunakan teknik

minimal occlusive volume. Prinsip yang digunakan pada metode ini adalah

mengisikan sejumlah volume udara ke dalam cuff sehingga tidak terdengar lagi

kebocoran suara nafas pada fase end-inspiratory saat diberikan ventilasi tekanan

positif (Kumar et al., 2020). Totonchi et al. (2015) dalam penelitiannya tentang

perbandingan tekanan intracuff ETT pasca pengisian dengan teknik minimal

occlusive volume terhadap teknik palpasi manual, menyebutkan bahwa teknik

minimal occlusive volume dapat memberikan tekanan intracuff dalam rentang

normal (20-30 cmH2O) pada lebih banyak pasien dibandingkan dengan teknik

palpasi manual. Mereka juga merekomendasikan cara terbaik untuk mengukur

tekanan cuff ETT adalah dengan menggunakan manometer. Bila tidak tersedia,

teknik minimal occlusive volume dapat menjadi alternatif yang lebih baik

dibandingkan dengan teknik palpasi manual pilot balloon (Totonchi et al., 2015).

Hal ini terbukti pada data pada penelitian ini. Dengan menggunakan teknik minimal

occlusive volume didapatkan rentang volume pengisian cuff ETT 4 cc sampai 7 cc

menghasilkan tekanan awal yang masih dalam rentang aman yaitu antara 20 – 30

cmH2O dengan rerata tekanan 25,5 + 1,64 cmH2O .

Hasil penelitian dari 40 sampel subyek penelitian menunjukkan semua

sampel mengalami peningkatan tekanan balon ETT setelah perubahan posisi dari

posisi kepala-leher netral ke lateral rotasi. Rerata tekanan balon ETT saat posisi

kepala leher netral adalah sebesar 25,5 + 1,64 cmH2O. Hal ini berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh Choi et al. (2017). Pada penelitian tersebut peneliti

langsung menggunakan cuff inflator untuk mengembangkan cuff ETT dan

menyeragamkan semua tekanan intracuff pada posisi kepala-leher netral di angka

22 cmH2O. Sedangkan penelitian kami menggunakan metode pengisian cuff

43
dengan teknik minimum occlusive volume sehingga tekanan intracuff saat posisi

kepala-leher netral pada penelitian kami bervariasi. Meskipun demikian dengan

menggunakan teknik tersebut tekanan awal intracuff ETT masih dalam rentang

aman (20 – 30 cmH2O).

Pengkuran kedua dikerjakan pada posisi kepala-leher lateral rotasi pada

subyek penelitian yang sama. Untuk menghindari bias pengukuran maka

perlakuan pada semua sampel diseragamkan. Dengan mengukur derajat rotasi

maka bias dapat dihindari. Pada penelitian ini dilakukan lateral rotasi kepala-leher

ke sisi kanan sebesar 60 derajat yang diukur dengan goniometri. Rerata tekanan

balon ETT saat posisi kepala leher lateral rotasi sebesar 29,4 + 1,71 cmH2O.

Apabila dibandingkan dengan penelitian serupa yang telah dilakukan oleh Choi et

al. (2017), hasil tekanan intracuff ETT pada penelitian kami identik dengan hasil

pada penelitian tersebut. Pada penelitian tersebut didapatkan rerata tekanan

intracuff ETT pada posisi kepala leher lateral rotasi adalah sebesar 28.0 ± 1.9

cmH2O. Hasil rerata tekanan intracuff ETT dengan posisi kepala leher lateral rotasi

pada penelitian kami tidak berbeda jauh namun lebih tinggi jika dibandingan

dengan dengan penelitian Choi et al. (2017). Hal ini disebabkan karena derajat

lateral rotasi pada penelitian kami lebih besar yaitu 60 derajat, sedangkan

penelitian Choi et al. (2017) sebesar 45 derajat. Semakin besar derajat rotasi

kepala leher maka pergeseran posisi ETT ke arah cefalad akan semakin jauh.

Semakin jauh bergeser ke arah cefalad maka penekanan yang terjadi terhadap

cuff ETT semakin besar sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intracuff

ETT (Komasawa et al., 2015).

Perubahan posisi kepala-leher dapat mengakibatkan perubahan tekanan

intracuff ETT (Kim S., 2018; Kumar et al., 2020; Kim H. J. et al., 2021). Hal ini dapat

44
terjadi karena adanya pergerseran ETT ke cefalad pasca dilakukan lateral rotasi

kepala-leher. Pergeseran ETT ke cefalad dapat menempatkan cuff ETT

berdekatan dengan struktur jalan napas yang memiliki komplians rendah termasuk

salah satunya adalah kartilago krikoid. Hukum Boyle menyatakan bahwa pada

suhu yang konstan tekanan dan volume gas akan berbanding terbalik. Sehingga

penurunan volume suatu gas di dalam ruang tertutup pada suhu yang konstan

akan berbanding terbalik dengan tekanan di dalam ruang tersebut. Volume cuff

ETT yang menurun akibat penekanan dari struktur jalan nafas sekitar pasca

bergeser ke cefalad setelah dilakukannya lateral rotasi kepala-leher

mengakibatkan peningkatan tekanan intracuff ETT (Choi et al., 2017).

