Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL PENELITIAN

Perbandingan Kualitas Kedalaman Sedasi pada Penggunaan Propofol


Intermittent dengan Manual Infusion Dinilai dengan Index qCON pada
Tindakan Kolonoskopi di RSUD dr.Soetomo.

Oleh:

dr. Jody Satrio Prabowo

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kolonoskopi merupakan salah satu modalitas screening pada kelainan


colorectal dan kebutuhan akan kolonoskopi semakin bertambah setiap tahun1. Pada
tahun 2019 terdapat rata-rata 50-60 tindakan kolonoskopi tiap bulan yang dilakukan
di Gedung Pusat Diagnostik Terpadu (GPDT) RSUD Dr. Soetomo. Meskipun telah
ditemukan probe yang lebih fleksibel dan berukuran lebih kecil, kolonoskopi tetap
merupakan suatu tindakan yang invasiv dan dapat menyebabkan rasa tidak nyaman
terhadap pasien1,2. Hal ini menyebabkan timbulnya kebutuhan sedasi yang
diharapkan mampu membantu kelancaran prosedur kolonoskopi dan nyaman bagi
pasien3.

Propofol merupakan satu modalitas sedasi pada pasien kolonoskopi yang


digunakan di RSUD Dr. Soetomo. Pemilihan propofol sebagai modalitas sedasi
dikarenakan onset sedasi yang cepat dan recovery yang cepat sehingga cocok
digunakan pada pasien ambulatory4. Namun, propofol memiliki index terapi yang
sempit dan dapat menyebabkan depresi sistem respirasi dan kardiovaskular.
Modalitas pemberian propofol untuk sedasi dapat diberikan secara bolus
intermittent atau kontinyu5,6,7. Pemberian propofol secara kontinyu dapat diberikan
secara manual infusion atau TCI (Targetting Control Infussion). TCI adalah standar
emas pemberian propofol secara kontinyu dengan algoritma untuk menentukan
target konsentrasi propofol dalam darah pasien5,6.

Pemberian sedasi pada tindakan kolonoskopi yang digunakan di RSUD Dr.


Soetomo adalah propofol intermittent. Kelebihan menggunakan cara ini adalah
mudah untuk digunakan. Namun cara tersebut juga memiliki kelemahan seperti,
dosis bolus yang diberikan terlalu kecil sehingga menyebabkan pasien bangun dan
mengeluh kurang nyaman selama prosedur ataupun terlalu besar sehingga terjadi

2
depresi respirasi dan kardiovaskular6,7,8. Pemberian propofol secara kontinyu jarang
digunakan di RSUD Dr. Soetomo disebabkan belum tersedianya sarana penunjang
seperti TCI pada ruang tindakan kolonoskopi.

Dalam pelayanan sedasi tindakan kolonoskopi perlu monitoring untuk


menjaga kualitas sedasi yang diberikan, pada prakteknya digunakan observasi
secara subjektif menggunakan Modified Observer’s Assessment of
Alertness/Sedation Scale (MOAA/S) dengan target nilai 2-39,10. Keterbatasan
penilaian tersebut adalah bergantung terhadap subjektifitas penilai. Salah satu
modalitas yang secara objektif menilai parameter kedalaman sedasi adalah qCON9.
qCON merupakan suatu algoritma berdasar gelombang Elektroensefalogram (EEG)
yang mewakili tingkat kesadaran individu. Secara teoritis target index qCON untuk
tindakan sedasi adalah 70-80, namun hingga saat ini belum ada data mengenai
berapa target nilai yang optimal untuk tindakan kolonoskopi10. Oleh karena itu
penelitian ini dibuat untuk mengetahui perbandingan index qCON pada pasien
kolonoskopi dengan pemberian propofol secara intermitten dibandingkan dengan
kontinyu serta untuk menganalisia berapa indeks qCON yang optimal tindakan
endoskopi. Hal ini penting untuk mencegah kejadian awareness pasien dan
komplikasi sedasi yang terlalu dalam selama tindakan kolonoskopi1.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah terdapat perbedaan nilai index qCON pada pasien kolonoskopi dengan
pemberian sedasi menggunakan propofol secara intermittent dengan kontinyu?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui perbandingan nilai index qCON pada pasien kolonoskopi
dengan pemberian sedasi menggunakan profol secara intermittent
dengan kontinyu.
1.3.2 Tujuan Khusus

