Anda di halaman 1dari 72

KARYA AKHIR

PENGARUH PENGGUNAAN KOMBINASI PECS BLOCK DAN GENERAL ANESTESI

TERHADAP NYERI POSTOPERATIF PROSEDUR MODIFIED RADICAL MASTEKTOMY

PASIEN CA MAMMAE DI GBPT RSUD DR SOETOMO SURABAYA

Oleh:
Abrianto Pappuangan
NIM 011418066308

Pembimbing:
Prof. Dr. Nancy Margarita Rehatta, dr. SpAn KNA KMN
Dedi Susila, dr. SpAn KMN

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RSUD DR. SOETOMO
SURABAYA
2019

i
ii

LEMBAR PENGESAHAN

Karya Akhir

Pengaruh Penggunaan Kombinasi Pecs Block dan General Anestesi Terhadap


Nyeri Postoperatif Prosedur Modified Radical Mastectomy Pasien Ca Mammae di
GBPT RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Oleh:

Nama : Abrianto Pappuangan, dr.

NIM : 011418066308

Program Studi : Anestesiologi dan Terapi Intensif

Diajukan untuk memperoleh gelar Spesialis Anestesiologi

Telah diujikan pada tanggal 7 November 2019


iii

HALAMAN PANITIA PENGUJI

Karya Akhir

Pengaruh Penggunaan Kombinasi Pecs Block dan General Anestesi Terhadap


Nyeri Postoperatif Prosedur Modified Radical Mastectomy Pasien Ca Mammae di
GBPT RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Oleh :

Nama : Abrianto Pappuangan, dr.

NIM : 011418066308

Program Studi : Anestesiologi dan Terapi Intensif

Diajukan untuk memperoleh gelar Spesialis Anestesiologi

Telah diujikan pada tanggal 7 November 2019


iv

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang beranda tangan di bawah ini:

Nama : Abrianto Pappuangan, dr.

NIM : 011418066308

Tempat / Tanggal lahir : Ujung Pandang / 04 Oktober 1985

Fakultas / Universitas : Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis

Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga

Alamat Rumah : Jalan Mojoklanggru Lor No 62A, Surabaya

Dengan ini menyatakan bahwa karya akhir dengan judul Pengaruh Penggunaan
Kombinasi Pecs Block dan General Anestesi Terhadap Nyeri Postoperatif
Prosedur Modified Radical Mastectomy Pasien Ca Mammae di GBPT RSUD
Dr. Soetomo Surabaya belum pernah dipublikasikan pada jurnal ilmiah di
tingkat Nasional / Internasional sebelumnya serta tidak mengandung unsur plagiat
di dalamnya.
Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tanpa unsur paksaan dari
siapapun.
Surabaya, 7 November 2019
Peneliti,

Abrianto Pappuangan, dr.


NIM: 011418066308
v

ABSTRAK

Latar Belakang : Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang
sering terjadi pada perempuan di Indonesia. Kanker payudara memiliki kontribusi
sebesar 30% dan merupakan jenis kanker yang paling mendominasi di Indonesia.
Prosedur modified radical mastectomy (MRM) untuk penanganan kanker
payudara adalah salah satu prosedur operasi di bidang bedah onkologi yang paling
sering dilakukan serta memiliki tingkat nyeri perioperatif yang tinggi. Teknik
anestesi regional telah terbukti memberikan kualitas kontrol nyeri akut
perioperatif yang lebih baik dari pada anestesi general, sehingga kejadian nyeri
kronis juga lebih sedikit. Penelitian ini mencoba untuk membandingkan
kombinasi GA dan Pecs block dan GA saja terhadap nyeri postoperatif pada
prosedur MRM pasien kanker payudara.
Metode : Penelitian prospektif eksperimental dengan desain double blind
randomized dilakukan pada 50 pasien yang menjalani operasi MRM elektif di
RSUD Dr Soetomo Surabaya. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
menjalani operasi MRM. Kelompok A akan mendapatkan kombinasi GA dan
Pecs block dan kelompok B hanya dilakukan GA. Kemudian dilakukan
pengukuran skala nyeri post operasi menggunakan WBFS pada jam ke 3, 6, 9 dan
24 serta melihat perlu tidaknya diberikan rescue analgesia tambahan post operasi.
Hasil : Tidak ada perbedaan bermakna karakteristik subyek penelitian pada kedua
kelompok (p>0.05). Skor nyeri WBFS pada jam ke 3, 6, 9 dan 24 post operasi
secara signifikan lebih rendah pada kelompok A (p<0.001). Penggunaan rescue
analgesia berupa fentanyl intravena secara signifikan lebih banyak pada grup B
(p<0.001) dan waktu yang diperlukan untuk penggunaan rescue analgesia juga
secara signifikan lebih cepat pada kelompok B (p<0.001).
Kesimpulan : Kombinasi GA dan Pecs block akan menurunkan skor nyeri post
operasi MRM hari pertama dan mengurangi penggunaan rescue analgesia post
operasi.

Kata Kunci: MRM, Pecs block, GA, WBFS, Rescue Analgesia.


vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan

rahmatNya sehingga sampai detik ini kita diberikan nafas untuk tetap berkarya

dan bermanfaat bagi sesama. Atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya

untuk menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 Anestesiologi dan

Terapi Intensif Universitas Airlangga serta menyusun dan menyelesaikan

penelitian berjudul : “Pengaruh Penggunaan Kombinasi Pecs Block dan

General Anestesi Terhadap Nyeri Postoperatif Prosedur Modified Radical

Mastectomy Pasien Ca Mammae di GBPT RSUD Dr. Soetomo Surabaya” ini

sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan spesialisasi.

Pada kesempatan ini tidak berlebihan kiranya saya mengucapkan terima

kasih sebesar-besarnya kepada seluruh civitas akademika PPDS I Anestesiologi

dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, kepada segenap

guru yang telah membimbing, serta kepada pihak-pihak yang memberikan

bantuan selama proses penyusunan penelitian ini, yaitu kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. dr. Nancy Margarita Rehatta, Sp.An, KNA, KMN selaku dosen

pembimbing pertama yang dengan penuh perhatian memberikan sumbangan

pikiran, tenaga, serta waktunya.

2. dr. Dedi Susila, Sp.An, KMN selaku dosen pembimbing kedua atas saran dan

bimbingan yang telah diberikan demi terwujudnya penelitian ini

3. Dr. dr. Arie Utariani, Sp.An, KAP dan Dr. dr. Hamzah, Sp.An, KNA masing-

masing selaku ketua program studi PPDS-1 Anestesiologi dan Terapi Intensif
vii

dan kepala Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Unair / RSUD

Dr. Soetomo Surabaya

4. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dan Direktur RSUD Dr.

Soetomo Surabaya.

5. Guru besar dan staf senior di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK

Unair / RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang dengan segala kesabaran dan cinta

kasih telah membimbing saya selama menjalani proses pendidikan.

6. Seluruh rekan paramedis dan karyawan di lingkungan Departemen Anestesi

dan Terapi Intensif FK Unair / RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

7. Kedua orang tua saya, ayahanda Dr. Demmarrapa, M.Si, dan ibunda Ir.

Margaretha Bunga, MP serta anak terkasih Imanuella M.A. Pappuangan yang

dengan doa dan kasih sayang telah memberikan dorongan moril dan materil

sehingga saya dapat menyelesaikan proses pendidikan dengan baik.

8. Untuk seluruh teman PPDS-1 FK Unair / RSUD Dr. Soetomo Surabaya,

terutama Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, terus berjuang. Terima

kasih terkhusus teman-teman seangkatan saya : MDR, YOS, HUD, LUN, JPS,

LUN, AM, WAY, RID

Akhir kata, mohon maaf kepada semua pihak atas segala kesalahan. Semoga

hasil penelitian ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu. Semoga Tuhan Yang

Maha Kuasa selalu melimpahkan berkat dan rahmatNya kepada kita semua.

Amin.

Surabaya, 7 November 2019

Penulis
viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………… i

HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………… ii

HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI ………………………… iii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ………………………………. iv

ABSTRAK …………………………………………………………………. v

KATA PENGANTAR ……………………………………………………… vi

DAFTAR ISI ………………………………………………………………. viii

DAFTAR TABEL …………………………………………………………. xi

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… xii

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….. xiii

DAFTAR SINGKATAN ………………………………………………….. xiv

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………… 1

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………... 1

1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………… 4

1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………... 4

1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………………… 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………… 7

2.1 Defenisi Nyeri ……………….……………………………………….. 7

2.2 Mekanisme Nyeri …....……………………………………………….. 7


ix

2.3 Efek Nyeri .…………………..……………………………………. 12

2.4 Respon Nyeri pada Anestesi Umum .………………………………… 13

2.5 Nyeri Pasca Bedah dan Assesmen …………………………………… 16

2.6 Pectoralis Block ………………………………………………………. 18

2.6.1 Anatomi dan Fungsi Nervus Pectoralis ……………………….. 18

2.6.2 Teknik Pectoralis Block (Pecs Block) ………………………… 19

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS …………………….. 21

3.1 Kerangka Konsep ……………………………………………………. 21

3.2 Hipotesis ……………………………………………………………… 23

BAB IV METODE PENELITIAN ………………………………………… 24

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ……..………………………………. 24

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………………………… 25

4.3 Populasi, Sampel, dan Besar Sampel Penelitian ………………….….. 25

4.4 Randomisasi dan Blinding …………………………………………… 27

4.5 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional ……………………….. 27

4.5.1 Variabel Penelitian …………………………………………… 27

4.5.2 Defenisi Operasional ………………………………………… 27

4.6 Prosedur Penelitian ………………………………………………….. 29

4.6.1 Prosedur Pengumpulan Data …………………………………. 29

4.6.2 Kerangka Operasional ……………………………………….. 31

4.7 Instrumen dan Cara Pengumpulan Data .……………………………. 32

4.8 Analisa Data …………………………………………………………. 32


x

BAB V HASIL PENELITIAN ……………………………………………… 33

5.1 Karakteristik Subyek ………………………………………………… 33

5.2 Skor Nyeri Post Operasi ……………………………………………… 35

5.3 Kebutuhan Rescue Analgesia ………………………………………… 38

BAB VI PEMBAHASAN …………………………………………………. 41

6.1 Karakteristik Subyek Penelitian …………………………………….. 41

6.2 Skor Nyeri Post Operasi ……………………………………………… 43

6.3 Kebutuhan Rescue Analgesia ………………………………………… 44

6.4 Kekurangan Penelitian ………………………………………………. 44

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………. 46

7.1 Kesimpulan ………………………………………………………….. 46

7.2 Saran ………………………………………………………………….. 46

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 47

LAMPIRAN ………………………………………………………………. 50
xi

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Defenisi Operasional Variabel ………………………………….. 27

Tabel 5.1 Distribusi Demografi Sampel Penelitian ………………………… 34

Tabel 5.2 Skor Nyeri Post Operasi ………………………………………… 37

Tabel 5.3 Kebutuhan Rescue Analgesia ……………………………………. 38

Tabel 5.4 Waktu Membutuhkan Rescue Analgesia ………………………… 40


xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Jenis Serabut Saraf Nociceptor .…………………………….... 8