0 derajat 60 derajat

Gambar 6.1 Pengukuran sudut lateral rotasi kepala-leher menggunakan


goniometri.

Penelitian Choi et al. (2017) membandingkan tekanan Intracuff ETT antara

posisi kepala-leher netral dan lateral rotasi pada pasien terintubasi menyimpulkan

terdapat perbedaan signifikan tekanan antara kedua posisi kepala-leher tersebut.

Rerata perbedaan tekanan Intracuff ETT sebesar 6,0 + 1,9 cmH2O dengan hasil

signifikansi p < 0,001. Hal ini selaras dengan hasil penelitian kami. Pada penelitian

kami didapatkan hasil yang identik dengan penelitian sebelumnya, yaitu terdapat

perbedaan tekanan yang signifikan. Rerata perbedaan tekanan Intracuff ETT

45
sebesar 3,9 + 1,31 cmH2O dengan hasil signifikansi p = 0,000. Namun, penelitian

tersebut memiliki beberapa perbedaan apabila dibandingan dengan penelitian

kami yaitu dari segi karakteristik sampel, metode penelitian dan merk ETT yang

digunakan. Penelitian Choi et al. (2017) dilakukan di Korea Selatan sehingga

karakteristik demografi dan antropometri berbeda dengan sampel penelitian kami.

Hal ini tergambar pada ukuran ETT yang digunakan memiliki ukuran yang lebih

besar. Merk ETT yang digunakan juga berbeda dengan penelitian kami. Masing

masing pabrikan ETT memiliki cuff dengan compliance yang berbeda beda

bergantung pada bahan, cara pembuatan, dan bentuk cuff. Meskipun demikian,

penelitian Choi et al. (2017) dan penelitian kami memiliki kesimpulan yang sama

yaitu terdapat perbedaan tekanan yang signifikan tekanan Intracuff ETT setelah

dilakukan lateral rotasi kepala-leher.

Posisi Netral – Posisi Lateral Rotasi –


28 cmH2O 32 cmH2O

Gambar 6.2 Peningkatan Tekanan Cuff ETT Saat Perubahan Posisi Kepala
Leher Netral (28 cmH2O) Menjadi Posisi Kepala-Leher Lateral Rotasi (32 cmH2O)
Pada Salah Satu Sampel.

Hasil analisis data menunjukkan distribusi data dengan persebaran normal

dengan nilai p dari hasil uji t berpasangan adalah 0,000. Nilai p < 0,05

46
menunjukkan terdapat perbedaan bermakna pada tekanan Intracuff ETT antara

posisi kepala-leher netral dan lateral rotasi. Berdasarkan hasil penelitian ini maka

pada operasi daerah kepala-leher yang memerlukan perubahan posisi menjadi

lateral rotasi diharapkan seorang ahli anestesi melakukan monitoring ketat

terhadap tekanan intracuff selama pemeliharaan anestesi agar komplikasi dari

perubahan tekanan intracuff dapat dicegah. Peningkatan tekanan cuff ETT diatas

rentang normal (> 30 cmH2O) dalam waktu lama dapat menyebabkan hipoperfusi

mukosa trakea sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada mukosa (Khan et

al., 2016 dan Choi et al., 2017). Hiperinflasi cuff mengakibatkan iskemia yang

dapat menyebabkan ulserasi mukosa, nekrosis dari deep stromal, perikondritis dan

selanjutnya menjadi kondritis. Proses penyembuhan ulkus yang luas akan

menyebabkan stenosis trakea akibat jaringan fibrotik yang terbentuk (Gaspar et

al., 2019).

Gambar 6.3 Gambaran Stenosis Trakea Paska Intubasi Endotrakeal (Gaspar et


al., 2019).