3
1 Menganalisa hubungan antara index qCON dengan Modified Observer’s
Assessment of Alertness/Sedation Scale untuk menilai kedalaman sedasi.
2 Menganalisa kualitas sedasi pada kelompok sedasi menggunakan
propofol intermittent bolus.
3 Menganalisa kualitas sedasi pada kelompok sedasi menggunakan
propofol manual infusion.
4 Menganalisa hubungan kualitas sedasi menggunakan index qCON
dengan Modified Observer’s Assessment of Alertness/Sedation Scale.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Untuk Pasien
Menemukan metode alternatif pemberian sedasi yang aman untuk
tindakan kolonoskopi.
1.4.2 Manfaat Untuk Pelayanan Kesehatan
Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, yaitu dengan
menyediakan prosedur sedasi yang tepat untuk tindakan kolonoskopi.
1.4.3 Manfaat Akademik
Memberikan pengetahuan mengenai perbedaan indeks qCON pada
pemberian sedasi kolonoskopi.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kolonoskopi

Kolonoskopi merupakan tindakan endoskopi yang paling sering dilakukan


di Amerika Serikat dan merupakan metode untuk skrining awal keganasan
kolorektal. Deteksi dan intervensi dini melalui kolonoskopi telah dibuktikan dapat
menurunkan angka mortalitas akibat keganasan kolorektal32.

2.2 Propofol

Obat sedasi banyak digunakan di ruang perawatan intensif maupun kamar


operasi dengan berbagai rute dimana yang banyak dijumpai dengan pemberian
intravena baik secara bolus berulang maupun secara kontinu. Dahulu benzodiazepine
menjadi obat utama dalam sedasi di ruang ICU akan tetapi beberaoa penelitian
terakhir dan meta analisis menunjukkan nonbenzodiazepin seperti propofol dan
dexmedetomidine memiliki hasil yang baik dengan derajat delirium yang lebih
sedikit dan waktu penggunaan ventilator yang lebih singkat. Selain itu sama halnya
dengan benzodiazepine, propofol tidak memiliki efek analgesia12.
Propofol adalah struktur isopropylphenol (2,6-diisopropylphenol) dimana
terdiri dari 10% minyak kedelai, 2,25% gliserol, 1,2 % fosfat telur dan 1% larutan
pelarut. Kandungan minyak kedelai dan lesitin telur dikombinasika dengan
trigliserida rantai panjang. Formulasi tersebut berisiko menjadi pertumbuhan bakteri
dan peningkatan kadar trigliserida ketika diberikan secara kontinu dalam waktu yang
lama. Tidak seperti thiopental, ketamine dan etomidat,propofol termasuk chiral
compound. Tidak direkomendasikan pencampuran propofol dengan obat lain seperti
lidocaine karena berisiko terjadi emboli paru13 Orang dengan alergi telur tidak
menunjukkan tidak diperbolehkan pemberian sedasi dengan propofol. Pada orang
dengan alergi telur kebanyakan mereka alergi terhadap putih telur (albumin telur)
bukan terhadap lesitin telur yang berasal dari kuning telur14.

5
2.2.1 Farmakokinetik

2.2.1.1 Absorbsi

Profol hanya tersedia dalam bentuk sediaan intravena, tidak terdapat


sediaan untuk enteral atau rute lain dikarenakan propofol memiliki rasa yang pahit,
bioavailabilitas oral yang rendah, first-pass yang tinggi, dan ekstraksi hepatic yang
besar15. Beberapa peneliti mencoba untuk meningkatkan bioavalabilitas oral
propofol dengan mengubah ukuran partikel propofol menjadi nanopartikel, namun
masih dalam tahap eksperimental hewan coba15.

2.2.1.2 Distribusi

Setelah pemberian melalui intravena Lebih dari 90% propofol akan


berikatan dengan protein plasma, hanya 1.2-1.7% dalam bentuk fraksi bebas.
Propofol secara mudalh menembus sawar darah otak dan menyebabkan penurunan
tingkat kesadaran secara cepat. Kecepatan induksi dari propofol bergantung pada
faktor pasien, curah jantung yang paling besar, dan kecepatan injeksi16.