Gambar 2.2 CNS Pathways dari Sensasi Nyeri …….………………………. 9

Gambar 2.3 Skema Proses Transduksi Nyeri ……………………………… 10

Gambar 2.4 Skema Jalur Transmisi Nyeri …………………………………. 11

Gambar 2.5 Visual Analogue Scale (VAS) ..………………………………. 17

Gambar 2.6 Pecs I block ……………………………………………….…... 19

Gambar 2.7 Pecs II block ………………………………….……………… 19

Gambar 3.1 Kerangka Konsep ……………………………………………. 21

Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian ………………………………… 24

Gambar 4.2 Kerangka Operasional Penelitian ……………………………. 31

Gambar 5.1 WBFS Statis Post Operasi ……………………………………. 37

Gambar 5.2 WBFS Dinamis Post Operasi ………………………………… 38

Gambar 5.3 Kebutuhan Rescue Analgesia Post Operasi ………………….. 39


xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pembiayaan Penelitian ……………………………… 58

Lampiran 2 Information for Consent ……………………………………… 59

Lampiran 3 Informed Consent …………………………………………… 63

Lampiran 4 Form Pengunduran Diri ……………………………………… 64

Lampiran 5 Lembar Konsultasi Tesis ……………………………………. 65

Lampiran 6 Lembar Pengumpulan Data …………………………………. 66


xiv

DAFTAR SINGKATAN

ACTH : adrenocorticotropic hormone


CRH : corticotropin releasing hormone
FRC : functional residual capacity
FEV : forced expiratory volume
GA : General Anesthesia
GABA : gamma-amino-buthyric-acid
HPA : hypothalamic-pituitary-adrenal
HPO : hypothalamic-pituitary-ovarial
HPT : hypothalamic-pituitary-thyroidal
MAC : mean alveolar concentration
MRM : Modified Radical Mastectomy
NPV : nucleus paraventricular
Pecs block : pectoral nerve block
PMm : pectoralis mayor
Pmm : pectoralis minor
POMC : pro-opiomelanocortin
RA : Regional Anesthesia
RV : residual volume
TIVA : total intravenous anasthesia
TLRs : toll-like receptors
TNF : tumour necrosis factor
TPVB : Thoracal Paravertebral Block
TV : tidal volume
VAS : visual analogue score
VC : vital capacity
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang sering terjadi pada

perempuan di Indonesia. Kanker payudara memiliki kontribusi sebesar 30% dan

merupakan jenis kanker yang paling mendominasi di Indonesia, mengalahkan

kanker leher rahim atau kanker serviks yang berkontribusi sebesar 24%. Penderita

kanker yang terus meningkat diperkirakan akan menjadi penyebab utama

peningkatan beban ekonomi karena biaya yang harus ditanggung cukup besar.1

Kanker payudara menempati urutan pertama sebagai jenis kanker yang

paling banyak diderita oleh penduduk usia produktif di Jawa Timur dengan

persentase sebesar 16,9%.2 Di Surabaya, kanker payudara menempati urutan

pertama pada sepuluh besar penyakit kanker yang ditemukan dan diobati di

Surabaya pada tahun 2011 dengan persentase sebesar 36,92%.3 Besarnya

permasalahan mengenai kanker payudara tersebut juga terlihat dari jumlah kasus

kanker payudara yang ditemukan di RSUD Dr Soetomo. Jumlah kasus kanker

payudara di RSUD Dr Soetomo terbilang cukup banyak dengan angka kejadian

yang masih tinggi pada setiap tahunnya. Jumlah kasus kanker payudara di rumah

sakit pusat rujukan untuk wilayah Indonesia bagian timur tersebut mengalami

peningkatan pada dua tahun terakhir, yaitu sebanyak 491 kasus pada tahun 2012

dan 574 kasus pada tahun 2013.4

Di RSUD dr Soetomo, prosedur modified radical mastectomy (MRM) untuk

penanganan kanker payudara adalah salah satu prosedur operasi di bidang bedah

1
2

onkologi yang paling sering dilakukan, dimana selama tahun 2017 rata-rata

terdapat 10-20 prosedur MRM dikerjakan setiap bulan di Gedung Bedah Pusat

Terpadu (GBPT). Hal ini menyebabkan timbulnya kebutuhan untuk penerapan

teknik anestesi yang dapat membantu kelancaran prosedur pembedahan,

mengurangi nyeri dan komplikasi post operasi dengan tingkat keamanan yang

tinggi bagi pasien.

Prosedur MRM adalah salah satu prosedur operasi dengan tingkat nyeri

perioperatif yang tinggi.5 Nyeri ini berasal dari kerusakan otot dan saraf selama

pembedahan.6 Bila tidak ditangani dengan baik, 40% wanita yang menjalani

operasi kanker payudara akan mengalami nyeri akut post operasi yang berat,

dimana 50% diantaranya akan mengalami nyeri post-mastektomi kronis dengan

kualitas hidup yang terganggu.5 Oleh karena itu manajemen nyeri perioperatif

yang baik diperlukan untuk mencegah terjadinya nyeri kronis pada pasien. Teknik

anestesi regional telah terbukti memberikan kualitas kontrol nyeri akut

perioperatif yang lebih baik dari pada anestesi general, sehingga kejadian nyeri

kronis juga lebih sedikit. Hal ini dicapai oleh teknik anestesi regional melalui

penurunan sensitisasi sentral (wind up) dan penurunan kejadian hiperalgesia

akibat opioid.6

Teknik anestesi regional seperti blok epidural thorakal, blok paraverterbral

thorakal (TPVB), blok saraf intercostal, blok interpleura, blok interscalene dan

infiltrasi lokal telah digunakan untuk anestesi dan/atau analgesia untuk operasi

kanker payudara.6 TPVB telah terbukti mampu memberikan analgesia yang lebih

baik dari pada teknik anestesi regional yang lain dan terdapat bukti bahwa TPVB

dapat menurunkan angka rekurensi kanker.7-9 Namun, TPVB adalah suatu


3

tindakan yang invasif sehingga tidak semua spesialis anestesiologi mampu

maupun merasa nyaman untuk melakukannya. Pectoral nerve block (Pecs block)

adalah teknik blok yang kurang invasif yang pertama kali dijelaskan oleh Blanco

et al. Pecs block merupakan blok interfascial plane yang terdiri dari blok Pecs I

dimana obat anestesi diberikan pada daerah di antara otot pectoralis mayor (PMm)

dan pectoralis minor (Pmm) dan blok Pecs II dimana obat anestesi diberikan

diatas otot seratus anterior pada tulang iga ketiga. Teknik ini akan memblok saraf

pectoralis, intercostobrakhialis, intercostal III, IV, V, VI dan thorakalis panjang.10

Berdasarkan penelitian dari Kulhari et al., Pecs block memberikan analgesia post

operasi yang lebih baik dari pada TPVB, sehingga Pecs block merupakan pilihan

untuk terapi nyeri operasi akut pada operasi MRM.11

Kumar et al (2018) memperlihatkan efektifitas Pecs block sebagai modalitas

penanganan nyeri post operatif pada operasi MRM. Pada penelitian tersebut

memperlihatkan nilai VAS yang lebih rendah dan penggunaan analgetik post op

yang lebih sedikit secara signifikan pada kelompok kombinasi anestesi umum dan

Pecs block dibandingkan dengan kelompok sampel yang hanya dilakukan anestesi

umum.12 Di tahun yang sama, Kumar et al (2018) memperlihatkan efektifitas

bilateral Pecs block pada manajemen nyeri post operatif pasien post pembedahan

jantung. Pada penelitian ini didapatkan nilai VAS post operatif yang lebih rendah

secara signifikan pada kelompok pasien yang dilakukan Pecs block.13 Bashandy

dan Abbas (2015) melakukan suatu randomized clinical trial pada dua kelompok

pasien yang menjalani operasi pembedahan kanker payudara dengan yaitu

kelompok dengan anestesi umum dan kelompok anestesi umum kombinasi Pecs

block, dan hasilnya kelompok dengan kombinasi Pecs block memperlihatkan nilai
4

VAS post operatif yang lebih rendah, penggunaan fentanyl durante dan morfin

post operasi yang lebih minimal.14

Di RSUD dr Soetomo, teknik Pecs block masih jarang dilakukan, dimana

selama tahun 2017 teknik ini hanya pernah dilakukan satu kali.4 Oleh karena itu

penelitian ini diadakan, selain untuk memperkenalkan prosedur Pecs block juga

untuk landasan penerapan Pecs block di RSUD dr Soetomo. Penelitian ini

bertujuan untuk membandingkan secara prospektif Pecs block yang dikombinasi

dengan anestesi umum dan anestesi umum saja pada operasi MRM. Outcome

primer dari penelitian ini adalah nilai skor nyeri yang diukur menggunakan Wong

Baker Faces Scale (WBFS) hari pertama post operasi pada pasien yang mendapat

kombinasi anestesi umum dan Pecs block preoperasi dengan pasien yang hanya

mendapat anestesi umum saja. Pengukuran sekunder pada penelitian ini adalah

waktu penggunaan opioid sebagai rescue analgesia post operasi.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah pengaruh penggunaan kombinasi Pecs block dan GA

terhadap nyeri post operasi MRM pada pasien Ca Mammae di RSUD dr Soetomo

Surabaya?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisa pengaruh penggunaan kombinasi Pecs block dan GA terhadap

nyeri post operatif pada pasien Ca Mammae post MRM di RSUD dr Soetomo

Surabaya.
5

1.3.2 Tujuan Khusus

- Mengetahui skor nyeri pasien Ca Mammae post operasi MRM yang

dilakukan GA tanpa Pecs block

- Mengetahui skor nyeri pasien Ca Mammae post operasi MRM yang

dilakukan GA dengan Pecs block

- Menganalisa perbedaan skor nyeri pasien Ca Mammae post operasi MRM

antara pasien yang dilakukan GA dengan dan tanpa Pecs block

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan

Menambah pengetahuan mengenai pengaruh penggunaan Pecs block

sebagai kombinasi dengan GA terhadap skala nyeri post operatif yang

ditimbulkan akibat prosedur MRM pada pasien Ca Mammae.

1.4.2 Manfaat Bagi Pelayanan Kesehatan

Memberikan peningkatan kualitas pelayanan anestesi serta menurunkan

resiko terjadinya komplikasi pascaoperasi dengan cara menurunkan nyeri

postoperatif dengan penggunaan Pecs block sebagai kombinasi dengan GA dalam

manajemen anestesi.

1.4.3 Manfaat Bagi Dokter dan Penderita

Bagi dokter : menambah pengetahuan para ahli anestesi mengenai pengaruh

penggunaan Pecs block sebagai kombinasi dengan GA terhadap nyeri postoperatif

khususnya pada pasien operasi MRM.

Bagi pasien : penggunaan kombinasi Pecs block dengan GA sebagai manajemen

anestesi operasi MRM diharapkan dapat membantu menurunkan skor nyeri


6

postoperatif akibat pembedahan sehingga dapat memperbaiki kondisi pasien pada

saat dilakukan pembedahan hingga pasca operasi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Nyeri

Nyeri telah didefinisikan oleh banyak peneliti dan bervariasi sejak 100 tahun

yang lalu. Definisi yang paling banyak dianut adalah pernyataan asosiasi

internasional terkait penelitian nyeri yaitu IASP (The International Association

for the Study of Pain) . IASP mendefinisikan nyeri sebagai perasaan indrawi yang

tidak nyaman dan pengalaman emosional yang terkait dengan kerusakan jaringan

aktual atau potensial, atau sesuatu yang digambarkan sebagai kerusakan

tersebut.12 Dari pengertian kemudian dapat dikatakan bahwa nyeri merupakan

suatu pengalaman yang kompleks dan multidimensional.