47
Keunggulan penelitian kami adalah kami memiliki jumlah sampel yang

lebih besar jika dibandingkan dengan beberapa penelitian serupa. Penelitian

Choi et al. (2017) memiliki total sampel 26 pasien dan penelitian Kara et al. (2020)

memiliki sampel sejumlah 30 pasien. Sedangkan pada penelitian kami memiliki

jumlah sampel yang lebih besar yaitu 40 pasien. Sehingga dengan jumlah sampel

yang lebih banyak, hasil penelitian kami lebih dapat mewakili populasi dari

penelitian yaitu pasien operasi elektif yang menggunakan metode anestesi

umum dengan intubasi di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

Meskipun demikian, penelitian kami juga memiliki keterbatasan. Keterbatasan

penelitian kami adalah kami tidak meneliti seberapa jauh pergeseran ETT

terhadap carina paska dilakukan perubahan posisi kepala leher. Penggunaan

piranti radiologis diharapkan dapat mengukur secara presisi seberapa besar

pergeseran pada ETT paska perubahan posisi. Dengan mengetahui seberapa

jauh pergeseran ETT terhadap carina paska perubahan posisi kepala-leher maka

hubungan pergeseran ETT terhadap tekanan intracuff dapat diteliti. Namun

penggunaan piranti radiologis juga berimbas pada cost penelitian yang lebih

tinggi serta paparan radiasi pada sampel penelitian.

Setelah meneliti tentang perbedaan tekanan intracuff ETT antara posisi

kepala-leher netral dan lateral rotasi pada pasien terintubasi, dapat ditarik

kesimpulan bahwa terdapat perbedaan signifikan tekanan intracuff ETT antara

posisi kepala-leher netral dan lateral rotasi pada pasien terintubasi. Dari seluruh

sampel penelitian, tercatat 10 pasien melebihi level aman tekanan intracuff ETT

(>30 cmH2O) setelah dilakukan perubahan posisi kepala-leher menjadi lateral

rotasi. Selain itu, teknik minimum occlusive volume yang digunakan untuk

mengembangkan cuff ETT mampu menghasilkan tekanan intracuff ETT pada

48
rentang aman (20-30 cmH2O). Berdasarkan beberapa hal tersebut, kami

merekomendasikan :

1. Melakukan monitoring ketat terhadap tekanan intracuff selama pemeliharaan

anestesi pada operasi dengan perubahan posisi kepala-leher agar komplikasi

dari perubahan tekanan intracuff dapat dicegah.

2. Penggunaan alat cuff inflator sebagai gold standard dalam melakukan

prosedur pengembangan cuff ETT.

3. Penggunaan teknik pengembangan cuff ETT minimum occlusive volume

dengan volume pengembangan cuff 4-7 cc sebagai alternatif dalam

melakukan prosedur pengembangan cuff ETT tipe kinking dengan jenis cuff

high volume-low pressure merk Remedi® jika alat cuff inflator tidak tersedia.

49
BAB VII

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

7.1.1 Terdapat perbedaan signifikan tekanan intracuff ETT antara posisi kepala-

leher netral dan posisi kepala-leher lateral rotasi pada pasien terintubasi.

7.1.2 Rerata tekanan intracuff ETT pada posisi kepala-leher netral adalah

sebesar 25,5 + 1,64 cmH2O.

7.13 Rerata tekanan intracuff ETT pada posisi kepala-leher lateral rotasi adalah

sebesar 29,4 + 1,71 cmH2O.

7.2 Saran

7.2.1 Dengan adanya peningkatan tekanan intracuff ETT setelah perubahan

posisi kepala-leher netral menjadi lateral rotasi maka diharapkan ahli

anestesi melakukan monitoring ketat terhadap tekanan intracuff selama

pemeliharaan anestesi pada operasi dengan perubahan posisi kepala-

leher agar komplikasi dari perubahan tekanan intracuff dapat dicegah.

7.2.2 Prosedur pengembangan cuff ETT yang dikerjakan di IBS RSUD Dr. Saiful

Anwar Malang masih menggunakan spuit dengan teknik manual palpasi

pilot balloon sehingga beresiko terjadi overinflasi cuff. Hal ini terjadi karena

keterbatasan piranti manometer cuff inflator ETT. Namun pada penelitian

kami, penggunaan teknik minimal occlusive volume dengan volume

pengembangan 4 hinga 7 cc mampu menghasilkan tekanan intracuff ETT

dalam rentang aman yaitu 20-30 cmH2O. Berdasarkan hal tersebut, kami

merekomendasikan teknik minimal occlusive volume dapat dijadikan

50
sebagai standar operasional prosedur pengembangan cuff ETT tipe

kinking dengan jenis cuff high volume-low pressure merk Remedi® di IBS

RSUD Dr. Saiful Anwar Malang jika piranti manometer cuff inflator sulit

untuk diadakan dalam waktu dekat.

7.2.3 Perlu dilakukan penellitian lebih lanjut dengan menggunakan piranti

radiologis sehingga diharapkan dapat mengukur secara presisi seberapa

besar pergeseran pada ETT paska perubahan posisi kepala-leher.

Dengan mengetahui seberapa jauh pergeseran ETT terhadap carina

paska perubahan posisi kepala-leher maka hubungan pergeseran ETT

terhadap tekanan intracuff dapat diteliti.