Kesetimbangan antara konsentrasi darah dan otak tercapai setelah 30 menit,


menghasilkan rasio 0.01-0.02. Setelah pemberian bolus awal, waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai efek klinis berkisar 30 detik dikarenakan sifat distribusi
propofol yang cepat17. Redistribusi menuju atau dari kompartment lemak juga terjadi
dikarenakan tingginya solubilitas propofol dalam lemak. Kompartmen ini memiliki
kapasitas yang besar untuk menyimpan propofol, dimana akan terjadi volume
distribusi yang besar saat kadar tunak tercapai baik pada pasien obesitas maupun
tidak. Meskipun demikian, setelah penggunaan jangka panjang, hilangnya efek klinis
propofol termasuk cepat bila dibandingkan obat sedatif lain dikarenakan redistribusi
propofol dari kompartmen lemak jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju
metabolisme dan ekskresi dari propofol18.

2.2.1.3 Metabolisme

6
Metabolisme propofol utamanya terjadi di hepar, 70% dari propofol akan
dikonjugasikan menjadi propofol glukoronidase oleh uridin 5’-difosfat (UDP)
glukoroniltransferase. Sekitar 29% akan dihidroxilasi menjadi 2,6-diisopropil-1,4-
quinol (4-hidroksipropofol). Metabolit propofol kemudian akan dikonjugasikan
menjadi 4-(2,6-diisopropil-1,4-quinol)-sulfat, 1-(2,6-diisopropil-1,4-quinol)-
glukoronid, dan 4-(2,6-diisopropil-1,4-quinol)- glucoronid. Zat metabolit tersebut
tidak memiliki edek sedasi19.

Metabolisme propofol sangat bergantung pada perfusi hepar, dikarenakan


kemampuan hepar dalam mengekstraksi propofol dari darah mencapai 90%,
penurunan perfusi hepar secara signifikan juga akan menurunkan kecepatan
metabolisme propofol. Metabolisme extra hepar terjadi di ginjal, duodenum dan
paru20.

2.2.1.4 Ekskresi dan Eliminasi

7
Setelah termetabolisme, 88% propofol akan diekskresi melalui urine dalam
5 hari. Kurang dari 0.3% dari propofol diekskresi dalam bentuk tidak termetabolis.
Metabolit dalam bentuk fenol dapat mengakibatkan perubahan warna urine menjadi
hijau pada kurang dari 1% pasien.

Propofol juga diekskresi melalui paru ketika ekspirasi, namun dalam


jumlah yang sangat kecil. Akan tetapi konsentrasi propofol dalam ekspirasi
berkorelasi dengan konsentrasi propofol dalam plasma. Dewasa ini terdapat
manufaktur yang merilis spectometer yang mampu mengukur konsentrasi propofol
dalam udara exhalasi pasien20.

2.2.2 Farmakodinamik

Farmakodinamik propofol pada system respirasi dapat terjadi apnea


dikarenakan depresi dari hypoxic ventilator drive dan inhibisi respon normal dari
hiperkarbia. Dibandingkan dengan thiopental, propofol memiliki efek lebih baik
dalam mensupresi reflex saluran nafas atas selama proses intubasi. Selain itu
dibandingkan dengan etomidate dan barbiturate, propofol memiliki risiko terjadinya
pelepasan histamine akan tetapi insiden terjadinya asma lebih rendah dibandingkan
dengan etomidate dan barbiturate21. Efek kardiovaskular juga menjadi perhatian
penggunaan propofol dimana terjadi penurunan mean arterial pressure (MAP)
dikarenakan inhibisi vasokonstriktor dari saraf simpatis yang berakhir dengan
penurunan systemic vascular resistance (SVR). Hal ini terutama pada pasien tua atau
dengan pengobatan beta blocker dimana makin memperburuk penurunan MAP
dengan penurunan kontraktilitas jantung14. Ppropofol dapat menurunakn Cerebral
Metabolic Rater for Oxygen (CMRO2), Cerebral Blood Flow (CBF) dan tekanan
intrakranial. Efek hipotensi dari pemberian propofol menyebabkan terjadinya
penurunan CBF. Selain itu autoregulasi serebral dalam merespon terjadiya
penurunan CBF juga terganggu. Penurunan kecepatan CBF berkaitan juga dengan
perubahan PaCO2 terkait pemberian propofol14,21.
2.2.2.1 Sistem Saraf Pusat

8
2.2.2.1.1 Hipnotik

Efek hipnotik propofol terjadi melalui inhibisi neurotransmiter GABA.