2.2 Mekanisme Nyeri

Timbulnya persepsi nyeri melewati tahapan-tahapan, dimulai dari tahap

perifer, kemudian tahap transmisi dan diakhiri tahap integrasi. Nociceptor secara

fisiologis dibagi dalam 2 kelompok (Gambar 2.1), serabut afferent A-δ yang

berdiameter 1 -5 µm dan dibungkus myelin untuk meningkatkan kecepatan

konduksi. Kecepatan hantaran impuls melalui serabut saraf A-δ sekitar 5-30

meter/detik. Kelompok kedua adalah serabut afferent C dengan diameter lebih

kecil dan tidak dibungkus myelin, sehingga kecepatan konduksinya lebih lambat,

kurang dari 1 meter/detik.13 Trauma jaringan akan menyebabkan rangkaian proses

akibat kerusakan sel dan pembuluh darah kapiler. Selanjutnya mediator biokimia

seperti bradikinin, kalsium, kalium, substansi P dan prostaglandin mengaktivasi

7
8

nociceptor pada serabut afferent A-δ dan C.14,15 Kemudian rangsang nyeri

ditransmisikan melalui 5 jalur ke atas (ascending pathways) yaitu tractus

spinothalamicus, tractus spinoreticularis, tractus spinomesencephalicus, tractus

cervicothalamicus, tractus spinohypothalamicus, batang otak, thalamus dan

berakhir di korteks serebri, tempat tahap integrasi berlangsung (Gambar 2.2).

Tahap integrasi bertanggung jawab terhadap refleks flexi, respon pernafasan,

reaksi imunologis dan endokrinologis, respon vegetatif, sensasi dan persepsi

nyeri, respon perilaku dan afektif, memori dan pembelajaran terhadap rangsang

nyeri. Respon perilaku, afeksi dan memori terhadap rangsang nyeri diatur oleh

sistim limbic yang terdiri dari bagian-bagian dari thalamus, hypothalamus, gyrus

cingulatus, amygdala, hypocampus dan basal ganglia.16

Gambar 2.1 Jenis serabut saraf nociceptor13


9

Gambar 2.2. CNS pathways dari sensasi nyeri. Warna merah jalur
ascending, warna biru jalur descending.16

Nociception adalah mekanisme neural di mana setiap individu mendeteksi

adanya stimulus berupa kerusakan jaringan yang potensial menimbulkan nyeri.

Dalam hal ini tidak ada keterlibatan atau keharusan bahwa seseorang dalam

kondisi sadar dalam merasakan stimulus tersebut. Mekanisme nociceptive terdiri

dari beberapa kejadian yaitu :17-20


10

1. Transduction (transduksi)

Perubahan satu bentuk energi ke bentuk energi yang lain (Gambar 2.3). Hal ini

terjadi dari berbagai tingkatan sepanjang jalur nociceptive, yaitu dari :

- Stimulus ke kejadian pelepasan bahan-bahan kimiawi oleh jaringan

- Bahan-bahan kimiawi jaringan dan kejadian di dalam synaptic cleft ke

kejadian elektrik pada neuron

- Kejadian-kejadian elektrik di neuron ke kejadian kimiawi di sinaps.

Gambar 2.3 Skema proses transduksi nyeri17

2. Transmission (transmisi)

Kejadian-kejadian elektrik yang ditransmisikan sepanjang jalur neuronal,

sementara molekul-molekul di dalam celah sinaptik mentransmisikan


11

informasi dari satu permukaan sel ke sel yang lain. Skema beberapa jalur

transmisi nyeri dapat dilihat pada Gambar 2.4

Gambar 2.4 Skema jalur transmisi nyeri119

3. Modulation (modulasi)

Penentuan (respon akhir) dari berbagai kejadian di atas melalui up atau down

regulation. Hal ini dapat terjadi pada semua level jalur

nociceptive. Dari jaringan melalui afferent neuron primer dan dorsal

horn, menuju ke pusat otak yang lebih tinggi.

4. Persepsi

Setelah melalui jalur nyeri yang cukup rumit, maka otak dan spinal cord

memfasilitasi untuk menggambarkan apa yang dirasakan. Di sini informasi


12

yang diperoleh sebelum terjadi stimulus nyeri sangat berpengaruh, oleh karena

itu pengalaman sebelumnya sangat mempengaruhi rasa yang ditimbulkan oleh

sebuah rangsangan.

2.3 Efek Nyeri

Respon fisiologis terhadap nyeri berupa gangguan fungsi pulmonal,

kardiovaskuler, gastrointestinal, uriner, metabolisme dan fungsi otot serta

perubahan neuroendokrin dan metabolik.

Pembedahan pada daerah abdomen atas atau toraks menyebabkan perubahan

fungsi paru, yaitu penurunan kapasitas vital (VC), volume tidal (VT), volume

residual (RV), kapasitas residual fungsional (FRC) dan volume ekspirasi dalam

satu detik (FEV). Terjadi juga peningkatan tonus otot abdomen dan penurunan

fungsi diafragma. Semua ini menyebabkan penurunan komplians paru-paru,

splinting otot pernafasan, kesulitan bernafas dalam atau batuk-batuk kuat, dan

pada beberapa kasus berlanjut menjadi hipoksemia, hiperkarbia, retensi sekret,

atelektasis dan pneumonia. Meningkatnya tonus otot juga meningkatkan konsumsi

oksigen dan produksi asam laktat.21,22

Nyeri merangsang neuron simpatis dan mengakibatkan takikardia,

peningkatan stroke volume, kerja jantung dan konsumsi oksigen miokardium

sehingga terjadi peningkatan resiko iskemi otot jantung. Resiko trombosis vena

dalam meningkat bila imobilitas karena nyeri menyebabkan penurunan aktivitas

fisik, bendungan vena dan agregasi platelet.21,22

Secara umum, pengalaman nyeri tampaknya terkait dengan peningkatan

pelepasan pro-inflamasi sitokin, yang pada gilirannya mempengaruhi sistem saraf


13

dan memicu transmisi nyeri. Sitokin pro-inflamasi seperti interleukin-6 (IL-6),

tumor necrosis factor alpha (TNF-a) dan lain-lain menunjukkan hubungan positif

dengan persepsi rasa sakit di antara sampel RA, osteoarthritis, pasien nyeri

recurrent, jantung, dan fibromyalgia. Dalam beberapa penelitian difokuskan pada

penilaian respon kortisol terhadap rangsangan akut yang menyakitkan dalam

sampel orang dewasa .Kortisol adalah parameter stres-responsif, dapat dengan

sangat cepat terbentuk dan proses peradangan dapat terjadi dalam jangka

panjang.21,22

Beberapa peneliti membuktikan stres telah menyebabkan perubahan

neurotransmitter neurohormonal melalui berbagai aksis seperti HPA

(Hypothalamic-Pituitary Adrenal Axis), HPT (Hypothalamic-Pituitary-Thyroid

Axis) dan HPO (Hypothalamic-Pituitary-Ovarial Axis). HPA merupakan teori

mekanisme yang paling banyak diteliti . Pada kondisi stres, aksis HPA meningkat

dan glukokortikoid disekresikan walaupun kemudian kadarnya kembali normal

melalui mekanisme umpan balik negatif.21,22

2.4 Respon Nyeri Pada Anestesi Umum

Anestesia umum membuat pasien tidak sadar dan tidak merasakan nyeri

selama prosedur pembedahan. Penilaian nyeri pada pasien yang sudah dilakukan

anestesi umum itu tidak mudah. Walaupun ada banyak metode yang dapat

digunakan untuk menilai dan mengatasi nyeri seperti Critical care Pain

Observation Tool (CPOT) dan Post Anesthesia Care Unit (PACU) behavioural

pain ratong scale, namun masih merupakan tantangan bagi sebagian besar ahli.

Mark dan Sacher menuliskan 73% pasien dengan nyeri yang tidak tertangani
14

dengan baik. Apfelbaum (2003) melaporkan ada 80% pasien yang menjalani

pembedahan mengalami nyeri akut pasca operasi, dimana 11-20% di antaranya

mengalami nyeri sedang-berat. Beberapa penelitian melaporkan stres yang

diakibatkan nyeri pembedahan akan meningkatkan permeabilitas blood-brain

barrier dibandingkan dengan adrenalin yang menyebabkan hipertensi. Respon

kardiovaskuler terhadap stres nyeri akan menyebabkan banyak efek yang tidak

diinginkan selama periode intra dan post operatif. Secara psikologis, nyeri yang

tidak tertangani secara adekuat akan menyebabkan pasien akan berperilaku negatif

dan akhirnya menjadi ragu untuk berobat bila mengalami masalah kesehatan di

kemudian hari. Ketidakadekuatan penanganan nyeri maupun pemberian anestesi

intraoperatif akan menyebabkan komplikasi terkait pembiusan. Sehingga yang

pertama harus dilakukan untuk mengatasi nyeri saat pembedahan adalah dengan

memastikan bahwa nyeri yang dialami pasien dapat dinilai dengan baik.23

Respon nyeri fisiologis dan behavioural merupakan salah satu dari indikator

nyeri nonverbal yang digunakan untuk menilai nyeri pada pasien yang mengalami

pembiusan saat dilakukan tindakan pembedahan. Gelinas et al (2006)

menggunakan indikator nyeri behavioural untuk menilai nyeri pada pasien critical

ill yang tidak sadar di ruang perawatan intensif. Tiap indikator behavioural diberi

skor 0-2 tergantung pada respon pasien. Total skor minimal 0 mengindikasikan

tidak ada nyeri dan total skor maksimum 8 mengindikasikan nyeri yang sangat

berat. Akan tetapi, penggunaan sedasi dalam dan relaksan otot pada saat

pembiusan dapat membatasi penggunaan metode ini dalam menilai nyeri

intraoperatif.23
15

Anesthetized patient pain scale (APPS) merupakan suatu metode penilaian

nyeri intraoperatif, yang mencakup penilaian indikator fisiologis (tekanan darah,

denyut nadi, laju nafas) dan behavioural (ekspresi wajah, tekanan otot, dan

pergerakan tubuh). Tiap item diberikan angka 1-3. Total skor minimal 6

menandakan tidak ada nyeri dan skor 18 menandakan nyeri yang berat. Intinya,

dengan menggunakan APPS, nyeri dinilai berdasarkan faktor fisik dan

behavioural, dan intensitas nyeri diberi skor 6 (tidak nyeri), 7-8 (nyeri sedang), 9-

12 (nyeri sedang-berat), dan 13-18 (nyeri berat).23

Peningkatan respirasi dan hemodinamik (denyut jantung dan tensi)

merupakan salah satu indikator dari nyeri pada pasien dengan anestesi umum.