51
DAFTAR PUSTAKA

Asai, S., Motoyama, A., Matsumoto, Y., Konami, H., Imanaka, H., & Nishimura, M.,
2014. Decrease in cuff pressure during the measurement procedure: an
experimental study. Journal of intensive care, 2(1), 34.
Barash, P. G., 2017. Clinical anesthesia (8th ed.). Philadelphia, PA: Wolters Kluwer
Health/Lippincott Williams & Wilkins.
Butterworth J.F., Mackey D.C., Wasnick J.D., 2018. Morgan & Mikhail's clinical
anesthesiology (Sixth edition.). New York: McGraw-Hill Education.
Chen L., Zhang J., Pan G., Li X., Shi T., He W., 2018. Cuffed Versus Uncuffed
Endotracheal Tubes in Pediatrics: A Meta-analysis. Open Med (Wars).
13:366-73.
Choi E., Park Y., Jeon Y., 2017. Comparison of the cuff pressure of a TaperGuard
endotracheal tube and a cylindrical endotracheal tube after lateral rotation
of head during middle ear surgery: A single-blind, randomized clinical
consort study. Medicine (Baltimore). 96(10):e6257.
Handayanto A. W., Bagianto H., Isngadi I., 2013. Perbedaan Tekanan Balon Pipa
Endotrakeal Setelah Perubahan Posisi Supine ke Lateral Decubitus. JAI
(Jurnal Anestesiologi Indonesia). Volume 5(1), pp. 35-44.
Galinski M., Tréoux V., Garrigue B., Lapostolle F., Borron S., Adnet F., 2006.
Intracuff Pressures of Endotracheal Tubes in the Management of Airway
Emergencies: The Need for Pressure Monitoring. Annals of emergency
medicine. 47. 545-7.
Gaspar M., Maximiano L., Minamoto H., Otoch J., 2019. Tracheal stenosis due to
endotracheal tube cuff hyperinflation: a preventable complication. Autops
Case Rep. Jan 14;9(1):e2018072.
Harm F., Zuercher M., Bassi M., Ummenhofer W., 2013. Prospective observational
study on tracheal tube cuff pressures in emergency patients--is neglecting
the problem the problem?. Scandinavian journal of trauma, resuscitation
and emergency medicine, 21, 83.
Jordi Ritz, E. M., Von Ungern-Sternberg B. S., Keller K., Frei F. J., Erb T. O., 2008.
The impact of head position on the cuff and tube tip position of preformed
oral tracheal tubes in young children. Anaesthesia, 63(6), 604–09.

52
Kako H., Alkhatib O., Krishna S. G., Khan S., Naguib A., Tobias J. D., 2015.
Changes in intracuff pressure of a cuffed Endotracheal Tube during
surgery for congenital heart disease using cardiopulmonary bypass.
Paediatric anaesthesia, 25(7), 705–10.
Kara H., Dilek D., Can B., Dilan C., Gül S., Emre, 2020. The changes of
endotracheal tube intracuff pressures after ear and head and neck
surgery-related positions: a prospective observational study. Brazilian
journal of otorhinolaryngology. 88. 10.1016/j.bjorl.2020.05.005.
Khan M.U., Khokar R., Qureshi S., Al Zahrani T., Aqil M., Shiraz M., 2016.
Measurement of Endotracheal Tube cuff pressure: Instrumental versus
conventional method. Saudi J Anaesth;10(4):428-31.
Khalil A., Salama R., Warda Y., Sayed M., 2018. Factors Affecting Endotracheal
Tube Cuff Pressure Measurement: A Review of Literature. ARC Journal.
4 (4), pp. 1-5.
Kim, H. J., Jang, J., Kim, S. Y., Park, W. K., & Kim, H. J., 2021. Effects of Head
and Neck Position on Nasotracheal Tube Intracuff Pressure: A
Prospective Observational Study. Journal of clinical medicine, 10(17),
3910.
Kim S., 2018. Comparison of the cuff pressures of a TaperGuard Endotracheal
Tube during ipsilateral and contralateral rotation of the head: A
randomized prospective study. Medicine, 97(42), e12702.
Komasawa N., Mihara R., Imagawa K., Hattori K., Minami T., 2015. Comparison of
Pressure Changes by Head and Neck Position between High-Volume
Low-Pressure and Taper-Shaped Cuffs: A Randomized Controlled Trial.
BioMed research international, 2015, 386080.
Kumar, C. M., Seet, E., & Van Zundert, T., 2020. Measuring Endotracheal Tube
intracuff pressure: no room for complacency. Journal of clinical monitoring
and computing, 35(1), 3–10.
Lee, J. et al, 2019, Bi-national survey of intraoperative cuff pressure monitoring of
endotracheal tubes and supraglottic airway devices in operating theatres,
Anaesthesia and Intensive Care, 47(4), pp. 378–84.
Mehmet T. , Özlem K., Öznur Ş., Gamze M., Nurdan A., Emel K. G., 2017. Effect
of Nitrous Oxide Anaesthesıa on Endotracheal Cuff Pressure. Med Bull
Haseki; 55:37-41.