Propofol melekat pada subunit-β reseptor GABAA postsinaps mengakibatkan influx
ion klorida sehingga terjadi hiperpolarisasi membran post sinaps dan menginhibisi
depolarisasi neuron. Efek ini terjadi dose-dependent. Dimana pada konsentrasi
rendah akan mengaktivasi influx dari ion klorida, sedangkan pada konsentrasi tinggi
secara langsung mengaktivasi kanal ion klorida. Reseptor GABA tersebar sepanjang
sistem saraf pusat22.

Pada formasi retikularis batang otak, terdapat beberapa nukleus yang


berperan dalam proses untuk tidur dan bangun. Aktivasi dari nukleus tersebut secara
langsung akan mempengaruhi aktifitas dari struktur kortikal yang lebih tinggi.
Inaktivasi area wakefulness seperti locus coerulus dan dorsal raphe akan
memfasilitasi proses hipnotik selama anesthesia. Sedangkan aktifasi area
wakefulness lain seperti pontis oralis dan centeromedial thalamus akan
memfasilitasi proses emergence dari anesthesia23.

Thalamus memegang peran utama dalam penyampaian informasi di otak,


yaitu sebagai perantara impuls dari unit subkortikal menuju unit kortikal..
Peningkatan konsentrasi propofol akan menyebabkan penurunan aktifitas, aliran
darah, dan metabolisme pada thalamus. Dimana penurunan metabolisme thalamus
mencerminkan penurunan aktifitas kortikal secara global24.

2.2.2.1.2 Amnesia

Efek amnesia propofol tidak terbukti berpengaruh pada encoding memori,


tetapi pada dosis rendah propofol telah terbukti menyebabkan amnesia tanpa disertai
perubahan perilaku. Mekanisme yang tepat mengenai bagaimana propofol dapat
menyebabkan amnesia pada pasien sadar masih belum dapat dijelaskan25.

2.2.2.1.3 Anxiolitik

9
Propofol memiliki efek anxiolitik pada dosis subhipnotik. Hal ini telah
didemonstrasikan mada tikus dan pada pasien yang mendapat sedasi propofol ketika
menjalani proses pembedahan dengan regional anestesi. Beberapa riset juga
menganggap propofol dapat digunakan sebagai pengganti golongan benzodiazepine
sebagai anxiolitik pada pasien ambulatoir dengan harapan untuk memperpendek
waktu keluar dari rumah sakit. Mekanisme pasti dari efek anxiolitik masih belum
diketahui, akan tetapi inhibisi dari 5-HT pada hipotalamus, amygdala dan
hipokampus diperkirakan menjadi mekanisme terjadinya efek tersebut26.

2.2.2.2 Sistem Kardiovaskular

Propofol memiliki efek yang besar terhadap sistem kardiovaskular. Salah


satu yang paling dominan adalah penurunan tekanan darah sistemik diikuti dengan
penurunan curah jantung. Efek tersebut dose-dependent dan dapat terjadi pada dosis
sedasi. Efek tersebut dimediasi oleh penurunan tonus simpatis diikuti dengan
penurunan tonus vaskular, propofol juga menumpulkan reflex fisiologis
baroreseptor, sehingga semakin menjelaskan efek depresi kardiovaskular27.

Kontraktilitas jantung tidak dipengaruhi oleh propofol, akan tetapi pada


dpemberian diatas dosis terapi dapat menyebabkan efek inotropik negatif. Hal ini
diperkirakan akibat mekanisme penurunan masuknya ion kalsium ke dalam
retikulum sarkoplasma. Efek pada hemodinamik muncul setelah efek hipnotik.
Untuk mencapai efek hipnotik dibutuhkan waktu 2.5 menit untuk mencapai
kesetimbangan konsentrasi plasma dengan cairan cerebrospinal, sedangkan pada
respon hemodinamik 5 menit pada individu dewasa muda, dan 10 menit pada
geriatri21,27.