Secara tidak langsung, kondisi kulit yang lembab dan lengket juga merupakan

indikator nyeri yang relevant. Faktor lain yang berkontribusi untuk sensitisasi

nosiseptor adalah suhu. Perubahan suhu diakibatkan aktivasi nosiseptor ketika

keluarnya mediator – mediator akibat suatu injury ataupun inflamasi.13 Suhu

tubuh merupakan indikator nyeri lainnya. Respon yang berhubungan dengan mata

seperti reaksi pupil dan keluarnya air mata dikatakan juga sebagai indikator yang

relevan untuk nyeri pada pasien dengan anestesi umum.8

Stimulasi nyeri pada pasien dengan anestesi umum dapat menyebabkan

vasokontriksi dan meningkatkan suhu sampai 0,5°C . Penggunaan obat – obat

anestesi dapat menurunkan vasokonstriksi tersebut.9

Perbedaan antara nyeri dan respon kedalaman anestesi yang tidak adekuat

masih menjadi masalah besar bagi banyak anestesiologis. Monitor anestesi

modern seperti CSM, yang dapat melihat tingkat hipnosis otak melalui akuisisi

data sinyal elektroensefalogram (EEG) dari pasien yang dilakukan pembiusan.


16

Monitor CSM digunakan untuk menentukan kedalaman anestesi pasien setiap

intensitas nyeri akan dinilai. Interpretase CSM yaitu 90-100 (kondisi sadar), 80-90

(drowsy), 60-80 (anestesi ringan), 40-60 (stadium pembiusan), 10-40 (anestesi

dalam), 0-10 (mendekati koma).23

2.5 Nyeri Pasca Bedah dan Assesmen

Nyeri akut pasca bedah juga melibatkan respon neuroendokrin berupa :

aktivasi sistem simpato adrenal yang menyebabkan peningkatan laju jantung dan

tekanan darah. Trauma pembedahan awalnya diikuti oleh peningkatan konsentrasi

epinefrin dan norepinefrin plasma. Perubahan patofisiologi sistem simpatis nyata

yang berhubungan dengan pembedahan adalah : 1) peningkatan insidensi

hipertensi pasca bedah (berkisar 5% setelah operasi minor dan 50% setelah bedah

vaskuler mayor), 2) Meningkatnya kejadian iskemia miokard pasca bedah, 3)

Terhambatnya proses penyembuhan luka operasi di organ perifer akibat

redistribusi aliran darah ke otak dan jantung, dan 4) Hipoperfusi renal akibat

aktivasi axis renin angiotensin aldosteron oleh sistem saraf simpatis.24

Ketidakmampuan untuk menilai suatu nyeri terutama nyeri akut pasca bedah

merupakan penyebab utama manajemen nyeri yang tidak adekuat. Fakta di

Amerika, alasan utama nyeri tidak tertangani dengan baik adalah kegagalan

seorang klinisi untuk menilai nyeri dan mengatasinya. Nyeri selalu bersifat

subjektif, sehingga apa yang disampaikan oleh pasien harus dinilai sebagai

indikator nyeri yang paling akurat. Tanda-tanda objektif berupa tanda fisis dan

behavioural tetap tidak dapat menggantikan tanda berupa keluhan pasien sendiri

kecuali pasien tidak dapat berkomunikasi.25


17

Visual Analogue Scale (VAS) merupakan alat pengukuran intensitas nyeri

yang dianggap paling efisien yang telah digunakan dalam penelitian dan

pengaturan klinis. VAS umumnya disajikan dalam bentuk garis horisontal

(Gambar 2.5). Dalam perkembangannya VAS menyerupai NRS yang cara

penyajiannya diberikan angka 0-10 yang masing-masing nomor dapat

menunjukkan intensitas nyeri yang dirasakan oleh pasien. Dalam beberapa

penelitian yang dilakukan untuk menilai intensitas nyeri pasca operasi, skala yang

digunakan adalah rekombinasi antara VAS dan NRS. VAS juga sering digunakan

untuk menilai nyeri pada pasien untuk dapat memperoleh sensitivitas obat pada uji

coba obat analgetik. Dalam penggunaan VAS terdapat beberapa keuntungan dan

kerugian yang dapat diperoleh. Keuntungan penggunaan VAS antara lain VAS

adalah metode pengukuran intensitas nyeri paling sensitif, murah dan mudah

dibuat. VAS mempunyai korelasi yang baik dengan skala-skala pengukuran yang

lain dan dapat diaplikasikan pada semua pasien serta VAS dapat digunakan untuk

mengukur semua jenis nyeri. Namun kekurangan dari skala ini adalah VAS

memerlukan pengukuran yang lebih teliti dan sangat bergantung pada pemahaman

pasien terhadap alat ukur tersebut.25

Gambar 2.5 Visual Analogue Scale25


18

2.6 Pectoralis Block

2.6.1 Anatomi dan Fungsi Nervus Pectoralis

Nervus pectoralis merupakan cabang utama pleksus brachialis yang

memberikan inervasi motorik ke otot-otot pectoralis; 2 cabang utama yaitu nervus

pectoralis lateral dan nervus pectoralis medial dimana nervus pectoralis lateral

berjalan dari korda lateral pleksus brachialis dan melalui nervus cervical 5,6,7.

Nervus pectoral medial berjalan dari korda medial pleksus brachialis. Nervus ini

berasal dari akar C8 dan T1, melewati dorsal dari bagian pertama arteri axillaris,

berjalan di antara arteri dan vena axillaris kemudian membentuk ansa pectoralis,

tepat di sisi lateral arteri thoracoacromial.28

Nervus pectoralis lateral berjalan menembus fascia coracoclavicular dan

terdistrubusi ke bagian dalam dari otot pectoralis mayor dan menginervasi sisi

clavicular. Nervus pectoralis lateral memiliki serabut saraf yang sensitif dan

menginervasi sendi acromioclavicular, bursa subacromial, periosteumof clavicula

dan kapsul articular anterior dari sendi bahu dan ligamentum costoclavicular.28

Nervus pectoralis medial berjalan memasuki bagian dalam dari otot

pectoralis minor, yang kemudian terbagi menjadi beberapa cabang. Dua atau tiga

cabang menembus otot dan berakhir di otot pectoralis mayor dan mempersarafi

bagian kostal. Nervus pectoralis medial memberikan persarafan sensoris ke bagian

inferolateral otot pectoralis mayor, aspek ventral lengan dan dinding dada sisi

lipat lengan, paling banyak di persambungan antara nervus intercostobrachial.28


19

2.6.2 Teknik Pectoralis Block (Pecs Block)

A B
Gambar 2.6 A. Posisi probe dan arah jarum saat Pec I block. B. Gambaran
ultrasound Pecs I block.28

A B
Gambar 2.7 A. Posisi probe dan arah jarum saat Pec II block. B. Gambaran
ultrasoundPecs II block.28
20

Pecs block merupakan suatu teknik blok fasia sederhana yang dilakukan di

lapisan otot pektoralis. Pecs I block adalah blok di antara dua otot pektoralis dekat

dengan arteri torakoakromial. Pemberian 5-10 ml anestesi lokal cukup untuk

memblok nervus pektoralis lateral dan mayoritas cabang dari nervus pektoralis

media. Blok dilakukan dengan menempatkan transduser 3-4 cm distal dari

prosesus korakoid dengan fokus pandang transversal otot pektoralis minor. Jarum

kemudian dimasukkan dengan pendekatan medial ke lateral. (Gambar 2.7) Pecs II

block adalah pemberian anestesi lokal ke daerah lebih dalam dan lateral dari otot

pektoralis mayor dan melewati otot serratus. Volume 20 ml didistribusikan mulai

dari kosta ke-2 hingga ke-5 dan memberikan blok cabang lateral nervus

interkosta. Jarum dimasukkan dengan pendekatan medial ke lateral dan kranial ke

kaudal. (Gambar 2.8)28


BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Keterangan:

: variabel yang diteliti : mempengaruhi

: variabel yang tidak diteliti : menghambat

21
22

Operasi MRM akan menyebabkan kerusakan jaringan dan mempengaruhi

proses elektrofisiologis yang disebut “nociception”. Proses inilah yang mendasari

timbulnya nyeri akut perioperatif. Nyeri yang bersumber dari proses pembedahan

terdiri dari 4 aspek sistem, yaitu (1) Immune System; (2) Neurologic System; (3)

Sistem kognitif, behaviour dan motorik; (4) Endokrine system. Mekanisme aspek

pertama dan kedua berawal dari nociceptor sebagai sensor penangkap nyeri yang

paling ujung berpartisipasi untuk mengeluarkan substance P (SP), calcitonin gene-

related peptide (CGRP), neurokinin A (NKA), dan peptida lain serta Nitric Oxide

(NO) yang semua itu akan berkontribusi pada proses inflamasi. Melalui jalur

itu,nociceptor akan menginisiasi proses “neurogenic inflammatory” yang

memperkuat rangsangan berikutnya. Dari proses tersebut maka terjadilah

peningkatan dari kadar protein C-reaktif, TNF-α, IL-1,IL-2, IL-6, IL-8, IL-10, dan

CD40 ligand. Substansi-substansi tersebut akan merangsang terjadinya

vasodilatasi, ekstravasasi protein plasma dan pengeluaran mediator-mediator

kimia lain yang mendukung proses keradangan sehingga dapat timbul gejala

klasik kemerahan, pembengkakan, suhu yang meningkat dan rangsang nyeri.

Aspek berikutnya berupa respon dari sistem kognitif, behaviour dan motorik

pada nyeri. Baku emas dari penilaian aspek ini adalah dengan sistem “self

reporting” dimana pasien melaporkan skala nyeri yang dirasakan kepada dokter

setelah operasi.

Aspek endokrine system bermula dari stimulasi nyeri pada nociceptor yang

ditransmisikan oleh serabut syaraf Aδ dan C traktus spinothalamicus ke thalamus

dan korteks serebri, proses inflamasi di jaringan akan mengaktifkan aksis HPA

(Hypofise-Pituitary-Adrenal). Sinyal nociceptive tidak hanya bekerja secara


23

langsung pada hipotalamus di periventricular nucleus (PVN), tetapi juga pada

Periaqueductal Gray (PAG), Locus Coeruleus (LC), dan pada cortico–amygdale

circuit, serta juga memicu pelepasan sitokin proinflamasi dari berbagai sel-sel

kekebalan tubuh dan medula adrenal. Semua ini mengaktifkan PVN , yang

biasanya merespon irama diurnal dan terkait dengan kadar sirkulasi pada kortisol .

Aktivasi stressor–induced dari PVN melepaskan CRH dari eminensia median ke

sirkulasi portal. Hal ini merangsang hipofisis anterior dan menyebabkan pelepasan

ACTH ke dalam sirkulasi sistemik yang akan menimbulkan pengeluaran kortisol

pada korteks adrenal. Kortisol memiliki efek luas pada berbagai macam organ

sasaran. Oleh karena itu kortisol mempunyai sistem umpan balik negatif (negative

feedback), kortisol memberikan umpan balik untuk PVN dan hipofisis anterior,

sehingga mengendalikan aktivitas sistem tersebut. Respon endokrin dapat

mengaktivasi gangguan simpatis yang akan menimbulkan gangguan hemodinamik

berupa perubahan tensi maupun nadi.

3.2 Hipotesis

Penggunaan kombinasi Pecs block dan anestesi umum akan menurunkan

skor nyeri post operasi MRM pada pasien Ca Mammae.


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental double blind randomized.