53
Miller D.R., Gropper M.A., et al., 2020. Miller's anesthesia (Ninth edition). New
York, Elsevier/Churchill Livingstone.
Negro M.S., Barreto G., Antonelli R.Q., et al. 2014. Effectiveness of the
Endotracheal Tube cuff on the trachea: physical and mechanical aspects.
Rev Bras Cir Cardiovasc. 29(4):552-58.
O’Donnell J.H., 2000. Orotracheal tube intra cuff pressure initially and during
anesthesia including nitrous oxide. CRNA : Clin Forum Nurse Anesthetist,
1995;6:79-85.
Sastroasmoro S., Ismael S., 2002. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis (2).
Jakarta: Sagung Seto.
Sole M. L., Su X., Talbert S., Penoyer D. A., Kalita S., Jimenez E., 2011. Evaluation
of an intervention to maintain endotracheal tube cuff pressure within
therapeutic range. American Journal of Critical Care, 20(2), 109-18.
Sultan P., Carvalho B., Rose B.O., Cregg R., 2019. Endotracheal Tube cuff
pressure monitoring: a review of the evidence. J Perioper Pract.
Nov;21(11):379-86.
Tailleur R.; Bathory I.; Dolci M.; Frascarolo P.; Kern C.; Schoettker P., 2016.
Endotracheal Tube displacement during head and neck movements.
Observational clinical trial. Journal of Clinical Anesthesia, 32, 54.
Totonchi Z., Jalili F., Hashemian S.M., Jabardarjani H.R., 2015. Tracheal Stenosis
and Cuff Pressure: Comparison of Minimal Occlusive Volume and
Palpation Techniques. Tanaffos. 14(4):252-6.

54
Lampiran 1. Penjelasan Untuk Mengikuti Penelitian

1. Kami adalah peserta didik PS-PDS Jurusan Anestesiologi dan Terapi Intensif
dengan ini meminta anda untuk berpartisipasi dengan sukarela dalam
penelitian yang berjudul “PERBEDAAN TEKANAN INTRACUFF
ENDOTRACHEAL TUBE (ETT) ANTARA POSISI KEPALA-LEHER NETRAL
DAN LATERAL ROTASI PADA PASIEN TERINTUBASI”.
2. Tujuan penelitian kami adalah untuk mengetahui perbedaan tekanan intracuff
ETT (pipa jalan nafas) antara posisi kepala-leher netral dan posisi kepala-leher
lateral rotasi (menoleh ke salah satu sisi) pada pasien yang telah terintubasi
(terpasang pipa jalan nafas). Penelitian ini berlangsung selama 2 bulan dan
sampel berupa pasien yang dilakukan pembedahan dengan anestesi umum,
yang akan diambil dengan cara kriteria inklusi dan eksklusi.
3. Prosedur pengukuran tekanan intracuff dilakukan setelah prosedur rutin
anestesi umum dan pemasangan ETT. Pengukuran dilakukan pada posisi
kepala-leher netral dan lateral rotasi.
4. Keuntungan yang anda peroleh dalam keikutsertaan anda adalah
mendapatkan pemeriksaan tambahan yang akurat dan tanpa biaya tambahan.
5. Apabila anda tidak menyetujui, maka anda berhak menolak untuk mengikuti
penelitian ini dan tidak akan mempengaruhi pelayanan RS terhadap anda.
6. Nama dan jati diri anda tetap dirahasiakan.
7. Keputusan ini dibuat pasien setelah menerima penjelasan dari peneliti.
8. Tanda terima kasih kepada subjek penelitian berupa bingkisan akan kami
serahkan pasca operasi.
9. Biaya pemeriksaan tambahan ditanggung oleh peneliti.
10. Apabila ada pertanyaan terkait penelitian anda bisa menghubungi
081252720638 (dr. Resa Putra Adipurna)

PENELITI

dr. Resa Putra Adipurna

55
Lampiran 2. Pernyataan Persetujuan Untuk Berpartisipasi dalam Penelitian

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

1. Saya telah mengerti tentang apa yang tercantum dalam lembar penjelasan di

atas dan telah dijelaskan oleh peneliti.

2. Dengan ini saya menyatakan bahwa secara sukarela bersedia / tidak bersedia

*) untuk ikut serta menjadi salah satu subjek penelitian yang berjudul

“PERBEDAAN TEKANAN INTRACUFF ENDOTRACHEAL TUBE (ETT)

ANTARA POSISI KEPALA-LEHER NETRAL DAN LATERAL ROTASI PADA

PASIEN TERINTUBASI”.

Malang, .................................2022

Peneliti Saksi 1 Yang membuat pernyataan

(dr. Resa Putra Adipurna) (............................) (............................)