2.2.2.3 Sistem Respirasi

Propofol merupakan depresan nafas yang poten. Menyebabkan perubahan


aktifitas pada kemoreseptor sentral, mengurangi respon ventilasi terhadap
hiperkapnea dan hipoksia. Pada dosis tinggi propofol menyebabkan apnea, juga

10
mengubah pola nafas pasien dengan menumpulkan reflex jalan nafas atas sehingga
mapat menurunkan tidal volume.

2.2.2.4 Sistem Hepatorenal

Meskipun hepar dan ginjal terlibat dalam proses metabolisme dan ekskresi
propofol, akan tetapi fungsi organ tidak berubah. Pada hewan coba, pemberian
propofol kontinyu meningkatkan perfusi hepar akibat tingginya aliran darah arterial
dan vena porta, sementara tidak ada perubahan pada perfusi ginjal. Akan tetapi
apabila curah jantung tidak terjaga perfusi organ, termasuk hepar dan ginjal, dapat
menurun28.

2.3 Sedasi

Sedasi didefinisikan sebagai turunya tingkat kesadaran yang diakibatkan


oleh pemberian obat. Tingkat sedasi terbagi mulai dari sedasi ringan (anxiolisis)
hingga general anestesi, berdasarkan derajat nafas spontan, fungsi kardiovaskular,
dan respon terhadap verbal dan stimulus taktil pada pasien11.

2.3.1 Monitoring Tingkat sedasi

2.3.1.1 Tanda Klinis

Secara tradisional, penilaian anestesi umum yang tidak adekuat


berdasarkan tanda klinis, seperti takikardi, hipertensi, berkeringat, dilatasi pupil, dan
lakrimasi. Namun, tanda-tanda peningkatan aktivitas otonom tidak dapat
dihubungkan dengan semua kasus awareness Selain itu, tanda-tanda kinis tersebut

11
bisa saja tidak ada pada penggunaan opioid, cholinergic- dan betaadrenergic
antagonis, vasodilator, dan obat antihipertensi, dan karena hal tersebut tidak
memadai untuk mengukur kedalaman anestesi umum. Gerakan dan pola pernafasan
mungkin mencerminkan kedalaman anestesi, tetapi tidak dapat digunakan ketika
obat NMBAs (neuromuskular blocking agents) digunakan29.

2.3.1.2 Modified Observer’s Assessment of Alertness and Sedation (MOAA/S)

Modified Observer’s Assessment of Alertness and Sedation (MOAA/S)


adalah skala yang digunakan pada studi terkait obat atau alat untuk menilai tingkat
sedasi pasien. MOAA/S memiliki rentang nilai mulai 0 hingga 5, dengan 5 sebagai
kondisi sadar baik dan 0 didefinisikan general anestesi. Pemberian stimulus taktil
untuk skala ini dengan mencubit otot trapezius, respon terhadap stimulus tersebut
hanya dapat diidentifikasi ketika pasien dalam kondisi sedasi dalam33,34.

2.3.1.3 Monitoring Berbasis Elektroensefalogram

Perubahan dari keadaan terjaga ke keadaan general anestesi (GA) disertai


dengan perubahan besar dalam aktivitas listrik spontan di otak. Aktivitas listrik
tersebut direkam dari elektroda yang ditempatkan pada kulit kepala atau disebut
sebagai electroencephalograph (EEG), yang berfungsi untuk monitor kedalaman
anestesi bekerja29.

12
Elektroencefalograf menggambarkan aktivitas sinaptik dari senyawa
eksitasi dan inhibisi post-sinaps yang dihasilkan oleh neuron kortikal. Monitor
kedalaman anestesi monitor, yang berdasarkan sinyal EEG diproses dan biosignals
lainnya (misalnya EMG), telah dikembangkan. Monitor ini termasuk Bispectral
Index (BIS) dan Index of Consciousness (IoC) yang saat ini, telah banyak dipelajari
dan telah terbukti menjadi indikator yang berguna dari kedalaman anestesi29.