Pada penelitian ini terdapat 2 kelompok perlakuan, dengan masing-masing

menerima 4 kali pengamatan. Sebelum dibagi ke dalam 2 kelompok, tiap

kelompok akan dilakukan pengkodean kelompok dan randomisasi. Kode

kelompok tidak diketahui oleh pasien dan peneliti

X0 P O0 O2 O4 O6
S R
X1 P O1 O3 O5 O7

Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian

Keterangan :

S : Sampel penelitian

R : Randomisasi

X0 : Kelompok kontrol penelitian

X1 : Kelompok subjek penelitian yang dilakukan Pecs block

O0 : Pengukuran nilai WBFS 3 jam setelah operasi pada kelompok kontrol

O1 : Pengukuran nilai WBFS 3 jam setelah operasi pada kelompok subjek

O2 : Pengukuran nilai WBFS 6 jam setelah operasi pada kelompok kontrol

O3 : Pengukuran nilai WBFS 6 jam setelah operasi pada kelompok subjek

O4 : Pengukuran nilai WBFS 9 jam setelah operasi pada kelompok kontrol

O5 : Pengukuran nilai WBFS 9 jam setelah operasi pada kelompok subjek

24
25

O6 : Pengukuran nilai WBFS 24 jam setelah operasi pada kelompok kontrol

O7 : Pengukuran nilai WBFS 24 jam setelah operasi pada kelompok subjek

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Gedung Bedah Pusat Terpadu (GBPT) RSUD dr

Soetomo, Surabaya pada periode Mei-Juli 2019 sampai dengan jumlah sampel

terpenuhi.

4.3 Populasi, Sampel, dan Besar Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Penelitian

4.3.1.1 Populasi Umum

Pasien wanita yang menjalani operasi MRM elektif

4.3.1.2 Populasi Terjangkau

Pasien wanita yang menjalani operasi MRM unilateral elektif di

GBPT RSUD dr. Soetomo Surabaya

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel yang dikehendaki (intended sample) pada penelitian ini adalah

pasien dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

Kriteria inklusi:

1. Pasien wanita usia 18-65 tahun dengan operasi MRM unilateral elektif

di GBPT RSUD DR. Soetomo Surabaya

2. Pasien dengan status fisik ASA 1-2

3. Bersedia menandatangi lembar informed consent


26

Kriteria eksklusi:

1. Riwayat alergi obat anestesi

2. Faal hemostasis memanjang

3. Riwayat penggunaan obat thromboprofilaksis kurang dari 1 minggu

4. Terdapat infeksi lokal di daerah pecs bloks

5. Gangguan psikiatri

6. Riwayat pengobatan nyeri kronis

Kriteria drop out:

1. Operator memutuskan untuk dilakukan LD flap atau MRM bilateral

durante operasi

2. Terjadi gagal blok saat prosedur Pecs block dilakukan

3. Mengalami komplikasi yang membahayakan akibat obat yang diberikan

(local anesthetic systemic toxicity)

4.3.3 Besar Sampel Penelitian

Penentuan besar sampel dengan menggunakan rumus

N = 2σ2(Z 1/2α + Zβ)2

(µ1- µ2)2

N : jumlah total semua sampel

α : 0,05  Z1/2a = 1,96

β : 0,20 Zβ = 0,84

µ1 : rata-rata VAS pada kelompok bius umum pada penelitian

sebelumnya (5,2)

µ2 : rata-rata VAS pada kelompok PECS pada penelitian sebelumnya

(1,7)
27

σ : SD pada penelirian sebelumnya (0,42)

Dari perhitungan didapatkan jumlah sampel sebanyak 48,148 orang. Oleh

karena itu peneliti bulatkan menjadi 50 orang sehingga untuk setiap kelompok

diperlukan 25 orang sebagai sampel penelitian.

4.4 Randomisasi dan Blinding

Pengelompokan dilakukan secara acak ditentukan oleh pihak farmasi. Untuk

pemberian perlakuan Saline dan Ropivacaine dimasukkan ke dalam spuit yang

bentuknya sama, ditutup dan diberi kode. Kode untuk saline dan ropivacaine tidak

diberitahukan kepada pasien dan pengambil data. Kode disimpan oleh peneliti

saja.

4.5 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional Penelitian

4.5.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas dan variabel tergantung.

Variabel bebas ada dua yaitu kombinasi Pecs block dan GA serta GA sendiri.

Sedangkan variabel tergantung adalah kadar hormon kortisol preoperatif, durante

operatif dan postoperatif.

4.5.2 Defenisi Operasional Penelitian

Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Operasional Dosis/Ukuran/Satuan Jenis


Data
1 Pecs block blok interfascial plane - Ropivacaine 0,5% 30cc Nominal
pada daerah di antara  10 cc untuk Pecs1
otot pectoralis mayor block dan 20 cc untuk
dan pectoralis minor Pecs 2 block
(Pecs I) dan di atas - NaCl 0,9% dengan
otot seratus anterior jumlah yang sama
28

(Pecs II) dengan dengan ropivacaine


guiding USG (plasebo)

Pecs block Pecs block


+ anestesi menggunakan obat
lokal ropivacaine

Pecs block Pecs block


+ plasebo menggunakan obat
yang tidak
menimbulkan aktifitas
spesifik namun bentuk
dan warna yang
serupa. Dalam
penelitian ini
digunakan NaCl 0,9%.
2 GA Bius umum dengan - Fentanyl 1-2 mcg/kgBB Nominal
GA intubasi dengan IV untuk induksi
obat induksi fentanyl, - Propofol 1-2 mg/kgBB
propofol, rocuronium IV
dan maintenance - Rocuronium 0,6-1
isoflurane. Fentanyl mg/kgBB IV
IV sebagai rescue - Isoflurane 1 MAC
analgesia diberikan - Fentanyl 1 mcg/kgBB
durante bila terdapat IV sebagai rescue
tanda nyeri analgesia
3 MRM Tindakan eksisi
seluruh jaringan
payudara dari dinding
dada hingga diseksi
aksilla pada pasien Ca
Mammae tanpa ada
metastase
4 WBFS Skala nyeri hari Rasio
hari pertama operasi yang
pertama diukur dengan Wong
Baker Face Scale
(WBFS) pada jam 0,
3, 6, 9 dan 24 setelah
operasi
29

4.6 Prosedur Penelitian

4.6.1 Prosedur Pengumpulan Data

Pre dan Durante Operasi

Subyek dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok yang pertama mendapat

perlakuan kombinasi Pecs block dan GA sedangkan kelompok yang kedua

mendapat GA saja. Malam hari sebelum operasi, semua pasien akan mendapat

kunjungan preoperatif untuk menjelaskan prosedur penelitian dan informed

consent. Pasien juga mendapat Lorazepam 0,5 mg per oral sebelum tidur pada

malam hari sebelum operasi.

Sebelum Pecs block dilakukan, pasien dipasang monitor sesuai standar

ASA. Prosedur Pecs block dikerjakan oleh seorang spesialis anestesiologi

konsultan anestesi regional dengan guiding USG. USG yang digunakan adalah

merk Sonosite dengan probe linear (5-12 MHz), dengan kedalaman gambar 4-6

cm. Sebelum blok, dilakukan disinfeksi daerah infraklavikular dan axillar dengan

Povidone Iodine 10% dan Alkohol 70%. Probe USG diletakkan dibawah

klavikula sepertiga lateral. Setelah struktur anatomi yang diperlukan untuk blok

berhasil dievaluasi, dilakukan infiltrasi anestesi lokal Lidocaine 2% dan blok

dilakukan dengan jarum Stimuplex no. 100. Jarum dimasukkan hingga bidang

diantara PMm dan Pmm disekitar cabang pektoralis dari arteri acromiothoracic,

kemudian diinjeksi 10 cc Ropivacaine 0,5%. 20 cc Ropivacaine 0,5% juga

diinjeksikan pada sela iga ketiga diatas otot seratus anterior dengan tujuan

penyebaran obat ke aksila. Setelah prosedur Pecs block selesai dilakukan, pasien

dievaluasi selama 15 menit untuk mengetahui keberhasilan blok. Kemudian

pasien dibawa ke ruang operasi untuk dilakukan prosedur bius umum. Pada
30

kelompok 2, setelah pemberian Midazolam 2 mg di ruang premedikasi, pasien

dibawa ke ruang operasi dan dilakukan prosedur bius umum.

Sebelum dilakukan prosedur bius umum, pasien dipasang monitor sesuai

dengan standar ASA. Prosedur bius umum pada penelitian ini menggunakan GA

intubasi dengan maintenance isoflurane. Induksi dilakukan dengan fentanyl 1-2

mcg/kgBB IV, propofol 1-2 mg/kgBB IV dan rocuronium 0,6-1 mg/kgBB IV.

Maintenance dengan isoflurane 1 MAC. Selama operasi dapat diberikan fentanyl

1 mcg/kgBB IV sebagai rescue analgesia untuk menjaga hemodinamik +20% dari

basal. 30 menit sebelum operasi selesai, saat operator sedang menjahit kulit,

Metamizol 1 g, tramadol 100 mg IV dan metoclorpramide 10 mg IV diberikan.

Setelah operasi selesai pasien diberikan reversal Neostigmine 0,05 mg/kgBB IV

dan Sulfas Atropine 0,02 mg/kgBB IV. Pasien diekstubasi setelah dapat merespon

terhadap perintah verbal.

Post-operatif

Setelah pasien turun di ruang pulih sadar, monitor sesuai standar ASA

dipasang kembali. Setelah operasi selesai, pasien dilakukan pengukuran nilai

WBFS pada jam ke 3, 6, 9 dan 24 jam. Data yang dikumpukan dalam penelitian

ini antara lain : nilai WBFS jam ke 3, 6, 9 dan 24.


31

4.6.2 Kerangka Operasional Penelitian

Pasien yang memenuhi kriteria


inklusi dan eksklusi

GA + Pecs block Randomisasi GA

- Informed consent
- Lorazepam 0,5 mg po malam hari preop
- Midazolam 2 mg di ruang premedikasi

Pecs block dengan Pecs block


Ropivacaine 0,5% dengan NaCl
30 cc 0,9% 30 cc

GA intubasi:
- Induksi:
- Fentanyl 1-2 mcg/kgBB
- Propofol 1-2 mg/kgBB
- Rocuronium 0,6-1mg/kgBB
- Maintenance:
- O2+isoflurane 1,5 Vol%
- Fentanyl 1 mcg/kgBB k/p

30 menit sebelum operasi selesai 


metamizole 1 g, tramadol 100 mg dan metoclopramide 10 mg

Operasi selesai  Reversal Neostigmine 0,05 mg/kgBB+SA 0,02


mg/kgBB  respon terhadap rangsangan verbal  ekstubasi

Ruang Pulih Sadar :


Pengukuran nilai WBFS jam ke 3, 6, 9 dan 24

Gambar 4.2 Kerangka Operasional Penelitian


32

4.7 Instrumen dan Cara Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan adalah alat monitoring anestesi rutin yakni

monitor dikamar operasi. Kondisi hemodinamik dan penggunaan obat-obatan

dicatat dalam lembar pengumpulan data.

4.8 Analisa Data

Untuk menguji hipotesis penelitian ini digunakan uji komparasi. Data diolah

dengan menggunakan program SPSS 19.0.


BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Subyek

Penelitian ini dilakukan dalam waktu 7 bulan pada periode Maret 2019

sampai dengan September 2019. Subyek penelitian adalah pasien Ca Mammae

usia 18-65 tahun yang menjalani operasi MRM di GBPT RSUD Dr. Soetomo

Surabaya. Diperoleh 50 pasien yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu

kelompok yang mendapatkan GA dan pectoralis block dan kelompok yang hanya

mendapatkan GA. Masing – masing kelompok terdiri dari 25 pasien.