Saksi 2

(............................)

*) Coret salah satu

56
Lampiran 3. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik

57
Lampiran 4. Data Penelitian

Cuff
Cuff
Vol. Press.
Usia BB TB PS Press.
No Nama JK Operator Diagnosis Jenis Operasi ETT Cuff Lateral
(Tahun) (Kg) (Cm) ASA Netral
(cc) Rotasi
(cmH2O)
(cmH2O)

1 Tn U 60 L BD Tumor Esofagus Esofagoduodenoscopy 45 152 2 6,5 4 24 28


2 Ny S 55 P BD Tumor intraabdomen Laparotomy biopsy 60 155 2 6,5 5 25 27
Debridement primary
3 Ny S 64 P BP Open wound regio frontal 60 160 2 7,5 5 24 27
hecting
4 Sdr G 19 L BO Fraktur distal radius D ORIF 70 170 2 7,0 6 26 31
5 Sdr T 28 L BO Non union ulna proximal D implant revision 70 165 1 7,5 6 25 30
6 Sdr S 20 L BD Cholelitiasis Cholecystectomy 60 165 1 7,5 5 24 28
7 Sdr O 26 L BO Fraktur femur S Intramedulary nail 90 175 2 7,5 6 29 32
8 Ny M 37 P ONK Ca mamae D MRM 48 152 2 7 5 24 30
9 Ny I 48 P BO Union ulna S post ORIF Remove implant 51 158 1 7 5 23 28
10 Sdr A 19 L BO Open fraktur radius ulna S ORIF 55 160 2 7,5 6 26 29
Lower Anterior
11 Ny E 33 P BD Ca recto sigmoid 50 155 1 7 5 28 32
Ressection
12 Ny Y 46 P BP Burst abdomen Redebridement 55 157 1 7 4 26 30
Cholecystectomy +
13 Sdr I 54 L BD Choledocolithiasis 50 155 2 7,5 6 28 30
explore CBD
Plate screw
14 Tn D 33 L BO CF metacarpal D 60 170 1 7,5 7 22 27
metacarpal
15 Ny S 45 P BP Ulcus decubitus sacrum Redebridement 45 150 2 7 4 27 29
Explorasi Laparotomy
Tumor Colon Transversum + Extended
16 Tn R 47 L BD 60 160 2 7,5 5 24 29
susp Ganas T4aN1M0 hemicolectomy D kp
stoma

58
17 Ny C 47 P BD Polyp gallbladder Open cholecystectomy 70 170 2 7,0 6 26 28
Ileostomy status post HTHR
18 Tn S 50 L BD EEA 70 165 1 7,5 6 25 30
S dt HIL inkarserata

Fraktur radius ulna S + ORIF radius ulna +


19 Sdr A 20 L BO 60 165 1 7,5 5 24 28
multiple fraktur costae clipping costae
20 Tn D 41 L BO Fraktur humerus S ORIF humerus S 90 175 2 7,5 6 28 32
21 Nn N 19 P OBG Myoma Uteri Miomektomi 48 152 2 7 5 24 31
Cystoma Ovarii dd kista
22 Ny H 27 P OBG Laparoskopi 55 157 1 7 4 26 31
coklat

Failed L PCL post Revision of PCL


23 Nn A 23 P BO Reconstruction + Meniscus reconstruction + 50 155 2 7,5 6 28 33
Tear meniscus repair

24 Tn D 62 L BD Tumor intraabdomen Laparotomy biopsy 60 170 1 7,5 7 25 28


25 Tn D 40 L BD Cholelitiasis Cholecystectomy 45 150 2 7 4 27 29
Explorasi laparotomy
26 Tn W 55 L BD Burst abdomen 60 160 2 7,5 5 25 29
+ bogota bag
27 Nn R 22 P BP Degloving regio upper ext. D Debridement 70 170 2 7,0 6 26 28

Soft Tissue Tumor Regio


28 Tn S 62 L ONK Femur S GxT3N1Mx Susp Open Biopsy 70 165 1 7,5 6 25 31
Ganas

29 Tn M 31 L ONK Lymphadenopathy colli D Open Biopsy 45 152 2 6,5 4 24 28


CKR 456 tanpa perdarahan
intrakranial + Fr. Os Zygoma
S + Fr. Rima Orbita Inferior Rekonstruksi tulang
30 Sdr H 27 L BP 60 155 2 6,5 5 25 28
S + Fr. ZMC S + Fr. Maxilla wajah
Non LeFort + Autisme
+Epilepsi

59
Ileotransversostomy status
End to end
31 Tn Z 56 L BD post hemicolectomy D + 60 160 2 7,5 5 24 27
Anastomose
Colitis ulcerative