2.3.1.3.1 Bispectral Index

Monitor Bispectral Index (BIS) diperkenalkan oleh Aspect Medical


Systems tahun 1992. FDA menyetujui BIS sebagai monitoring efek anestesi pada
tahun 1996, dan sejak tahun 1997 BIS telah digunakan secara klinis. BIS awalnya
disetujui hanya untuk monitoring hipnosis, namun selanjutnya juga digunakan untuk
mengurangi kejadian kesadaran intraoperatif selama anestesi. Disebut sebagai
Bispectral Index karena nilai indeks dari alat ini merupakan hasil dari komponen
analisis bispectral dan algoritma BIS. Analisis bispectral adalah metodologi
pemrosesan sinyal yang menilai hubungan antara komponen sinyal dan komponen
penangkapan sinkronisasi sinyal seperti EEG. Dengan mengukur korelasi antara
semua frekuensi sinyal tersebut, analisis bispectral menghasilkan aspek EEG
aktivitas otak. Algoritma BIS dikembangkan untuk menggabungkan ciri EEG
(bispektral dan lainnya) yang sangat berkaitan dengan sedasi/hipnosis pada EEG dari
5000 subjek individu dewasa. Empat ciri utama EEG yang menunjukkan spektrum
perubahan karena diinduksi anestesi adalah derajat aktivasi frekuensi tinggi (14
amapai 30 Hz), jumlah sinkronisasi frekuensi rendah, adanya periode hampir
tertekan pada EEG, dan adanya periode supresi penuh (misalnya, isoelektrik
“flatline”)30.

BIS melibatkan 2 jenis deteksi BS. Pertama, burst suppression ratio (BSR)
mendeteksi porsi isoelektrik EEG pada 60 detik terakhir, kedua, QUAZI-
Suppression mendeteksi pola BS selama gangguan jaringan listrik, yang nantinya
dapat mempengaruhi algoritma BS. Selanjutnya, data preprocessed digunakan untuk
menghitung parameter rasio-beta. Parameter ini dihitung sebagai rasio empiris antara

13
rentang frekuensi yang telah ditentukan (30- 47 Hz dan 11-20 Hz). Secara simultan,
parameter kedua, synch-fast-slow, dihitung dari analisis bispektral. Parameter synch-
fast-slow dinyatakan sebagai rasio antara jumlah semua puncak spektral antara 0,5 –
47 Hz dan jumlah semua puncak spektral pada interval 40 – 47 Hz. Akhirnya, semua
parameter kemudian dimasukkan dalam algoritma, yang nantinya menghasilkan
indeks BIS Indeks BIS adalah angka antara 0 dan 100 yang berhubungan dengan titik
akhir klinis yang penting dan keadaan EEG selama administrasi agen anestesi. Nilai
BIS mendekati 100 menunjukkan keadaan klinis “sadar/ awake” , sementara nliai 0
menunjukkan isoelektrik EEG30.

2.3.1.3.2 Index qCON (CONNOX®)

Algoritma qCON dikembangkan menggunakan empat rasio spektral EEG


dan burst suppresion. Rasio spektral electroencephalogram (EEG) dimasukkan ke
dalam ANFIS. Skala referensi dikembangkan berdasarkan Penilaian Pengamat
Kewaspadaan dan Skala sedasi (OAAS) dan skala Ramsay. Konsentrasi effect site
propofol dan remifentanil dan konsentrasi end tidal gas yang mudah menguap
digunakan sebagai kontrol konsistensi, mis. data di mana tingkat OAAS atau
Ramsay menunjukkan keadaan yang berbeda (terjaga vs dibius) dari apa yang
diharapkan dari konsentrasi anestesi ditolak dan tidak digunakan dalam pelatihan
model31.
Model ANFIS dilatih menggunakan rasio spektral sebagai input sedangkan
referensi klinis skala adalah output. Langkah terakhir adalah menambahkan burst
suppression (BS) sebagai parameter utama untuk menunjukkan anestesi yang dalam.
Ketika BS terjadi, tanda-tanda klinis responsif telah ditekan. Skala qCON dari
kisaran di bawah 25 hanya mengandalkan rasio BS (BSR). BSR adalah persentase
EEG isoelektrik dekat di 30 s. Baik suppresion dan burst harus memiliki durasi lebih
dari 1 detik untuk menambahkan hingga jumlah BS akhir, terdeteksi oleh
kemungkinan algoritma maksimum. Rasio frekuensi dihitung setiap detik, dengan
demikian qCON diperbarui rata – rata setiap detik pergerakan eksponensial telah

14
diterapkan untuk memperlancar transisi cepat, oleh karena itu waktu pembaruan 50%
dari qCON adalah 5 detik, dengan asumsi tidak artefak di EEG31.