Semua pasien pada masing-masing kelompok dilakukan pengambilan data

profil demografi fisik pasien, yang meliputi umur, body mass index (BMI),

stadium Ca Mammae, dan skor physical status (PS)

Pengolahan data statistik menggunakan program komputer SPSS 19. Semua

data dilakukan uji normalitas dengan uji Shapiro Wilk sebelum dilakukan analisis

statistik dengan independent t test. Dari semua data yang dilakukan uji normalitas

didapatkan bahwa hanya umur dan BMI yang berdistribusi normal dan analisis

statistiknya dilakukan dengan menggunakan independent t test. Data lain

berdistribusi tidak normal sehingga analisis statistiknya menggunakan uji Mann-

Whitney U test.

Pada Tabel 5.1 tentang distribusi demografi menunjukkan bahwa tidak ada

perbedaan bermakna pada variabel usia, jenis kelamin, BMI, stadium Ca Mammae

dan PS pada kedua kelompok (bermakna bila p<0,05). Tes homogenitas

33
34

menunjukkan bahwa variabel usia, BMI, stadium Ca dan PS pada data penelitian

ini adalah homogen (tidak homogen bila p<0,05).

Tabel 5.1 Distribusi Demografi Sampel Penelitian


Kelompok
Karakteristik GA+Pecs Block GA Nilai p
(n = 25) (n = 25)
Umur (tahun) 48.08 + 10.44 52.72 + 9.90 0.113a
BMI (kg/m2) 25.82 +4.63 23.93 + 3.15 0.099 a
Skor PS 0.375b
- ASA I 15 (60%) 18 (72%)
- ASA II 10 (40%) 7 (28%)
Stadium 0.124b
- Stadium 2A 11 (44%) 6 (24%)
- Stadium 2B 3 (12%) 3 (12%)
- Stadium 3A 1 (4%) 1 (4%)
- Stadium 3B 10 (40%) 15 (60%)
Catatan : Nilai dinyatakan dalam mean+SD untuk data numerik dan frekuensi (%)
untuk data kategorik. aIndependent t testb Tes Mann-Whitney U.

Rerata usia pasien dalam kelompok GA+Pecs block adalah 48.08 + 10.44

tahun dengan usia paling muda 28 tahun dan usia paling tua 65 tahun. Pasien

dalam kelompok GA memiliki usia rerata 52.72 + 9.90 tahun dengan usia paling

muda 36 tahun dan paling tua 65 tahun.

Rerata BMI pasien dalam kelompok GA+Pecs block adalah 25.82 +4.63

dengan BMI paling rendah 19 dan paling tinggi 38.5. Pasien dalam kelompok GA

memiliki rerata BMI 23.93 + 3.15 dengan BMI paling rendah 19.3 dan paling

tinggi 32.
35

Rerata skor PS pasien dalam kelompok GA+Pecs block adalah 25.82 +4.63

dengan BMI paling rendah 19 dan paling tinggi 38.5. Pasien dalam kelompok GA

memiliki rerata BMI 23.93 + 3.15 dengan BMI paling rendah 19.3 dan paling

tinggi 32.

Skor PS kelompok GA+Pecs block terbanyak PS 1 dengan jumlah subyek

15 (60%), tidak terlalu berbeda bermakna dengan PS 2 yang berjumlah 10 (40%).

Sedangkan skor PS kelompok GA terbanyak PS 1 dengan jumlah subyek 18

(72%), dan PS 2 berjumlah 7 (28%).

Subyek kelompok GA+Pecs block pada penelitian ini berdasarkan stadium

didapati terbanyak stadium 2A, 11 (44%) diikuti kelompok stadium 3B 10 (40%)

dan yang terkecil adalah stadium 3, sedangkan pada kelompok GA didapati

stadium yang terbanyak adalah stadium 3B 15 (60%). yang terendah stadium 3A 1

(4%).

5.2 Skor Nyeri Post Operasi

Hasil perbandingan skor nyeri post operasi yang dinilai dengan WBFS pada

kedua kelompok yang diamati pada penelitian ini, sesuai dengan Tabel 5.2,

menunjukkan perbedaan bermakna secara statistik pada semua waktu evaluasi

(p<0.001).

Pada jam ke 3 post operasi, rata-rata skor nyeri pada kelompok GA+Pecs

block adalah 0 + 0 pada kondisi statis dan 1 + 0 pada kondisi dinamis, sedangkan

pada kelompok GA, rerata skor nyeri adalah 0.56 + 0.507 pada kondisi statis dan

2.12 + 1.013 pada kondisi dinamis. Secara statistik, terdapat perbedaan bermakna
36

(p<0.001) antara skor nyeri pada kelompok GA+Pecs block dibandingkan dengan

kelompok GA, baik itu skor nyeri statis maupun dinamis.

Pada jam ke 6 post operasi, rata-rata skor nyeri pada kelompok GA+Pecs

block adalah 0 + 0 pada kondisi statis dan 1 + 0 pada kondisi dinamis, sedangkan

pada kelompok GA, rerata skor nyeri adalah 1.96 + 1.020 pada kondisi statis dan

4.12 + 1.301 pada kondisi dinamis. Secara statistik, terdapat perbedaan bermakna

(p<0.001) antara skor nyeri pada kelompok GA+Pecs block dibandingkan dengan

kelompok GA, baik itu skor nyeri statis maupun dinamis.

Pada jam ke 9 post operasi, rata-rata skor nyeri pada kelompok GA+Pecs

block adalah 0.24 + 0.436 pada kondisi statis dan 1.48 +0.872 pada kondisi

dinamis, sedangkan pada kelompok GA, rerata skor nyeri adalah 2.92 + 0.400

pada kondisi statis dan 5.40 + 1.000 pada kondisi dinamis. Secara statistik,

terdapat perbedaan bermakna (p<0.001) antara skor nyeri pada kelompok

GA+Pecs block dibandingkan dengan kelompok GA, baik itu skor nyeri statis

maupun dinamis.

Pada jam ke 24 post operasi, rata-rata skor nyeri pada kelompok GA+Pecs

block adalah 0.88 + 0.332 pada kondisi statis dan 2.76 + 0.663 pada kondisi

dinamis, sedangkan pada kelompok GA, rerata skor nyeri adalah 2.56 + 0.821

pada kondisi statis dan 4.48 + 0.872 pada kondisi dinamis. Secara statistik,

terdapat perbedaan bermakna (p<0.001) antara skor nyeri pada kelompok

GA+Pecs block dibandingkan dengan kelompok GA, baik itu skor nyeri statis

maupun dinamis.
37

Tabel 5.2 Skor Nyeri Post Operasi


Kelompok
Wong Baker Face
GA+Pecs Block GA Nilai p
Score (WBFS)
(n = 25) (n = 25)
3 jam post operasi:
- Statis 0+0 0.56 + 0.507 < 0.001
- Dinamis 1 +0 2.12 + 1.013 < 0.001
6 jam post operasi:
- Statis 0+0 1.96 + 1.020 < 0.001
- Dinamis 1 +0 4.12 + 1.301 < 0.001
9 jam post operasi:
- Statis 0.24 + 0.436 2.92 + 0.400 < 0.001
- Dinamis 1.48 +0.872 5.40 + 1.000 < 0.001
24 jam post operasi:
- Statis 0.88 + 0.332 2.56 + 0.821 < 0.001
- Dinamis 2.76 + 0.663 4.48 + 0.872 < 0.001
Catatan: Nilai dinyatakan dalam mean+SD. Tes Mann-Whitney U.

WBFS Statis Post Operasi


4

0
Jam ke 3 Jam ke 6 Jam ke 9 Jam ke 24

GA+Pecs Block GA

Gambar 5.1 WBFS Statis Post Operasi


38

WBFS Dinamis Post Operasi


6
5
4
3
2
1
0
Jam ke 3 Jam ke 6 Jam ke 9 Jam ke 24

GA+Pecs Block GA

Gambar 5.2 WBFS Dinamis Post Operasi

5.3 Kebutuhan Rescue Analgesia

Kebutuhan analgetik opioid sebagai rescue analgesia pada kedua kelompok

yang diamati pada penelitian ini, sesuai dengan tabel 5.3, menunjukkan perbedaan

bermakna secara statistik (p<0.001).

Pada kelompok GA+Pecs block, hanya 1 (4%) subjek yang membutuhkan

rescue analgesia dan 24 (96%) subjek lainnya tidak membutuhkan. Sedangkan

pada kelompok GA, 22 (88%) subjek membutuhkan rescue analgesia dan hanya 3

(12%) subjek yang tidak membutuhkan. Hasil ini memperlihatkan perbedaan yang

bermakna secara statistik (p<0.001).

Tabel 5.3 Kebutuhan Rescue Analgesia


Kelompok
Rescue Analgesia GA+Pecs Block GA Nilai p
(n = 25) (n = 25)
Membutuhkan Rescue 1 (4%) 22 (88%) 0.000
Analgesia
39

Tidak Membutuhkan 24 (96%) 3 (12%)


Rescue Analgesia

Catatan: Nilai dinyatakan dalam frekuensi (%). Fisher Exact Test.

Kebutuhan Rescue Analgesia


30

25

20

15

10

0
GA+Pecs Block GA

Perlu Tidak Perlu

Gambar 5.3 Kebutuhan Recue Analgesia Post Operasi

Waktu yang dibutuhkan untuk pemberian opioid sebagai rescue analgesia

pada kedua kelompok yang diamati pada penelitian ini, sesuai dengan tabel 5.4,

menunjukkan perbedaan bermakna secara statistik (p<0.001).

Pada kelompok GA+Pecs block, waktu yang dibutuhkan oleh subjek untuk

diberikan opiod sebagai rescue analgesia yaitu 21 jam post operasi. Nilai ini

berbeda secara bermakna (p<0.001) bila dibandingkan dengan kelompok GA yang

hanya membutuhkan rata-rata 10 jam post operasi untuk pemberian opiod sebagai

rescue analgesia.
40

Tabel 5.4 Waktu Membutuhkan Rescue Analgesia


Kelompok
Rescue Analgesia GA+Pecs Block GA Nilai p
(n = 1) (n = 22)
Waktu membutuhkan 21.00 10.00a 0.000
rescue analgesia (jam)
Catatan: aNilai dinyatakan dalam median. Tes Mann-Whitney U.
BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Subyek Penelitian

Berdasarkan keterangan pada Tabel 5.1, data umum karakteristik sampel

yang meliputi umur, body mass index (BMI), stadium Ca Mammae, dan skor

physical status (PS) yang diambil pada kedua kelompok adalah homogen dan

layak untuk dibandingkan.

Distribusi demografi sampel penelitian menunjukkan bahwa tidak ada

perbedaan bermakna pada variabel umur, body mass index (BMI), stadium Ca

Mammae, dan skor physical status (PS) pada kedua kelompok (bermakna bila p <

0,05, dengan CI 95%), hal ini menunjukkan tidak akan ada bias hasil penelitian

yang mungkin disebabkan karena karakteristik subyek penelitian pada masing-

masing kelompok perlakuan karena dianggap kedua kelompok homogen dan

layak untuk dibandingkan satu sama lain.