32 Tn R 22 L BO Fraktur clavicula S ORIF clavicula S 70 170 2 7,0 6 26 28

Pathological fracture distal


shaft L femur dt primary Curretage +
33 Tn B 25 L BO bone tumor sugg. Benign dt Cryosurgery + ORIF 70 165 1 7,5 6 25 30
susp. NOF dd Low grade P-S femur
osteosarcoma

34 Nn D 19 P BD Tumor intraabdomen Laparotomy biopsy 55 157 1 7 4 26 30


EGD Biopsy +
Tumor Intrabdomen dt Susp Laparotomy Biopsy Kp
35 Tn A 56 L BD 50 155 2 7,5 6 28 32
GIST dd Tumor Gaster Total Gastrectomy kp
Spleenectomy
EPA Ureethroplasty
Partial Penile Urethral
I.N Augmented
36 Tn S 48 L BU Stricture + Urinary Retention 60 170 1 7,5 7 24 27
Anastomosis
on Cystostomy
Urethroplasty
Abdominal pain dt
Laporotomy Drainase
37 Ny U 54 P BU Multiloculated Liver abscess 45 150 2 7 4 27 29
Abses
susp Peogenic + DM Type 2

Fraktur femur D + Fraktur ORIF humerus D +


38 Tn M 39 L BO 60 160 2 7,5 5 24 29
humerus D PFNA

Kista Endometriosis + Infertil


39 Ny S 34 P OBG Laparoskopi 50 155 2 7,5 6 28 33
Primer
40 Nn D 29 P BP Combustio grade II B Debridement + STSG 60 170 1 7,5 7 24 29

60
LAMPIRAN 5. Hasil Analisis Statistik SPSS for Windows Version 26

JENIS KELAMIN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid L 24 60.0 60.0 60.0
P 16 40.0 40.0 100.0
Total 40 100.0 100.0

OPERATOR
Frequency Percent Valid Percent
Valid BD 14 35.0 35.0
BO 12 30.0 30.0
BP 6 15.0 15.0
BU 2 5.0 5.0
OBG 3 7.5 7.5
ONK 3 7.5 7.5
Total 40 100.0 100.0

STATUS FISIK ASA


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1.00 15 37.5 37.5 37.5
2.00 25 62.5 62.5 100.0
Total 40 100.0 100.0

USIA, BB, TB DAN STATUS FISIK ASA


Usia (Tahun) BB (Kg) TB (Cm) PS ASA
N Valid 40 40 40 40
Missing 0 0 0 0
Mean 38.4000 59.0500 160.8000 1.6250
Median 38.0000 60.0000 160.0000 2.0000
Std. Deviation 14.84587 10.92856 7.40132 .49029
Variance 220.400 119.433 54.779 .240
Minimum 19.00 45.00 150.00 1.00
Maximum 64.00 90.00 175.00 2.00
Percentiles 25 25.2500 50.0000 155.0000 1.0000
50 38.0000 60.0000 160.0000 2.0000
75 53.0000 67.5000 168.7500 2.0000

Ukuran ETT
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 6.5 4 10.0 10.0 10.0
7.0 17 42.5 42.5 52.5
7.5 19 47.5 47.5 100.0
Total 40 100.0 100.0

61
Descriptives
Std.
Statistic Error
Ukuran ETT Mean 7.185 0.0536
95% Lower 7.117
Confidence Bound
Interval for
Mean
Upper 7.333
Bound
5% Trimmed 7.250
Mean
Median 7.500
Variance 0.115
Std. 0.3387
Deviation
Minimum 6.5
Maximum 7.5
Range 1.0
Interquartile 0.5
Range
Skewness 0.852 0.374
Kurtosis -0.368 0.733

VOLUME CUFF
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 4 8 20.0 20.0 20.0
5 13 32.5 32.5 52.5
6 15 37.5 37.5 90.0
7 4 10.0 10.0 100.0
Total 40 100.0 100.0

Std.
N Minimum Maximum Mean Deviation
Volume cuff 40 4 7 5.38 0.925
Valid N (listwise) 40

Descriptives

Statistic Std. Error


Netral ETT Mean 24.50 0.289
ID 6.5
95% Lower 23.58
Confidence Bound
Interval for Upper 25.42
Mean Bound
5% Trimmed Mean 24.50
Median 24.50
Variance 0.333
Std. Deviation 0.577
Minimum 24

62
Maximum 25
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness 0.000 1.014
Kurtosis -6.000 2.619
Lateral Mean 27.75 0.250
Rotasi ETT
ID 6.5 95% Lower 26.95
Confidence Bound
Interval for Upper 28.55
Mean Bound
5% Trimmed Mean 27.78
Median 28.00
Variance 0.250
Std. Deviation 0.500
Minimum 27
Maximum 28
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness -2.000 1.014
Kurtosis 4.000 2.619