2.3.2 Sedasi Berbasis Propofol

2.3.2.1 Bolus Intermittent

Pemberian sedasi menggunakan propofol diawali dengan bolus 0.5-1mg/kg


berat badan dalam waktu 1 menit. Setelah probe kolonoskopi dimasukkan
ditambahkan bolus propofol 10-30 mg setiap 5 menit. Dapat diberikan tambahan 10-
30mg menyesuaikan klinis pasien apabila kedalaman sedasi tidak adkuat.6,7.

2.3.2.2 Kontinyu

2.3.2.2.1 Targetting Control Infusion (TCI)

Pemberian sedasi menggunakan propofol secara kontinyu dengan target


konsentrasi propofol dalam darah. Sebelum propofol infusion dijalankan, program
pada alat TCI diatur berdasarkan berat badan, jenis kelamin, dan usia dari pasien.
Setelah data pasien dimasukkan kedalam program TCI, dilakukan induksi dengan
target dosis 4µg/ml selama 1 menit. Setelah dosis inisial diberikan kecepatan infus
diturunkan dengan target 2µg/ml7. Dapat diberikan tambahan 10-30mg
menyesuaikan klinis pasien apabila kedalaman sedasi tidak adkuat.6,7.

15
2.3.2.2.2 Manual Infusion

Pemberian sedasi menggunakan propofol secara kontinyu menggunakan


syringe pump. Inisial bolus propofol diberikan dosis 0.5-1mg/kg berat badan dalam
waktu 1 menit. Setelah dosis inisial dilanjutkan dengan infusion kontinyu dengan
dosis 100µg/kg/menit. Dapat diberikan tambahan 10-30mg menyesuaikan klinis
pasien apabila kedalaman sedasi tidak adkuat.6,7.

16
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konseptual

Kolonoskopi

Sedasi
Propofol Propofol kontinyu
intermittent

Peningkatan Peningkatan
konsentrasi konsentrasi
propofol ???? propofol ????

Aktivasi GABA Aktivasi GABA

Penurunan metabolisme Penurunan metabolisme


dan blood flow dan blood flow
thalamus Perubahan aktifitas thalamus
elektrik korteks

qCON Modified Observer’s


Assessment of Alertness
and Sedation

17
3.2 Penjelasan Kerangka Konseptual

Kolonoskopi merupakan salah satu tindakan diagnostik untk screening


kelainan pada area kolorektal, dan merupakan tindakan yang tergolong invasif. Tidak
jarang pasien merasa tidak nyaman ketika dilakukan tindakan tersebut. Salah satu
untuk mengatasi ketidaknyamanan pasien adalah dengan pemberian sedasi selama
tindakan kolonoskopi. Diharapkan dengan pemberian sedasi, pasien tidak merasakan
sensasi tidak nyaman tersebut sehingga lebih kooperatif selama tindakan. Dengan
kooperatifnya pasien selama tindakan tentu juga akan lebih memudahkan operator
dalam melakukan tindakan. Dalam praktek sehari-hari di RSUD Dr.Soetomo pilihan
sedasi pada kolonoskopi menggunakan propofol intermittent bolus. Dalam
pemberian sedasi yang dilakukan tidak jarang sedasi yang diberikan terlalu dangkal
sehingga pasien mengeluh ataupun terlalu dalam sehingga terjadi depresi sistem
respirasi dan kardiovaskular. Kedua hal tersebut tentu akan berpengaruh terhadap
kenyamanan dan keselamatan pasien serta operator.

qCON merupakan salah satu modalitas untuk monitoring tingkat kesadaran


individu ketika diberikan sedasi ataupun anestesia. Diharapkan dengan monitoring
menggunakan qCON, anestesiologis yang memberikan sedasi dapat menjaga
kedalaman sedasi pasien sesuai dengan target index qCON.

3.3 Hipotesa Penelitian

Terdapat perbedaan kualitas sedasi antara pemberian sedasi menggunakan


propofol secara intermittent dengan manual infusion terhadap index qCON selama
proses kolonoskopi.

18
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Desain penelitian ini adalah .