Jumlah seluruh subjek dalam penelitian ini adalah 50 orang pasien Ca

Mammae yang terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok yang mendapatkan

GA dan Pectoralis Block dan kelompok yang hanya mendapatkan GA. Masing -

masing kelompok terdiri dari 25 pasien. Seluruh subjek memenuhi kriteria inklusi

dan tidak termasuk dalam kriteria esklusi.

Rentang umur subjek penelitian antara 28 - 65 tahun dengan rerata umur

pada kelompok GA+Pecs block 48.08 + 10.44 dan rerata pada kelompok GA

52.72 + 9.90 dengan distribusi data umur yang normal (p=0,113). Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Morioka et all (2015) yang

41
42

membandingkan antara pectoral block + general anestesi dengan general anastesia

mendapatkan rerata umur 56,0 + 12,7 dan 60,6 + 10,9 dengan distribusi data yang

juga normal.

Pada penelitian ini didapati rerata BMI kelompok GA + Pecs block 25,82 +

4,63 dan pada kelompok GA 23,93 + 3,15 dengan distribusi data yang normal.

Hal ini sesuai dengan penelitian Morioka et all (2015) yang mendapatkan rerata

BMI kelompok GA + Pecs block 22,5 + 2,8 dan pada kelompok GA 23,8 + 2,8

dengan distribusi data yang juga normal. Distribusi data BMI pada kedua

penelitian ini tidak berbeda jauh dengan distribusi data normal.

Skor PS kelompok GA + Pecs block terbanyak PS 1 dengan jumlah subjek

15 (60%), tidak terlalu berbeda bermakna dengan PS 2 yang berjumlah 10 (40%).

Sedangkan skor PS kelompok GA terbanyak PS 1 dengan jumlah subjek 18

(72%), dan PS 2 berjumlah 7 (28%). Antara kelompok GA + Pecs block dan GA

didapati distribusi data normal dangan nilai p=0,375. Distribusi data yang normal

juga di di dapatkan pada penelitian oleh Senaphati et all (2018) dengan rerata skor

PS kelompok GA + Pecs block yaitu PS 1 dengan jumlah subjek 7 (28%), dan PS

2 yang berjumlah 18 (72%). Sedangkan skor PS kelompok GA terbanyak PS 1

dengan jumlah subjek 9 (36%), dan PS 2 berjumlah 16 (64%). Antara kelompok

GA + Pecs block dan GA didapati distribusi data normal dangan nilai p=0,544.

Berbeda dengan penelitian ini yang mana subjek didominasi oleh PS 1 (60%),

pada penelitian Senaphati et all (2018) subjek penelitian lebih banyak PS 2 (72%).
43

6.2 Skor Nyeri Post Operasi

Pada penelitian ini rerata skor nyeri statis pada kelompok GA + Pecs block

sampai dengan 6 jam pertama didapati 0. Nyeri baru didapati setelah 9 jam post

operasi dengan rerata 0,24 + 0,432 dan hanya meningkat sedikit pada 24 jam post

operasi dengan nilai 0,88 + 0,332. Sedangkan pada kelompok GA didapati rerata

skor nyeri statis 0,56 + 0,507 sejak 3 jam pertama post operasi dan meningkat 3,5

x sampai dengan 24 jam post operasi bila dibandingkan dengan kelompok GA +

Pecs block. Dengan nilai statis kelompok GA berturut - turut, 6 jam post operasi

1,96 + 1,020, 9 jam post operasi 2,91 + 0.4 dan 24 jam post operasi 2,56 + 0,821.

Senaphati et all (2018) yang dalam penelitianya juga menggunakan masing-

masing 25 subjek pada setiap kelompoknya, juga mengambil data nyeri pada jam

3, 6, 9, dan 24 post operatif, mendapatkan subjek pada kelompok GA mengalami

kejadian nyeri statis 4x lebih besar di bandingkan kelompok GA + Pecs block

pada 3 jam pertama post operasi, 2,7x lebih besar pada 6 jam post operasi, 1,26x

lebih besar pada 9 jam post operasi, 1,46x lebih besar pada 24 jam post operasi.

Walaupun kejadian nyeri tetap tinggi sampai dengan 24 jam post operasi, akan

tetapi pola perbandingan nyeri antara 2 kelompok tersebut mengalami penurunan.

Berbeda dengan penelitian ini, pola nyeri relatif tetap tinggi mulai dari 3 jam

hingga 24 jam post operasi.

Demikian juga pada rerata skor nyeri dinamis, pada kelompok GA + Pecs

block sampai dengan 6 jam pertama didapati 1 + 0. Nyeri sedikit meningkat

setelah 9 jam post operasi dengan rerata 1,48 + 0,872 dan pada 24 jam post

operasi 2,76 + 0,663. Pada kelompok GA didapati rerata skor nyeri dinamis lebih

tinggi sejak awal yaitu 2,12 + 4,12 dalam 3 jam pertama post operasi dan
44

meningkat pada 6 jam post operasi 4,12 + 1,301 dan 9 jam post operasi 5,40 +

1,000 tetapi menurun pada 24 jam post operasi 4,48 + 0,872. Hal ini menunjukan

kelompok GA + Pecs block secara keseluruhan menghasilkan nilai nyeri statis dan

dinamis post operasi lebih rendah dari pada dengan GA saja.

Seluruh nilai p perbandingan skor nyeri statis dan dinamis antara kelompok

GA + Pecs block dan GA di dapati <0.05, hal ini menunjukkan uji analisa statistik

perbandingan skor nyeri tersebut diatas bermakna. Senapathi juga mendapatkan

kemaknaan yang signifikan pada penelitianya, dengan nilai p<0,001.

6.3 Kebutuhan Rescue Analgesia

Dari total 25 subjek pada masing - masing kelompok pada penelitian ini,

hanya 1 (4%) pasien dari kelompok GA + Pecs block yang membutuhkan rescue

analgesia selama 24 jam pasca operasi. Berbanding terbalik dengan kelompok GA

yaitu 22 (88%) subjek yang membutuhkan rescue analgesia.

Uji analisis statistik perbandingan kebutuhan rescue analgesia dari kedua

kelompok tersebut bermakna, dengan hasil nilai p 0.000.

Hasil yang didapatkan sesuai dengan penelitian Senapathi et al (2018) yang

menemukan konsumsi opioid (morfin) yang lebih rendah secara signifikan pada

kelompok dengan kombinasi GA+Pecs block dibandingkan dengan kelompok GA

saja.

6.4 Kekurangan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan dikarenakan adanya

keterbatasan pada penulis. Kelemahan tersebut diantaranya adalah sampel yang


45

digunakan dalam penelitian ini hanya dilakukan pada jenis operasi modified

radical mastectomy sehingga hasil yang didapat mungkin akan menimbulkan

perbedaan apabila dilakukan pada jenis operasi yang berbeda.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini belum mewakili semua

faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri post operatif pada pasien Ca mammae.


BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Pada penelitian ini, berdasarkan analisa statistik dan pembahasan dapat

disimpulkan bahwa kombinasi GA dan Pecs block lebih superior dalam

mengurangi kejadian nyeri post operasi di bandingkan dengan GA, sehingga dapat

mengurangi pemakaian rescue analgesia.

7.2 Saran

Diharapkan ada penelitian lanjutan yang dapat mencakup subjek dengan

jenis operasi lain sehingga efektifitas pecs block dalam manajemen nyeri post

operasi dapat digambarkan secara lebih komprehensif. Penelitian lanjutan

diharapkan menyingkirkan sebanyak mungkin faktor perancu senhingga hasil

penlitian lebih akurat.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI, 2012, Penderita Kanker Diperkirakan Menjadi Penyebab

Utama Beban Ekonomi Terus Meningkat, diakses 28 Mei 2018,

http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=1937

2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Timur, 2011,

Kanker Penyebab Kematian Nomor Tujuh di Indonesia, diakses 28 Mei

2018, http://www.bappeda.jatimprov.go.id/2011/04/03

3. Dinkes Kota Surabaya, 2011, Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kota

Surabaya Tahun 2011. Surabaya; Dinkes Kota Surabaya

4. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Soetomo, 2014. Data Kunjungan

Baru Pasien Rawat Jalan RSUD Dr Soetomo tahun 2013 Wilayah

Surabaya. Surabaya; Instansi Teknologi Informasi RSUD Dr Soetomo.

5. Jaffe RA, Schmiesing CA, Golianu B. 2014. Anesthesiologist’s Manual of

Surgical Procedure 5th ed., Wolters Kluwer, Stanford, California.

6. Gärtner R, Jensen M-B, Nielsen J, Ewertz M, Kroman N, Kehlet H.

Prevalence of and factors associated with persistent pain following breast

cancer surgery. JAMA. 2009;302:1985–1992.

7. Schnabel A, Reichl SU, Kranke P, Pogatzki-Zahn EM, Zahn PK. Efficacy

and safety of paravertebral blocks in breast surgery: a meta-analysis of

randomized controlled trials. Br J Anaesth. 2010;105:842–852.

8. Exadaktylos AK, Buggy DJ, Moriarty DC, Mascha E, Sessler DI. Can

Anesthetic Technique for Primary Breast Cancer Surgery Affect Recurrence

or Metastasis? Anesthesiology. 2006;105:660–664.

47
48

9. Snyder G. L., Greenberg S., Effect of Anesthetic Technique and Other

Perioperative Factors on Cancer Recurrence. BJA. 2010;5(2):106-115.

10. Blanco R. The “pecs block”, a novel technique for providing analgesia after

breast surgery. Anaesthesia. 2011; 66(9):847-8..

11. Kulhari S, et al. Efficacy of pectoral nerve block versus thoracic

paravertebral block for postoperative analgesia after radical mastectomy: a

randomized controlled trial. Br J Anaesth 2016; 117(3):382-6.

12. Kumar S, Goel D, Rani R. A randomised controlled study of the post-

operative analgesic efficacy of ultrasound-guided pectoral nerve block in

first 24h after modified radical mastectomy. Indian Journal of Anaesthesia.

2018 Jun; 62(6): 436-42.

13. Kumar KN, Kalyane RN, Sing NG. Efficacy of bilateral pectoralis nerve

block for ultrafast tracking and postoperative pain management in cardiac

surgery. Ann Card Anaesth. 2018; 21: 333-8.

14. Bashandy GM, Abbas DN. Pectoral nerves I and II blocks in multimodal

analgesia for breast cancer surgery; a randomized clinical trial. Reg Anesth

Pain Med. 2015; 40: 68-74.

15. Merskey H, Bugduk N. 1994. Classification of Chronic Pain. Descriptions

of Chronic Pain Syndromes and Definitions of Pain Terms. 2nd ed. Seattle,

WA: IASP Press.

16. Terman GW, Bonica JJ. Spinal mechanisms and their modulation. In:

Loeser JD, Butler SH, Chapman CR, Turk DC, eds. Bonica’s Management

of Pain. 3rd ed. Baltimore, MD: Lippincott Williams & Wilkins; 2001:73-

152.
49

17. Byers M, Bonica JJ. Peripheral pain mechanisms and nociceptor plasticity.

In: Loeser JD, Butler SH, Chapman CR, et al, eds. Bonica’s Management of

Pain. 3rd ed. Baltimore, MD: Lippincott Williams & Wilkins; 2001:26-72.

18. Meyer RA, Campbell JN, Raja SN. 1994. Peripheral neural mechanisms of

nociception. In: Wall PD, Melzack R, eds. Textbook of Pain. 3rd ed.