Descriptives

Statistic Std. Error


Netral ETT Mean 25.86 0.361
ID 7.0
95% Lower 25.08
Confidence Bound
Interval for Upper 26.64
Mean Bound
5% Trimmed Mean 25.90
Median 26.00
Variance 1.824
Std. Deviation 1.351
Minimum 23
Maximum 28
Range 5
Interquartile Range 2
Skewness -0.794 0.597
Kurtosis 0.449 1.154
Lateral Mean 29.57 0.359
Rotasi ETT
ID 7.0 95% Lower 28.80
Confidence Bound
Interval for Upper 30.35
Mean Bound
5% Trimmed Mean 29.52
Median 29.50
Variance 1.802

63
Std. Deviation 1.342
Minimum 28
Maximum 32
Range 4
Interquartile Range 3
Skewness 0.268 0.597
Kurtosis -1.125 1.154

Descriptives

Statistic Std. Error


Netral ETT Mean 25.41 0.404
ID 7.5
95% Lower 24.57
Confidence Bound
Interval for Upper 26.25
Mean Bound
5% Trimmed Mean 25.39
Median 25.00
Variance 3.587
Std. Deviation 1.894
Minimum 22
Maximum 29
Range 7
Interquartile Range 4
Skewness 0.548 0.491
Kurtosis -0.729 0.953
Lateral Mean 29.55 0.415
Rotasi ETT
ID 7.5 95% Lower 28.68
Confidence Bound
Interval for Upper 30.41
Mean Bound
5% Trimmed Mean 29.49
Median 29.00
Variance 3.784
Std. Deviation 1.945
Minimum 27
Maximum 33
Range 6
Interquartile Range 3
Skewness 0.373 0.491
Kurtosis -0.895 0.953

64
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Cuff Press.Netral .165 40 .018 .927 40 .081
(cmH2O)
Cuff Press. .163 40 .045 .925 40 .439
Lateral Rotasi
(cmH2O)
a. Lilliefors Significance Correction

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Usia (Tahun) .112 40 .200 .935 40 .247
BB (Kg) .215 40 .000 .885 40 .451
TB (Cm) .143 40 .038 .925 40 .189
Status Fisik .342 40 .000 .732 40 .000
Jenis Kelamin .225 40 .000 .876 40 .000
a. Lilliefors Significance Correction

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Netral ETT ID 7.0 0.328 17 0.014 0.868 17 0.054
Lateral Rotasi 0.165 17 0.105 0.901 17 0.117
ETT ID 7.0
a. Lilliefors Significance Correction

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Netral ETT ID 7.5 0.267 19 0.029 0.853 19 0.052

Lateral Rotasi 0.156 19 0.177 0.920 19 0.076


ETT ID 7.5
a. Lilliefors Significance Correction

Paired Samples Statistics


Std. Std. Error
Mean N Deviation Mean
Pair 1 Netral 25.48 40 1.648 0.261
Lateral Rotasi 29.38 40 1.720 0.272

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.
Pair 1 Netral & Lateral Rotasi 40 0.695 0.000

65
Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair 1 Netral - Lateral 3.900 1.317 0.208 4.321 3.479 18.735 39 0.000
Rotasi

Paired Samples Statistics


Std.
Std. Error
Mean N Deviation Mean
Pair 1 Netral ETT ID 25.86 17 1.351 0.361
7.0
Lateral Rotasi 29.57 17 1.342 0.359
ETT ID 7.0

Paired Samples Correlations


N Correlation Sig.
Pair 1 Netral ETT ID 17 0.176 0.548
7.0 & Lateral
Rotasi ETT ID
7.0

Paired Samples Test


Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Std. Error
Mean Deviation Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
Pair 1 Netral ETT ID 3.714 1.729 0.462 4.713 2.716 8.039 16 0.000
7.0 - Lateral
Rotasi ETT ID
7.0

Paired Samples Statistics


Std. Std. Error
Mean N Deviation Mean
Pair 1 Netral ETT 25.41 19 1.894 0.404
ID 7.5
Lateral 29.55 19 1.945 0.415
Rotasi ETT
ID 7.5

Paired Samples Correlations


N Correlation Sig.
Pair 1 Netral ETT 19 0.854 0.000
ID 7.5 &
Lateral
Rotasi ETT
ID 7.5

66
Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std. Difference
Std. Error
Mean Deviation Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
Pair 1 Netral ETT 4.136 1.037 0.221 4.596 3.677 18.706 18 0.000
ID 7.5 -
Lateral
Rotasi ETT
ID 7.5

Test Statisticsa

Lateral Rotasi ETT ID 6.5 -


Netral ETT ID 6.5
Z -1.841b

Asymp. Sig. (2-tailed) 0.046

a. Wilcoxon Signed Ranks Test

b. Based on negative ranks.

67

Anda mungkin juga menyukai