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Gedung Pusat Diagnosis Terpadu (GPDT) RSUD dr Soetomo,

Surabaya pada periode sampai selesai.

4.3 Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

4.3.1 Populasi Penelitian

4.3.1.1 Populasi Umum

Pasien yang menjalani tindakan kolonoskopi.

4.3.1.2 Populasi Terjangkau

Pasien yang menjalani tindakan kolonoskopi di GPDT RSUD dr.

Soetomo Surabaya

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel yang dikehendaki (intended sample) pada penelitian ini adalah pasien

usia 18-65 tahun dengan tindakan kolonoskopi di GPDT RSUD dr. Soetomo

Surabaya pada periode yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

Kriteria inklusi:

1. Pasien PS ASA 1-2

19
2. Bersedia menandatangi lembar informed consent

Kriteria eksklusi:

1. Riwayat alergi obat anestesi

2. Gangguan psikiatri

3.

4.3.3 Besar Sampel Penelitian

Penentuan besar masing – masing sampel dengan menggunakan rumus

n : besar sampel masing-masing kelompok (n1 = n2)

Zα : derivat baku alfa dengan derajat kepercayaan 95%, hipotesis dua arah

(1.96)

Zβ : derivate baku beta dengan kekuatan uji 90% = 1,28

σ : standar deviasi (2%)

μ0- μa :

Dari perhitungan didapatkan jumlah sampel untuk masing-masing kelompok

sebanyak

4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel

Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi akan dilakukan randomisasi

dan diberi label A dan B. Pasien dengan label A akan mendapat sedasi

20
menggunakan propofol intermittent bolus, sedangkan pasien dengan label B akan

mendapat propofol manual infusion. Untuk randomisasi akan dilakukan dengan

teknik block permuted randomization.

4.4 Variabel Penelitian

Variabel bebas : propofol intermittent bolus, propofol manual infusion

Variabel tergantung : index qCON, skala MOAA/S

Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel


No Variabel Definisi Operasional Dosis/Ukuran/Satuan Jenis Data
1 Propofol - Propofol bolus inisial
intermittent 0,5-1 mg/kgBB IV
bolus - Propofol bolus 10-30
mg setiap 5 menit
- Bolus tambahan
propofol 10-30 mg
apabila sedasi dinilai
tidak adekuat
2 Propofol - Propofol bolus inisial
manual 0,5-1 mg/kgBB IV
infusion - Propofol manual
infusion
100µg/kgBB/menit
- Bolus tambahan
propofol 10-30 mg
apabila sedasi dinilai
tidak adekuat
3 Index
qCON
4 Skala
MOAA/S

4.5 Prosedur Penelitian

4.5.1 Prosedur Pengumpulan Data

21
1. Malam hari sebelum operasi semua subyek penelitian akan mendapatkan

information to consent dan menandatangani informed consent

2. Subyek penelitian akan dirandomisasi ke dalam dua kelompok: kelompok

propofol intermittent bolus dan kelompok propofol manual infusion.

22
4.5.2 Kerangka Operasional Penelitian

Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi


Informed consent

Intermittent bolus Randomisasi Manual infusion

- Pemeriksaan index qCON dan MOAA/S


sebelum sedasi
- Bolus inisial Propofol 0,5-1 mg/kgBB
melalui intravena dalam waktu 1 menit

Manual
Intermittent
infusion
bolus 10-30 mg
100100µg/kgBB/
setiap 5 menit
- Pencatatan tanda vital setiap 3 menit menit
- Penilaian kualitas sedasi dengan
MOAA/S setiap 3 menit
- Pencatatan index qNOX setiap 3
menit
- Tambahan bolus propofol 10-30 mg
apabila sedasi tidak adekuat

Gambar 4.1 Kerangka Operasional Penelitian

23
4.6 Analisa Data

Untuk menguji hipotesis penelitian ini digunakan uji

4.7 Jadwal Penelitian

Tabel 4.2 Jadwal Penelitian


2020
No. Kegiatan
2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Pembuatan proposal * * * * * *
2 Presentasi dan Revisi proposal * *
3 Persiapan etik *
4 Pengumpulan dan analisa data * * *
5 Penulisan laporan penelitian * *
6 Presentasi penelitian *
7 Revisi dan penyerahan hasil * *

24

Anda mungkin juga menyukai