Edinburgh: Churchill Livingstone.

19. Hall RW, Anand KJS. 2005. Physiology of pain and stress in the newborn,

NeoReviews, vol. 6, issue 2, diakses 28 Mei 2018,

http://neoreviews.aappublications.org/content/6/2/e61

20. McCaffery M, Portenoy RK. Overview of three groups of analgesics. In:

McCaffery M, Pasero C, eds. Pain Clinical Manual. 2nd ed. St. Louis, MO:

Mosby Inc; 1999:103-128.

21. McCaffery M, Portenoy RK. Nonopioids: acetaminophen and nonsteroidal

antiinflammatory drugs (NSAIDs). In: McCaffery M, Pasero C, eds. Pain

Clinical Manual. 2nd ed. St. Louis, MO: Mosby Inc; 1999:129-160.

22. Physicians’ Desk Reference for Nonprescription Drugs and Dietary

Supplements. 2001. 22nd ed. Montvale, NJ: Medical Economics Company,

Inc.

23. McCaffery M, Pasero C, eds. 1999. Pain Clinical Manual. 2nd ed. St. Louis,

MO: Mosby Inc.

24. Jacox AK, Carr DB, Chapman CR, et al. Acute Pain Management:

Operative or Medical Procedures and Trauma Clinical Practice Guideline

No. 1. Rockville, MD: US Department of Health and Human Services,


50

Agency for Health Care Policy and Research; 1992. AHCPR publication 92-

0032.

25. Pasero C, Paice JA, McCaffery M. Basic mechanisms underlying the causes

and effects of pain. In: McCaffery M, Pasero C, eds. Pain Clinical Manual.

2nd ed. St. Louis, MO: Mosby Inc; 1999:15-34

26. Kampo S, et al. Intraoperative pain assessment: the use of anesthetized

patient pain scale and cerebral state monitor. Journal of Anesthesiology

2013;1(2):15-20.

27. Brennan TJ, Zahn EP. Patophysiology of postoperative pain. Pain 2011;152,

533.

28. Berry PH, et al. Pain : current understanding of assesment, management,

and treatments. American Pain Society.

29. Al-Hasani R, Bruchas MR. Molecular mechanisms of opioid receptor-

dependent signaling and behaviour. Anesthesiology 2011; 115:1363-81.

30. Vazzana M, et al. Tramadol hydrochloride: pharmacokinetics,

pharmacodynamics, adverse side effects, co-administration of drugs and

new drug delivery systems. Biomedicine&Pharmacotherapy 2015; 70:234-8

31. Parras T, Blanco R. 2017. Pecs block. World Federation of Societies of


Anaesthesiologists, diakses 2 Juni 2018,
http://www.wfsahq.org/resources/anaesthesia-tutorial-of-the-week
Lampiran 1

Pembiayaan Penelitian

Pemasukan
Dana Pribadi Rp.,4.500.000-

Pengeluaran
Kertas 5 rim Rp. 200.000,-
Printer Rp. 1.000.000,-
Tinta Rp. 500.000,-
Fotokopi Rp. 500.000,-
Analisa Statistik Rp. 2.000.000,-
Jilid Rp. 50.000,-
CD + Hard cover Rp. 250.000,-
Total Rp 4.500.000,-

51
52

Lampiran 2
Penjelasan untuk disetujui penelitian (Information for consent)

Nama peneliti : Abrianto Pappuangan, dr


Alamat : Jl. Mojoklanggru Lor No. 62A Surabaya
Judul Penelitian : PENGARUH PENGGUNAAN KOMBINASI PECS
BLOCK DAN GENERAL ANESTESI TERHADAP
NYERI POSTOPERATIF PROSEDUR MODIFIED
RADICAL MASTEKTOMY PASIEN CA MAMMAE
DI GBPT RSUD DR SOETOMO SURABAYA
Pembimbing penelitian : 1.Prof.Dr. Nancy Margarita Rehatta, dr.,SpAn,KMN, KNA
2. Dedi Susila, dr.,Sp.An,KMN

A. Tujuan penelitian & penggunaan hasilnya


Untuk menganalisa efek kombinasi Pecs block dan anestesi umum
dibandingkan dengan anestesi umum dalam mengurangi nyeri postoperatif
prosedur Modified Radical Mastectomy (MRM) pasien Ca Mammae.
B. Manfaat bagi peserta penelitian
Pasien kanker payudara yang menjalani operasi Modified Radical Mastectomy
(MRM) dapat memperoleh penanganan nyeri yang lebih baik dengan
komplikasi yang lebih minimal.
C. Metode dan prosedur kerja penelitian
Peserta penelitian akan dibagi menjadi dua kelompok: kelompok Pecs
block+anestesi umum dan kelompok anestesi umum. Pada kedua kelompok
sebelum operasi anda akan diambil darah. Bila anda termasuk dalam
kelompok Pecs block+anestesi umum, sebelum operasi MRM dilakukan, anda
akan mendapat prosedur Pecs block. Pecs block dilakukan dengan
memberikan suntikan obat anestesi lokal di daerah ketiak. Anda akan
mendapat obat anti nyeri dan anti cemas sebelum dilakukan penyuntikan.
Selama prosedur Pecs block, monitor nadi, tekanan darah, laju napas dan
saturasi oksigen (SpO2) juga akan dipasang. Setelah blok selesai dilakukan,
anda akan dibawa ke ruang operasi untuk menjalani prosedur anestesi umum
53

sebelum nantinya dilakukan operasi MRM. Bila anda termasuk dalam


kelompok anestesi umum, sebelum anda dibawa masuk ke ruang operasi, anda
akan mendapat obat anti cemas, dan bila terjadi kenaikan hemodinamik pada
saat operasi terkait nyeri maka akan dilakukan pemberian rescue analgesia
sesuai dengan prosedur standar yang ada untuk mengatasi nyeri tersebut.
Selama operasi, monitor nadi, tekanan darah, laju napas dan saturasi
oksigen akan dipasang dan akan ada dokter anestesi yang menjaga anda
hingga operasi berakhir. Darah akan kembali diambil 1 jam sejak operasi
dimulai. Setelah operasi selesai anda dibawa ke ruang pulih sadar dan
dievaluasi tingkat nyeri serta diambil darah kembali.
D. Resiko yang mungkin timbul
Mual, muntah, menggigil, pusing, mengantuk, sakit tenggorokan yang bisa
diatasi dengan obat-obatan
E. Efek samping penelitian
1. Reaksi alergi obat
2. Pendarahan pada tempat penyuntikan
3. Blok yang memanjang
4. Kesemutan/rasa baal yang memanjang
F. Tindak lanjut jika terjadi insiden saat dilaksanakan penelitian
1. Monitoring tekanan darah, nadi, laju napas dan saturasi oksigen
2. Persiapan obat-obat emergency
3. Bebat tekan bila terjadi perdarahan
4. Perawatan di ruang intensif
G. Jaminan kerahasiaan
Catatan mengenai pemeriksaan pasien akan dirahasiakan. Bila akan dikaji
kembali oleh tenaga kesehatan lain atau institusi kesehatan, maka data pasien
hanya akan dikenal dengan sebuah nomor rekam medik saja dan tidak akan
diketehui siapa saja yang turut atau tidak turut mengambil bagian dalam
penelitian ini (nomor RM disamarkan 4 angka terakhir).
Contoh: 12 34 XX XX, nama pasien ditulis menggunakan inisial.
H. Hak untuk menolak menjadi subyek penelitian
54

Pasien berhak menolak menjadi subyek penelitian tanpa adanya paksaan


maupun intervensi dari pihak manapun.
I. Partisipasi berdasarkan kesukarelaan dan hak untuk mengundurkan diri
Keikutsertaan subyek penelitian dilakukan secara sukarela. Subyek penelitian
dapat mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi, hukuman maupun
kehilangan manfaat atau keuntungan yang ada. Tidak ada perbedaan
pelayanan antara pasien yang setuju dengan yang tidak setuju untuk menjadi
subyek penelitian.
J. Subjek dapat dikeluarkan dari penelitian
Bila anda tidak mentaati instruksi yang diberikan oleh peneliti, anda dapat
dikeluarkan setiap saat dari penelitian ini
K. Kontak yang bisa dihubungi setiap saat
Bila ada penyulit atau ada pertanyaan mengenai penelitian ini, dapat
menghubungi dokter peneliti (dr. Abrianto Pappuangan, HP : 085732559125)
dan akan ditangani secara langsung.
L. Ganti rugi/kompensasi subyek penelitian
Bila ditemukan penyulit terkait dengan penelitian maka pihak peneliti akan
melakukan penanganan sesuai dengan standar operasi prosedur yang berlaku
di RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
55

Surabaya,

Yang menerima penjelasan Yang memberi penjelasan

(………………………..….) (dr. Abrianto Pappuangan)


Nama Jelas

Saksi I Saksi II

(………………………..….) (………………………..….)
(Pihak dari Subyek Penelitian) (Pihak Peneliti)

Saksi III

(………………………..….)
(Pihak Operator)
56

Lampiran 3
FORM INFORMED CONSENT

LEMBAR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN (Informed consent)


Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :….…………………………………………………………
Umur :…………………………………… ………………………
Alamat :…………………………………… ………………………
Tlp / Email :……………………………… ……………………………
Sesudah mendengarkan penjelasan yang diberikan dan diberikan
kesempatan untuk menanyakan yang belum dimengerti, dengan ini memberikan :

PERSETUJUAN

Mengikuti penelitian sebagai subyek penelitian dengan judul penelitian

“PENGARUH PENGGUNAAN KOMBINASI PECS BLOCK DAN GENERAL


ANESTESI TERHADAP NYERI POSTOPERATIF PROSEDUR MODIFIED
RADICAL MASTEKTOMY PASIEN CA MAMMAE DI GBPT RSUD DR
SOETOMO SURABAYA”
dan sewaktu-waktu saya berhak mengundurkan diri.
Demikian persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

Surabaya, …………………………
Yang Membuat Pernyataan

(……………………………)

Saksi 1 Saksi 2

(……………………………) (……...……………………)
57

Lampiran 4
FORM PENGUNDURAN DIRI SEBAGAI SUBJEK
PENELITIAN

LEMBAR PENGUNDURAN DIRI


Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :…………………………………………………………
Umur :…………………………………………………………
Alamat :…………………………………………………………
Tlp / Email :…………………………………………………………

Dengan ini menyatakan MENGUNDURKAN DIRI sebagai subjek penelitian


Dengan judul penelitian:
“PENGARUH PENGGUNAAN KOMBINASI PECS BLOCK DAN GENERAL
ANESTESI TERHADAP NYERI POSTOPERATIF PROSEDUR MODIFIED
RADICAL MASTEKTOMY PASIEN CA MAMMAE DI GBPT RSUD DR
SOETOMO SURABAYA”
Demikian lembar pengunduran diri ini saya buat dengan penuh kesadaran dan
tanpa paksaan.

Surabaya, …………………………
Yang Membuat Pernyataan

(……………………………)

Saksi 1 Saksi 2

(……………………………) (..……..……………………)
58

Lampiran 5
LEMBAR KONSULTASI TESIS

Nama Peserta Didik: Abrianto Pappuangan

No Tanggal Masukan Pembimbing Tanda Tangan

Anda mungkin juga menyukai